Anda di halaman 1dari 21

BAB II

1. Anatomi dan Fisiologi Konjungtiva

1. Konjungtiva

Konjungtiva dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Konjungtiva Palpebra

Pada sambungan mukokutaneus, lapisan epidermis dari kulit palpebra berubah


menjadi konjungtiva palpebra atau konjungtiva tarsal dan melanjut-kan diri ke
belakang melapisi permukaan posterior palpebra. Lapisan ini melekat secara
erat dengan lempeng tarsus. Pada batas superior dan inferior dari tarsus,
konjungtiva melanjutkan diri ke posterior dan melapisi jaringan episklera
sebagai konjungtiva bulbi (Kanski, 2006).

b. Konjungtiva Forniks

Dari permukaan dalam palpebra, konjungtiva palpebra melanjutkan diri ke


arah bola mata membentuk dua resesus, yaitu forniks superior dan inferior.
Forniks superior terletak kira-kira 8-10 mm dari limbus, dan forniks inferior
terletak kira-kira 8 mm dari limbus. Pada bagian medial, struktur ini menjadi
karunkula dan plika semilunaris. Di sisi lateral, forniks terletak kira-kira 14
mm dari limbus. Saluran keluar dari glandula lakrimal bermuara pada bagian
lateral forniks superior (Snell, 2012).

c. Konjungtiva Bulbi

Konjungtiva bulbi meluas dari daerah limbus ke daerah forniks. Lapisan ini
sangat tipis dan transparan sehingga sklera yang terletak di bawahnya dapat
terlihat. Konjungtiva bulbi melekat secara longgar dengan sklera sehingga
memungkinkan bola mata bergerak bebas ke segala arah. Selain itu,
konjungtiva bulbi juga melekat secara longgar dengan septum orbita pada
forniks dan melipat hingga beberapa kali. Selain memberikan kebebasan bola
mata untuk bergerak, hal ini juga akan memperluas permukaan sekresi
konjungtiva (Snell, 2012).

Plika Semilunaris merupakan bagian dari konjungtiva bulbi pada


daerah kantus medial yang merupakan lipatan tebal berbentuk bulan sabit
yang lunak dan mudah bergerak. Batas lateral berbentuk konkaf dan
merupakan daerah yang bebas. Di bawah lipatan tersebut terdapat ruangan
kecil sedalam kira-kira 2 mm saat mata melirik ke medial. Saat mata melirik
ke lateral, ruangan tersebut akan menghilang. Karunkula merupakan struktur
epidermoid kecil semacam daging yang menempel superfisial di sebelah
medial dari plika semilunaris. Karena merupakan jaringan peralihan antara
konjungtiva dan kulit, ia mengandung elemen pigmen dan membran mukosa
(Lang, 2006).

2. Vaskularisasi

Pembuluh darah okular berasal dari arteri oftalmika, yang merupakan


cabang dari arteri karotis interna. Arteri oftalmika bercabang menjadi arteri
retina sentralis, arteri siliaris posterior, dan beberapa arteri silaris anterior.
(Moses, 2010)

Vaskularisasi konjungtiva berasal dari 2 sumber, yaitu :

a. Arteri Palpebralis
Pleksus post tarsal dari palpebra, yang diperdarahi oleh arkade
marginal dan perifer dari palpebra superior akan memperdarahi
konjungtiva palpebralis. Arteri yang berasal dari arkade marginal
palpebra akan melewati tarsus, mencapai ruang subkonjungtiva pada
daerah sulkus subtarsal membentuk pembuluh darah marginal dan
tarsal. Pembuluh darah dari arkade perifer palpebra akan menembus
otot Muller dan memperdarahi sebagian besar konjungtiva forniks.
Arkade ini akan memberikan cabang desenden untuk menyuplai
konjungtiva tarsal dan juga akan mengadakan anastomose dengan
pembuluh darah dari arkade marginal serta cabang asenden yang
melalui forniks superior dan inferior untuk kemudian melanjutkan diri
ke konjungtiva bulbi sebagai arteri konjungtiva posterior. (Snell, 2012)

b. Arteri Siliaris Anterior


Arteri siliaris anterior berjalan sepanjang tendon otot rektus
dan memperca-bangkan diri sebagai arteri konjungtiva anterior tepat
sebelum menembus bola mata. Arteri ini mengirim cabangnya ke
pleksus perikorneal dan ke daerah konjungtiva bulbi sekitar limbus.
Pada daerah ini, terjadi anastomose antara pembuluh darah
konjungtiva anterior dengan cabang terminal dari pembuluh darah
konjungtiva posterior, menghasilkan daerah yang disebut Palisades of
Busacca. (Snell, 2012).

