Anda di halaman 1dari 41

PERAN GURU AGAMA DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDIT FATHONA

BATURAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

Oleh: SYAHRUL RAHMAN

NIM: 105011000079

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona
Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian
Munaqasyah pada tanggal 21 Maret 2011 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak
memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama. Jakarta, 21 Maret 2011
Panitia Ujian Munaqasyah Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Tanggal Tanda Tangan
Bahrissalim, M.Ag NIP.:19680307 199803 1 002 Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi) Drs. Sapiudin
Shidiq, M.Ag NIP.:19670328 200003 1 001 Penguji I Dr. Abd. Madjid Khon M.A NIP.: Penguji II Dra.
Sofiah MS, M.Ag NIP.:19491123 198902 2 001 Mengetahui: Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A NIP.: 19571005 198703 1 003 ii PERAN GURU AGAMA DALAM
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDIT FATHONA BATURAJA KABUPATEN OGAN
KOMERING ULU SUMATERA SELATAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Oleh:
SYAHRUL RAHMAN NIM. 105011000079 Di Bawah Bimbingan: Nurlena Rifa`i, M.A, Ph.D NIP.
19591020 198603 2 001 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN
KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 KEMENTERIAN
AGAMA No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089 UIN JAKARTA FORM (FR) Tgl. Terbit : 5 Januari 2009 FITK
No. Revisi: : 00 Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1 SURAT PERNYATAAN KARYA
SENDIRI Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Syahrul Rahman Tempat/Tgl. Lahir :
Belatung, 08 Oktober 1988 NIM : 105011000079 Jurusan / Prodi : Pendidikan Agama Islam Judul
Skripsi : Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja
Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan Dosen Pembimbing : Nurlena Rifa`i, M.A, Ph.D
dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya
bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pernyataan ini dibuat sebagai salah
satu syarat menempuh Ujian Munaqasah. Jakarta, 21 Maret 2011 SYAHRUL RAHMAN NIM :
105011000079 ABSTRAK Syahrul Rahman 105011000079 Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan.
Pendidikan merupakan sebuah sistem. Ketika berbicara masalah pendidikan, kita akan menemukan
beberapa komponen yang saling terikat antara yang satu dengan yang lainnya, contoh, guru dengan
murid. Keterikatan tersebut layaknya dua sisi mata uang yang berbeda namun tidak dapat
dipisahkan, guru berada di salah satu sisi dan murid di sisi lainnya. Oleh karena itu, figur guru akan
senantiasa menjadi sorotan karena guru selalu terkait dengan komponen manapun dalam sistem
pendidikan. Guru memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang
diselenggarakan secara formal di sekolah. Guru juga sangat menentukan keberhasilan peserta didik,
terutama dalam kaitannya dengan proses belajar-mengajar dan terhadap terciptanya proses dan
hasil pendidikan yang berkualitas. Mengingat petapa pentingnya peran guru tersebut maka timbul
pertanyaan, apa perannya dan bagaimana peran guru tersebut dilaksanakan? Selanjutnya, selama ini
banyak penelitian dalam dunia pendidikan yang dilakukan di wilayah perkotaan dan pada lembaga-
lembaga pendidikan yang secara umum wilayah tersebut sudah maju dan lembaga pendidikannya
pun dari segi sarana dan prasarana memang bagus serta jalur akses yang didapatkan pun lebih
mudah dan cepat. Dengan demikian, maka hasil yang ditemukanpun positif. Beranjak dari fenomena
ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dilakukan diwilayah pedesaan atau kota kecil
untuk memberikan gambaran bagaimana proses pendidikan dilaksanakan di sana dan dituangkan
dalam bentuk skripsi dengan judul ”Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan”. Penelitian ini berbentuk
penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan deskriftif analisis. Sumber data dalam
penelitian ini adalah referensi untuk memperoleh istilah-istilah, pengertian-pengertian dan
pendapat-pendapat dari para pakar dengan menelaah dan mengkaji buku-buku yang relevan dengan
masalah yang sedang diteliti dan diperolehnya teori yang relevan untuk menyusun landasan teori
yang ada hubungannya dengan pembahasan dalam penelitian ini, dan data-data yang diambil
langsung dari SDIT Fathona. Berdasarkan prosentase data angket dari penelitian tersebut maka
Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten
Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan menunjukkan nilai positif dengan nilai prosentase terbanyak
berkisar antara 64-95% dan dapat dikatagorikan baik. vii KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah
SWT karena hanya dengan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul :
“PERAN GURU AGAMA DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDIT FATHONA
BATURAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN”, sebagai persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta. Shalawat beserta salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan kita Nabi
Besar Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga, dan pengikutnya hingga akhir zaman. Selanjutnya
penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis baik berupa moril maupun materil. Maka dari
itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat; selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Prof. Dr.
Dede Rosyada, MA; selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. 3. Bapak Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. viii 4. Bapak Bahrissalim, M.Ag dan Drs. Sapiudin Shidiq M.Ag: Selaku Ketua dan
Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 5. Ibu Nurlena Rifa`i, M.A, Ph.D; selaku Pembimbing dalam penulisan skripsi ini.
6. Ibu Sofiyah M.Ag; selaku Penasehat Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan kepada
penulis dalam menyelesaikan studi. 7. Dosen pengajar serta staf dan karyawan/ti Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Kepala Yayasan Pendidikan Frania SDIT
Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan beserta kepala sekolah, guru, staf
dan karyawan/ti yang telah berkenan menerima penulis untuk melaksanakan penelitian dalam
rangka menyelesaikan skripsi ini. 9. Kedua Orang Tuaku, Ayahanda tersayang Zainal Hasan dan
Ibunda Nurma, yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, perhatian dan tak henti-hentinya
memperjuangkan serta mendoakanku. 10. Keluargaku tercinta, K`Bakar, K`Burhan, Ayah Fani,
Y`Mala, Y`Mawa, Y`Ani. Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungannya baik materi
maupun non materi yang dengan tulus ihklas kalian berikan, Jazakumullah Khairal Jaza. Dan
keponakan-keponakanku; Johan, Meri, Rina, Leni, Novi, Edo, Adi, Fani, Tiara, Zhelin yang selalu dapat
membuatku tersenyum saat penat menghampiri. ix 11. ”Pustaka Pribadiku” (Miftahul Jannah, S.H),
yang telah memberikan banyak pelajaran tentang kehidupan, dan menjadi motivator dalam
penyelesaian skripsi ini. Terima kasih banyak atas kesabarannya dalam memberikan support dan
do’anya. 12. Teman-teman PPKT 2010 SMK YANUSA Pondok Pinang Jak-Sel. 13. Teman-teman
seperjuangan Angkatan 2005 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
14. Teman-teman seperjuangan di HMI; K`Eko, K`Bakti, Jonson, Azru Muhammad Bintang, Ade
Suryana. dan 15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih banyak
atas do’a dan dukungannya. Semoga semua jasa baik mereka diterima Allah SWT dan mendapatkan
pahala yang tak terhingga, Amin…Ya Robbalalamin. Akhir kata, segala kritik dan saran yang sifatnya
membangun akan penulis terima dengan lapang dada, sekali lagi penulis ucapkan terima kasih dan
mohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Jakarta, 04
Februari, 2011 Penulis (Syahrul Rahman) ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i LEMBAR


PERNYATAAN............................................................................... ii LEMBAR UJI
REFERENSI............................................................................. iii LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN
PEMBIMBING................................... iv LEMBAR PENGESAHAN PANITIA
UJIAN ................................................ v
ABSTRAK .......................................................................................................... vi KATA
PENGANTAR ....................................................................................... vii DAFTAR
ISI....................................................................................................... x DAFTAR
TABEL .............................................................................................. xii BAB I PEDAHULUAN A. Latar
Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Identifikasi
Masalah .................................................................... 12 C. Pembatasan
Masalah.................................................................... 12 D. Perumusan
Masalah .................................................................... 13 E. Tujuan
Penelitian ......................................................................... 13 F. Manfaat
Penelitian ....................................................................... 14 BAB II. KAJIAN TEORI A. Hakekat Guru
Agama .................................................................. 15 1. Pengertian Guru
Agama .......................................................... 15 2. Kualifikasi Guru
Agama ......................................................... 21 3. Peran Guru
Agama ................................................................. 27 a. Guru Sebagai
Pembimbing............................................... 28 b. Guru Sebagai
Pengajar ..................................................... 29 c. Guru Sebagai Pengelola
Kelas ......................................... 30 d. Guru Sebagai Evaluator.................................................... 31 B.
Pendidikan Agama Islam.............................................................. 38 1. Pengertian Pendidikan Agama
Islam....................................... 38 2. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam.................................... 39 3.
Tujuan Pendidikan Agama Islam .......................................... 42 4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama
Islam.............................. 44 5. Fungsi Pendidikan Agama Islam............................................ 45 6.
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar ....... 46 x BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian .................................................... 51 B. Pendekatan dan Metode
Penelitian .............................................. 51 C. Populasi dan
Sampel.................................................................... 52 D. Instrumen
Penelitian .................................................................... 52 E. Teknik Pengumpulan
Data........................................................... 53 F. Teknik Pengolahan dan Analisa
Data .......................................... 54 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Temuan
Penelitian ....................................................................... 60 1. Gambaran Umum Objek
Penelitian ........................................ 60 2. Profil SDIT Fathona
Baturaja .................................................. 61 B. Deskripsi
Data ............................................................................. 64 C. Analisa
Data................................................................................. 65 D. Interpretasi
Data........................................................................... 76 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan .................................................................................. 83 B. Saran-
saran. ................................................................................. 85 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR REFERENSI
LAMPIRAN xi DAFTAR TABEL Tabel-1. Kisi-kisi Instrumen Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan
Untuk Siswa.......................... 56 Tabel-2. Kisi-kisi Instrumen Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan
Untuk Guru Agama .............. 57 Tabel-3. Kisi-kisi Instrumen Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan
Untuk Kepala Sekolah.......... 58 Tabel 4 Prestasi Yang Peranah Dicapai
Sekolah.............................................. 62 Tabel 5 Jumlah siswa dalam 2 Tahun
Terakhir................................................ 63 Tabel 6 Keadaan Siswa 2 Tahun Terakhir Per Juli
2009 ................................. 63 Tabel 7 Data Rombongan Belajar Tahun
2009/2010 ....................................... 63 Tabel 8 Kondisi Orang Tua Siswa TP.
2008/2009........................................... 64 Tabel 9. Memberikan Semangat Untuk Melaksanakan
Shalat Berjamaah....... 65 Tabel 10. Memberikan Semangat Untuk Membaca Al-
Qur`an.......................... 66 Tabel 11. Memberikan Semangat Untuk Berbuat
Baik ...................................... 66 Tabel 12. Memberikan Semangat Untuk Belajar Pendidikan Agama
Islam ...... 67 Tabel 13. Siswa Hadir Dalam Shalat Berjamaah................................................ 67 Tabel
14. Guru Agama Hadir Dalam Shalat Berjamaah Di Sekolah.................. 68 Tabel 15. Guru Agama
Berbicara Sopan Kepada Anak Didik ........................... 68 Tabel 16. Siswa Berprilaku Baik Dengan
Sesama Teman ................................. 69 Tabel 17. Siswa Rajin Membaca Al-
Qur`An...................................................... 69 Tabel 18. Guru Menjelaskan Materi Pendidikan Agama
Islam Dengan Jelas ... 70 Tabel 19. Guru Agama Memberikan Pertanyaan Tentang Pelajaran Yang
Telah lalu.......................................................................................... 70 xii Tabel 20. Guru agama
memberikan kesempatan bertanya kepada sisiwa....... 71 Tabel 21. Siswa bertanya tentang materi
pendidikan agama Islam................. 71 Tabel 22. Siswa mengerti terhadap materi-materi pendidikan
agama islam ... 72 Tabel 23. Guru Agama mengawasi pelaksanaan pendidikan agama islam dalam
kegiatan shalat berjamaah di sekolah .................................... 72 Tabel 24. Guru Agama mengawasi
pelaksanaan pendidikan agama islam dalam kegiatan membaca Al-
Qur`an................................................ 73 Tabel 25. Siswa senang belajar pendidikan agama
islam................................ 73 Tabel 26. Guru agama mengajar pendidikan agama islam menggunakan
alat peraga ............................................................................................... 74 Tabel 27. Siswa belajar
pendidikan agama islam di rumah............................. 74 Tabel 28. Siswa membaca buku-buku tentang
pendidikan agama islam......... 75 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara
tentang pendidikan, apalagi pendidikan agama bukanlah merupakan persoalan yang mudah, sebab
hal ini menyangkut eksistensi bangsa di masa mendatang. Pendidikan merupakan totalitas yang
mengantarkan peserta didik untuk tumbuh dan berkembang sebagai sosok individual, sebagai
anggota keluarga, masyarakat, bangsa dan negara1 . Pendidikan merupakan salah satu sarana yang
sangat penting, baik bagi masyarakat yang ada di perkotaan maupun di pedesaan untuk mencapai
kesejahteraan. Karena Pendidikan yang diberikan dengan sengaja dari orang dewasa kepada anak
dalam pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi diri sendiri dan masyarakat.
2 Pendidikan agama tidak boleh lepas dari pengajaran agama, yaitu pengetahuan yang ditujukan
kepada pemahaman hukum-hukum, syarat-syarat, kewajiban-kewajiban, batas-batas dan norma-
norma yang harus dilakukan dan diindahkan. Pendidikan agama harus memberikan nilai-nilai yang
dapat dimiliki dan diamalkan oleh anak didik, supaya semua perbuatannya dalam hidup mempunyai
nilai-nilai agama, atau tidak keluar dari tuntunan atau moral agama.3 1 Abdul Rachman Shaleh,
Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi, (Jakarta: PT.Gemawindu Pancaperkasa,
2000), Cet. 1, h. 19 2 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (Bandung, PT.
Remaja Rosdakarya, 1992), h. 13 3 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gunung Agung,
1985), Cet. XII, h. 131 2 Pada kakekatnya pendidikan agama merupakan pembinaan terhadap
pondasi dari moral bangsa. Hal ini dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa tata tertib dan
ketentraman hidup sehari-hari dalam masyarakat tidak hanya semata-mata ditentukan oleh
ketentuan-ketentuan hukum saja, tetapi juga didasarkan atas ikatan moral, nilai-nilai kesusilaan dan
sopan santun yang didukung dan dihayati bersama oleh seluruh masyarakat. Kehidupan masyarakat
yang berpegang teguh pada moralitas tak bisa diwujudkan kecuali dari pendidikan agama. Sebab
moralitas yang mempunyai daya ikat masyarakat bersumber dari agama, nilai-nilai dan normanorma
agama. Mengingat pentingnya arti dan peran agama bagi tata kehidupan perseorangan maupun
masyarakat, maka dalam rangka pembangunan dan pengembangan watak bangsa haruslah
bertumpu di atas landasan keagamaan yang kokoh, dan jalan untuk mewujudkannya tiada lain
kecuali hanyalah dengan menempatkan pendidikan agama sebagai faktor dasar yang sangat penting.
