Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Standar Asuhan Kebidanan Kehamilan

1. Pengertian Antenatal Care

Antenatal Care adalah asuhan yang diberikan tenaga kesehatan mulai dari

konsepsi sampai persalinan. Asuhan kebidanan pada ibu hamil sangat diperlukan

untuk menjamin kesehatan ibu dan janin. Pelayanan antenatal merupakan upaya

kesehatan perorangan yang memperhatikan ketelitian dan kualitas pelayanan medis

yang diberikan, agar dapat melalui persalinan dengan sehat dan aman diperlukan

kesiapan fisik dan mental ibu, sehingga ibu dalam keadaan status kesehatan yang

optimal (Afriani, 2018).

Antenatal Care (ANC) sebagai salah satu upaya pencegahan awal dari

faktor risiko untuk mendeteksi dini terjadinya risiko tinggi terhadap kehamilan dan

persalinan juga dapat menurunkan angka kematian ibu dan memantau keadaan

janin. Apabila ibu hamil tidak melakukan pemeriksaan kehamilan, maka tidak akan

diketahui apakah kehamilannya berjalan dengan baik atau mengalami keadaan

risiko tinggi dan komplikasi obstetri yang dapat membahayakan kehidupan ibu dan

janinnya (Afriani 2018).

2. Tujuan Antenatal Care

Pelayanan antenatal care diberikan sedini mungkin kepada wanita

semenjak dirinya hamil, berikut beberapa tujuan antenatal care, yaitu :

a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan

tumbuh kembang bayi.


6
7

b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial

ibu.

c. Mengenali dan mengurangi secara dini adanya penyulit-penyulit

komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit

secara umum, kebidanan, dan pembedahan.

d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, dan persalinan yang aman dengan

trauma seminimal mungkin.

e. Mempersiapkan peran ibu agar masa nifas berjalan normal dan

mempersiapkan ibu agar dapat memberikan ASI secara eksklusif.

f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi,

agar dapat tumbuh kembang secara normal.

g. Mengurangi bayi lahir prematur, kelahiran mati, dan kematian neonatal.

h. Mempersiapkan kesehatan yang optimal bagi janin.

3. Standar Pelayanan Antenatal (10 T)

Standar kualitas pelayanan antenatal yang diberikan kepada ibu hamil

yaitu dalam melaksanakan pelayanan Antenatal Care, ada sepuluh standar

pelayanan yang harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang dikenal

dengan 10 T. Pelayanan atau asuhan standar minimal 10 T adalah sebagai berikut :

a. Timbang Berat Badan dan Ukur Tinggi Badan

Pengukuran tinggi badan cukup sekali dilakukan pada saat ANC untuk

mengetahui ukuran panggul ibu hamil. Hal ini sangat penting dilakukan untuk

mendeteksi faktor resiko terhadap kehamilan yang sering berhubungan dengan

keadaan rongga panggul. Penimbangan berat badan dilakukan setiap kali pada
8

saat melakukan kunjungan ANC untuk mengetahui faktor resiko dari kelebihan

berat badan pada saat kehamilan dapat meningkatkan resiko komplikasi selama

hamil dan saat persalinan seperti tekanan darah tinggi saat hamil (hipertensi

gestasional), (diabetes gestasional) bayi besar, dan kelahiran cesar adapun ibu

hamil dengan berat badan kurang selama kehamilan dapat meningkatkan resiko

bayi lahir prematur (kelahiran kurang dari 37 minggu) dan Bayi Berat Lahir

Rendah (BBLR), oleh karena itu usahakan berat badan berada pada kisaran

normal selama kehamilan (Afriani, 2018).

b. Pemeriksaan Tekanan Darah

Pengukuran tekanan darah dilakukan setiap kali melakukan kunjungan

untuk mendeteksi apakah tekanan darah normal atau tidak, tekanan darah yang

tinggi mencapai 180/100 mmHg dapat membuat ibu mengalami keracunan

kehamilan, baik ringan maupun berat bahkan sampai kejang-kejang. Sementara

tekanan darah yang rendah juga menyebabkan pusing dan lemah (Afriani,

2018).

c. Nilai Status Gizi (Ukur Lingkar Lengan Atas)

Pengukuran lingkar lengan atas dilakukan untuk mengetahui status

gizi ibu hamil (skrining KEK) jika didapati kurang dari 23,5 cm maka perlu

perhatian khusus tentang asupan gizi selama kehamilan. Bila ibu hamil kurang

gizi maka daya tahan tubuh untuk melawan kuman akan melemah dan mudah

sakit maupun infeksi, keadaan ini tidak baik bagi pertumbuhan janin yang

dikandungnya dan juga dapat menyebabkan anemia yang berakibat buruk pada

proses persalinan yang akan memicu terjadinya perdarahan (Afriani, 2018).


9

d. Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri)

Pengukuran Tinggi Fundus Uteri (TFU) dilakukan pada saat usia

kehamilan masuk 22-24 minggu dengan menggunakan alat ukur capiler, dan

bisa juga menggunakan pita ukur, ini dilakukan bertujuan mengetahui usia

kehamilan dan tafsiran berat badan janin agar terhindar dari resiko persalinan

lewat waktu yang berakibat pada gawat janin (Afriani, 2018).

e. Tentukan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ)

Menentukan persentasi janin dilakukan pada akhir trimester III untuk

menentukan pada bagian terbawah janin kepala , atau kepala janin belum

masuk panggul berarti ada kelainan letak panggul sempit atau ada masalah lain.

