Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

Neysella Vadhila

Kompetensi Keahlian Perbankan Syariah SMK Negeri 1 Kudus


Jln.Ganesha II Purwosari Kudus Kode Pos 59316 Phone / Fax (0291) 437367
E-mail: info@smkn1kudus.sch.id Home Page: http: //smkn1kudus.sch.id

Abstract

The enhancement of islamic banking as a bank which applies profit sharing


system is a benchmark of islamic economic (ekonomi syariah) implementation. In
Indonesia,islamic banking development winesses an increase over years yet
sequentially. Some factoers regarding the steady growth are owing to the crisis hit
the world in 2013, besides the lack of capital owned by islamic banking in
expanding its network. Hence, to tackle these problems, goverment participation is
required in the development of islamic banking along with the need for
consolidation of islamic banking as an evaluation in order to face the alteration of
economic phenomenon occurence.

Keywords: Islamic banking,crisis

A. PENDAHULUAN

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu perwujudan dari


perminatan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain
menyediakan jasa perbankan/keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah.
Dunia perbankan Indonesia mulai menampak pada prinsip syariah, seiring dengan pembukaan
Bank Muamalat pada November Tahun 1991 sebagai bank syariah pertama di Indonesia yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Hal ini tidak terlepas dari cerahnya
prospek di sektor keuangan syariah khususnya perbankan syariah di Indonesia. Bank syariah
terbukti mempunyai daya tahan yang kuat dalam menghadapi hempasan badai krisis keuangan
tahun 1998 dan 2008.
Bank syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi
nasabahnya. Terinspirasi dengan tegarnya Bank Muamalat menghadapi krisis tahun 1998, maka
berdirilah Bank Syariah Mandiri (BSM), bank syariah kedua di Indonesia. Semenjak itu mulai
bermunculan pendirian bank syariah lain dimana menurut data OJK, perbankan syariah

1
Indonesia yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) terus menunjukkan pertumbuhan yang positif.

B. PEMBAHASAN

SEJARAH PRAKTIK PERBANKAN SYARIAH Di ZAMAN RASULULLAH Dan


SAHABAT
Di dalam sejarah perekonomian umat Islam, kegiatan muamalah seperti titipan harta,
meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan
pengiriman uang, yang dilakukan dengan akad-akad yang sesuai syariah telah lazim dilakukan
umat Islam sejak zaman Rasulullah. Rasulullah ,yang dikenal dengan julukan Al-amin, dipercaya
oleh masyarakat Mekah menerima simpanan harta,sehingga pada saat terakhir sebelum hijrah ke
Madinah, ia meminta Ali bin Abi Thalib r.a untuk mengembalikan semua titipan itu kepada para
pemiliknya.
Seorang sahabat Rasulullah, Zubir bin al-Awwamr.a., memilih tidak menerima titipan
harta. Ia lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan Zubair ini menimbulkan
implikasi yang berbeda, yakni yang pertama, dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman, ia
memiliki hak untuk memanfaatkannya; kedua, karena bentuknya pinjaman, ia berkewajiban
untuk mengembalikannya secara utuh. Dalam riwayat lain disebutkan, Ibnu Abbas r.a. juga
pernah melakukan pengiriman barang ke Kuffah dan Abdullah bin Zubair R.a melakukan
pengiriman uang dari dari Mekkah ke adiknya Mis’ab bin Zubair r.a yang tinggal di Irak.
Penggunaan cek juga telah dikenal luas sejalan dengan meningkatnya perdagangan antara
negeri Syam dan Yaman, yang paling tidak berlangsung dua kali dalam setahun. Bahkan, dalam
masa pemerintahannya, Khaliffah Umar bin Khattab r.a menggunakan cek untuk membayar
tunjangan kepada mereka yang berhak. Dengan mengggunakan cek ini, mereka mengambil
gandum di Baitul mal yang ketika itu di impor dari Mesir. Disamping itu, pemberian modal
untuk modal kerja berbasir bagi hasil, seperti mudharabah, muzara’ah, musaqah, telah dikenal
sejak awal diantara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Dengan demikian, jelas bahwa terdapat individu-individu yang telah melakukan fungsi
perbankan di zaman Rasulullah meskipun individu tersebut tidak melakukan seluruh fungsi
perbankan. Namun fungsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima simpanan uang
(deposit) dan menyalurkan dana menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat
Islam.

