Anda di halaman 1dari 33

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Antenatal Care (ANC)

2.1.1 Definisi Antenatal Care (ANC)


Antenatal Care (ANC) adalah perawatan fisik mental sebelum
persalinan atau masa hamil. ANC bersifat preventif care dan bertujuan
mencegah hal-hal yang kurang baik bagi ibu dan anak. Antenatal Care
adalah perawatan yang dilakukan atau diberikan kepada ibu hamil mulai
dari saat awal kehamilan hingga saat persalinan. Antenatal Care (ANC)
adalah suatu pelayanan yang diberikan oleh perawat kepada ibu hamil,
seperti pemantauan kesehatan secara fisik, psikologis, termasuk
pertumbuhan dan perkembangan janin serta mempersiapkan proses
persalinan dan kelahiran supaya ibu siap menghadapi peran baru sebagai
orang tua (Wahab, 2019).

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga


kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standar
pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan
(SPK). Sedangkan tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan
pelayanan antenatal kepada ibu hamil antara lain dokter spesialis
kebidanan, dokter, bidan dan perawat (Dinas Kesehatan Provinsi Bali,
2018)

2.1.2 Tujuan Antenatal Care


Tujuan antenatal care untuk menjamin perlindungan terhadap ibu
hamil dan atau janin berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan, dan
penanganan dini komplikasi kehamilan (Kemenkes RI, 2018). Tujuan asuhan
keperawatan antenatal adalah mendeteksi secara dini risiko komplikasi yang
mungkin dialami ibu selama hamil, mencegah komplikasi selama hamil,
9

memantau kesehatan ibu dan janin, membantu dan memfasilitasi proses


adptasi yang terjadi sehingga ibu dapat beradaptasi dengan perubahan fisik
dan peran barunya, menginformasikan kunjungan ulang, menentukan usia
kehamilan dan perkiraan persalinan menurunkan morbiditas dan mortalitas
ibu dan perinatal (Wahab, 2019).

2.1.3 Jadwal Kunjungan Antenatal Care


Program pelayanan kesehatan ibu di Indonesia menganjurkan agar ibu
hamil melakukan pemeriksaan kehamilan minimal empat kali selama masa
kehamilan. Pemeriksaan kehamilan sesuai dengan frekuensi minimal di tiap
trimester, sebagai berikut (Kemenkes RI, 2018) :

1) Kunjungan pertama/K1 (Trimester I : usia kehamilan 0-12 minggu)

K1 adalah kunjungan pertama ibu hamil pada masa kehamilan ke


pelayanan kesehatan. Pemeriksaan pertama kehamilan diharapkan dapat
menetapkan data dasar yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam rahim dan kesehatan ibu sampai persalinan.
Kegiatan yang dilakukan sebagai berikut: anamnesa, pemeriksaan fisik
umum, pemeriksaan khusus obstetri, penilaian risiko kehamilan,
menentukan taksiran berat badan janin, pemberian imunisasi TT1, KIE
pada ibu hamil, penilaian status gizi, dan pemeriksaan laboratorium.
2) Kunjungan kedua/K2 (Trimester II : usia kehamilan 12-24 minggu)
Pada masa ini ibu dianjurkan untuk melakukan kujungan antenatal
care minimal satu kali. Pemeriksaan terutama untuk menilai risiko
kehamilan, laju pertumbuhan janin, atau cacat bawaan. Kegiatan yang
dilakukan pada masa ini adalah anamnesis keluhan dan perkembangan
yang dirasakan ibu, pemeriksaan fisik, pemeriksaan USG, penilaian risiko
kehamilan, KIE pada ibu, dan pemberian vitamin
3) Kunjungan ketiga dan ke-empat / K3 dan K4 (Trimester III : usia
kehamilan 24 minggu sampai persalinan)
10

Pada masa ini sebaiknya ibu melakukan kunjungan antenatal care


setiap dua minggu sampai adanya tanda kelahiran. Pada masa ini
dilakukan pemeriksaan: anamnesis keluhan dan gerak janin, pemberian
imunisasi TT2, pengamatan gerak janin, pemeriksaan fisik dan obstetri,
nasihat senam hamil, penilaian risiko kehamilan, KIE ibu hamil,
pemeriksaan USG, pemeriksaan laboratorium ulang.

2.1.4 Standar Asuhan Pelayanan Antenatal Care (ANC)


Pelayanan kesehatan ibu hamil yang diberikan harus sesuai dengan standar
dan memenuhi elemen pelayanan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2018):
a. Pengukuran berat badan dan tinggi badan.
Pengukuran tinggi badan cukup satu kali dalam waktu
kunjungan pertama. Bila tinggi badan < 145 cm, maka faktor resiko
panggul sempit, kemungkinan sulit melahirkan secara normal.
Sedangkan penimbangan berat badan di ukur setiap kali periksa.
Sejak bulan ke-4 pertambahan berat badan paling sedikit 1kg/bulan.
b. Pengukuran tekanan darah.
Tekanan darah normal 120/80 mmhg. Bila tekanan darah lebih
tinggi 140/90 mmhg ada faktor resiko hipertensi dalam kehamilan
c. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA).
Bila kurang dari 23,5 cm menunjukan ibu hamil menunjukan
ibu hamil Kurang Energi Kronis (ibu hamil KEK) dan beresiko
melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
d. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).
Pengukuran tinggi rahim berguna untuk melihat pertumbuhan
janin apakah sesuai dengan usia kehamilan
e. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus
toksoid sesuai status imunisasi.
11

Penentuan Status Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) oleh petugas


untuk selanjutnya bilamana diperlukan mendapatkan suntikan
Tetanus Toksoid sesuai anjuran petugas kesehatan untuk mencegah
Tetanus pada Ibu dan Bayi.

