1. Konjungtiva
a. Konjungtiva Palpebra
b. Konjungtiva Forniks
c. Konjungtiva Bulbi
Konjungtiva bulbi meluas dari daerah limbus ke daerah forniks. Lapisan ini
sangat tipis dan transparan sehingga sklera yang terletak di bawahnya dapat
terlihat. Konjungtiva bulbi melekat secara longgar dengan sklera sehingga
memungkinkan bola mata bergerak bebas ke segala arah. Selain itu,
konjungtiva bulbi juga melekat secara longgar dengan septum orbita pada
forniks dan melipat hingga beberapa kali. Selain memberikan kebebasan bola
mata untuk bergerak, hal ini juga akan memperluas permukaan sekresi
konjungtiva (Snell, 2012).
2. Vaskularisasi
a. Arteri Palpebralis
Pleksus post tarsal dari palpebra, yang diperdarahi oleh arkade
marginal dan perifer dari palpebra superior akan memperdarahi
konjungtiva palpebralis. Arteri yang berasal dari arkade marginal
palpebra akan melewati tarsus, mencapai ruang subkonjungtiva pada
daerah sulkus subtarsal membentuk pembuluh darah marginal dan
tarsal. Pembuluh darah dari arkade perifer palpebra akan menembus
otot Muller dan memperdarahi sebagian besar konjungtiva forniks.
Arkade ini akan memberikan cabang desenden untuk menyuplai
konjungtiva tarsal dan juga akan mengadakan anastomose dengan
pembuluh darah dari arkade marginal serta cabang asenden yang
melalui forniks superior dan inferior untuk kemudian melanjutkan diri
ke konjungtiva bulbi sebagai arteri konjungtiva posterior. (Snell, 2012)
c. vena
3. Inervasi
4. Fisiologi
Salah satu sumber utama lapisan musin pada tear film adalah sel
goblet konjungtiva. Sel goblet yang terdistribusi ke seluruh konjungtiva
akan mensekresi musin. Musin dibentuk oleh protein yang didukung oleh
rantai yang terikat dengan sejumlah karbohidrat. Oleh karena rantai
karbohidrat tersebut bersifat heterogen, maka gen-gen yang mensintesis
protein dapat digunakan untuk menentukan jenis-jenis musin yang
dihasilkan. Ada 9 jenis gen musin, mulai dari MUC1 hingga MUC8. Sel
goblet konjungtiva mensekresi MUC5AC, sedangkan sel lain di
permukaan okular tidak mensekresi jenis musin ini.(Moses, 2010). Fungsi
musin :
1) Fase Bekuan
Fase ini terjadi dengan cepat, segera setelah terbentuknya luka
pada konjungtiva. Ia ditandai dengan terjadi konstriksi pembuluh
darah dan keluarnya sel-sel darah dan protein plasma
(fibrinogen, fibronektin, dan plasminogen). Matriks fibrin-
fibronektin akan terbentuk saat darah atau plasma ekstraseluler
bertemu dengan faktor-faktor jaringan tersebut.
2) Fase Proliferasi
Pada fase ini, fibroblas, kapiler-kapiler baru, serta sejumlah sel-
sel inflamasi seperti monosit dan makrofag akan bermigrasi ke
arah bekuan yang terbentuk dan bereplikasi. Fibroblas berasal
dari tepi luka, jaringan subkonjungtiva, dan episklera.
3) Fase Granulasi
4) Fase Kolagen
Fase kolagen ditandai dengan terjadinya agregasi molekul
tropokolagen untuk membentuk fibril kolagen imatur (kolagen
tipe III) yang akan berkembang menjadi kolagen matur (kolagen
tipe I). Pada akhirnya kapiler-kapiler dan fibroblas akan
menghilang meninggalkan jaringan parut yang tebal dan padat.
2. Tumor Konjungtiva
1. Definisi
a. Nevus
c. Dermolipoma
d. Granuloma
4. patofisiologi
b. Pemeriksaan Fisik9
Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan mata secara umum
dan secara eksternal serta pemeriksaan orbita secara lebih detail
ke bagian orbita.
Pemeriksaan mata secara umum di antaranya adalah:
1. pemeriksaan visual (visus/visual acuity);
2. pemeriksaan daerah kelopak mata dan konjungtiva;
3. pemeriksaan daerah kornea, pupil, iris, dan fundus; serta
4. pemeriksaan otot ekstraokuler.
