LAPORAN MAGANG
UNIVERSITAS JAMBI
2020
1
AKTIVITAS PERTAMBANGAN BATUBARA DAN KLASIFIKASI
LAPORAN MAGANG
2020
2
HALAMAN PERNYATAAN
i
HALAMAN PENGESAHAN
Disetujui:
Dosen Pembimbing
Diketahui:
PT. Allied Indo Coal Jaya adalah salah satu perusahaan tambang
batubara yang berlokasi di Sawahlunto, Sumatera Barat. Sistem
penambangan yang diterapkan ada 2 yaitu sistem tambang
terbuka dengan metode stripmine dan sistem tambang bawah
tanah dengan metode room and pillar. Kegiatan penambangan
yang dilakukan pada tambang terbuka dimulai dari land clearing,
pengupasan tanah pucuk, pengupasan overburden dengan
blasting, coal cleaning, coal getting, dan coal hauling. Untuk
kegiatan penambangan yang dilakukan pada tambang bawah
tanah dimulai dari marking, drilling, charging, blasting, scalling,
penggalian, mucking, transporting dan supporting yang dilakukan
secara siklus. Seluruh hasil penambangan kemudian akan diolah
pada coalprocessing, kemudian dipasarkan ke PLTU. Pada
tambang bawah tanah terdapat kegiatan supporting yang menjadi
suatu hal yang sangat penting dalam terjalannya tambang bawah
tanah. Dimana supporting salah satunya ialah penyangaan, dalam
menjaga kestabilan tunnel dari bidang diskontinyunitashal yang
dilakukan pemantauan keadaan batuan pada tunnel. Untuk
melakukan pemantauan tersebut dilakukan klasifikasi massa
batuan metode RMR-System. Dari hasil pengamatan untuk tunnel
1 terdapat 2 klasifikasi massa batuan (RMR-System) yaitu lapisan
batubara dan siltstone dengan nilai 63 dan 62 tergolong kelas II
dinyatakan baik, yang artinya penyangga kayu yang dipakai
perusahaanmasih layak untuk digunakan akan tetapi pada area
tunnel 1 yang terdapat banyak indikasi bidang diskontinyu
sebaiknya dilakukan pemantauan rutin RMR-System dan
penyangga yang lebih baik untuk menahan beban runtuhan.
iii
RIWAYAT HIDUP
iv
KATA PENGANTAR
v
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................. ii
RINGKASAN ................................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................v
DAFTAR ISI .................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................ix
BAB I ........................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
I.2 Maksud dan Tujuan ............................................................. 2
I.3 Manfaat ............................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN UMUM ............................................................ 4
II.1 Sejarah Perusahaan ............................................................ 4
II.2 Struktur Organisasi Perusahaan ......................................... 5
II.3 Lokasi dan Kesampaian Daerah .......................................... 5
II.4 Geologi Regional .................................................................. 6
II.5 Iklim dan Cuaca................................................................ 13
BAB III. KEGIATAN OPERASIONAL............................................. 14
III. 1 Eksplorasi, Cadangan, dan perencanaan tambang .......... 14
III. 2 Konstruksi (Development) ................................................ 17
III. 3 Penambangan (Eksploitasi) ............................................. 18
III.3.1 Tambang Terbuka ...................................................... 18
Produktivitas Alat GaliMuat .................................................... 28
III. 4 Pengolahan (Processing) .................................................. 33
III.5 Pemasaran ....................................................................... 40
III.6 Reklamasi ........................................................................ 40
III. 3. 2 Tambang bawah tanah............................................. 42
BAB IV. KLASIFIKASI GEOMEKANIKA (RMR-SYSTEM) PADA
TUNNEL 1 DI PT. ALLIED INDO COAL JAYA KOTA SAWAHLUNTO,
SUMATERA BARAT .................................................................... 52
IV. 1 Klasifikasi Massa Batuan Sistem Rock Mass Rating (RMR)
............................................................................................... 52
IV. 2 Uniaxial Compressive Strength (UCS) ............................... 52
IV. 3 Rock Quality Designation (RQD) ...................................... 53
IV. 4 Spasi Bidang Diskontinyu ............................................... 58
vi
IV. 5 Kondisi Bidang Diskontinyu ............................................ 58
IV. 6 Kemenerusan Bidang Diskontinyu. ................................. 59
IV. 7 Lebar Rekahan Bidang Diskontinyu. ............................... 59
IV. 8 Kekasaran Permukaan Bidang Diskontinyu. ................... 59
IV. 9 Tingkat Pelapukan. ......................................................... 59
IV. 10 Material Pengisi Bidang Diskontinyu. ............................ 60
IV. 11 Kondisi Air Tanah ......................................................... 61
IV. 12 Tinggi Runtuh dan Beban Keseluruhan......................... 72
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................. 75
V. 1 Kesimpulan...................................................................... 75
V. 2 Saran ............................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 77
LAMPIRAN ................................................................................. 79
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR TABEL
ix
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
Metode yang dipakai adalah metode room and pillar. Dalam
proses penambangan bawah tanah, penyanggaan (supporting)
merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan
operasi kegiatan penambangan. Hal ini berkaitan dengan faktor
keselamatan kerja (safety factor) serta produktivitas kerja.
Pentingnya suatu penyanggaan dapat diperhatikan pada kegiatan
produksi dan development, seperti pada kegiatan pengeboran
untuk peledakan produksi, pemuatan, pengangkutan, kegiatan
pengeboran, dan lain-lain.
Penggunaan sistem penyanggaan yang tepat akan
berdampak pada lokasi kerja yang lebih aman serta target
produksi yang direncanakan dapat tercapai. Untuk memenuhi
tuntutan tersebut, maka pembuatan desain penyanggaan harus
sesuai dengan kondisi batuan dan keadaan ketidakmenerusan
yang terbentuk dari lokasi penambangan dan kaidah dari geologi
teknik yang baik.
Penentuan sistem penyanggaan yang tepat dianalisis
menggunakan sistem klasifikasi massa batuan Rock Mass Rating
(RMR), dimana klasifikasi massa batuan menggunakan sistem
RMR ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dasar dari suatu
batuan yang digolongkan dalam beberapa kelas. Sehingga dari
klasifikasi tersebut akan diketahui penggunaan sistem penyangga
yang sesuai dengan kondisi batuan dari lubang bukaan tambang
bawah tanah tersebut.
adalah :
2
1. Mengetahui dan memahami tahapan-tahapan pertambangan
secara keseluruhan yang terdapat pada PT. Allied Indo Coal
Jaya.
2. Mengetahui dan memahami aktivitas penambangan yang
dilakukan PT. Allied Indo Coal Jaya.
3. Mengetahui klasifikasi massa batuan pada tambang bawah
tanah dengan menggunakan sistem Rock Mass Rating (RMR)
pada lubang bukaan (tunnel 1) PT. AIC Jaya.
I.3 Manfaat
3
BAB II. TINJAUAN UMUM
5
Sebelah Timur : wilayah Jorong Bukit Bual dan Koto
Panjang Nagari V kotokecamatan Koto VII, kabupaten
Sijunjung
Sebelah Selatan :
1. Wilayah Jorng Koto Panjang Nagari Koto
kecamatan Koto VII, kabupaten Sijunjung
2. wilayah desa Salak, kecamatan Talawi, kota
Sawahlunto
Sebelah Barat : wilayah desa Salak dan desa Sijantang
Koto, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto.
7
mineral mafik dengan masa dasar mikrolitik. Umur batuan ini
diperkirakan Trias.