Tabel rentang waktu pemberian imunisasi TT dari lama


perlindungannya.
Imunisasi Selang Waktu
Lama Perlindungan
TT Minimal
Langkah awal pembentukan
TT 1 kekebalan tubuh terhadap
penyakit tetanus
TT 2 1 bulan setelah TT 1 3 Tahun
TT 3 6 bulan setelah TT 2 5 Tahun
TT 4 12 bulan setelah TT 3 1 Tahun
TT 5 12 bulan setelah TT 4 >25 Tahun

f. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan.


Ibu hamil sejak awal kehamilan minum 1 tablet tambah darah setiap
hari minimal selama 90 hari. Tablet tambah darah diminum pada
malam hari untuk mengurangi rasa mual
g. Penentuan letak janin (presentase janin) dan denyut jantung janin
(DJJ).
Apabila Trimester III bagian bawah janin bukan kepala atau kepala
belum masuk panggul, kemungkinan ada kelainan letak atau ada
masalah lain. Bila denyut jantung kurang dari 120 kali/menit
menujukan ada tanda gawat janin maka harus segera di rujuk
h. Konseling atau penjelasan
Tenaga kesehatan memberi penjelasan mengenai perawatan
kehamilan, pencegahan kelaianan, persalinan dan inisiasi menyusui
12

dini (IMD), ASI eksklusif, Keluarga Berencana dan imunisasi pada


bayi. Penjelasan ini diberikan secara bertahap pada saat kunjungan
hamil.
i. Pelayanan tes laboratorium
a) Tes golongan darah untuk mempersiapkan donor bagi ibu
hamil bila diperlukan
b) Tes haemoglobin untuk mengetahui apakah ibu kekurangan
darah (Anemia).
c) Tes pemeriksaan urine (air kencing).
d) Tes pemeriksaan darah lainnya, seperti HIV dan sifilis,
sementara pemeriksaan malaria dilakukan di daerah endemis.
j. Tatalaksana atau mendapatkan pengobatan
Jika ibu mempunyai masalah kesehatan pada saat hamil.

2.2 Konsep Dasar Kehamilan Trimester III (30-32 Minggu)

2.2.1 Pengertian Kehamilan Trimester III


Trimester ketiga berlangsung selama 13 minggu, mulai dari minggu ke
– 28 sampai minggu ke- 40. Pada trimester ketiga, organ tubuh janin sudah
terbentuk. Hingga pada minggu ke – 40 pertumbuhan dan perkembangan
utuh telah dicapai. Kehamilan trimester III merupakan kehamilan dengan
usia 28-40 minggu dimana merupakan waktu mempersiapkan kelahiran dan
kesiapan peran sebagai orang tua (Tania, 2018).

2.2.2 Perubahan Fisiologis Trimester III


Perubahan fisiologi pada masa kehamilan Trimester III adalah (Tania,
2018):

a. Minggu ke-28/bulan ke-7


13

Fundus uteri berada di pertengahan antara pusat dan prosesus


sifoideus. Ibu hamil sering pada minggu ini sering menggunakan
pernafasan dada dan pemeriksaan leopold sudah bisa dilakukan.
b. Minggu ke-32/ bulan ke-8
Fundus uteri sudah mencapai prosesus sifoideus, payudara sudah
terasa penuh karena ASI, dan terdapat nyeri tekan di payudara. Ibu
hamil pada minggu ini akan sering BAK dan terasa sesak karena perut
semakin besar.
c. Minggu ke-38/ bulan ke-9
Kepala janin akan masuk ke dalam panggul/pelvis ibu. Plasenta lebih
tebal 4 kali waktu usia kehamilan 18 minggu dengan berat 0,5 – 0,6
kg. ibu hamil pada minggu ini akan merasakan punggung sakit dan
BAK meningkat. Braxton Hicks meningkat karena serviks dan segmen
bawah rahim disiapkan untuk persalinan.

2.2.3 Perubahan Psikologis Trimester III


Perubahan psikologis pada masa kehamilan Trimester III , yaitu (Indriyani,
Sumarni, & Salat, 2018) :
a. Gangguan rasa nyaman sering terjadi
b. Takut dan cemas akan rasa sakit dan timbul bahaya fisik pada saat
melahirkan
c. Khawatir bayi akan dilahirkan dalam keadaan tidak normal
d. Merasa sedih karena akan terpisah dari bayinya.
e. Merasa kehilangan perhatian
f. Perasaan mudah terluka (sensitif) & Libido menurun

2.2.4 Ketidaknyamanan Trimester III


Ketidaknyamanan ibu hamil pada Trimester III, adalah sebagai berikut
(Indriyani et al., 2018):
a. Peningkatan Frekuensi berkemih
14

