Anda di halaman 1dari 40

SARI PUSTAKA

NOVEMBER 2013

ANATOMI DAN FISIOLOGI KONJUNGTIVA

OLEH :
ANDI AKHMAD FAISAL

PEMBIMBING :
dr. Junaedi Sirajuddin, Sp.M (K)

KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU


(COMBINED DEGREE)
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA PROGRAM STUDI BIOMEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS
MAKASSAR
2013

1
ANATOMI DAN FISIOLOGI KONJUNGTIVA

PENDAHULUAN

Konjungtiva adalah membran mukus vaskularisasi yang menutupi permukaan

anterior dari bola mata (konjungtiva bulbar dan forniks) dan permukaan posterior kelopak

mata superior dan inferior (konjungtiva palpebra). Lapisan superfisial, epitel konjungtiva,

bersambung dengan epidermis kelopak mata dan lapisan terluar kornea, epitel kornea.

Konjungtiva bertanggungjawab untuk produksi mukus, yang penting untuk stabilitas tear

film dan transparansi kornea.1 Konjungtiva juga memiliki potensi yang besar untuk

melawan infeksi untuk empat alasan : (1) sangat vaskular; (2) jenis sel yang berbeda yang

terkandung didalamnya dapat aktif dan ikut serta dalam reaksi pertahanan inflamasi; (3)

memiliki banyak sel imunokompeten yang berkontribusi dalam menyediakan

imunoglobulin; dan (4) anatomi permukaan (mikrovili) dan biokimia (aktivitas enzim)

dari sel-sel konjungtiva memungkinkan jaringan untuk menelan dan menetralisir partikel

asing, seperti virus. 2,3

Untuk memahami lebih dalam, dalam sari pustaka ini akan dibahas tentang

embriologi, anatomi, histologi, fisiologi pada konjungtiva.

EMBRIOLOGI

Mata berkembang dari 3 lapisan embrional primitif yaitu : ektoderm permukaan,

ektoderm neural dan mesoderm. Ektoderm membentuk lensa, glandula lakrimalis, epitel

kornea, konjungtiva, glandula adneksa dan epidermis palpebra.4

Konjungtiva berkembang secara anatomis dimulai pada saat stadium

pertumbuhan palpebra. Stadium pertumbuhan palpebra dimulai dengan ektoderm

berproliferasi membentuk lembar palpebra hingga menyatu. Stadium differensisasi

2
palpebra berlangsung pada minggu ke 4 - 5 hingga bulan kedua masa gestasi. Pada

akhirnya palpebra superior dan inferior terlihat jelas pada minggu ke-6. Pada minggu ke-

6, invaginasi optic cup lengkap dan lens vesicel sudah terpisah dari permukaan ektoderm.

Pada minggu ke 7 - 8 masa gestasi, ektoderm membentuk konjungtiva.4

Konjungtiva berkembang dari ektoderm bersamaan dengan embriologi

pembentukan palpebra. Kedekatan ini memungkinkan pembentukan konjungtiva selama

stadium pembentukan palpebra.4

Gbr 1. Embriologi Konjungtiva(1)

Gambar 1. Embriologi Konjungtiva (dikutip dari Vaughan DG, Asburg T, Paul Riodan-Eva.
Anatomi and Embriologi of The Eye, In : General Opthalmology. 16th Edition.Mc Graw Hill
Companies.USA.2004:5-6,25-27)

ANATOMI KONJUNGTIVA

Garis permukaan konjungtiva posterior dari kelopak mata superior dan inferior

dan permukaan anterior bola mata. Dari permukaan bagian dalam dari kelopak mata ini

3
akan berjalan ke depan bola mata bagian atas dan bawah, membentuk dua lekukan yaitu

forniks superior dan forniks inferior. Forniks superior terletak pada margin orbital sekitar

8 – 10 mm dari limbus (Gambar2A, B, dan C). Forniks inferior sekitar 8 mm dari limbus

(Gambar 3A, B, dan C). Di bagian medial, struktur forniks diganti dengan karunkula dan

plika semilunaris (Gambar 4). Tidak adanya forniks pada bagian medial ini berguna

untuk memungkinkan pungtum inferior dapat mengalirkan lapisan cairan air mata. 5 Di

bagian lateral, forniks meluas tepat di belakang ekuator bola mata (Gambar 5). Cukup

dalam dan sekitar 14 mm dari limbus.

Gambar 2. Gambaran bola mata. A. Panah menunjukkan daerah forniks superior. B. Forniks Superior (F)
menunjukkan epitel dan substansia propia. Kantung konjungtiva (CS). C. Epitel menunjukkan sel-sel goblet
(panah)

Gambar 3. A. Bagian dari forniks inferior (panah). B. Forniks inferior menunjukkan epitel, sel-sel
goblet, dan folikel (F). C. Forniks inferior menunjukkan oto Mullers (MM) pada substansia propia.

4
Gambar 4 dan 5 . Bagian medial dari mata menujukkan Karunkula (C) dan Plika Semilunaris (P). Bagian
dari forniks lateral (panah) (Dikutip dari Conjungtiva .In : Duane’s Clinical Ophalmologi, Philadelphia
Lippincot William and Wilkins Publisher 2003)

Ujung posterior dari margin kelopak mata pada mucocutaneous junction,

epidermis kelopak mata berubah menjadi konjungtiva palpebralis dan berlanjut pada sisi

posterior dari kelopak mata.6 Konjungtiva palpebra secara jelas melekat pada tarsal plate

pada kelopak mata. Konjungtiva palpebra merupakan daerah dimana patologi reaktif

konjungtiva dapat dilihat secara klinis. Ada dua jenis perubahan yang dapat terjadi pada

bagian ini yaitu pembentukan folikel dan pembentukan papil. Folikel dianggap identik

dengan folikel limfoid yang ditemukan di bagian lain dalam tubuh. (Gambar 6). 7

Gambar 6. Folikel pada permukaan tarsal superior

Pembentukan folikel merupakan karakteristik dari infeksi viral dan klamidia juga

konjungtivitis toksik akibat penggunaan obat topikal tertentu.8 Papil terdiri dari sel-sel

inflamasi kronik seperti limfosit dan sel plasma dan dibedakan dengan folikel adalah

5
adanya pembuluh darah pada bagian tengahnya.9 Giant papil ditemukan pada penyakit

alergi tertentu dan setelah penggunaan jangka panjang kontak lensa (Gambar 7) 7,10

Gambar 7. Giant papil terlihat pada permukaan tarsal superior

Konjungtiva bulbar meluas dari limbus ke area forniks. Sangat tipis dan

transparan sehingga sklera yang dibawahnya dapat terlihat. Konjungtiva bulbar ini

melekat secara longgar pada sklera untuk memungkinkan gerakan bebas mata ke segala

arah. Melekat pada tendon otot rektus, yang selanjutnya tertutup oleh kapsul tenon.

