Anda di halaman 1dari 17

BAB V

PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif pada Ny. “D” di

Praktik Mandiri Bidan Sayang Ibu Air Lintang Kabupaten Muara Enim tahun

2022, penulis akan membahas tentang ada atau tidaknya kesenjangan yang terjadi

antara teori dan praktik yang telah penulis lakukan saat melaksanakan pengkajian

dimulai dari kehamilan, persalinan, bayi baru lahir hingga masa nifas. Pengkajian

ini dilakukan pada 17 Februari 2022 sampai dengan 31 Maret 2022 di PMB

Sayang Ibu Air Lintang Kabupaten Muara Enim dengan cara mengumpulkan data

subjektif, objektif, menganalisa, serta melakukan penatalaksnaan sesuai dengan

asuhan kebidanan.

A. Asuhan Kebidanan Kehamilan

Berdasarkan pengumpulan data subjektif pada Ny.“D”, ibu

mengatakan ini adalah kehamilan yang kedua dan tidak pernah mengalami

keguguran sebelumnya, ibu mengatakan bahwa bulan terakhir menstruasi

(HPHT) pada tanggal 02 Juli 2021 yang kemudian dari HPHT dapat

ditentukan taksiran persalinan ibu yaitu pada tanggal 09 April 2022.

Pengkajian pada Ny.“E” ini dilakukan sejak bulan Februari 2022 Hasil

pemeriksaan yang diperoleh Ny.“D” dalam keadaan normal dan tidak ditemui

adanya komplikasi.

Menurut Mastiningsih dan Agustina (2019) Kunjungan Antenatal Care

dilakukan minimal 4 kali selama kehamilan yaitu minimal 1 kali pada


trimester 1, minimal 1 kali pada trimester II, dan minimal 2 kali pada trimester

III.

Dalam hal ini Ny.“D” melakukan pemeriksaan sebanyak 5 kali selama

kehamilan ini, satu kali pada trimester I, dua kali pada trimester II, dan dua

kali pada trimester ke III. Maka dari itu tidak ada kesenjangan antara teori

dan praktik.

Menurut IBI (2016) dalam pelayanan kesehatan ibu hamil yang

diberikan harus memenuhi elemen pelayanan yaitu 10T dimulai dari

penimbangan berat badan dan tinggi badan, pengukur tekanan darah,

pengukur lingkar lengan atas (LILA), pengukur tinggi puncak rahim,

penentuan persentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ), imunisai TT,

Tablet tambah darah, pelayanan tes lab, tatalaksana kasus, pelaksanaan temu

wicara..

a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

Berat badan ibu hamil akan bertambah 6,5 sampai 16,5 selama hamil

atau terjadi kenaikan berat badan sekitar 0,5 kg/minggu (Dartiwen,

2019). Penambahan berat badan pada Ny.”D” selama masa kehamilan

adalah 11 kg. Pengukuran tinggi badan pada pertama kali kunjungan

dilakukan untuk menapis adanya faktor risiko pada ibu hamil. Tinggi

badan ibu hamil kurang dari 145 cm meningkatkan risiko untuk

terjadinya Cephalo Pelvic Disproportion (CPD) (IBI,2016). Tinggi badan

Ny. “D” adalah 158 cm. maka dari itu tidak ada kesengjangan anatara

teori dan praktik.


b. Ukur tekanan darah

Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal

dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah

140/90mmhg) pada kehamilan dan pre-eklampsia (hipertensi disertai

dengan edema pada wajah dan/atau tungkai bawah dan/atau proteinuria).

Tekanan darah Ny.”E” saat dilakukan pemeriksaan masih dalam batas

normal yaitu 120/80 mmHg ANC 1, dan ANC 2 120/70 mmHg. Maka

dari itu tidak ada kesengjangan antara teori dan praktik

c. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)

Jika ukuran LILA ibu berkurang dari 23,5 cm di duga mengalami

KEK. Ibu dengan KEK dapat melahirkan bayi berat badan lahir rendah

(BBLR). (IBI,2016). Pemeriksaan LiLA pada Ny.”D” ialah 25 cm. Maka

dari itu tidak adakesenjangan antara teori dan praktik

d. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri)

Pengukuran tinggi fundus uteri pada setiap kunjungan antenatal

bertujuan untuk mendeteksi apakah pertumbuhan janin sesuai atau tidak

dengan usia kehamilan. Standar pengukuran menggunakan pita ukur

setelah kehamilan > 20 minggu. Bila ditemukan keadaan TFU tidak

sesuai dengan usia kehamilan, bidan dapat melakukan rujukan atau

penanganan gangguan pertumbuhan janin (IBI, 2016).