Gambar 9. Arteri-arteri Konjungtiva

c. vena

Vena-vena konjungtiva lebih banyak dibandingkan arteri


konjungtiva. Diameter vena-vena ini bervariasi dari 0,01 hingga 0,1
mm dan dapat diidentifikasi dengan mudah. Drainase utama dari
konjungtiva tarsalis dan konjungtiva bulbi langsung mengarah ke
vena-vena palpebralis. Beberapa vena tarsalis mengarah ke vena-vena
oftalmikus superior dan inferior, yang akan berakhir pada sinus
kaverosus. (Snell, 2012)
Gambar 10. Sistem vena Konjungtiva

3. Inervasi

Inervasi sensoris konjungtiva bulbi berasal dari nervus siliaris


longus, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, cabang dari
divisi oftalmikus nervus trigeminus. Inervasi dari konjungtiva
palpebral superior dan konjungtiva forniks superior berasal dari
cabang frontal dan lakrimal divisi oftalmikus nervus trigeminus.
Inervasi dari konjungtiva palpebra inferior dan konjungtiva forniks
inferior berasal dari cabang lakrimal divisi oftamikus nervus
trigeminus pada dae-rah lateral, dan dari nervus infraorbital dari divisi
maksilla nervus trigeminus.(Snell, 2012)

Gambar 12. Inervasi Konjungtiva

4. Fisiologi

a. Sel epitel konjungtiva sebagai sumber sekresi elektrolit dan air


Sebagaimana halnya kornea, konjungtiva juga mensekresi Na +, Cl-
dan air. Oleh karena konjungtiva lebih banyak menempati permukaan
okular dibandingkan kornea, ia merupakan sumber potensial elektrolit
dan air dalam lapisan akuous tear film. Saat ini, sekresi elektrolit dan air
konjungtiva sudah mulai diteliti. Informasi terakhir menyebutkan bahwa
saraf simpatis dapat memicu sekresi tersebut. (Moses, 2010). Mekanisme
sekresi elektrolit dan air pada konjungtiva serupa dengan yang terjadi
pada glandula lakrimal dan epitel kornea. Sekresi Cl - ke dalam air mata
melalui mekanisme transport aktif konjungtiva mencapai 60%-70%.
Sisanya berasal dari absorbsi Na--glukosa dari air mata. Hal ini
menunjukkan bahwa konjungtiva juga mengabsorbsi elektrolit dan air
(Moses, 2010).

b. Sel goblet konjungtiva sebagai sumber sekresi musin

Salah satu sumber utama lapisan musin pada tear film adalah sel
goblet konjungtiva. Sel goblet yang terdistribusi ke seluruh konjungtiva
akan mensekresi musin. Musin dibentuk oleh protein yang didukung oleh
rantai yang terikat dengan sejumlah karbohidrat. Oleh karena rantai
karbohidrat tersebut bersifat heterogen, maka gen-gen yang mensintesis
protein dapat digunakan untuk menentukan jenis-jenis musin yang
dihasilkan. Ada 9 jenis gen musin, mulai dari MUC1 hingga MUC8. Sel
goblet konjungtiva mensekresi MUC5AC, sedangkan sel lain di
permukaan okular tidak mensekresi jenis musin ini.(Moses, 2010). Fungsi
musin :

1) Musin berperan penting dalam menjaga integritas permukaan


okular oleh karena ia melapisi dan melindungi sel epitel. Musin
bekerja dengan jalan mengurangi tegangan permukaan tear film
untuk menjaga stabilitasnya.
2) Musin berperan dalam mempertahankan imunitas lokal dengan
menjadi medium tempat immunoglobulin (IgA) dan lisosim
mikrobisidal melekat.
3) Musin juga berperan dalam mekanisme pembersihan mata
dengan jalan mengikat debris sel, benda asing, dan bakteri. Saat
mata berkedip, ikatan ini akan bergerak ke arah kantus medial,
untuk kemudian dikeluarkan ke kulit.
4) Musin juga berperan saat terjadi respon inflamasi oleh karena
ia memiliki sistem produksi superoksida.

c. Sistem pertahanan konjungtiva terhadap infeksi

Selain bertanggung jawab terhadap produksi musin,


konjungtiva juga memiliki kemampuan yang besar dalam melawan
infeksi . Hal ini dapat dipahami oleh karena (Records,2003) :