Pembinaan moral manusia dan penghayatan keagamaan dalam kehidupan seseorang sebenarnya
bukan hanya sekedar mempercayai seperangkat aqidah dan melaksanakan tata cara upacara
keagamaan saja tetapi merupakan usaha yang terus menerus untuk menyempurnakan diri pribadi
dalam hubungan vertikal kepada Tuhan dan horizontal terhadap sesama manusia sehingga
terwujudlah keselarasan, keserasian dan keseimbangan hidup menurut fitrah kejadiannya sebagai
makhluk individual, makhluk sosial, serta makhluk yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa. Pribadi yang
seperti ini tidak datang dengan serta merta begitu saja, melainkan harus melalui proses pendidikan
yang panjang dimana unsur agama menjadi faktor yang asasi. 4 Berkaitan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi memang dengan sendirinya akan membantu manusia lebih mampu
untuk menguasai dan mengelola alam dengan segala potensinya. manusia menggunakan
rasionalitasnya melakukan kajian-kajian keilmuan dan teknologi, akan tetapi tanpa kemampuan
manusisa untuk menguasai diri sendiri, kamajuan yang tadinya telah dicapai akan mengancam dan
membahayakan diri sendiri. Dalam hal ini kiranya perlu diketahui 4 Abdul Rachman Shaleh,
Pendidikan Agama..., h. 17 3 bahwa agama tidak mengatur ilmu pengetahuan, akan tetapi agama
mewajibkan pemeluknya untuk mempelajarinya. Ilmu pengetahuan (Sciense) hendaknya dijadikan
alat untuk memupuk dan memperkokoh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Selain itu, Gradasi manusia selain ditentukan oleh penguasaannya atas ilmu pengetahuan juga di
tentukan oleh tingkat ketaqwaan/keimanannya kepada Allah SWT (Q.S 58:11). Ilmu pengetahuan
tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu pengetahuan lumpuh. Agama sebagai pedoman dan
pengendali penggunaan ilmu pengetahuan; lebih dari itu agama adalah sebagai pedoman dan
pengendali hidup seseorang. Agama bukan hanya sekedar ritualitas, tetapi pelaksanaannya harus
benar-benar dirasakan kegunaannya, menenangkan batin dan yakin akan berhasil dalam mengatasi
masalah-masalah hidupnya.5 Sejalan dengan hal itu dan dengan menyadari sepenuhnya akan
hakekat pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, serta sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar Tahun 1945 untuk mewujudkan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pendidikan pada umumnya dan
pendidikan agama pada khususnya mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dan sebagai upaya mewujudkan cita-cita nasional dibidang
pendidikan seperti yang ditegaskan dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas, Pasal 3), disebutkan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermanfaat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
6 Bila mengacu pada Undang-undang tersebut di atas, dapat dipahami bahwa salah satu tujuan
nasional itu adalah menghasilkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT,
tentu hal itu tidak akan tercapai tanpa melalui pendidikan agama. Pada hakekatnya pendidikan
agama baru dapat berjalan 5 Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan…, h. 18 6 UU RI
Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan PP No. 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar,
(Bandung: Citra Umbara, 2008), Cet. 1, h. 6 4 secara efektif apabila dilaksanakan secara integral.
Oleh sebab itu pelajaran agama merupakan pelajaran inti yang dapat digunakan sebagai landasan
dari pelajaran lainnya. Ajaran-ajara agama, nilai-nilai dan norma-norma agama harus dapat dicerna
sedemikian rupa hingga mudah diserap oleh kehausan jiwa manusia terhadap kebutuhan spiritual.
Umumnya kelambanan daya serap terhadap agama bukan disebabkan oleh ajaran agama itu sendiri,
melainkan oleh karena keringnya cernaan terhadap ajaran agama pada waktu disajikan kepada
peserta didik. Nampaknya, dunia modern seperti sekarang ini merindukan kehadiran spiritualitas
agama, namun banyak kalangan masyarakat modern merasakan kurang puas terhadap doktrin-
doktrin normatif yang ditawarkan oleh lembaga-lembaga keagamaan yang ada, dengan
mengemukakan salah satu alasan bahwa kekurangmampuan pembawa misi agama untuk secara
sistemik menyesuaikan ”bahasa” yang dipergunakan dalam diskusi-diskusinya atau pesan-pesannya
dengan perkembangan keilmuan dan kemasyarakatan, hal itu menyebabkan ”bahasa agama” terasa
kering dan kurang relevan dengan tingkat perkembangan wilayah pengalaman manusia pada abad
teknologi industri sekarang ini.7 Berkenaan dengan hal itu, Zamroni dalam Paradigma Pendidikan
Masa Depan, menjelaskan bahwa upaya untuk mewujudkan suatu sistem pendidikan nasional yang
berdasarkan pancasila harus terus dilaksanakan dan semangat untuk itu harus terus menerus
diperbaharui. Selain itu, adanya tembok yang memisahkan antara ”dunia pendidikan” di satu pihak
dan ”dunia kerja” di pihak lainnya. selama masih adanya kesenjangan antara hasil pendidikan
dengan kebutuhan tenaga kerja, adanya kesenjangan harapan akan prestasi yang ada, selama itu
pula problem pendidikan senantiasa dibicarakan dan gaung tuntutan pembaharuan pendidikan akan
terus bergema. Ditambah lagi tantangan utama bangsa Indonesia dewasa ini dan di masa depan
adalah kemampuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam kaitan ini menarik
untuk dikaji bagaimana kualitas pendidikan kita dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan 7 Muhammad Tholchah Hasan, Diskursus Islam dan Pendidikan;
Sebuah Wacana Kritis, (tt.p. PT. Bina Wiraswasta Insan Indonesia bekerjasama dengan Lembaga
Indonesia Adi Daya, t.t.), h. 108 5 sehingga bisa menghasilkan sumber daya manusia yang lebih
berkualitas sebagaimana yang diharapkan, agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang produktif
dan memiliki kepercayaan diri yang kuat sehingga mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain
dalam kehidupan global ini.8 Dengan kata lain, pendidikan harus mampu menghasilkan lulusan yang
mampu berpikir global (think globally), dan mampu bertindak lokal (act loccaly), serta dilandasi oleh
akhlak yang mulia (akhlakul karimah). E.Mulyasa juga mengutarakan bahwa kualitas pendidikan
dipengaruhi oleh penyempurnaan sistemik terhadap komponen pendidikan seperti peningkatan
kualitas dan pemerataan penyebaran guru, kurikulum yang disempurnakan, sumber belajar, sarana
dan prasarana yang memadai, iklim pembelajaran yang kondusif, serta didukung oleh kebijakan
pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Dari semuanya itu, guru merupakan komponen paling
menentukan; karena di tangan gurulah kurikulum, sumber belajar, sarana dan prasarana, dan iklim
pembelajaran menjadi suatu yang berarti bagi kehidupan peserta didik.9 Ketika berbicara masalah
pendidikan, kita akan menemukan beberapa faktor yang saling terikat antara yang satu dengan yang
lainnya, contoh, guru dengan murid. Keterikatan tersebut layaknya dua sisi mata uang yang berbeda
namun tidak dapat dipisahkan, guru berada di salah satu sisi dan murid di sisi lainnya. Oleh karena
itu, figur guru akan senantiasa menjadi sorotan karena guru selalu terkait dengan komponen
manapun dalam sistem pendidikan. Guru memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan,
khususnya yang diselenggarakan secara formal di sekolah. Guru juga sangat menentukan
keberhasilan peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses belajarmengajar dan terhadap
terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Dengan memperhatikan hal tersebut,
pemerintahpun melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan standar kompetensi dan
sertifikasi guru, antara lain dengan disahkannya Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan 8 Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika, 2000), Cet.
1, h. 28-33 9 E.Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2008), Cet. III, h. 5 6 Dosen. Dalam Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa kedudukan guru sebagai
tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak pada
usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
dan pada Pasal 4 menjelaskan bahwa kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk
meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran serta untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional; Kemudian ditegaskan pula pada Pasal 6, bahwa guru sebagai tenaga
profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan
pedidikan nasional.10 Dengan demikian, peran guru pada umumnya dan guru agama dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam khususnya perlu mendapatkan perhatian dan penanganan
intensif, agar tujuan yang termaktub dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional itu dapat
terwujudkan, sehingga nilai-nilai positif dapat diinternalisasikan oleh anak didik kita. Sejalan dengan
itu, Dede Rosyada memaparkan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tidak hanya
bergantung pada satu pihak yaitu guru saja, tetapi juga ditentukan oleh murid itu sendiri. Dalam
proses belajar mengajar tingkat keberhasilannya sangat ditentukan pula oleh seberapa besar mereka
merasa perlu belajar, dan seberapa besar kesiapan mereka untuk belajar. Guru, lingkungan dan
sumber belajar lainnya hanyalah fasilitas yang dapat mereka berdayakan untuk seoptimal mungkin
memperoleh pengalaman dalam rangka meningkatkan berbagai kompetensi yang diinginkan melalui
melalui proses belajar tersebut. Secara ideal, siswa-siswi pada tingkatan sekolah menengah atau
pada tingkat pendidikan dasar berjenjang SLTP, sebenarnya bisa dimulai untuk dilatih berpikir kritis
dan kreatif sesuai dengan dunianya, karena bentuk ideal warga negara yang cerdas tidak saja pandai
menghitung dalam matematika, pandai ilmu-ilmu fisika atau ilmu kealaman lainnya, atau pandai
berbagai bahasa, kalau tidak kritis dan tidak kreatif, kecerdasannya akan kurang berguna.11 10E.
Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen” dalam Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru..., h. 228 11 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis;
Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media,
2004), Cet. I, h. 110-111 7 Adapun pendidikan agama di sekolah-sekolah merupakan arena yang
strategis untuk pembinaan bangsa. Manusia-manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, yang
bertanggung jawab, cerdas, terampil, mandiri, memiliki budi pekerti luhur, berkepribadian, disiplin
dan bekerja keras serta tangguh, akan tumbuh subur, sekiranya peserta didik mendapatkan
pendidikan agama yang cukup. Dalam proses pendidikan, sekolah dasar menempati posisi yang
sangat vital dan strategis. Kekeliruan dan ketidak tepatan dalam melaksanakan pendidikan di tingkat
dasar ini akan berakibat fatal untuk pendidikan tingkat selanjutnya. Sebaliknya, keberhasilan
pendidikan pada tingkat ini akan membuahkan keberhasilan pendidikan tingkat lanjutan. Sayangnya,
berbagai pihak justeru menempatkan pendidikan dasar lebih rendah daripada tingkat pendidikan
yang lain, terbukti antara lain, dengan adanya kualifikasi dan gaji guru sekolah dasar yang berbeda
dengan sekolah lanjutan.12 Bakaruddin dan Rumaya13 Senin, 9 November 2010 lalu, saat
dikonfirmasi oleh penulis tentang hal tersebut, keduanyapun dalam penjelasannya, juga
membenarkan adanya kesenjangan antara kualifikasi dan gaji guru sekolah dasar dengan sekolah
lanjutan. Sementara itu, di lain pihak, Faktor identifikasi dan meniru pada anakanak amat penting,
sehingga mereka menjadi terbina, terdidik, dan belajar dari pengalaman langsung. Hal ini pula yang
nantinya akan mempengaruhi lebih besar dari pada informasi atau pengajaran lewat instruksi dan
petunjuk yang disampaikan dengan kata-kata. Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa pendidikan,
pembinaan iman, dan takwa anak belum dapat menggunakan katakata (Verbal), akan tetapi
diperlukan contoh yang langsung sebagai teladan, 12Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan...,
h. 105 13Keduanya berprofesi sebagai guru di SDN Tanjung Besar Kecamatan Mekakau Ilir
Kabupaten OKU Selatan (sekarang). Mulai mengabdikan dirinya di dunia pendidikan sebagai guru
honorer di SDN 2 Desa Pulau Duku di Kecamatan yang sama sejak mereka menyelesaikan studinya
masing-masing di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Teran Batumarta
Baturaja Kabupaten OKU Induk (sekarang); dan Pendidikan Guru Agama (PGA) di Palembang
Sumatera Selatan pada tahun 1987 sebagai guru honorer. Pada tahun 2003-2006, keduanya
terdaftar dalam data guru Hornas (Honor Nasional) dan guru Honda (Honor Daerah), baru kemudian