2. Batuan Sedimen
Anggota Atas Formasi Ombilin, satuan batuan ini terdiri dari
lempung dan napal berwarna abu-abu semu biru sampai semu
hijau dengan sisipan batupasir, konglomerat dan batu pasir
tufaan berwarna kehijau-hijauan, mengandung kapur dan
berfosil. Umur satuan batuan ini Miosen awal.
Formasi Sangkarewang, serpihan napal coklat kua sampai
kehitam-hitaman disisipi oleh batu pasir arkose dan secara
setempat oleh breksi andesit kasar bersudut. Formasi Brani,
konglomerat kasar beranekaragam dengan beberapa sisipan
batupasir.
Struktur Geologi
Cekungan Ombilin terbentuk sebagai akibat gerak mendatar
menganan sistem sesar Sumatra pada masa Paleosen awal
(Marhaendrasworo,1999). Akibatnya terjadi tarikan yang dibatasi
oleh sistem sesar normal berarah utara - selatan. Daerah tarikan
tersebut dijumpai di bagian Utara cekungan pada daerah
pengundakan mengiri antara sesar Sitangkai dan sesar
Silungkang yaitu terban Talawi. Sedangkan bagian selatan
cekungan merupakan daerah kompresi yang ditandai oleh
terbentuknya sesar naik dan lipatan (terban Sinamar) seperti pada
lampiran C. Ketebalan batuan sedimen di cekungan Ombilin
mencapai 4.500 m terhitung sangat tebal untuk cekungan
berukuran panjang 60 km dan lebar 30 km.
Dari hasil beberapa penyelidikan yang telah dilakukan,
daerah penelitian diyakini terletak pada sub-cekungan Kiliran
yang merupakan bagian dari suatu sistim cekungan intramontana
(cekungan antar pegunungan), yang merupakan bagian tengah
8
bentangan Pegunungan Bukit Barisan. Cekungan-cekungan
tersebut mulai berkembang pada pertengahan Tersier, sebagai
akibat pergerakan ulang dari patahan-patahan yang menyebabkan
terbentuknya cekungan-cekungan tektonik di daerah tinggi (intra
mountain basin). Cekungan-cekungan yang terbentuk di antara
pegunungan tersebut merupakan daerah pengendapan batuan-
batuan tersier, yang merupakan siklus sedimentasi tahap kedua.
Stratigrafi
Secara regional stratigrafi daerah Sawahlunto dapat dibagi
menjadi dua bagian utama, yaitu komplek batuan Pra Tersier dan
komplek batuan Tersier. Sratifigrafi daerah Sawahlunto
berdasarkan umurnya dapat dibagi menjadi dua bagian utama,
yaitu :
1. Komplek batuan Pra Tersier terdiri dari:
a. Formasi Silungkang
Nama formasi ini mula-mula diusulkan oleh Klompe, Katili
dan Sukendar pada tahun 1958. Secara petrografi formasi
ini masih dapat dibedakan menjadi empat satuan yaitu :
Satuan lava andesit, satuan lava basalt, satuan tufa andesit,
dan satuan tufa basalt. Umur dari formasi ini di perkirakan
Perm sampai Trias.
b. Formasi Tuhur
Formasi ini di cirikan oleh lempung abu-abu kehitaman
berlapisan baik dengan sisipan-sisipan batu pasir dan batu
gamping hitam. Formasi ini diperkirakan berumur Trias.
2. Komplek batuan Tersier terdiri dari:
a. Formasi Singkarewang.
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastowo dan
Silitonga pada tahun 1975. Formasi ini terutama terdiri dari
serpih gampingan sampai napal berwarna coklat kehitaman,
9
berlapis halus dan mengandung fosil ikan serta tumbuhan.
Formasi ini di perkirakan berumur Eosen Tengah – Eosen
Atas.
b. Formasi Sawahlunto
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh R.P.
Kusumadinata dan TH. Matasak pada tahun 1979. Formasi
paling penting karena mengandung batubara yang dicirikan
oleh adanya batu lanau, batu lempung, dan berselingan
dengan batubara. Diperkirakan umur formasi ini Oligosen.
c. Formasi Brani
Formasi ini terdiri dari konglomerat dan batu pasir kasar
yang berwarna cokelat keunguan, dengan kondisi terpilah
baik (well sorted), padat, keras, dan umumnya
memperlihatkan adanya suatu perlapisan. Formasi ini
diperkirakan berumur Paleosen.
d. Formasi Sawah tambang
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastowo dan
Silitonga pada tahun 1975. Bagian bawah formasi ini
dicirikan oleh beberapa siklus endapan yang terdiri dari
batu pasir konglomerat, batu lanau dan batu lempung,
sedangkan bagian atas didominasi oleh batu pasir
konglomerat tanpa adanya sisipan lempeng atau batu lanau.
Umur formasi ini diperkirakan lebih tua dari Miosen bawah.
e. Formasi Ombilin
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastowo dan
Silitonga pada tahun 1975. Formasi ini terdiri dari lempung
gampingan, napal dan pasir gampingan yang berwarna abu-
abu kehitaman, berlapis tipis dan mengandung fosil. Umur
dari formasi ini diperkirakan Miosen bawah.
10
f. Formasi Ranau
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Marks pada
tahun 1961. Formasi ini terdiri dari tufa batu apung
berwarna abu-abu kehitaman. Umur dari formasi ini
diperkirakan Pleistosen.
11
Tabel 1. Pengelompokan geologi PT. AICJ berdasarkan kompleksitas
geologi.
KONDISI GEOLOGI
No PARAMETER
Sederhana Moderat Komplek
I Aspek Tektonik
II Aspek Sidementasi
12
dan selatan mempunyai topografi yang relatif curam (kemiringan
>40%). Sedangkan bagian utara bergelombang dan relatif datar.
Posisinya memanjang sepanjang Sesar Sawahlunto,
memisahkan perbukitan terjal yang terletak di kedua sisinya.
Dataran yang relatif landai memungkinkan berkembangnya
permukiman perkotaan hanya dijumpai di Talawi dan Kota
Sawahlunto itu sendiri.
Tabel 2. Kondisi Keterangan Lahan Kota Sawahlunto
Luas Lahan (Ha) dengan Kemiringan Lereng (%)
No Kecamatan Jumlah
0–2 2 – 15 15 – 25 25 – 40 >40
1 Talawi 991.00 1,420.00 2,680.00 3,195.00 1,653.00 9,939.00
2 Barangin 343.00 1,514.00 1,432.00 3,450.00 2,136.00 8,875.00
Lembah
3 240.00 358.00 694.00 1,836.00 2,110.00 5,238.00
Segar
4 Silungkang 29.00 288.00 735.00 340.00 1,901.00 3,293.00
Jumlah 1,603.00 3,580.00 5,541.00 8,821.00 7,800.00 21,345.00
Sumber: BPN Kota Sawahlunto
13
BAB III. AKTIVITAS PERTAMBANGAN
14
Tabel 3. Cadangan batubara PT. Allied Indo Coal Jaya (PT. AICJ)
No Lokasi tambang (central Sisa cadangan yang dapat
area) ditambang (ton)
1 Seam A 40.00,00
2 Seam B1 796.695,71
3 Seam C1 1.018.185.05
4 Seam C2 854.168,00
Tabel 4. Hasil analisis PT. Allied Indo Coal Jaya (PT. AICJ) terhadap
kualitas batubara
No Parameter Satuan Angka
1 Proximat analysis
a. Inherent moisture (IM) % 3,11
b. Volatile matter (Vm) % 36,39
c. Ash content (Ash) % 16,33
d. Fixed carbon (Fc) % 47,61
2 Caloric value (ADB) Kkal/kg 6,810
3 Total Sulfur % 0,67
Sumber : PT. Allied Indo Coal Jaya (PT. AICJ)
Keterangan :
a. Analisis Proksimat (Proximat analysis)
Suatu analisis pada batubara yang bertujuan untuk
mmemperoleh data-data kualitas batubara yang meliputi :
1) Kandungan air bawaan (Inherent moisture)
15
Kandungan ari bawaan adalah kandungan air yang
pada batubara bersamaan dengan terbentuknya
batubara itu, air bawaan ini mengisi pada pori-pori dari
batubara tersebut.