Pengukuran detak jantung janin dilakukan menggunakan stetoskop monoaural

atau doppler sebagai acuan untuk mengetahui kesehatan ibu dan janin

khususnya denyut jantung janin dalam rahim dengan detak jantung janin yang

normal nya 120x / menit dilakukan pada ibu hamil pada akhir minggu ke 20

(Afriani, 2018).

f. Skrining Status Imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

Skrining status imunisasi tetanus toksoid (TT) dan diberikan imunisasi

tetanus bila diperlukan. Pemberian imunisasi TT untuk mencegah terjadinya

tetanus neonatorum dan dilakukan sesuai dengan status ibu hamil saat ini.

g. Pemberian Tablet Zat Besi

Zat besi adalah unsur pembentukan sel darah merah dibutuhkan oleh

ibu hamil guna mencegah terjadinya anemia atau kurang darah selama

kehamilan.Pemberian tablet besi atau Tablet Tambah Darah (TTD) diberikan

pada ibu hamil sebanyak satu tablet (60mg) setiap hari berturu-turut selama 90
10

hari selama masa kehamilan, sebaiknya memasuki bulan kelima kehamilan.

TTD mengandung 200 mg ferro sulfat setara dengan 60 ml besi elemental dan

0,25 mg asam folat baik diminum dengan air jeruk yang mengandung vitamin

C untuk mempermudah penyerapan (Afriani, 2018).

h. Tes Laboratorium (Rutin dan Khusus)

Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan golongan darah,

pemeriksaan kadar hemoglobin, pemeriksaan protein dalam urin, glukosa urin,

pemeriksaan HIV dilakukan wajib dengan adanya program pencegahan

penularan dari ibu ke anak (PPIA), tes pemeriksaan darah lainnya seperti

malaria, sifilis, HBsAg.

i. Tatalaksana Kasus

Melaksanakan tatalaksana yang tepat sesuai dengan masalah yang

dialami serta ditangani dengan standar dan kewenangan bidan. Apabila

ditemukan masalah-masalah yang tidak dapat ditangani segera dilakukan

rujukan sesuai dengan sistem rujukan.

j. Temu Wicara

Memberikan penjelasan mengenai perawatan kehamilan, pencegahan

kelainana bawaan, persalinan dan inisiasi menyusu dini (IMD), nifas,

perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, Keluarga Berencana (KB), dan

imunisasi pada bayi serta Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi

(P4K). Penjelasan ini diberikan bertahap sesuai dengan masalah dan kebutuhan

ibu.
11

4. Jadwal Kunjungan Antenatal Care

Pemeriksaan kehamilan sebaiknya dilakukan sedini mungkin, segera

setelah seorang wanita merasa dirinya hamil. Pemeriksaan antenatal selain kuantitas

(jumlah kunjungan), perlu diperhatikan pula kualitas pemeriksaannya. Kebijakan

program pelayanan antenatal yang ditetapkan, yaitu tentang frekuensi kunjungan

sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama kehamilan, dengan ketentuan

waktu sebagai berikut:

a. Minimal 1 (satu) kali kunjungan selama trimester pertama (< 14 minggu)

= K1.

b. Minimal satu kali pada trimester kedua (K2), 14 – 28 minggu

c. Minimal dua kali pada trimester ketiga (K3 dan K4) 28 - 36 minggu dan

setelah 36 minggu sampai lahir.

5. Pelaksana dan Tempat Pelayanan Antenatal

Pelayanan kegiatan antenatal terdapat dari tenaga medis yaitu :

a. Puskesmas/ puskesmas pembantu

b. Posyandu

c. Rumah sakit pemerintah/ swasta

d. Rumah sakit bersalin

e. Tempat praktek swasta (bidan dan dokter)

B. Hipertensi dalam Kehamilan

Berikut teori yang membahas terkait hipertensi dalam kehamilan adalah

sebagai berikut :
12

1. Pengertian Hipertensi pada Kehamilan

Hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskular yang terjadi

sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau dapat terjadi pada masa

nifas. Hipertensi dapat didiagnosis apabila tekanan darah mencapai

140/90mmHg atau lebih (Sastrawinata, 2004). Hipertensi pada kehamilan sering

terjadi dan merupakan penyebab utama kematian ibu melahirkan serta memiliki

efek serius (Alatas, 2019). Terdapat empat jenis penyakit hipertensiyang

menjadi penyulit kehamilan, yaitu hipertensi gestasional, preeklampsi

dan eklampsi, preeklampsi

yang timbul pada hipertensi kronik, dan hipertensi kronik (Cunningham, 2009).

2. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan

Hipertensi pada kehamilan dapat diklasifikasikan menjadi : 1) Hipertensi

kronik, 2) Pre-Eklampsia/ Eklampsia, 3) Hipertensi Kronik dengan Superimposed

Pre-Eklampsia, dan 4) Hipertensi Gestasional (Prawirohardjo, 2016).

a. Hipertensi Kronik

Hipertensi kronik pada kehamilan adalah hipertensi yang telah ada

sebelum kehamilan, serta dapat di diagnosis sebelum usia kehamilan 20

minggu dan menetap sampai 12 minggu pasca persalinan. Ciri-ciri hipertensi

kronik, yaitu : umur ibu relatif tua diatas 35 tahun, tekanan darah ≥ 140/90

mmHg, umumnya multipara, obesitas, dan ditemukan adanya kelainan jantung,

ginjal, dan diabetes melitus (Prawirohardjo, 2016).

Mayoritas wanita hipertensi kronik mengalami penurunan tekanan

darah menjelang akhir trimester pertama sekitar 5-10 mmHg mirip seperti

siklus pada wanita normal. Kemudian tekanan darah akan naik kembali pada
13

trimster ketiga sehingga mirip dengan hipertensi gestasional. Tetapi hipertensi

kronik dapat bertahan sampai lebih dari 12 minggu setelah persalinan (Alatas,

2019).

Tabel 1
Klasifikasi Hipertensi pada Kehamilan

Hipertensi dalam Kehamilan


Tekanan sistolik 140-149 mmHg
Ringan
Tekanan diastolik 90-99 mmHg
Tekanan sistolik 150-159 mmHg
Sedang Tekanan diastolik 100-109 mmHg
Tekanan sistolik ≥160 mmHg
Berat Tekanan diastolik ≥110 mmHg
Sumber: Lalenoh, 2018.

b. Preeklampsia dan Eklamsia

Pre-eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan

20 minggu dan disertai dengan proteinuria. Dari gejala klinik preeklampsi

dapat dibagi menjadi preeklampsi ringan dan preeklampsi berat. Diagnosis

preeklampsi ringan ditegakkan berdasarkan timbulnya hipertensi dengan

tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, proteinuria ≥ 1 + dipstick atau ≥ 0,3 g/24 jam,

dan terdapat edema. Preeklampsi berat adalah preeklampsi dengan tanda dan

gejala tekanan darah ≥ 160/110 mmHg disertai proteinuria 4 + dipstick atau ≥ 5

g/24 jam, mengalami oliguria (urine < 500 cc/ 24 jam), pandangan kabur,

nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran, nyeri epigastrium, edema paru-paru

dan trombositopenia (Prawirohardjo, 2016).

Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia yang

disertai kejang menyeluruh dan koma. Kejang pada eklampsia dapat terjadi

akibat dari penyakit lain seperti perdarahan otak, hipertensi, lesi otak, kelainan
14

metabolik, dan meningitis. Eklampsia dapat timbul pada saat kehamilan,

persalinan, dan umumnya terjadi pada 24 jam pertama pascapersalinan

(Prawirohardjo, 2016).

c. Hipertensi Kronik dengan Superimposed Pre-eklampsia

Pada wanita hamil, hipertensi kronik memiliki risiko 4-5 kali terjadi

preeklampsia pada kehamilannya. Apabila disertai proteinuria, diagnosisnya

adalah superimpose preeklampsia pada hipertensi kronik (Superimposed

Preeklampsia). Hipertensi yang disertai pre-eklampsia biasanya muncul antara

minggu 24-26 kehamilan berakibat kelahiran preterm dan bayi lebih kecil dari

normal (Alatas, 2019).

d. Hipertensi Gestasional

Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang terjadi setelah 20

minggu kehamilan tanpa disertai proteinuria dan tekanan darah akan menjadi

normal pada 3 bulan pascapersalinan (Prawirohardjo, 2016).

3. Etiologi Hipertensi

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan

jelas. Banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam

kehamilan. Berikut merupakan teori-teori yang berkaitan dengan hipertensi dalam

kehamilan :

a. Teori Defisiensi Gizi/ Teori Diet

Rendahnya asupan kalsium pada wanita hamil mengakibatkan peningkatan

hormon paratiroid (PTH), hal ini membuat kalsium intraseluler meningkat melalui

permeabilitas membrane sel terhadap kalsium. Kalsium dari mitokondria lepas ke


15

sitosol. Peningkatan kadar kalsium intraseluler menyebabkan otot polos pembuluh

darah mudah terangsang untuk vasokontriksi yang mengakibatkan tekanan darah

meningkat (Lutfiatunnisa, 2016).

b. Teori Vaskularisasi Plasenta

Pada kehamilan normal, uterus dan plasenta akan mendapatkan perfusi

dari cabang arteri uterine dan arteri ovarika, yang masuk menembus miometrium

dan menjadi arteri arkuata, lalu bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis

akan menembus endometrium, menjadi arteri basalis yang akan bercabang menjadi

arteri spiralis (Lalenoh, 2018).

Selanjutnya pada kehamilan normal dengan sebab yang belum jelas, terjadi

invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang selanjutnya akan

menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut, sehingga terjadi distensi dan

vasodilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri

spiralis, sehingga terjadi perubahan jaringan matriks dan memudahkan lumen arteri

spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri

spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan retensi vaskular,

serta peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Kondisi ini akan mengakibatkan

aliran darah ke janin cukup banyak, demikian juga perfusi jaringan yang

meningkat, pertumbuhan janin akan berjalan baik. Mekanisme tersebut merupakan

proses remodeling dari arteri spiralis.

Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada

lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri

spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak

memungkinkan untuk mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis


16

mengalami vasokontriksi, dan selanjutnya terjadi kegagalan remodeling arteri

spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, serta terjadi hipoksia dan

iskemia plasenta. Hal ini selanjutnya akan menimbulkan hipertensi dalam

kehamilan (Lalenoh, 2018).

c. Teori Iskemia Plasenta dan Pembentukan Radikal Bebas

Kegagalan remodeling arteri spiralis mengakibatkan plasenta mengalami

iskemia dan hipoksia, yang selanjutnya akan merangsang pembentukan oksidan/

radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (OH) yang memiliki efek toksin. Radikal

hidroksil akan merusak membran sel yang banyak mengandung asam lemak tak

jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selanjutnya akan merusak sel,

nukleus, dan protein sel endotel dan menyebabkan terganggunya fungsi endotel.

Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan.

Produksi oksidan dalam tubuh yang bersifat toksik selalu diimbangi

dengan produksi antioksidan. Pada hipertensi dalam kehamilan, telah terbukti

bahwa kadar oksidan khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan

antioksidan pada hipertensi justru menurun, sehingga terjadi dominasi kadar

oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.

Gangguan fungsi endotel yang terjadi pada hipertensi kehamilan berkaitan

dengan beberapa hal berikut :

1) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel

adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi

prostasiklin (PGE2) yang merupakan vasodilator kuat.

2) Agregasi sel trombosi pada daerah endotel yang mengalami kerusakan

untuk menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami


17

kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi hormon tromboksan (TXA2)

yang merupakan suatu vasokonstriktor kuat. Pada keadaan normal, kadar

protasiklin lebih banyak daripada tromboksan. Pada keadaan pre-

eklampsia terjadi keadaan sebaliknya, yaitu kadar tromboksaKIn yang

lebih banyak daripada protasiklin, sehingga menyebabkan terjadinya

peningkatan tekanan darah yang tidak dapat terkendali.

3) Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus.

4) Peningkatan permeabilitas kapiler.

5) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor yaitu endotelin. Pada

kondisi tersebut terjadi kadar Nitric Oxide (NO) yang menurun.

6) Peningkatan faktor-faktor koagulasi (Lalenoh, 2018).