Frekuensi berkemih meningkat pada trimester ketiga sering


dialami wanita primigravida. Peningkatan frekuensi berkemih
disebabkan oleh tekanan uterus karena turunnya bagian bawah janin
sehingga kandung kemih tertekan, kapasitas kandung kemih berkurang
dan mengakibatkan frekuensi berkemih meningkat.
Pada trimester III kandung kemih tertarik keatas dan keluar
dari panggul sejati ke arah abdomen. Uretra memanjang sampai 7,5
cm karena kandung kemih bergeser kearah atas. Tonus kandung kemih
dapat menurun. Hal ini memungkinkan distensi kandung kemih
sampai sekitar 1500 ml. Pada saat yang sama pembesaran uterus
menekan kandung kemih, menimbulkan rasa ingin berkemih meskipun
kandung kemih hanya berisi sedikit urine.
Tanda-tanda bahaya yang dapat terjadi akibat terlalu sering
buang air kecil yaitu dysuria, oliguria dan asymtomatic bacteriuria.
Untuk mengantisipasi terjadinya tanda – tanda bahaya tersebut yaitu
dengan minum air putih yang cukup (± 8-12 gelas/hari) dan menjaga
kebersihan disekitar alat kelamin. Ibu hamil perlu mempelajari cara
membersihkan alat kelamin yaitu dengan gerakan dari depan
kebelakang setiap kali selesai berkemih dan harus menggunakan tissue
atau handuk yang bersih serta selalu mengganti celana dalam apabila
terasa basah.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada ibu hamil trimester
III dengan keluhan sering kencing yaitu KIE tentang penyebab sering
kencing, kosongkan kandung kemih ketika ada dorongan, perbanyak
minum pada siang hari dan kurangi minum di malam haru jika
mengganggu tidur, hindari minum kopi atau teh sebagai diuresis,
berbaring miring kiri saat tidur untuk meningkatkan diuresis dan tidak
perlu menggunakan obat farmakologis.
15

b. Sakit punggung atas dan bawah


Karena tekanan terhadap akar syaraf dan perubahan sikap
badan pada kehamilan lanjut karena titik berat badan berpindah
kedepan disebabkan perut yang membesar. Ini diimbangi dengan
lordosis yang berlebihan dan sikap ini dapat menimbulkan spasmus.
c. Hiperventilasi dan sesak nafas
Peningkatan aktivitas metabolis selama kehamilan akan
meningkatkan karbondioksida. Hiperventilasi akan menurunkan
karbon dioksida. Sesak nafas terjadi pada trimester III karena
pembesaran uterus yang menekan diafragma. Selain itu diafragma
mengalami elevasi kurang lebih 4 cm selama kehamilan.
d. Edema Dependen
Terjadi karena gangguan sirkulasi vena dan peningkatan
tekanan vena pada ekstrimitas bawah karena tekanan uterus membesar
pada vena panggul pada saat duduk/ berdiri dan pada vena cava
inferior saat tidur terlentang. Edema pada kaki yang menggantung
terlihat pada pergelangan kaki dan harus dibedakan dengan edema
karena preeklamsi.
e. Nyeri ulu hati
Ketidaknyamanan ini mulai timbul menjelang akhir trimester II
dan bertahan hingga trimester III. Penyebab :
1) Relaksasi sfingter jantung pada lambung akibat pengaruh yang
ditimbulkan peningkatan jumlah progesteron.
2) Penurunan motilitas gastrointestinal yang terjadi akibat relaksasi otot
halus yang kemungkinan disebabkan peningkatan jumlah progesteron
dan tekanan uterus.
3) Tidak ada ruang fungsional untuk lambung akibat perubahan tempat
dan penekanan oleh uterus yang membesar.
f. Kram tungkai
16

Terjadi karena asupan kalsium tidak adekuat, atau


ketidakseimbangan rasio dan fosfor. Selain itu uterus yang membesar
memberi tekanan pembuluh darah panggul sehingga mengganggu
sirkulasi atau pada saraf yang melewati foramen doturator dalam
perjalanan menuju ekstrimitas bawah.
g. Konstipasi
Pada kehamilan trimester III kadar progesteron tinggi. Rahim
yang semakin membesar akan menekan rectum dan usus bagian bawah
sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi semakin berat karena gerakan
otot dalam usus diperlambat oleh tingginya kadar progesterone.
Konstipasi ibu hamil terjadi akibat peningkatan produksi
progesteron yang menyebabkan tonus otot polos menurun, termasuk
pada sistem pencernaan, sehingga sistem pencernaan menjadi lambat.
Motilitas otot yang polos menurun dapat menyebabkan absorpsi air di
usus besar meningkat sehingga feses menjadi keras.
Perencanaan yang dapat diberikan pada ibu hamil dengan
keluhan konstipasi adalah tingkatkan intake cairan minimum 8 gelas
air putih setiap hari dan serat dalam diet misalnya buah, sayuran dan
minum air hangat, istirahat yang cukup, melakukan olahraga ringan
ataupun senam hamil, buang air besar secara teratus dan segera setelah
ada dorongan.
h. Kesemutan dan kebal pada jari
Perubahan pusat gravitasi menyebabkan wanita mengambil
postur dengan posisi bahu terlalu jauh kebelakang sehingga
menyebabkan penekanan pada saraf median dan aliran lengan yang
akan menyebabkan kesemutan dan kebal pada jari-jari.
i. Insomnia
Disebabkan karena adanya ketidaknyamanan akibat uterus
yang membesar, pergerakan janin dan karena adanya kekhawatiran
dan kecemasan.
17

