Anda di halaman 1dari 27

HAUL ROAD TRAFFIC DENSITY

Prepared By :
Dr. Ir. Didiek Djarwadi, M. Eng.
Aditya Arya Wicaksono. ST

2013
ENGINEERING DIVISION
PT. PAMAPERSADA NUSANTARA

i
HAUL ROAD TRAFFIC
DENSITY
Dr. Ir. Didiek Djarwadi, M.ENG
Aditya Arya Wicaksono, ST

i
DISCLAIMER

Didiek Djarwadi., Aditya Arya Wicaksono, 2013, PT. Pamapersada Nusantara, INDONESIA

All rights reserved. No parts of this publication or the information contained herein may be reproduced, stored
in a retrieval system, or transmitted in any form by any means, electronic, mechanical, by photocopying,
recording, or otherwise, without written prior permission from the publisher.
Alltough all care is taken care is taken to ensure integrity and the quality of this publication and the information
herein, no responsibility is assumed by the publishers nor the author for any damage to the property or persons
as a result of operation or use of this publication and or the information contained herein.

Published by: PT. Pamapersada Nusantara


Jln. Rawagelam I No. 9
Kawasan Industri Pulogadung
Jakarta Timur, 13930
Indonesia

Author Author Acknowledge by

................................................... ......................................................... .......................................................


Aditya Arya Wicaksono, ST Dr. Ir. Didiek Djarwadi, M.Eng Dr. Ir. Didiek Djarwadi, M.Eng

ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................................................. v
1 Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
2 Dasar teori ................................................................................................................................. 2
2.1 Intensitas.................................................................................................................................... 2
2.2 Kecepatan rata-rata.................................................................................................................... 3
2.3 Kepadatan lalu lintas (Traffic density)....................................................................................... 4
2.4 Hubungan Intensitas, Arus dan kepadatan. ............................................................................... 6
2.5 Jarak pengereman (stopping distance). ..................................................................................... 7
3 Analisa kinerja arus lalu lintas jalan tambang. ........................................................................ 11
3.1 Penetapan karakteristik lalu lintas ruas jalan........................................................................... 11
3.1.1 Pembagian segmen jalan tinjauan. .......................................................................................... 12
3.1.2 Penetapan kecepatan rencana msing-masing segmen jalan..................................................... 12
3.1.3 Perhitungan jarak pengereman. ............................................................................................... 13
3.1.4 Perhitungan kepadatan maksimal segmen jalan ...................................................................... 13
3.2 Evaluasi kondisi aktual arus lalu lintas.................................................................................... 14
3.2.1 Evaluasi kecepatan unit ........................................................................................................... 14
3.2.2 Evaluasi kepadatan lalu lintas ................................................................................................. 15
4 Contoh Perhitungan................................................................................................................. 16
5 Referensi.................................................................................................................................. 20
6 Lampiran ................................................................................................................................. 21

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Grafik Travel Performance (Economy Mode) Unit HD 785-7........................................ 4
Gambar 2 Hubungan waktu tempuh dan waktu tunda sebagai fungsi arus lalu lintas pada
kondisi arus tak terganggu. (Akcelik 2003)..................................................................... 6
Gambar 3 Hubungan antara Kecepatan, Intensitas dan Kepadatan .................................................. 6
Gambar 4 Ilustrasi perbedaan jarak aman beriringan untuk kecepatan yang berbeda ...................... 8
Gambar 5 Penetapan segmen jalan berdasarkan perubahan kemiringan (grade)............................ 12
Gambar 6 Contoh perhitungan Stopping Distance. ........................................................................ 13
Gambar 7 Ilustrasi jalan akses Pit-disposal .................................................................................... 16
Gambar 8 Profil Jalan akes Pit-Disposal pada masing-masing fleet .............................................. 16
Gambar 9 Penetapan segmen tinjauan area kerja Pit A. ................................................................. 17

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Estimasi Brake System Response Time berdasarkan berat unit kendaraan. ( MSHA 1999)8
Tabel 2 Berat unit angkut untuk kondisi muatan dan kosongan....................................................... 9
Tabel 3 Nilai BSRT unit angkut untuk kondisi muatan dan kosongan............................................. 9
Tabel 4 Friction Ratio (FR) untuk beberapa jenis material dan kondisi. ( MSHA 1999)............... 10
Tabel 5 Nilai kepadatan (Kendaraan/km) pada kondisi muatan, unit acuan HD 785 dan Safety
Factor 1,35 dalam variasi grade dan kecepatan ................................................................ 14
Tabel 6 Nilai kepadatan (Kendaraan/km) pada kondisi kosongan, unit acuan HD 785 dan Safety
Factor 1,35 dalam variasi grade dan kecepatan. .............................................................. 15
Tabel 7 Penetapan segmen dan kecepatan rencana jalan akses Pit-Disposal.................................. 17
Tabel 8 Hasil perhitungan jarak aman kendaraan beriringan masing-masing segmen. .................. 18
Tabel 9 Hasil perhitungan nilai kepadatan maksimal masing-masing segmen tinjauan................. 19