Pada preeklampsi terjadi stress oksidatif yang ditandai dengan adanya

oksigen reaktif dan radikal bebas yang akan menyebabkan pembentukan lipid

peroksida. Pelepasan toksin radikal bebas akan merusal sel-sel endotel,

menghasilkan produk NO, serta mengganggu keseimbangan prostaglandin. Stress

oksidatif menyebabkan terjadinya pembentukan sel-sel gelembung pada atherosis,

aktivasi koagulasi intravaskular (menyebabkan trombositopeni pada preeklampsi),

serta peningkatan permeabilitas membran sel yang selanjutnya bermanifestasi pada

kondisi edema dan proteinuria pada penderita preeklampsi (Lalenoh, 2018).

d. Teori Intoleransi Imunologik pada Ibu dan Janin

Wanita hamil normal, tidak ada respon imun yang akan menolak hasil

konsepsi yang dianggap sebagai asing. Hal ini disebabkan oleh adanya Human

Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang dapat melindungi trofoblas janin dari

lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. Human Leukocyte Antigen Protein G juga

akan
18

mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu

yang mengalami preeklampsia terjadi penurunan HLA-G yang akan mengakibatkan

terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting

agar jaringan desidua menjadi lunak dan gembur sehingga memudahkan terjadinya

dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitokinin, sehingga

memudahkan terjadinya reaksi inflamasi (Prawirohardjo, 2016).

e. Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu

lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika

dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang

mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia

pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia (Prawirohardjo,

2016).

f. Teori Adaptasi Kadiovaskular

Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan

vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan

bahan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk

menimbulkan respons vasokontrisi, hal ini disebabkan karena adanya sintesis

prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Daya refrakter akan hilang bila

diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi

prostaglandin) (Prawirohardjo, 2016).

Pada hipertensi dalam kehilangan kehilangan daya refrakter terhadap

bahan vasokonstriktor dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan

vasopresor, sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan


19

vasopresor. Peningkatan kepekaan ini akan menyebabkan hipertensi dalam

kehamilan (Prawirohardjo, 2016).

g. Teori Stimulus Inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam

sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada

kehamilan normal, plasenta juga melepaskan debris trofoblas sebagai sisa proses

apoptosis dan nekrotik trofoblas akibat reaksi stress oksidatif. Dalam keadaan

normal jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi

juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada

preeklampsia, dimana terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris

trofoblas apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini

menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar,

dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan

mengaktivasi sel endotel dan sel-sel makrofag/ granulosit, yang lebih besar pula,

sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala preeklampsi

pada ibu (Prawirohardjo, 2016).

4. Faktor Risiko

Terdapat banyak faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Beberapa faktor risiko dari hipertensi dalam kehamilan adalah :

a. Primigravida, primipaternitas.

b. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes

mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.

c. Umur yang ekstrim.


20

d. Riwayat keluarga pernah preeklampsi/eklampsia.

e. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.

f. Obesitas (Prawihardjo, 2016).

Tabel 2
Kenaikan Berat Badan Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Rekomendasi Kenaikan
IMT Pra-Kehamilan
Berat Badan
<18,5 (Kurang) 12,5 – 18 Kg
18,5 – 24,9 (Normal) 11,5 – 16 Kg
25,0 – 29,9 (Berlebih) 7 – 11,5 Kg
≥ 30 (Obesitas) 5 – 9 Kg
Sumber: Kemenkes RI, 2020

Ada beberapa penelitian yang menemukan faktor risiko lain terjadinya

hipertensi dalam kehamilan, yaitu :

a. Faktor Stress Psikologi

Ibu hamil sering mengalami stress karena tidak mampu mengatasi

masalah yang dihadapi, yaitu mental, fisik, dan emosional. Stress emosi yang

terjadi pada ibu hamil menyebabkan peningkatan pelepasan corticotropic-

releasing hormone (CRH) oleh hipothalamus, yang kemudian menyebabkan

peningkatan kortisol. Efek kortisol adalah mempersiapkan tubuh untuk berespon

terhadap semua stresor dengan meningkatkan respons simpatis, termasuk

respons yang ditujukan untuk meningkatkan curah jantung dan mempertahankan

tekanan darah. Pada wanita hipertensi, tidak terjadi penurunan sensitivitas

sehingga peningkatan besar volume darah langsung meningkatkan curah jantung

dan tekanan darah (Radjamuda, 2014).


21

b. Pola Makan

Kebiasaan makan ibu hamil sangat mempengaruhi kondisi fisik ibu

maupun janinnya. Menurut Ramadani (2016), pola makan yang kurang baik

akan mengakibatkan asupan nutrisi ibu hamil menjadi tidak seimbang sehingga

menyebabkan sumber energi yang berlebihan, seperti mengkonsumsi makanan

yang mengandung protein, karbohidrat, lemak dan garam cukup tinggi dapat

memicu terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Ibu hamil dengan IMT yang tinggi atau >26,0 mempunyai peluang

menyebabkan kejadian hipertensi dalam kehamilan. Tingginya nilai IMT

berkaitan dengan masalah gizi karena kelebihan kalori, kelebihan timbunan

lemak dalam tubuh, kelebihan gula dan garam akan menjadi faktor risiko

berbagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit

jantung, dan berbagai gangguan kesehatan lainnya (Puspitasari, 2015).

c. Alat Kontrasepsi

Ibu yang menggunakan alat kontrasepsi sebelum hamil memiliki

kecenderungan untuk terkena hipertensi dalam kehamilan dibandingkan dengan

bukan akspetor sebelum hamil. Kontrasepsi hormonal sebagian besar

mengandung hormon estrogen dan progesteron. Hormon dalam kontrasepsi ini

diatur mendekati kadar hormon dalam tubuh akseptor, namun bila digunakan

dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan efek samping, salah satunya

hipertensi (Suryani, 2018).

d. Kekurangan Kalsium

Ibu hamil memerlukan sekitar 2-2,5% kebutuhan kalsium, ibu hamil

yang kekurangan kalsium mempunyai risiko untuk mengalami hipertensi dalam


22

kehamilan. Kalsium berfungsi untuk membantu pertumbuhan tulang janin dan

mempertahankan konsentrasi dalam darah pada aktivitas kontraksi otot.