mendapatkan SK sebagai Pegawai Negeri Sipil golongan II/b dan II/a pada 1 Januari tahun 2007 lalu
di bawah naungan Depdiknas. Adapun hubungan keduanya dengan penulis adalah sebagai kakak
kandung dan kakak ipar tertua sekaligus ”guru” bagi penulis secara pribadi. 8 pembiasaan latihan
yang terlaksana di dalam keluarga sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak yang
berlangsung secara alamiah.14 Pendidikan pada masa anak-anak seharusnya sudah dilakukan oleh
orang tua, yaitu dengan cara membiasakan mereka dengan tingkah laku dan akhlak yang diajarkan
agama. Beliau juga memaparkan bahwa, seharusnya para pendidik senantiasa selalu memikirkan
moral, tingkah laku, dan sikap yang harus ditumbuhkan dan dibina pada anak didik. Ia tidak cukup
sekedar menuangkan pengetahuan ke otak anak-anak; hanya memikirkan peningkatan ilmiah dan
kecakapan serta meningkatkan ritus-ritus formal keagamaan semata. Bila pembinaan kepribadian
dan moral agama tidak disertakan dalam pendidikan anak-anak, maka akan lahir manusia-manusi
yang tinggi pengetahuannya namun mereka tidak dapat memberikan manfaat yang betulbetul
kepada masyarakat. Mereka hanya akan memikirkan dan menggunakan ilmu pengetahuannya untuk
mencari keuntungan dan kesenangan diri sendiri. Akhirnya, beliau menegaskan bahwa pendidikan
agama tidak mungkin terlepas dari pengajaran agama. Jika penanaman jiwa agama tak mungkin
dilakukan oleh orang tua di rumah, maka harus dilakukan dengan bimbingan seorang guru. Untuk itu
pendidikan agama harus dilanjutkan di sekolah, tidak cukup oleh orang tua saja. Apalagi dalam
masyarakat masih banyak orang tua yang tidak mengerti agama, ditambah lagi faktor kesibukan
orang tua yang menyita banyak waktu sehingga waktu yang tersedia untuk anak-anak mereka sangat
sedikit. Akibatnya peran orang tua dalam membina mental dan akhlak anak-anak agaknya
terabaikan.15 Bidang study pendidikan agama Islam merupakan bagian dari integral dari semua
program pengajaran dan merupakan usaha bimbingan dan pembinaan guru terhadap siswa dalam
memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam sehingga mereka menjadi manusia
yang bertakwa dan menjadi warga negara yang baik. Pendidikan agama juga perlu diberikan kepada
anak 14 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. (Jakarta: CV. Ruhama, 1995),
Cet. II, h. 56 15 Maftuhu, ”Pendidikan Islam dan Kesehatan Mental”, Dalam Pusat Penelitian IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia; 70
tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. 1, h. 103-108 9 didik
sejak dini, baik dalam keluarga, masyarakat maupun sekolah. Karena, Pendidikan agama berfungsi
sebagai pengontrol, pembimbing, dan pendorong bagi diri anak. Oleh karena itu seorang guru
(tentang guru agama) dituntut untuk menumbuhkan sikap mental, perilaku dan kepribadian yang
tentu saja memerlukan pendekatan yang bijaksana dan hati-hati dari guru. Untuk itu dibutuhkan
kecakapan motivasi dan berpikir jauh kedepan, dengan mencontohkan kepribadian dan keteladanan
seorang guru itu sendiri sebagai contoh atau model yang artinya setiap guru mampu memberikan
contoh bagi anak didiknya, bagaimana berbuat, bersikap dan bertingkah laku yang baik dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, adanya peran guru agama yang dijadikan teladan dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam tersebut diharapkan agar siswa bisa melihat langsung contoh
dari materi-materi yang telah disampaikan. Memberikan motivasi kepada siswa dalam
merealisasikan pendidikan agama Islam tersebut sehingga siswa terpacu untuk melaksanakannya,
seperti shalat berjamaah dan membaca al-qur`an, dilaksanakan bertujuan untuk menambah
pendidikan agama. Disinilah peran guru agama itu sangat penting bagi pelaksanaan pendidikan
agama di sekolah. Dengan menyadari urgensi peran guru di atas, guru dan tenaga pendidik tersebut
perlu dibina, dikembangkan, dan diberikan penghargaan yang layak sesuai dengan tuntutan visi,
misi, dan tugas yang diembannya. Hal ini penting, terutama bila dikaitkan dengan berbagai kajian
dan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa guru memiliki peran yang sangat strategis dan juga
turut menentukan keberhasilan pendidikan dan meningkatkan kualitas pembelajaran, serta
membentuk kompetensi peserta didik. Berbagai kajian dan hasil penelitian tersebut dikemukan oleh
E. Mulyasa sebagai berikut: 1. Murphy, (1992) menyatakan bahwa keberhasilan pembaharuan
sekolah sangat ditentukan oleh gurunya, karena guru adalah pemimpin pembelajaran, fasilitator,
dan sekaligus merupakan pusat inisiatif pembelajaran. Karena itu, guru harus senantiasa
mengembangkan diri secara mandiri serta tidak bergantung pada inisiatif kepala sekolah dan
supervisor. 10 2. Brand dalam Educational leadership (1993) menyatakan bahwa hampir semua
usaha reformasi pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dan penerapan metode pembelajaran,
semuanya bergantung kepada guru. Tanpa penguasaan materi dan strategi pembelajaran, serta
tanpa dapat mendorong siswanya untuk belajar bersungguh-sungguh, segala upaya peningkatan
mutu pendidikan tidak akan mencapai hasil yang maksimal. 3. Cheng dan Wong, (1996), berdasarkan
hasil penelitiannya di Zhejiang, Cina, melaporkan empat karakteristik sekolah dasar yang unggul
(berprestasi), yaitu: (1) adanya dukungan pendidikan yang konsisten dari masyarakat, (2) tingginya
derajat profesionalisme di kalangan guru, (3) adanya tradisi jaminan kualitas (quality assurance) dari
sekolah, dan (4) adanya harapan yang tinggi dari siswa untuk berprestasi. 4. Jalal dan Mustafa,
(2001), menyimpulkan bahwa komponen guru sangat mempengaruhi kualitas pengajaran melalui (1)
Penyediaan waktu lebih banyak pada peserta didik, (2) interaksi dengan peserta didik yang lebih
intensif/sering, (3) tingginya tanggung jawab mengajar dari guru. Karena itu, baik buruknya sekolah
sangat bergantung pada peran dan fungsi guru.16 Sehubungan dengan hasil penelitian tersebut, E.
Mulyasa juga menjelaskan setidaknya terdapat tujuh indikator yang menunjukkan lemahnya kinerja
guru dalam melaksanakan tugas utamanya mengajar yaitu: (a) rendahnya pemahaman tentang
strategi pembelajaran, (b) kurangnya kemahiran dalam mengelola kelas, (c) rendahnya kemampuan
melakukan dan memanfaatkan penelitian tindakan kelas (classroom action research), (d) rendahnya
motivasi berprestasi, (e) kurang disiplin, (f) rendahnya komitmen Profesi, (g) serta rendahnya
kemampuan manajemen waktu. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, tujuan pendidikan nasional
kita sudah dirumuskan dalam undang-undang. Di sana sudah digambarkan profil manusia dan
masyarkat Indonesia yang diinginkan, yakni manusia dan masyarakat Indonesia yang religius, etis,
kreatif, berkepribadian, dan patriotis. Ringkasnya, ciri-ciri manusia berkualitas tercakup tuntas.
Ambil saja satu dimensi manusia religius yang disebut ”beriman dan bertakwa”. Dari hal itu maka
muncullah pertanyaan bagaimana merumuskan profil seorang yang dikatakan bertakwa itu sebagai
acuan dalam pendidikan secara praktikal? Apakah seorang yang bertakwa itu adalah gambaran
pribadi yang penuh 16E.Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru..., h. 9 11 kepatuhan
dalam beribadah, ataukah seseorang yang sungguh-sungguh memiliki kepekaan dalam menangkap
pesan-pesan esensial risalah diniyah? Pilihan tentang penekanan dalam memberikan arti terhadap
”ketakwaan” itu menjadi sangat penting, karena akan memberikan corak terhadap perwujudan
program pendidikan (Islam) yang hendak kita selenggarakan. Taruhlah misalnya, kalau manusia
takwa itu kita artikan sebagai seorang yang memiliki ”kesalehan individu” dan sekaligus memiliki
”kesalehan sosial”, maka persoalan yang timbul berikutnya ialah: Kapan dan dalam lingkungan
pendidikan yang bagaimana, bagian-bagian dari kesalehan tersebut dapat ditumbuhkan? 17 Di SDIT
(Sekolah Dasar Islam Terpadu) Fathona yang terletak di Jl. R. Suprapto No. 469 Baturaja Kabupaten
Ogan Komering Ulu (Kabupaten Induk sekarang) Provinsi Sumatera Selatan, sebagai akibat dari
otonomi daerah yang berimplikasi juga terhadap otonomi pendidikan, maka pihak sekolah
mengambil satu kebaikan yaitu dengan mengadakan shalat Dzuhur berjamaah, tahsin dan tahfidz al-
Qur`an sebagai implementasi pelaksanaan pendidikan agama bagi siswa siswinya. Dengan melihat
urgensi peran guru, khususnya guru agama dalam melaksanakan rangkaian-rangkaian kegiatan
pengajaran agama yang dengannya diharapkan agar siswa siswinya mampu memahami dan
mengimplementasikan pendidikan agama yang telah diberikan, baik ketika belajar di sekolah
maupun diaplikasikan dalam kehidupan sehari-sehari. Serta dengan memperhatikan bagaimana
realita kualitas pendidikan kita dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan sehingga bisa menghasilkan SDM yang lebih berkualitas sebagaimana yang diharapkan,
agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang produktif dan memiliki kepercayaan diri yang kuat
sehingga mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam kehidupan global ini. Dengan dasar
itulah penulis merasa perlu dan tertarik untuk meneliti fenomena di atas yang kemudian dituangkan
dalam bentuk sebuah skripsi dengan judul: “Peran Guru Agama Dalam Pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam Di SDIT Fathona Baturaja Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan” 17Tholchah Hasan,
Diskursus Islam dan Pendidikan…, h. 111 12 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas,
penulis mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Kurangnya peran guru agama dalam
proses pelaksanaan Pendidikan Agama Islam. 2. Kurangnya derajat profesionalisme dan rasa
tanggung jawab guru agama dalam proses pelaksanaan Pendidikan Agama Islam. 3. Kurang
efektifnya metode yang digunakan guru agama dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam. 4.
Adanya faktor-faktor yang menghambat proses pelaksanaan Pendidikan Agama Islam. 5. Kurangnya
jam pelajaran untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah. C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari kekaburan pemahaman dan ruang lingkup yang akan dibahas, kiranya perlu
dikemukakan penjelasan istilah-istilah serta pembatasan masalah antara lain: 1. Yang dimaksud
dengan guru agama dalam penelitian ini adalah guru agama Islam 2. Yang dimaksud dengan peran
guru agama sebagai pendidik (pembimbing dan pengajar) yaitu guru memberikan bantuan kepada
peserta didik berupa memberikan motivasi kepada peserta didik dan memberikan keteladanan bagi
siswa yang bersumber dari guru serta dapat menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik
dengan baik. 3. Peran guru agama sebagai pengelola kelas yaitu guru mampu mengelola kelas
sebagai lingkungan belajar yang baik dan dapat menggunakan fasilitas yang ada secara maksimal
serta dapat memelihara fasilitas dengan maksimal juga. 4. Peran guru agama sebagai evaluator yaitu
untuk mengetahui hasil ujian siswa dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat. 13 5.
Pengertian “Pendidikan Agama Islam” yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan nilai-nilai Islam baik itu dalam bentuk proses pembelajaran maupun kegiatan-kegiatan yang
bercirikan Islam. Dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam tersebut penulis membatasinya hanya
pada langkah-langkah yang harus dilakukan oleh guru agama diantaranya: persiapan mengajar,
pembelajaran, analisa evaluasi dan kegiatan-kegiatan keagamaan. D. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana peran guru agama
sebagai pembimbing dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja? 2.
Bagaimana peran guru agama sebagai pengajar dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT
Fathona Baturaja? 3. Bagaimana peran guru agama sebagai pengelola kelas dalam pelaksanaan
pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja? 4. Bagaimana peran guru agama sebagai
evaluator dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja? 5. Sejauh mana
peran guru agama tersebut telah dilaksanakan? E. Tujuan Penelitian Adapun penelitian ini bertujuan
untuk: 1. Mengetahui peran guru agama sebagai pembimbing dalam pelaksanaan pendidikan agama
Islam di SDIT Fathona Baturaja. 2. Mengetahui peran guru agama sebagai pengajar dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja. 3. Mengetahui peran guru agama
sebagai pengelola kelas dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja. 4.