v
1 Latar Belakang
Jalan merupakan salah satu faktor untuk menjamin tercapainya target produksi serta
terlaksananya operasi penambangan yang aman. Oleh karena itu kegiatan perencanaan, pelaksanaan
serta perawatan terhadap jalan tambang mutlak dilakukan. Seiring meningkatnya target produksi
pada suatu aktifitas penambangan, normal nya akan diiringi dengan semakin bertambahnya jumlah
alat angkut material, baik material product (coal) maupun material waste (Overburden) . Pergerakan
unit angkut material ini dari suatu tempat ke tempat lainnya juga memerlukan penyediaan sarana
dan prasarana transportasi yang memadai dan maksimal. Peningkatan populasi jumlah alat angkut
ini tentunya berdampak terhadap angka kepadatan arus lalu lintas pada segmen jalan yang dilalui
sehingga mempengaruhi kinerja operasional lalu lintas secara keseluruhan. Seperti yang dipahami
bersama pada arus lalu lintas yang semakin padat akan menimbulkan penurunan kecepatan rata-
rata pada segmen jalan sehingga berdampak terhadap produktifitas . di lain sisi, kepadatan arus lalu
lintas juga akan membawa dampak dari aspek keselamatan, dimana pada kondisi arus lalu lintas
yang padat seringkali kendaraan tidak lagi bisa menjaga jarak aman dalam beriringan, sehingga
muncul potensi terjadi kecelakaan tabrak belakang dengan unit di depannya. Menyikapi kondisi ini,
diperlukan kajian lebih lanjut terkait kinerja arus lalu lintas pada suatu segmen jalan agar kendaraan
senantiasa dapat berjalan beriringan dengan kondisi yang aman dan nyaman serta kecepatan yang
memadai.
Menurut Jhon van Rijn (2004) tiga parameter pengukur kinerja arus lalu lintas yaitu :
Kepadatan, Kecepatan serta intensitas. Kepadatan arus lalu lintas didefinisikan sebagai banyaknya
unit yang beroperasi pada suatu panjang segmen jalan. Kendaraan harus saling beriringan pada jarak
aman tertentu, untuk mengantisipasi terjadinya insiden tabrak belakang dengan kendaraan
didepannya. Kecepatan adalah jarak yang dapat ditempuh suatu kendaraan pada suatu ruas jalan per
satuan waktu. Intensitas adalah banyaknya unit yang melintas pada suatu segmen jalan dengan
panjang tertentu per satuan waktu.
Pada bahasan sebelumnya (Dasar Perencanaan Jalan Tambang), telah dibahas mengenai
perencanaan dasar jalan di area pertambangan yang meliputi pemilihan meterial, perencanaan daya
dukung tanah dasar, Perencanaan geometri dll. Pada modul ini akan membahas mengenai kinerja
arus lalu lintas pada segmen jalan di area pertambangan. Bahasan ini bertujuan agar diperolehnya
pemahaman bersama terkait kinerja arus lalu-lintas maksimum pada segmen jalan tambang,
sehingga dapat di manfaatkan sebagai acuan penetetapan kebijakan pembatasan jumlah unit angkut
yang diijinkan untuk melewati suatu segmen jalan seturut karakterisitik/kondisi yang ada pada
masing-masing lokasi. Perhitungan kepadatan ijin suatu segmen jalan yang disampaikan pada
bahasan ini, menggunakan pendekatan perkiraan jarak pengereman kendaraan dalam kondisi
beriringan, dimana jarak pengereman ini akan sangat bergantung oleh beberapa faktor. Faktor yang
mempengaruhi jarak pengereman disampaikan oleh MSHA Handbook Series (1999) adalah
akumulai kebutuhan jarak untuk mengakomodir waktu reaksi pengendara, waktu reaksi mekanisme
pengereman serta waktu pengereman yang dibutuhkan sampai kendaraan berhenti total. Oleh karena
itu, dibutuhkan observasi terkait prilaku pengendara dan kondisi geometri jalan serta kebijaksanaan
dalam penentuan parameter-parameter perhitungan jarak pengereman ini.

1
2 Dasar teori
Jaringan jalan merupakan serangkaian simpul simpul, yang dalam hal ini berupa
persimpangan / terminal yang dihubungkan dengan ruas-ruas jalan/trayek. Untuk mempermudah
mengenal jaringan jalan, maka ruas ruas ataupun simpul-simpul diberi nomor atau nama tertentu.
Penomoran/penamaan dilakukan sedemikan rupa sehingga dapat dengan mudah dikenal dalam
bentuk model jaringan jalan . Pembentukan sistim jaringan jalan ini sangat bermanfaat salah satunya
dapat dimanfaatkan untuk menghitung jarak terdekat antara dua lokasi menggunakan cara yang
terdapat dalam lingkup jaringan jalan.
Dalam operasional penambangan sistim jaringan jalan diterapkan dengan membagi jalan
menjadi segmen-segmen kecil yang saling berhubungan satu sama lainnya. Pembagian segmen ini
bertujuan agar evaluasi terhadap kinerja suatu ruas jalan dapat lebih rinci, sehingga langkah-langkah
optimalisasi dapat lebih tepat sasaran.
Arus lalu lintas merupakan faktor utama dalam evaluasi kinerja jaringan jalan. Arus lalu
lintas terbentuk dari pergerakan individu pengendara dan kendaraan yang melakukan interaksi
antara yang satu dengan yang lainya pada suatu ruas jalan dan lingkungannya. Arus lalu lintas pada
suatu ruas jalan karakteristiknya akan bervariasi berdasarkan kondisi geometri jalan. Menurut John
van Rijn yang disampaikan melalui jurnal Road Capacities (2004), suatu arus lalu lintas secara
makroskopis dapat digambarkan tiga parameter utama, yaitu : Intensitas, kecepatan rata-rata, dan
kepadatan. Penentuan kinerja segmen jalan akibat arus lalu lintas disampaikan sebagai arus lalu
lintas maksimum yang dapat dilewatkan dengan mempertahankan tingkat kinerja tertentu. Dalam
operasional pertambangan kinerja yang dimaksud adalah target kecepatan unit angkut.
Dalam penerapan evaluasi kinerja jaringan jalan terdapat tiga parameter utama yang biasa
dipakai sebagai bahan evaluasi yaitu Intensitas, Densitas serta kecepatan rata-rata. Ketiga parameter
ini merupakan tinjauan makroskopik yang mana lalu lintas dalam suatu interval tertentu
digambarkan dengan nilai tunggal dari masing-masing yang membentuk aliran lalu lintas secara
keseluruhan. Selain ketiga parameter yang merupakan tinjauan makroskopis, menurut Immers
(2002) disampaikan tinjauan mikroskopis yang menggambarkan tentang pasangan individual
kendaraan dalam arus lalu lintas seperti ruang (spacing) dan jarak antar kendaraan (headway).
Sedikit berbeda dengan konsep berlalu lintas pada operasi jalan di pertambangan, dimana
faktor keselamatan adalah yang utama, nilai kepadatan maksimal/ijin suatu segmen jalan ditentukan
berdasarkan jarak aman kendaraan beriringan, dimana kendaraan yang berada dalam suatu segmen
pada interval tertentu juga harus menjaga jarak terhadap kendaraan lain yang ada di depannya, guna
mengurangi potensi terjadinya tabrak belakang antar kendaraan.

2.1 Intensitas.
Intensitas arus lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang lewat pada suatu titik
di ruas jalan, atau pada suatu lajur selama interval waktu tertentu. Dinyatakan dalam kendaraaan per
satuan waktu dengan satuan kendaraan per jam atau kendaraan per hari. Batas jumlah kendaraan
pada suatu penggal segmen jalan pada interval waktu tertentu dimana kendaraan masih dapat
beroperasi optimal biasa dikenal sebagai Kapasitas Jalan. Kapasitas jalan merupakan batasan arus
kendaraan pada suatu segmen jalan agar senantiasa jalan dapat beroperasi optimal.

2
Intensitas adalah jumlah kendaraan per satuan waktu yang dinyatakan dalam persamaan
berikut

q = n/T (1)
dengan : q : Intensitas kendaraan (Kendaraan/jam)
n : Jumlah kendaraan yang melintas suatu segmen jalan tinjauan ( Kendaraan).
T : Waktu tempuh (jam).

