Neysella Vadhila
Abstract
A. PENDAHULUAN
1
Indonesia yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) terus menunjukkan pertumbuhan yang positif.
B. PEMBAHASAN
2
SEJARAH PERBANKAN SYARIAH PADA MASA BANI UMAYYAH DAN BANI
ABBASIYAH
Sejarah pada masa ini adalah dimulainya banyak beredar mata uang, dengan keahlian
khusus dikerahkan para ahli. Kegiatan peneliti dilaksanakan karena pada setiap mata uang
memiliki kandungan logam mulia yang berbeda jenis sehingga memerlukan keahlian khusus.
Zaman Muawiyah pda 661-680M mulai mengenal Istilah jihbiz diambil dari bahasa Persia, dan
kemudian disebut kihbud atau juga dapat disebut Kahbad. Sedangkan pada masa pemerintahan
Sasanid, istilah ini dipergunakan kepada orang yang ditugaskan mengumpulkan pajak tanah.
Jihbiz dab Bank memiliki persamaan yaitu melaksanakan fungsi To accept deposits, To channel
financing, dan To transfer money.
Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan Jihbiz dan Bank
Persamaan Perbedaan
Melakukan ketiga fungsi utama Jihbiz dikelola oleh individu
Jihbiz perbankan .
3
SEJARAH LAHIRNYA PERBANKAN SYARIAH
Pemikiran untuk mendirikan bank yang menggunakan prinsip bagi hasil sudah muncul
dalam waktu yang cukup lama. Hal tersebut didasarkan pada munculnya berbagai pemikiran para
pemikir Islam yang mengemukakan tentang pentingnya pendirian Bank Islam dengan prinsip
bagi hasil. Pemikiran para pemikir Islam memberikan dorongan yang sangat besar dalam
mendirikan bank syariah. Meski demikian, pendirian bank syariah belum terlalu lama akan tetapi
pemikiran akan pendirian bank syariah sudah lama. Hal ini dibuktikan dengan pemikiran Anwar
Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948), Mahmud Ahmad (1952) dan lain-lain.
Upaya awal penerapan sistem profit and loss sharing dalam bentuk bank syariah tercatat
di Pakistan dan Malaysia pada tahun 1940. Hal ini dalam bentuk n pengelolaan dana jamaah haji
secara non-konvensional. Rintisan bank syariah lainnya adalah dengan berdirinya Mit Ghamr El-
Najar. Bank tersebut beroperasi tanpa mengaplikasikan bunga dan sejalan dengan prinsip-prinsip
ajaran Islam dan berkembang sangat baik. Akan tetapi adanya konflik di Mesir, bank tersebut
ditutup dan diambil alih oleh National Bank of Egypt yang dioperasikan berdasarkan prinsip
riba. Meski demikian, bank tanpa riba kembali diperkenalkan di Mesir yang ditandai dengan
berdirinya Nasser Social Bank yang lebih bersifat sosial ketimbang komersil.
Kesuksesan yang dilalui oleh Mit Ghmar dalam mengelola melalui bagi hasil telah
memberikan inspirasi bagi dunia dan khususnya kepada umat Islam untuk membentuk bank
islam untuk membentuk bank Islam dengan sistem bagi hasil. Berbagai kontribusi dari
kesuksesan Mit Ghamir telah menghadirkan gagasan berdirinya bank syariah di tingkat
internasional yang muncul pada konfrensi negara Islam sedunia yang diadakan di Kuala Lumpur
pada tanggal 21-27 April 1969. Konfrensi tersebut diikuti oleh 19 negara dan telah menghasilakn
salah satu kesepakatan yaitu perlu segera dibentuknys sebuah bank syariah yang bersih dari
sistem riba.
Pada Desember 1970 dalam pertemuan Menteri Luar Negeri negara yang terhimpun
dalam Organisasi Konfrensi Islam (OKI) di Karachi, Pakistan dimana delegasi Mesir
mengajukan proposal untuk mendirikan bank syariah dan proposal tersebut dikaji dengan
seksama oleh para ahli dari 18 negara Islam yang semuannya menyetujui Bank Islam.