2.2.5 Tanda Bahaya Kehamilan Trimester III


Tanda bahaya yang dapat terjadi pada ibu hamil trimester III, yaitu (Yesi,
2018) :
a. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi
dilahirkan disebut sebagai perdarahan pada kehamilan lanjut atau
perdarahan antepartum.
b. Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada
korpus uteri sebelum janin lahir. Biasanya terjadi pada trimester ketiga,
walaupun dapat pula terjadi setiap saat dalam kehamilan. Bila plasenta
yang terlepas seluruhnya disebut solusio plasenta totalis. Bila hanya
sebagian disebut solusio plasenta parsialis atau bisa juga hanya
sebagian kecil pinggir plasenta yang lepas disebut rupture sinus
marginalis
c. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada
segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruhnya
pembukaanjalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak pada
bagian atas uterus.
d. Keluar cairan pervaginam
Pengeluaran cairan pervaginam pada kehamilan lanjut merupakan
kemungkinan mulainya persalinan lebih awal. Bila pengeluaran berupa
mucus bercampur darah dan mungkin disertai mules, kemungkinan
persalinan akan dimulai lebih awal. Bila pengeluaran berupa cairan,
perlu diwaspadai terjadinya ketuban pecah dini (KPD). Menegakkan
diagnosis KPD perlu diperiksa apakah cairan yang keluar tersebut
adalah cairan ketuban. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan
speculum untuk melihat darimana asal cairan, kemudian pemeriksaan
reaksi Ph basa.
18

e. Gerakan janin tidak terasa


Apabila ibu hamil tidak merasakan gerakan janin sesudah usia
kehamilan 22 minggu atau selama persalinan, maka waspada terhadap
kemungkinan gawat janin atau bahkan kematian janin dalam
uterus.Gerakan janin berkurang atau bahkan hilang dapat terjadi pada
solusio plasenta dan ruptur uteri.
f. Nyeri perut yang hebat
Nyeri perut kemungkinan tanda persalinan preterm, ruptur uteri, solusio
plasenta. Nyeri perut hebat dapat terjadi pada ruptur uteri disertai
shock, perdarahan intra abdomen dan atau pervaginam, kontur uterus
yang abnormal, serta gawat janin atau DJJ tidak ada.
g. Keluar Air Ketuban
Sebelum Waktunya Keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah
kehamilan 22 minggu, ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi
sebelum proses persalinan berlangsung. Pecahnya selaput ketuban
dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu
maupun kehamilan aterm.

2.3 Konsep Dasar Premature Ruptur Of Membran (PROM)

2.3.1 Definisi PROM


Ketuban pecah dini atau spontaneous / early premature of the
membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu atau
sebelum terdapat tanda persalinan yaitu bila pembukaan pada primi
kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Ketuban pecah
dini adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan sebelum pembukaan
5 cm. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.
Sebagian ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37
minggu sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak (Afrida et
19

al., 2019)

2.3.2 Etiologi PROM


Penyebab ketuban pecah dini antara lain (Afrida et al., 2019):
a. Servik inkompeten (penipisan servik) yaitu kelainan pada servik uteri
dimana kanalis servikalis selalu terbuka.
b. Ketegangan uterus yang berlebihan, misalnya pada kehamilan ganda
dan hidroamnion karena adanya peningkatan tekanan pada kulit
ketuban di atas 6 ostium uteri internum pada servik atau peningkatan
intra uterin secara mendadak.
c. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan
genetic.
d. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut
fase laten.
1.Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi
2.Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin
3.Komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat
e. Kelainan letak janin dalam rahim, misalnya pada letak sunsang dan
letak lintang, karena tidak ada bagan terendah yang menutupi pintu
atas panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane
bagian bawah. kemungkinan kesempitan panggul, perut gantung,
sepalopelvik, disproporsi.
f. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini

2.3.3 Patofisiologis PROM


Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini
dengan menginduksikontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit
20

ketuban. Banyak mikroorganismeservikovaginal, menghasilkan


fosfolipid A2 dan fosfolipid C yang dapat 7 meningkatkankonsentrasi
secara local asam arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan
PGE2dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan kontraksi
miometrium. Pada infeksi jugadihasilkan produk sekresi akibat aktivasi
monosit/ makrofag, yaitu sitokin, interleukin 1,factor nekrosis tumor dan
interleukin 6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru
janin dan ginjal janin yang ditemukan dalam cairan amnion, secara
sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk
ke dalam cairan amnion juga akan merangsang sesl-sel desidua untuk
memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan
dimulainya persalinan. Adanya kelemahan local atau perubahan kulit
ketuban adalah mekanisme lainterjadinya ketuban pecah dini akibat
infeksi dan inflamasi. Enzim bacterial dan atau produk host yang
disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkankelemahan
dan ruptur kulit ketuban. Banyak flora servikovaginal komensal dan
patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease dan
kolagenase yang menurunkan. Kekuatan tegangan kulit ketuban.
Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapatmemecah
kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi leukosit
pada kulitketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi
dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan
ketuban pecah dini.Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin
N, dan kolagenase yangdihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya
melemahkan kulit ketuban. Sel inflamasimanusia juga menguraikan
aktifator plasminogen yang mengubah plasminogen menjadi plasmin,
potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini.
21

2.3.4 Manifestasi Klinis PROM


Manifestasi klinik KPD menurut (Afrida et al., 2019) antara lain :
1. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau
kecoklatan, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
2. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
3. Janin mudah diraba
22

4. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah
kering
5. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak
ada dan air ketuban sudah kering.
6. Kecemasan ibu meningkat.