Kontraksi otot pembuluh darah sangat penting karena dapat mempertahanan

tekanan darah (Lutfiatunnisa, 2016).

5. Tanda dan Gejala

Ibu hamil harus waspada dengan tanda dan gejala hipertensi kehamilan

sebagai berikut, ditemukannya kelebihan protein dalam urin (proteinuria) atau

tanda-tanda tambahan masalah ginjal, sakit kepala yang parah, perubahan

penglihatan menjadi kabur atau sensitifitas pada cahaya, mual dan muntah, jumlah

urin berkurang, penurunan kadar trombosit dalam darah, sesak napas, kenaikan

yang tiba-tiba pada berat badan dan pembengkakan khususnya di wajah dan tangan.

Hal ini juga terjadi di banyak kehamilan normal, sehingga kadang tidak

dianggap sebagai tanda-tanda preeklamsia. Jika hipertensi diketahui sebelum usia

kehamilan 20 minggu dan proteinuria negatif berarti hipertensi kronik. Jika

hipertensi diketahui sebelum usia kehamilan 20 minggu dan proteinuria positif

berarti hipertensi kronik superimpose preeklamsia.

Jika hipertensi sesudah usia kehamilan 20 minggu dan proteinuria negatif

berarti hipertensi gestasional. Jika hipertensi diketahui sesudah kehamilan 20

minggu dan proteinuria positif bisa berarti preeklamsia atau eklampsia.


23

Tabel 3
Tanda dan Gejala Hipertensi dalam Kehamilan

Diagnosis Tekanan Darah Tanda Lain


Hipertensi karena kehamilan
Hipertensi Kenaikan tekanan diastolik a. Proteinuria (-)
15 mmHg atau > 90 mmHg b. Kehamilan >20
dalam 2 pengukuran berjarak minggu
1 jam atau tekanan diastolik
Preeklampsia Ringan Edema pada wajah atau kaki Proteinuria (1+)
Preeklampsia Berat Tekanan diastolik > 110 a. Proteinuria (2+)
mmHg b. Oliguria
c. Hiper refleksia
d. Gangguan
penglihatan
e. Nyeri epigastrium
f. Kejang
Hipertensi kronik
Hipertensi kronik Hipertensi Kehamilan <20
minggu
Superimposed pre- Hipertensi kronik Proteinuria + tanda-
eklampsia tanda lain dari pre-
eklampsia
Sumber: Saifuddin, 2002.

6. Diagnosis Hipertensi dalam Kehamilan

Berikut pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan diagnosis dari

hipertensi kronik :

a. Pengkajian

Pengkajian riwayat kesehatan yang komprehensif saat pemeriksaan

pertama akan mengidentifikasi: keadaan sosial yang buruk, usia dan paritas, riwayat

gangguan hipertensi dalam keluarga, riwayat pre-eklampsi terdahulu, maupun

adanya gangguan medis lain.

b. Pemeriksaan Tekanan Darah dan Fisik

Evaluasi tekanan darah dilakukan dengan posisi duduk atau berbaring

miring ke kiri dengan manset stigmomanometer sejajar dengan jantung. Diagnosis


24

hipertensi di buat apabila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih sebelum wanita

hamil, atau menunjukan kenaikan tekanan darah sebelum kehamilan 20 minggu

tanpa disertai gejala-gejala preeklampsia.

Edema yang tiba-tiba muncul, menyebar dan parah merupakan tanda-tanda

adanya preeklampsia atau keadaan patologis lainnya sehingga pemeriksaan lebih

lanjut perlu dilakukan. Edema ini akan cekung ke dalam jika ditekan dan paling

sering ditemukan di area wajah dan tangan.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah proteinuria sebagai diagnosis

dini preeklampsia yang merupakan akibat dari hipertensi dalam kehamilan.

Pemeriksaan protein urin merupakan salah satu jenis pemeriksaan laboratorium

pada ibu hamil untuk mengetahui fungsi ginjal. Apabila ginjal berfungsi dengan

normal, maka tidak akan terdapat protein dalam urine ibu hamil. Adanya protein

dalam urine akibat dari makanan yang dikonsumsi oleh ibu hamil, ibu mempunyai

infeksi saluran kencing/ urine terkontaminasi dengan darah atau cairan ketuban,

ataupun mengindikasikan adanya preeklampsia baik ringan maupun berat yang

dapat mengarah ke keadaan eklampsia (Sari, 2020).

Pemeriksaan ini menggunakan asam asetat 6% atau asam sulfo salisilat

20% karena sifatnya yang dapat mengikat protein. Prinsipnya terjadi endapan urine

jika direaksikan dengan asam asetat atau asam sulfo salisilat. Hasil pemeriksaan

dapat dianalisis sebagai berikut:

1) Negatif (-) : Urine tidak keruh

2) Positif (+) : Terjadi kekeruhan ringan

3) Positif (++) : Kekeruhan mudah dilihat dan ada endapan halus


25

4) Positif (+++) : Urine lebih keruh dan ada endapan yang lebih

jelas dan terlihat

5) Positif (++++) : Urine sangat keruh dan disertai endapan menggumpal

7. Asuhan dan Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan

Tujuan asuhan yang diberikan adalah memantau kondisi ibu dan janinnya

serta mencegah memburuknya hipertensi dengan menggunakan intervensi dan

pengobatan yang sesuai.

a. Hipertensi Karena Kehamilan tanpa Proteinuria

Tangani secara rawat jalan:

1) Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria) dan kondisi janin setiap

minggu.

2) Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan.

3) Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,

rawat untuk penilaian kesehatan janin.

4) Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia atau

eklampsia.

5) Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal (Saifuddin,

2002).

6) Ibu dianjurkan untuk cukup beristirahat dan tidur pada malam hari

sekurang-kurangnya 8-10 jam dan tidur siang 2 jam, serta mengurangi

aktivitas pekerjaan rumah tangga dan hindari situasi pemicu stres.

7) Dilakukan pencegahan terhadap kenaikan berat badan agresif. Diet tinggi

protein, rendah serat, rendah lemak, dan rendah garam (Pratiwi, 2019).
26

b. Preeklampsia Ringan

Jika belum ada perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat

jalan:

1) Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), refleks, dan kondisi janin.

2) Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya

preeklampsia dan eklampsia.

3) Lebih banyak istirahat.

4) Diet biasa.

5) Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :

a) Diet biasa.

b) Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan urin (untuk proteinuria) sekali

sehari.

c) Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi

kordis, atau gagal ginjal akut.

d) Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dapat dipulangkan

dan nasihatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda

preeklampsia berat. Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan

darah, urin, keadaan janin, serta gejala dan tanda-tanda preeklampsia

berat. Jika tekanan darah naik kembali, rawat kembali.

e) Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan

penanganan dan observasi kesehatan janin.

f) Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat,

pertimbangkan terminasi kehamilan. Jika tidak, rawat sampai aterm.

g) Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklampsia berat.


27

h) Pada preeklampsi/ eklampsi, jika tekanan darah diastolik >110 mmHg,

berikan obat antihipertensi sampai tekanan darah diastolik diantara 90-

100 mmHg. Obat pilihan antihipertensi adalah hydralazin yang

diberikan 5 mg IV pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan darah

turun. Jika hydralazin tidak tersedia, dapat diberikan nifedipin 5 mg

sublingual dan tambahkan 5 mg sublingual, jika respon tidak membaik

setelah 10 menit. Selain itu labetalol juga dapat diberikan sebagai

alternatif hydralazin. Dosis labetalol adalah 10 mg IV, yang jika

respon tidak baik selama 10 menit, berikan lagi labetalol 20 mg IV

(Saifuddin, 2002). Untuk hipertensi dalam kehamilan yang disertai

kejang, dapat diberikan Magnesium sulfat (MgSO4) dengan dosis

MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 20% selama 5 menit. Diikuti

MgSO4 (50%) 5 gr + 1 ml lignokain 2% IM setiap 4 jam.

Selain itu, menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan, hidroterapi

kaki terbukti memiliki pengaruh terhadap penurunan tekanan darah, hal ini

dikarenakan air hangat mempunyai dampak fisiologis yang berdampak pada

pembuluh darah, yang membuat sirkulasi darah menjadi lancar. Hidroterapi atau

rendam air hangat bermanfaat untuk vasodilatasi aliran darah sehingga dapat

mengurangi tekanan darah. Hidroterapi dapat memberikan efek fisiologis terhadap

beberapa bagian tubuh, seperti menghilangkan edema pada kaki, sakit kepala, serta

memicu pembuangan racun dalam tubuh (Hardianti, 2018).

Menurut Ambarsari (2017), rendam kaki pada air hangat menghasilkan

kalor yang bersifat melebarkan dan melancarkan pembuluh darah, serta

merangsang saraf yang berada di kaki untuk merangsang saraf parasimpatis,

sehingga
28

menyebabkan penurunan tekanan darah. Rangsangan kalor pada air hangat akan

turut merangsang baroreseptor, yang merupakan kontrol utama terhadap denyut

jantung dan tekanan darah. Saat arteri meregang dan adanya peningkatan tekanan

darah arteri, reseptor akan mengirim impuls ke pusat vasomotor yang berdampak

pada vasodilatasi arteriol dan vena. Penurunan tahanan perifer dan dilatasi vena

akan mengurangi aliran balik darah. Dengan demikian curah jantung menurun.

Impuls aferen baroreseptor yang mencapai jantung akan merangsang aktivitas

parasimpatis sehingga terjadi penurunan denyut dan daya kontraktivitas jantung.

Cara kerja dari hidroterapi ini dengan penggunaan air hangat yang bersuhu

37OC – 40OC dan kaki direndam selama 10-15 menit. Terapi ini dapat dilakukan

sehari 2 kali pada pagi hari saat bangun tidur dan pada malam hari sebelum tidur

dilakukan secara rutin minimal dalam kurun waktu 2 minggu untuk mendapatkan

hasil yang maksimal (Asrofin, 2020).

C. Manajemen Kebidanan

1. Manajemen Kebidanan Menurut Varney

Manajemen kebidanan adalah sebuah metode dengan pengorganisasian,

pemikiran dan tindakan-tindakan denga urutan yang logis dan menguntungkan baik

bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan. Proses ini menguraikan bagaimana

perilaku yang diharapkan dari pemberi asuhan. Proses manajemen ini bukan hanya

terdiri dari pemikiran dan tindakan saja, melainkan juga perilaku pada setiap

langkah agar pelayanan yang komprehensif dan aman dapat tercapai. Manajemen

kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk

mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-


29

penemuan, ketrampilan dalam rangkaian tahapan logis untuk pengambilan

keputusan yang berfokus pada klien (Handayani, 2017).

Manajemen kebidanan merupakan penerapan dari unsur, system dan

fungsi manajemen secara umum. Manajemen kebidanan menyangkut pemberian

pelayanan yang utuh dan meyeluruh dari bidan kepada kliennya, untuk memberikan

pelayanan yang berkualitas melalui tahapan dan langkah-langkah yang disusun

secara sistematis untuk mendapatkan data, memberikan pelayanan yang benar

sesuai keputusan klinik yang dilakukan dengan tepat. Terdapat 7 langkah

manajemen kebidanan menurut varney yang meliputi (Handayani, 2017) :

2. Langkah Manajemen Kebidanan

Berikut langkah-langkah dalam manajemen kebidanan menurut varney :

a. Langkah I : Pengumpulan data dasar

Dilakukan pengkajian dengan pengumpulan semua data yang diperlukan

untuk megevaluasi keadaan klien secara lengkap. Mengumpulkan semua informasi

yang akurat dari sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.

1) Data subyektif

Data yang didapat dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu

situasi dan kejadian. Informasi tersebut dapat ditentukan nama dengan

informasi atau komunikasi (Lestari, 2014).

a) Biodata

(1) Nama pasien dikaji dengan nama lengkap untuk menghindari

kekeliruan.

(2) Umur ditulis dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko.


30

(3) Agama dikaji untuk mempermudah dalam melakukan

pendekatan dalam asuhan kebidanan.