Mengetahui peran guru agama sebagai evaluator dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di
SDIT Fathona Baturaja. 5. Mengetahui tingkat pelaksanaan peran guru agama dalam pelaksanaan
pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja. 14 F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi ilmu pengetahuan tentang bagaimana
pelaksanaan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan terutama sekolah sebagai lembaga
formal, baik bagi penulis secara pribadi maupun pembaca pada umumnya terutama yang berkiprah
di bidang pendidikan serta sekaligus merupakan sumbangan pemikiran yang dipersembahkan
sebagai pengabdian kepada Almamater, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
15 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakekat Guru Agama 1. Pengertian Guru Agama Nabi Muhammad SAW
diutus oleh Allah ke muka bumi dengan tujuan untuk membebaskan manusia dari kejahilan kepada
pemahaman dan aqidah yang benar. Dapat dikatakan bahwa Rasulullah SAW diutus untuk mengenal
Allah, ajaran Islam, dan juga mengamalkan ajarannya dengan sungguh-sungguh sehingga selamat
dunia akhirat. Hal ini menunjukkan bahwa nabi Muhammad diutus untuk menjadi seorang guru
agama yang dapat membebaskan manusia dari kesesatan dan meluruskannya ke jalan yang baik dan
benar yang diridhai Allah. Kata guru agama terdiri dari dua kata, yaitu guru dan agama. Pengertian
guru menurut Zakiah Daradjat dkk, Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia
telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul
di pundak para orang tua. 1 Menurut Ahmad Tafsir, Guru adalah pendidik yang memegang mata
pelajaran di sekolah. 2 Sementara itu, Moh. Uzer Usman memandang guru sebagai jabatan atau
profesi yang membutuhkan keahlian khusus sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-
syarat khusus, apalagi sebagai 1 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
2009), Cet. 8, h. 39. 2 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), Cet VII, h. 75. 16 guru profesional yang harus menguasai betul seluk-beluk
pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan
dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu dan pendidikan prajabatan.3 Selain itu, dalam
Dictionary of Education dikatakan bahwa guru adalah: (1) seseorang yang bekerja di sebuah
lingkungan yang resmi dengan tujuan untuk memandu dan menunjukkan pengalaman pembelajaran
pada masyarakat di dalam sebuah institusi pendidikan baik negeri maupun swasta. (2) seseorang
yang karena kekayaan/pengalaman luar biasa/pendidikan/keberadaannya di lapangan yang
diberikan, mampu mengkontribusikannya pada pertumbuhan dan perkembangan orang lain yan
mengadakan kontrak dengannya. (3) seseorang yang dilengkapi dengan sebuah kurikulum
profesional di dalam institusi pendidikan guru dan yang mempunyai pelatihan yang diakui secara
resmi dengan sebuah penghargaan sertifikat pengajaran yang layak.4 Menurut UU No 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar
dan pendidikan menengah. Selanjutnya dijelaskan pula pada Pasal 2 ayat 1 bahwa yang dimaksud
dengan tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh
seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik kompetensi, dan sertifikasi pendidik sesuai dengan
persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. 5 3 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru
Professional, , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), Edisi Kedua, h. 5 4 Syafruddin Nurdin, Guru
Profesional & Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), Cet. III, h. 6 5 E. Mulyasa,
”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam Standar Kompetensi dan
Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. III, h. 246 17 Dari pengertian
walaupun redaksinya berbeda, namun mempunyai kesamaan maksud, yaitu bahwa guru bukan
hanya sekedar pemberi ilmu pengetahuan kepada peserta didik di depan kelas. Tetapi juga
merupakan tenaga profesional yang mempunyai kualifikasi akademik kompetensi, yang di samping
memperhatikan aspek kognitif, juga aspek afektif dan psikomotorik pada anak didik agar timbul dan
terbina secara utuh sebagai manusia berkepribadian utuh agar maksud mendidik untuk
mengantarkan peserta didik menuju kedewasaan dapat tercapai. Serta untuk seoptimal mungkin
mengarahkan peserta didik agar mereka memperoleh pengalaman dalam rangka meningkatkan
kompetensi yang diinginkan melalui proses belajar tersebut. Berkenaan dengan ketiga aspek
tersebut di atas, Haidar Putra Daulay menjelaskan bahwa: Pertama, aspek kognitif adalah upaya
yang ditekankan pada pengisian otak peserta didik (tranfer of knowledge), yaitu pemberian
materi/bahan ajar yang dimulai dari yang sederhana seperti menghafal sampai analisis. Hal ini
merupakan langkah awal untuk penanaman dan memberikan pemahaman atas konsep-konsep dasar
atau teori-teori keilmuan kedalam otak peserta didik. Kedua, aspek afektif yang merupakan upaya
mengisi hati, melahirkan sikap positif (tranfer of value), menumbuhkan kecintaan kepada kebaikan
dan membenci kejahatan. Hal ini berkenaan dengan masalah emosi (kejiwaan), terkait dengan rasa
suka, benci, simpati, antipati dan lain sebagainya. Dengan demikian afektif itu adalah sikap batin
seseorang. Dengan kata lain pendidikan agama yang berorientasi kepada ranah pembentukan afektif
ini adalah pembentukan sikap mental peserta didik ke arah menumbuhkan kesadaran beragama
sebagai salah satu bentuk penerapan hasil pelajaran yang tidak hanya pada ranah pemikiran saja,
melainkan juga memasuki ranah rasa. Karena itu sentuhansentuhan emosional beragama perlu
dikembangkan. 18 Ketiga, aspek psikomotorik/perbuatan (tranfer of activity), yaitu timbulnya
keinginan untuk melakukan yang baik dan menjauhi yang buruk berdasarkan konsep bahan yang
telah diperolehnya sebagai implementasi dari materi-materi yang telah diajarkan melalui proses
pembelajaran yang direfleksikan dan teraktualisasikan ke dalam tindakan atau praktik kehidupannya
sehari-hari.6 Sementara itu, agama merupakan sesuatu yang menyangkut kepentingan mutlak setiap
manusia. Oleh karena itu, setiap orang beragama terlibat dengan agama yang dipeluknya, maka
tidaklah mudah menarik sebuah definisi yang mencangkup semua agama. Hal tersebut karena setiap
orang yang beragama cenderung memahami agama menurut ajaran agamanya sendiri. Hal ini pula
ditambah dengan fakta bahwa dalam kenyataan agama di dunia ini amat beragam. Namun, karena
ada segi agama yang sama, suatu rumusan umum dapat dikemukakan dengan pengertian bahwa
agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan
Dia melalui upacara, penyembahan, permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia sesuai
dengan dasar ajaran agama tersebut.7 Di lain sisi, definisi agama dalam pengertian agama Islam,
secara terminologi sebagaimana yang diutarakan oleh Abullah Al-Masdoosi (cendikiawan muslim
asal Fakistan); menurut pandangan Islam, agama ialah kaidah hidup yang diturunkan kepada ummat
manusia, sejak manusia digelar ke atas buana ini, dan terbina dalam bentuknya yang terakhir dan
sempurna dalam Al-Qur`an yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, satu kaidah hidup
yang memuat tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup manusia baik spritual maupun
materi. 8 6 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,
(Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 39 7 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT
Raja Grapindo Persada, 2000), Cet III, h.39-40 8 learning.gunadarma.ac.id/.../agama_islam/bab3-
agama_islam. Rabu 23 Maret 2011, Pkl. 10.30 19 Sedangkan kata Islam sendiri, berasal dari kata
aslama-yuslimuislaman artinya tunduk, patuh, menyerahkan diri. Kata Islam diambil dari kata dasar
salama atau salima yang artinya selamat, sejahtera, tidak cacat, tidak tercela. Islam adalah nama
yang diberikan oleh Allah sendiri, sebagaimana ayat Al-Qur`an menyebutkan Innad-dina`indallahi Al-
Islam (Q.S, 3:19). Islam merupakan agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-rasulnya untuk
diajarkan kepada manusia yang dibawa dari generasi ke generasi berikutnya. Yang disampaikan
secara estafet bak mata rantai yang sambung-menyambung, tetapi dalam satu kesatuan tugas yaitu
menyampaikan risalah ilahiyah (tauhid) yang berisikan ajaran dan peringatan bagi manusia serta
dilengkapi dengan hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan dari Allah sesuai dengan hajat dan
kebutuhan saat itu. Maka ketika Islam datang kepada Nabi Muhammad SAW, Islam menjadi agama
universal atas berbagai suku golongan di muka bumi dan akan disampaikan kepada manusia sampai
akhir zaman dalam satu komando Lailaha illallah Muhammadarrasulullah. Islam bukan sekadar
akhlak, ritual ibadah harian, bukan juga hanya untuk memenuhi segi spiritual kehidupan manusia
saja, akan tetapi merangkumi semua segi dari kehidupan ini9 Agama dalam Islam adalah cara hidup,
cara berfikir, berideologi, dan bertindak. Agama meliputi sistem-sistem politik, ekonomi, sosial,
undangundang dan ketata-negaraan. Agama berperan dalam membentuk pribadi insan kamil
disamping juga membentuk masyarakat yang ideal, agama menitik beratkan pembentukan moral
dan spiritual sebuah masyarakat tetapi tidak lupa juga membangun tamadun dan membina empayar
yang kukuh dan berwibawa dimata dunia. Lebih daripada itu Islam adalah cara hidup (way of life).
Agama Islam memberi jawaban kepada pertanyaan abadi kehidupan (eternal question of life)
pertanyaan tersebut adalah darimanakah asal-usul manusia? Kemanakah mereka akan pergi dan
apakah arti kehidupan ini? Dari awal Islam telah memberikan jawaban 9
learning.gunadarma.ac.id/.../agama_islam…, 20 kepada persoalan tersebut dengan jelas. Bahkan
menyediakan jalan bagaimana manusia harus hidup agar mereka tidak sia-sia dan sesat dengan
menerangkan bahwa satu-satunya cara untuk selamat adalah dengan menuju kearah al-sirat al-
mustaqim (jalan yang lurus) Inilah yang dinamakan agama menurut Islam, jadi apa yang dianggap
agama oleh barat adalah bukan agama (tidak lengkap) menurut Islam, ataupun Islam bukan hanya
sekadar agama dalam pengertian Barat yang sempit.10 Jadi, dari penjelasan tentang definisi guru
dan agama di atas dapat dipahami bahwa guru agama Islam adalah seorang pendidik yang
mengajarkan pendidikan agama Islam yang mencakup mata pelajaran AlQur’an Hadits, Aqidah
Akhlak, Fiqh dan Sejarah Kebudayaan Islam agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat
memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup.
Selain itu, di samping melaksanakan tugas pengajaran, yaitu memberikan pengetahuan keagamaan,
ia juga melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, ia membantu
pembentukan kepribadian, pembinaan akhlak, di samping menumbuhkan dan mengembangkan
keimanan dan ketakwaan para peserta didik, Serta ia pun harus memperbaiki mana yang kurang baik
pada mereka, karena anak didik datang ke sekolah telah membawa berbagai nilai dan pengalaman
keagamaan yang diperolehnya dari orang tuanya masing-masing. Ada yang sudah baik, tapi ada juga
yang kurang, bahkan mungkin ada yang tidak baik sama sekali, sesuai dengan keadaan orang tuanya
masingmasing.11 Karena itu guru agama masuk ke dalam kelas dengan segala apa yang ada
padanya. Caranya berpakaian, berbicara, bergaul, bahkan caranya berjalan, makan, minum, duduk
dan diamnya, semuanya ikut menunjang keberhasilannya dalam melaksanakan tugas pendidikan
agama bagi peserta didik. 10 www.angelfire.com/country/maridjan/agama.htm, Rabu 23 Maret
2011, Pkl. 10.30 11 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. (Jakarta: CV.
Ruhama, 1995), Cet. II, h. 99-100 21 2. Kualifikasi Guru Agama Menurut bahasa, kata kualifikasi
diartikan dengan ”Pembatasan; penggolongan; tingkatan kapabilitas; kecakapan; syarat; watak;
sifat”.12 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi kualifikasi adalah keahlian yang
diperlukan untuk melakukan sesuatu, atau menduduki jabatan tertentu. Jadi, kualifikasi mendorong
seseorang untuk memiliki suatu keahlian atau kecakapan khusus. 13 Kualifikasi guru dapat
dipandang sebagai pekerjaan yang membutuhkan kemampuan yang mumpuni. Bahkan, kualifikasi
terkadang dapat dilihat dari segi derajat lulusannya, sebagaimana dalam penjelasan UU Sisdiknas
2003, ditetapkan bahwa guru Sekolah Dasar (SD) saja harus lulusan Strata 1 (S-1), apalagi bagi guru
yang mengajar pada tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU). (PP RI No 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan Pasal 29 ayat 2).14 Selain itu, Perlulah disimak dengan cermat tuntutan
terhadap kualifikasi guru secara formal. Hal ini dengan jelas tercantum dalam UU RI Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen pada Pasal 20 yang menyatakan sebagai berikut: “Dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban: (b) meningkatkan dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkebangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni.”15 Berkenaan dengan hal itu, berbagai upaya peningkatan
program pendidikan kini terus direncanakan, dilaksanakan dan terus dievaluasi untuk mencapai hasil
maksimal. Hal ini tidak lain adalah perwujudan atau refleksi dari adanya tugas yang mulia yang
diemban oleh Departemen Pendidikan Nasional dan merupakan salah satu lisensi kebijakan 12 Sutan
Rajasa, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Karya Utama, 2002), h. 338 13 Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 621. 14
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS),
(Bandung, Citra Umbara, 2008), Cet. I, h. 74 15 E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen”, dalam standar..., h. 231 22 pemerintah untuk para guru dalam kelayakan
pelaksanaan pendidikan, sehingga profesionalisme yang dimaksudkan dapat tercapai, yang
bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan bagi generasi muda bangsa
Indonesia yang diharapkan mampu memiliki pengetahuan, ketrampilan dan akhlak mulia agar
mampu tetap survive dalam persaingan ketat di era globalisasi yang mau atau tidak mau harus
dihadapi oleh bangsa ini. Lebih luas lagi, profesionalisme guru tersebut adalah sebagai konsekuensi
logis, bahwa profesi keguruan merupakan concern dunia pendidikan. Hal ini pula mengisyaratkan
bahwa guru sebagai ujung tombak pengemban tugas mendidik anak-anak bangsa, yang juga
merupakan agen pembangunan dan sekaligus agen pembaharuan ditutut agar tidak ketinggalan
zaman dengan begitu pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun sebaliknya
dituntut agar mampu berkreativitas dan berinovasi seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi.
Artinya bahwa dalam melaksanakan tugas mendidik bangsa, guru dituntut mampu melaksanakan
tugas secara profesional, efisien dan efektif. Dengan kata lain guru dari TK, SD,SLTP dan SMA
dituntut oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional memeliki kualifikasi ideal, yaitu
bersertifikat S1/D IV. Menurut Anwar Jasin yang dikutip oleh Mujtahid salah seorang dosen Fakultas
Tarbiyah UIN Maliki Malang; kualifikasi guru dapat ditilik dari tiga hal. 16 Pertama, memiliki
kemampuan dasar sebagai pendidik. Kualitas seperti ini tercermin dari diri pendidik. Adapun
persyaratan yang harus dimiliki oleh jiwa pendidik antara lain: a. Beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa b. Berwawasan ideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 16
Mujtahid,http://www.komunitaspendidikan.blogspot.com/memahami-tentangkualifikasi-guru-
di.html, Sabtu, 20 Nov 2010, pkl. 20.20. 23 c. Berkepribadian dewasa, terutama dalam melaksanakan
fungsinya, sebagai orangtua kedua, in loco parentis, bagi siswa-siswanya d. Mandiri (independen
judgement), terutama dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran dan
pengelolaan kelas. e. Penuh rasa tanggungjawab, mengetahui fungsi, tugas dan tanggungjawabnya
sebagai pendidik dan pelatih, serta mampu memutuskan sesuatu dan melaksanakan tugasnya sesuai
dengan fungsi, tugas dan tanggungjawabnya, serta tidak menyalahkan orang lain dalam memikul
konsekuensi dari keputusannya terutama yang berkaitan dengan pembelajaran dan pengelolaan
kelas. f. Berwibawa, mempunyai kelebihan terhadap para siswanya terutama penguasaan materi
pelajaran dan ketrampilan megerjakan sesuatu dalam pembelajaran dan pengelolaan kelas. g.
Berdisiplin, mematuhi ketentuan peraturan dan tata tertib sekolah dan kelas. h. Berdedikasi,
memperlihatkan ketekunan dalam melaksanakan tugas membimbing, mengajar dan melatih para
siswanya, sebagai pengabdi atau ibadat.17 Kedua, memiliki kemampuan umum sebagai pengajar.
Sebagai pengajar, seorang guru, di samping memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik, juga perlu
dan harus memiliki kemampuan sebagai prasyarat untuk mencapai kemampuan khusus dalam
rangka memperoleh kualifikasi dan kewenangan mengajar. Kemampuan umum itu terdiri dari atas
penguasaan antara lain: a. Ilmu pendidikan atau pedagogik, didaktik dan metodik umum, psikologi
belajar, ilmu-ilmu keguruan lain yang relevan dengan jenis jenjang pendidikan. b. Bahan kajian
akademik yang relevan dengan isi dan bahan pelajaran (kurikulum) yang diajarkannya. 17
Mujtahid,http://www.komunitaspendidikan..., 24 c. Materi kurikulum (isi dan bahan pelajaran) yang
relevan dan cara-cara pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman kegiatan belajar mengajar. d.
Kemahiran mengoperasionalkan kurikulum (GBPP) termasuk pembuatan satuan pelajaran, persiapan
mengajar harian, merancang KBM, dan lain-lain. e. Kemahiran pembelajaran dan mengelola kelas. f.