1) Epitel konjungtiva yang intak mencegah invasi dari mikroba


2) Konjungtiva mengandung banyak imunoglobulin
3) Adanya flora bakteri normal di konjungtiva
4) Sekresi musin oleh sel goblet konjungtiva dapat mengikat mikroba
untuk kemudian dikeluarkan melalui sistem ekskresi lakrimal
5) Aktivitas enzimatik konjungtiva memungkinkan jaringan ini
dalam melokalisir dan menetralisir partikel-partikel asing
6) Conjunctiva-Associated Lymphoid Tissue (CALT).

d. Penyembuhan luka konjungtiva


Insisi bedah maupun laserasi traumatik konjungtiva dengan
cepat akan memicu terjadinya respon penyembuhan luka. Epitel
konjungtiva akan mengalami penyembuhan oleh adanya migrasi sel
dan proliferasi miotik. Mula-mula, sel-sel epitel dari lapisan suprabasal
bermigrasi dan saling mendekat untuk menutupi defek yang ada.
Selanjutnya, sel-sel basal melepaskan ikatannya lalu saling mendekat.
Proliferasi lapisan basal tersebut akan mengembalikan ketebalan
normal dari epitel. Dengan proses tersebut, luka seluas 1 cm 2 yang
terjadi pada konjungtiva akan menyembuh dalam waktu 48 hingga 72
jam (Pepperl, 2003). Respon penyembuhan luka pada stroma
konjuntiva mirip dengan yang terjadi pada jaringan berpembuluh darah
di daerah tubuh yang lain. Penyembuhan luka pada lapisan stroma
terjadi dalam 4 tahapan, yaitu (Records,2003) :

1) Fase Bekuan
Fase ini terjadi dengan cepat, segera setelah terbentuknya luka
pada konjungtiva. Ia ditandai dengan terjadi konstriksi pembuluh
darah dan keluarnya sel-sel darah dan protein plasma
(fibrinogen, fibronektin, dan plasminogen). Matriks fibrin-
fibronektin akan terbentuk saat darah atau plasma ekstraseluler
bertemu dengan faktor-faktor jaringan tersebut.

2) Fase Proliferasi
Pada fase ini, fibroblas, kapiler-kapiler baru, serta sejumlah sel-
sel inflamasi seperti monosit dan makrofag akan bermigrasi ke
arah bekuan yang terbentuk dan bereplikasi. Fibroblas berasal
dari tepi luka, jaringan subkonjungtiva, dan episklera.

3) Fase Granulasi
4) Fase Kolagen
Fase kolagen ditandai dengan terjadinya agregasi molekul
tropokolagen untuk membentuk fibril kolagen imatur (kolagen
tipe III) yang akan berkembang menjadi kolagen matur (kolagen
tipe I). Pada akhirnya kapiler-kapiler dan fibroblas akan
menghilang meninggalkan jaringan parut yang tebal dan padat.

2. Tumor Konjungtiva
1. Definisi

Tumor adalah gangguan patologis pertumbuhan sel, ditandai


dengan proliferasi sel yang berlebihan dan abnormal. Tumor adalah
massa jaringan abnormal yang dapat berupa padat atau berisi cairan.
Ketika pertumbuhan sel tumor terbatas pada tempat asal dan fisiknya
normal, mereka disimpulkan sebagai tumor jinak. Ketika sel-sel tersebut
tidak normal dan dapat tumbuh tidak terkendali, mereka disimpulkan
sebagai sel kanker yaitu tumor ganas. Tumor juga disebut sebagai
'NEOPLASM'.
Konjungtiva adalah selaput lendir tipis yang melapisi kelopak
mata bagian dalam (bagian tarsal atau palpebral) dan permukaan anterior
bola mata (bagian bulbar). Konjungtiva memiliki fungsi pelindung dan
juga memungkinkan kelopak mata untuk bergerak dengan lancar.
Konjungtiva palpebra dimulai dari mukokutaneus junction dari tepi
kelopak mata dan melekat erat pada lempeng tarsal posterior. Pembuluh
darah tarsal di bawahnya dapat terlihat lewat secara vertikal dari tepi
kelopak mata dan forniks.
2. Epidemiologi

