Anda di halaman 1dari 41

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI

LABORATORIUM BAHAN GALIAN


PRAKTIKUM PETROLOGI

LAPORAN RESMI ACARA 4 : BATUAN METAMORF

DISUSUN OLEH:
TEGAR HERMAWAN TAHIR
(22/504673/TK/55211)
Rombongan A1 (Rabu, 15.30 – 17.00)

ASISTEN KELOMPOK :
HENDRYAGUNG FUADY HANDAKA

ASISTEN ACARA :
MUHAMMAD LUTHFI RIDANTA
LAILA BUNGA AQILAH

YOGYAKARTA
MEI
2023
BORANG DESKRIPSI PETROLOGI BATUAN
METAMORF

Nama : Tegar Hermawan Tahir


Kode Peraga : MR 01
Jenis Batuan Metamorf : Foliasi
Deskripsi Batuan
• Warna : Abu – abu
• Ukuran Mineral : < 1 mm
• Tekstur :
✓ Ketahanan terhadap metamorfisme : Kristaloblastik
✓ Bentuk individu kristal : Subidioblastik
✓ Struktur mineral (tekstur utama) : Nematoblastik
✓ Komposisi mineral :
1. Mika muskovit (50%) 6. ( )
2. Kuarsa ( 5% ) 7. ( )
3. Biotite (40%) 8. ( )
4. Mineral oksida ( 5% ) 9. ( )
5. ( ) 10. ( )
• Struktur : Phyllitic
Deskripsi Mineralogi

Kenampakan
Nama Mineral Warna Ukuran Kilap Belahan Pecahan
khas
Mika muskovit Colorless < 1 mm Kaca 1 arah Uneven Mengkilap
Kuarsa Colorless < 1 mm Kaca Tidak ada Konkoidal -
Biotite Hitam < 1 mm Kaca 1 arah Uneven -
Mineral oksida Cokelat < 1 mm Tanah Tidak ada Tidak ada Seperti karatan
Mika muskovit
Biotite
Mineral lempung Kuarsa

Nama Batuan : Mika Phyllite (SCMR, 2007)


Genesa :
Batu Mica Phyllite, juga dikenal sebagai filit mika, adalah batuan metamorfik yang terbentuk
melalui proses metamorfisme. Proses pembentukan batu Mica Phyllite melibatkan perubahan batuan
sedimen yang sudah ada menjadi bentuk yang lebih padat dan sering kali berbutir halus. Berikut adalah
langkah-langkah umum dalam pembentukan batu Mica Phyllite:
1. Batuan dasar: Proses dimulai dengan adanya batuan dasar yang merupakan batuan sedimen seperti
pasir, lumpur, atau lempung. Batuan ini kemudian mengalami perubahan fisik dan kimia karena
tekanan dan suhu yang tinggi.
2. Metamorfisme: Batuan dasar mengalami metamorfisme karena tekanan dan suhu yang tinggi.
Tekanan ini bisa berasal dari tumpukan batuan di atasnya atau dari gerakan lempeng tektonik di
bawahnya. Suhu yang tinggi dapat dihasilkan oleh penekanan kedalaman di dalam kerak bumi
atau oleh kehadiran magma yang dekat dengan batuan dasar.
3. Penekanan dan Rekristalisasi: Tekanan dan suhu yang tinggi menyebabkan mineral-mineral
dalam batuan dasar bergerak dan direkristalisasi. Rekristalisasi adalah proses di mana mineral-
mineral yang sudah ada dalam batuan mulai tumbuh kembali dalam butir yang lebih besar dan
lebih padat. Dalam kasus batu Mica Phyllite, mineral mika (biasanya muskovit) menjadi dominan.
4. Pengaturan mineral: Selama rekristalisasi, mineral-mineral dalam batuan disusun ulang dan
mengatur diri menjadi lapisan-lapisan yang tipis dan teratur. Mineral mika terutama terlihat dalam
bentuk lapisan tipis yang berkilau dan dapat terkelupas.
5. Metamorfisme regional: Proses pembentukan batu Mica Phyllite sering terjadi dalam skala yang
lebih besar, yang dikenal sebagai metamorfisme regional. Ini biasanya terjadi ketika lempeng
tektonik bertabrakan dan menyebabkan perubahan besar pada sebagian besar kerak bumi di daerah
tertentu.
6. Eksposur permukaan: Setelah terbentuk, batu Mica Phyllite dapat terbawa ke permukaan melalui
proses pengangkutan oleh air, es, atau angin. Erosi dapat menghilangkan batuan yang
menutupinya dan mengungkapkan batu Mica Phyllite di permukaan.

