Budaya merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan akal, pikiran atau
berfikir yang merupakan ciri khas manusia. Budaya mempengaruhi perilaku seseorang sesuai
dengan keberagaman wilayahnya. Dalam politik, perbedaan budaya bisa mempengaruhi
perilaku dan tindakan politik seseorang. Budaya politik adalah sistem makna atau sistem
berfikir yang mempengaruhi tindakan-tindakan atau pengelompokan masyarakat dalam
membuat tindakan politik secara kolektif dan bernilai berdasarkan perilaku politiknya
Budaya politik juga dapat diartikan sebagai dasar identitas sosial politik yang
mempengaruhi bagaimana manusia bersatu dan bagaimana mereka bertindak terkait berbagai
hal sesuai identitasnya (seperti: agama, suku, ras, etnis dll). Misalnya peristiwa demonstasi
212 adalah bentuk budaya politik, hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan atas dasar
identitas yang berbeda, dimana Ahok pada saat itu beragama non-muslim. Sebuah identitas
dalam hal ini dapat mempengaruhi seseorang dalam kehidupan politiknya.
Budaya sudah ada lebih kuat dan lebih dahulu. Sehingga manusia diciptakan oleh
budaya, namun dalam prosesnya manusia juga yang berperan dalam menafsirkan kembali
kebudayaannya berdasarkan konteks sesuai dengan organisasi, lembaga dan kepentingan
yang dianutnya. Penafsiran kembali inilah yang nantinya akan menciptakan berbagai
perbedaan pandangan antara satu individu dengan individu lain dalam memahami sesuatu hal.
Misalnya keberagaman aliran dalam agama islam. Islam dalam perkembangannya dibagi ke
berbagai macam jenis aliran (seperti NU, Muhamadiyah, Syi’ah dll) hal ini karena adanya
perbedaan interpretasi di setiap umatnya.
Setiap gejala atau fenomena yang dilakukan oleh setiap orang akan berbeda, yang
membedakan adalah sistem makna. Oleh karena itu, setiap sesuatu punya makna tertentu
sesuai dengan sistem budaya, makna, dan nilai yang dianut (identitas), itulah yang disebut
sebagai kebudayaan. Misalnya: Seorang memiliki jenggot karena memiliki makna tertentu
yang berbeda di setiap orangnya. Dalam islam jenggot bagian dari ibadah atau Sunnah nabi.
Budaya harus dilihat dalam sebuah konteks tertentu, karena setiap individu
memaknainya berbeda-beda sesuai sistem nilai yang dianut setiap individu/kelompok
tertentu. Politik pada dasarnya memiliki arti kekuasaan, tapi arti kekuasaan sesuai dari sistem
nilai yang tumbuh dalam suatu masyarakat. Budaya politik di setiap wilayah berbeda-beda,
karena punya karakteristiknya masing-masing. Perbedaan budaya bisa melahirkan tindakan
dan perilaku politik yang berbeda antar masyarakat satu dengan yang lainnya. Misalnya
mengenai politik local yang terjadi di Aceh (pemerintahan syariat islam) dan Papua (sistem
noken dalam pemilu). Unsur lokalitas dalam dua peristiwa ini dapat dikatakan sangat penting
dan tidak bisa dipisahkan dari masyarakat.
Sedangkan, pendekatan analisis adalah pendekatan yang lebih baru dan tumbuh
pertengahan abad 20. Pendekatan ini memilah budaya politik sebagai sebab dan prilaku
politik sebagai akibat untuk meyakini bahwa segala gejala dan akibat ada sebabnya
(hubungan kausal). Dalam pendekatan analisis banyak menghubung-hubungkan antar satu
gejala dengan gejala lain. Dalam pendekatan analisis budaya politik dikaitkan dengan sistem
makna/berfikir di dalam masyarakat yang dipengaruhi perilaku dan tindakan atau
pengelompokan didalam suatu masyarakatnya.
Budaya berasal dari kata Sansekerta "budayyah" (jamak dari "budhi") yang berarti akal.
Lebih jelasnya budaya diartikan sebagai segala sesuatu yang diciptakan atau diproduksi
oleh akal manusia.