Secara epidemiologi tumor ini termasuk jarang walaupun


merupakan salah satu tumor terbanyak di bagian mata. Rata- rata insidensi
OSSN pada konjungtiva dan kornea diperkirakan 3,5/ 100.000 di Uganda
Afrika dan merupakan yang tertinggi, 1,9 / 100.000 penduduk per tahun di
wilayah metropolitan Brisbane Australia, dan 0,3 juta per tahun di
Amerika Serikat. Rata-rata usia terjadinya OSSN adalah 56 tahun, dengan
rentang usia 4-96 tahun. Usia pasien muda ditemukan pada pasien dengan
infeksi HIV dan pada penderita Xeroderma pigmentosum. Di Indonesia
sendiri data insidensi OSSN memang belum pernah diteliti.5

3. Klasifikasi Tumor Konjungtiva dibagi menjadi 2 :6

1. Tumor Jinak Konjungtiva

Tumor konjungtiva yaitu tumor yang tumbuh pada lapisan


konjungtiva yang melapisi mata bagian depan.Tumor konjungtiva
terbagi menjadi tumor ganas dan jinak.Tumor konjungtiva jinak
yaitu nevus, papiloma konjungtiva,granuloma, dermolimpoma,
dermoid dan ipoma Lympphoid hiperplasi.6

a. Nevus

Nevus adalah tumor jinak pada konjungtiva yang disebabkan


oleh pewarnaan yang berlebihan dari melanosit. Biasanya terjadi
pada saat lahir dan berkembang selama 2 dekade setelah kelahiran.
Pada ras kaukasia, kasusnya meningkat. Nevus hampir tidak
mempunyai gejala. Gejalanya adalah gangguan pada pertumbuhan
pembuluh darah, silau, gangguan penglihatan, dan bisa
menyebabkan ablasio retina. Nevus bisa menjadi bentuk ganas,
sehingga pemeriksaan rutin sangat diperlukan untuk
mencegahnya. Pada nevus tidak perlu dilakukan operasi, tetapi
jika ada alasan kosmetik maka boleh dilakukan tindakan eksisi.6.11
b. Papilloma

Papilloma di konjungtiva terjadi karena infeksi Human


Papilloma Virus (HPV). Bisa terjadi pada semua umur, biasanya
terjadi pada orang yang berumur dibawah 20 tahun. Papilloma
bisa bersifat jinak dan bersifat ganas. Papiloma berdasarkan
klinisnya bisa dibagi menjadi 2, yaitu bentuk pedunkel dan
bentuk sesil. Gejalanya bisa terjadi pada satu atau dua mata, pada
bentuk pedunkel biasanya bilateral, bisa dengan atau tanpa
gangguan visus. Penatalaksanaan tergantung besar lesi, jika lesi
kecil bisa sembuh spontan, jika lesinya besar bisa dieksisi.
Apabila penyakitnya kambuh lagi, maka diberikan alpha-
interferon atau simetidin oral.12

c. Dermolipoma

Dermolipoma adalah tumor yang terjadi pada saat lahir, lesinya


bisa meluas atau tidak tergantung perkembangannya. Gejalanya
asimptomatik, bila menimbulkan gejala dapat berupa kantus yang
bewarna merah jambu, lembut, dan dapat digerakkan, dan ada
masa di subkonjungtiva. Terjadi pada satu sisi mata .
Pengobatannya adalah observasi dan tindakan operasi untuk
tujuan kosmetik.

Dermolipoma merupakan tumor konjungtiva jinak kedua yang


paling umum ditemukan pada anak setelah Nevus. Dari seluruh
kasus lesi orbital, insidensi dermolipoma pada anak adalah 5%.
Tumor ini diduga berkembang dari sekuestrasi abnormal
permukaan ectoderm selama fase penutupan embrionik pada usia
gestasi tiga hingga lima minggu. Oleh karena itu, penyakit ini
dihubungkan dengan anomali perkembangan lain dari second
brachial arch, seperti sindrom Goldenhar. Secara klinis,
dermolipoma tampak sebagai lesi bewarna pink-kuning yang
terdapat pada konjungtiva bulbi dan fornix superotemporal.
Dermolipoma umumnya bersifat asimptomatis dan lesi terkadang
tidak terlihat saat mata pada posisi primer, lesi dapat terlihat saat
mata dilihat lebih detail. Lesi ini dapat berkembang pada dekade
pertama atau kedua kehidupan. Perkembangan lesi ini dapat
progresif hingga mencapai organ mata yang lain seperti otot rektus
lateral, otot levator dan kelenjar lakrimal. Hal ini dapat
mengakibatkan munculnya berbagai komplikasi, yaitu gangguan
otot ektraokular, blefaroptosis, dan keratokonjungtivitis.3,14