2.3.5 Komplikasi PROM


Komplikasi ketuban pecah dini yang paling sering terjadi pada ibu
bersalin yaitu infeksi dalam persalinan, infeksi masa nifas, partus lama,
perdarahan post partum, meningkatkan kasus bedah caesar, dan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal. Sedangkan
komplikasi yang paling sering terjadi pada janin yaitu prematuritas,
penurunan tali pusat, hipoksia dan asfi ksia, sindrom deformitas janin,
dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal (Ningtias, 2019)

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang PROM


Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkan dengan keterangan
terjadi pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas. Selain
keterangan yang disampaikan pasien dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan yang menetapkan bahwa cairan yang keluar adalah air
ketuban, diantaranya tes ferning dan nitrazine tes. Langkah pemeriksaan
untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini dapat dilakukan: 1.
Pemeriksaan spekulum, untuk mengambil sampel cairan ketuban di
froniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan
pemeriksaan bakteriologis. 2. Melakukan pemeriksaan dalam dengan
hati-hati, sehingga tidak banyak manipulasi daerah pelvis untuk
mengurangi kemungkinan-kemungkinan infeksi asenden dan persalinan
prematuritas (Ningtias, 2019).
23

2.3.7 Penatalasanaan Medis PROM


Menurut Ratnawati (2017), penatalaksanaan ketuban pecah dini, yaitu :

Konserpatif

a. Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada


ibu maupun pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
b. Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila tidak
tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar atau samapai air ketuban tidak keluar lagi
d. Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi,
tes buss negtaif beri dexametason, observasi tanda-tanda infeksi dna
kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik(salbutamol), dexametason dan induksi sesudah 24
jam
f. Jika usia kehailan 32 -37 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan
lakukan induksi
g. Nilai tanda – tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda tanda infeksi
intrauterine)
h. Pada usia kehamilan 32 – 34 minggu berikan steroid, untuk memicu
kemtangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap hari, dexametason IM 5mg setiap 6 jam
sebnayak 4 kali

Aktif

a. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio


sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali
24

b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibotika dosis tinggi dan


hentikan persalinan
c. Bila skor pelvik <5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea
d. Bila skor pelvik>5, induksi persalinan, partus pervaginam

2.3.8 Penatalaksanaan Keperawatan PROM


Penatalaksanaan keperawatan pada ketuban pecah dini menurut (Ningtias,
2019) :
1. Anjurkan di rawat rumah sakit dengan tirah baring dan hindari
aktivitas berlebih karena air ketuban akan terus keluar
2. Anjurkan relaksasi nafas dalam untuk menenangkan klien
3. Jangan melakukan pemeriksaan dalam vagina kecuali ada tanda-
tanda persalinan.
4. Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau
gawat janin.
5. Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada tanda ketuban pecah dan tidak ada
kontraksi uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila
ketuban pecah berlangsung, lakukan terminasi kehamilan.

2.4 Konsep Dasar Partus Prematur Imminiens (PPI)

2.4.1 Definisi Partus Prematur Imminiens (PPI)


Partus Prematurus Imminens (PPI) atau ancaman kelahiran prematur
merupakan adanya kontraksi uterus disertai dengan perubahan serviks
berupa dilatasi dan effacement sebelum 37 minggu usia kehamilan serta
dapat menyebabkan kelahiran prematur. Kelahiran prematur merupakan
masalah dengan prevalensi yang tinggi di dunia dan merupakan tantangan
bagi dokter khususnya dokter kandungan untuk mengetahui penyebab dan
25

pencegahan kelahiran premature (Widiana, Putra, Budiana, & Manuaba,


2019). Partus Prematurus Imminens adalah persalinan yang berlangsung
pada umur kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama menstuasi
terakhir (HPMT). Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui bahwa
Partus Prematurus Imminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada
kehamilan dimana timbulnya tandatanda persalinan pada usia kehamilan
yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan berat badan lahir bayi
kurang dari 2500 gram(Wiknjosastro, 2017).

2.4.2 Etiologi dan Faktor Risiko Partus Prematur Imminiens (PPI)


Faktor resiko PPI menurut (Wiknjosastro, 2017) yaitu :
1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan
antepartum, KPD, pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan
janin, gemeli, polihidramnion.
2. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam,
kelainan bentuk uterus, riwayat partus preterm atau abortus
berulang, inkompetensi serviks, pemakaian obat narkotik,
trauma, perokok berat, kelainan imun/resus.

Namun menurut (Taufan, 2018) ada beberapa resiko yang dapat


menyebabkan partus prematurus yaitu :
1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali
uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32
minggu, serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada
kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih
dari 1 kali, riwayat persalinan pretem sebelumnya, operasi
abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan
iritabilitas uterus.
2. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan
pervaginam setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis,
26

merokok lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada


trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.