2
SEJARAH PERBANKAN SYARIAH PADA MASA BANI UMAYYAH DAN BANI
ABBASIYAH
Sejarah pada masa ini adalah dimulainya banyak beredar mata uang, dengan keahlian
khusus dikerahkan para ahli. Kegiatan peneliti dilaksanakan karena pada setiap mata uang
memiliki kandungan logam mulia yang berbeda jenis sehingga memerlukan keahlian khusus.
Zaman Muawiyah pda 661-680M mulai mengenal Istilah jihbiz diambil dari bahasa Persia, dan
kemudian disebut kihbud atau juga dapat disebut Kahbad. Sedangkan pada masa pemerintahan
Sasanid, istilah ini dipergunakan kepada orang yang ditugaskan mengumpulkan pajak tanah.
Jihbiz dab Bank memiliki persamaan yaitu melaksanakan fungsi To accept deposits, To channel
financing, dan To transfer money.
Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan Jihbiz dan Bank

Persamaan Perbedaan
Melakukan ketiga fungsi utama Jihbiz dikelola oleh individu
Jihbiz perbankan .

Melakukan ketiga fungsi utama Bank dikelola oleh institusi.


Bank perbankan.

Zaman Abbasiyah masyarakat memiliki Banker sendiri-sendiri yang populer pada


pemerintahan Muqtadir yaitu pada tahun 908-932M. Contohnya, Ibnu Furat menunjuk Harun
Ibnu Imran dan Joseph ibnu wahab sebagai bankirnya. Ibnu Abi Isa menunjuk Ali bin Isa, Hamid
Ibnu Wahab menunjuk Ibrahim bin Yuhana, dan Abdullah al-Baridi mempunyai tiga orang
banker sekaligus. Perbankan mengalami kemajuan yang ditandai dengan beredarnya cek atau di
sebut saq berkembang secara luas. Sehingga peranan bangker memiliki tiga peran yaitu
menerima deposit, menyalurkannya,dan menstranfer uang.
Dalam hal yang terakhir ini, uang dapat ditransfer dari satu negeri ke negeri lainnya tanpa
memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer yang telah mendirikan kantor-kantor di
banyak negeri telah memulai penggunaan cek sebagai media transfer uang dan kegiatan
pembayaran lainnya. Dalam sejarah perbankan Islam, adalah Syaf al-Hamdani yang tercatat
sebagai orang pertama yang menerbitkan cek untuk keperluan kriling antara Baghdad (Irak) dan
Allepo (Spanyol).