Kemahiran memonitor dan mengevaluasi program, proses kegiatan dan hasil belajar. g. Bersikap
kreatif dan inovatif dalam melaksanakan kurikulum, serta mengatasi masalah-masalah praktis
pembelajaran dan pengelolaan kelas.18 Ketiga, mempunyai kemampuan khusus sebagai pelatih.
Kemampuan khusus ini bertujuan untuk melatih para siswanya agar terampil menguasai materi
pelajaran. Terutama mata pelajaran yang membutuhkan keterampilan langsung dari siswa. Karena
itu, untuk memperoleh kewenangan mengajar, guru berkewajiban menjabarkan program
pembelajaran yang tertera dalam rancangan kurikulum ke dalam sistem belajaran yang yang lebih
bersifat operasional. Untuk mempermudah dalam proses belajar mengajar, para guru diminta
memiliki keahlian khusus dalam mendesain pengajaran secara mandiri. Materi atau mata pelajaran
butuh penjabaran teknis yang harus dilakukan guru, supaya dapat diterima oleh peserta didik
dengan mudah.19 Dengan demikian, modal kualifikasi kependidikan yang ditawarkan di atas,
diharapkan bisa meringankan tugas guru dalam menghadapi masa depan dapat terwujudkan secara
tepat dan cermat. Sebab, jika tingkat kompetitif guru yang dihadapi dengan kualifikasi kependidikan,
maka eksistensi guru akan tetap survive dengan sendirinya. Bahkan prospek masa depannya juga
akan semakin baik serta banyak yang akan membutuhkan dan mencarinya. 18
Mujtahid,http://www.komunitaspendidikan..., 19Mujtahid,http://www.komunitaspendidikan..., 25
Dari beberapa persyaratan guru yang dikemukan di atas menunjukkan bahwa seorang guru
terutama guru agama bukan hanya orang yang berilmu pengetahuan saja, akan tetapi harus beriman
dan bertakwa kepada Allah SWT, sebab guru agama adalah figur Rasulullah SAW bagi ummat Islam
yang diteladani segala tingkah lakunya serta memiliki kompetensi, dimana dalam Undang-undang No
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 10 ayat 1 bahwa: ”Kompetensi guru sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadiaan, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”. 20 Adapun
kompetensi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa: 1. Yang dimaksud
dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
Kemampuan tersebut meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pegembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimiliki. 2. Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah
kemampuann kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan
peserta didik. Mengenai kompetensi kepribadian ini, tercakup pula di dalamnya bahwa kepribadian
guru tersebut tidak hanya menjadi dasar bagi guru untuk berperilaku, tetapi juga akan menjadi
model keteladanan bagi para siswanya dalam perkembangannya.21 20 E. Mulyasa, ”Undang-undang
RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam standar..., h. 229 21 Tohirin, Psikologi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), Edisi II, h. 169. 26
Kepribadian terpadu dapat menghadapi segala persoalan dengan wajar dan sehat, karena segala
unsur dalam pribadinya bekerja seimbang dan serasi. Pikirannya mampu bekerja dengan tenang,
setiap permasalahan dapat dipahaminya secara obyektif, memahami kelakuan anak didik sesuai
dengan perkembangan jiwa yang sedang dilaluinya. Perasaan dan emosinya tampak stabil, optimis
dan menyenangkan. Dia dapat memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa diterima dan
disayangi oleh guru, betapapun sikap dan tingkah lakunya. Apalagi bagi anak didik yang masih kecil,
guru adalah orang yang pertama sesudah orang tua, yang mempengaruhi pembinaan kepribadian
anak didik. Cara guru berpakaian, berbicara, berjalan dan bergaul yang juga mempunyai pengaruh
terhadap anak didik. Kalaulah tingkah laku atau akhlak guru tidak baik, pada umumnya akhlak anak
didik akan rusak olehnya, karena anak mudah terpengaruh oleh orang yang dikaguminya.22 3. Yang
dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasan materi pelajaran secara
luas dan mendalam. Kompetensi profesional guru ini dapat dicerminkan dengan kemampuan
penguasaan materi pelajaran, kemampuan penelitian dan penyusunan karya ilmiah, kemampuan
pengembangan profesi, dan pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan, yang
memungkinkannya untuk membimbing peserta didik untuk memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
4. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik,
sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.23 22 Zakiah Daradjat,
Kepribadian Guru, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2005), Cet. Ke-4, h. 10-13 23 E. Mulyasa, ”Undang-
undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam standar..., h. 246 27 Bagi seorang
guru agama, selain diperlukan syarat-syarat untuk menjadi guru dan memiliki kompetensi guru, juga
guru hendaknya mengetahui pula sekedar ciri perkembangan jiwa agama pada anak dalam tiap
tahap pada umur, serta mengetahui pula latar belakang dan pengaruh pendidikan, serta lingkungan
di mana si anak lahir dan di besarkan. Agar ia dapat melaksanakan tugasnya, dengan cara yang
berhasil guna dan berdaya guna untuk mencapai tujuan pendidikan agama yang telah ditentukan.24
3. Peran Guru Agama Peranan adalah dari kata dasar “peran” yang ditambahkan akhiran “an”. Peran
memiliki arti ”perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki untuk orang yang berkedudukan di
masyarakat”, sedangkan peranan adalah ”bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan”.25 Kata
”peran” bisa juga di artikan dengan pemeran, pelaku, dan pemain; sedangkan ”peranan” dapat
diartikan dengan fungsi, kedudukan atau bagian kedudukan.26 Peranan adalah sesuatu yang
menjadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama (di dalamnya terjadi sesuatu hal).
Peranan berarti ”bagian yang harus dilakukan di dalam suatu kegiatan”.27 Peran dan kompetensi
guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukan oleh Adams
dan Decey dalam Basic Principles of Student Teaching, antara lain: guru sebagai pembimbing,
pengajar, pemimpin, pengelola kelas, dan evaluator. 28 24 Zakia Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta:
Bulan Bintang, 2009), Cet.17, h. 77-80 25 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 870 26 Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer..., h.
468 27Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problem Remaja, (Jakarta:
Kalam Mulia, 2009), Cet I, h. 9. 28 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2001), Edisi Kedua, h. 9 28 a. Guru Sebagai Pembimbing Guru sebagai
pembimbing dan pemberi bimbingan adalah dua macam peranan yang mengandung banyak
perbedaan dan persamaannya. Keduanya sering dilakukan oleh guru yang ingin mendidik dan yang
bersikap mengasihi dan mencintai murid. Dalam hal ini sekurang-kurangnya yang harus dipelihara
oleh guru secara terus menerus adalah suasanan keagamaan, keja sama, rasa persatuan, perasaan
puas murid terhadap pekerjaan dan kelasnya. Dengan terjadinya pengelolaan yang baik, maka guru
akan lebih mudah mempengaruhi murid di kelasnya dalam rangka pendidikan dan pengajaran agama
Islam khususnya.29 Peran guru dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah dapat dibedakan menjadi
dua yaitu: 1. Tugas guru dalam layanan bimbingan di kelas: Peran guru sebagai pembimbing dalam
melaksanakan proses belajar mengajar, sebagaimana berikut: a) Menyediakan kondisi-kondisi yang
memungkinkan setiap siswa merasa aman, dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang
dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian. b) Mengusahakan agar siswa dapat memahami
dirinya, kecakapankecakapan, sikap, minat dan pembawaan. c) Mengembangkan sikap-sikap dasar
baga tingkah laku sosial yang baik. d) Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi siswa untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. e) Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat,
kemampuan dan minat.30 Di samping tugas-tugas tersebut, dapat melakukan tugas-tugas bimbingan
dalam proses pembelajarannya yaitu melaksanakan kegiatan diagnostis kesulitan-kesulitan belajar
dan dapat memberikan 29 Zakia Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta:Bumi
Aksara, 1995), h. 266-268 30 Soetjipto Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta,2007),
Cet. III, h.107 29 bantuan sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya kepada murid dalam
memecahkan masalah pribadi. 2. Tugas guru dalam operasional bimbingan di luar kelas. Tugas guru
dalam layanan bimbingan tidak terbatas dalam kegiatan proses belajar mengajar atau dalam kelas
saja, tetapi juga kegiatan-kegiatan bimbingan di luar kelas. Tugas-tugas bimbingan itu antara lain: a)
Memberikan pengajaran perbaikan b) Membeerikan pengayaan dan pengembangan bakat siswa c)
Melakukan kunjungan rumah d) Menyelenggarakan kelompok belajar.31 Jadi guru sebagai
pembimbing adalah guru yang mempunyai tugas tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh
dalam kegiatan bimbingan dan konsoling terhadap sejumlah peserta didik, serta dapat memberikan
motivasi dalam hal belajar, menjalankan ibadah dan prilaku baik, dan memberikan contoh atau
keteladanan kepada peserta didik dengan sumber keteladanan yaitu guru. b. Guru Sebagai Pengajar
Menurut Raflis Kosasi sebagaimana yang dikutif oleh Nasyiruddin bahwa, mengajar ialah suatu usaha
untuk membuat siswa dapat belajar, yaitu usaha yang dilakukan oleh guru sehingga menyebabkan
adanya perubahan tingkah laku pada diri anak. Selain itu Nasyiruddin juga mengutarakan pendapat
Nasution bahwa mengajar merupakan usaha untuk mengatur dan mengorganisir lingkungan
sehingga dapat tercipta suatu situasi dan kondisi yang baik bagi siswa dalam belajar. Dengan
demikian anak dapat belajar secara aktif dan guru berperan sebagai pembimbing dan pengorganisir
terhadap kondisi belajar anak. Pembelajaran ini disebut dengan (Pupil Centered) dan peran guru
disebut (Manajer of Learning). 32 31 Soetjipto Raflis Kosasi, Profesi Keguruan,……h. 110 32 M.
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. 1 h.
19-21 30 Guru bertugas memberikan pengajaran di dalam sekolah (kelas). Ia menyampaikan
pelajaran agar peserta didik memahami dengan baik semua pengetahuan yang telah
disampaikannya. Selain dari itu Ia juga berusaha agar terjadi perubahan sikap, keterampilan,
kebiasaan, hubungan sosial, apresiasi, dll melalui pengajaran yang diberikannya. Guru juga
merupakan personal sekolah yang memiliki kesempatan untuk bertatap muka lebih banyak dengan
siswa dibandingkan dengan personil lainnya sehingga guru dapat leluasa dalam melaksanakan
perannya. Mengingat lingkup pekerjaan guru, seperti yang dilukiskan diatas, maka tugas guru itu
meliputi; pertama tugas pengajaran atau sebagai pengajar, kedua tugas bimbingan dan penyuluhan
termasuk juga didalamnya guru sebagai motivator, dan ketiga tugas administrasi atau guru sebagai
”pemimpin” (manajer kelas).33 Jadi dapat disimpulkan bahwa, mengajar adalah usaha bagaimana
mengatur lingkungan dan adanya interaksi subjek (anak) dengan lingkungannya sehingga terciptalah
kondisi belajar yang baik. Ketiga tugas tersebut dilaksanakan secara seimbang dan serasi. Tidak
boleh ada satupun yang terabaikan, karena semuanya fungsional dan saling berkaitan dalam menuju
keberhasilan pendidikan sebagai suatu kepaduan yang tidak terpisahan. c. Guru Sebagai Pengelola
Kelas Dalam perannya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai
lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi.
Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan
pendidikan. Pengawasan terhadap lingkungan belajar itu turut menentukan sejauhmana lingkungan
tersebut menjadi lingkungan yang baik dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa
aman, dan kepuasan dalam mencapai tujuan.34 33 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran
Agama Islam…, h. 265 34 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…, h.10 31 Tujuan pengelolaan
kelas ini adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan
belajar mengajar agar mencapai hasil yang baik. sedangkan tujuan khususnya adalah
mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alatalat belajar, menyediakan kondisi-
kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, Serta membantu siswa untuk memperoleh
hasil yang diharapkan.35 Sebagai pengelola kelas guru bertanggungjawab memelihara lingkungan
fisik kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar di dalam kelasnya. Jadi pengolahan kelas
yang baik adalah mengadakan kesempatan bagi siswa untuk sedikit demi sedikit mengurangi
ketergantungannya pada guru sehingga mampu mambimbing kegiatannya sendiri dan tidak lupa
pula menciptakn lingkungan belajar yang baik serta dapat menggunakan fasilitas yang ada secara
optimal begitu pula dengan memeliharanya. d. Guru Sebagai Evaluator Dalam UUSPN 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu pada Bab XVI/Evaluasi pada Pasal 57 ayat 1 dan 2 yaitu: (1)
Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk
akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan; (2) Evaluasi
dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan
nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.36 Di dalam proses belajar mengajar
guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik yaitu guru dapat mengetahui keberhasilan dan
pencapaian tujuan. Penguasaan siswa terhadap pelayanan serta ketepatan atau keefektifan metode
mengajar, guru mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil
yang 35 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…, h.10 36 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun
2003…, h. 31 32 baik dan memuaskan, atau sebaliknya. Guru hendaknya terus menerus mengikuti
hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui
evaluasi ini merupakan umpan balik (feedback) terhadap proses belajar mengajar.37 Guru
hendaknya mampu dan terampil dalam melaksanakan penilaian, karena dengan penilaian guru
dapat mengetahui prestasi yang dicapai siswa setelah melaksanakan proses belajar mengajar akan
terus menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal. Dan materi yang sudah
disampaikan itu tepat sehingga mendapatkan hasil yang optimal pula. Adapun tujuan dan fungsi
evaluasi hasil pada dasarnya dapat digolongkan ke dalam empat katagori: 1. Untuk memberikan
umpan balik (feedback) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar. 2.
Untuk menentukan angka kemajuan/hasil belajar masing-masing murid yang menjadi bahan
pertimbnagan untuk menentukan kenaikan kelas dan penentuan lulus atau tidaknya murid. 3. Untuk
menempatakan murid dalam situasi belajar-mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan
yang dimiliki murid. 4. Untuk mengenal latar belakang (psikologi, fisik, dan lingkungan) murid yang
mengalami kesulitan-kesulitan belajar, yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam
memecahkan kesulitankesulitan tersebut.38 Pelaksanaan fungsi pertama dan kedua lebih
ditekankan kepada guru sebagai pengajar, sedangkan pelaksanaan fungsi ketiga dan keempat lebih
merupakan tanggung jawab bimbingan dan penyuluhan. Sehubungan dengan keempat fungsi yang
dikemukan di atas, evalusi hasil belajar dapat digolongkan atas empat jenis pula: 37 Moh. Uzer
Usman, Menjadi Guru Profesional…, h. 11-12 38 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan
Keagamaan, (Jakarta, PT. Gemawindu Pancaperkasa, 2000), Cet. 1, h. 75-76 33 1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah evalusi yang dilaksanakan untuk keperluan memberi umpan balik (feedback)
kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan melaksanakan
pelayanan khusus bagi siswa. Hal ini lebih ditujukan untuk keperluan menyempurnakan proses
belajarmengajar yang dalam prosedur pelaksanaannya cenderung dibatasi pada penilaian terhadap
aspek pengetahuan (cognitive) dan/atau ketrampilan (psychomotor) yang dapat diadakan beberapa
kali dalam setiap semester dengan menggunakan pendekatan criterien referenced yaitu
memberikan informasi tentang apakah seorang siswa telah menguasai tujuan instruksional yang
diinginkan atau belum, bukan untuk membedakan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.