d. Granuloma

Granuloma adalah tumor jinak pada konjungtiva yang terjadi


pada hemangioma yang tidak aktif. Tidak ada pus, tidak ada giant
sel. Bisa terjadi karena trauma minor, kalazion yang parah, post
operasi jaringan granulasi. Adanya pedunkel yang bewarna merah,
dan lesi yang halus. Pengobatannya adalah kortikosteroid topikal
dan eksisi.13
e. Dermoid
Bersifat kongenital, morfologinya bulat halus kekuninga,
terdapat elemen rambut dan tumbuh pada pubertas. Terapi
Ekstirpasi. Tumor dermoid biasanya terletak di limbus kornea,
sementara kista dermoid umumnya terletak di konjungtiva atau di
bawah kulit.
f. Lipoma Lympphoid hiperplasi
Biasanya mengenai orang dewasa, tidak ada hubungan dengan
penyakit sistemik, lipoma akan memberikan gambaran kuning
pada konjungtiva atas. Tindakan yang dilakukan adalah biopsi dan
radioterapi.
2. Tumor Ganas Konjungtiva
a. Karsinoma
Berasal dari sel squamosa dan kebanyakan berasal dari epitel
limbus dan fisura palpebra. Permukaannya sering mengalami
keratinisasi abnormal sehingga memberikan lesi keputihan, yang
disebut dengan leukoplakia. Leukoplakia ini merupakan lesi
prakanker. Bila diferensiasi hilang, dapat menjadi ganas (anaplastik).
Patologinya berupa perubahan sel epitel squamosa yang
mengalami displasia menjadi sel squamous yang atipik (keratinosit).
Tampilan khas adalah nukleolus besar, sitoplasma eosinofil, dengan
nukleus yang elipsoid. Proliferasi sel-sel membran basal tampak
sebagai displasia sedang dan berat. Diagnosis awal dengan pengecatan
tryphan blue, karena cat ini diabsorpsi sel retikuloendotelial dan sel-sel
yang displastik.
b. Melanoma Maligna
Melanoma konjungtiva muncul dari selaput lendir yang
melapisi permukaan mata. Jarang terjadi (2 %), dan berasal dari nevus.
Pertumbuhannya sulit dikontrol sehingga terapi dilakukan dengan
eksisi dan krioterapi. Angka rekurensi tinggi dan sering metastase ke
kelenjar limfe regional.8
Melanoma maligna konjungtiva adalah lesi berpigmen pada
permukaan okular. Ini adalah tumor yang jarang tetapi berpotensi
menghancurkan yang dapat menyerang jaringan lokal mata, menyebar
secara sistemik melalui drainase limfatik dan penyebaran hematogen,
dan kambuh meskipun telah diobati.
Terlepas dari tingkat keparahannya, kelangkaan kasus yang
tersedia telah membatasi bukti untuk diagnosis dan manajemen.
Ulasan ini akan memberikan gambaran tentang epidemiologi,
presentasi, diagnosis, manajemen, dan pengawasan melanoma
konjungtiva, dengan penekanan pada kemajuan terbaru dalam terapi
biologis untuk mengobati penyakit ini.15

4. patofisiologi

Menurut penyebabnya atau secara malformasi kongenital,


kelainan metabolisme, penyakit vaskuler, infeksi virus, atau apapun,
dipercaya bahwa awal munculnya sel asal tumor atau kanker tersebut
melalui proses mutasi gen akibat hit, baik itu mengacu pada teori two
hit Knudson atau multiple hit pada kromosom sel asalnya.

Tumor orbita jenis intraokuler dan retrobarbital yang muncul di


rongga orbita akan meningkatkan volume intraokuler dan
memengaruhi massa di dalamnya. Walaupun massa tumor tersebut
secara histologis jinak, kemunculannya dapat mengganggu struktur
dan fungsi orbita itu sendiri atau organ lain yang berdekatan dengan
mata. Secara sifat, tumor tersebut nantinya bisa juga dianggap ganas
apabila mengenai struktur anatomisnya

Tumor eksternal atau biasa disebut dengan ocular surface


tumor rata-rata muncul karena paparan sinar matahari (ultraviolet) dan
virus. Tumor yang biasanya terdapat pada kelopak mata, konjungtiva,
bahkan ke kornea mata akan menyebabkan terganggunya ketajaman
visual dan lapang pandang, diplopia, dan gangguan motilitas luar mata.