3
SEJARAH LAHIRNYA PERBANKAN SYARIAH
Pemikiran untuk mendirikan bank yang menggunakan prinsip bagi hasil sudah muncul
dalam waktu yang cukup lama. Hal tersebut didasarkan pada munculnya berbagai pemikiran para
pemikir Islam yang mengemukakan tentang pentingnya pendirian Bank Islam dengan prinsip
bagi hasil. Pemikiran para pemikir Islam memberikan dorongan yang sangat besar dalam
mendirikan bank syariah. Meski demikian, pendirian bank syariah belum terlalu lama akan tetapi
pemikiran akan pendirian bank syariah sudah lama. Hal ini dibuktikan dengan pemikiran Anwar
Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948), Mahmud Ahmad (1952) dan lain-lain.
Upaya awal penerapan sistem profit and loss sharing dalam bentuk bank syariah tercatat
di Pakistan dan Malaysia pada tahun 1940. Hal ini dalam bentuk n pengelolaan dana jamaah haji
secara non-konvensional. Rintisan bank syariah lainnya adalah dengan berdirinya Mit Ghamr El-
Najar. Bank tersebut beroperasi tanpa mengaplikasikan bunga dan sejalan dengan prinsip-prinsip
ajaran Islam dan berkembang sangat baik. Akan tetapi adanya konflik di Mesir, bank tersebut
ditutup dan diambil alih oleh National Bank of Egypt yang dioperasikan berdasarkan prinsip
riba. Meski demikian, bank tanpa riba kembali diperkenalkan di Mesir yang ditandai dengan
berdirinya Nasser Social Bank yang lebih bersifat sosial ketimbang komersil.
Kesuksesan yang dilalui oleh Mit Ghmar dalam mengelola melalui bagi hasil telah
memberikan inspirasi bagi dunia dan khususnya kepada umat Islam untuk membentuk bank
islam untuk membentuk bank Islam dengan sistem bagi hasil. Berbagai kontribusi dari
kesuksesan Mit Ghamir telah menghadirkan gagasan berdirinya bank syariah di tingkat
internasional yang muncul pada konfrensi negara Islam sedunia yang diadakan di Kuala Lumpur
pada tanggal 21-27 April 1969. Konfrensi tersebut diikuti oleh 19 negara dan telah menghasilakn
salah satu kesepakatan yaitu perlu segera dibentuknys sebuah bank syariah yang bersih dari
sistem riba.
Pada Desember 1970 dalam pertemuan Menteri Luar Negeri negara yang terhimpun
dalam Organisasi Konfrensi Islam (OKI) di Karachi, Pakistan dimana delegasi Mesir
mengajukan proposal untuk mendirikan bank syariah dan proposal tersebut dikaji dengan
seksama oleh para ahli dari 18 negara Islam yang semuannya menyetujui Bank Islam.
Pada Maret 1973 dalam pertemuan Menteri Luar Negeri negara IKO di Benghazi.
Kemudian usulan untuk berdirinya bank syariah diagendakan kembali. Sidang tersebut
memutuskan agar OKI mempunyai bidang khusus yang menangani hal-hal yang berhubungan
dengan ekonomi dan keuangan. Kemudian pada bulan Juli 1973 komite ahli yang mewakili
negara Islam penghasil minyak bertemu di Jeddah untuk membicarakan berdirinya bank syariah
serta membahas tentang anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Selanjutnya pada 1974
4
diadakan kembali oleh negara yang tergabung dalam OKI yang diwakili oleh Menteri Keuangan
di Jeddah dan dalam pertemuan tersebut disetujui rancangan pendirian Islamic Devoplement
Bank (IDB) dengan modal awal dua milyar dana.
Setelah IDB terbentuk pada Oktober 1975 yang beranggotakan 22 negara Islam sebagai
pendiri. Tujuan dibentuk bank ini adalah untuk membantu finansial dalam pembangunan negara
anggotanya. Beberapa negara Islam seperti Pakistan, Sudan, dan Iran mengubah seluruh sistem
keuangan yang ada di negara tersebut menjadu bebas bunga, sehingga semua lembaga keuangan
di negara tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga sama sekali. Adapun Malaysia dan
Indonesia bank tanpa bunga beroprasi akan tetapi bank konvensional tetap beropersi pula.
Kini, perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang pesat dan menyebar ke
banyak negara termasuk beberapa negara di Eropa. Diantarannya yaitu The Islamic Bank
International of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama di Eropa yaitu pada tahun 1983.
Kini bank-bank dari negara-negara barat telah ikut serta mendirikan bank syariah diantaranya
adalah Citibank, ANZ Bank, Chase Manhattan Bank, dan Jardine Fleming yang telah membuka
Islamic Window agar dapat memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan syariat Islam.

SEJARAH PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA


Inisiatif pendirian bank Islam Indoensia dimulai pada tahun 1980 melalui diskusi-diskusi
bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Deregulasi perbankan dimulai sejak tahun
1983. Pada tahun tersebut, BI memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menetapkan
suku bunga. Pemerintah berharap dengan kebijakan deregulasi perbankan maka akan tercipta
kondisi dunia perbankan yang lebih efisien dan kuat dalam menopang perekonomian. Pada
tahun 1983 tersebut pemerintah Indonesia pernah berencana menerapkan "sistem bagi hasil"
dalam perkreditan yang merupakan konsep dari perbankan syariah.

Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988
(Pakto 88) yang membuka kesempatan seluas-luasnya kepada bisnis perbankan harus dibuka
seluas-luasnya untuk menunjang pembangunan (liberalisasi sistem perbankan). Meskipun lebih
banyak bank konvensional yang berdiri, beberapa usaha-usah perbankan yang bersifat daerah
yang berasaskan syariah juga mulai bermunculan.

Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas
di antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho
Gusti).Tahun 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk kelompok kerja untuk
mendirikan Bank Islam di Indonesia. Pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990, Majelis Ulama

5
Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor,
Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah
Nasional IV MUI di Jakarta 22 – 25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi
pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud
disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi
dengan semua pihak yang terkait.

Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirilah bank syariah pertama
di Indonesia yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), berhasil berdiri sebelum Undang-
undang Nomor 7 tahun 1992 dilahirkan. Sesuai akte pendiriannya, BMI berdiri pada tanggal 1
November 1991. Dengan saham senilai 8 Milyar. Kemudian, tanggal 3 November 1991 dalam
ajang perkumpulan di lokasi yang terpilih yaitu Istana Bogor, disepakati modal awal Rp
106.126.382.000,-. Dana itu terkumpul dan berasal dari presiden dan wakil presiden, sepuluh
menteri dan kabinet pembangunan V, Supersemar, Yayasan Dakab, PT PAL, Yayasan Amal
Bakti Muslim Pancasila, Dharmais, PT Pindad dan Purna Bhakti Pertiwi.

Berdasarkan UU tersebut setiap sistem perbankan syariah dikembangkan dengan tujuan


sebagai berikut:

1. Bertujuan memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima
konsep bunga. Menerapkan sistem perbankan syariah yang berdampingan dengan sistem
perbankan konvensional, mobilitas dana masyarakat ini dapat dilakukan terutama dari
segmen yang belum tersentuh oleh sistem perbankan konvensional dengan menerapkan
sistem bunga.

2. Bertujuan membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip


kemitraan.

3. Bertujuan dalam pembiayaan ditunjukan kepada usaha-usaha yang lebih memperhatikan


unsur moral.

Pada awal masa operasinya, keberadaan bank syariah berjumlah memperoleh perhatian
yang optimal dalam tatanan sektor perbankan nasional. Landasan hukum operasi bank yang
menggunakan sistem syariah, saat itu hanya diakomodir dalam salah satu ayat tentang "bank
dengan sistem bagi hasil"pada UU No. 7 Tahun 1992; tanpa rincian landasan hukum syariah
serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.

6
Pada tahun 1998, pemerintah dan DewanPerwakilan Rakyat melakukan penyempurnaan
UU No. 7/1992 tersebut menjadi UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang turut diikuti
dengan kebijakan dikeluarkannya beberapa ketentuan pelaksanaan yang berbentuk SK Direksi
BI/ Peraturan Bank Indonesia, dengan memberikan landasan hukum lebih kuat bagi
pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Peraturan tersebut memberikan kesempatan luas
untuk mengembangkan jaringan perbankan syariah, melalui izin pembukaan Kantor Cabang
Syariah (KCS) oleh bank konvensional.

Secara tegas menjelaskan bahwa terdapat dua sistem dalam perbankan di tanah air (dual
banking system),yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah.
Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 pada tanggal 16 Juli 2008, tentang Perbankan Syariah
disahkan yang memberikan landasan hukum industri perbankan syariah nasional dan diharapkan
mendorong perkembangan perbankan syariah yang selama lima tahun terakhir asetnya tumbuh
lebih dari (>5% per tahun namun pasarnya (market share) secara nasional masih di bawah 5%.
Undang-undang ini mengatur secara khusus mengenai perbankan syariah, baik secara
kelembagaan maupun kegiatan usaha).