Pada suatu kondisi jumlah kendaraan telah jauh melebihi batas kapasitas nya, sehingga
berpengaruh terhadap kecepatan rata-rata dan tidak tercapainya jarak aman kendaraan beriringan,
pada kondisi ini arus lalu lintas dapat dikatakan sudah jenuh. Tingkat kejenuhan juga merupakan
salah satu parameter dalam evaluasi kinerja arus lalu lintas, dinyatakan dalam drajat kejenuhan
(Degree of Saturation).

2.2 Kecepatan rata-rata


Kecepatan didefinisikan untuk menggambarkan tingkat pergerakan kendaraan yang
dinyatakan dalam jarak tempuh per satuan waktu atau nilai perubahan jarak terhadap waktu.
Satuannya adalah kilometer per jam, meter per detik. Setiap segmen jalan akan memiliki nilai
kecepatan yang berbeda-beda, hal ini terkait perbedaan karakteristik hambatan di masing-masing
penggal segmen jalan tersebut. Geometri badan jalan , kondisi permukaan serta tingkat kepadatan
arus lalu lintas merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian kecepatan pada suatu
segmen jalan.
Kecepatan adalah jarak tempuh kendaraan per satuan waktu dinyatakan dalam persamaan
berikut :

= (2)

dengan : V : Kecepatan lintas (Km/Jam)


S : Jarak tempuh (Km)
T : Waktu tempuh (Jam)

Kecepatan alat angkut juga merupakan salah satu faktor pendukung dalam operasional
penambangan terbuka, sehingga untuk mendapatakan hasil yang maksimal seringkali dilakukan
penetapan target kecepatan alat angkut. Namun perlu dievaluasi juga apakah segmen jalan tersebut
mampu untuk mengakomodir target kecepatan yang ditetapkan, oleh karena itu penetapan target
kecepatan idealnya juga dilakukan pada masing-masing segmen jalan, agar evaluasi kinerja jalan
secara operasional dapat dilakukan dengan lebih baik. Dengan penetapan kecepatan rencana per
segmen diharapkan setiap segmen jalan memiliki bobot yang ideal terhadap pencapaian kecepatan.
Dalam penetapan kecepatan rencana suatu segmen jalan dibutuhkan kejelian serta
kebijaksanaan dari seorang perencana. Perencana harus bisa bijaksana dalam menentukan nilai
kecepatan ideal untuk suatu segmen jalan. Kecepatan suatu segmen jalan merupakan salah satu
komponen dari keseluruhan nilai kecepatan ruas jalan, sehingga penetapan nilai kecepatan suatu
segmen harus dapat terkoneksi dengan kecepatan segmen lainnya sehingga nilai kecepatan rata-rata
suatu ruas jalan dapat tercapai. Di sisi lain kecepatan juga merupakan fungsi dari geometri dan

3
kondisi permukaan jalan dimana untuk masing-masing kondisi memiliki nilai batasan kecepatan
yang dapat ditempuh dari suatu unit angkut agar senantiasa dapat beroperasi secara efektif dan
efisien. Berdasarkan Handbook komatsu yang merupakan pabrikan alat berat unit Dumptruck yang
mayoritas beroperasi di area kerja PT. Pamapersada Nusantara, disampaikan acuan mengenai travel
performance unit angkut yang melalui “Travel Performance Curve” untuk menaksir kelas
kemampuan kendaraan terhadap kemiringan jalan, kecepatan serta Rimpull dan “Brake
Performance Curve” untuk menetapkan posisi kecepatan serta perpindahan gigi maksimum pada
kondisi turunan yang aman. Namun tetap perlu ditinjau kesesuaian kurva tersebut terhadap kondisi
operasional di lokasi tambang indonesia sehingga disampaikan kembali bahwa dalam penentuan
nilai kecepatan rencana sangat dibutuhkan kejelian serta kebijaksanaan dari seorang perencana.

Gambar 1 Grafik Travel Performance (Economy Mode) Unit HD 785-7

Pada gambar 1 terlihat salah satu contoh grafik Travel Performace yang dikeluarkan
Handbook Komatsu edisi 28 untuk unit HD 785-7 kondisi muatan. Contoh :Segmen jalan dengan
kemiringan 5% dengan permukaan baik pada kondisi muatan penuh dengan berat total 163Ton, tarik
garis vertikal ke bawah sampai pada perpotongan nilai total resistance (titik 1), selanjutnya tarik
garis horizontal sampai bertemu dengan grafik Rimpull (2), berikutnya tambahkan garis vertikal ke
arah bawah untuk mendapatkan nilai kecepatan ideal. Pada contoh diatas kecepatan diperkirakan 28
Km/jam.
Selain metode sesuai yang disampaikan pada Handbook komatsu diatas, metode-metode lain
terkati penetapan kecepatan ideal berupa pendekatan berdasarkan hasil observasi di lapangan juga
bisa dilakukan.

2.3 Kepadatan lalu lintas (Traffic density)


Kepadatan lalu lintas (traffic density) didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang
menempati suatu ruas jalan tertentu atau lajur, yang biasanya dinyatakan dalam satuan kendaraan
per kilometer. Kepadatan merupakan parameter utama dalam evaluasi kinerja kualitas arus lalu
lintas jalan, terkait dari jumlah kendaraan maksimum yang diijinkan melintas pada suatu segmen

4
jalan berdasarkan kondisi geometri serta kinerja operasional alat angkut yang melintas agar
kendaraan dalam situasi beriringan senantiasa berada dalam range jarak aman kendaraan beriringan.
Pada suatu kondisi arus lalu lintas yang relatif seragam, dengan nilai hambatan arus yang relatif
sama, didapatkan hubungan antara nilai kepadatan terhadap intensitas yaitu intensitas adalah hasil
perkalian nilai Kepadatan (k) terhadap nilai kecepatan (V) yang disampaikan menurut persamaan
berikut :.