(4) Pendidikan dikaji untuk mengetahui tingkat intelektual karena

mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang.

(5) Pekerjaan dikaji untuk mengetahui kemungkinan pengaruh

pekerjaan terhadap permasalahan keluarga pasien.

(6) Alamat untuk mempermudah hubungan jika dibutuhkan dalam

keadaan mendesak.

b) Keluhan Utama

Alasan ibu datang mengunjungi fasilitas kesehatan dan

diungkapkan sesuai dengan keluhan yang dialami ibu.

c) Riwayat Menstruasi

Untuk mengetahui tentang alat reproduksi ibu, hal yang dikaji

pada ibu hamil adalah usia menarche, siklus, lama menstruasi dan masalah

yang dialami.

d) Riwayat Kehamilan Sekarang

Di dalam riwayat kehamilan sekarang yang perlu dikaji adalah

tanggal hari pertama haid terahir, masalah dan kelainan pada kehamilan

sekarang, pemakaian obat-obatan, keluhan selama hamil.

e) Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit dikaji untuk mengetahui apakah saat ini sedang

menderita suatu penyakit, atau pernah menderita penyakit sistemik Serta

untuk mengetahui apakah ada riwayat penyakit keluarga, riwayat

keturunan kembar, dan riwayat operasi. Menurut Prawirohardjo (2016),


31

penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

menjadi salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

f) Riwayat Perkawinan

Status perkawinan dikaji jumlah perkawinan, usia saat kawin dan

lamanya perkawinan.

g) Riwayat Keluarga Berencana

Untuk mengetahui sebelum hamil ibu pernah menggunakan alat

kontrasepsi atau tidak, berapa lama menggunakannya.

Ibu yang menggunakan alat kontrasepsi sebelum hamil memiliki

kecenderungan untuk terkena hipertensi dalam kehamilan dibandingkan

dengan bukan akspetor sebelum hamil. Kontrasepsi hormonal sebagian

besar mengandung hormon estrogen dan progesteron, bila digunakan

dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan efek samping, salah

satunya hipertensi (Suryani, 2018).

h) Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu

Jumlah kehamilan sebelumnya dan hasil akhirnya (yaitu abortus,

lahir mati, lahir hidup, apakah anaknya masih hidup, dan apakah dalam

kesehatan yang baik. Selain itu, apakah ada komplikasi saat kehamilan,

persalinan, maupun pada masa nifasnya.

i) Kebiasaan Sehari-hari

a) Pola Nutrisi

Dikaji untuk mengetahui apakah ibu hamil mengalami

gangguan nutrisi atau tidak, pada pola nutrisi yang perlu dikaji

meliputi frekuensi, kualitas, keluhan, makanan pantangan.


32

b) Pola Eliminasi

Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu BAB dan BAK

adalah kaitannya dengan obstipasi atau tidak.

c) Pola Istirahat

Istirahat merupakan kebiasaan yang dianjurkan bagi

kehamilannya. Tanyakan tentang lamanya dan gangguan tidur baik

pada waktu siang maupun malam.

d) Seksualitas

Untuk mengetahui berapa kali ibu melakukan hubungan

suami istri dalam seminggu, ada keluhan atau tidak.

e) Personal Hygiene

Personal hygiene perlu dikaji untuk mengetahui tingkat

kebersihan pasien. Kebersihan perorangan sangat penting supaya tidak

terjadi infeksi kulit.

f) Psikososial Budaya

Untuk mengetahui apakah ada pantangan makan atau

kebiasaan yang tidak diperoleh selama hamil dalam adat masyarakat

setempat, perasaan tentang kehamilan ini, kehamilan ini direncanakan

atau tidak, jenis kelamin yang diharapkan, dukungan keluarga

terhadap kehamilan ini, dan keluarga lain yang tinggal serumah.


33

2) Data Obyektif

Setelah data subjektif kita dapatkan, untuk melengkapi data kita dalam

menegakan diagnosis, maka kita harus melakukan pengkajian data objektif

melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Langkah-

langkah pemeriksaanya sebagai berikut (Lestari, 2014) :

1) Keadaan Umum

Untuk mengetahui keadaan umum ibu apakah baik, sedang, atau

buruk dengan melihat keadaan ibu secara keseluruhan.

2) Kesadaran

Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, kita

dapat melakukan pengkajian tingkat kesadaran mulai dari keadaan compos

mentis (kesadaran maksimal) sampai dengan koma (pasien tidak dalam

sadar).

3) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah data yang dapat diobservasi dan diukur

oleh bidan. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan

tanda-tanda vital, meliputi: pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi,

auskultasi, dan perkusi) dan pemeriksaan penunjang (laboratorium dan

catatan terbaru serta catatan sebelumnya.

a). Tekanan darah

Untuk mengukur faktor risiko hipertensi. Pada kasus

hipertensi kronik hasil pemeriksaan tekanan darah ≥ 140/90

mmHg.
34

b). Suhu

Untuk mengetahui suhu basal pada ibu hamil, suhu badan

yang normal adalah 36,50C sampai 37,50C. Pada kasus hipertensi

kronik umumnya suhu normal.

c). Nadi

Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam menit.

Padakasus hipertensi kronik umumnya nadi normal.

d). Respirasi

Dinilai sifat pernafasan dan bunyi nafas dalam 1 menit.

Apakah pernafasan kurang dari 20 kali per menit/ lebih dari 24 kali

per menit. Pada kasus hipertensi kronik respirasi umumnya

normal. e). Berat badan

Untuk mengetahui adanya kenaikan berat badan rata-rata

selama hamil. Menurut Prawirohardjo (2016), ibu dengan obesitas

menjadi salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi dalam

kehamilan. Ibu hamil dengan IMT yang tinggi atau >26,0 berkaitan

dengan masalah gizi karena kelebihan kalori, kelebihan timbunan

lemak dalam tubuh, kelebihan gula dan garam. Hal ini akan menjadi

faktor risiko berbagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi, diabetes

melitus, penyakit jantung, dan berbagai gangguan kesehatan lainnya

(Puspitasari, 2015).

f). Tinggi badan

Untuk mengetahui tinggi badan ibu hamil, kurang dari

145 cm atau tidak, termasuk risiko tinggi atau tidak.