2) Kandungan abu (Volatile matter)
Merupakan sisa zat organik yang terkandung dalam
batubara setelah dibakar, kandungan abu tersebut dapat
dihasilkan dari pengotoran bawaan dari pembentukan
batubara maupun dari proses penambangan.
3) Kandungan zat terbang (Ash content)
Zat terbang merupakan zat akitf yang menghasilkan
energi atau panas apabila batubara tersebut dibakar. Zat
terbang umumnya terdiri dari gas-gas yang mudah
terbakar, seperti Hidrogen (H), Karbonmonoksida (CO)
dan Metana (CH4). Dalam pembakaran batubara dengan
zat terbang tinggi akan mempercepat pembakaran,
sebaliknya zat terbang rendah akan mempersulit proses
pembakaran.
4) Kandungan karbon tertambat (Fixed carbon)
Merupakan karbonyang tertinggal sesudah zat terbang
dan kandungan airnya hilang. Dengan adanya
pengeluaran zat terbang dan kandungan air maka karbon
tertambat secara otomatis akan naik, sehingga makin
tinggi kandungan karbonnya kelas batubara akan naik.
a. Kandungan nilai kalori (Caloric value)
Nilai kalori batubara adalah panas yang dihasilkan
oleh pembakaran setiap satuan berat batubara dalam
sejumlah oksigen pada kondisi standar.
16
b. Total Sulfur (S)
Kandungan sulfur total dalam batubara yang terdapat
dalam bentuk pyrite (FeS2) akan bereaksi eksotermis
yang mana reaksi ini akan membebaskan energi dalam
bentuk panas.
Arah penambangan yang direncanakan oleh PT. Allied Indo
Coal Jaya yaitu bergerak dari selatan menuju utara batas IUP.
Dengan pengambilan batubara mengikuti kemenerusan batubara
yang terdapat. Arah kemajuan tambang memegang peranan
penting dalam kelangsungan operasi penambangan. Arah
kemajuan tambang dapat menentukan besarnya tonase, kadar
yang sesuai dan juga kondisi geologi yang memungkinkan untuk
dilakukannya kegiatan penambangan. Banyak hal yang akan
terkena dampak dari terabaikannya penentuan arah kemajuan
tambang, yaitu sasaran produksi yang tidak terpenuhi, kadar yang
tidak sesuai dengan yang diharapkan serta kondisi geologi yang
tidak mungkin untuk dilakukannya kegiatan penambangan,
sehingga pada akhirnya akan menyebabkan operasi penambangan
tidak produktif dan efisien.
STRIP MINING
Strip mining merupakan pertambangan kupas atau
pertambangan baris yang secara khusus merupakan sistem
tambang terbuka atau tambang permukaan untuk batubara.
Sistem penambangan ini pada dasarnya terbagi dua, yaitu
tambang area dan tambang kontur. Pertambangan kupas adalah
18
merupakan operasi pengupasan tanah atau batuan penutup
lapisan batu bara dengan bentuk pengupasan baris-baris serjajar.
Strip mining pada umumnya digunakan untuk endapan batubara
yang memiliki kemiringan endapan (dip) kecil atau landai dimana
sistem penambangan yang lain sulit untuk diterapkan karena
keterbatasan jangkuan alat-alat. Selain itu endapan
batubaranya harus tebal, terutama bila lapisan tanah
penutupnya juga tebal. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan
perbandingan yang masih ekonomis dianatara jumlah tanah
penututp yang harus dikupas dengan jumlah batubara yang dapat
digali (economic stripping ratio).
CONTOUR MINING
Sistem penambangan ini biasanya diterapkan untuk
cadangan batubara yang tersingkap di lereng pegunungan atau
bukit. Kegiatan penambangan diawali dengan pengupasan tanah
penutup di daerah singkapan (outcrap) di sepanjang lereng
mengikuti garis kontur, kemudian diikuti dengan penggalian
endapan batubaranya. Penggalian kemudian dilanjutkan ke arah
tebingsampai mancapai batas penggalian yang masih ekonomis,
mengingat tebalnya tanah penutup yang harus dikupas untuk
mendapatkan batubaranya. Karena keterbatasannya daerah yang
biasanya digali, maka daerah menjadi sempit tetapi panjang
sehingga memerlukan alat-alat yang mudah berpindah-pindah.
Umur tambang bisanya pendek.
Kerugian sistem ini ialah :
a. Keterbatasannya jumlah cadangan yang ekonomis untuk
ditambang karena tebalnya tanah penutup yang harus
dikupas.
b. Tempat kerjanya sempit.
19
c. Tebing (highwall) yang terbentuk bisa terlalu tinggi
sehingga menyebabkan kemantapan lerengnya rendah.
d. Juga mudah terjadi kelongsoran pada timbunan tanah
buangan (timbunan tanah penutup).
20
2. Pengupasan Tanah Pucuk (topsoil).
Maksud pemindahan tanah pucuk adalah untuk
menyelamatkan tanah tersebut agar tidak rusak sehingga masih
mempunyai unsur tanah yang masih asli, sehingga tanah pucuk
ini dapat diguanakan dan ditanami kembali untuk kegiatan
reklamasi.
Tanah pucuk yang dikupas tersebut akan dipindahkan ke
tempat penyimpanan sementara atau langsung di pindahkan ke
timbunan. Hal tersebut bergantung pada perencanaan dari
perusahaan. Pada perusahaan tambang PT. AIC Jaya
menggunakan excavator Caterpillar 320DL dan Hitachi 350H.
Penyimpanan Top Soil di area dekat stockpile seluas ± 3Ha dimana
akan digunakan saat reklamasi.
22
c. Dilakukan pengeboran untuk 1 batang pertama,
kemudian batang bor kedua sebelum memasuki
batang bor kedua kembali diberi oli
d. Diangkat batang bor kedua di cabut dari bit kemudian
disangkutkan pada pengkait disamping bor, untuk
batang bor pertama tinggal diangkat saja
e. Berpindah tempat ke lokasi plot titik bor berikutnya
f. Dilakukan berulang kali sampai jumlah lubang
terpenuhi seluruhnya
Arah pengeboran yang dilakukan oleh operator sesuai keadaan
arah angin. Dimana diusahakan memulai pengeboran dari
arah pelipis atau bibir jenjang. Peletakan kompresor hanya
pada 1 tempat saja yang strategis dan optimal saat
perpindahan lokasi titik bor.
23
5. Mengikuti kegiatan perangkaian peledakan dan primering,
merangkai detonator dengan 2 powergell kemudian mengisi
handak kedalam lubang.
24
Gambar 7. Dumping Overburden di Disposal
25
Waktu edar (cycle time) adalah waktu yang diperlukan alat
mulai dari aktivitas pengisian atau pemuatan (loading),
pengangkutan (hauling) untuk truck dan sejenisnya atau swing
untuk backhoe dan shovel, pengosongan (dumping), kembali
kosong dan mempersiapkan posisi (manuver) untuk diisi atau
dimuat. Disamping aktivitas-aktivitas tersebut terdapat pula
waktu menunggu (delay time) bila terjadi antrian untuk mengisi
atau memuat. Komponen waktu edar (cycle time) untuk alat
dorong, misalnya bulldozer adalah waktu dorong material sampai
jarak tertentu, waktu kembali mundur, manuver, maupun siap
dorong kembali.