=kxV (3)
dengan : q : Intensitas (Kendaraan/jam)
K : Kepadatan (Kendaraan/Km)
V : Kecepatan unit (Km/jam)

Jarak aman kendaraan beriringan didefinisikan sebagai jarak minimal antara kendaraan pada
saat berjalan beriringan dimana kendaraan masih memiliki jarak untuk melakukan pengereman
sampai kendaraan berhenti total. Berdasarkan definisi diatas jarak aman kendaraan beriringan bisa
disampaikan juga sebagai jarak pengereman (stopping distance).
Sehingga kepadatan maksimum lalu lintas dapat didefnisikan sebagai banyaknya unit yang
beriringan didalam jarak aman pada suatu ruas jalan atau lajur dengan panjang tertentu. Hubungan
nilai jarak aman kendaraan beriringan dan kepadatan disampaikan menurut persamaan berikut :

= 1000/( + ℎ) (4)
dengan : k : Densitas / Kepadatan (Unit/Km).
D: Jarak aman kendaraan beriringan (meter).
h : Panjang unit (meter)

Pada suatu operasional penambangan, dalam suatu ruas jalan tidak hanya dilewati oleh unit
produksi (Hauler) saja, melainkan juga dilewati oleh unit maintenance (Grader, Compactor), unit
inspeksi (Light Vehicle) serta beberapa unit lainnya. Untuk mengakomodir kondisi ini, diperlukan
suatu nilai pembatas sebagai angka aman (Safety Factor) untuk mengkoreksi kepadatan maksimal
yang didapatkan berdasar perhitungan diatas. Sehingga nilai kepadatan arus lalu lintas dapat
disampaikan menurut persamaan :

K = SF x k (5)
dengan : K : Kepadatan arus lalu lintas akhir.
SF : Safety Factor.

Akcelik (2003) menjelaskan hubungan antara Kecepatan, waktu tempuh dan penundaan arus
pada kondisi Unsaturated, Saturated dan Oversaturated pada gambar 2. Pada gambar pertama,
region A mendeskripsikan arus lalu lintas tanpa gangguan pada kondisi undersaturated dengan arus
kedatangan masih berada dibawah densitas maksimum jalan (qa<Q), kecepatan pada arus tanpa
gangguan berada diantara kecepatan arus bebas (Vf) dan kecepatan kritis (Vn). Seiring kenaikan
arus lalu lintas berdampak terhadap penurunan kecepatan terkait hubungan nya dengan kenaikan
waktu tunda yang terjadi. Pada region B menunjukkan kondisi arus lalu lintas telah padat, dimana
arus rata-rata masih berada dibawah densitas maksimum nya. Pada kondisi ini terjadi penurunan

5
kecepatan (V < Vn) sampai ke titik berhenti total (traffic jam). Region C menunjukkan kondisi
oversaturated, dimana arus kedatangan telah melampui densitas maksimum (kapasitas). Pada
kondisi ini, arus lalu lintas menunjukkan tingkat permintaan aliran yang dapat melebihi kapasitas
nya, yang diukur pada titik awal antrian (Akcelik,2003)

Gambar 2 Hubungan waktu tempuh dan waktu tunda sebagai fungsi arus lalu lintas pada kondisi arus
tak terganggu. (Akcelik 2003)
2.4 Hubungan Intensitas, Arus dan kepadatan.
Hubungan antara ketiga parameter makroskopis : Kecepatan, Intensitas dan Kepadatan
menggambarkan tentang aliran arus lalu lintas yang relatif stabil dimana intensitas merupakan hasil
perkalian antara kecepatan terhadap kepadatan, kombinasi variable tersebut menghasilkan hubungan
dua dimensi yang diilustrasikan pada gambar 3.

Gambar 3 Hubungan antara Kecepatan, Intensitas dan Kepadatan

6
Perlu diketahui bahwa Intenstitas “nol” (Tidak ada arus) terjadi dalam dua kondisi. Ketika
tidak ada kendaraan sama sekali di jalan berarti Intensitasnya nol, dimana kecepatan tertinggi dapat
dicapai oleh kendaraan sendirian. Namun demikian Intensitas “nol” juga terjadi ketika kepadatan
begitu tinggi sehingga yang akan bergerak harus berhenti dan mengakibatkan terjadinya kemacetan
lalu lintas yang biasa disebut traffic jam. Pada kondisi ini semua kendaraan berhenti sehingga tidak
ada kendaraan yang lewat di suatu ruas jalan pada selang interval tertentu. Pada operasional lalu
lintas di lokasi pertambangan, dimana kecepatan dan kepadatan merupakan parameter utama kinerja
lalu lintas, jalan dikatakan ideal bilamana arus lalu lintas dapat beroperasi sesuai target kecepatan
yang ditetapkan serta dapat menjaga jarak aman kendaraan beriringan.

2.5 Jarak pengereman (stopping distance).


Jarak pengereman adalah jarak aman yang dibutuhkan untuk menghentikan suatu kendaraan
sampai pada posisi berhenti total (V=0 Km/jam). Jarak pengereman ini merupakan elemen penting
dalam keselamatan pengangkutan. Pada bahasan ini akan disampaikan informasi terkait untuk
memperkirakan jarak berhenti kendaran pada berbagai kondisi. Jarak pengereman sebenarnya akan
sangat tergantung pada beberapa faktor, sehingga informasi berupa perhitungan perkiraaan jarak
pengeraman ini agar dapat digunakan secara bijaksana untuk membantu mengidentifikasi kondisi
yang berpotensi bahaya.
Menurut MSHA (1999), Jarak pengeraman kendaraan merupakan penjumlahan dari tiga
komponen jarak berikut :
a. Jarak yang dibutuhkan untuk mengakomodir waktu reaksi pengendara pada saat melihat
halangan di depannya sampai pengendara mulai menginjak rem. Jarak ini dipengaruhi oleh
waktu reaksi pengemudi / Driver Response time. (D1)
b. Jarak yang dibutuhkan untuk mengakomodir waktu reaksi unit pada saat rem sesaat setelah
diinjak oleh pengendara sampai mekanisme pengereman dapat mulai berjalan. Jarak ini
dipengaruhi oleh waktu reaksi pengeraman unit / Breaking System Response Time (D2).
c. Jarak yang dibutuhkan untuk mengakomodir waktu pada saat mekanisme sistem pengereman
mulai berjalan sampai kendaraan telah berhenti sempurna. Jarak ini dipengaruhi oleh bentuk
fisik jalan (Grade, kondisi permukaan jalan) dan kecepatan operasional unit angkut (D3).
Jarak D1, D2 dan D3 yang disampaikan menurut MSHA (1999) adalah jarak pengeraman,
dimana kendaraan dengan kondisi kecepatan tertentu pada jalan dengan kondisi tertentu dapat
berhenti tepat dibelakang halangan/rintangan. Untuk meningkatkan faktor keamanan, dalam
aplikasi pada operasional lalu lintas di lingkungan kerja PT. Pamapersada Nusantara ditambahkan
suatu nilai tertentu agar pada saat kendaraan berhenti total tidak tepat berada dibelakang rintangan,
melainkan masih terdapat jarak yang memadai. Tambahan parameter ini selanjutnya disampaikan
sebagai D4.
Pada kondisi normal, kendaraan yang berada pada titik jarak aman dengan kecepatan yang
tidak melampaui batas dapat berhenti sesuai jarak pandang. Terdapat beberapa pendekatan
mengenai perhitungan jarak pengereman, namun dapat disampaikan bahwa kecepatan merupakan
faktor terbesar yang mempengaruhi nilai tersebut. Semakin tinggi kecepatan unit maka waktu yang
dibutuhkan untuk dapat berhenti total akan semakin lama , sehingga jarak pengereman yang
dibutuhkan juga akan semakin panjang. Sehingga dapat disampaikan bahwa dengan menetapkan

7
target kecepatan yang semakin tinggi, maka jarak aman kendaraan beriringan pun akan semakin
panjang, hal ini berdampak terhadap nilai kepadatan maksimum ijin jalan semakin kecil. Sehingga
diperlukan kebijaksanaan dalam penetapan parameter-parameter perhitungan jarak aman kendaraan
beriringan ini agar operasional penambangan senantiasa dapat memenuhi target yang dicapai serta
aman dalam pelaksanaan.