Tumor kelopak mata merupakan tumor yang polimorfik. Pada


umumnya, tumor tersebut dibedakan berdasarkan jenis kulit dan
asalnya. Tumor kelopak mata mayoritas berasal dari lapisan epidermal,
di antaranya adalah karsinoma sel basal (BCC), karsinoma sel
skuamosa (SCC), melanoma maligna, dan karsinoma kelenjar sebasea
(SGC). BCC dan SCC merupakan tumor ganas yang paling sering
muncul dan jenis tersebut termasuk dalam papiloma pada tumor jinak.
Pada anak-anak, tumor yang paling sering muncul adalah hemangioma
kapiler. Lesi tumor sebesar 15% muncul pada wajah dan 5-10%
muncul di kulit/kutaneus. Lokasinya rata-rata pada kelopak bawah dan
canthus internal.

Tumor di daerah konjungtiva dan sekitar kornea umumnya


berasal dari lapisan epitel dan sel melanositik. Tumor jinak
nonmelanositik di antaranya adalah SCC, granuloma konjungtival, dan
nevus. Lesi sel melanositik di daerah ini, termasuk nevus melanosit,
rata-rata tidak menunjukkan perubahan yang ganas. Namun, perlu
diperhatikan bahwa pada tumor-tumor eksternal, baik itu di kelopak
mata maupun konjungtiva, ada beberapa hal yang dipertimbangkan
secara anatomi yaitu.

1) meskipun karakteristik tumor tersebut jinak, bukan


berarti hal tersebut aman dan tumor jinak bisa
cenderung agresif.

2) tumor di daerah eksternal akan berbahaya jika mampu


menyebar ke daerah perineural.

3) waspada jika tumor tersebut berada di lokasi yang tidak


menguntungkan, misalnya di daerah canthus karena
selain susah dilakukan eksisi, hal tersebut juga akan
memengaruhi fungsi aliran air mata.
4) kadang-kadang ada keterlibatan otot skeletal pada
jaringan sel tumor tersebut.
Secara seluler, hal yang cukup berperan pada
perkembangan tumor ekstraokuler adalah proses proliferasi
dan angiogenesis sel yang memicu pertumbuhan dan
vaskularisasi jaringan tumor orbita eksternal, terutama di
daerah superfisial. Contohnya: di mukosa dan kulit, seperti
jenis tumor hemangioma. Pada proses angiogenesis diperlukan
peran sitokin pertumbuhan, yaitu VEGF dan bFGF guna
pertumbuhan endotel yang cepat dan proliferasi kapiler tumor.
Proliferasi ini berjalan melalui 2 (dua) cara, yaitu: 1) secara
langsung memengaruhi mitosis endotel pembuluh darah, dan
2) secara tidak langsung memengaruhi makrofag, sel mast,
dan sel T helper.
Saat fase proliferasi, sel mikrofag dan sel mast
menginfiltrasi jaringan tumor, sedangkan pada fase involusi,
sel monositlah yang menginfiltrasi. Infiltrasi makrofag
dipengaruhi oleh adanya sinyal dari Monocyte
Chemoattractant Protein-1 (MCP/CCL), yaitu suatu
glikoprotein mediator kemotaksis. Sitokin tersebut dihasilkan
oleh sel otot-otot polos pembuluh darah pada fase proliferasi.
Kemudian, sel makrofag tersebut melepaskan heparin yang
menstimulus migrasi sel endotel dan pertumbuhan kapiler
pada proses angiogenesis.
Angiogenesis ini akan memicu pembentukan pembuluh
darah baru yang diperlukan oleh pertumbuhan tumor.
Makrofag dan sel bone marrow derived cells (BMDC)
memulai pertumbuhan tumor dengan cepat dan
mengakibatkan hipoksia intrasel. Akibatnya, sitokin hypoxia
inducible factor (HIF) terangsang atas respons perubahan
konsentrasi oksigen intrasel. HIF terakumulasi dan bergerak
menuju nukleus dan memicu produksi target gen. Nukleus
merespons sinyal HIF tersebut dengan stimulus faktor VEGF,
FGF, bFGF dan TGF melalui signaling pathway yang
menyebabkan proliferasi sel endotel melalui jalur kinase
(ERK/MAPK), meningkatnya permeabilitas pembuluh darah,
dan migrasi sel tumor.9
5. Faktor Resiko
tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul
di dalam tubuh akibat pengaruh multifaktor penyebab dan
menyebabkan jaringan setempat pada tingkat gen kehilangan
kendali normal atas pertumbuhannya yang terbentuk dalam
jangka waktu lama dan mengalami kemajuan melalui stadium
berbeda-beda. Faktor nutrisi merupakan satu aspek yang
sangat penting, komplek, dan sangat dikaitkan dengan proses
patologis tumor. 9