Sekitar 3 mm dari limbus, konjungtiva bulbar, kapsul tenon, dan sklera melekat dengan

kuat. 11

Gambar. 8. Representasi skematis dari anatomi konjungtiva. (Dikutip dari Lemp MA: The Dry Eye,
Jerman: Springer Verlag, 1992)

6
Konjungtiva dapat dibagi menjadi tiga subdivisi utama (seperti ditunjukkan pada

Gambar 8 dan 8A) :

1. Konjungtiva tarsal, atau palpebra, melapisi kelopak mata.

2. Konjungtiva forniceal, lapisan atas dan bawah forniks

3. Konjungtiva bulbar, melapisi sklera pada bagian anterior bola mata

Bagan 1. Pembagian konjungtiva, dibagi menjadi tiga subdivisi utama. (dikutip dari dr.
Parthopratim Dutta Majumder, Anatomy of Conjunctiva. eOptha home page. 2001)

Konjungtiva Tarsal atau Palpebra

Dimulai pada persambungan mukokutan di pinggir palpebra lalu menutup

palpebra pada permukaan bagian dalam. Konjungtiva palpebra melekat erat dengan

tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks

superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva

bulbar.12

Konjungtiva Forniks

Konjungtiva pada bagian superior dan inferior forniks, membungkus daerah

transisi antara konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbar. Melekat longgar di daerah

forniks sehingga kelonggaran ini memudahkan terjadinya akumulasi cairan. Konjungtiva

forniks superior terletak kira-kira 10 mm dari limbus, sedangkan di inferior terletak kira-

kira 8 mm dari limbus. Bagian medial forniks digantikan oleh karunkula dan plika

7
semilunaris. Bagian lateral konjungtiva forniks terletak kira-kira 14 mm dari limbus di

belakang ekuator bola mata (Gambar 8B). 13,14

Gambar 8B. A. Jarak Conjungtival sac diukur dari margin palpebra ketika mata dibuka, B. Jarak
Conjungtival sac dari limbus. (dikutip dari dr. Parthopratim Dutta Majumder, Anatomy of Conjunctiva.
eOptha home page. 2001)

Konjungtiva Bulbar

Konjungtiva ini melekat erat dengan jaringan di bawahnya, tipis dan translusen

sehingga sklera di bawahnya terlihat jelas. Konjungtiva bulbi dilekatkan longgar oleh

penyambung ke sklera dan fasia bulbi yang menutupi M. Rectus. Sekitar 3 mm dari

kornea, konjungtiva melekat lebih erat dengan sklera dan fasia bulbi. Bagian dimana

konjungtiva melekat dengan kornea disebut konjungtiva limbus, dimana kira-kira

letaknya 1 mm di depan tepi limbus kornea (pertemuan kornea dgn sklera). Konjungtiva

melekat dengan sklera kira-kira 1,5 mm dari limbus kornea.14

Gambar 8A. Konjungtiva dibagi menjadi tiga subdivisi utama. (dikutip dari dr. Parthopratim Dutta
Majumder, Anatomy of Conjunctiva. eOptha home page. 2001)

HISTOLOGI

8
Konjungtiva, seperti selaput lendir lainnya, terdiri dari dua lapisan: lapisan epitel

berlapis dan substantia lapisan propria, yang terdiri dari lapisan fibrous adenoid

( Gambar 9A).

Gambar 9A. Konjungtiva, terdiri dari dua lapisan: lapisan epitel berlapis dan substantia lapisan propria,
yang terdiri dari lapisan fibrous adenoid. (Dikutip dari Kanski JJ,Menen J.Atlas of Clinical
Opthalmology.3th Edition. Mosby Elsevier 2006:4-6)

EPITEL KONJUNGTIVA

Lapisan epitel konjungtiva, tebalnya bervariasi dimana 2-4 lapisan di daerah sub

tarsal, 6-8 lapis di daerah corneoskleral junction dan sekitar 8-10 lapis di daerah margin

konjungtival. Pada daerah forniks terdiri dari sel epitel kolumnar dan menjadi sel

skuamosa non keratinisasi pada daerah bulbi dan tarsal. Pada bagian persambungan

konjungtiva dengan kulit, sel epitel skuamosa non keratinisasi dari konjungtiva akan

berubah menjadi sel epitel skuamosa keratinisasi pada lapisan kulit. Pada epitel

9
konjungtiva, jarak antar sel dihubungkan dengan tight junction. Epitel konjungtiva juga

menghasilkan musin yang turut membentuk lapisan tear film.

Tabel 1. Lapisan epitel konjungtiva pada tiap-tiap bagian konjungtiva


Konjungtiva Jumlah Lapisan Sel-sel tiap Lapisan

Marginal 5 lapisan terdiri atas 5 Lapisan Superficial: Sel-sel


lapisan epitel squamous Squamous
bertingkat non-keratinisasi Lapisan tengan 3 lapis:
Polyhedral cells
Lapisan lebih dalam: Sel-
sel Cylindrical
Tarsal 2 lapisan epitel kuboidal Lapisan Superficial:
bertingkat Sel-sel Cylindrical
Lapidan lebih dalam:
sel-sel kuboidal
Fornix and bulbar 3 lapisan epitel squamous Lapisan Superficial: Sel-sel
bertingkat Cylindrical
Lapisan tengah: sel-sel
polyhedral
Lapisan lebih dalam: Sel-
sel Kuboidal
Limbal 10 lapisan epitel squamous Lapisan Superficial:
bertingkat Sel-sel squamous
Lapisan Tengah:
Sel-sel polygonal
Basal- kubical

Permukaan epitel konjungtiva ditutupi oleh mikrovilli. Mikrovilli dibentuk oleh

penonjolan sitoplasma yang menonjol ke permukaan sel epitel. Ukuran diameter dan

tinggi mikrovilli kira-kira 0,5 um dan 1 um. Fungsi mikrovilli selain untuk memperluas

daerah absorbsi juga menjaga stabilitas dan integritas dari tear film .13

Ada 5 tipe sel yang berbeda di konjungtiva yang berdasar dari jumlah dan jenis

organel serta letaknya di dalam sel, yaitu :

Sel tipe I yaitu Sel Goblet. Sel Goblet memproduksi lapisan musin dari tear film. Sel

Goblet ditemukan di seluruh konjungtiva kecuali pada limbus. Paling sering ditemukan di

darah forniks. Sel Goblet berasal dari stem cell epitel.15

10
Sel tipe II, mengandung granula yang berada di apeks sitoplasma yaitu Retikulum

Endoplasma dan Badan Golgi. Tipe ini yang paling banyak di konjungtiva dan banyak

ditemukan di daerah forniks dan tarsal konjungtiva.16

Sel tipe III, mengandung Badan Golgi yang kompleks.16 Beberapa vesikel sering

terkumpul di bagian konkaf atau konfeks Badan Golgi kompleks ini. Juga diketahui

bahwa polisakarida dan protein bergabung untuk membentuk glikoprotein didalam sistem

Golgi.15 Pada bagian konkaf dari Golgi kompleks ini produk akhir ini dihasilkan ke dalam

vakuola yang dapat mencapai permukaan epitel. Berikutnya isi dari vesikel ini dilepaskan

keluar melalui fusi membran vesikel bersama membran plasma. Untuk alasan ini,

diperkirakan bahwa sel tipe III ini juga memiliki fungsi yang kompleks berkontribusi

pada sekresi mussin dari tear film. Sel tipe III secara merata tersebar di seluruh

permukaan konjungtiva.

Sel tipe IV, mengandung banyak Retikulum Endoplasma. Sel tipe ini yang di duga

memproduksi protein yang menjadi albumin, Ig, lyzosyme serta laktoferin yang berperan

dalam sistem imun. Banyak ditemukan di daerah nasal konjungtiva tarsal.

Sel tipe V, mengandung banyak Mitokondria yang biasanya terletak di bagian apikal sel.

Sel ini berperan dalam proses absorbsi dari sel. Tipe ini banyak tersebar di daerah

konjungtiva bulbar dan daerah limbus.16

Selain dari sel-sel tersebut diatas, sel langerhans, melanosit, dan limfosit juga

terdapat di epitel konjungtiva.13, 17

11
Gambar 9B. Epitel konjungtiva bulbar, terdiri dari sel-sel epitel poligonal tidak beraturan. Permukaan tidak
rata dan mengelilingi dengan mikrovili. Lapisan basal juga bergelombang GC, sel goblet,. ST, stroma.
(Dikutip dari Conjungtiva .In : Duane’s Clinical Ophalmologi, Philadelphia Lippincot William and Wilkins
Publisher 2003)

SUBSTANSIA PROPIA

Epitelium konjungtiva bersandar pada lapisan jaringan ikat yang disebut

substansia propia. Jaringan ini memiliki potensial anti-infeksi yang sangat besar.