Pada Maret 1973 dalam pertemuan Menteri Luar Negeri negara IKO di Benghazi.
Kemudian usulan untuk berdirinya bank syariah diagendakan kembali. Sidang tersebut
memutuskan agar OKI mempunyai bidang khusus yang menangani hal-hal yang berhubungan
dengan ekonomi dan keuangan. Kemudian pada bulan Juli 1973 komite ahli yang mewakili
negara Islam penghasil minyak bertemu di Jeddah untuk membicarakan berdirinya bank syariah
serta membahas tentang anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Selanjutnya pada 1974
4
diadakan kembali oleh negara yang tergabung dalam OKI yang diwakili oleh Menteri Keuangan
di Jeddah dan dalam pertemuan tersebut disetujui rancangan pendirian Islamic Devoplement
Bank (IDB) dengan modal awal dua milyar dana.
Setelah IDB terbentuk pada Oktober 1975 yang beranggotakan 22 negara Islam sebagai
pendiri. Tujuan dibentuk bank ini adalah untuk membantu finansial dalam pembangunan negara
anggotanya. Beberapa negara Islam seperti Pakistan, Sudan, dan Iran mengubah seluruh sistem
keuangan yang ada di negara tersebut menjadu bebas bunga, sehingga semua lembaga keuangan
di negara tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga sama sekali. Adapun Malaysia dan
Indonesia bank tanpa bunga beroprasi akan tetapi bank konvensional tetap beropersi pula.
Kini, perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang pesat dan menyebar ke
banyak negara termasuk beberapa negara di Eropa. Diantarannya yaitu The Islamic Bank
International of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama di Eropa yaitu pada tahun 1983.
Kini bank-bank dari negara-negara barat telah ikut serta mendirikan bank syariah diantaranya
adalah Citibank, ANZ Bank, Chase Manhattan Bank, dan Jardine Fleming yang telah membuka
Islamic Window agar dapat memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan syariat Islam.
Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988
(Pakto 88) yang membuka kesempatan seluas-luasnya kepada bisnis perbankan harus dibuka
seluas-luasnya untuk menunjang pembangunan (liberalisasi sistem perbankan). Meskipun lebih
banyak bank konvensional yang berdiri, beberapa usaha-usah perbankan yang bersifat daerah
yang berasaskan syariah juga mulai bermunculan.
Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas
di antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho
Gusti).Tahun 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk kelompok kerja untuk
mendirikan Bank Islam di Indonesia. Pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990, Majelis Ulama
5
Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor,
Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah
Nasional IV MUI di Jakarta 22 – 25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi
pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud
disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi
dengan semua pihak yang terkait.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirilah bank syariah pertama
di Indonesia yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), berhasil berdiri sebelum Undang-
undang Nomor 7 tahun 1992 dilahirkan. Sesuai akte pendiriannya, BMI berdiri pada tanggal 1
November 1991. Dengan saham senilai 8 Milyar. Kemudian, tanggal 3 November 1991 dalam
ajang perkumpulan di lokasi yang terpilih yaitu Istana Bogor, disepakati modal awal Rp
106.126.382.000,-. Dana itu terkumpul dan berasal dari presiden dan wakil presiden, sepuluh
menteri dan kabinet pembangunan V, Supersemar, Yayasan Dakab, PT PAL, Yayasan Amal
Bakti Muslim Pancasila, Dharmais, PT Pindad dan Purna Bhakti Pertiwi.
1. Bertujuan memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima
konsep bunga. Menerapkan sistem perbankan syariah yang berdampingan dengan sistem
perbankan konvensional, mobilitas dana masyarakat ini dapat dilakukan terutama dari
segmen yang belum tersentuh oleh sistem perbankan konvensional dengan menerapkan
sistem bunga.