Secara istilah budaya adalah pola-pola makna yang ditransmisikan secara historis yang
menjelma dalam simbol-simbol Pada kurun waktu yang lama.
contohnya berbedanya simbol-simbol yang berada di bangunan gereja dan masjid. dalam
hal ini berarti simbol-simbol tersebut memiliki perbedaan budaya atau makna.
budaya politik juga dapat diartikan sebagai dasar identitas sosial politik yang
mempengaruhi bagaimana manusia menyatu dan bagaimana mereka bertindak terkait
berbagai hal.
Contoh dari budaya politil yang dipengaruhi oleh identitas adalah peristiwa demo 212 di
mana kekuasaan diperebutkan oleh dua kubu agama yaitu Anis dengan pendukungnya
yang mayoritas muslim dan Ahok dengan pendukungnya yang mayoritas beragama
minoritas (Kristen).
Selain itu budaya politik juga diartikan sebagai kerangka untuk mengorganisasi
kehidupan untuk menempatkan diri dan orang-orang lain di dalamnya. Yang disebabkan
karena kemungkinan perbedaan identitas, suku, ras, budaya, institusi, dan juga
kepentingan.
Pendekatannya terbagi menjadi dua:
1. Deskriptif interpretasi. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang lama dan
dominan. pendekatan ini juga merupakan penyatuan dari antropologis, historis dan
institusionalis.
Pendekatan analitis. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang lebih baru di mana
pendekatan ini memilih antara sebab dan akibat. kemudian menempatkan budaya sebagai
sebab dan perilaku sebagai akibat, atau dengan kata lain pendekatan ini menghubung-
hubungkan dengan hubungan kausal. Pendekatan ini bersandar pada behaviorisme, rational
choice, dan new institusional.
BAB 2
Sejarah Peradaban Manusia
Evolusi jutaan ribu tahun lalu bagaimana manusia muncul pertama kali, tanda arkeologi
manusia yang dapat berdiri tegak, bisa menggunakan alat-alat, dan ditemukan penggunaan
bahasa, hidup berburu dan nomaden.. – dikenal Homosapiens.
Berdasarkan arkeologi
Pada saat itu, menggunakan bahasa, artinya ada alat komunikasi, ada interaksi dan kelompok,
oleh karena itu disebut mahkluk politik oleh zoon politicon dari Aristoteles (manusia
berinteraksi secara sosial antar mahluk satu dengan yang lain, dimana ada yang berkuasa, dan
ada yang dikuasai).
Dalam evaluasi, kenapa bisa ada yang berkuasa? Ditinjau dari fisik, kekuatan langsung yang
ditandai dengan secara alamiah unggul dalam hal fisik dibandingkan mahkluk lainnya, nah
inilah yang kemudian nanti cikal bakal terlahirnya ras unggul.
Dari kekuatan fisik, menciptakan hierarki kekuasaan dan ditambah kondisi yang tidak pasti,
dan mengalami kematian.
Secara antropologis, lahir kepercayaan/keyakinan, agama dan adat istiadat krn lingkungan
yang tidak ada kepastian dan lahir akan factor merasa tidak berdaya dan tau ada kekuasaan
yang lebih kuat darinya, sehingga butuh pertolongan dan petunjuk. Maka lahirlah animism,
dinamisme dan kemudian kepercayaan kepada Tuhan YME.
Pertama kali tahun 500ribuan tahun yang lalu, sebelum masehi. Manusia mulai hidup
menetap di Mesopotamia, yang mencetuskan peradaban pertama kali manusia yang menetap.
Karena wilayah tersebut subur, ada sumber air, dan dapat bercocok tanam (pertanian) untuk
kehidupan sehari-hari. Mulai peradaban yang maju disini, karena ada perkembangan
nomaden-tetap, berburu-pertanian, dll.
Mesir kuno, peradaban selanjutnya setelah Mesopotamia. Raja (firaun) yang menjadi
kekuasaan mutlak bagi jalannya pemerintahan. Setelah ribuan tahun, muncul peradaban
rasional dan empiris. Disini muncul filsuf, Socrates, Plato, Aristoteles dsb.
Kekuatan Romawi hadir, menggantikan Kebudayaan Yunani. Di romawi ini ada campuran
peradaban filsof yunani dengan agama yang baru muncul, khsusunya di sini Agama Yahudi
dan Kristen (rasionalis – spiritualis/helenis). Terjadi di sebelum masehi menuju masehi.