Pemeriksaan visual dapat dilakukan dengan menggunakan Snellen
Chart. Pemeriksaan visual dilakukan untuk melihat apakah
penderita mengalami penurunan visus atau tidak dan melihat
derajat variasi penurunannya. Gangguan tajam penglihatan
tersebut biasanya disebabkan oleh adanya disfungsi saraf optik
yang terjadi akibat meningkatnya tekanan intraorbita karena ada
sesuatu hal di dalam intraorbita tersebut, seperti tumor atau hal
yang lain. Penurunan tajam penglihatan ini dapat terjadi jika saraf
optik penderita mengalami penekanan hingga terjadi kebutaan
yang permanen jika penekanan saraf optik tersebut tidak segera
dihilangkan.
Slit Lamp (lampu celah biomikroskopi) adalah suatu
instrumen yang bekerja dengan sumber cahaya intensitas tinggi
yang dapat difokuskan untuk memantulkan cahaya dari sumber
cahaya ke mata pasien, seperti biomikroskop. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui keadaan segmen anterior, seperti
kelopak mata, konjungtiva, kornea, iris, dan pupil. Pemeriksaan
slit lamp ini memberikan pandangan yang diperbesar secara
stereoskopik struktur mata secara rinci, sehingga memungkinkan
diagnosis anatomi secara detail. Slit lamp ini juga dapat
dipergunakan untuk mengetahui adanya defek kornea, fistula
kornea, dan kedalaman sudut bilik mata depan.9
Pemeriksaan otot ekstraokuler digunakan untuk melihat
adanya penurunan pergerakan bola mata (ocular motility test).
Pemeriksaan ini menggunakan pemeriksaan 6 atau 9 arah
kardinal (six/nine cardinal of gaze).9
Pemeriksaan orbita di antaranya adalah:
1. pemeriksaan pengukuran penonjolan bola mata (proptosis)
2. palpasi
3. inspeksi
4. auskultasi.
Selain itu, hal yang penting dalam pemeriksaan dasar
orbita adalah palpasi, inspeksi, dan auskultasi tumor. Palpasi
atau perabaan pada tumor memiliki hal penting yang dapat
dinilai, di antaranya:
1) tumor atau benjolan yang teraba dapat dinilai
konsistensinya.
2) benjolan tersebut mudah digerakkan atau lekat pada dasar.
3) apakah terdapat nyeri saat ditekan atau tidak.
4) permukaan benjolan tersebut rata atau tidak.
c. Pemeriksaan dengan diagnosis penunjang
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik yang terdiri dari
pemeriksaan mata secara umum dan secara eksternal serta
pemeriksaan orbita, untuk menegakkan diagnosis, maka
dilakukan beberapa pemeriksaan lagi dengan diagnosis
penunjang. Pemeriksaan penunjang tersebut di antaranya
adalah sebagai berikut.9
1) Patologi
- Pemeriksaan Laboratorium (Tes Darah Lengkap).
- Histopatologi: Sampel jaringan/biopsi
- Sitologi: Pewarnaan HE/PAS
- Teknik Imunohistokimia
- Teknik Biologi Molekuler: PCR, DNA sequencing
Pemeriksaan radiologi atau pemeriksaan pencitraan
(imaging) pada tumor yang sering dilakukan adalah foto
X-ray, USG, CT-Scan, MRI, dan angiografi. Pemeriksaan
menggunakan foto X-ray atau foto sinar-X radiografi
biasanya disebut dengan foto polos (plain film) atau foto
rontgen. Pemeriksaan ini paling banyak dipakai karena
foto X-ray memiliki kekontrasan dan kejernihan yang
cukup baik dan mampu memonitor adanya lesi, sehingga
objektif untuk membandingkan tumor sebelum dan
sesudah terapi.9
7. Terapi
Beberapa tahun terakhir, penatalaksanaan terapi pada
kanker mata telah mengalami perkembangan yang signifikan.
Tujuan utama dari terapi kanker mata adalah menyelamatkan
nyawa pasien. Tujuan sekundernya adalah menyelamatkan
mata secara fisik dan penglihatan secara fungsional bila
memungkinkan. Pemberian terapi sedini mungkin penting
dilakukan dengan modalitas terapi yang dapat ditoleransi,
sesuai, efektif dengan sedikit biaya, dan mampu
menyelamatkan, baik kelangsungan hidup maupun
penglihatan. Terapi ini dilakukan secara komprehensif, di
antaranya dengan dilakukan sinergisitas antara dokter
spesialis mata, penyakit dalam, saraf, THT-KL, ahli bedah
dan radiologi, serta dokter spesialis lain sesuai dengan
keadaan pasien.9
Terapi dan penatalaksanaan kanker mata terdiri dari
empat jenis, yaitu:
1. pembedahan (surgical therapy);
2. medikamentosa (obat-obatan);
3. penyinaran (radioterapi/radiasi); dan
4. target sel terapi.