Waktu edar (cycle time) terdiri dari dua jenis, yaitu waktu
tetap (fixed time) dan waktu variabel (variable time). Jadi waktu
edar total adalah penjumlahan waktu tetap dan waktu variable.
Yang termasuk ke dalam waktu tetap adalah waktu pengisian atau
pemuatan termasuk manuver dan menunggu, waktu pengosongan
muatan, waktu membelok dan mengganti gigi dan percepatan,
sedangkan waktu variable adalah waktu mengangkut muatan dan
kembali kosong.
Keterangan:
26
Tm1 = waktu menggali material (detik)
Tm2 = waktu putar dengan bucket terisi (detik)
Tm3 = waktu menumpahkan muatan (detik)
Tm4 = waktu putar dengan bucket kosong (detik)
Pengamatan di Pit Barat PT. AIC Jaya dalam 1 fleet Loading
Disposal didapatkan rata-rata waktu edar 2,3 menit. Dimana
pengamatan dilakukan sekaligus beserta waktu angkut sehingga
didapatkan waktu edar total dari alat muat (Tm1+Tm2+Tm3+Tm4).
berikut:
Keterangan:
(menit)
27
Produktivitas Alat Gali Muat Dan AlatAngkut
60𝑥𝐸𝑚
Pm = x Hm x FFm x SF x 𝜌𝑖 , (Ton/jam)
𝐶𝑚
Dimana :
SF = Swell Factor
𝝆𝒊 = Density (Ton/Bcm)
60 𝑥𝐸𝑎
Pa = x (Np x Hm x FFm) x SF x 𝜌𝑖 , Ton/Jam
𝐶𝑎
Dimana :
` SF = Swell Factor
𝝆𝒊 = Density (Ton/Bcm)
Keserasian Kerja
Na x Ltm
MF =
Nm x Ca
Keterangan:
diperoleh:
30
oleh alat excavator yang telah dilengkapi dengan cutting blade pada
sisi luar kuku bucket. Hal ini menjadikan ujung bucket bukan
berupa kuku tajam, melainkan berupa ujung bucket yang datar
rata. Unsur pengotor yang berada di atas lapisan batubara dapat
dihilangkan hingga sebersih mungkin. PT. AIC Jaya melakukan 2
Coal Cleaning dengan menggandengkan 1 unit Excavator Komatsu
300 dan Catepillar 330DL, dimana satu Excavator bertugas untuk
membersihkan black shale atau pengotor batubaranya, dan yang
satu lagi mengupas batubara.
31
Gambar 9. Aktivitas CoalGetting
Pada pengamatan CoalGetting memiliki waktu edar dari
Excavator sebesar 60 menit (Tm1+Tm2+Tm3+Tm4) dengan 37
bucket batubara yang dimuat ke Dump Truck serta produktifitas
dari alatnya sebesar 1,3 ton/jam.
33
Gambar 12.Dumping Batubara di Stockpile
Crushing.
Crushing adalah proses pemecahan batubara dari ukuran besar
menjadi ukuran kecil. Alat untuk pemecahan batubara tersebut
adalah crusher. Proses crushing harus mempertimbangkan :
1. Proses kerja yang efektif dan efisien
2. Produktivitas yang maksimal
3. Utilisasi A2B & Crusher secara efektif dan efisien
PT. AIC Jaya memakai Jaw crusher dimana alat mesin peremuk
dengan bentuk dan mekanisme yang sederhana untuk melakukan
peremukan batuan yang mengandung mineral dengan cara
menjepit diantara dua buah plat (rahang tetap dan rahang ayun)
atau swing jaw, lalu dihancurkan dengan gaya tekan remuk.
Kegunaannya untuk menyeragamkan ukuran butir batubara
mentah, untuk meremukkan batu buangan sebelum dibuang
dengan belt conveyor. Alat tersebut ada 2 tipe :
Type blake, bila titik tumpuan ada diatas.
Type dodge, bila titik tumpuan ada dibawah.
34
terpental atau lari ke atas, perbandingan antara ukuran partikel
sebelum dan sesudah peremukan disebut juga rasio peremukan
(rasio pengerusan), rasio peremukan atau pengerusan pada jaw
crusher sekitar 4:1 hingga 6:1 sedangkan untuk menyatakan
kapasitas pengolahan bijih dinyatakan dengan (m3/t) atau (t/jam).
Pada jaw crusher type dodge titik tumpuh rahang-rahangnya
ada dibagian bawah sehingga pada saat pengoprasionalnya pun
misalnya discharge (dutlate) tetap. Type ini mempunyai kelebihan
dalam hal keseragaman ukuran produk (hasil pengerusan) namun
sebaliknya kekurangannya pada mulut discharge karena mudah
tersumbat. Karena posisi mulut discharge jauh dari titik tumpu
gaya maka alat ini harus melakukan peremukan bongkahan besar
dengan tenaga yang relatif lemah untuk itu type dodge biasanya
dipakai untuk peemukan sedang, dan kapasitas pengolahan yang
tidak terlalu besar.
Untuk menentukan waktu edar unit peremuk dapat dihitung
dengan rumus, yaitu :
CT= Lt + Wt
dimana :
CT = Waktu edar unit peremuk (menit)
Lt = Total Waktu Edar Alat Muat selama
pengumpanan kedalam hopper (menit)
Wt = Waktu Tunggu Alat Muat sampai
pengumpanan kembali
Maka, produktivitas unit peremuk dapat dihitung dengan
rumus, yaitu :
60
Q v Ef Sf
CT
dimana :
Q = Produktivitas(ton/jam)
35
V = Kapasitas hopper (kapasitas desain) = m3
Ef = Faktor efisiensi alat, = %
Sf = Faktor pengembangan material = %
60 = waktu dalam 1 jam (menit)
CT = Waktu edar unit peremuk = menit
Sizing adalah tindakan untuk mengelompokkan partikel
menurut besar kecilnya ukuran. Classification adalah metode
dengan memnfaatkan beda kecepatan pengendapan partikel
didalam media udara atau didalam air. Sizing merupakan aktivitas
yang sangat penting dalam upaya penyeragaman ukuran untuk
mendapatkan kelompok partikel dengan ukuran butir yang sesuai
untuk tiap-tiap metode pemisahan atau pengolahan mineral.Selain
itu pengayakan (screening dan classification) dipakai juga dalam
penanganan air atau pengolahan buangan limbah. Pengayaan
(screening) adalah kegiatan pengelompokkan partikel dengan
melewatkan melalui mata atau lubang ayakan, mata ayakan itu
sendiri dapat dibuat dari besi yang dilubangi dengan ukuran
tertentu atau dari kawat yang dianyam partikel yang lolos dari
atau melewati mata ayakan disebut bender size product, akibat
terlalu banyak partikel berukuran kecil dalam jumlah yang cukup
besar atau banyak dicampur dengan partikel besar yang tinggal
sebagai oversize product.