2.4.3 Tanda dan Gejala Partus Prematur Imminiens (PPI)


Partus prematurus iminen ditandai dengan (Widiana et al., 2019) :

1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit


2. Rasa berat dipanggul
3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
4. Keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering
lolos dari kewaspadaan tenaga medis. Menurut (Widiana et al., 2019)
jika proses persalinan berkelanjutan akan terjadi tanda klinik sebagai
berikut :
1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam
satu jam
2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1
cm, perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan serviks.

2.4.4. Patofisiologi Partus Prematur Imminiens (PPI)


Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan
mekanisme yang bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi
tenang uterus selama kehamilan atau adanya gangguan yang
menyebabkan singkatnya kehamilan atau membebani jalur
persalinanan normal sehingga memicu dimulainya proses persalinan
secara dini. Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi, regangan dan
perdarahan. Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran,
ketuban pecah, aliran darah ke plasenta yang berkurang
mengakibatkan nyeri dan intoleransi aktifitas yang menimbulkan
kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan prematur. Akibat
27

dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu. Pada
janin, menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga
terjailah imaturitas jaringan pada janin. Salah satu dampaknya
terjdilah maturitas paru yang menyebabkan resiko cidera pada janin.
Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada kesehatan yang menyebabkan
ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan mengakibatkan
kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat
kehamilan.
28
29

2.4.5 Pemeriksaan Penunjang Partus Prematur Imminiens (PPI)


Menurut (Taufan, 2018) pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Laboratorium
a. Pemeriksaan kultur urine
b. Pemeriksaan gas dan pH darah janin
c. Pemeriksaan darah tepi ibu : jumlah leukosit
d. C-reactive protein. CRP ada pada serum penderita infeksi akut
dan dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi
fraksi polisakarida somatik non spesifik kuman pneumococcus
yang disebut fraksi C. CRP, dibentuk di hepatosit sebagai reaksi
terhadap IL-1, IL-6, TNF.
2) Amniosintesis : hitung leukosit, pewarnaan Gram bakteri (+) pasti
amnionitis, kultur, kadar IL-1, IL-6, kadar glukosa cairan amnion
3) Pemeriksaan ultrasonografi
a. Oligohidramnion : berhubungan dengan korioamnionitis dan
koloni bakteri pada amnion.
b. Penipisan serviks : bila ketebalan serviks < 3 cm (USG), dapat
dipastikan akan terjadi persalinan preterm..
c. Kardiotokografi : kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan
kontraksi
d. Sonografi seviks transperineal dapat menghindari manipulasi
intravagina terutama pada kasus KPD dan plasenta previa

2.4.6 Penatalaksanaan Medis Partus Prematur Imminiens (PPI)


Penatalaksanaan medis partus premature imminiens menurut (Yulinda,
2018) adalah:
1. Tatalaksana Umum
Tatalaksana Umum mencakup pemberian tokolitik, kortikosteroid, dan
antiboitika profilaksis. Namun beberapa kasus memerlukan
30

penyesuaian.
2. Tatalaksana Khusus
Jika ditemui salah satu dari keadaan berikut ini, tokolitik tidak perlu
diberikan dan bayi dilahirkan secara pervaginam atau perabdominam
sesuai kondisi kehamilan :
 Usia kehamilan dibawah 24 dan diatas 34 minggu
 Pembukaan > 3 cm
 Ada tanda infeksi intrauterin, preeklamsia, atau perdarahan aktif
 Ada gawat janin
 Janin meninggal atau adannya kelainan kongenital yang kemungkinan
hidupnya kecil
 Bila kondisi seperti diatas di rujuk RS

Lakukan terapi konservatif (ekspektan) dengan tokolitik, kortikosteron,


dan antibiotika jika syarat ini terpenuhi :
 Umur kehamilan antara 24-34 minggu
 Dilatasi servick kurang dari 3 cm
 Tidak ada infeksi intrauterin, preeklamsia, atau perdarahan aktif
 Tidak ada gawat janin

Tokolitik hanya diberikan pada 48 jam pertama untuk memberikan


kesempatan pemberian kortikosteroid.
Obat – obat tokolitik yang digunakan adalah :
 Nifedipin : 3 x 10 mg per oral
 Salbutamol : dosis awal 10 mg IV dalam 1 liter cairan infus 10
tetes/menit. Jika kontraksi masih ada, naikkan kecepatan 10 tetes/menit
setiap 30 menit sampai kontraksi berhenti / denyut nadi > 120/menit
kemudian dosis dipertahankan hingga 12 jam setelah kontraksi hilang
31

Berikan kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Obat pilihannya


adalah :
 Deksametasone 6 mg IM setiap 12 jam sebanyak 4 kali
 Betametasone 12 mg setiap 24 jam sebanyak 2 kali

Pilihan antibiotika diberikan untuk persalinan preterm adalah :


 Ampisilin : 2 g IV setiap 6 jam
 Penisilin G 2 juta unit IV setiap 6 jam
 Klindamisin : 3 x 300 mg PO (jika terjadi terhadap penisilin) 
Antibiotika yang diberikan jika persalinan preterm disertai dengan
ketuban pecah dini adalah eritromisin 4x 400 mg per oral.
Bila dalam observasi pemberian tokolitik masih ada kontraksi atau ada
tanda persalinan segera rujuk RS