Pada pengkajian awal tanggal 17 Februari 2022, pada usia

kehamilan 31 minggu 5 hari TFU pertengahan pusat dan px (30 cm). Hal

ini sudah sesuai dengan TFU pada usia 35 minggu yaitu TFU
pertengahan pusat dan px (31 cm) (devi, 2019). tidak ada kesengjangan

antara teori dan praktik

e. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

Penilain DJJ dilakukan pada akhir trimester 1 dan selanjutnya setiap

kali kunjungan antenatal. Jika DJJ (<120 denyut/menit) atau DJJ cepat

(>160 denyut/menit), maka menunjukan adanya gawat janin

(Astuti,2016) DJJ normal antara 120-160 kali per menit (Permnkes,

2016). Pemeriksaan auskultasi pada Ny. “D” didapatkan DJJ (+) dengan

frekuensi 130x/menit bersifat kuat dan teratur pada punggung janin yang

teraba disebelah kiri perut ibu. Tidak ada kesengjangan antara teori dan

praktik.

f. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus

toksoid sesuai status imunisasi

Menurut Yuliani (2017), Imunisasi TT untuk melindungi dari

tetanus neonatorium, efek samping TT yaitu Nyeri, kemerah-merahan

dan bengkak untuk 1-2 hari pada tempat penyuntikan.

Berdasarkan skrining imunisasi pada Ny.”D” saat bayi balita masa

sekolah ibu lupa apakah dia sudah mendapatkan imunisasi TT atau

belum pada saat itu. Pada saat akan menikah Ny.”D” mendapatkan suntik

TT pertamanya saat imunisasi TT caten pada tahun 2016, TT 2 1 bulan

setelah TT caten 1 ditahun 2016 dan TT 3 saat hamil anak kedua pada
tahun 2021. Hal ini berarti status imunisasi Ny.”D” belum lengkap .

g. Pemberian tablet tambah darah

Selama memeriksakan kehamilannya, Ny “D” mendapatkan

multivitamin (Bundavin) dan sudah habis diminum. Hal ini sesuai

dengan teori standar asuhan pelayanan kehamilan, yaitu setiap ibu hamil

harus mendapat tablet tambah darah (tablet zat besi) asam folat minimal

90 tablet selama kehamilan yang diberikan sejak kontak pertama (IBI,

2016).

h. Pelayanan tes laboratorium

Pelayanan tes laboraturium, minimal tes hemoglobin darah (Hb),

protein dalam urine. Astuti (2016), menjelaskan dalam bukunya tentang

hal tersebut, antara lain :

1) Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal

satu kali pada trimester ke tiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk

mengetahui ibu hamil tersebut mengidap anemia atau tidak selama

kehamilanya, karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses

tumbuh kembang janin dalam kandungan. Hasil pemeriksaan HB

adalah sebagai berikut:

11 gr/DL dikatakan normal

9-10 gr/DL dikatakan anemia ringan

7-8 gr/DL dikatakan anemia sedang

<7 gr/DL dikatakan anemia berat

2) Pemeriksaan protein dalam urine pada ibu hamil dilakukan pada


trimester ke 2 dan 3 atas indikasi pemeriksaan ini di tujukan untuk

mengetahui adanya protein urine merupakan salah satu indikator

terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil. Menurut Dartiwen (2019:157-

160) pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui komplikasi adanya

preeklamsia pada ibu hamil yang sering kali menyebabkan masalah

dalam kehamilan maupun persalinan dan terkadang menyebabkan

kesakitan dan kematian ibu dan bayi bila tidak segera di antisipasi

standar kadar kkeruhan protein urine adalah:

Negatif : urine jernih

Positif 2 (++) : kekeruhan mudah dilihat dan ada endapan

Positif 3 (+++) : urine lebih keruh endapan yang lebih

Positif 4 (++++) : urine sangat keruh dan disertai endapan yang

Menggumpal

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium Ny.“D” yang

dilakukan di Laboratorium kebidanan muara enim didapat kadar

hemoglobin ibu 12 gr %. Berarti ibu dalam keadaan normal, dan

pemeriksaan protein urine negatif. Tidak ada kesengjangan antara

teori dan Praktik.

i. Tatalaksana kasus

Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil

pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu

hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga


kesehatan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan

sistem rujukan (Astuti, 2016).