PT. AIC Jaya memiliki 2 crusher yang beroperasi dimana 1
unit akan menghasilkan ukuran 70 mm dan 1 unit terakhir 50
mm. Cara pengolahan batubara yang dilakukan ialah, mengambil
batubara dari ROM 1 kemudian dimuat oleh Excavator Komatsu
200 menuju Hopper, pada Hopper terdapat sebuah Net Greezly
berukuran 100 mm, apabila terdapat batubara yang berukuran
lebih besar maka excavator memecahkan batubara di atas hopper
sampai ukurannya dapat lolos dari Net Greezly. Setelah dimuat
36
dengan rata-rata 5 bucket maka dihentikan pengisian ke Hopper,
operator mengontrol waktu keluar batubara dari Hopper menuju
belt conveyor untuk menuju crusher 1. Setelah diolah pada crusher
1 terdapat screen 70 mm batubara yang lolos akan dilanjutkan
menuju crusher 2 sama seperti crusher 1 terdapat screen yang
lolos dengan ukuran 50 mm itu hasil akhir batubara yang
diinginkan, dan yang tidak lolos akan kembali ke crusher
berikutnya. Sistem pengolahan menggunakan siklus tertutup,
target satu hari kerja ± 400 ton dimana dalam 1 jam sekitar 300
ton. Dengan beberapa Trouble Processing yang terdapat di PT. AIC
Jaya yaitu alat yang tidak di rawat, abu batubara yang dapat
mengganggu operator serta karyawan, dan manajemen stockpile
yang tidak tertata dapat menghambat hasil target, dimana jumlah
batubara yang masuk ke hopper lebih besar dari hasil yang keluar
dari crusher (F>C).
Target Produktivitascrusher 60 ton/jam. Pengamatan selama
setengah hari jam kerja dari pukul 08.00 WIB – 12.00 WIB,
melakukan 15 kali pemuatan batubara ke hopper dengan jumlah
bucket excavator yang masuk ialah 75 bucket di konversi dengan
bucket fill 1 m3/1ton maka 75 ton. Jumlah waktu pengisian 36,
755 menit dan waktu menghantarkan batubara ke crusher serta
waktu menghasilkan produk akhir yaitu 13 menit. Maka cycle time
dari kerja crusher 49 menit. Efisiensin kerja dari crusher dengan
kondisi alat serta kerja operator 70%, Swell Factor dari alat gali
muat yang mengisi ke hopper adalah 90%
37
Gambar 13. Produk akhir batubara setelah proses pengolahan
Stockpile.
Stockpile berfungsi sebagai penyangga antara pengiriman
dan proses, sebagai stock strategis terhadap gangguan yang
bersifat jangka pendek atau jangka panjang. Stockpile juga
berfungsi sebagai proses homogenisasi dan atau pencampuran
batubara untuk menyiapkan kualitas yang dipersyaratkan.
Disamping tujuan di atas di stockpile juga digunakan untuk
memcampur batubara supaya homogenisasi sesuai kebutuhan.
Homogenisasi bertujuan untuk menyiapkan produk dari satu tipe
material dimana fluktuasi di dalam kualitas batubara dan
distribusi ukuran disamakan. Dalam proses homogensiasi ada dua
tipe yaitu blending dan mixing.
Blending bertujuan untuk memperoleh produk akhir dari
dua atau lebih tipe batubara yang lebih dikenal dengan komposisi
kimia dimana batubara akan terdistribusi secara merata dan
tanpa ada lagi tempat yang cukup besar untuk mengenali salah
satu dari tipe batu bara tersebut ketika proses pengambilan
contoh dilakukan. Dalam proses blending batubara harus
tercampur secara merata atau distribusi merata. Sedangkan
mixing merupakan salah satu dari tipe batubara yang tercampur
38
masih dapat dilokasikan dalam kuantitas kecil dari hasil
campuran material dari dua atau lebih tipe batubara.
39
III.5 Pemasaran
Jika bahan galian sudah selesai diolah maka dipasarkan ke
tempat konsumen. Biasanya, antara perusahaan pertambangan
dan konsumen terjalin ikatan jual beli kontrak jangka panjang,
dan penjualan sesaat tidak memakai Harga Batubara Acuan
(HBA). PT. AIC Jaya memasarkan batubaranya ke PLTU Talawi
sebuah perusahaan listrik negara di daerah Parambahan Talawi,
Kota Sawahlunto.
40
PT. AIC Jaya melakukan reklamasi lahan tambangnya dari
arah Selatan menuju arah Utara penambangannya. Seluruh
disposal selatan dilakukan reklamasi. Pengamatan yang dilakukan
saat reklamasi yaitu disposal Selatan seluas ± 7 Ha dimana
sebelum ditanami di hauling tanah pucuk yang berasal dari soil
bank, jenis tanaman 60% tanaman produktif dan 40% Akasia atau
tanaman non produktif yang dipakai. Tanaman produktifnya ialah
mahoni, jambu, durian, petai, jengkol, nangka, dan kapuk.
Pemakaian pupuk ialah pupuk kandang sebanyak 55 karung
seberat 25 Kg/karung untuk 100 jumlah bibit.
41
Gambar 17. Aktivitas penanganan Air Tambang
42
Gambar 18. Tambang Bawah Tanah Tunnel 3 PT. AIC Jaya
44
baku semen dan di campur fly ash batubara sisa pembakaran di
PLTU.
45
Gambar 21. Penyanggaan Shotcreate
Sistem Ventilasi
PT. AIC Jaya memakai 2 sistem ventilasi yaitu ventilasi
alami (natural ventilation) dan ventilasi mekanis
(artificial/mechanical ventilation), berikut beberapa keterangan
sistem ventilasi yang digunakan perusahaan untuk ke 7 tunnel :
46
sistem ventilasi mekanis yaitu metode hembus (forcing).
Terdapat 2 blower 11 PK, dan 1 blower 24 PK.
47
Gambar 22. Main Fan
Pengangkutan (Hauling)
PT. AIC Jaya menggunakan 2 jenis alat angkut utama untuk
material yang telah digali ataupun peralatan yaitu belt conveyor
dan lori kombinasi hoisting, dan alat angkut sederhana
menggunakan lori/angkong. Lori yang dipakai berguna
mengangkut batubara yang telah dikumpulkan pekerja di berbagai
simpang dimuat lori ke dalam bak lori, kemudian ditarik oleh
mesin hoist ke atas atau keluar dari tunnel sampai ke tempat Load
Haul Dumping (LHD) dan akan ditampung oleh truk dibawahnya.
Lori 2 jenis lori yaitu kapasitas bak 0,8 m3 dan 1,2 m3, dan jenis
lori berdasarkan pengosongan materialnya ada 2 jenis yaitu
bootom dumper dan side dumper. Ada 6 tunnel yang memakai alat
angkut lori kombinasi hoisting yaitu tunnel 1,2, 3, 4, 5 dan 7
untuk tunnel 1&2 kapasitas bak 1,2 m3 dan untuk tunnel 3, 4, 5
dan 7kapasitas bak 0,8 m3 akan tetapi untuk tunnel 7 lori
digunakan untuk mengangkat peralatan saja. Alat angkut yang
kedua ialah belt conveyor, dimana alat belt conveyor ini dijalankan
oleh mesin diesel posisi belt conveyor mengikuti dari dip direction
lubang bukaan. Pengangkutan material pada belt conveyor sama
dengan lori, dimana batubara yang dikumpulkan pekerja disetiap
simpang akan dimuat menuju belt conveyor kemudian akan
diangkut keluar tunnel dan di ujung belt conveyor akan ditampung
oleh truk.
49
Untuk produksi batubara yang dihasilkan dari tambang bawah
tanah adalah sebanyak ±317,2 ton/hari. Pengamatan yang
dilakukan yaitu mengamati jumlah trip truk Mitshubisi PS 120
yang menunggu hauling belt conveyordan mengamati jumlah lori
untuk mengisi truk Mitshubisi PS 120 dalam setiap hari per trip.