Pengesahan beberapa produk perundangan yang memberikan kepastian hukum dan


meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah, seperti:

1. UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah;

2. UU No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (sukuk);

3. UU No.42 tahun 2009 tentang Amandemen Ketiga UU No.8 tahun 1983 tentang PPN Barang
dan Jasa.

Peluang ini disambut hangat masyarakat perbankan, yang ditandai dengan berdirinya
beberapa Bank Islam lain, yakni Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank Niaga, Bank BTN, Bank
Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh dll.

Diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang


terbit tanggal 16 Juli 2008,kemudian juga diatur dalam beberapa aturan,antara lain:

1. PBI No.10/16/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang


Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana
serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.

2. PBI No.10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.

7
3. PBI No, 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bank Syariah.

4. PBI No 10/23/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas PBI No. 8/21/PBI/2004 tentang
Giro Wajib Minimum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

5. PBI No 10/24/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas PBI No. 8/21/PBI/2006 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan
Prinsip Syariah.

6. PBI No. 10/32/PBI/2008 tentang Komite Perbankan Syariah.

7. PBI No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah.

Maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan


hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan
progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari
65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah
dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.

Tabel 2
Jaringan Kantor Perbankan Syari’ah
Des Des Des Des Des Des Des Agustus
2005 2006 2007 2008 2009 2014 2015 2016

Bank Umum Syari’ah


- Jumlah Bank 3 3 3 3 5 12 12 12
- Jumlah Kantor 304 349 402 581 654 2.163 1.990 1.776

Unit Usaha Syari’ah


- Jumlah Bank 19 20 26 27 24 22 22 22
Umum
Konvensional
- Jumlah Kantor 154 183 196 241 262 320 311 328

BPRS
- Jumlah Bank 92 105 114 131 135 163 163 165
- Jumlah Kantor 92 105 185 208 217 439 446 436
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan, 2009 dan 2016

8
Berdasarkan tabel di atas, maka ada perubahan yang sangat signifikan Terkait dengan
jaringan kantor perbankan syariah di Indonesia. Bank Umum Syariah (BUS) pada tahun 2005
berjumlaha 3 bank dengan jumlah kantor yang Tersebar hanya 304. Pada tahun 2006 hingga
pada tahun 2016, setiap Tahunnya mengalami peningkatkan yang sangat pesat dengan jumlah
BUS Berjumlah 12 bank. Adapun jumlah kantor mengalami penurunan pada tahun 2014
sebanyak 2.163, tahun 2015 berjumlah 2.163 kantor, dan tahun Agustus 2016 mengalami
penurunan kembali sebanyak 1.776 kantor. Perubahan Signifikan terkait BUS baik mengingat
bank syariah adalah bank yang Aktivitanya tidak menarik bunga dari jasanya, melainkan
diperhitungkanMendapat jasa berupa bagi hasil.

Adapun perkembangan bank syariah dari sisi Unit Usaha Syariah (UUS) juga mengalami
perkembangan, meskipun dalam perkembangan tiap tahun sempat mengalami kenaikan dan
sempat pula mengalami penurunan Jumlah bank umum UUS. Pada tahun 2005 jumlah bank
umum UUS sebanyak 19 dan mengalami kenaikan hingga pada tahun 2008 sebanyak 27 bank
Umum. Akan tetapi pada tahun 2014 mengalami penurunan sebanyak 24 Hingga pada tahun
2016 berjumlah 22 bank umum.

Adapun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) mengalami Peningkatan dari sisi
jumlah bank yang setiap tahunnya mengalami Peningkatan. Pada tahun 2005 jumlah BPRS
sebanyak 92 yang tersebar di Seluruh Indonesia dan pada Agustus 2016 jumlah meningkat
hingga 165 BPRS. Adapun jumlah kantor juga mengalami peningkatan hingga tahun 2015
berjumlah 446 kantor dan pada Agustus 2016 turun menjadi 436.

Menurut Nelson Tampubolon, penurunan jumlah kantor bank terjadi Karena ada
beberapa bank yang meningkatkan efisiensi melalui pengurangan Jumlah kantor cabang. Selain
itu, hal ini merupakan konsilidasi organisasi Bank bersangkutan secara internal.46 Penurunan
jumlah kantor Mengindikasikan akan semakin kurangnya calon nasabah yang dapat ditarik Oleh
perbankan syariah. Meski demikian, akibat krisis ekonomi yang melanda Dunia pada tahun
2013, memiliki dampak yang besar.