Islam mulai hadir dan berkuasa (abad 7-8 sampai dengan abad 20 Masehi) atau selama
kurang lebih 13 abad, sebagai pengaruh lanjutan dari peradaban helenis – spiritualis. Muncul
peradaban islam yang sangat maju dan berkembang pesat, khsusnya di timur tengah.
Melorotnya islam, pasca abad-13 walaupun masih berkuasa di bawah kekuasaan Turki
Utsmani. Islam banyak mengalami kekalahan, keruntuhan dan banyaknya perpecahan
diantara umatnya dll.
Memasuki peradaban barat, aspek spiritualis mulai menipis dan menghilang. Sedangkan di
peradaban barat, bahkan agama mulai dicoba untuk dipisahkan. Terutama di masa
auflakung/renaisance (pencerahan) agama sudah mutlak dipisahkan dari masyarakat
(Sekulerisme), khusunya dalam hal ini bagi gereja. Balik lagi ke masa peradaban empiris –
rasionalis – duniawi - dan sosialis.
Mahluk politik atau zoon politicon dari pandangan Aristoteles diartikan bahwa manusia pada
zaman pra – historis sudah mulai berinteraksi secara sosial antar mahluk satu dengan yang
lain, dimana ada yang berkuasa, dan ada yang dikuasai. Dalam evaluasi sejarahnya,
penentuan kelompok yang dapat berkuasa ditinjau dari segi fisik atau wujud kekuatan
langsung yang ditandai secara alamiah bahwa mereka unggul dalam hal fisik dibandingkan
mahkluk lainnya (ras unggul). Dari kekuatan fisik, menciptakan hierarki kekuasaan diantara
mereka untuk jadi penguasa.
Secara antropologis, mulai lahirnya kepercayaan/keyakinan, agama dan adat istiadat dalam
diri manusia karena sebab lingkungan yang tidak memiliki kepastian dan lahir dengan kondisi
tidak berdaya, serta tau bahwa di dunia ini ada kekuasaan yang lebih kuat darinya, sehingga
butuh pertolongan dan petunjuk. Maka lahirlah animisme, dinamisme dan kemudian
kepercayaan kepada Tuhan YME.
Sejarah pertama kali manusia ada, itu dikaji dari beberapa tahapan, antara lain:
1. Pra Historis: manusia pertama (homo sapiens) pada 300.000 tahun yang lalu.
Ditemukan manusia yang sudah berbahasa dan berseni, contohnya sudah mulai ada
yang menyukai lukisan dan lain-lain.
Dengan begitu jika dibandingkan umur manusia tidak ada apa-apanya dibanding
dengan umur jagat raya yang sudah ber miliaran tahun.
Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi pada zaman ini, menandakan bahwa
manusia sebagai makhluk politik atau makhluk yang berinteraksi secara sosial antara
satu dengan yang lain di mana ada yang berkuasa dan ada yang dikuasai. Maka dari
itu dapat disimpulkan bahwa adanya politik itu dimulai dari munculnya manusia itu
sendiri.
2. Historis kuno: Mesir kuno (zaman Firaun) dan Mesopotamia (Iraq) (3000-5000 SM).
Pada zaman ini bisa dibilang zaman yang relatif baru, di sana baru ditemukan
masyarakat yang menetap.
Mengapa di Iraq? Karena di Iraq terdapat sungai efrat yang mana masyarakat bisa
bertani dan bercocok tanam karena menetap di lingkungan yang subur.
Pada zaman ini manusia berpikir secara spiritualis karena mereka mulai menyadari
bahwa kekuatan hidup itu didasarkan pada spiritual bukan pada material.
3. Yunani (600-400 SM). Dimana manusia pada saat itu bertumpu pada pemikiran
rasional dan empiris. Mereka masih percaya pada spiritual namun sudah beranjak dan
bertumpu pada pemikiran yang lebih empiris atau didapati dari pengalaman indrawi.
Pada zaman inilah muncul para filsuf seperti Plato, Aristoteles dan lain-lain.
4. Romawi dan Hellinisme (300 SM-7M). Masyarakat pada zaman ini sifatnya rasional
spiritual. rasional lebih mengarah pada pemikiran Romawi dan spiritual lebih
mengarah pada agama Yahudi. Oleh sebab itu disebut dengan hellenisme karena
terjadi percampuran pengaruh Plato Aristoteles yang rasional dengan agama.