Sejumlah sel-sel mast (6000/mm3), limfosit, sel-sel plasma, dan neutrofil biasanya hadir

pada lapisan ini serta Ig A, Ig M dan Ig G yang memperlihatkan kemampuan lapisan ini

sebagai jaringan untuk pertahanan tubuh. 3,18,19,20

Substansia propia dibagi menjadi 2 lapisan : lapisan limfoid superfisial dan

lapisan fibrous profunda. Lapisan limfoit ini tidak ada pada saat pertama kelahiran, tapi

terbentuk beberapa bulan sesudahnya. Pada bagian profunda merupakan lapisan yang

lebih tebal, berkolagen, elastis dan berisi pembuluh darah dan saraf serta glandula

Krause. 21

KELENJAR ASSESORI KONJUNGTIVA

Epitel konjungtiva mengandung sejumlah kelenjar yang penting untuk

mempertahankan kelembaban dan menghasilkan lapisan air mata. Kelenjar air mata

12
asesoris yaitu Krause dan Wolfring yang struktur dan fungsinya mirip dengan kelenjar

lakrimal dan terletak di dalam substantia propria. (Gambar 9C)

Bagan 2. Pembagian Kelenjar assesoris pada konjungtiva (dikutip dari dr. Parthopratim Dutta Majumder,
Anatomy of Conjunctiva. eOptha home page. 2001)

Gambar 9C. Kelenjar air mata asesoris pada konjungtiva. (dikutip dari dr. Parthopratim Dutta Majumder,
Anatomy of Conjunctiva. eOptha home page. 2001)

Kelenjar Krause adalah kelenjar lakrimal aksesori ditemukan di dalam jaringan

ikat subkonjungtiva dari forniks superior. Kira-kira 42 buah pada fornix superior dan

13
sekitar 6 sampai 8 di forniks inferior. Kelenjar Wolfring juga kelenjar lakrimal aksesori.

Sekitar 2-5 buah pada palpebra superior sepanjang tarsus superior. Struktur halus dari

kelenjar Krause pada dasarnya sama seperti yang dari kelenjar lakrimal di orbit ( Gambar.

A dan B ).

Gambar 10. A. Forniks inferior menunjukkan proyeksi papiler (P).B. forniks inferior menunjukkan kelenjar
Krause (KG). (Dikutip dari Conjungtiva .In : Duane’s Clinical Ophalmologi, Philadelphia Lippincot
William and Wilkins Publisher 2003)

KELENJAR LIMFE

Saluran limfatik dalam konjungtiva terdiri atas dua pleksus: (1) pleksus superfisial

yang terdiri dari pembuluh limfe yang kecil-kecil dan berada dibawah pembuluh darah,

dan (2) pleksus profunda yang terdiri dari pembuluh limfe yang lebih besar di bagian

substantia propria (Gambar 11A dan B).

Gambar 11. A. Photomikrograph dari epitel konjungtiva konjungtiva. Perhatikan sel goblet (panah).
Substantia propria terdiri dari jaringan ikat longgar dan elemen seluler yang beragam. B. Sebuah saluran
getah bening (L) di substansia propria. Saluran tersebut dilapisi dengan sel endotel (panah).

14
Pembuluh limfe ini sangat penting dalam reaksi imunologi yang terjadi pada

penyakit mata. Pleksus superfisial mendapatkan aliran limfatik dari daerah limbal.

Saluran kolektor yang besar ini berjalan secara melingkar 7 sampai 8 mm di belakang

limbus, membentuk sebuah cincin limfatik perikorneal. 11

Pembuluh pengumpul yang besar dari forniks inferior bermuara melalui kantus

lateral. Pada bulbar konjungtiva, limfatik dari sisi lateralis mengalir ke kelenjar getah

bening superfisial preauricular dan limfatik dari sisi medial mengalir ke kelenjar

submaksillaris.

Dengan pemeriksaan mikroskop elektron menunjukkan pembuluh limfe ini

berbeda dari pembuluh darah dalam beberapa hal, sebagai contoh, endoteliumnya sangat

tipis, intracellular junction kurang baik daripada pembuluh darah, membrana basal sering

berkembang tidak baik atau bahkan tidak ada, dan perisit biasanya tidak ada. (Gambar.

12)

Gambar 12. Pembuluh limfe di substantia propia dari konjungtiva bulbar. Endotelium (E) tipis, membran
basal sering tidak berkembang dengan baik (seperti dalam gambar), dan Lumen (L) biasanya tidak
mengandung eritrosit. (Dikutip dari Conjungtiva .In : Duane’s Clinical Ophalmologi, Philadelphia
Lippincot William and Wilkins Publisher 2003)

SEL GOBLET

Terdapat di bagian tengah dan superfisial dari epitel dan memenuhi kira-kira 15

% dari permukaan epitel. Struktur kripte Henle terbentuk dari sel Goblet yang mengalami

invaginasi sehingga terbentuk tonjolan, ukurannya kira-kira 0,5 mm. Sel Goblet termasuk

15
sel yang relatif besar dimana ukurannya kira-kira 25 um. Selnya di bungkus oleh

membran mukus yang dapat berisi musin atau tidak. Sel Goblet melepaskan musin yang

membentuk lapisan posterior dari tear film. Musin ini dilepaskan melalui respon karena

iritasi, trauma atau toxin. Refleks pelepasan ini berguna untuk proteksi dari permukaan

bola mata.

Sel Goblet dapat ditemukan di forniks inferior bagian nasal, tengah dan sedikit

di daerah palpebra. Jarang ditemukan di konjungtiva bulbi dan tidak ada di kornea.

Densitas sel Goblet bervariasi menurut umur. Setelah periode di tahun pertama kelahiran,

jumlah sel Goblet akan menurun secara perlaha-lahan yang akhirnya menetap pada umur

sekitar 35 tahun (30-70 sel goblet/0,1 mm2 permukaan mukosa), tapi dapat bervariasi

oleh karena faktor-faktor luar. Dipercaya pula bahwa faktor hidrasi dapat mempengaruhi

jumlah sel Goblet. Sel Goblet dapat memproduksi kira-kira 2,2 ul mukus/hari. Mukus ini

sangat berperan dalam integritas permukaan bola mata karena faktor lubrikasinya dan

mengurangi tegangan permukaan dari tear film. Sel Goblet juga berkontribusi

menyediakan Ig A dan lisosom, dan mukus juga berperan dalam mekanisme pembersihan

dari debris, benda asing dan bakteri di permukaan bola mata.13

Sel Goblet merupakan sel yang sangat mudah terpolarisasi untuk sintesis dan

sekresi musin. Musins disintesis dalam retikulum endoplasma, diubah dalam aparatus

Golgi, dan disimpan dalam granul sekresi di bagian apikal sel. Pada stimulus yang sesuai,

sekretorik granul membran menyatu dengan membran granula sekresi lainnya dan

membran apikal sel untuk melepaskan musin yang tersimpan (Gambar 13). Seluruh

jumlah granula dalam sel distimulasi dan dilepaskan secara bersamaan dengan cara

mekanisme yang dikenal sebagai sekresi apokrin. Badan sel Goblet kemudian mensistesis

kembali musin untuk disekresikan kembali. Beberapa teknik telah dilakukan untuk

16
mengidentifikasi sel Goblet dengan pewarnaan protein sekresi dalam granula. Namun,

tidak dapat diidentifikasi.