Gambar 4 Ilustrasi perbedaan jarak aman beriringan untuk kecepatan yang berbeda

Setelah kecepatan faktor yang berpengaruh terhadap jarak pengeraman adalah Reaksi
pengemudi (Driver Perception Reaction Time). Waktu reaksi pengemudi ini akan sangat beragam
tergantung waktu reaksi serta kondisi dari masing-masing individu pengemudi sendiri. Pada modul
ini waktu reaksi pengemudi disampaikan adalah 2,5 detik, sesuai yang disampaikan oleh Mine
Safety and Health Administration (MSHA) Handbook Series mengacu kepada rekomendasi yang
disampaikan oleh American Association of State Highway and Transportation Officials (ASSHTO).
Faktor berikutnya yang mempengaruhi jarak pengeraman adalah waktu reaksi pengeraman
unit (Breaking System Response Time). Dalam perhitungan jarak pengeraman yang disampaikan
pada modul ini, nilai Breaking System Response Time (BSRT) yang dipakai adalah mengacu pada
nilai yang disampaikan oleh Society of Automotive Engineers (SAE) standard J1152. Breaking
System Response Time ini dipengaruhi oleh berat unit / Gross Vehicle Weight (GVW). Pada unit
yang memiliki nilai GVW semakin besar, maka nilai BSRT pun akan semakin besar. Selanjutnya
nilai BSRT ini dikaitkan dengan nilai GVW sesuai yang disampaikan oleh Komatsu Handbook edisi
28 untuk setiap unit angkut yang dipakai dalam operasional penambangan di PT. Pamapersada
Nusantara. Pembagian nilai BSRT berdasarkan Komatsu Handbook ini dilakukan pada dua kondisi,
yaitu kondisi unit full muatan dan kondisi unit kosongan, sehingga menghasilkan nilai BSRT yang
berbeda sesuai terhadap berat unit kosongan yang lebih kecil dibandingkan pada kondisi muatan.
Selanjutnya pembagian dua kondisi ini juga dipakai dalam analisa kepadatan maksimum suatu
segmen jalan. Nilai untuk Breaking System Response Time disampaikan pada tabel 1 dan 2 berikut.

Tabel 1 Estimasi Brake System Response Time berdasarkan berat unit kendaraan. ( MSHA 1999)

(Note : Values are based on Society of Automotive Engineers (SAE) Standard J1152. These are the
same values as used in Table M-1 Sections 56/57.14102 of the regulations.)

8
Tabel 2 Berat unit angkut untuk kondisi muatan dan kosongan

Berdasarkan spesifikasi unit angkut yang tertera pada Komatsu Handbook edisi 28, nilai
Gross Vehicle Weight (GVW) pada kondisi muatan penuh dan konsongan untuk beberapa unit
angkut yang umum dipakai dalam operasional penambangan di PT. Pamapersada Nusantara antara
lain disampaikan pada tabel 2. Dengan mengacu terhadap nilai-nilai yang disampaikan pada tabel 1
dan tabel 2 diatas, disampaikan nilai Brake System Response Time (BSRT) untuk beberapa unit
angkut pada kondisi muatan dan kosongan yang disampaikan pada tabel 3.

Tabel 3 Nilai BSRT unit angkut untuk kondisi muatan dan kosongan

Selain kecepatan, Driver Perception Response Time serta Breaking System Reponse Time,
jarak pengereman juga dipengaruhi oleh besarnya perlambatan yang terjadi pada suatu kondisi
pengereman. Sesaat setelah mekanisme pengereman bekerja, maka akan terbentuk hambatan
sebagai akibat friksi yang terjadi antara ban kendaraan dan permukaan jalan. Besarnya nilai
hambatan akibat friksi ini disampaikan sebagai Friction Ratio (FR) yang nilai nya bergantung pada
tingkat kekasaran material serta kondisi material pembentuk lapis permukaan jalan. Untuk aplikasi
di jalan pertambangan (Akses Front-Disposal) yang sebagian besar berumur relatif pendek,
sehingga tidak diberikan perlakuan perkerasan tambahan serta untuk mengakomodir saat kondisi
hujan di lapangan, maka nilai Friction Ratio dipakai adalah 0,1 yaitu nilai FR untuk kondisi material
clay dan kondisi basah (wet). Semakin tinggi nilai FR yang dipakai tentunya akan berdampak
terhadap angka perlambatan yang semakin tinggi pula, sehingga menghasilkan jarak pengereman
yang semakin pendek. Tabel koefisien Friction Ratio disampaikan menurut modul Mine Safety
Healthy and Administration (MSHA) Handbook series pada tabel 4.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi tinggi-rendah nilai perlambatan adalah kemiringan
jalan (Grade). Pada kondisi tanjakan dengan kemiringan yang semakin terjal dengan vektor positif
maka terjadi hambatan yang semakin besar pula dibandingkan jalan dengan kemiringan yang lebih
kecil. Begitu pun sebaliknya pada kondisi turunan dengan kemiringan semakin terjal dengan vektor
negatif,hambatan yang terjadi akan semakin kecil. Sehingga jarak pengereman pada kondisi
tanjakan dapat lebih pendek dibandingkan pada kondisi yang relatif datar dikarenakan adanya
penambahan nilai perlambatan akibat grade. Sebaliknya jarak pengereman pada kondisi turunan
akan lebih panjang dibandingkan pada kondisi yang relatif datar dikarenakan adanya pengurangan
nilai perlambatan akibat grade.