Pada kasus ini, Ny. “D” tidak ditemukan masalah lain yang perlu

dirujuk karena ibu sudah selalu mendapatkan KIE tentang kesehatan ibu

dengan beristirahat yang cukup dan tidak bekerja yang berat, asupan

makanan yang cukup dengan pola gizi seimbang untuk proses tumbuh

kembang janin, perilaku hidup bersih dan sehat, tanda-tanda bahaya

selama kehamilan dan persiapan persalinan.

j. Pelaksanaan temu wicara

Temu wicara (konseling) dilakukan pada setiap kunjungan

antenatal, IBI (2016) meliputi : kesehatan ibu, perilaku hidup bersih dan

sehat, peran suam dan keluarga dalam kehamilan dan perencanaan

persainan, tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan

menghadapi komplikasi, asupan gizi seimbang, ASI eksklusif, KB pasca

persalinan.

Pada asuhan kebidanan kehamilan pada Ny. “D”, telah ditegakkan

diagnosa yaitu G2P1A0 31 minggu 5 hari, janin tunggal hidup, preskep.

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah memberitahu hasil pemeriksaan,

KIE colostrum belum keluar, imunisasi TT, di usia kehamilan TM III,

memberikan multivitamin Bundavin, mengingatkan tetap menjaga

asupan gizi seimbang mengingatkan tetap menjaga pola istirahat yang

cukup, mengingatkan ibu untuk olahraga ringan agar proses persalinan

lancar, memberitahu untuk menyiapkan perlengkapan persalinan,


kendaraan, dan donor darah, menjelaskan tentang tanda bahaya dalam

kehamilan, menjelaskan tentang tanda-tanda persalinan, menganjurkan

melakukan kunjungan ulang 1 minggu lagi atau apabila ada keluhan,

melakukan pendokumentasian dengan metode SOAP.

Dalam melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif terhadap Ny.

“D” selama kehamilan di PMB Sayang Ibu, berdasarkan pelayanan 10 T

penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan praktik.

B. Asuhan Kebidanan Persalinan.

1. Kala I

Berdasarkan data subjektif pada kala I didapatkan hasil tanggal 30

Maret 2022 pukul 11.30 WIB, Ny. “D” datang ke Praktik Mandiri

Bidan Sayang Ibu mengatakan hamil 9 bulan anak ke-2 dengan

keluhan sakit pinggang dan mules-mules sejak 9 jam yang lalu yaitu

pada pukul (02.00 WIB), sudah keluar lendir sejak pukul 10.00 WIB,

dan gerakan janin masih dirasakan.

Menurut (Indrayani, 2016), kala I adalah dimulai sejak terjadinya

kontraksi uterus atau dikenal dengan “his“ yang teratur dan meningkat

(baik frekuensi maupun kekuatannya) hingga serviks berdilatasi hingga

10 cm (pembukaan lengkap) atau kala pembukaan berlangsung dari

mulai adanya pembukaan sampai pembukaan lengkap. Kala I persalinan

terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten dimulai

dari adanya pembukaan sampai pembukaan serviks mencapai 3 cm


atau serviks membuka kurang dari 4 cm dan fase aktif dari pembukaan

servik 4 cm hingga pembukaan 10 cm/lengkap. Dari teori di atas bisa

diambil kesimpulan bahwa Ny.”D” G2P1A0 37 minggu 3 hari Inpartu

Kala I Fase Aktif, Janin Tunggal Hidup, Presentasi Kepala. Hal ini

sesuai dengan teori dan tidak ada kesenjangan.