9
Tabel 3
Perkembangan Total Aset Perbankan Syariah
Desember Desember Maret Mei Agustus
2014 2015 2016 2016 2016
Bank Umum Syari’ah 204.961 213.423 213.061 211.358 216.766
Unit Usaha Syari’ah 67.383 82.839 84.710 86.577 88.521
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan, 2016.

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Perkembangan aset perbankan
syariah berkembang, meskipun pada bulan Mei 2016 mengalami penurunan dan pada Agustus
2016 kembali mengalami Kenaikan. Meski tabel di atas, mengalami kenaikan dari tahun ke
tahun, akan tetapi perkembangan perbankan syariah masih dianggap melambat.

Beberapa hal yang menjadi permasalahan perbankan syariah di Indonesia yang harus
diselesaikan agar perbankan syariah dapat meningkat dan terus berkembang antara lain :

1. Pertumbuhan aset yang masih kurang, pada akhir tahun 2010 BI membuat proyeksi sekenario
pertumbuhan perbankan syariah yaitu : (a) skenario pesimis,yaitu aset sebesar 131 Triliun
dengan pertumbuhan 35%, (b) Skenario moderat, yaitu aset Rp 141 Triliun dengan
pertumbuhan 45%, dan (c) Skenario optimis, yakni aset sebesar Rp 150 Triliun dengan
pertumbuhan 55%.
2. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat, perkembangan perbankan syariah tidak diikuti
oleh pemahaman masyarakat banyak yang belum mengetahui perbedaan bank syariah dengan
bank konvensional.
3. Bank syariah tidak terjun langsung ke sektor rill dengan kepersertaan secara nyata, hanya
sebagai mediasi yang menyalurkan dana.
4. Segmentasi pasar yang terbatas, kemanfaatan bank islam hanya dinikmati oelh kalangan
muslim saja, sementara non muslim masih sangat minim.
5. Produk yang kurang bervariasi, produk-produk perbankan syariah yang ada sekarang masih
kurang bervariasi.

Melambatnya perkembangan perbankan syariah di Indonesia adalah belum selarasnya


visi serta kurangnya koordinasi antara pemerintah dengan Otoritas dalam perkembangan
perbankan syariah. Selanjutnya adalah masih Banyaknya bank syariah yang memiliki modal

10
belum memadai dalam Membuka kantor cabang, mengembangkan infrastruktur dan
pengembangan Segmen layanan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ida Syafrida dan Indianik Aminah
bahwa faktor perlambatan pertumbuhan bank syariah di Indonesia dimulai pada tahun 2013
diindikasikan adanya penurunan Permodalan, peningkatan pembiayaan bermasalah dan
penurunan profit. Perlambatan pertumbuhan bank syariah disebabkan oleh faktor internal dan
Eksternal. Faktor internal terdiri dari adanya dominasi oleh sektor retail

Khususnya UMKM dan akad murabahah pada segmentasi pembiayaan bank Syariah,
masih kurang efisiennya bank syariah dalam menjalankan Operasionalnya, dominasi dana
deposito yang berbiaya mahal pada DPK bank Syariah. Adapun faktor eksternal adalah kondisi
ekonomi yang melambat di Dunia termasuk di Indonesia dengan indikator nilai tukar rupiah
melemah, Turunnya IHSG dan turunnya daya beli masyarakat.47 Hal ini menjadi ajang
Pembuktian bahwa perbankan syariah dapat bertahan dalam menghadapi Permasalahan-
permasalahan ekonomi yang terjadi khususnya di Indonesia. Hal ini telah dibuktikan pada krisis
moneter tahun 1997-1998.

Dalam menanggulangi perlambatan pertumbuhan bank syariah, maka Diperlukan


konsilidasi dari pihak bank secara internal dalam menghadapi Berbagai gejala ekonomi yang
terjadi. Selain itu, bank syariah harus mampu Mengemas produknya semenarik mungkin kepada
masyarakat, sehingga Mampu menjaring potensi nasabah di Indonesia.