9
Tabel 4 Friction Ratio (FR) untuk beberapa jenis material dan kondisi. ( MSHA 1999)

Beberapa perusahaan pertambangan juga menerapkan aturan terkait jarak beriringan


diantaranya sebagai berikut :
a. Beberapa perusahaan menetapkan bahwa jarak aman kendaraan beriringan adalah 200-400 feet
pada jalan dengan kemiringan 0%, jarak ini dianggap sudah mampu mengakomodir kecepatan
unit, berat muatan serta kondisi permukaan jalan.
b. Beberapa perusahaan juga menetapkan bahwa jarak beriringan merupakan fungsi dari kecepatan
unit terhadap waktu pengereman. Waktu pengereman dipakai adalah 4 detik, sehingga untuk
kecepatan 10, 20, 30 dan 40 km/jam masing-masing diperoleh jarak aman beriringan 40, 80, 120
dan 160 meter. Nilai ini terkadang menimbulkan beberapa kerancuan untuk beberapa kondisi.
c. Untuk kecepatan unit dibawah 10 Km/jam, rekomendasi jarak aman minimal adalah panjang 2
unit kendaraan.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disampaikan bahwa parameter-parameter yang dipakai
dalam perhitungan perkiraan jarak pengereman (Stopping Disatance) antara lain :
a. Kecepatan unit.
b. Kemiringan (Grade) jalan.
c. Jenis dan kondisi material pembentuk lapis perkerasan.
d. Driver Perception Response Time (DPRT)
e. Breaking System Response Time (BSRT)
f. Jarak aman (D4).
g. Perhitungan jarak pengereman (D1, D2, D3 ) disampaikan menggunakan formulasi berikut :

1= (6)
2= (7)

3= 2 ( + ) (8)

= 1+ 2+ 3+ 4 (9)
dengan : DPRT : Driver Perception Response Time (second).
BSRT : Breaking System Response Time (second).
V : Kecepatan unit (Km/jam)
g : Percepatan gravitasi (9,81 m/s²)
FR : Friction Ratio
GR : Grade Resistance

10
Secara umum, langkah perhitungan jarak pengeraman dapat disampaikan sebagai berikut :
a. Tentukan nilai kecepatan unit untuk sisi muatan dan kosongan.
b. Tentukan nilai kemiringan rata-rata pada segmen jalam sisi muatan dan kosongan, pada
kondisi normal di area pertembangan biasanya nilai kemiringan jalan sisi muatan merupakan
invers nilai kemiringan sisi kosongan.
c. Tetapkan tipe unit mayoritas yang melintas segmen jalan beserta spesifikasi panjang serta berat
dalam kondisi muatan dan kosongan.
d. Tentukan nilai BSRT sesuai tipe unit yang dipakai.
e. Tetapkan tipe dan kondisi material penyusun lapis penutup badan jalan.
f. Tentukan nilai Friction Ratio terhadap tipe dan kondisi material penyusun lapis penutup badan
jalan.
g. Hitung nilai D1.
h. Hitung nilai D2.
i. Hitung Nilai D3.
j. Masukkan nilai D4.
k. Jumlahkan seluruh komponen jarak (D1, D2, D3 dan D4).

3 Analisa kinerja arus lalu lintas jalan tambang.


Untuk menciptakan kondisi operasional penambangan yang aman dan nyaman dalam hal ini
kegiatan pengangkutan material, perlu adanya evaluasi terkait kepadatan arus lalu lintas pada
segmen jalan yang dipakai bersama sebagai akses oleh beberapa fleet. Hal ini penting dilakukan
agar segmen jalan tersebut dapat senantiasa berada pada tingkat layan optimal nya baik dari segi
operasional terkait pencapaian kecepatan unit angkut maupun dari segi keselamatan terkait
terpenuhi nya jarak aman kendaraan beriringan. Analisa kepadatan arus lalu lintas pada segmen
jalan utama dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut :
a. Penetapan karakteristik lalu lintas ruas jalan.
- Pembagian segmen tinjauan.
- Penetapan kecepatan rencana masing-masing segmen.
- Perhitungan jarak minimal kendaraan beriringan/ jarak pengereman.
- Perhitungan kepadatan maksimal segmen jalan.
b. Evaluasi kinerja arus lalu lintas aktual.

3.1 Penetapan karakteristik lalu lintas ruas jalan.


Dalam penetapan standar ideal sebagai bahan evaluasi kinerja lalu lintas jalan, diperlukan
nilai-nilai terkait parameter yang dipakai dalam evaluasi, dalam hal ini adalah kepadatan arus lalu
lintas serta kecepatan unit. Setiap ruas memiliki nilai hambatannya masing-masing terkait dengan
salah satunya kondisi geometri ruas jalan, Oleh karena itu, agar didapatkan pembobotan yang ideal
mengenai standar kinerja lalu lintas suatu ruas jalan, diperlukan penetapan karakterisitik lalu lintas
untuk masing-masing ruas jalan. Langkah- langkah penetapan karakteristik lalu lintas dapat
dilakukan melalui tahapan Pembagian segmen jalan, penetapan kecepatan rencana masing-masing
segmen, perhitungan jarak minimal kendaraan beriringan serta perhitunga kepadatan maksimal
segmen jalan.

11
3.1.1 Pembagian segmen jalan tinjauan.
Kepadatan masksimum arus lalu lintas suatu segmen sangat bergantung terhadap besaran
hambatan pada segmen tersebut, jalan dengan nilai hambatan yang lebih besar tentunya
membutuhkan jarak pengereman yang lebih kecil sehingga kepadatan maksimal jalan dapat lebih
besar. Begitu pun sebaliknya jalan dengan hambatan yang lebih kecil akan membutuhkan jarak
pengereman yang lebih besar sehingga nilai kepadatan maksimal jalan akan semakin kecil.
Kemiringan jalan (grade), kekasaran material penyusun jalan (FR), tikungan dengan radius putar
yang relatif kecil merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kepadatan maksimal segmen
jalan. Oleh karena itu diperlukan pengelompokkan terhadap segmen-segmen jalan yang memiliki
karakterisitik sejenis. Pengelompokkan segmen jalan dapat didasari oleh beberapa kondisi berikut :
a. Memiliki kemiringan jalan (Grade) yang relatif sama, : Evaluasi kemiringan jalan pada setiap
interval tertentu, lakukan pembatasa n segmen pada saat perbedaan kemiringan jalan >2%.

Gambar 5 Penetapan segmen jalan berdasarkan perubahan kemiringan (grade)

b. Memiliki kondisi permukaan jalan yang relatif sama : Pembatasan segmen jalan juga bisa
dilakukan pada segmen jalan yang ditambahkan lapis perkerasan agregat batuan.
c. Persimpangan : Setiap persimpangan dimana terdapat potensi antrian, dapat dikelompokkan
menjadi awal/akhir suatu segmen.
d. Kondisi khusus : Suatu keadaan dimana terdapat kondisi yang dinilai berpengaruh terhadap
konsistensi kecepatan unit angkut dapat dikelompokkan menjadi satu segmen. seperti tikungan
dengan radius putar yang kecil, penyempitan jalur dll.