Berdasarkan data objektif pemeriksaan umum dan pemeriksaan fisik

didapatkan ibu dan janin dalam keadaan baik, tanda-tanda vital ibu

dalam keadaan normal, His 3x10’35”, DJJ 145 x/menit, hasil

pemeriksaan dalam portio lunak, pendataran 50%, pembukaan 5 cm,

ketuban utuh, presentasi kepala, penunjuk UUK kiri depan, dan

penurunan kepala di bidang Hodge III. Kemudian dilakukan

pemeriksaan palpasi TFU pertengahan pusat-px (McD: 31 cm), sudah

masuk PAP 3/5. Melakukan observasi pada lembar partograf. Pada

pukul 11.30 wib, ketuban pecah spontan bewarna jernih, pada pukul

16.05 wib dilakukan pemeriksaan dalam pembukaan telah lengkap.

Pencatatan pada partograf dimulai dari fase aktif ketika pembukaan

serviks 5 cm. Menilai dan mencatat DJJ, kontraksi, nadi setiap 30 menit

(lebih sering jika terjadi kontraksi); Nilai dan catat tekanan darah setiap

4 jam (lebih sering jika diduga ada penyulit). Nilai kemajuan persalinan

setiap 4 jam atau jika terdapat indikasi. Hal ini menunjukkan tidak ada

kesenjangan antara teori dan praktik.

2. Kala II
Kala II adalah kala pengeluaran bayi, dimulai dari pembukaan

lengkap sampai bayi lahir (Indrayani, 2016) Berdasarkan data subjektif,

tanggal 30 Maret 2021 pukul 16.00 WIB, ibu mengatakan keluar air

banyak dari kemaluan dan sakut perut yang menjalar ke pinggang

teratur dan semakin kuat, ibu mengatakan sakit perut seperti ingin

BAB. Data objektif diperoleh hasil pemeriksaan terdapat tanda dan

gejala kala II yaitu adanya dorongan untuk meneran, his semakin sering

yang teratur, adanya pengeluaran lendir yang bercampur dengan darah,

dorongan untuk meneran, vulva membuka, dan perineum menonjol.

Tanda dan gejala kala II pada Ny. ”D” sesuai dengan teori yaitu ibu

merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi dorongan

untuk meneran, vulva vagina, spingter ani membuka, pengeluaran

lendir bercampur darah dan perineum menonjol (Indrayani, 2016).

Pemeriksaan dalam didapatkan hasil portio tidak teraba, pendataran

100%, pembukaan lengkap, ketuban (+), presentasi kepala, penunjuk

UUK kiri depan, dan penurunan Hodge IV, his 5x10’50” dan DJJ 146

x/menit.

Berdasarkan data subyektif dan obyektif yang telah dikumpulkan,

diagnosis kebidanan yang dapat ditegakkan adalah Ny.E G2P1A0 37

minggu 3 hari Inpartu Kala II.

Penatalaksanakan memberikan dukungan dan semangat,, memberi

minum, menganjurkan untuk memilih posisi nyaman dalam persalinan

seperti semi duduk, duduk, jongkok, miring kiri/kanan mengajarkan


cara meneran yang benar, menganjurkan meneran jika ada kontraksi

dan menganjurkan istirahat memberi minum apabila kontraksi meredah,

memimpin ibu meneran, setelah kepala nampak di vulva melahirkan

kepala, bahu, dan menelusuri badan sampai ke kaki.

Pada pukul 16.05 WIB bayi lahir spontan dengan APGAR skor 8/9

jenis kelamin laki-laki, berat badan 2.900 gram, dan panjang badan 48

cm. Kemudian dilakukan IMD dengan meletakkan bayi di antara

payudara selama kurang lebih 1 jam.

Pada kala II, terdapat satu kesenjangan antara teori dan praktik,

yaitu selama menolong persalinan kurangnya penggunaan alat

pelindung diri hal ini dikarenakan tidak tersedianya sandal tertutup,

celemek hanya ada 1 kacamata dan penutup kepala tidak ada di Praktik

Mandiri Bidan Sayang Ibu.

3. Kala III

Kala III adalah waktu untuk pelepasan dan pengeluaran plasenta.

Setelah kala III berlangsung tidak lebih dari 30 menit, kontraksi uterus

berhenti sekitar 5-10 menit (Johariyah, 2012).