Program pengembangan bank syariah menerapkan berbagai konsep yang menarik untuk
menjalankan syariah Islam yang lebih komprehensif, dan dengan tawaran untuk mengatasi
kelemahan yang ada di perbankan konvensional, maka sudah seharusnya perbankan ini
memperoleh minat dari seluruh lapisan masyarakat. Produk-produk yang inovatif dan pemberian
profit margin yang kompetitif dapat menjadi daya tariknya. Terdapat 5 program utama yang
perlu dilakukan oleh perbankan syariah untuk dapat melakukan ekspansi pasar yang lebih luas
(Ramzi,2010):

1. Program Pencitraan Baru


Membangun citra baru untuk lebih substansi/universal value dengan penenekanan
kemanfaatan untuk semua elemen masyarakat perlu diprioritaskan guna memperluas
kalangan nasabah. Margin keuntungan lebih ditekankan kepada nasabah dan bank untuk
dapat meningkatkan daya saing. Daya inovasi dan kreatifitas dalam bentuk produk yang

11
beragam dan variasi yang banyak dapat menjadi ciri khas keunikan bank syariah, disamping
transparan serta adil bagi keduannya.

2. Program Pengembangan Segmen Pasar


Jangkauan pasar yang lebih luas dengan pemahaman segmentasi yang terarah harus
dirumuskan dalam strategi pemasarannya. Hal tersebut penting dilakukan untuk dapat
menjangkau seluruh masyarakat dengan agama yang berbeda-beda. Target pasar harus
ditegaskan dalam strategi globalnya (Grand Strategy), dengan mengedepankan lima segmen,
seperti follower (yang suka ikut-ikutan), pihak yang mengutamakan keuntungan, pihak yang
mengutamakan kemudahan akses, pihak yang menggunakan fasilitas perbankan untuk gaji
dan transaksi bisnisnya, dan penggunaan jasa perbankan konvensional.

3. Program Pengembangan Produk


Pengembangan produk baru yang inovatif dengan skema keuangan yang lebih variasinya
dapat dilakukan, sekaligus untuk menunjukkan bahwa perbankan syariah benar-benar beda
dengan perbankan konvensional.

4. Program Peningkatan Pelayanan


Peningkatan pelayanan perbankan syariah di core benefit yang ditawarkan terbukti lebih
baik menurut survey kepuasan yang diberikan kepada nasabah. Dari segi lending dalam
bentuk pinjaman kepada nasabah juga menghasilkan tingkat kepuasan yang
menggembirakan apabila dibandingkan dengan yang konvensional.

5. Program Komunikasi yang universal dan terbuka


Jalinan komunikasi sebagai upaya untuk mempromosikan perbankan syariah dapat
mencermati spektrum peta segmentasi pasar jangkauan bank syariah. Sehingga kesan baru
akan citra modern bagi bank syariah dapat di bangun dengan pelayanan yang tanpa batas
bagi seluruh lapisan dan golongan masyarakat.

Pada akhir tahun 2013, fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan berpindah dari
Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan. Maka pengawasan dan pengaturan perbankan syariah
juga beralih ke OJK. OJK selaku otoritas sektor jasa keuangan terus menyempurnakan visi dan
strategi kebijakan pengembangan sektor keuangan syariah yang telah tertuang dalam Roadmap
Perbankan Syariah Indonesia 2015-2019 yang dilaunching pada Pasar Rakyat Syariah

12
2014. Roadmap ini diharapkan menjadi panduan arah pengembangan yang berisi insiatif-
inisiatif strategis untuk mencapai sasaran pengembangan yang ditetapkan.