50
Berdasarkan pengamatan dilapangan bahwa PT. AIC Jaya
sudah memnuhi syarat sesuai KEPMEN 1827 Lampiran 2
PEDOMAN PENGELOLAAN TEKNIS PERTAMBANGAN/E/6/c
Tambang Bawah Tanah/hal 103 yaitu ketentuan umum dalam
melaksanakan penambangan bawah tanah membuat rencana
penambangan paling kurang memuat :
b) Sekuen penambangan
d) System ventilasi
g) System penyanggaan
51
BAB IV. KLASIFIKASI MASSA BATUAN MENGGUNAKAN (RMR-
SYSTEM) PADA TUNNEL 1
52
Tabel 6. Nilai UCS Batubara
Material Sampel D L Is σc
(cm) (cm) (Mpa) (Mpa)
53
keduanya dibandingkan dengan dicari nilai rata-rata dari
perbandingan UCS dan PLI yang menghasilkan suatu
persamaan :
Sehingga : σc = 21,48 x Is
Sehingga : σc = 21,48 x Is
55
pengamatan bidang kekar pada lapisan batubara dan siltstone
pada area tunnel 1 terdapat pada lampiran.
Jenis Kekar yang terdapat di tunnel 1 ialah mechanical
discontinuites, yakni diskontinuitas yang memiliki bukaan sebagai
akibat respon terhadap gaya dari luar atau pelapukan.
Diskontinuitas tipe ini tidak memiliki tensile strength tapi
menghasilkan shear strength. Bidang perlapisan, bidang foliasi,
schistiosity, kekar, fractures, shears dan sesar termasuk
mechanical discontinuities. (Price, 2007).
56
Berdasarkan pengamatan dan perhitungan yang terlampir,
berikut nilai RQD yang didapatkan :
Tabel 7. Hasil Perhitungan RQD Batubara
No. Rata-rata Spasi (m) λ (Kekar/m) RQD (%)
1 0,141 8,235 92,321
2 0,132 9,433 75,594
3 0,220 5,454 89,478
4 0,497 2,512 97,326
5 0,350 4,285 92,995
6 0,300 5,000 90,900
7 0,255 4,901 91,194
8 0,285 5,263 90,051
9 0,165 9,091 76,745
10 0,550 2,424 97,404
11 0,347 3,237 95,703
12 0,323 3,608 94,847
Rata-rata 90,379
57
IV. 4 Spasi Bidang Diskontinyu
Spasi bidang diskontinyu didefinisikan sebagai jarak
antarbidang yang diukur secara tegak lurus dengan bidang
diskontinyu yang mempunyai kesamaan arah yang berurutan
sepanjang garis pengukuran yang dibuat sembarang. Jarak
diskontinyu ini dapat menentukan ukuran blok batuan utuh yang
terbentuk, tingkat kekuatan kohesi massa batuan, model
runtuhan massa batuan, dan mempengaruhi permeabilitas, serta
karakter rembesan (Bieniawski, Z.T., 1989).
58
IV. 6 Kemenerusan Bidang Diskontinyu.
Panjang dari suatu kekar dapat dikuantifikasi secara kasar
dengan mengamati panjang jejak kekar pada suatu
bukaan.Pengukuran ini masih sangat kasar dan belum
mencerminkan kondisi kemenerusan kekar sesungguhnya.
Seringkali panjang jejak kekar pada suatu bukaan lebih kecil dari
panjang kekar sesungguhnya, sehingga kemenerusan yang
sesungguhnya hanya dapat ditebak. Jika jejak sebuah kekar pada
suatu bukaan berhenti atau terpotong kekar lain atau terpotong
oleh solid/massive rock, ini menunjukkan adanya kemenerusan
(Bieniawski, Z.T., 1989).
59
didasarkan pada perubahan warna pada batuannya dan
terdekomposisinya batuan atau tidak.
IV. 10 Material Pengisi Bidang Diskontinyu.
Material pengisi berada pada celah antara dua dinding
bidang kekar yang berdekatan.Sifat material pengisi biasanya lebih
lemah dari sifat batuan induknya.Beberapa material yang dapat
mengisi celah diantaranya breccia, clay, silt, mylonite, gouge, sand,
quartz dan calcite (Bieniawski, Z.T., 1989).
60
Pelapukan Tidak Agak Sedang Tinggi Terurai
lapuk lapuk
6 5 5 1 0
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)
61
Selain itu, penentuan mengenai kondisi air tanah dapat
dilakukan dengan cara mengamati atap dan dinding terowongan
secara visual dan meraba permukaan rekahan. Kemudian kondisi
air tanah dapat dinyatakan secara umum pada Tabel 13 yaitu
kering (dry), lembab (damp), basah (wet), menetes (dripping), dan
mengalir (flowing) (Goodman R, dkk, 1968).
62
Penentuan Klasifikasi Geomekanika RMR
Menurut Bieniawski (1989), terdapat 4 (empat) langkah yang
digunakan dalam penentuan klasifikasi geomekanika
menggunakan sistem RMR yaitu :
1. Langkah pertama adalah dengan menghitung rating total
dari lima parameter yang terdapat di dalam Tabel 14 sesuai
dengan kondisi lapangan yang sebenarnya.
2. Langkah kedua adalah menilai kedudukan sumbu
terowongan terhadap jurus (strike) dan kemiringan (dip)
pada bidang diskontinyu (Tabel 15).
3. Setelah menentukan kedudukan sumbu terowongan
terhadap jurus dan kemiringan bidang diskontinyu, maka
rating dapat ditetapkan berdasarkan Tabel 16. Langkah ini
disebut sebagai penyesuaian rating.
4. Langkah keempat adalah menjumlahkan rating yang telah
didapatkan dari langkah pertama dengan rating yang telah
didapatkan dari langkah ketiga sehingga akan didapatkan
rating total sesudah penyesuaian. Dari rating total ini maka
akan dapat diketahui kelas dari massa batuan berdasarkan
Tabel 17.
63
Pembobotan 15 12 7 4 2 1 0
2 RQD (%) 90 – 75 – 50 – 75 25 – 50 < 25
100 90
Pembobotan 20 17 13 8 3
3 Spasi rekahan >2 m 0,6 – 0,2 – 60 – 200 < 60 mm
2m 0,6 mm
Pembobotan 20 15 10 8 5
64
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)
65
untuk setiap join set penulis menggunakan software dips dari
roccience.
Penyesuaian orientasi kekar setelah diolah dengan software
dips V : 6.008 diketahui arah kekar dominan pada lapisan
batubara yaitu N68⁰E dengan nilai dip rata-rata sebesar15⁰dan
arah kekar dominan siltstone yaitu N120⁰E dengan rata-rata dip
sebesar 83⁰, sedangkan arah rencana lubang bukaan adalah
N10⁰E/13⁰. Hal ini berarti arah kekar batubara searah dengan
arah rencana lubang bukaan. Berdasarkan Tabel 15, jurus dengan
kemiringan 20-45⁰ tergolong ke kondisi sedang dengan bobot -5
poin. Sedangkan untuk arah kekar siltstone berlawanan dengan
arah rencana lubang bukaan. Berdasarkan tabel 15, jurus dengan
kemiringan 45-90⁰tergolong ke kondisi sedang dengan bobot -5
poin.