Pada awal masa operasinya, keberadaan bank syariah berjumlah memperoleh perhatian
yang optimal dalam tatanan sektor perbankan nasional. Landasan hukum operasi bank yang
menggunakan sistem syariah, saat itu hanya diakomodir dalam salah satu ayat tentang "bank
dengan sistem bagi hasil"pada UU No. 7 Tahun 1992; tanpa rincian landasan hukum syariah
serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.
6
Pada tahun 1998, pemerintah dan DewanPerwakilan Rakyat melakukan penyempurnaan
UU No. 7/1992 tersebut menjadi UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang turut diikuti
dengan kebijakan dikeluarkannya beberapa ketentuan pelaksanaan yang berbentuk SK Direksi
BI/ Peraturan Bank Indonesia, dengan memberikan landasan hukum lebih kuat bagi
pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Peraturan tersebut memberikan kesempatan luas
untuk mengembangkan jaringan perbankan syariah, melalui izin pembukaan Kantor Cabang
Syariah (KCS) oleh bank konvensional.
Secara tegas menjelaskan bahwa terdapat dua sistem dalam perbankan di tanah air (dual
banking system),yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah.
Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 pada tanggal 16 Juli 2008, tentang Perbankan Syariah
disahkan yang memberikan landasan hukum industri perbankan syariah nasional dan diharapkan
mendorong perkembangan perbankan syariah yang selama lima tahun terakhir asetnya tumbuh
lebih dari (>5% per tahun namun pasarnya (market share) secara nasional masih di bawah 5%.
Undang-undang ini mengatur secara khusus mengenai perbankan syariah, baik secara
kelembagaan maupun kegiatan usaha).
3. UU No.42 tahun 2009 tentang Amandemen Ketiga UU No.8 tahun 1983 tentang PPN Barang
dan Jasa.
Peluang ini disambut hangat masyarakat perbankan, yang ditandai dengan berdirinya
beberapa Bank Islam lain, yakni Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank Niaga, Bank BTN, Bank
Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh dll.
2. PBI No.10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
7
3. PBI No, 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bank Syariah.
4. PBI No 10/23/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas PBI No. 8/21/PBI/2004 tentang
Giro Wajib Minimum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
5. PBI No 10/24/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas PBI No. 8/21/PBI/2006 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan
Prinsip Syariah.
Tabel 2
Jaringan Kantor Perbankan Syari’ah
Des Des Des Des Des Des Des Agustus
2005 2006 2007 2008 2009 2014 2015 2016
BPRS
- Jumlah Bank 92 105 114 131 135 163 163 165
- Jumlah Kantor 92 105 185 208 217 439 446 436
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan, 2009 dan 2016
8
Berdasarkan tabel di atas, maka ada perubahan yang sangat signifikan Terkait dengan
jaringan kantor perbankan syariah di Indonesia. Bank Umum Syariah (BUS) pada tahun 2005
berjumlaha 3 bank dengan jumlah kantor yang Tersebar hanya 304. Pada tahun 2006 hingga
pada tahun 2016, setiap Tahunnya mengalami peningkatkan yang sangat pesat dengan jumlah
BUS Berjumlah 12 bank. Adapun jumlah kantor mengalami penurunan pada tahun 2014
sebanyak 2.163, tahun 2015 berjumlah 2.163 kantor, dan tahun Agustus 2016 mengalami
penurunan kembali sebanyak 1.776 kantor. Perubahan Signifikan terkait BUS baik mengingat
bank syariah adalah bank yang Aktivitanya tidak menarik bunga dari jasanya, melainkan
diperhitungkanMendapat jasa berupa bagi hasil.
Adapun perkembangan bank syariah dari sisi Unit Usaha Syariah (UUS) juga mengalami
perkembangan, meskipun dalam perkembangan tiap tahun sempat mengalami kenaikan dan
sempat pula mengalami penurunan Jumlah bank umum UUS. Pada tahun 2005 jumlah bank
umum UUS sebanyak 19 dan mengalami kenaikan hingga pada tahun 2008 sebanyak 27 bank
Umum. Akan tetapi pada tahun 2014 mengalami penurunan sebanyak 24 Hingga pada tahun
2016 berjumlah 22 bank umum.