Karenanya, pendekatan ini cocok untuk keperluan: a) Menilai efektifitas suatu program pengajaran
yang diberikan. b) Menilai sejauh mana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan di dalam
suatu program tertentu yang merupakan persyaratan untuk dapat mengikuti program selanjutnya. 2.
Evaluasi Sumatif Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan memberikan
angka kemajuan belajar siswa yang sekaligus dapat digunakan untuk memberikan laporan kepada
orang tua, penentuan kenaikan kelas, dan sebagainya yang lebih ditujukan untuk keperluan
memberikan angka. Dalam prosedur pelaksanaannya tidak terbatas hanya pada penialaian terhadap
aspek pengetahuan (cognitive) dan/atau ketrampilan (psychomotor) saja, tetapi juga ranah
nilai/sikap/rasa yang diadakan diakhir dalam setiap semester, dengan menggunakan 34 pendekatan
norma referenced yaitu menggambarkan kemampuan seorang murid dibandingkan dengan
temantemannya yang lain dalam kelas yang sama (norma kelompok). Dengan pendekatan ini, test
disusun untuk dapat membedakan siswa yang satu dengan siswa yang lain dalam hal penguasaan
mereka terhadap materi/bahan pelajaran. Karenanya, pendekatan ini lebih tepat diterapkan untuk
keperluan pemberian angka, kenaikan kelas, ataupun seleksi. 3. Evaluasi Penempatan Evaluasi
penempatan adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan menempatkan siswa pada situasi
belajarmengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimilikinya. 4. Evaluasi
Diagnostik Adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk mengenal latar belakang (psikologi, fisik, dan
lingkungan) murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, yang hasilnya dapat digunakan
sebagai dasar dalam memecahkan kesulitan tersebut. Evaluasi jenis ini erat hubungannya dengan
kegiatan bimbingan dan penyuluhan di sekolah39 Adapun dalam penjelasan Slameto, guru memiliki
peran atau tugas yang meliputi diantaranya: 1. Sebagai perencana pengajaran, guru diharapkan
mampu untuk merencanakan kegiatan belajar-mengajar yang efektif. Untuk itu, guru harus
menguasai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan mengajar, seperti merumuskan tujuan,
memilih bahan, memilih metode, menetapkan evaluasi, dan sebagainya. 39 Abdul Rachman Shaleh,
Pendidikan Agama dan Keagamaan…, h. 76-77 35 2. Sebagai pengelola pengajaran, guru harus
mampu mengelola situasi dan kondisi kegiatan belajar-mengajar yang kondusif sehingga siswa dapat
belajar secara efektif dan efisien. 3. Sebagai motivator, guru harus mampu menimbulkan,
memelihara, dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. 4. Sebagai pembimbing dalam proses
pembelajaran, guru diharapkan mampu untuk mengenal dan memahami setiap siswa baik secara
individu maupun kelompok sehingga guru dapat membantu permasalahan siswa dengan
memberikan bimbingan yang tepat.40 Menurut Mohammad Surya dalam kutipan Tohirin bahwa
guru memiliki peranan yang sangat luas dan dapat dilihat dari berbagai aspek, tidak hanya terbatas
pada peranannya di sekolah. Adapun peranan guru tersebut antara lain: 1. Dari aspek lingkungan a)
Di sekolah, guru berperan sebagai pendidik, pengajar, perancang dan pengelola pengajaran serta
hasil pembelajaran siswa. b) Di keluarga, guru berperan sebagai family educator. c) Di masyarakat,
guru berperan sebagai social developer (Pembina masyarakat), social motivator (pendorong
masyarakat), social innovator (penemu masyarakat) dan sebagai social agent (agen masyarakat). 2.
Dari segi dirinya pribadi (self oriented), guru memiliki peranan sebagai seorang pengabdi
masyarakat, pelajar yang senantiasa belajar dari pengalaman-pengalamannya guna pengembangan
keilmuannya, suri tauladan dan pengganti orang tua yang memberikan rasa aman bagi anak
didiknya. 40 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: RINEKA CIPTA,
1995), Cet III, h. 98-100. 36 3. Dari segi aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, guru
memiliki peranan sebagai pengambil inisiatif, seorang ahli dalam bidangnya, wakil masyarakat di
sekolah, penegak disiplin, administrator, pemimpin generasi muda dan penerjemah kepada
masyarakat. 4. Dari segi psikologis, peran guru meliputi sebagai pakar psikologi belajar, komunikator
yang baik, inovator, memiliki kreatifitas yang tinggi dan petugas kesehatan mental guna memahami
kondisi kejiwaan siswa dalam kegiatan pembelajaran dan bimbingan.41 Menurut Muhaimin, tugas
guru PAI adalah berusaha secara sadar untuk membimbing, mengajar dan atau melatih siswa agar
dapat: 1. Meningkatkan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah swt yang telah ditanamkan
dalam lingkungan keluarga. 2. Menyalurkan bakat dan minatnya dalam mendalami bidang agama
serta mengembangkannya secara optimal, sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri
maupun bagi orang lain. 3. Memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan
kelemahan-kelemahannya dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam
kehidupan sehari-hari. 4. Menangkal dan mencegah pengaruh negatif dari kepercayaan, paham, atau
budaya lain yang membahayakan dan menghambat perkembangan keyakinan siswa. 5.
Menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang
sesuai dengan ajaran Islam. 6. Menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman hidup untuk mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. 41 Tohirin, Psikologi Pembelajaran…, h. 165-167. 37 7.
Mampu memahami, mengilmui pengetahuan agama Islam secara menyeluruh sesuai dengan daya
serap siswa dan keterbatasan waktu yang tersedia.42 Menurut Zakiah Daradjat dalam
bukunya”Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah” menjelaskan bahwa guru agama berbeda
dengan guru-guru bidang studi lainnya. Guru agama selain melaksanakan tugas pengajaran dalam
menyampaikan ilmu-ilmu agama dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan anak
didiknya, ia juga melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, seperti
membentuk kepribadian dan pembinaan akhlak anak didiknya.43 Dari beberapa pendapat yang
dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa betapa guru agama mempunyai andil/peran yang
sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam, baik itu di lembaga pendidikan formal
maupun non formal terutama tugasnya sebagai pembimbing. Guru bukan hanya sekedar pemberi
ilmu pengetahuan kepada peserta didik di depan kelas, tetapi juga merupakan tenaga profesional
yang mempunyai kualifikasi akademik, selain memperhatikan aspek kognitif, juga aspek afektif dan
psikomotorik pada anak didik agar timbul dan terbina secara utuh sebagai manusia berkepribadian
utuh agar maksud mendidik untuk mengantarkan peserta didik menuju kedewasaan dapat tercapai.
Serta untuk seoptimal mungkin mengarahkan peserta didik agar mereka memperoleh pengalaman
dalam rangka meningkatkan kompetensi yang diinginkan melalui proses belajar tersebut. Ringkasnya
guru agama dengan berbagai perannya tersebut dituntut untuk dapat menumbuhkembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. 42 Muhaimin, et al, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. III, h. 83. 43 Zakiah
Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV Ruhama, 1995), Cet. II, h. 99. 38
B. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Mengenai pengertian pendidikan
agama Islam ini, penulis mencoba memaparkan dari berbagai pendapat para tokoh pendidikan,
diantaranya: Menurut Zakiah Daradjat, pendidikan agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan
asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati
dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life).
44 Pendidikan agama diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk membentuk manusia
agamis dengan menanamkan aqidah keimanan, amaliah, dan budi pekerti atau akhlak yan terpuji
untuk menjadi manusia yang takwa kepada Allah SWT.45 Menurut Muhaimin, Pendidikan Agama
Islam adalah upaya mendidikan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya agar menjadi way of
life (pandangan dan sikap hidup) seseorang. 46 Abdul Madjid dan Dian Andayani mendefinisikan
Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan
peserta didik untuk meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. 47 Menurut Sahilun A. Nasir mendefinisikan bahwa pendidikan agama Islam adalah
suatu usaha yang sistematis dan pragmatis dalam membimbing anak didik yang beragama Islam
dengan cara yang sedemikian rupa, sehingga ajaran-ajaran Islam itu benar-benar dapat menjiwai,
menjadi bagian yang integral dalam pribadinya, dimana ajaran- 44 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu
Pendidikan..., h. 86. 45M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam...,h. 4 46
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), Edisi I, h. 5.
47Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung, PT
Remaja Rosdakarya, 2004), Cet I, h. 132. 39 ajaran menjadi pengontrol terhadap perbuatan,
pemikiran dan sikap mentalnya.48 Sedangkan menurut H.M Arifin, dalam ”Kapita Selekta Pendidikan
(Islam dan Umum), adalah usaha pembinaan dan pengembangan pendidikan agama dimana dititik
beratkan pada internalisasi nilai iman, Islam dan Ihsan dalam pribadi manusia muslim yang berilmu
pengetahuan luas.49 Jadi, pendidikan agama Islam adalah suatu usaha dan upaya pendidikan
jasmani dan rohani yang bernafaskan Islam guna menyiapkan peserta didik agar dapat
merealisasikan nilai-nilai Islam tersebut dalam kehidupannya sehari-hari baik untuk dirinya sendiri
atau pun kepada orang lain. 2. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam Pelaksanaan pendidikan agama
Islam di sekolah mempunyai landasan dasar yang kuat. Dasar tersebut menurut Zuhairini dkk dapat
ditinjau dari berbagai segi, yaitu: a. Dasar Yuridis/Hukum. Dasar pelaksanaan pendidikan agama
berasal dari perundang-undangan yang secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalam
melaksanakan pendidikan agama di sekolah secara formal. Dasar yuridis tersebut terdiri dari dasar
ideal, yaitu dasar falsafah negara Pancasila yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Dasar
struktural/konstitusional, yaitu UUD`45 dalam Bab XI Pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi: 1) Negara
berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa; 2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.