Daftar Pustaka :
Blatt, H., Tracy, R.J., Owens, B.E. (2006). Petrology: Igneous, Sedimentary, and Metamorphic. New
York: W. H. Freeman and Company.
Philpotts, A.R., dan Ague, J.J. (2009). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. Cambridge:
Cambridge University Press.
Winter, J.D. (2010). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. New York: Prentice Hall.
Yardley, B.W.D. (1989). An Introduction to Metamorphic Petrology. New York: Longman Scientific &
Technical.
BORANG DESKRIPSI PETROLOGI BATUAN
METAMORF

Nama : Tegar Hermawan Tahir


Kode Peraga : MR 02
Jenis Batuan Metamorf : Foliasi
Deskripsi Batuan
• Warna : Abu – abu kehitaman
• Ukuran Mineral : < 0,1 – 2,5 mm
• Tekstur :
✓ Ketahanan terhadap metamorfisme : Kristaloblastik
✓ Bentuk individu kristal : Idioblastik
✓ Struktur mineral (tekstur utama) : Lepidoblastik
✓ Komposisi mineral :
1. Biotite (25%) 6. Muskovite (15%)
2. Kuarsa (15%) 7. ( )
3. Kyanite (40%) 8. ( )
4. Phlogopite ( 5% ) 9. ( )
5. Mineral oksida ( 3% ) 10. ( )

• Struktur : Schistosic
Deskripsi Mineralogi

Kenampakan
Nama Mineral Warna Ukuran Kilap Belahan Pecahan
khas
Biotite Hitam <0,1-2,5 mm Kaca 1 arah Uneven -
Kuarsa Colorless 1 – 2,5 mm Kaca Tidak ada Konkoidal -
Kyanite Biru keputihan 1 – 2 mm Kaca 1 arah Uneven Lamellar
Phlogopite Ke abu-abuan <0,1 mm Kaca 1 arah Uneven Lamellar
Mineral oksida Coklat orange <0,01 mm Tanah Tidak ada Tidak ada -
Muskovite Colorless <o,1 mm Kaca 1 arah Uneven -
Muskovit

Biotite
Kuarsa

Kyanite Mineral oksida

Phlogopite

Nama Batuan : Schist Mika (SCMR, 2007)


Genesa :
Batu schist mika adalah batuan metamorfik yang mengandung mineral mika dalam komposisi yang
signifikan. Pembentukan batu schist mika melibatkan serangkaian proses metamorfisme yang mengubah
batuan dasar menjadi schist yang terdiri dari lapisan-lapisan mineral yang teratur. Berikut adalah proses
pembentukan batu schist mika:
1. Batuan dasar: Proses dimulai dengan adanya batuan dasar, yang dapat berupa batuan sedimen,
batuan beku, atau batuan metamorfik lainnya. Batuan dasar ini kemudian mengalami perubahan
fisik dan kimia karena tekanan dan suhu yang tinggi.
2. Metamorfisme regional: Pembentukan batu schist mika umumnya terjadi dalam skala yang lebih
besar, yang dikenal sebagai metamorfisme regional. Ini terjadi ketika daerah yang luas terkena
tekanan dan suhu tinggi akibat aktivitas tektonik seperti tumbukan lempeng benua atau subduksi
lempeng.
3. Tekanan dan suhu tinggi: Selama proses metamorfisme regional, batuan dasar mengalami
peningkatan tekanan dan suhu. Tekanan dihasilkan oleh tekanan lateral yang diterapkan oleh
gerakan lempeng tektonik atau oleh beban tumpukan batuan di atasnya. Suhu meningkat karena
penekanan kedalaman di dalam kerak bumi atau kehadiran magma di sekitarnya.
4. Rekristalisasi mineral: Tekanan dan suhu tinggi menyebabkan mineral dalam batuan dasar
bergerak dan mengalami rekristalisasi. Rekristalisasi adalah proses di mana mineral-mineral yang
sudah ada dalam batuan tumbuh kembali dalam butir yang lebih besar dan lebih padat. Dalam
batu schist mika, mineral mika (seperti muskovit atau biotit) menjadi dominan dan terlihat dalam
bentuk lapisan-lapisan yang teratur.
5. Foliasi: Selama rekristalisasi, mineral-mineral dalam batuan mengatur diri mereka sendiri dalam
lapisan-lapisan yang teratur, yang dikenal sebagai foliasi. Foliasi adalah ciri khas batuan schist
yang memberikan tampilan lapisan-lapisan paralel yang sering kali terlihat.
6. Pengaruh mineral mika: Mineral mika, yang mengandung unsur-unsur seperti silikon, aluminium,
magnesium, dan besi, memberikan batu schist mika warna-warna khasnya dan tekstur yang
berkilau. Mineral mika juga memberikan schist mika sifat pemecahan atau kepecahan yang baik.
7. Eksposur permukaan: Setelah terbentuk, batu schist mika dapat terangkat ke permukaan melalui
proses pengangkutan oleh erosi, seperti air, es, atau angin. Erosi dapat menghilangkan batuan
yang menutupi dan mengungkapkan batu schist mika di permukaan.