Dengan lahirnya bayi, mulai berlangsung pelepasan plasenta. Pada

vulva terdapat tali pusat, dan pada vagina pengeluaran darah tidak aktif,

dan dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda lepasnya

plasenta, melakukan Manajemen Aktif Kala III, suntik oksitosin 10 UI,

melakukan penegangan tali pusat terkendali, melahirkan plasenta


dilakukan dengan dorongan ringan dorsokranial pada fundus uteri

(indrayani, 2016).

Kemudian dilakukan manajemen aktif kala III yang meliputi

penyuntikkan oksitosin 10 IU dalam wakti 1 menit setelah bayi lahir,

melakukan penegangan tali pusat terkendali, melahirkan plasenta

dilakukan dengan gerakan dorsokranial, membantu lahirnya plasenta

dengan memilin plasenta searah jarum jam massase fundus uteri, dan

memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan baik, mengecek

kelengkapan selaput dan kotiledon plasenta,Plasenta lahir lengkap pada

pukul 16.15 WIB , serta mengevaluasi apakah ada laserasi jalan lahir.

Tidak ada ruptur perinium Dalam kasus Ny. “D”, plasenta lahir 10

menit setelah bayi lahir.

Dalam hal ini tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan praktik

karena manajemen aktif kala III dilakukan sesuai dengan teori yaitu

langkah pertama, dilakukan penyuntikan oksitosin 10 IU, melakukan

penegangan tali pusat, dan massase uterus (Manuaba, 2014).

Membersihkan tempat bersalin ibu. Mengganti pakaian ibu dengan

pakaian yang bersih. Merendam semua alat bekas pakai ke dalam

larutan klorin 0,5% selama 10 menit, melakukan cuci tangan.

4. Kala IV

kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena

pendarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.


Pada pukul 16.40 WIB, ibu merasa lelah dan perutnya masih terasa

mules dan bahagia atas kelahiran bayinya. Pemeriksaan objektif

didapatkan tanda-tanda vital dalam keadaan normal, pada genetalia

tidak ada robekan jalan lahir, jumlah darah keluar kurang lebih 150 cc,

pemeriksaan TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi uterus baik dengan

uterus teraba keras.

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah memberitahukan pada ibu

bahwa persalinan sudah selesai, memastikan uterus berkontraksi dengan

baik dan tidak terjadi pendarahan pervaginam, membiarkan bayi tetap

melakukan kontak kulit didada ibu paling sedikit 30-60 menit

mengajarkan pada ibu dan keluarga teknik massase uterus yaitu dengan

mengusap perut dengan gerakan memutar searah jarum jam sampai

perut teraba keras. Memeriksa keadaan umum, TTV, kandung kemih,

pendarahan, kontraksi selama 2 jam postpartum yaitu satu jam pertama

15 menit dan satu jam kedua 30 menit. Memastikan ibu merasa

nyaman, membantu ibu memberikan ASI dan memberitahu keluarga

untuk memberi ibu minum dan makanan yang diinginkannya Mencuci

kedua tangan dengan sabun dan air mengalir Memakai sarung tangan

Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bayi bernafas dengan baik

serta suhu tubuh normal Melakukan penimbangan, pengukuran

memberi salep mata antibiotik profilaksis dan vitamin K1 0,5 cc IM di

paha kiri antero-lateral setelah satu jam kemudian Melepaskan sarung

tangan lalu mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
Memberikan terapi obat kepada ibu yaitu amoxilin 3x1, asam

mefanamat 3x1, Vitamin B Com C 3x1 Memberikan vitamin A pada

ibu untuk kebutuhan pemulihan ibu dan nutrisi pada ASI Melengkapi

partograf.

C. Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir

Bayi Ny.”D” lahir secara spontan 2 jam yang lalu dalam keadaan

normal. Dengan keadaan umum baik, suhu 36,7oC, pernapasan 46 x/menit,

denyut jantung 140 x/menit, berat badan 2.700 gram, panjang badan 48 cm,

lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 32 cm, lingkar lengan 11 cm, kulit

kemerahan, gerak aktif, bayi lahir langsung menangis kuat, refleks rooting

sudah terbentuk dengan baik, refleks sucking baik, refleks morro baik,

refleks grasping baik, terdapat labia mayora dan minora kiri dan kanan, anus

positif berlubang, eliminasi baik keluarnya mekonium dan berwarna hijau

kehitaman. Dari pengkajian yang dilakukan dapat ditegakan diagnosa bayi

baru lahir spontan 2 jam

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Ekayanti (2018) bayi

baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala

melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu

sampai dengan 42 minggu dengan berat badan 2500 – 4000 gram.