48 Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama..., h. 11-12. 49 H.M Arifin, Kapita Selekta Pendidikan;
Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 4-5 40 b. Aspek Sosio-Psikologis, yaitu dasar yang
berkenaan dengan aspek kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa manusia
dalam hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dihadapkan pada hal-hal
yang terkadang membuat hatinya tidak tenang sehingga memerlukan adanya pegangan hidup
(agama). Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Zat
yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan-Nya. Hal
semacam ini dirasakan oleh masyarakat yang masih primitif maupun masyarakat modern. c. Aspek
Religius, yaitu dasar/landasan yang bersumber dari ajaran agama. Menurut ajaran Islam pendidikan
agama adalah perintah Tuhan dan merupakan perwujudan ibadah kepada-Nya. Seperti perintah
untuk menyeru dan mengajak manusia kepada jalan yang benar dengan hikmah dan pelajaran yang
baik (Q.S. 16:104), perintah untuk menyampaikan ajaran agama kepada orang lain walau hanya
sedikit (Al-Hadits).50 Berkenaan dengan aspek religius ini, Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa
dasar-dasar pendidikan agama Islam meliputi beberapa hal, yaitu: 1) Al-Qur’an Ajaran-ajaran yang
terkandung dalam al-qur’an meliputi dua dasar pokok, yaitu aqidah (berhubungan dengan masalah
keimanan) dan syari’ah (berhubungan dengan amal). Begitu pula mengenai pendidikan, banyak
dibicarakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Sebagai contoh kisah Lukman mengajari anaknya (Q.S. 31:
12-19) yang menggariskan prinsip materi pendidikan yang meliputi masalah iman, akhlak, ibadah,
sosial dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu pendidikan Islam harus menggunakan Al-Qur`an
sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam. 50 Abdul Majid
dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis…, h. 132-134 41 Dengan kata lain, pendidikan
Islam harus berlandaskan ayat-ayat Al-Qur`an yang penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan
ijtihad yang disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan. 2) Sunnah Sunnah berisi pedoman
untuk kemaslahatan manusia dalam berbagai aspek kehidupan dan untuk membina umat manusia
seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Semuanya tergambar dalam kepribadian dan cara hidup
Rasulullah. Untuk itu guru pendidikan agama Islam diharapkan mampu menunjukkan kualitas ciri-ciri
kepribadian yang baik sebagaimana tergambar dalam kepribadian Rasulullah Saw yang menjadi suri
tauladan bagi umat manusia. 3) Ijtihad Seiring berkembangnya zaman, maka berkembang pula
permasalahan-permasalahan hidup dalam berbagai aspek, termasuk aspek pendidikan. Untuk itu,
ijtihad perlu dilakukan tetapi dalam melakukan ijtihad harus berpedoman pada AlQur’an dan
Sunnah. 51 Jadi dari uraian di atas jelaslah bahwa, pelaksanaan pendidikan agama Islam baik itu
yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat mempunyai landasan atau dasar yang
jelas dan kuat. Dengan demikian pendidikan agama Islam dalam tataran operasionalnya diharapkan
dapat dilaksanakan secara sistematis dan terarah sehingga tujuan ynag diharapkan melalui proses
pendidikan agama tersebut dapat tercapai sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang bukan
hanya mencetak manusia yang mempuni dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi saja, tetapi
juga mampu untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. 51 Zakiah Daradjat,
dkk., Ilmu Pendidikan..., h. 19-24. 42 3. Tujuan Pendidikan Agama Islam Menurut Abdul Madjid dan
Dian Andayani yang dikutip dari kurikulum PAI bahwa: Tujuan pendidikan agama Islam di sekolah
atau madrasah adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang
agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan,
ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan
yang lebih tinggi. 52 Menurut Muhaimin, dari tujuan pendidikan agama Islam tersebut terdapat
beberapa dimensi yang harus ditingkatkan dalam kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam,
yaitu: a. Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam. b. Dimensi pemahaman atau
penalaran (intelektual) serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama Islam. c. Dimensi
penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan oleh peserta didik dalam menjalankan ajaran
Islam. d. Dimensi pengamalannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah diimani, dipahami
dan dihayati atau diinternalisasi oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya
untuk menggerakkan, mengamalkan dan menaati ajaran agama dan nilainilainya dalam kehidupan
pribadi sebagai manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt serta mengaktualisasikannya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.53 Sementara itu, menurut Hasan
Langgulung tujuan pendidikan agama Islam bermuara pada penyerahan diri kepada Tuhan yang
Maha Esa. Sama artinya dengan do`a yang selalu kita baca dalam tiap shalat yaitu ”..sesungguhnya
shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semuanya 52 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan
Agama Islam…, h. 135. 53 Muhaimin, et al, Paradigma Pendidikan Islam..., 78 43 adalah untuk Allah,
Tuhan seru sekalian alam”, begitu pula dengan firman Allah ”tidaklah Aku menciptakan jin dan
manusia kecuali agar mereka menyembah kepada-Ku” (Q.S. 51:56 ). Menyembah atau ”ibadah”
dalam pengertian yang luas berarti mengembangkan sifat-sifat Tuhan pada diri manusia menurut
petunjuk Allah. Mengembangkan sifat-sifat ini pada manusia ialah ibadah. Baik itu ibadah formal
(ibadah makhdloh) misalnya Allah memerintahkan manusia melakukan shalat lima waktu, dengan
demikian manusia menjadi suci, dari segi rohani, pikiran dan jasmaninya. Begitu pula dengan ibadah-
ibadah formal lainnya seperti puasa, zakat, dan haji. Kalau diikuti pula dengan ibadahibadah non
formal (ibadah ghairu makhdloh) seperti berdagang, menuntut ilmu, bersosialisasi yang semuanya
dilakukan menurut syaratsyarat yang ditentukan oleh syariah tentulah sifat-sifat Tuhan yang lainnya
pun berkembang pada diri manusia dan semakin mendekati kesempurnaan.54 Dari berbagai
penjelasan di atas, dapat dipamami bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk menjadikan
siswa mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan pendidikan agama Islam dalam artian
mampu mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran agama dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan melalui pemberian pengetahuan,
penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi
manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaan, berbangsa dan bernegara,
serta merupakan usaha yang terus menerus untuk menyempurnakan diri pribadi dalam hubungan
vertikal kepada Tuhan dan horizontal terhadap sesama manusia sehingga terwujudlah keselarasan,
keserasian dan keseimbangan hidup menurut fitrah kejadiannya sebagai makhluk individual,
makhluk sosial, serta makhluk yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa. 54 Hasan Langgulung, Asas-asas
Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2003), Cet. V (Edisi Revisi), h. 297-300 44 4. Ruang
Lingkup Pendidikan Agama Islam Sebagaimana telah kita ketahui bahwa inti dari ajaran pokok Islam
meliputi tiga aspek, yaitu aspek keimanan (Aqidah) mencangku seluruh arkanul iman, aspek
keislaman (Syariat) mencangkup arkanul Islam, aspek ihsan (Akhlak) mencangkup seluruh ahklakul
karimah. Tiga inti ajaran pokok ini kemudian dijabarkan dalam bentuk rukun iman, rukun Islam dan
akhlak. Dari ketiganya lahirlah beberapa keilmuan agama yaitu Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh dan Ilmu
Ahklak.55 Kemampuan dasar umum yang harus dicapai di SD yaitu: a. Beriman kepada Allah SWT
dan lima rukun iman yang lain dengan mengetahui fungsi serta terefleksi dalam sikap, perilaku, dan
akhlak peserta didik dalam dimensi vertikal maupun horizontal. b. Dapat membaca Al-Qur`an surat-
surat pilihan dengan benar, menyalin dan mengartikannya. c. Mampu beribadah dengan baik dan
benar sesuai dengan tuntutan syariat Islam terutama ibadah mahdhah. d. Dapat meneladani sifat,
sikap, dan kepribadian rasullullah SAW serta khulafaur Rasyidin.56 Adapun ruang lingkup bahan
pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar yang tergambar dalam kompetensi dasar umum
di atas tersebut dirinci menjadi aspek: 1) Al-Quran. 2) Keimanan 3) Akhlak 4) Fiqih atau Ibadah. 55
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem..., h. 38 56 Abdul Majid dan Dian Andayani,
Pendidikan Agama Islam…, h.144 45 Ruang lingkup pembahasan, luas dan mendalamnya
pembahasan, tergantung pada jenis lembaga pendidikan yang bersangkutan, tingkatan kelas, tujuan,
dan tingkat kemampuan anak didik. Untuk sekolah-sekolah agama tentunya pembahasannya lebih
luas, mendalam dan terperinci dari pada sekolah-sekolah umum, demikian pula perbedaan untuk
tingkat terendah dan tingkatan yang lebih tinggi. 5. Fungsi Pendidikan Agama di Sekolah Menurut
Abdul Madjid dan Dian Andayani bahwa pendidikan agama Islam di sekolah dan madrasah berfungsi
untuk memotivasi siswa melakukan perbuatan yang baik agar dalam dirinya tercipta kepribadian
yang berakhlak terpuji dan untuk mengembangkan mental keagamaan serta memberikan
pengetahuan agar siswa paham megenai ajaran-ajaran agama. Lebih rinci lagi, pendidikan agama
Islam berfungsi sebagai wahana untuk: a. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara
umum (alam nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya. b. Penanaman nilai, yaitu sebagai
pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat c. Pengembangan, yaitu
meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT, yang telah ditanamkan
mulai dari dalam lingkungan keluarga agar terus berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat
perkembangannya. d. Penyesuaian mental, yaitu menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran
agama Islam. e. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di
bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat
dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain. 46 f. Pencegahan, yaitu untuk menangkal
hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan
menghambat perkembanganya menuju manusia Indonesia seutuhnya. g. Perbaikan, yaitu untuk
memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta
didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman dalam ajaran seharihari. 57 Jadi, fungsi
pendidikan agama Islam adalah untuk memotivasi siswa melakukan perbuatan yang baik agar dalam
dirinya tercipta kepribadian yang berakhlak terpuji dan untuk mengembangkan mental keagamaan
serta memberikan pengetahuan agar siswa paham mengenai ajaran agama. 6. Pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Dasar Kedudukan pendidikan agama Islam sebagai mata
pelajaran yang diajarkan di sekolah sebagai upaya penyampaian ilmu pengetahuan agama Islam
tidak hanya untuk difahami dan dihayati tetapi juga diamalkan dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya kemampuan siswa dalam melaksanakan wudlu, shalat, puasa, dan ibadah-ibadah lain yang
sifatnya hubungan dengan Allah (ibadah makhdlho), dan juga kemampuan siswa dalam beribadah
yang sifatnya hubungan antar sesama manusia, misalnya siswa bisa melakukan zakat, sadaqah, jual
beli, dan lain-lain yang termasuk ibadah dalam arti luas (ibadah ghairu makhdloh). Pendidikan agama
Islam sebagai mata pelajaran pun wajib diikuti oleh seluruh siswa yang beragama Islam pada semua
satuan, jenis, jenjang, dan jalur sekolah. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 yang menjamin warga
Negara untuk beribadah menurut agamanya masing-masing. Pendidikan agama Islam merupakan
usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan
agama Islam 57 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam…, h. 134-135. 47 melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan untuk mewujudkan pribadi muslim yang beriman dan
bertakwa kepada Allah SWT. Adapun kewajiban pelaksanaan Pendidikan agama dan pendidikan
agama Islam di sekolah umum dan semua jenjang bisa kita lihat pada UUSPN 20/2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yaitu pada Bab X Kurikulum pada Pasal 37 ayat 1 yaitu: Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: a. Pendidikan agama f. Pendidikan kewarganegaran
b. Bahasa g. Mtk c. Ips h. Ipa d. Seni dan budaya i. Pendidikan jasmani dan olah raga e.
Keterampilan/kejuruan j. Muatan lokal. 58 Lebih lanjut dalam penjelasan pasal 37 ayat 1 bagian “a”
di atas bahwa: “Pendidikan agama dimaksud untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta berakhlak mulia”.59 Dengan demikian,
pendidikan umum dan pendidikan agama pada khususnya, sebagai mata pelajaran menjadi bagian
integral yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, melainkan saling melengkapi dan saling
memperkaya antara satu dengan yang lainnya. Maka dalam kerangka operasionalnya, pelaksanaan
pengajaran pendidikan umum dengan pengajaran pendidikan agama Islam harus saling mengisi,
melengkapi, dan memperkaya baik secara konsep (bahan ajar) maupun praktek pendidikan.
Pendidikan agama Islam dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk membentuk
manusia yang agamis dengan menanamkan akidah keimanan, amaliah dan budi pekerti, untuk
menjadi manusia yang takwa kepada Allah SWT. Untuk tercapainya tujuan secara 58 Undang-
Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…,h. 21 59 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…, h. 51 48
efektif dalam pembelajaran pendidikan agama Islam perlu diperhatikan cara-cara penyajian bahan
pelajaran agama Islam pada siswa, serta strategi atau pendekatan yang dipakai dalam pengajaran
pendidikan agama Islam lebih banyak dikemukakan pada suatu model pengajaran “seruan’’ atau
“ajaran” yang bijaksana dan pembentukan sikap manusia (afektif). Hal ini diajarkan sebagaimana
yang terkandung dalam Al-Qur`an “Ajaklah (manusia) pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
nasihat yang baik, dan berdiskusilah secara baik dengan mereka” (Q.S. 16 : 125). Dengan
berpedoman pada makna ayat tersebut ada dua pendekatan yang dipakai untuk menyeru/mengajak
orang lain agar taat dan patuh terhadap perintah Allah, yakni (1) hikmah, dan (2) mauidzah
(nasehat). Sedangkan teknik yang dipakai adalah salah satunya dengan melakukan diskusi secara
tertib dan baik.60 Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan
secara didaktis pedagogis, maka salah satu cara yang dapat diterapkan dalam pengajaran pendidikan
agama Islam yang efektif dan efisien adalah dengan menggunakan alat peraga dengan maksud
memberikan kejelasan secara realita terhadap pesan yang disampaikan, sehingga dapat dimengerti
dan dipahami oleh siswa. Dengan alat peraga, diharapkan proses pengajaran terhindar dari
verbalisme yaitu siswa hanya tahu kata-kata yang diucapkan oleh guru tetapi tidak tahu maksudnya.
Selain itu alat peraga juga dapat mengefisienkan waktu yang memang untuk pelajaran agama masih
sangat sedikit bila melihat banyaknya materi yang harus disampaikan kepada siswa, terutama di
sekolah-sekolah umum. Untuk itu, sangat diperlukan alat peraga dalam pengajaran terutama pada
siswa tingkat dasar. Disamping juga didukung dengan adanya sarana dan fasilitas yang memadai
seperti laboratorium agama, disamping masjid, laboratorium agama tersebut dilengkapi dengan
sarana dan fasilitas yang 60 M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam...,h. 4-5
49 membawa peserta didik untuk lebih menghayati agama, misalnya video yang bernapaskan
keagamaan, musik dan nyanyian, syair, puisi, foto-foto keagamaan, alat-alat peraga pendidikan
agama, dan lain sebagainya yang merangsang emosional keberagamaan peserta didik.61 Diantara
hal yang perlu diingat dan selalu disadari oleh guru agama ialah anak-anak pada umur sekolah dasar
sedang dalam pertumbuhan kecerdasan cepat, khayal dan fantasinya sedang subur dan kemampuan
untuk berpikir logis sedang dalam pertumbuhan.62 Oleh karena itu, ceritacerita beragamaan akan
lebih menarik perhatian mereka. Kegiatan keagamaan lainnya yang juga menarik minat mereka
adalah yang tidak asing bagi mereka dan mengandung gerak, mereka gembira untuk aktif dalam
upacara dan kegiatan keagamaan misalnya melakukan ibadah sosial, praktik cara berwudlu dan
shalat berjamaah di sekolah dan sebagainya. Selain itu, pengaruh teman sebaya pada anak usia
sekolah dasar mendapatkan tempat yang layak karena kegiatan keagamaan yang dilakukan secara
bersama-sama menyenangkan bagi mereka.63 Hendaknya guru agama dalam mendekatkan ajaran
agama itu kedalam kehidupan sehari-khari. Dekatkanlah anak kepada Tuhan, dengan menonjolkan
sifat pengasih dan penyayang-Nya. Sehingga melalui sikapkasih sayang itu akan melatih anak untuk
saling menyayangi satu sama lain, melalui tindakan-tindakan yang dirasakan dan dilakukan langsung
oleh anak seperti tolong menolong sesama temannya dan sebagainya. Di samping itu, perlu disadari
bahwa anak-anak sampai umur 12 tahun, belum mampu berpikir abstrak (Maknawi), oleh karena itu
agama harus diberikan dalam jangkauannya yaitu kehidupannya. Disinilah letak pentingnya
pembiasaan-pembiasaan dalam pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama khususnya. 61 M.