Gambar. 13. Representasi skematis dari sintesis musin di sel goblet konjungtiva. (Dikutip dari
Conjungtiva .In : Duane’s Clinical Ophalmologi, Philadelphia Lippincot William and Wilkins Publisher
2003)

JALUR SINYAL YANG MENGATUR SEKRESI SEL GOBLET KONJUNGTIVA

Jalur sinyal diaktifkan oleh agonis kolinergik (yang dilepaskan dari saraf

parasimpatis) untuk menstimulasi sekresi sel Goblet telah diketahui (Gambar 14).

Peningkatan Ca+ intraselluler dengan penggunaan ionophore Ca2+ (ionomycin) atau

karbakol agonis kolinergik menstimulasi sekresi sel goblet. Aktivasi PKC oleh ester

phorbol juga menghasilkan sekresi sel goblet.. 22

17
Gambar 14. Skema representasi dari sinyal jalur transduksi dimanfaatkan oleh agonis kolinergik dan EGF
dalam sel goblet konjungtiva .
VASKULARISASI

Arteri konjungtiva berasal dari dua sumber : (1) cabang palpebral dari arteri nasal

dan lakrimalis palpebra, dan (2) arteri siliaris anterior. Kedua pembuluh tersebut berasal

dari arteri oftalmik, yang berasal dari arteri karotid internal yang (Gambar 15-17)

Gambar 15. Vaskularisasi Konjungtiva. (Dikutip dari Liesegang. TJ,Skuta GL,Contor LB. Fundamental and
Principles of Opthalmology. Section 2. American Academy of Opthalmology. San Franscisco,2008-2009:
36)

Gambar 16. Suplai arteri konjungtiva. (dikutip dari dr. Parthopratim Dutta Majumder, Anatomy of
Conjunctiva. eOptha home page. 2001)

18
Arcade palpebral : Ada dua arkade palpebral yang merupakan sumber utama

suplai darah konjungtiva. Arkade ini adalah arkade tarsal marginal & arkade tarsal

perifer. Arkade tarsal marjinal lebih besar dari arkade tarsal perifer. Cabang-cabang

palpebral medial dan lateral arteri nasal dan lacrimalis palpebra menyuplai kelopak mata.

(arteri palpebra lateral adalah cabang dari arteri lakrimal dan arteri palpebra medial

berasal secara terpisah atau bersama-sama dari arteri oftalmik atau arteri nasal dorsalis).

Cabang-cabang superior dan inferior dari arteri ini masuk ke kelopak mata dengan cara

menembus septum orbital. Setiap cabang arteri palpebra medial kemudian beranastomosis

dengan berhubungan arteri palpebra lateral dan dengan cara inilah membentuk arkade

marjinal.

Arcade marginal : arkade marginal terletak pada pada bidang sub otot di depan

dari pelat tarsal, 2 mm menjauh dari margin kelopak mata. Arteri siliaris anterior berjalan

sepanjang tendon muskulus rektus dan mempercabangkan arteri konjungtiva anterior

sebelum menembus bola mata. Arteri ciliary anterior mengirim cabang-cabang ke pleksus

pericorneal dan daerah sekitarnya dari konjungtiva bulbar di daerah limbal.

19
Bagan 3. Vaskularisasi konjungtiva. (dikutip dari dr. Parthopratim Dutta Majumder, Anatomy of
Conjunctiva. eOptha home page. 2001)

Gambar 17. Vaskularisasi Konjungtiva. (dikutip dari dr. Parthopratim Dutta Majumder, Anatomy of
Conjunctiva. eOptha home page. 2001)

Vena-vena konjungtiva berasal dari vena palpebralis yang jumlahnya lebih

banyak dari arteri, sebagian besar berada di daerah tarsal konjungtiva dan bulbi. Vena-

vena ini ukuran diameternya dari 0,01 – 0,1 mm dan mudah terlihat, terutama daerah

limbus nasal. (Gambar 18).

Bagan 4. Perjalanan vena palpebra yang mengaliri konjungtiva. (dikutip dari dr. Parthopratim Dutta
Majumder, Anatomy of Conjunctiva. eOptha home page. 2001)

20
Gambar 18. Perjalanan vena palpebra yang mengaliri konjungtiva. (Dikutip dari Liesegang. TJ,Skuta
GL,Contor LB. Fundamental and Principles of Opthalmology. Section 2. American Academy of
Opthalmology. San Franscisco,2008-2009: 36)

INERVASI

Bagian eksternal dari sistem visual seperti alis, kelopak mata, konjungtiva, dan

kornea kaya akan saraf sensorik. Saraf sensorik melimpah dan sangat terintegrasi yang

diperlukan untuk proteksi, koordinasi, dan mendukung struktur bola mata dan struktur

periorbital. Konjungtiva kaya akan saraf sensorik, tapi karena tidak memiliki struktur

muskular dan innervasi kelenjar, maka tidak ada saraf motorik. (Gambar. 19)

21
Gambar 19. Jalur saraf Trigeminal. (Dikutip dari Liesegang. TJ,Skuta GL,Contor LB.
Fundamental and Principles of Opthalmology. Section 2. American Academy of Opthalmology. San
Franscisco,2008-2009: 36)

Innervasi sensorik konjungtiva berasal dari bagian pertama dari N. Trigeminal.

Saraf ini terdiri dari cabang infratrochlear dari nervus nasosiliar, nervus lakrimal, cabang

supratroklear dan supraorbital dari nervus frontal dan nervus infraorbital dari bagian

maksilla dari nervus trigeminal. Daerah limbal di suplai oleh cabang dari nervus siliar.

Sebagian besar ujung saraf dalam konjungtiva tidak bermielin (Gambar 20 - 22). Saraf ini

membentuk suatu pleksus subepitel di bagian superfisial substantia propria. 5

Gambar. 20. Bundel serat saraf di stroma konjungtiva (substantia propria) tersusun dari beberapa
serabut saraf yang tidak mengalami myelinasi (panah) dikelilingi oleh lapisan perineurium (P), ada juga
campur tangan dari fibril kolagen (c). Setiap serabut saraf yang tidak mengalami myelinasi terdiri dari
akson (A) dibungkus dengan sel Schwann ini (SC).

Gambar. 21. Substantia propria dari konjungtiva bulbar, menunjukkan (UN) serabut saraf bermielin (MN)
dan tidak bermielin. Di dalam kedua serat, akson (A) yang dibungkus dengan sel Schwann ini (SC) yang
memiliki membran basal (bm).

22
Gambar 22. Representasi skematis dari persarafan saraf konjungtiva. (Dikutip dari Conjungtiva .In :
Duane’s Clinical Ophalmologi, Philadelphia Lippincot William and Wilkins Publisher 2003)

KARUNKULA

Karunkula merupakan struktur epidermoid kecil, seperti daging, merah muda,

nodul bulat yang terletak di lakrimal dan di bagian medial dari plica semilunaris.

Karunkula ditutupi oleh sepitel skuamosa bertingkat seperti kulit, tetapi tidak mengalami

keratinisasi. Seperti kulit karunkula mengandung jaringan rambut serta kelenjar sebasea

dan kelenjar keringat, tapi tidak seperti kulit, karunkula mengandung kelenjar lakrimal

assesori mirip kelenjar Krause. 13,23

23
Gambar. 25. Epitel karunkula. Epitel ini memiliki banyak sel goblet (GC), beberapa menonjol ke arah
kantung konjungtiva. mv, mikrovili dari sel goblet. (Dikutip dari Conjungtiva .In : Duane’s Clinical
Ophalmologi, Philadelphia Lippincot William and Wilkins Publisher 2003)

PLIKA SEMILUNARIS

Adalah lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, mudah bergerak dan lunak

terletak didaerah lateral karunkula di kantus internus. Terdiri dari 8-10 lapis sel yang

berisi sel goblet. Sel Langerhan’s dapat terlihat di sel epitelnya. Pada stroma mengandung

banyak pembuluh darah. 13,23

Gambar 26. Plika semilunaris menunjukkan sel goblet (panah), epitel dan jaringan ikat fibrovaskular.
(Dikutip dari Conjungtiva .In : Duane’s Clinical Ophalmologi, Philadelphia Lippincot William and Wilkins
Publisher 2003)

FISIOLOGI

Konjungtiva mempunyai 2 fungsi utama yaitu menyediakan mukus untuk air

mata dan melindungi permukaan bola mata dari patogen. Disamping itu konjungtiva

bersama sel limbus secara mekanis membantu mempertahankan integritas sel kornea.