3.1.2 Penetapan kecepatan rencana msing-masing segmen jalan.


Dalam penetapan kecepatan rencana suatu segmen jalan dibutuhkan kejelian serta
kebijaksanaan dari seorang perencana. Perencana harus bisa bijaksana dalam menentukan nilai
kecepatan ideal untuk suatu segmen jalan. Kecepatan suatu segmen jalan merupakan salah satu
komponen dari keseluruhan nilai kecepatan ruas jalan, sehingga penetapan nilai kecepatan suatu
segmen harus dapat terkoneksi dengan kecepatan segmen lainnya sehingga nilai kecepatan rata-rata
suatu ruas jalan dapat tercapai. Di sisi lain kecepatan juga merupakan fungsi dari geometri dan
kondisi permukaan jalan dimana untuk masing-masing kondisi memiliki nilai batasan kecepatan
yang dapat ditempuh dari suatu unit angkut agar senantiasa dapat beroperasi secara efektif dan
efisien. Beberapa metode dalam menaksir kecepatan ideal suatu kondisi jalan seperti yang
disampaikan pada grafik “Travel Performace” yang dikeluarkan oleh handbook komatsu serta
penetapan kecepatan berdasarkan pendekatan berdasarkan hasil observasi bisa dilakukan.

12
3.1.3 Perhitungan jarak pengereman.
Hitung jarak pengereman untuk masing-masing segmen jalan. Perhitungan jarak pengereman
dilakukan pada dua sisi (arah muatan dan arah kosongan). Perhitungan jarak pengereman dapat
dilakukan sesuai informasi yang disampaikan pada bahasan diatas. Contoh perhitungan jarak
pengereman disampaikan pada gambar 6.

3.1.4 Perhitungan kepadatan maksimal segmen jalan


Setelah didapatkan nilai jarak pengereman (Stopping Distance), hitung nilai kepadatan
maksimum untuk masing-masing segmen jalan. Tambahkan faktor keamanan sebagai faktor koreksi
untuk nilai kepadatan maksimum yang didapat. Nilai faktor keamanan diberikan
sesuai tingkat keyakinan untuk dapat mengakomodir keberadaan arus campuran pada segmen jalan
tinjauan.

Gambar 6 Contoh perhitungan Stopping Distance.

Langkah terakhir dalam penetapan karakteristik lalu lintas adalah memperoleh nilai
kepadatan maksimum untuk masing-masing segmen pada kondisi muatan dan kosongan. Kepadatan
arus lalu lintas maksimum merupakan korelasi dari fungsi Stopping Distance, Panjang Unit dan
angka keamanan dengan formulasi berikut :

=( )
(11)

Dengan : K: Kepadatan maksimal (Kendaraan).


D: Total Stopping Distance (meter).
H: Panjang unit acuan (meter).
P: Panjang segmen jalan (Kilometer)
SF: Safety factor.

Contoh perhitungan kepadatan jalan untuk unit acuan HD-785 pada variasi kemiringan jalan
dan kecepatan disampaikan pada tabel 5 dan gambar 6.

13
3.2 Evaluasi kondisi aktual arus lalu lintas.
Adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengevaluasi kondisi kepadatan arus pada
masing-masing segmen tinjauan yang telah ditetapkan nilai-nilai karakterisitik ideal nya (Kecepatan
dan Kepadatan). Evaluasi kondisi arus lalu lintas dilakukan dengan metode observasi arus lalu
lintas pada masing-masing segmen jalan secara periodikal dan menerus. Waktu pelaksanaan
observasi pada masing-masing segmen jalan yang dirasa berpotensi terjadi penumpukan kendaraan
dilakukan sedikit nya per minggu dan dibahas dalam suatu forum tertentu.

Tabel 5 Nilai kepadatan (Kendaraan/km) pada kondisi muatan, unit acuan HD 785 dan Safety Factor
1,35 dalam variasi grade dan kecepatan

3.2.1 Evaluasi kecepatan unit


Kecepatan merupakan salah satu faktor dalam productivity alat angkut, oleh karena itu
dibutuhkan evaluasi terhadap parameter kecepatan di masing-masing segmen dalam suatu ruas
jalan. dengan adanya kegiatan monitoring serta evaluasi nilai kecepatan yang dilakukan pada

14
masing-masing segmen jalan, diharapkan permasalahan terkait ketidaktercapaian kecepatan suatu
ruas jalan dapat teridentifikasi dengan lebih detail.
Evaluasi kecepatan dilakukan dengan melakukan pengukuran waktu tempuh kendaraan pada
masing-masing segmen jalan dengan panjang tertentu secara periodikal. Pengukuran dapat
dilakukan dengan beberapa metode :
- Pengukuran menggunakan alat hitung waktu (Stopwatch) : Pengukuran kecepatan lintas unit
pada segmen jalanyang dibatasi oleh patok segmen menggunakan stopwatch.
- Pengukuran menggunakan alat bantu Speedgun : Pengukuran kecepatan lintas unit pada sample
menggunakan alat speedgun.
- Informasi kecepatan unit masing-masing segmen juga bisa didapat dari aplikasi Auto Dispatch
System pada jobsite yang sudah dilengkapi sistem.

Tabel 6 Nilai kepadatan (Kendaraan/km) pada kondisi kosongan, unit acuan HD 785 dan Safety
Factor 1,35 dalam variasi grade dan kecepatan.

3.2.2 Evaluasi kepadatan lalu lintas


Evaluasi kepadatan arus lalu lintas merupakan bagian selanjutnya dalam menentukan tingkat
kinerja lalu lintas suatu operasi penambangan. Evaluasi ini bertujuan untuk menjaga agar kecepatan
serta jarak minimum kendaraan beriringan dapat senantiasa berada dalam kondisi optimal nya.

15
Evaluasi kepadatan dilakukan dengan melakukan observasi pada masing-masing segmen
jalan, untuk mendapatkan nilai kepadatan setiap segmen pada periode-periode yang dianggap terjadi
atau berpotensi terjadi penurunan performa lalu lintas. Hasil observasi kinerja arus lalu lintas ini
dikumpulkan dalam suatu dokumen dan dibahas bersama dengan pihak-pihak terkait guna
mengevaluasi kinerja arus lalu lintas, untuk selanjutnya ditetapkan suatu kebijakan terkait perbaikan
kondisi arus lalu lintas aktual pada segmen-segmen yang bermasalah.