Pemberian injeksi Vitamin K dan salep mata pada bayi diberikan pada jam

pertama persalinan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa obat mata harus

diberikan pada jam pertama persalinan, dapat dalam bentuk salep atau
tetesan dan semua bayi baru lahir harus diberikan Vitamin K, Vitamin K

injeksi 0,5-1 mg secara intra muskuler untuk mencegah perdarahan bayi

baru lahir akibat defisiensi Vitamin K pada bayi baru lahir (Saifuddin,

2016).

Kunjungan neonatal juga dilakukan bersamaan dengan kunjungan nifas,

yaitu pada 8 jam pertama, dan hari ke 4. Pada setiap kunjungan dilakukan

pemeriksaan fisik serta penimbangan berat badan dan pada saat pemeriksaan

tidak ditemukan keluhan atau masalah yang berarti hingga dapat diberikan

penatalaksanaan yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir, berdasarkan

data yang didapat dari anamnesa, pemeriksaan umum dan pemeriksaan fisik

selama kunjungan pada By Ny. “D” tidak ditemukan tanda bahaya pada

bayi.

D. Asuhan Kebidanan Nifas

Menurut (Asih, 2016) standar kunjungan pada masa nifas adalah

melakukan control/kunjungan masa nifas setidaknya 3 kali. Kunjungan

pertama dilakukan pada 12 jam setelah persalinan tanggal 31 Maret 2021, ibu

mengeluh bahwa perutnya masih mules. Hal ini merupakan proses yang

fisiologis, karena rasa mules itu disebabkan oleh uterus yang berkontraksi

sehingga proses involusio uterinya berlangsung baik.

Pada kunjungan ini juga dilakukan pemeriksaan fisik ibu dengan hasil

sebagai berikut: keadaan umum ibu baik, TD:110/70 mmHg, P: 81 x/menit,

RR: 21 x/menit, T: 37,0oC. Pada tindakan inspeksi didapatkan hasil bahwa


pada mata ibu tidak pucat, pada payudara pengeluaran kolostrum (+), serta

tidak ada tromboflebitis, pada genetalia ibu terdapat pengeluaran lochea

rubra.

Kunjungan kedua dilakukan pada hari ke-4 postpartum, yaitu pada

tanggal 03 Maret 2022. Dari hasil anamnesa ibu mengatakan bayinya

menyusu kuat. Dari hasil pemeriksaan didapatkan, TD: 120/80 mmHg, P: 83

x/menit, RR: 22 x/menit, T: 36,0oC, keadaan muka tidak pucat, ASI (+),

tinggi fundus uteri pertengahan simfisis – pusat, pengeluaran locheanya yaitu

lochea sanguinolenta, pada ekstremitas tidak pucat dan tidak ada

tromboflebitis pada tungkai.

Kunjungan ketiga dilakukan pada hari ke-41 postpartum, yaitu pada

tanggal 10 Mei 2022. Dari hasil anamnesa ibu mengatakan bayinya menyusu

kuat. Dari hasil pemeriksaan didapatkan, TD: 120/80 mmHg, P: 88 x/menit,

RR: 20 x/menit, T: 36,3oC, keadaan muka tidak pucat, ASI (+).

Pemeriksaan ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada 1

minggu terakhir postpartum tinggi fundus uteri adalah pertengahan pusat-

simfisis dan locheanya berwarna merah kecoklatan, serta berlangsung dari

hari ke-4 sampai hari ke-7 postpartum yang dinamakan dengan lochea

sanguinolenta (Astuti, dkk, 2018), Pada pemeriksaan ini ibu tidak memiliki

keluhan dan hasil pemeriksaan ibu tidak memiliki masalah.

Dalam hasil pemeriksaan pada asuhan nifas tidak didapatkan

kesenjangan antara teori dan praktik, seperti tinggi fundus uteri pada masa

nifas 8 jam pasca persalinan adalah 2 jari dibawah pusat, pada 1 minggu
terakhir postpartum tinggi fundus uteri pertengahan pusat - simfisis, ( Asih,

2016).

Anda mungkin juga menyukai