Lapisan konjungtiva palpebra dapat sebagai lapisan proteksi kornea dengan distribusi tear

film. Pada penyakit Sindrom Steven Johnson dimana terjadi keratinisasi dari konjungtiva

dapat menyebabkan kerusakan dari kornea.13

Flora Normal

Permukaan konjungtiva dihuni oleh berbagai koloni, yaitu bakteri dan jamur

yang bervariasi jumlahnya. Keberadaannya yang normal dalam jenis dan jumlah di batasi

oleh mekanisme pertahanan dari host dan mikroba itu sendiri. (Pada waktu lahir,

24
konjungtiva steril tapi pada hari ke 5 kelahiran, tapi berangsur-angsur flora bakteri sudah

mulai ditemukan. Flora bakteri pada kedua mata biasanya sama jenis dan jumlahnya.

Flora ini biasanya berasal dari udara sekitar dan dari kulit (kelopak mata dan dari tangan

ke mata).13

Tabel 2. Flora Bakterial pada Konjungtiva


Frequency of Culture from
Normal
Organism Conjunctiva (%)
Staphylococcus albus 91*
Diphtheroids 55
Staphylococcus aureus 25*
Streptococcus viridans 8
Bacillus group 2
Mimeae 1
Pneumococci 1
Proteus 1
Pseudomonas and miscellaneous 2

Tabel 3. Flora Jamur pada Mata Manusia 24 The Conjungtiva and Lacrimal
System,In : Duane’s Clinical Opthalmology (CD-Rom), Philadelphia Lippincot
William and Wilkins Publisher 2003
Frequency of Culture from Normal
Organism Conjunctiva (%)
Aspergillus 26
Candida 16
Harmodendem 11
White yeasts 10
Paecilomyces 6
Penicillium 5
Mycelia sterila 5

Bakteri dan jamur adalah fakultatif patogen. Mereka akan menimbulkan infeksi

jika terjadi ketidakseimbangan antara host dan mikroba tersebut.

Faktor Mikroba

25
Perlekatan mikroba sangat penting untuk kolonisasi pada konjungtiva karena

adanya mekanisme sweeping dari konjungtiva. Bakteri sendiri dapat melekat erat pada

konjungtiva karena adanya wall-surface glycoprotein adhesion yang melekat pada

reseptor di permukaan membran protein dari sel. Di samping itu ada beberapa jenis

bakteri yang menggunakan villi (fimbriae) untuk perlekatannya.

Mikroba sendiri berada di konjungtiva melalui 2 proses yang berbeda. Pertama,

kolonisasi dimana mikroba berusaha untuk tetap ada melalui proliferasi sendiri,

sedangkan proses yang kedua melalui kontaminasi dari luar, dimana mikroba yang mati

digantikan oleh mikroba dari luar, baik dari udara, dari jaringan kulit dan penyebaran dari

hematogen serta dapat pula melalui saluran pernafasan menembus duktus nasolakrimal.
25,26

Faktor Pertahanan Tubuh

Pada mata, ada beberapa mekanisme pertahanan anatomi, fisik, biokimia dan

imunologis yang terjadi yaitu :

1. Epitel yang intak, yang mencegah invasi dari mikroba.

2. Fungsi bulu mata sebagai filter dari partikel asing.

3. Refleks mengedip, yang mencegah kontak dari benda asing.

4. Fungsi mekanis tear film dan kelopak mata yang membersihkan debris dan

mikroba dari konjungtiva ke pungtum lakrimal dan berakhir di hidung.

5. Proses deskuamasi pada epitel konjungtiva.

6. Fungsi biokimia tear film yang mengandung lysozyme yang dapat membunuh

bakteri.

7. Conjungtiva-Associated Lymphoid Tissue (CALT).

26
Mekanisme yang bermacam-macam ini akan bekerja sinergis sehingga

menjamin jumlah flora pada level yang seimbang. Jika ada faktor host yang terganggu

misalnya trauma maka proses inflamasi dapat terjadi.26

INFLAMASI PADA KONJUNGTIVA

Inflamasi pada konjungtiva atau konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai

macam agen infeksius beracun baik eksogen maupun endogen. Secara klinikal dan

histopatologik konjungtivitis sangat bervariasi dan tergantung pada keparahan, durasi,

dan agen pemicu.27 Meskipun demikian, hiperemis, edema (khemosis), dan terbentuknya

papil hampir selalu didapatkan pada inflamasi konjungtiva. Secara klinikal hiperemis

pada konjungtiva dapat berupa peningkatan kemerahan atau injeksi konjungtiva.

Hiperemis terjadi ketika mekanisme neurogenik atau zat vasoaktif menyebabkan

pembuluh darah berdilatasi. Terjadinya edema inflamasi karena cadera langsung sel

endotel atau terlepasnya zat vasoaktif. Mediator vasoaktif, seperti histamin, serotonin,

dan bradikinin, meningkatkan permeabilitas vaskular ini menyebabkan sel endotel

mengkerut. Pengkerutan ini mungkin hanya melibatkan sel sel epitel yang melapisi vena

postkapillari. Secara klinikal, edema konjungtiva ditandai dengan pembengkakan

konjungtiva bulbar, rugae (lipatan) pada forniks, dan terbentuknya papil. 27

Temuan lainnya pada inflamasi konjungtiva adalah terbentuknya folikel. Folikel

ini sering terlihat pada forniks dan memiliki sedikit makna klinik pada daerah ini.

Hipertropi folikular sangat penting ketika melibatkan konjungtiva bulbar dan palpebra.

Kebanyakan folikel ukurannya kecil (0,5 sampai 1,5 mm), pucat, bulat oval, struktutnya

agak tinggi. Terbentuknya folikel paling sering dikaitkan dengan infeksi virus dan

klamidia.

27
Tanda lain dari inflamasi konjungtiva yang mungkin menunjukkan penyebab

spesifik adalah terbentuknya membran pada konjungtiva. True membran terdiri dari

fibrin, leukosit, dan debris nekrotik, dimana terjalin kuat di sekitar sel epitel

superficial.secara klinikal, membran ini terlihat transparan dan seperti penampilan

porselen. Ketika true membran ini diangkat, benang fibrin ini akan merobek epitel,

sehingga menyebabkan perdarahan.28 Terbentuknya membran ini ditemukan pada

konjungtivitis dipteri, konjungtivitis Neisseria gonorrhoeae, konjungivitis Streptokokkal

β-hemolitik dan Sindrom Stevens-Johnson. 29,30

Konjungtivitis dapat muncul dengan berbagai tipe eksudat seluler. Pemeriksaan

kerokan Giemsa konjungtiva dapat membantu menunjukkan atau mengkonfirmasikan

diagnosis spesifik. Respon leukositik polimorfonuklear didapatkan pada konjungtivitis

bakteri atau jamur, konjungtivitis inklusi neonatal, reaksi obat toksik akut, dan semua

konjungtivitis dengan membran inflamasi atau nekrosis. Infeksi virus seperti

konjungtivitis adenoviral atau konjungtivitis herpes simpleks, serta kontagiosum

moluskum dan reaksi obat beracun kronis, biasanya menimbulkan respon mononuklear.