4 Contoh Perhitungan
Disampaikan contoh kasus pada suatu tambang area kerja PT. Pamapersada Nusantara. Pada
area kerja Pit A terdapat 4 fleet yang beroperasi dengan jarak buang masing-masing adalah 1800,
1500, 1450 dan 1650 meter seperti terlihat pada gambar 4 dibawah. Tentukan nilai kepadatan
maksimum pada ruas jalan tersebut.

Gambar 7 Ilustrasi jalan akses Pit-disposal

Langkah 1 :Penetapan segmen uji.


Dari pengukuran jarak dan elevasi pada jalur akses Pit-Disposal untuk masing-masing fleet
didapatkan data potongan memanjang segmen jalur akses sesuai yang disampaikan pada gambar 5
berikut

Gambar 8 Profil Jalan akes Pit-Disposal pada masing-masing fleet

Berdasarkan informasi diatas ditetapkan pembagian segmen tinjauan adalah sebagai berikut

16
Gambar 9 Penetapan segmen tinjauan area kerja Pit A.

Langkah 2 : Penetapan kecepatan rencana


Tetapkan nilai kecepatan rencana pada masing-masing segmen uji untuk kondisi muatan dan
kosongan, penetapan kecepatan rencana mengacu kepada target kecepatan rata-rata untuk kondisi
muatan dan kosongan senilai 20 Km/Jam disesuaikan dengan karakteristik masing-masing segmen
uji. Pada segmen yang memiliki lebih banyak hambatan (Grade, Kondisi jalan, kondisi khusus dll)
kecepatan rencana dapat ditetapkan lebih kecil dibandingkan pada segmen yang lebih sedikit
memiliki hambatan. Untuk contoh kasus ini nilai kecepatan rencana ditetapkan sesuai tabel 7.

Tabel 7 Penetapan segmen dan kecepatan rencana jalan akses Pit-Disposal

Langkah 3 : Perhitungan jarak pengereman / Jarak minimal kendaraan beriringan.


Lakukan perhitungan jarak pengereman untuk masing-masing segmen tinjauan sesuai
karakterisitik masing-masing segmen.
Segmen 1.
a. Kecepatan rencana (V): 14Km/jan = 3,89 m/s (Muatan)., 15Km/jam=4,17m/s
b. Kemiringan jalan (grade) : 7% (Muatan), -7% (Kosongan)
c. Tipe unit mayoritas : HD 785, Panjang unit 10,49 meter.
d. Breaking System Response Time (BSRT) : 2,25 detik(Muatan), 2 detik (Kosongan)
e. Tipe material dipakai : Default (Clay,wet).,FR = 0,1
f. Driver Perception Reaction Time (DPRT): 2,5 detik.

Hitung D1
1=
1 = 3,89 2,5 = 9,72 . −→ .
1 = 4,17 2,5 = 10,42 . −→ .

17
Hitung nilai D2
2=
2 = 3,89 2,25 = 8,75 . −→ .
2 = 4,17 2 = 8,33 . −→ .

Hitung nilai D3

=
( + )
,
= = , . −→ .
. , ( , + , )

,
= = , . −→ .
. , ( , + (− , ))

Tetapkan nilai D4

D4 = 10 meter

Hitung jarak pengereman total (Total Stopping Distance)


= 1+ 2+ 3+ 4
= 9,72 + 8,75 + 4,53 + 10 = 33,01 . −→ .
= 10,42 + 8,33 + 29,5 + 10 = 58,25 . −→ .

Lakukan perhitungan Jarak aman kendaraan beriringan pada seluruh segmen untuk kondisi
muatan dan kosongan. Perhitungan Jarak aman kendaraan beriiringan disampaikan sesuai tabel
berikut.

Tabel 8 Hasil perhitungan jarak aman kendaraan beriringan masing-masing segmen.

Langkah 4 : Perhitungan kepadatan maksimal segmen jalan tinjauan


- Hitung nilai kepadatan maksimum untuk masing-masing segmen jalan tinjauan
- Angka keamanan (Safety Factor) ditetapkan = 1,35.

Kepadatan maksimal =
( )

= , , = . −→ .
( , , )

= , , = . −→
( , , )

18
Hasil perhitungan nilai kepadatan maksimal untuk masing-masing segmen tinjauan
disampaikan pada tabel berikut :

Tabel 9 Hasil perhitungan nilai kepadatan maksimal masing-masing segmen tinjauan

Langkah 5 :Evaluasi kondisi aktual segmen jalan.


Observasi arus lalu lintas aktual yaitu nilai kecepatan serta nilai kepadatan pada masing-
masing segmen tinjauan untuk kondisi muatan dan kosongan, pada waktu-waktu tertentu.
Bandingkan nilai yang diperoleh terhadap nilai kepadatan ijin (Kepadatan maksimal). Lakukan
pencatatan terhadap hasil monitoring dan evaluasi kinerja lalu lintas secara periodikal.

19
5 Referensi

US DOF. 1999. Haul Road Inspection Handbook. Mine Safety and Health Administration.
Handbook No PH99-I-4.
Akcelik,R. 2003. Speed-Flow Models for Uninterrupted Traffic Facilities. Technical Report,
Akcelik & Associates Pty Ltd. 34 p
Komatsu. 2007. Spesification & Application Handbook. Edition 28.
Rijn, J. 2004. Road Capacities. Indevelopment.
Immers, L,H., Logghe,S. 2002. Traffic Flow Theory. Course H111 Verkeerskunde Basis.
Ntoutsi, I., Mitsou, N., Marketos, N. 2008. Int J Business Intelligence and Data Mining, Vol 3.
Ningsih, D. 2010. Analisa Optimasi Jaringan Jalan Berdasarkan Kepadatan Lalu lintas di Wilayah
Semarang. Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK VolXV, No 2.
Mashuri. 2006. Model Hubungan Kecepatan-Volume-Kepadatan Arus Lalu lintas Pada Ruas Jalan
Arteri Kota Palu.
Akcelik, R. The Highway Capacity Manual Delay Formula for Signalized Intersections. 1988.
Universitas Widyagama. 2008. Karakteristik Arus Lalu lintas. PHK TIK K1.
Bina Marga. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesi (MKJI).
Richters, P. 2009. Effects Of Speed-Density Relationship on The Lighthill-Whitham-Richards Traffic
Model. The Faculty of DOM. Jacksonville University.
Universitas Bina Nusantara. 2006. Arus Lalu lintas. Rekayasa Transportasi

20
6 Lampiran
- Travel Performance Curve & Performance Curve Komatsu HD 465-7
- Travel Performance Curve & Performance Curve Komatsu HD 785-7
- Travel Performance Curve & Performance Curve Komatsu HD 1500
- Travel Performance Curve & Performance Curve Komatsu 730 E.

21

Anda mungkin juga menyukai