Secara garis besar, tumor mata disebabkan oleh beberapa hal,


yaitu :
a. mutasi gen pengendali pertumbuhan (contoh: kehilangan
kedua kromosom dari satu pasang alel dominan protektif yang
berada dalam pita kromosom.
b. malformasi kongenital.
c. kelainan metabolisme (hormon).
d. penyakit vaskuler
e. inflamasi intraokuler
f. Neoplasma. Dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasma
jinak tumbuh dengan batas tegas dan tidak menyusup, tidak
merusak tetapi menekan jaringan di sekitarnya dan biasanya
tidak mengalami metastasis.
g. trauma.
h.gaya hidup, seperti merokok, diet, dan minum-minuman
keras (alkohol). Hal ini merupakan faktor risiko independen.
i. paparan sinar matahari dan ultraviolet (UV).
j.infeksi virus (papilloma dan neoplasia intra epitel
konjungtiva).
6. Diagnosa Tumor Konjungtiva
Diagnosis dan pemeriksaan kanker mata sebenarnya adalah
suatu pemeriksaan yang harus dilakukan secara cermat guna
mengetahui diagnosis yang tepat dan nantinya dapat diambil tindakan
serta terapi yang benar. Pemeriksaan kanker mata meliputi:
1. anamnesis;
2. pemeriksaan fisik, yaitu pemeriksaan mata dan orbita;
3. pemeriksaan dengan diagnosis penunjang; dan
4. konsultasi antardisiplin ilmu.
a. Anamnesis
Gejala klinis kanker mata bergantung pada jenis kanker mata
dan stadium dari kanker. Anamnesis terhadap gejala klinis yang
perlu ditanyakan kepada penderita adalah adanya inflamasi yang
aktif di mana penderita mengalami gejala-gejala yang tidak
tampak, seperti mengeluh mata merah, pusing, dan disertai rasa
nyeri.9
Gejala pasien kanker mata yang sering dikeluhkan dan tidak
tampak di antaranya adalah:
1. adanya nyeri (ocular pain);
2. sakit kepala atau pusing;
3. gatal pada lesi;
4. rasa tidak nyaman pada kelopak mata konjungtiva
(Retrobulbar discomfort);
5. penglihatan kabur; dan
6. visualisasi ganda (diplopia).