Respon campuran yang terdiri dari sel-sel mononuklear dan PMN merupakan

karakteristik konjungtivitis yang disebabkan oleh infeksi klamidia atau trachomatous atau

luka bakar kimia. Adanya eosinofil dapat dilihat pada pemeriksaan sitologi dalam respon

alergi konjungtiva terhadap alergen seperti debu dan serbuk sari. Sel raksasa berinti yang

ditimbulkan oleh herpes, trachoma, klamidia, dan neoplasia. 30

Inflamasi menetap atau berulang pada konjungtiva menyebabkan serangkaian

perubahan reaktif dan degeneratif. Awalnya, sel-sel epitel dan sel Goblet mengalami

hiperplasia.27 Bukaan permukaan pseudoglands ini dapat menjadi tersumbat dengan

puing-puing selular, sel-sel inflamasi kronis, dan musin, membentuk kista bening atau

kuning yang disebut kista pseudoretention.31 Akhirnya, inflamasi akan menyebabkan

28
atrofi dan epidermalisasi dari epitel konjungtiva. Epidermalisasi ini terdiri dari hilangnya

sel Goblet, dan keratinisasi. Ini seperti tampilan putih mirip, plak (leukoplakia) pada

epitel konjungtiva. Ektropion dari palpebra inferior sering dikaitkan dengan dengan

epidermalisasi dari konjungtiva palpebra. Defisiensi Vitamin A, Sindrom Dry Eye, dan

variasi neoplasma konjungtiva dapat memicu keratinisasi pada konjungtiva bulbar. 27

PENYEMBUHAN LUKA PADA KONJUNGTIVA

Insisi bedah dan laserasi traumatik pada konjungtiva memicu respon

penyembuhan yang cepat. Penyembuhan epitel konjungtiva dengan migrasi sel dan

proliferasi mitotik. Proliferasi dari lapisan basal ini membentuk kembali ketebalan normal

pada epitel. Dengan cara ini, luka konjungtiva sebesar 1 cm2 dapat kembali mengalami

re-epitelisasi dalam waktu 48 sampai 72 jam. 27,29

Respon penyembuhan luka pada stroma konjungtiva mirip dengan jaringan yang

tervaskularisasi seperti tubuh lainnya. Awalnya sel-sel dari lapisan suprabasal bermigrasi

dan bergerak kedalam untuk menutup luka, selanjutnya sel basal melepaskan ikatan

desmosom dan bergerak kedalam untuk menutupi defek. Penyembuhan luka stroma dapat

dibagi dalam empat fase :

1. Fase Bekuan

Terjadi segera setelah terjadinya luka. Terjadi vasokonstriksi pembuluh darah

untuk menutup kebocoran sel darah dan plasma.

2. Fase Proliferasi

Fibroblast dan sel radang lainnya seperti monosit dan makrofag bermigrasi ke

bekuan darah

3. Fase Granulasi

29
Fibroblast mensintesis fibronektin, kolagen interstitial dan glikosaminoglikan

untuk membentuk jaringan penyambung fibrovaskular untuk jaringan granulasi.

4. Fase Kolagen

Terjadi agregasi molekul tropokolagen untuk membentuk kolagen larut imatur

sampai terjadi kolagen matur.13

MEKANISME RESPON IMUN PADA KONJUNGTIVA

Respon imun pada permukaan mata di pengaruhi oleh anatomi dan fisiologi yang

unik. Permukaan okular terdiri dari tiga daerah anatomi yang berbeda, yaitu kornea,

limbus dan konjungtiva, dimana fungsinya dapat bekerja sendiri dan dalam konser

sebagai spesifik barier terhadap infeksi mikroba, imunogenik, dan trauma. Konjungtiva

dan kornea berbeda dalam respon imun berbeda satu sama lainnya.

Gambar 27. Gambar skematik, konjungtiva normal memperlihatkan komponen pada epitel (E) dan
substansia propia (SP) pada daerah tiga topografik : konjungtiva palpebra (P), forniks (F), dan bulbar (B).
Limbus (L), Kornea (Co). Kelenjar lakrimal assesoris keluar ke forniks (F). Sel komplemen inflammatory-
immune normal pada konjungtiva. (Dikutip dari Margarita Calonge, The Dry Eye., The Conjunctiva and
Tear Film Maintenance, Allergan, 2004)

30
Conjunctival-associated lymphoid tissue (CALT) merupakan komponen unik

pada sistem mucosa-associated lymphoid tissue (MALT), bersama limbus sebagai daerah

transisi antara konjungtiva dan kornea. Konjungtiva juga memiliki keunikan lain dalam

populasi sel, termasuk sel goblet, sel mast dan kelenjar lakrimal assesoris. Selain itu,

konjungtiva memiliki suplai vaskularisasi juga kaya akan jaringan limfatik, yang berarti

bahwa anatominya sangat berhubungan erat dengan sistem imun di bandingkan kornea.

Limfatik dapat dengan mudah pada antigen dan sel antigen-presenting untuk reservoir

limfoid, dan suplai vaskular memungkinkan akses yang selalu siap pada efektor imun

sellular dan molekular untuk konjungtiva.

Epitel konjungtiva, berbeda dengan epitel pada kornea, dimana tidak memiliki

membran basal yang terorganisir dan melekat secara longgar pada jaringan fibrovaskular

substansia propia (stroma). Subtansia propia konjungtiva terdiri dari 2 lapisan, yaitu

lapisan limfoid superfisial dan lapisan fibrosa yang lebih dalam. lapisan limfoid terdiri

dari matriks jaringan ikat yang mengandung T limfosit. Mereka berinteraksi dengan sel

epitel mukosa melalui sinyal regulasi timbal balik yang dimediasi oleh growth factor,

sitokin dan neuropeptida.

Tabel 4. Sel-sel imun pada permukaan okular normal (konjungtiva dan kornea)

31
STEM SEL KONJUNGTIVA

Permukaan okular merupakan kompleks biologis yang bertanggung jawab

terhadap proteksi. Prekorneal tear film, persarafan, dan proteksi refleks berkedip

membantu mempertahankan lingkungan yang menguntungkan untuk lapisan sel epitel

pada permukaan okular. Sel epitel memperbaharui dirinya sendiri atau prekursor sel yang

disebut stem cell, secara terus menerus berdiferensiasi menjadi sel baru epitel permukaan

okular. Limbal stem cells bertanggung jawab untuk pemeliharaan epitel kornea,

sedangkan konjungtiva dan mungkin juga struktur adneksa konjungtiva diperbaharui oleh

stem cells konjungtiva.

Stem cells ada pada semua jaringan self-renewing pada tubuh. Mereka

bertanggung jawab untuk pergantian dan regenerasi jaringan, dengan demikian berguna

untuk mempertahankan keadaan stabil dari populasi sel. Stem cells kornea dan

konjungtiva dewasa merupakan sel progenitor yang bertanggung jawab untuk hemostatis

dan regenerasi permukaan okular.

Stem cells merupakan struktur kecil, dan berdiam pada jaringan tertentu, setelah

permintaan untuk regenerasi jaringan, misalnya, setelah cedera, stem cells ini distimulasi

untuk membelah dan berdiferensiasi menjadi transient amplifying cells. Transient

amplifying cells meningkat pesat jumlahnya untuk menggantikan sel sel yang terluka atau

sel yang mati dalam jaringan. Setelah penguatan, sel ini berhenti membelah dan menjadi

sel postmitotik, yang kemudian berdifensiasi dan menampilkan karakteristik fenotipe

final sebagai terminal differentiated cells.

Epitel konjungtiva merupakan jaringan yang dapat memperbarui diri sendiri

dengan pergantian sel yang cepat, dan stem cells yang diperkirakan hadir dalam jaringan,

mensuplai sel-sel epitel diferensiasi sepanjang umur host. Lokasi stem cells ini masih

32
kontroversial. Secara pengamatan klinikal diindikasikan bahwa stem cells konjungtiva

berada di konjungtiva forniks dan/atau konjungtiva bulbar.