beberapa strategi peningkatan daya saing perbankan syariah yang perlu dilakukan dalam
pengembangan perbankan syariah diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Membentuk SDI berkualitas sebagai penggerak tumbuhnya organisasi menjadi sangat


penting, begitu pula disektor perbankan. Hal tersebut dapat menjadi peluang yang menantang
bagi dunia pendidikan (Akademis) untuk dapat menyiapkan manusia-manusia sebagai
sumber daya insani (SDI) untuk mengelola bank syariah.
2. Ekspansi segmen pasar bank syariah diperlukan mengingat penduduk indonesia yang
menganut lebih dari 1 agama. Dengan kata lain, penduduk dengan agama selain Islam dapat
ikut menikmati layanan yang diberikan oleh perbankan syariah.
3. Akselerasi produk perbankan syariah, kecepatan dalam melakukan inovasi produk perlu
ditingkatkan untuk dapat bersaing dengan perbankan lainnya. Kekayaan skema keuangan
yang memiliki ciri khas perlu dikedepankan sehingga masyarakat mudah untuk membedakan
sekaligus menyediakan pilihan yang memiliki rationing tinggi bagi nasabah.
4. Penggunaan sistem IT modern untuk memudahkan transaksi perlu di akomodir, karena
konsep perbankan saat ini adalah kemudahan. Daya saing lembaga jasa lebih mengutamakan
pelayanan, sebagai contoh konkrit hal tersebut adalah tersediannya ATM di seluruh
Indonesia sehingga mudah di jangkau masyarakat.
5. Pembentukan usaha riil bank syariah, penyediaan barang modal dan konsumsi perlu
dilakukan langsung oleh bank syariah dengan demikian pada setiap unit usaha yang dikelola.
Peran perbankan bukan hanya penyuplai dana tetapi sekaligus pemodal yang lengkap untuk
membantu nasabah secara nyata dan jelas.
6. Sosialisasi kepada masyarakat tentang perbankan syariah perlu diperluas.
Perbankan syariah ke depan diharapkan mampu berkembang dari seluruh aspek, baik dari
segi jumlah, total aset, serta jumlah penyaluran dana untuk pembiayaan yang dapat
menyentuh sektor rill di masyarakat dan pengembangan perbankan syariah di Indonesia.

C. PENUTUP
Perbankan syariah merupakan solusi yang memadai untuk mengatasi berbagai
permasalahan dinamika perbankan di Indonesia. Dengan sistem bagi hasil yang adil dan
proposional diharapkan sistem ini dapat menjembatani kebutuhan nasabah dan bank dengan
lebih baik dari yang ditawarkan oleh perbankan konvensional dengan sistem bunganya.
13
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia yang ditinjau dari perkembangan jumlah
bank, baik Bank Umum Syariah, jumlah Unit Usaha Syariah, jumlah BPRS dan juga jumlah
jaringan kantor dan total aset mengalami kenaikan akan tetapi progresnya melambat.
Beberapa faktor menjadi penyebab melambatnya perkembangan perbankan syariah.
Mengatasi masalah tersebut dengan program dan strategi yang dimiliki dalam menarik
perhatian nasabah Indonesia diperlukan keterlibatan pemerintah untuk ikut serta dan turun
tangan dalam mendorong perbankan syariah serta dari kalangan akademisi. Selain itu,
diperlukan konsilidasi dari perbankan syariah dalam mengevaluasi dan menyikapi perubahan
gejala ekonomi yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/pages/Sejarah-Perbankan-Syariah.aspx,
sejarah perbankan syariah, diakses pada 16 Februari 2023

Abdul Muhith, “Sejarah Perbankan Syariah”, Attanwir, Jurnal Kajian keislaman dan pendidikan,
Volume 01, Nomor 02, September 2012, h.69-84
Adiwarman Karim, “Bankir Yahudi pada Zaman Abbasiyah”, Ekonomi Islam Suatu Kajian
Kontemporer, (Gema Insani Press, Jakarta,2001),h.77

Bisnis.com, Ini Penyebab Jumlah Kantor di Indonesia Menyusut,


bisnis.com.finansial/read/20160720/90/567471/ini-penyebab-Jumlah-kantor-bank-di-
indonesia-menyusut (diakses pada tanggal 16 Februari 2023)

Otoritas Jasa Keuangan, Perbankan Syariah, http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang


syariah/Pages/Perbankan-Syariah.aspx (diakses pada tanggal 16 februari 2023).

14
15

Anda mungkin juga menyukai