66
Gambar 31. Plot Kontur kekar lapisan batubara
67
Gambar 33. Plot kontur kekar lapisan siltstone
Tabel 14. Kelas Massa Batuan yang Ditentukan dari Rating Total
Bobot 100 – 81 80 – 60 – 41 40 – < 20
61 21
Kelas I II III IV V
Deskripsi Sangat Baik Cukup Jelek Sangat jelek
baik
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)
69
Batuan Top heading and Sistematik 50 – 100 Tidak perlu
sedang bench, kemajuan bolt panjang mm di atap
(III) 1,5 – 3 m di top 4 m, spasi dan 30 mm
RMR : 41 heading, 1,5 – 2 m di di dinding
– 60 penyangga atap dan
dipasang setiap dinding
setelah dengan wire
peledakan, mesh di
penyangga atap
lengkap 10 m
dari muka
Batuan Top heading and Sistematik 100 – 150 Rangka
buruk bench, kemajuan bolt panjang mm di atap ringan
(IV) 1 – 1,5 m di top 4 – 5 m, dan 100 mm sampai
RMR : 21 heading, spasi 1 – di dinding sedang
– 40 pemasangan 1,5 m di spasi 1,5 m
penyangga atap dan di tempat
dengan dinding yang
penggalian, 10 m dengan wire diperlukan
dari muka mesh
Batuan Drift berganda Sistematik 150 – 200 Rangka
sangat dengan bolt panjang mm di atap, berat
buruk (V) kemajuan 0,5 – 5 - 6 m, 150 mm di sampai
RMR : < 1,5 m di top spasi 1 – dinding, dan ringan
20 heading, 1,5 m di 50 mm di spasi 0,75
pemasangan atap dan muka m dengan
penyangga dinding steel
seiring dengan dengan wire lagging dan
penggalian, mesh, bolt forepoling
shotcrete perlu invert jika perlu,
segera setelah close invert
peledakan
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)
70
Berdasarkan klasifikasi maka rekomendasi penyangga
untuk lapisan batubara yang terletak pada kelas II tidak perlu
dilakukan steel sets tetapi perusahaan tetap memakai penyangga
pasif berupa penyngga kayu 3 pcs dan cribbing. Serta memakai
penyangga besi 3 pcs dan Hydraulic Prop. Untuk lapisan siltstone
terletak pada kelas II serupa dengan lapisan batubara penanganan
penyangga yang dilakukan perusahaan.
72
Berikut dimensi terowongan yang terdapat pada tunnel 1 :
73
pembuatan jalan masuk no 4 bahwa jalan masuk memiliki
dimensi dengan ukuran paling kurang lebar 2 m dan tinggi 2,5 m.
Berdasarkan data yang diperoleh dari (PT. AIC Jaya, 2019)
penyangga kayu (cap) adalah dengan menggunakan kayu kelas V
74
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
V. 1 Kesimpulan
1. Tahapan Pertambangan yang dilakukan PT. AIC Jaya ialah :
a. Eksplorasi, Cadangan, dan Perencanaan Tambang
b. Konstruksi (Development)
c. Penambangan yang terbagi atas 2 sistem penambangan
yaitu tambang terbuka dan tambang bawah tanah
d. Pengolahan (Coal Processing)
e. Pemasaran
f. Reklamasi
2. Aktivitas penambangan yang dilakukan PT. AIC Jaya sesuai
dengan 2 sistem penambangan yang dilakukan ialah :
a. Sistem Tambang Terbuka dengan metode Stripping Mining
melakukan aktivitas penambangan mulai dari
Pembersihan Lahan (Land Clearing), Pengupasan Tanah
Pucuk, Pengupasan Overburden dimana dilakukan
Peledakan (Blasting), Removal Overburden, Coal Cleaning,
Coal Getting, dan Coal Hauling.
b. Sistem Tambang Bawah Tanah dengan metode Room and
Pillar dimana arah penambangan maju (Semi Mekanis),
melakukan aktivitas penambangan mulai dariMarking,
Drilling/Charging/Blasting/Scaling/Penggalian, Mucking,
Transporting, dan Supporting yang dilakukan secara siklus
atau terus menerus.
3. Klasifikasi massa batuan yang didapat berdasarkan
pengamatan dilapangan menggunakan metode Geomekanika
(RMR-System) pada Tunnel 1 terdapat 2 jenis batuan yaitu :
a. Klasifikasi massa batuan untuk lapisan Batubara dimana
memiliki bobot nilai RMR 63 termasuk kedalam kelas
75
batuan II yang berarti massa batuan dapat dikatakan
baik.
b. Klasifikasi massa batuan untuk lapisan Siltstone dimana
memiliki bobot nilai RMR 62 termasuk kedalam kelas
batuan II yang berarti massa batuan dapat dikatakan
baik.
V. 2 Saran
Adapun saran dalam penelitian ini ialah perlu
disempurnakan untuk meningkatkan efektifitas serta pemanfaatan
Klasifikasi Geomekanika metode RMR-System digunakan dalam
penelitian bersifat konseptual.
76
DAFTAR PUSTAKA
77
Kaiser, P. K., McCreath, D. R. 1992. Rock Support in Mining and
Underground Construction. Rock Support Sudbury. A. A.
Balkema: Rotterdam.
Kementrian ESDM, 2007, “Balai Diklat Tambang Bawah Tanah”,
http://bdtbt.esdm.go.id/index.php. Diaksespada 25 Januari
2020 pukul 10.15 WIB.(Word, Online).
Malindo, Jordan, 2012, “Tambang Batubara Bawah Tanah”,
http://jordanmalindopenambangan.scrib.com/2012/12/ta
mbang-batubara-bawah-tanah.html. Diakses pada 3
Februari 2020 pukul 10.15 WIB. (Word, Online)
Mine Plan Depatement. (2019). PT. Alliet Indo Coal Jaya
(AICJ)Sawahlunto.
Palmstrom A. 1982. The volumetric joint count - A useful and simple
measure of the degree of rock mass jointing. IAEG Congress,
New Delhi, 1982. pp. V.221 – V.228.
Priest, S. D., Hudson, J. A. 1976.Discontinuity spacings in rock.Int.
J. Rock Mech. Min. Sci. & Geomech. Abstr., 13(5): 135–48.
Rahman, A., & Heriyadi, B. (2019).Analisis Kestabilan Lubang
Bukaan dan Pillar saat Proses Mining Blok Development
padaPenambangan Bawah Tanah Metoda Room and Pillar PT.
Allied Indo Coal (AIC) Jaya. Bina Tambang, 4(1), 333-343.
Stillborg, Bengt. 1994. Professional Users Handbook For Rock
Bolting Second Edition. Trans Tech Publication : Germany.
Undang-Undang No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara.
W, A, Hustrulid, 1982, “Underground Mining MethodHandbook”,
The American Institute of Mining Metlurgical, and Petroleum
Engineers, New York : Inc.