TRANSPORT ELEKTROLIT DAN AIR SEL EPITEL KONJUNGTIVA

Dalam kondisi basal, sekresi cairan dari sel epitel konjungtiva ke dalam air mata

tersebar selama absorbsi untuk mencapai volume tears film.32,33 Studi mengenai sekresi

cairan dari konjungtiva telah digunakan pada populasi campuran dari kedua sel skuamosa

berlapis dan sel Goblet. Transpor ion, yang diperlukan untuk sekresi elektrolit dan air,

telah terlokalisasi pada kedua tipe sel ini. Oleh karena itu, kedua sel tersebut berperan

penting dalam sekresi elektrolit dan air. Pergerakan dari kedua ion (Cl- dan Na)

mendorong transpor cairan epitel konjungtiva (Gambar 27). Dalam kondisi singkat,

sekresi Cl- yang menyumbang sekitar 80% dari transpor ion, sedangkan absorbsi Na+

menyumbang sekitar 20% dari pengukuran transpor ion.34,35 Karena transport

Na+/glukosa SGLUT1, NKCC, dan Na+, K+ -ATPase semua terletak di sel skuamosa

berlapis dan sel Goblet konjungtiva, menunjukkan bahwa tipe sel yang sama baik pada

sekresi dan penyerapan. Tidak ada sel konjungtiva yang hanya memiliki SGLUT1 dan

tidak memiliki NKCC atau Na+, K+-ATPase. Hal ini unik pada konjungtiva. 36,37

Gambar. 27. Skematis dari sekresi


cairan oleh konjungtiva.
n (Dikutip dari Dartt DA:
Regulation of mucin and fluid
secretion by conjunctival
epithelial cells. Prog Retin Eye
Res 21:555-576, 2002.)

33
Untuk sekresi Cl-, Na+, dan Cl- yang masuk kedalam sel dengan cara memakai

transporter NCKK yang terletak di membran basolateral (Gambar 27), 34-36 dan keluar dari

sel melalui saluran Cl- di membran apikal. Na+ dipompa keluar dari sel melalui Na+, K+-

ATPase yang terletak di membran basolateral, sedangkan K+ berdifusi keluar dari sel

melalui saluran K+ yang juga terletak di membran basolateral. Untuk menjaga

elekroneutrality, Na+ yang dipompa keluar dari sel berdifusi kembali ke dalam air mata

melalui jalur paraselular. Pergerakan ion ini mendorong air memasuki air mata

menggunakan kedua jalur paraseluler dan jalur transeluler. 32,33,38,39

Penyerapan Na+ dimediasi oleh Na+ ditambah-glukosa transportasi asam amino

dan (Gambar 8), 40-43 yang terletak pada membran apikal sel konjungtiva. Na +, K +-

ATPase memompa Na + yang memasuki sel pada sisi apikal, menggunakan transporter

gabungan, keluar dari sel pada sisi basolateral. Menariknya, tidak seperti banyak jaringan

lain, pergantian Na+ / H+ tidak memainkan peran dalam absorpsi konjungtiva Na+. 35

MODULASI ELEKTROLIT SEL-SEL EPITEL KONJUNGTIVA DAN

ANGKUTAN AIR

Sekresi cairan konjungtiva dapat dirangsang oleh berbagai tipe neurotransmitter

dan agonis. Aktivasi reseptor β2 - adrenergik oleh pelepasan norepinefrin dari saraf

simpatis merangsang sekresi Cl - (Gambar 8).35,37,44 Meskipun reseptor untuk agonis β-

adrenergik telah ditemukan dalam konjungtiva manusia, tampak bahwa manusia

memiliki β1 - tapi tidak memiliki adrenergik reseptor β2. 45. Dalam semua tiga spesies

reseptor ini ditemukan pada membran basolateral sel epitel konjungtiva. Baik agonis β -

adrenergik dan kolinergik merangsang sekresi cairan konjungtiva, meskipun kehadiran

beberapa subtipe reseptor muskarinik ( diaktifkan oleh agonis kolinergik ) pada skuamosa

berlapis dan sel goblet. 37


Tidak jelas apakah reseptor β - adrenergik terjadi pada epitel

34
konjungtiva, karena reseptor ini belum ditemukan secara konsisten . Sejauh ini , hanya

saraf simpatis menggunakan reseptor β2 - adrenergik dikenal untuk merangsang sekresi

cairan konjungtiva.

Aktivasi reseptor purinergik juga merangsang sekresi cairan konjungtiva. 32,45,46

Suatu perbandingan berbagai nukleotida menunjukkan bahwa reseptor purinergik P2Y2

atau P2Y4 yang diaktifkan. Berbeda dengan agonis β2-adrenergik, P2Y2 atau P2Y4

agonis, serotonin (juga dikenal sebagai 5-hydroxytryptamine (5-HT)), menghambat

sekresi Cl- dengan menurun perannya pada apikal Cl- dan basolateral K + channel, yang

dengan sendirinya menghambat sekresi Cl- .47 Hal ini tidak lazim, karena di sebagian

besar jenis sel lain, 5-HT merangsang sekresi dengan meningkatkan sekresi Cl- atau

menghambat penyerapan Na+

JALUR SINYAL YANG MENSTIMULASI TRANSPOR ELEKTROLIT DAN AIR

KONJUNGTIVA

Seperti dijelaskan di atas, agonis β-adrenergik merangsang sekresi cairan

konjungtiva. 35,37,44
Mereka melakukan hal tersebut dengan mengaktifkan jalur sinyal

cAMP-dependent, yang menyebabkan aktivasi adenilat siklase. Enzim ini meningkatkan

kadar cAMP seluler, yang menstimulasi sekresi Cl-. Selain itu analog cAMP permeabel,

atau inhibisi dari aktivitas cAMP phosphodiesterase, juga menstumulasi sekresi Cl-.

Kemudian , terjadi inhibisi denilat siklase atau terbloknya stimulasi sekresi protein

kinase A oleh epinefrin.

Jalur sinyal Ca2 + dan protein kinase C (PKC)-dependent dapat mempengaruhi

sekresi elektrolit dan air pada konjungtiva. Aktivasi hasil jalur ini menagakibatkan

peningkatan sementara sekresi Cl- diikuti dengan penurunan sekresinya. 44,45


Penurunan

ini diperantarai oleh penghambatan Na +, K +-ATPase.

35
Secara ringkas, saraf simpatik melepaskan norepinefrin, yang berikatan dan

mengaktifkan reseptor β2-adrenergik untuk meningkatkan kadar cAMP seluler. Ini

merupakan jalur penting untuk menstimulasi sekresi cairan konjungtiva. Ca2 + salah

satunya juga dapat menstimulasi sekresi cairan konjungtiva, meskipun kurang efektif

daripada cAMP. 44
Ada kemungkinan bahwa P2Y2 agonis merangsang sekresi melalui

jalur sinyal Ca2 +.

PENUTUP

Konjungtiva adalah suatu membran mukosa tipis yang melapisi permukaan

anterior bola mata, forniks superior, forniks inferoir dan permukaan posterior palpebra.

Embriologi konjungtiva berasal dari ektoderm, dan secara anatomi terdiri dari dua

lapisan: lapisan epitel berlapis dan substantia lapisan propria, dan terdiri atas konjungtiva

palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks. Konjungtiva mempunyai fungsi

menyediakan mukus untuk air mata dan melindungi mata dari patogen.

Konjungtiva mempunyai 2 fungsi utama yaitu menyediakan mukus untuk air

mata dan melindungi permukaan bola mata dari patogen.