Adapun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) mengalami Peningkatan dari sisi
jumlah bank yang setiap tahunnya mengalami Peningkatan. Pada tahun 2005 jumlah BPRS
sebanyak 92 yang tersebar di Seluruh Indonesia dan pada Agustus 2016 jumlah meningkat
hingga 165 BPRS. Adapun jumlah kantor juga mengalami peningkatan hingga tahun 2015
berjumlah 446 kantor dan pada Agustus 2016 turun menjadi 436.
Menurut Nelson Tampubolon, penurunan jumlah kantor bank terjadi Karena ada
beberapa bank yang meningkatkan efisiensi melalui pengurangan Jumlah kantor cabang. Selain
itu, hal ini merupakan konsilidasi organisasi Bank bersangkutan secara internal.46 Penurunan
jumlah kantor Mengindikasikan akan semakin kurangnya calon nasabah yang dapat ditarik Oleh
perbankan syariah. Meski demikian, akibat krisis ekonomi yang melanda Dunia pada tahun
2013, memiliki dampak yang besar.
9
Tabel 3
Perkembangan Total Aset Perbankan Syariah
Desember Desember Maret Mei Agustus
2014 2015 2016 2016 2016
Bank Umum Syari’ah 204.961 213.423 213.061 211.358 216.766
Unit Usaha Syari’ah 67.383 82.839 84.710 86.577 88.521
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan, 2016.
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Perkembangan aset perbankan
syariah berkembang, meskipun pada bulan Mei 2016 mengalami penurunan dan pada Agustus
2016 kembali mengalami Kenaikan. Meski tabel di atas, mengalami kenaikan dari tahun ke
tahun, akan tetapi perkembangan perbankan syariah masih dianggap melambat.
Beberapa hal yang menjadi permasalahan perbankan syariah di Indonesia yang harus
diselesaikan agar perbankan syariah dapat meningkat dan terus berkembang antara lain :
1. Pertumbuhan aset yang masih kurang, pada akhir tahun 2010 BI membuat proyeksi sekenario
pertumbuhan perbankan syariah yaitu : (a) skenario pesimis,yaitu aset sebesar 131 Triliun
dengan pertumbuhan 35%, (b) Skenario moderat, yaitu aset Rp 141 Triliun dengan
pertumbuhan 45%, dan (c) Skenario optimis, yakni aset sebesar Rp 150 Triliun dengan
pertumbuhan 55%.
2. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat, perkembangan perbankan syariah tidak diikuti
oleh pemahaman masyarakat banyak yang belum mengetahui perbedaan bank syariah dengan
bank konvensional.
3. Bank syariah tidak terjun langsung ke sektor rill dengan kepersertaan secara nyata, hanya
sebagai mediasi yang menyalurkan dana.
4. Segmentasi pasar yang terbatas, kemanfaatan bank islam hanya dinikmati oelh kalangan
muslim saja, sementara non muslim masih sangat minim.
5. Produk yang kurang bervariasi, produk-produk perbankan syariah yang ada sekarang masih
kurang bervariasi.
10
belum memadai dalam Membuka kantor cabang, mengembangkan infrastruktur dan
pengembangan Segmen layanan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ida Syafrida dan Indianik Aminah
bahwa faktor perlambatan pertumbuhan bank syariah di Indonesia dimulai pada tahun 2013
diindikasikan adanya penurunan Permodalan, peningkatan pembiayaan bermasalah dan
penurunan profit. Perlambatan pertumbuhan bank syariah disebabkan oleh faktor internal dan
Eksternal. Faktor internal terdiri dari adanya dominasi oleh sektor retail
Khususnya UMKM dan akad murabahah pada segmentasi pembiayaan bank Syariah,
masih kurang efisiennya bank syariah dalam menjalankan Operasionalnya, dominasi dana
deposito yang berbiaya mahal pada DPK bank Syariah. Adapun faktor eksternal adalah kondisi
ekonomi yang melambat di Dunia termasuk di Indonesia dengan indikator nilai tukar rupiah
melemah, Turunnya IHSG dan turunnya daya beli masyarakat.47 Hal ini menjadi ajang
Pembuktian bahwa perbankan syariah dapat bertahan dalam menghadapi Permasalahan-
permasalahan ekonomi yang terjadi khususnya di Indonesia. Hal ini telah dibuktikan pada krisis
moneter tahun 1997-1998.