78
LAMPIRAN
79
23 310 42 220 43 51 0,1 None Lembab Agak Lapuk
24 339 17 249 0 50 0,1 None Lembab Agak Lapuk
25 169 58 79 60 38 0,1 None Lembab Agak Lapuk
26 173 54 83 10 40 0,1 None Lembab Agak Lapuk
27 341 75 251 0 57 0,1 None Lembab Agak Lapuk
28 343 72 253 13 46 0,1 None Lembab Agak Lapuk
29 340 83 250 47 32 0,1 None Lembab Agak Lapuk
30 327 79 237 0 37 0,2 None Lembab Agak Lapuk
31 325 29 235 61 70 0,1 None Lembab Agak Lapuk
32 326 32 236 16 27 0,1 None Lembab Agak Lapuk
33 330 42 240 13 94 0,1 None Lembab Agak Lapuk
34 322 40 232 12 41 0,1 None Kering Tidak Lapuk
35 341 75 251 0 56 0,1 None Kering Tidak Lapuk
36 343 72 253 12 26 0,1 None Kering Tidak Lapuk
37 340 80 250 45 31 0,1 None Kering Tidak Lapuk
38 356 56 266 0 31 0,1 None Kering Tidak Lapuk
39 356 65 266 11 21 0,1 None Kering Tidak Lapuk
40 356 58 266 22 48 0,3 None Kering Tidak Lapuk
41 165 69 75 0 35 0,2 None Kering Tidak Lapuk
42 163 73 73 56 25 0,2 None Kering Tidak Lapuk
43 6 80 276 48 31 0,1 None Kering Tidak Lapuk
44 213 66 123 61 58 0,1 None Kering Tidak Lapuk
45 29 75 299 0 27 0,1 None Kering Tidak Lapuk
46 174 84 84 73 85 0,1 None Kering Tidak Lapuk
47 157 87 67 48 56 0,1 None Kering Tidak Lapuk
48 155 81 65 44 48 0,1 None Kering Tidak Lapuk
49 156 84 66 10 77 0,1 None Kering Tidak Lapuk
50 28 68 298 22 53 0,1 None Kering Tidak Lapuk
51 33 87 303 18 29 0,2 None Kering Tidak Lapuk
80
52 44 72 314 46 33 0,1 None Kering Tidak Lapuk
53 22 58 292 17 91 0,1 None Kering Tidak Lapuk
54 339 47 249 0 27 0,1 None Kering Tidak Lapuk
55 331 40 241 17 40 0,1 None Menetes Agak Lapuk
56 320 12 230 40 12 0,1 None Menetes Agak Lapuk
57 183 35 93 48 56 0,1 None Menetes Agak Lapuk
58 192 75 102 20 57 0,2 None Menetes Agak Lapuk
59 322 55 232 45 81 0,1 None Menetes Agak Lapuk
81
Hasil Pengamatan Bidang Kekar pada Lapisan Siltstone di Area Tunnel 1
82
25 12 9 282 35 173 8 None Lembab Agak Lapuk
26 308 77 218 0 124 2 None Lembab Agak Lapuk
27 358 27 268 74 112 5 None Lembab Agak Lapuk
28 37 8 307 13 116 10 None Lembab Agak Lapuk
29 26 12 296 34 60 2,5 None Lembab Agak Lapuk
30 321 44 231 54 107 6 None Lembab Agak Lapuk
31 173 87 83 0 52 2 None Lembab Agak Lapuk
32 38 9 308 52 37 2 None Lembab Agak Lapuk
33 38 29 308 73 89 3 None Lembab Agak Lapuk
34 61 16 331 97 62 1 None Kering Tidak Lapuk
35 26 5 296 2 82 1 None Kering Tidak Lapuk
36 38 1 308 57 118 2 None Kering Tidak Lapuk
37 83 8 353 20 149 7 None Kering Tidak Lapuk
38 165 70 75 10 43 2 None Kering Tidak Lapuk
83
Perhitungan RQD Batubara
Percobaan 1
Spasi 1+Spasi 2+Spasi 3+Spasi n
Spasi Rata-rata =
𝑛
21 cm+28 cm+22 cm+28 cm+29 cm+27 cm
=
6
155 cm
=
6
= 25, 833 cm = 2,5833 m
ΣKekar
λ =
Panjang 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
7 Kekar
=
1,55 m
= 4,516 Kekar/m
ΣKekar
λ =
Panjang 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
5 Kekar
=
0,53 m
= 9,433 Kekar/m
84
RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ
= 100 (0,1 (9,433)+1) e-0,1 (9,433)
= 100 (1,9433) e-0,9433
= 100 (1,9433) 0,3893
= 75,594%
Percobaan 3
Spasi 1+Spasi 2+Spasi 3+Spasi n
Spasi Rata-rata =
𝑛
37 cm+6 cm+15 cm+40 cm+12 cm
=
5
110 cm
=
5
= 22 cm = 0,22 m
ΣKekar
λ =
Panjang 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
6 Kekar
=
1,1 m
= 5,454 Kekar/m
85
ΣKekar
λ =
Panjang 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
5 Kekar
=
1,99 m
= 2,512 Kekar/m
ΣKekar
λ =
Panjang 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
3 Kekar
=
0,7 m
= 4,285 Kekar/m
ΣKekar
λ =
Panjang 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
3 Kekar
=
0,6 m
= 5 Kekar/m
ΣKekar
λ =
Panjang 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
5 Kekar
=
1,02 m
= 4,901 Kekar/m
87
= 100 (1,4901) e-0,4901
= 100 (1,4901) 0,612
= 91,19412 %
Percobaan 8
Spasi 1+Spasi 2+Spasi 3+Spasi n
Spasi Rata-rata =
𝑛
12 cm+45 cm
=
2
57 cm
=
2
= 28,5 cm = 0,285 m
ΣKekar
λ =
Panjang 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
3 Kekar
=
0,57 m
= 5,263 Kekar/m
ΣKekar
λ =
Panjang 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
88
3 Kekar
=
0,33 m
= 9,091 Kekar/m
ΣKekar
λ =
Panjang 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
4 Kekar
=
1,65 m
= 2,424 Kekar/m
89
278 cm
=
8
= 34,75 cm = 0,3475 m
ΣKekar
λ =
Panjang 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
9 Kekar
=
2,78 m
= 3,237 Kekar/m
ΣKekar
λ =
Panjang 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
7 Kekar
=
1,94 m
= 3,608 Kekar/m
ΣKekar
λ =
Panjang 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
9 Kekar
=
3,23 m
= 2,786 Kekar/m
585 cm
=
15
= 39 cm = 0,39 m
ΣKekar
λ =
Panjang 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
16 Kekar
=
5,85 m
91
= 2,735 Kekar/m
ΣKekar
λ =
Panjang 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
5 Kekar
=
1,75 m
= 2,857 Kekar/m
ΣKekar
λ =
Panjang 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
8 Kekar
=
3,11 m
= 2,572 Kekar/m
93
Perhitungan Tinggi Beban Runtuh dan Beban Runtuh
1. Lapisan Batubara
Lebar Bawah B = 3 m, untuk RMR Batubara
ht1 = ((100-RMR)/100) x B
= ((100-63)/100) x 3 m
= (37/100) x 3 m
= 1,11 m
Lebar Atas B = 2,5 m, untuk RMR Batubara
ht2 = ((100-RMR)/100) x B
= ((100-63)/100) x 2,5 m
= (37/100) x 2,5 m
= 0,925 m
Beban runtuh ht1, untuk RMR Batubara
P1 = ht1 x φ
= 1,11 m x 1,3 ton/m3
= 1,443 ton/m2
Beban runtuh ht2, untuk RMR Batubara
P2 = ht2 x φ
= 0,925 m x 1,3 ton/m3
= 1,2025 ton/m2
2. Lapisan Siltstone
Lebar Bawah B = 3 m, untuk RMR Siltstone
ht1 = ((100-RMR)/100) x B
= ((100-62)/100) x 3 m
= (38/100) x 3 m
= 1,14 m
Lebar Atas B = 2,5 m, untuk RMR Siltstone
ht2 = ((100-RMR)/100) x B
= ((100-62)/100) x 2,5 m
= (38/100) x 2,5 m
94
= 0,95 m
Beban runtuh ht1, untuk RMR Siltstone
P1 = ht1 x φ
= 1,14 m x 1,93 ton/m3
= 2,2002 ton/m2
Beban runtuh ht2, untuk RMR Siltstone
P2 = ht2 x φ
= 0,95 m x 1,93 ton/m3
= 1,8335 ton/m2
95