DAFTAR PUSTAKA

36
1. Holly RJ: Formation and stability of the tear film. Int Ophthalmol 13:73, 1973
2. Pfister RR: The normal surface of conjunctiva epithelium: A scanning electron
microscopic study. Invest Ophthalmol 14:267, 1975

3. Allansmith MR, O'Connor GR: Immunoglobulins: Structure, function and relation to


the eye. Surv Ophthalmol 14:367, 1970

4. Newell FW, Opthalmology Principle and Concept, 6th Edition. The C>V> Mosby
Company. St Louis.Toronto 1986
5. Warwick R: Eugene Wolff's Anatomy of the Eye and Orbit, Seventh Edition.
Philadelphia, WB Saunders, 1976

6. Kurpakus MA, Maniaci MT, Esco M: Expression of keratins K12, K4 and K14
during development of ocular surface epithelium. Curr Eye Res 13:805, 1994

7. Duke-Elder S: Diseases of the Outer Eye, Vol 8, p 1061. St Louis, CV Mosby, 1965

8. Spinak M: Cytological changes of the conjunctiva in immunoglobulin-producing


dyscrasias. Ophthalmology 88:1207, 1981

9. Parakkal PF, Alexander NJ: Keratinization, pp 44–45. New York, Academic Press,
1972

10. Trocme SD, Raizman MB, Bartley GB: Medical therapy for ocular allergy. Mayo
Clin Proc 67:557, 1992

11. Duke-Elder S: System of Ophthalmology, Vol 2, p 543. St Louis, CV Mosby, 1961

12. Vaughan DG, Asburg T, Paul Riodan-Eva. Anatomi and Embriologi of The Eye, In :
General Opthalmology. 16th Edition.Mc Graw Hill Companies.USA.2004:5-6,25-27
13. Conjungtiva .In : Duane’s Clinical Ophalmologi (CD-ROM),Philadelphia Lippincot
William and Wilkins Publisher 2003
14. Snell RS, Lemp MA. Clinical Anatomy of The Eye. 2nd Edtion. Blackwell Science
1998 : 100-14

37
15. Tsai RJ, Ho YS, Chen JK: The effects of fibroblasts on the growth and differentiation
of human bulbar conjunctival epithelial cells in an in vitro conjunctival equivalent.
Invest Ophthalmol Vis Sci 35:2865, 1994

16. Steuhl KP: Ultrastructure of the conjunctival epithelium. Dev Ophthalmol 19:1, 1989

17. Moses RA,. Adler’s Physiology of the Eye, 8th Edition. The C.V.Mosby Co,St Louis
Toronto,1987 : 23-4
18. Allansmith MR, Kajiyama G, Abelson MB et al: Plasma cell contents of main and
accessory lacrimal glands and conjunctiva. Am J Ophthalmol 82:819, 1976

19. Allansmith MR, Greiner JV, Baird RS: Number of inflammatory cells in the normal
conjunctiva. Am J Ophthalmol 86:250, 1978

20. Baum JL: Ocular infections. N Engl J Med 299:28, 1978

21. Yanoff M, Fine BS: Ocular Pathology. New York, Harper & Row, 1975

22. Dartt DA: Regulation of mucin and fluid secretion by conjunctival epithelial cells.
Prog Retin Eye Res 21:555–576, 2002

23. Snell RS, Lemp MA. Clinical Anatomy of The Eye. 2nd Edtion. Blackwell Science
1998 : 100-14
24. The Conjungtiva and Lacrimal System,In : Duane’s Clinical Opthalmology (CD-
Rom), Philadelphia Lippincot William and Wilkins Publisher 2003
25. Liesegang. TJ, Skuta GL, Contor LB. External Disease and Cornea.Section 8.
American Academy of Opthalmology. San Francisco,2008-2009 : 8
26. Normal Flora of The Human Conjungtiva and Eyelid, In :Duane’s Clinical
opthalmology (CD-ROM), Philadelphia : Lippincot William and Wilkins Publisher
2003
27. Spencer WH: Ophthalmic Pathology: An Atlas and Textbook, Third Edition.
Philadelphia, WB Saunders, 1985

28. Ostler HB: Diseases of the External Eye and Adnexa: A Text and Atlas. Baltimore,
Williams & Wilkins, 1993

38
29. Yanoff M, Fine BS: Ocular Pathology: A Text and Atlas, Second Edition.
Philadelphia, JB Lippincott, 1982

30. Liesgang T: Disorders of the cornea, conjunctiva and lens. In Bartley GB, Liesgang
TJ (eds): Essentials of Ophthalmology. Philadelphia, JB Lippincott, 1992

31. Sorensen T, Jensen FT: Conjunctival transport of technetium-99m pertechnetate.


Acta Ophthalmol 57:691, 1979

32. Li Y, Kuang K, Yerxa B, et al: Rabbit conjunctival epithelium transports fluid, and
P2Y2(2) receptor agonists stimulate Cl– and fluid secretion. Am J Physiol Cell
Physiol 281:C595–C602, 2001

33. Shiue MH, Kulkarni AA, Gukasyan HJ, et al: Pharmacological modulation of fluid
secretion in the pigmented rabbit conjunctiva. Life Sci 66:L105–111, 2000

34. Kompella UB, Kim KJ, Lee VH: Active chloride transport in the pigmented rabbit
conjunctiva. Curr Eye Res 12:1041–1048, 1993

35. Shi XP, Candia OA: Active sodium and chloride transport across the isolated rabbit
conjunctiva. Curr Eye Res 14:927–935, 1995

36. Turner HC, Alvarez LJ, Bildin VN, Candia OA: Immunolocalization of Na-K-
ATPase, Na-K-Cl and Na-glucose cotransporters in the conjunctival epithelium. Curr
Eye Res 21:843–850, 2000

37. Turner HC, Alvarez LJ, Candia OA: Cyclic AMP-dependent stimulation of
basolateral K+ conductance in the rabbit conjunctival epithelium. Exp Eye Res
70:295–305, 2000

38. Zwick E, Daub H, Aoki N, et al: Critical role of calcium-dependent epidermal


growth factor receptor transactivation in PC12 cell membrane depolarization and
bradykinin sinyaling. J Biol Chem 272:24767–24770, 1997

39. Hamann S, Zeuthen T, La Cour M, et al: Aquaporins in complex tissues: distribution


of aquaporins 1–5 in human and rat eye. Am J Physiol 274(5 Pt 1):C1332–1345,
1998

39
40. Candia OA, Shi XP, Alvarez LJ: Reduction in water permeability of the rabbit
conjunctival epithelium by hypotonicity. Exp Eye Res 66:615–624, 1998

41. Hosoya K, Kompella UB, Kim KJ, Lee VH: Contribution of Na+-glucose
cotransport to the short-circuit current in the pigmented rabbit conjunctiva. Curr Eye
Res 15:447–451, 1996

42. Kompella UB, Kim KJ, Shiue MH, Lee VH: Possible existence of Na+-coupled
amino acid transport in the pigmented rabbit conjunctiva. Life Sci 57:1427–1431,
1995

43. Horibe Y, Hosoya K, Kim KJ, Lee VH: Kinetic evidence for Na +-glucose co-
transport in the pigmented rabbit conjunctiva. Curr Eye Res 16:1050–1055, 1997

44. Kompella UB, Kim KJ, Shiue MH, Lee VH: Cyclic AMP modulation of active ion
transport in the pigmented rabbit conjunctiva. J Ocul Pharmacol Ther 12:281–287,
1996

45. Hosoya K, Ueda H, Kim KJ, Lee VH: Nucleotide stimulation of Cl – secretion in the
pigmented rabbit conjunctiva. J Pharmacol Exp Ther 291:53–59, 1999.

46. Murakami T, Fujihara T, Nakamura M, Nakata K: P2Y 2 receptor stimulation


increases tear fluid secretion in rabbits. Curr Eye Res 21:782–787, 2000.

40

Anda mungkin juga menyukai