5. Islam (7-20M). Manusia pada tahap ini bersifat sama seperti zaman Romawi dan dan
Hellinisme yaitu rasional spiritual karena masih melanjutkan dari zaman hellinis yang
sebelumnya.
Barat (1500M). Masyarakat pada zaman ini bersifat rasional empiris dan sekuler. Dimana
barat mulai masuk ketika kekuasaan Islam menurun. Sifat rasional empiris itu diadopsi dari
zaman Yunani Romawi, sedangkan sifat sekuler itu merupakan sifat yang baru atau
kontemporer yang merujuk pada hal-hal duniawi. Pada zaman ini aspek spiritual mulai
menipis bahkan terjadi pemisahan antara negara dengan agama. Tidak ada ada lagi
kepercayaan kekuasaan agama untuk mengontrol negara tetapi harus melihatnya dengan
rasional empiris dan duniawi.
BAB 3
Sejarah Benturan Peradaban (The clash of civilitazion) - Huntington
Nabi Muhammad saw bukan hanya pemimpin spiritual dan agama, tetapi juga
pemimpin umat yang dalam sejarah menjadi entitas pemimpin politik dalam berkehidupan,
baik terhadap para penerusnya di dunia islam. Secara historis ketika Nabi Muhammad saw
wafat, terjadi beberapa konflik dan perbedaan pendapat/paham tentang siapa yang pantas
untuk menjadi penggantinya sebagai pemimpin.
Dalam masa pemerintahan khulafaur Rasyidin, khususnya pada masa Abu Bakar as-
Shidiq, terdapat beberapa penentangan kepemimpinan abu bakar, karena menurut masyarakat
pengganti Nabi haruslah keluarga ataupun keturunan Nabi Muhammad saw itu sendiri.
Begitupula dengan masa khilafah lainnya, yang pada akhirnya kepemimpinan mereka semua
berakhir tragis diwarnai dengan pembunuhan.
Setelah habis masa pemerintahan khilafahur rasyidin ditangan Ali bin Abi Thalib,
Islam melanjutkan kepemimpinannya melalui sistem Muawiyah (dinasti). Disinilah mulai
muncul secara spesifiknya pada abad ke-20 tahun 1924, dimana dikenalnya partai politik
islam dan kekuasaan politik islam dalam dunia internasional.
Secara umum tidak fiqih, tradisi dan surah yang mewarisi politik kepada umat, tetapi
secara historis atau sejarah umat islam dituntut untuk beraspirasi dan menginspirasi negara
lain, dimana hak politik pemimpin dipilih berdasarkan kehendak rakyat/ umat yang dilandasi
oleh al’Quran dan as-sunnah. Sehingga tak mudah mengimplementasikan budaya politik
islam dan menjadi tantangan tersendiri bagi umat untuk menciptakan perpolitikan yang adil
diantara masyarakat yang heterogen. Makanya lahir ijtihad dari beberapa ulama, mengenai
sekulasisasi politik.
Agar pemerintahan islam berjalan synergis, pemimpin harus dibedakan nabi sebagai
pemimpin agama dan nabi sebagai pemimpin politik. Perbedaan pandangan umat dalam
politik islam sudah ada sejak perdebatan tentang sunni dan syiah, kemudian dilanjutkan
dengan kelompok non-blok Ahlsunnah waljamaah, dan khawarij (berpandangan bahwa orang
membunuh harus dibunuh sebagai balasannya).
Konsep wilayatul faqih, kekuasaan para ahli islam yang digagas oleh imam khoemeini di
Revolusi Islam Iran. Imam menjadi pemimpin utama dengan memberikan jabatan dan nama
(yang telah diuji dan diproper test) kepada beberapa ahli agama. Yang menentukan nama-
namanya adalah para ahli hukum islam sebagai pengatur kebijakan pemerintahan dan tata
hukum negaara yang bersifat konseptual. Yang memilih para ahli hukum islam adalah tidak
ada, mereka terpilih dengan hasil musyawarah dan kesepahaman (antar ahli agama lain)
dengan melihat kompetensi dan kemampuan yang memang sudah dapat terlihat jelas.
Misalnya: memang alim, bersandar pada hukum islam dan berilmu tinggi diantara orang-
orang ahli agama lainnya.