b. Pemeriksaan Fisik9
Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan mata secara umum
dan secara eksternal serta pemeriksaan orbita secara lebih detail
ke bagian orbita.
Pemeriksaan mata secara umum di antaranya adalah:
1. pemeriksaan visual (visus/visual acuity);
2. pemeriksaan daerah kelopak mata dan konjungtiva;
3. pemeriksaan daerah kornea, pupil, iris, dan fundus; serta
4. pemeriksaan otot ekstraokuler.
Pemeriksaan visual dapat dilakukan dengan menggunakan Snellen
Chart. Pemeriksaan visual dilakukan untuk melihat apakah
penderita mengalami penurunan visus atau tidak dan melihat
derajat variasi penurunannya. Gangguan tajam penglihatan
tersebut biasanya disebabkan oleh adanya disfungsi saraf optik
yang terjadi akibat meningkatnya tekanan intraorbita karena ada
sesuatu hal di dalam intraorbita tersebut, seperti tumor atau hal
yang lain. Penurunan tajam penglihatan ini dapat terjadi jika saraf
optik penderita mengalami penekanan hingga terjadi kebutaan
yang permanen jika penekanan saraf optik tersebut tidak segera
dihilangkan.
Slit Lamp (lampu celah biomikroskopi) adalah suatu
instrumen yang bekerja dengan sumber cahaya intensitas tinggi
yang dapat difokuskan untuk memantulkan cahaya dari sumber
cahaya ke mata pasien, seperti biomikroskop. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui keadaan segmen anterior, seperti
kelopak mata, konjungtiva, kornea, iris, dan pupil. Pemeriksaan
slit lamp ini memberikan pandangan yang diperbesar secara
stereoskopik struktur mata secara rinci, sehingga memungkinkan
diagnosis anatomi secara detail. Slit lamp ini juga dapat
dipergunakan untuk mengetahui adanya defek kornea, fistula
kornea, dan kedalaman sudut bilik mata depan.9
Pemeriksaan otot ekstraokuler digunakan untuk melihat
adanya penurunan pergerakan bola mata (ocular motility test).
Pemeriksaan ini menggunakan pemeriksaan 6 atau 9 arah
kardinal (six/nine cardinal of gaze).9
Pemeriksaan orbita di antaranya adalah:
1. pemeriksaan pengukuran penonjolan bola mata (proptosis)
2. palpasi
3. inspeksi
4. auskultasi.
Selain itu, hal yang penting dalam pemeriksaan dasar
orbita adalah palpasi, inspeksi, dan auskultasi tumor. Palpasi
atau perabaan pada tumor memiliki hal penting yang dapat
dinilai, di antaranya:
1) tumor atau benjolan yang teraba dapat dinilai
konsistensinya.
2) benjolan tersebut mudah digerakkan atau lekat pada dasar.
3) apakah terdapat nyeri saat ditekan atau tidak.
4) permukaan benjolan tersebut rata atau tidak.
c. Pemeriksaan dengan diagnosis penunjang
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik yang terdiri dari
pemeriksaan mata secara umum dan secara eksternal serta
pemeriksaan orbita, untuk menegakkan diagnosis, maka
dilakukan beberapa pemeriksaan lagi dengan diagnosis
penunjang. Pemeriksaan penunjang tersebut di antaranya
adalah sebagai berikut.9
1) Patologi
- Pemeriksaan Laboratorium (Tes Darah Lengkap).
- Histopatologi: Sampel jaringan/biopsi
- Sitologi: Pewarnaan HE/PAS
- Teknik Imunohistokimia
- Teknik Biologi Molekuler: PCR, DNA sequencing
Pemeriksaan radiologi atau pemeriksaan pencitraan
(imaging) pada tumor yang sering dilakukan adalah foto
X-ray, USG, CT-Scan, MRI, dan angiografi. Pemeriksaan
menggunakan foto X-ray atau foto sinar-X radiografi
biasanya disebut dengan foto polos (plain film) atau foto
rontgen. Pemeriksaan ini paling banyak dipakai karena
foto X-ray memiliki kekontrasan dan kejernihan yang
cukup baik dan mampu memonitor adanya lesi, sehingga
objektif untuk membandingkan tumor sebelum dan
sesudah terapi.9
7. Terapi
Beberapa tahun terakhir, penatalaksanaan terapi pada
kanker mata telah mengalami perkembangan yang signifikan.
Tujuan utama dari terapi kanker mata adalah menyelamatkan
nyawa pasien. Tujuan sekundernya adalah menyelamatkan
mata secara fisik dan penglihatan secara fungsional bila
memungkinkan. Pemberian terapi sedini mungkin penting
dilakukan dengan modalitas terapi yang dapat ditoleransi,
sesuai, efektif dengan sedikit biaya, dan mampu
menyelamatkan, baik kelangsungan hidup maupun
penglihatan. Terapi ini dilakukan secara komprehensif, di
antaranya dengan dilakukan sinergisitas antara dokter
spesialis mata, penyakit dalam, saraf, THT-KL, ahli bedah
dan radiologi, serta dokter spesialis lain sesuai dengan
keadaan pasien.9
Terapi dan penatalaksanaan kanker mata terdiri dari
empat jenis, yaitu:
1. pembedahan (surgical therapy);
2. medikamentosa (obat-obatan);
3. penyinaran (radioterapi/radiasi); dan
4. target sel terapi.

Terapi pembedahan pada kanker atau tumor memiliki


peranan yang sangat penting, di antaranya adalah sebagai
berikut.

1) Sebagai terapi pencegahan tumor. Sebelum menjadi tumor


dan masih berupa lesi, maka terapi pembedahan
diperlukan agar lesi tidak tumbuh dan berkembang
menjadi ganas.

2) Sebagai sarana diagnosis tumor. Diagnosis yang akurat


dan tepat pada tumor tergantung pada spesimen patologis
yang didapatkan dengan jalan pembedahan.

3) Sebagai sarana penentuan stadium tumor. Penentuan


stadium keganasan tumor guna merencanakan terapi yang
tepat bergantung pada sampel spesimen tumor yang
diambil melalui pembedahan dan biopsi jaringan.
4) Terapi terhadap tumor. Hal terakhir ini merupakan
metode yang efektif melalui pembedahan. Operasi atau
pembedahan tumor mampu meningkatkan keberhasilan
kesembuhan mencapai 90% untuk kanker stadium dini.

Anda mungkin juga menyukai