2.4.7 Penatalaksanaan Keperawatan Partus Prematur Imminiens (PPI)


Penatalaksanaan keperawatan pada partus premature imminiens menurut
menurut (Yulinda, 2018) adalah:
Anjurkan di rawat rumah sakit dengan tirah baring
1. Lakukan pemeriksaan usia kehamilan, tanda-tanda vital, kondisi
janin, letak plasenta, periksa DJJ, periksa dalam

2.4.8 Komplikasi Partus Prematur Imminiens (PPI)


Menurut (Taufan, 2018) komplikasi partus prematurus iminens yang
terjadi pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat
menyebabkan infeksi endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan
lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Sedangkan pada bayi
prematur memiliki resiko infeksi neonatal lebih tinggi seperti resiko
distress pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan
perdarahan intraventikuler. Menurut (Widiana et al., 2019) terdapat
32

paling sedikit enam bahaya utama yang mengancam neonatus prematur,


yaitu gangguan respirasi, gagal jantung kongestif, perdarahan
intraventrikel dan kelainan neurologik, hiperilirubinemia, sepsis dan
kesulitan makan. Prognosis yang dapat terjadi pada persalinan
prematuritas adalah :
1. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
2. Gangguan respirasi
2. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang
tengkorak dan immaturitas jaringan otak
3. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur
dibanding bayi aterm
4. Cerebral palsy
5. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada
bayi prematur (meskipun banyak orang–orang jenius yang
dilahirkan sebelum aterm).

2.5 Konsep Dasar Hipertiroid Dalam Kehamilan

2.5.1 Definisi Hipertiroid Dalam Kehamilan


Hipertiroid didefinisikan oleh tingginya kadar hormon tiroid yang
disebabkan oleh peningkatan sintesis dan sekresi hormon tiroid dari kelenjar
tiroid. Istilah "tirotoksikosis", di sisi lain, digunakan untuk menggambarkan
"kelebihan hormon tiroid", dan dapat disebabkan oleh peningkatan sintesis
hormon tiroid dalam kelenjar tiroid (hipertiroidisme), tetapi juga dapat
terjadi tanpa adanya hipertiroidisme, misalnya, pada pasien dengan
kebocoran hormon tiroid dari kelenjar tiroid (tiroiditis) atau pada pasien
dengan kelebihan asupan hormon tiroid. Hipertiroid dalam kehamilan
merupakan sebuah kondisi tingginya hormon tiroid oleh tingginya sekresi
kadar hormon -hCG selama trimester pertama dalam kehamilan, yang dapat
33

merupakan kondisi hipertiroid yang telah ada sebelum kehamilan, atau


kondisi yang didapatkan selama masa kehamilan (Suparman, 2021)

2.5.2 Etiologi Hipertiroid Pada Kehamilan


Etiologi tersering dari hipertiroid dalam kehamilan ialah adanya
kondisi hiperemesis gravidarum dan penyakit Graves. Penyakit Graves
merupakan kondisi hipertiroid tersering pada wanita usia reproduksi
sehingga merupakan etiologi tersering dari hipertiroid dalam kehamilan.
Kedua etiologi ini sulit untuk dibedakan secara klinis sehingga perlu
pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan etiologi dari hipertiroid dalam
kehamilan. Selain itu terdapat etiologi lain yang terkait kondisi hipertiroid
dalam kehamilan, yaitu: kondisi autoimun terkait tiroid (penyakit Graves,
tiroiditis kronik, tiroiditis sporadik asimtomatik, kondisi non-autoimun
terkait tiroid (goiter multinodular, adenoma toksik, tiroiditis subakut),
hipertiroid gestasional (gestasi multipel, tumor trofoblastik, mola
hidatidiformis, koriokarsinoma), dan iatrogenic (konsumsi berlebihan dari
levotiroksin, iodine-induced) (Suparman, 2021)

Hipertiroid pada kehamilan dapat disebabkan oleh beberapa


keadaan berikut :
1. Penyakit Graves
2. Gestational Transient Thyrotoxicosis ( GTT )
3. Mola hidatidosa
4. Multinoduler goiter
5. Adenoma toksik
6. Tiroiditis subakut
7. Hyperthroidism iatrogenic
8. TSH - producing pituitary tumor
9. Struma ovari
34

2.5.3 Patofisiologi Hipertiroid pada kehamilan


35

Pada hipertiroidisme, kontrol pengaturan sekresi hormon tiroid yang


normal tidak ada sehingga mengakibatkan produksi hormon tiroid meningkat
sehingga menyebabkan hipermetabolisme dengan peningkatan aktivitas saraf
simpatis. Peningkatan jumlah hormon tiroid yang berlebihan akan
merangsang system cardiac dan meningkatkan sejumlah reseptor beta
adrenergik yang mengakibatkan meningkatkan denyut nadi dan peningkatan
cardiac output, stroke volume dan aliran darah perifer sebagai usaha tubuh
untuk berkompensasi. Peningkatan metabolisme yang besar menyebabkan
nitrogen balance negatif, penurunan lipid dan defisiensi nutrisi. Pada system
pencernaan terjadi peningkatan peristalatik usus sehingga terjadi diare.
Peningkatan metabolisme pada sistem neurologi menyebabkan keterlambatan
kelopak mata untuk mengikuti gerakan mata sehingga otot-otot mata
diinfiltrasi oleh limfosit dan sel mast menyebabkan eksoftalmus atau
penonjolan pada mata. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka
36

hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat
peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses
metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme
mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang
mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan
terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik,
sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang
takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid
pada sistem kardiovaskuler (Sulistyanti, 2018)

2.5.4 Manifestasi Klinis Hipertiroid Kehamilan


37

Gejala klinis yang timbul terkadang sulit dibedakan dengan gejala-


gejala dan tanda-tanda yang muncul yang berkaitan dengan kehamilan
normal, seperti keringat berlebih, sesak napas, takikardi, dan murmur
sistolik jantung.Gejala spesifik yang mungkin ditemukan terkait
hipertiroid dalam kehamilan yang disebabkan oleh penyakit Grave adalah
tiromegali/goiter, eksoftalmos, dan tidak bertambahnya berat badan
dengan asupan makanan yang memadai (Suparman, 2021).