Program pengembangan bank syariah menerapkan berbagai konsep yang menarik untuk
menjalankan syariah Islam yang lebih komprehensif, dan dengan tawaran untuk mengatasi
kelemahan yang ada di perbankan konvensional, maka sudah seharusnya perbankan ini
memperoleh minat dari seluruh lapisan masyarakat. Produk-produk yang inovatif dan pemberian
profit margin yang kompetitif dapat menjadi daya tariknya. Terdapat 5 program utama yang
perlu dilakukan oleh perbankan syariah untuk dapat melakukan ekspansi pasar yang lebih luas
(Ramzi,2010):
11
beragam dan variasi yang banyak dapat menjadi ciri khas keunikan bank syariah, disamping
transparan serta adil bagi keduannya.
Pada akhir tahun 2013, fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan berpindah dari
Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan. Maka pengawasan dan pengaturan perbankan syariah
juga beralih ke OJK. OJK selaku otoritas sektor jasa keuangan terus menyempurnakan visi dan
strategi kebijakan pengembangan sektor keuangan syariah yang telah tertuang dalam Roadmap
Perbankan Syariah Indonesia 2015-2019 yang dilaunching pada Pasar Rakyat Syariah
12
2014. Roadmap ini diharapkan menjadi panduan arah pengembangan yang berisi insiatif-
inisiatif strategis untuk mencapai sasaran pengembangan yang ditetapkan.
beberapa strategi peningkatan daya saing perbankan syariah yang perlu dilakukan dalam
pengembangan perbankan syariah diantaranya adalah sebagai berikut:
C. PENUTUP
Perbankan syariah merupakan solusi yang memadai untuk mengatasi berbagai
permasalahan dinamika perbankan di Indonesia. Dengan sistem bagi hasil yang adil dan
proposional diharapkan sistem ini dapat menjembatani kebutuhan nasabah dan bank dengan
lebih baik dari yang ditawarkan oleh perbankan konvensional dengan sistem bunganya.
13
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia yang ditinjau dari perkembangan jumlah
bank, baik Bank Umum Syariah, jumlah Unit Usaha Syariah, jumlah BPRS dan juga jumlah
jaringan kantor dan total aset mengalami kenaikan akan tetapi progresnya melambat.
Beberapa faktor menjadi penyebab melambatnya perkembangan perbankan syariah.
Mengatasi masalah tersebut dengan program dan strategi yang dimiliki dalam menarik
perhatian nasabah Indonesia diperlukan keterlibatan pemerintah untuk ikut serta dan turun
tangan dalam mendorong perbankan syariah serta dari kalangan akademisi. Selain itu,
diperlukan konsilidasi dari perbankan syariah dalam mengevaluasi dan menyikapi perubahan
gejala ekonomi yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/pages/Sejarah-Perbankan-Syariah.aspx,
sejarah perbankan syariah, diakses pada 16 Februari 2023
Abdul Muhith, “Sejarah Perbankan Syariah”, Attanwir, Jurnal Kajian keislaman dan pendidikan,
Volume 01, Nomor 02, September 2012, h.69-84
Adiwarman Karim, “Bankir Yahudi pada Zaman Abbasiyah”, Ekonomi Islam Suatu Kajian
Kontemporer, (Gema Insani Press, Jakarta,2001),h.77
14
15