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam...,h. 7-8 62 Zakia Drajat, Ilmu Jiwa
Agama…., h. 72 63Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan…, h. 23-24 50
Hubungan anak dengan orang tuanya, mempunyai pengaruh dalam perkembangan agama si anak. Si
anak mulai mengenal Tuhan melalui orang tua dan lingkungan keluarganya, serta kata-kata, sikap,
tindakan dan perbuatan orang itu sangat mempengaruhi perkembangan agama pada anak. Si anak
yang merasakan adanya hubungan hangat dengan orang tuanya, merasa bahwa ia disayangi dan
dilindungi serta mendapatkan perlakuan baik, biasanya akan mudah menerima dan mengikuti
kebiasaan orang tuanya dan sebaliknya akan cenderung kepada agama. Akan tetapi sebaliknya,
hubungan yang kurang serasi, penuh ketakutan dan kecemasan, akan menyebabkan sukarnya
perkembangan agama pada anak64 Jadi perkembangan agama pada anak tidak hanya dipengaruhi
oleh peran guru saja, akan tetapi peran orang tua dan lingkungan itu juga sangat mendukung untuk
perkembangan agamanya. Karena pendidik atau pembimbing pertama adalah orang tua, lingkungan
baru kemudian guru. 64 Zakia Drajat, Ilmu Jiwa Agama…, h. 70 51 51
BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Jadwal Penelitian Tempat yang dijadikan objek
penelitian ini adalah SDIT Fathona yang terletak di JL. R. Suprapto No. 469 Baturaja Kabupaten Ogan
Komering Ulu Sumatera Selatan. Adapun waktu yang ditargetkan untuk pelaksanaan penelitian ini
pada bulan Desember tahun 2010. B. Pendekatan dan Metode Penelitian Untuk memudahkan data,
fakta dan informasi yang mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini,
penulis menggunakan penelitian kuantitatif riset. Penelitian ini merupakan salah satu pendekatan
dalam penelitian yang lebih ditekankan pada data yang dapat dihitung untuk menghasilkan
penafsiran kuantitatif yang kokoh. Dan juga menggunakan pendekatan deskriptif analisis, yaitu
pendekatan yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari fenomena objek yang diteliti
secara kuantitatif. Sedangkan motode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini
adalah melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Metode Penelitian Kepustakaan
(Library Recearch) penulis lakukan untuk memperoleh istilah-istilah, pengertian-pengertian dan
pendapat-pendapat dari para pakar dengan menelaah dan mengkaji buku-buku yang relevan dengan
52 masalah yang sedang diteliti dan diperolehnya teori yang relevan pula untuk menyusun landasan
teori yang ada hubungannya dengan pembahasan dalam penelitian ini, yaitu peran guru agama
dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu
Sumatera Selatan. Sedangkan metode penelitian lapangan (Field Research) dimaksudkan agar
memperoleh fakta, data dan informasi yang lebih obyektif dan akurat mengenai masalah yang
sedang diteliti dengan terjun langsung ke lokasi penelitian yaitu SDIT Fathona Baturaja Kabupaten
Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan. C. Popupasi dan Sampel Yang menjadi unit analisis data dalam
penelitian ini adalah siswa-siswi SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera
Selatan yang baru berdiri lebih kurang selama 4 (Empat) tahun yang baru memiliki 4 (Empat) kelas
dengan jumlah keseluruhan siswa 233 orang. Mengingat keterbatasan waktu dalam penelitian ini
maka penulis menggunakan populasi terjangkau yaitu siswa-siswi kelas III dan IV dengan jumlah 58
orang. Maka dalam penelitian ini, penulis menggunakan seluruh jumlah populasi terjangkau yakni 58
siswa tersebut. dalam hal ini penulis mengacu pada pendapat Suharsimi Arikunto dalam
menentukan jumlah sampel, yakni apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua
(penelitian populasi). Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar atau lebih dari 100 maka dapat
diambil antara 10-15% atau 20- 25% atau lebih. 1 D. Instrumen Penelitian Untuk mendapatkan
informasi mengenai peran guru agama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam sebagai
pembimbing, pengajar, pengelola kelas, dan peran guru agama sebagai evaluator, maka dalam
penelitian ini menggunakan instrumen penelitian dalam bentuk angket dan wawancara. Angket ini
berbentuk quesioner yang diperuntukan kepada siswa. 1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Renika Cipta,2006), Cet. 13, h. 134 53 Adapun untuk
mendapatkan informasi mengenai; (1) Peran guru agama sebagai pembimbing, yaitu: (a) Guru
menjadi motivator, adalah untuk mengetahui frekuensi guru memberikan motivasi kepada siswa. (b)
Guru menjadi tauladan (keteladanan) yaitu untuk mengetahui keteladanan guru dalam bentuk
akhlak. (2) Peran guru agama sebagai pengajar, yaitu melalui pengkajian agama Islam dengan
memberikan materi pendidikan agama Islam. (3) Peran guru agama sebagai pengelola kelas, yaitu:
(a) Mengelola kelas dengan menciptakan lingkungan belajar yang baik. (b) Mengelola kelas dengan
penggunaan dan pemeliharaa fasilitas, yaitu apakah fasilitas sudah digunakan secara optimal atau
belum dan apakah fasilitas yang ada dipelihara dengan baik atau belum. (4) Peran guru agama
sebagai evaluator, yaitu dengan mengevaluasi hasil nilai ujian siswa dan menambah pengetahuan
pendidikan agama Islam bagi siswa. Maka, penulis menggunakan instrumen penelitian dalam bentuk
wawancara yang diperuntukan kepada guru agama dan kepala sekolah E. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang digunakan dalam menghimpun dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah: 1. Study Dokumenter Adalah pengumpulan dan pengambilan data yang di
peroleh melalui pengumpulan dokumen-dokumen. Yaitu pengumpulan data-data dan informasi yang
diperlukan dalam membantu penyelesaian penelitian ini, seperti sejarah berdirinya, struktur
organisasi, keadaan guru, siswa dan karyawan, serta kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di SDIT
Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan. 2. Wawancara Pengumpulan
data dengan melakukan wawancara secara langsung kepada responden untuk memperoleh
informasi yang berhubungan dengan masalah penelitian yang sedang dikaji atau pengumpulan data
yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya.2 Dalam hal ini, penulis
mengadakan wawancara secara langsung kepada 2 Subana. dkk, Statistik Pendidikan, (Bandung:
Pustaka Setia, 2005), Cet. II, h. 29 54 kepala sekolah dan guru bidang study pendidikan agama Islam
di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan untuk mengetahui peran
guru agama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah tersebut. 2. Angket atau
Quesioner Sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau halhal yang dia ketahui.3 Angket ini ditujukan
kepada siswa-siswi SDIT Fathona Baturaja, dan digunakan untuk memperoleh data tentang peran
guru agama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah tersebut. Adapun angket
tersebut menggunaan pertanyaan-pertanyaan tertutup dan semi terbuka dengan alternatif jawaban
selalu, kadangkadang dan tidak pernah. Untuk pertanyaan semi terbuka dengan meminta alasan
responden terhadap alternatif jawaban yang dipilihnya. F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data 1.
Teknik Pengolahan Data Data-data yang diperoleh melalui angket, kemudian diproses melalui
beberapa tahapan. Adapun dalam pengolahan data, penulis menempuh tahapan-tahapan sebagai
berikut: a. Editing; Dalam pengolahan data yang pertama kali dilakukan adalah editing. Ini berarti
bahwa semua angket harus diteliti satu persatu tentang kelengkapan dan kebenaran pengisian
angket tersebut sehingga terhindar dari kekeliruan dan kesalahan. b. Tabulating; Selanjutnya adalah
mentabulasikan atau memindahkan jawaban-jawaban responden ke dalam tabel, kemudian dicari
persentasinya untuk dianalisis. Adapun data yang diperoleh dari hasil wawancara diolah tanpa
menggunakan daftar atau tabulasi dan angka persentase. Dalam hal ini penulis mendeskripsikan
data tersebut secara sistematis, logis dan bermakna kemudian dipadukan dengan data yang
diperoleh melalui angket. 3 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian Suatu pendekatan Praktek,,,,, h
151 55 c. Analisa dan interpretasi; Yaitu membunyikan data kualitatif dalam bentuk verbal (kata-
kata) sehingga kata-kata persentase menjadi bermakna. d. Kesimpulan; Kesimpulan yang penulis
maksud adalah memberikan kesimpulan dari hasil analisa dan interpretasi data. 2. Teknik Analisa
Data Setelah data terkumpul dari hasil pengolahan data, maka penulis perlu menganalisa data yang
telah ada. Langkah-langkah selanjutnya dalam pengolahan lanjutan atau menganalisis adalah
sebagai berikut: a. Mengecek nama dan kelengkapan identitas responden b. Mengecek kelengkapan
data c. Mengecek macam isian dan pengolahan data sesuai dengan pendekatan penelitian. Yaitu
pengolahan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus atau aturan yang ada, sesuai dengan
pendekatan dan desain penelitian. Penggunaan teknik analisa data dalam penelitian disesuakan
dengan tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan jenis data yang dikumpulkan yaitu data kualitatif
yang kemudian diubah menjadi data kuantitatif. Oleh karena itu dalam menganalisa data, penulis
menggunakan rumus statistic persentase, yaitu: F P = x100 N P = Angka Persentase F = Frekuensi
yang sedang dicari persentasenya N = Number of Cases (jumlah frekuensi atau banyaknya individu
yang menjadi resvonden) 100 = Bilangan tetap (konstanta)4 4 Anas Sudijono, Pengantar Statistik
Pendidikan, (Jakarta: PT. Grapindo Persada, 2005), h. 41 60

FOOT NOTE REFERENSI HAL SKRIPSI HAL REFERENSI PARAF 1 1 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan
Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi, (Jakarta: PT.Gemawindu Pancaperkasa, 2000), Cet. 1. 1
19 2 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya,
1992). 1 13 3 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1985), Cet. XII 1 131 4
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama..., 2 17 5 Abdul Rachman Shaleh, PendidikanAgama…, 3
18 6 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan PP No. 47 Tahun 2008 tentang Wajib
Belajar, (Bandung: Citra Umbara, 2008), Cet. 1 3 6 7 Muhammad Tholchah Hasan, Diskursus Islam
dan Pendidikan; Sebuah Wacana Kritis, (tt.p. PT. Bina Wiraswasta Insan Indonesia bekerjasama
dengan Lembaga Indonesia Adi Daya, t.t.) 4 108 8 Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan,
(Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika, 2000), Cet. 1 5 28-33 9 E.Mulyasa, Standar Kompetensi dan
Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. III 5 5 10 E. Mulyasa, Standar
Kompetensi..., 6 228 11 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet. I, 6 110-111 12
Zamroni, Paradigma Pendidikan..., 7 105 13 Bakaruddin dan Rumaya Senin, 9 November 2010. 7
Konfirmasi 14 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. (Jakarta: CV. Ruhama,
1995), Cet. I 8 56 15 Mastuhu, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia; 70
tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. 1. 8 103-108 16
E.Mulyasa, Standar Kompetensi..., 10 9 17 Tholchah Hasan, Diskursus Islam…, 11 111 2 1 Zakiah
Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 8. 15 39 2 Ahmad Tafsir,
Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), Cet 7. 15 75 3
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), Edisi Ke-2.
16 5 4 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching,
2005), Cet. 3. 16 6 5 E. Mulyasa, Standar Kompetensi..., 16 226 6 Haidar Putra Daulay, Pendidikan
Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004) 18 39 7
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2000), Cet 3. 18
39-40 8 Learning.gunadarma.ac.id/.../agama_islam 18 Rabu 23 Maret 2011 Pkl 10.30 9
Learning.gunadarma.ac.id/.../agama_islam.. 19 Rabu 23 Maret 2011 10
www.angelfire.com/country/maridjan/agama. html 20 Rabu 23 Maret 2011 Pkl 10.30 11 Zakiah
Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. (Jakarta: CV. Ruhama, 1995), Cet. 2, 20 99-
100 12 Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Karya Utama, 2002), 21 338 13 Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet.
4. 21 621 14 Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS), (Bandung, Citra Umbara, 2008), Cet. 1, 21 74 15 E. Mulyasa, Standar Kompetensi..., 21
231 16 Mujtahid.http://www.komunitaspendidikan.bl ogspot.com/memahami-tentang-
kualifikasiguru-di.html, Sabtu, 20 Nov 2010, pkl. 20.20. 22 Sabtu, 20 Nov 2010, pkl. 20.20 17
Mujtahid.http://www.komunitaspendidikan 23 Sabtu, 20 Nov 2010 18
Mujtahid.http://www.komunitaspendidikan 24 Sabtu, 20 Nov 2010 19
Mujtahid.http://www.komunitaspendidikan 24 Sabtu, 20 Nov 2010 20 E. Mulyasa, Standar
Kompetensi..., 25 229 21 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006), Edisi Ke-2. 25 169 22 Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 2005 26 10-13 23 E. Mulyasa, Standar Kompetensi..., 26 246 24 Zakia Daradjat, Ilmu Jiwa
Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 2009), Cet.17. 27 77-80 25 Departemen Pendidikan, Kamus Besar...,
27 870 26 Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer..., 27 468 27 Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan
Agama terhadap Pemecahan Problem Remaja, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009) 27 9 28 Moh. Uzer
Usman, Menjadi Guru Professional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), Edisi Ke-2 27 9 29 Zakia
Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1995) 28 266-268 30
Soetjipto Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta,2007), Cet. 3. 28 107 31 Soetjipto
Raflis Kosasi, Profesi Keguruan..., 29 110 32 M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran
Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. 1 29 19-21 33 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus…, 30
265 34 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru…, 30 10 35 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru…, 31 10 36
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…, 31 31 37 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru…, 32 11-12
38 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama..., 32 75-76 39 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan
Agama..., 34 76-77 40 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: RINEKA
CIPTA, 1995), Cet 3. 35 98-100 41 Tohirin, Psikologi Pembelajaran…, 36 165-167 42 Muhaimin, et al,
Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama di Sekolah, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. 3. 37 83 43 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam..., 37 99 44
Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan..., 38 86 45 M. Basyiruddin Usman, Metodologi..., 38 4 46
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006), Edisi I 38 5 47
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung, PT Remaja
Rosdakarya, 2004) 38 132 48 Salihun A.Nasir, Peranan Pendidikan..., 39 11-12 49 H.M Arifin, Kapita
Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995) 39 4-5 50 Majid dan Andayani,
Pendidikan…, 40 132-134 51 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan..., 41 19-24 52 Majid dan
Andayani, Pendidikan…, 42 135 53 Muhaimin, et al, Paradigma Pendidikan..., 42 78 54 Hasan
Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2003), Cet. 5. 43 297-300
55 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam…, 44 38 56 Majid dan Andayani, Pendidikan…, 44 144 57
Majid dan Andayani, Pendidikan…, 46 134-135 58 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…, 47 21
59 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…, 47 51 60 M. Basyiruddin Usman, Metodologi..., 48 4-
5 61 M. Basyiruddin Usman, Metodologi..., 49 7-8 62 Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama…., 49 72 63
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama..., 49 23-24 64 Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama…, 50 70 3
1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Renika Cipta,2006),
Cet. 13 52 134 2 Subana. dkk, Statistik Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), Cet. 2. 53 29 3
Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian..., 54 151 4 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan,
(Jakarta: PT. Grapindo Persada, 2005) 55 41 Jakarta 18 Februari 2011 SYAHRUL RAHMAN 4 1 Syarif
Hidayatullah, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara Pribadi, Baturaja, 09 Desember 2010. 76
Wawancara 2 Majid dan Andayani, Pendidikan…, 76 144-145 3 Syarif Hidayatullah, Guru
Pendidikan…, 77 Wawancara 4 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan…, 78 Wawancara 5 Erlinda,
Kepala SDIT Fathona, Wawancara Pribadi, Baturaja: 09 Desember 2010. 78 Wawancara 6 Zakiah
Daradjat, Metodik Khusus…, 79 265-268 7 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan…, 79 Wawancara 8
Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan…, 80 Wawancara 9 Erlinda, Kepala SDIT Fathona…, 81
Wawancara 10 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan…, 81 Wawancara 11 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa
Agama…, 81 69-70

Anda mungkin juga menyukai