Hipertiroid pada kehamilan memiliki beberapa tanda gejala sebagai


berikut (Rizqi, 2018):
1. Takikardi
2. Kecepatan nadi saat tidur yang meningkat abnormal.
3. Tiromagali
4. Eksoftalamus
5. Tremor
6. Hiperkinesis
7. Kenaikan BMR sampai 25 %
8. Anoreksia
9. Lekas letih
10. Kesulitan dalam menelan
11. Mual dan muntah
12. Konstipasi

2.5.5 TSH (Thyroid Stimulating hormone)


Thyroid Stimulating hormone (TSH), merupakan sebuah
glikoprotein dengan massa molekul 28-30 kiloDalton (kDa). Hormone
ini merupakan anggota dari kelompok hormone glikoprotein selain
follicle stimulating hormone (FSH), luiteinizing hormone (LH), dan
human chorionic gonadothropine (hCG). Thyroid Stimulating
38

hormone disintesis dan disekresikan oleh sel tiropotik kelenjar


hipofisis anterior. TSH memainkan peran fisiologis yang penting pada
pengaturan aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid dengan mengatur
pelepasan hormone tiroid dari kelenjar tiroid. (Decroli dan Kam, 2017)

Sintesis dan sekresi dari TSH diatur oleh factor dari hipotalamus
yang didominasi oleh thyrotropin releasing hormone (TRH) dan factor
perifer yang didominasi oleh kadar hormone tiroid. Tahap sintesis
TSH terdiri dari transkripsi, glikosilasi dan kombinasi dua subunit
penyusun TSH yang dibentuk secara independen. Setelah disintesis,
TSH disekresikan dan akan berikatan dengan reseptornya, yang
disebut dengan thyroid-stimulating hormone receptor (TSHR). Kadar
normal 2 – 10 mU/L dan pada neonates adalah 3 – 18 mU/L (Decroli
dan Kam, 2017).

Ikatan TSH-TSHR akan memberikan dampak klinis terhadap


jaringan dan organ tempat terjadinya ikatan tersebut. Ikatan tersebut
bisa terjadi pada kelenjar tiroid dan jaringan ekstratiroid. Jaringan
yang sudah dikenal mengekspresikan TSHR adalah jaringan adiposa,
hipotalamus, hiposisis anterior, tulang, hati dan system imun (Decroli
dan Kam, 2017).

2.5.6 Pemeriksaan Penunjang Hipertiroid Kehamilan


Hipertiroid pada kehamilan memiliki beberapa pemeriksaan penunjang
sebagai berikut (Rizqi, 2018) :
1. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan
TRH akan memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah di
tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid. T4 dan T3 serum :
meningkat (normal : T3 = 26-39 mg, T4 = 80-100 mg)
39

2. TSH (Tiroid Stimulating Hormone) tertekan dan tidak bereson pd


TRH
3. Bebas T4 (tiroksin)
4. Bebas T3 (triiodotironin)
5. Diagnosa ditegakkan dengan ultrasound untuk memastikan
adanyapembesaran kelenjar tiroid
6. Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum
7. Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan
hiperglikemia.
8. Tiroglobulin : meningkat
9. Ikatan protei iodiun : meningkat
10. Gula darah : meningkat (sehubungan dengan kerusakan andrenal)
11. Kortisol plasma : turun (menurunnya pengeluaran pada andrenal)
12. Pemeriksaan fungsi heper : abnormal
13. Elektrolit : hiponatrenia mungkin sebagai akibat dari respon andrenal
atau efek dilusi dalam tera cairan pengganti. Hipoklemia terjadi
dengan sendiranya pada kehilangan melalui gastrointestinal dan
diuresis
14. Katekolamin serum : menurun
15. Kreatinin urine : meningkat
16. EKG : fibrilasi atrium, waktu sistolik memendek, kardiomegali

2.5.6 Penatalaksanaan Medis Hipertiroid Kehamilan


Hipertiroid pada kehamilan memiliki beberapa penatalaksanaan Medis
sebagai berikut (Rizqi, 2018) :
1. Pemberian obat-obat propil tio urasil (PTU), karbimazol.dan metiazol
dosis rendah
2. Operasi tiroidektomi, lakukan pada trimester III
40

2.5.6 Penatalaksanaan Keperawatan Hipertiroid Kehamilan


Penatalaksanaan Keprawatan hipertiroid menurut (Rizqi, 2018) :

1. Lakukan skrining universal untuk penyakit tiroid selama kehamilan


2. Pemberian diet tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral
3. Anjurkan tirah baring dan hindari kativitas yang berlebih

Anda mungkin juga menyukai