Islam bukan hanya sistem keyakinan dan ritual, namun juga realisasinya terhadap
Nabi Muhammad bukan hanya sebagai pemimpin spiritual, namun juga menjelma
sebagai pemimpin politik. Dengan demikian menjadikan Islam disebut tidak dapat
Masa setelahnya juga kepemimpinan dilanjutkan dengan kekuasaan atau dinasti yang
disebut dengan khilafah dalam kurun waktu yang lama. Sehingga makin meyakinkan
Studi sejarah banyak yang menemukan bahwa Islam merupakan bagian dari budaya
politik.
Muncul perbedaan pendapat terkait siapa yang akan menggantikan nabi sabagai
pengganti nabi untuk memimpin umat, meskiun terdapat pandangan bahwa penerus
Munculnya paham Syiah dan juga Sunni merupakan paham yang berawal dari
perbedaan pandangan politik dimana adanya keyakinan penerus nabi haruslah Ahlul
Bayt. Dengan begitu berbicara tentang Islam sangat berkaitan erat dengan politik.
Setelah Abu Bakar kepemimpinan diteruskan oleh Umar bin Khatab, selanjutnya
Utsman bin Affan dan kemudian setelah Utsman wafat kepemimpinan diteruskan oleh
Masa selanjutnya digantikan oleh Muawiyyah hingga islam menjadi kekuatan dinasti
Islam bukan hanya ritual, namun juga hukum yang mana mensyaratkan negara untuk
menegakannya.
Warisan politik islam ini masih berasa sampai sekarang dimana hukum negara
bersandar pada penafsiran al-Qur’an dan hadist, seperti Indonesia dan Arab Saudi.
Islam sebagai entitas budaya dan hukum tidak mudah ditegakan seiring berjalannya
waktu, sebagaimana konsep khilafah yang saat ini banyak ditolak oleh negara-negara.
Islam tidak mengenal konsep nation state. Islam tidak mengenal konsep kedaulatan
rakyat. Ketika hak politik rakyat sudah diterima, tidak ada warisan politik Islam yang
bisa menentukan siapa yang harus dipilih menjadi pemimpin. Dengan adanya
diterapkan.
Kesulitan tersebut melahirkan ijtihad terkait hubungan antara negara modern dan
politik Islam.
Salah satu hasil ijtihad untuk mengakomodir perkembangan zaman adalah adanya
Hasil ijtihad yang lain adalah konsep wilayah al-Faqih seperti yang dianut oleh Iran
Meskipun wujudnya belum terlihat nyata, namun sampai hari ini masih ada aspirasi
Budaya berasal dari kata Sansekerta "budayyah" (jamak dari "budhi") yang berarti
akal. Lebih jelasnya budaya diartikan sebagai segala sesuatu yang diciptakan atau
diproduksi oleh akal manusia.
Secara istilah budaya adalah pola-pola makna yang ditransmisikan secara historis
yang menjelma dalam simbol-simbol Pada kurun waktu yang lama.
contohnya berbedanya simbol-simbol yang berada di bangunan gereja dan masjid.
dalam hal ini berarti simbol-simbol tersebut memiliki perbedaan budaya atau makna.
budaya politik juga dapat diartikan sebagai dasar identitas sosial politik yang
mempengaruhi bagaimana manusia menyatu dan bagaimana mereka bertindak terkait
berbagai hal.
Contoh dari budaya politil yang dipengaruhi oleh identitas adalah peristiwa demo 212
di mana kekuasaan diperebutkan oleh dua kubu agama yaitu Anis dengan
pendukungnya yang mayoritas muslim dan Ahok dengan pendukungnya yang
mayoritas beragama minoritas (Kristen).
Selain itu budaya politik juga diartikan sebagai kerangka untuk mengorganisasi
kehidupan untuk menempatkan diri dan orang-orang lain di dalamnya. Yang
disebabkan karena kemungkinan perbedaan identitas, suku, ras, budaya, institusi, dan
juga kepentingan.
Pendekatannya terbagi menjadi dua:
Deskriptif interpretasi. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang lama dan
dominan. pendekatan ini juga merupakan penyatuan dari antropologis, historis dan
institusionalis.
Pendekatan analitis. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang lebih baru di mana
pendekatan ini memilih antara sebab dan akibat. kemudian menempatkan budaya
sebagai sebab dan perilaku sebagai akibat, atau dengan kata lain pendekatan ini
menghubung-hubungkan dengan hubungan kausal. Pendekatan ini bersandar pada
behaviorisme, rational choice, dan new institusional