35

g). LILA

Untuk mengetahui lingkar lengan pasien jika kurang dari

23,5 maka ibu hamil kekurangan energi kronis.

h). Pemeriksaan Sistematis

Pemeriksaan dilakukan mulai dari ujung kepala hingga kaki.

4) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang adalah suatu pemeriksaan medis yang

dilakukan atas indikasi medis tertentu guna memperoleh keterangan-

keterangan yang lebih lengkap. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah

proteinuria sebagai diagnosis dini preeklampsia yang merupakan akibat

dari hipertensi dalam kehamilan. Pemeriksaan protein urin merupakan

salah satu jenis pemeriksaan laboratorium pada ibu hamil untuk

mengetahui fungsi ginjal (Sari, 2020).

b. Langkah II : Interpretasi data dasar

Dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah klien

atau kebutuhan berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah

dikumpulkan. Kebutuhan adalah suatu bentuk asuhan yang harus diberikan kepada

klien, baik klien tahu ataupun tidak tahu.

1) Diagnosa Kebidanan

Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup

praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan

(Lestari, 2014).

Diagnosa kebidanan :

“Ny. W G3P2A0 usia kehamilan 14 minggu dengan hipertensi kronik”.


36

2) Masalah

Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang

ditemukan dari hasil pengkajian yang menyertai diagnosis. Masalah yang

timbul pada ibu hamil dengan hipertensi kronik yaitu mual dan pusing.

3) Kebutuhan

Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien dan belum

teridentifikasi dalam diagnosis dan masalah yang didapatkan dengan

melakukan analisa data. Kebutuhan pada ibu hamil dengan hipertensi kronik

yaitu informasi mengenai hipertensi dalam kehamilan dan KIE tentang diet.

c. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial

Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan

rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Membutuhkan

pantisipasi, bila mungkin dilakukan pencegahan. Penting untuk melakukan asuhan

yang aman. Pada ibu hamil dengan diagnosa hipertensi kronik diagnosa potensial

yag mungkin terjadi yaitu preeklampsi dan eklampsi (Prawirohardjo, 2016).

d. Langkah IV : Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau

untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang

lain sesuai dengan kondisi klien. Pada preeklampsi/ eklampsi, jika tekanan darah

diastolik >110 mmHg, lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat

antihipertensi sampai tekanan darah diastolik diantara 90-100 mmHg (Saifuddin,

2002).
37

e. Langkah V : Merencanakan asuhan yang menyeluruh

Merencanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-langkah

sebelumnya. Rencana asuhan yg menyeluruh meliputi apa yang sudah diidentifikasi

dari klien dan dari kerangka pedoman antisipasi terhadap ibu tersebut seperti apa

yang diperkirakan akan terjadi berikutnya. Pada ibu hamil dengan hipertensi

rencana asuhan yang akan dilakukan yaitu :

1) Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria) dan kondisi janin setiap

minggu.

2) Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan.

3) Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,

rawat untuk penilaian kesehatan janin.

4) Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia atau

eklampsia.

5) Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal (Saifuddin,

2002).

6) Ibu dianjurkan untuk cukup beristirahat dan tidur pada malam hari

sekurang-kurangnya 8-10 jam dan tidur siang 2 jam, serta mengurangi

aktivitas pekerjaan rumah tangga dan hindari situasi pemicu stres.

7) Dilakukan pencegahan terhadap kenaikan berat badan agresif. Diet tinggi

protein, rendah serat, rendah lemak, dan rendah garam (Pratiwi, 2019).

f. Langkah VI : Melaksanakan perencanaan

Melaksanakan rencana asuhan pada langkah ke lima secara efisien dan

aman. Jika bidan tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul tanggung jawab

untuk mengarahkan pelaksanaanya.


38

g. Langkah VII : Evaluasi.

Dilakukan evaluasi dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan

kebutuhan apakah benar telah terpenuhi sesuai dengan masalah dan diagnosa. Hasil

yang diharapkan dari asuhan kebidanan dengan ibu hipertensi adalah mencegah

memburuknya hipertensi dengan menggunakan intervensi dan pengobatan yang

sesuai (Handayani, 2017).

D. Asuhan Sayang Ibu pada Kehamilan

Menurut Husein (2014), dalam pemantauan pada trimester III kehamilan yaitu

pada usia 9-42 minggu diantaranya :

1. Pemantauan pertumbuhan berat badan berdasarkan pada IMT ibu.

2. Pemeriksaan tekanan darah

3. Pemeriksaan tinggi fundus dan penentuan berat badan janin

4. Penentuan letak janin dengan palpasi abdominal

5. Melakukan pemeriksaan enyut jantung janin

6. Pemberian konseling sesuai uia kehamilannya tentang gizi, istirahat, pengaruh

rokok/ alkohol/ obat pada kehamilan, ketidaknyamanan normal dalam

kehamilan

7. Pemberian suplemen asam folat, tablet FE, dan pemberian imunisasi TT

8. Deteksi terhadap masalah psikologis dan berikan dukungan selama kehamilan

9. Kebutuhan exercise ibu yaitu senam hamil

10. Deteksi pertumbuhan janin terhambat baik dengan pemeriksaan palpasi

11. Mengurangi keluhan akibat ketidaknyamanan yang terjadi pada trimester III
39

12. Deteksi dini komplikasi yag terjadi pada trimester III dan melakukan tindakan

kolaborasi dan atau rujukan secara cepat

13. Melibatkan keluarga dalam setiap asuhan

14. Persiapan laktasi

15. Persiapan persalinan

16. Melakukan kolaborasi pemeriksaan USG jika ditemukan kemungkinan

kelainan letak janin, letak plasenta, atau penurunan kesejahteraan janin

17. Lakukan rujukan jika ditemukan tanda-tanda patologi pada trimester III.

Anda mungkin juga menyukai