Daftar Pustaka :
Blatt, H., Tracy, R.J., Owens, B.E. (2006). Petrology: Igneous, Sedimentary, and Metamorphic.
New York: W. H. Freeman and Company.
Philpotts, A.R., dan Ague, J.J. (2009). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. Cambridge:
Cambridge University Press.
Winter, J.D. (2010). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. New York: Prentice Hall.
Yardley, B.W.D. (1989). An Introduction to Metamorphic Petrology. New York: Longman Scientific &
Technical.
BORANG DESKRIPSI PETROLOGI BATUAN
METAMORF

Nama : Tegar Hermawan Tahir


Kode Peraga : MR 03
Jenis Batuan Metamorf : Non-Foliasi
Deskripsi Batuan
• Warna : Putih kekuningan
• Ukuran Mineral : < 1 mm
• Tekstur :
✓ Ketahanan terhadap metamorfisme : Kristaloblastik
✓ Bentuk individu kristal : Xenoblastik
✓ Struktur mineral (tekstur utama) : Granuloblastik
✓ Komposisi mineral :
1. Kuarsa (95%) 6. ( )
2. Mineral oksida ( 5% ) 7. ( )
3. ( ) 8. ( )
4. ( ) 9. ( )
5. ( ) 10. ( )
• Struktur : Non foliasi
Deskripsi Mineralogi

Kenampakan
Nama Mineral Warna Ukuran Kilap Belahan Pecahan
khas
Kuarsa Putih <1 mm Kaca Tidak ada Konkoidal Tidak bereaksi
dengan HCL
Mineral oksida Coklat <1 mm Tanah Tidak ada Tidak ada Cerat berwarna
coklat
Kuarsa

Mineral oksida

Nama Batuan : Kuarsit (SCMR, 2007)


Genesa :
Kuarsit adalah batuan sedimen yang terbentuk melalui proses metamorfisme dari batuan sedimen
berbutir kasar, terutama batu pasir yang mengandung kuarza. Proses pembentukan kuarsit melibatkan
beberapa tahap berikut:
1. Batuan dasar: Proses dimulai dengan adanya batuan dasar yang merupakan batuan sedimen seperti
pasir atau pasir kuarsa. Batuan ini mengandung kuarza, mineral yang terdiri dari silikon dioksida
(SiO2).
2. Pengendapan: Batuan sedimen berbutir kasar, seperti batu pasir, terbentuk melalui pengendapan
partikel-partikel mineral. Proses ini terjadi di lingkungan seperti pantai, sungai, dan laut, di mana
partikel-partikel tersebut mengendap dan terakumulasi selama periode waktu yang lama.
3. Tekanan dan Suhu: Batuan sedimen pasir yang mengandung kuarza terkubur di bawah lapisan
batuan yang lebih tebal. Di bawah tekanan dan suhu yang tinggi, batuan sedimen mengalami
proses metamorfisme. Tekanan lateral yang diterapkan oleh pergerakan lempeng tektonik dan
suhu yang tinggi dari penekanan kedalaman atau kehadiran magma di sekitarnya menjadi faktor
penting dalam transformasi batuan menjadi kuarsit.
4. Rekristalisasi: Selama metamorfisme, mineral-mineral dalam batuan sedimen mengalami
rekristalisasi. Rekristalisasi adalah proses di mana mineral-mineral yang ada tumbuh kembali
dalam butir yang lebih besar dan lebih padat. Mineral kuarza mengalami rekristalisasi, mengubah
batuan pasir menjadi kuarsit. Butiran-butiran kuarza yang terikat dengan erat membentuk matriks
yang keras dan padat dalam kuarsit.
5. Komposisi dan Struktur: Setelah rekristalisasi, kuarsit memiliki komposisi yang dominan dari
mineral kuarza dan terlihat berbutir halus. Kehadiran mineral lain dalam jumlah kecil, seperti
mika, feldspar, atau mineral oksida, dapat memberikan variasi warna atau pola dalam kuarsit.
6. Erosi dan Paparan Permukaan: Proses erosi oleh air, angin, atau es dapat menghapus lapisan
batuan yang menutupi kuarsit dan mengungkapkan batuan ini di permukaan. Kuarsit sering
terlihat di pegunungan atau tebing yang tererosi, serta menjadi bahan bangunan populer karena
kekuatan, daya tahan, dan estetika yang dimilikinya.

Daftar Pustaka :
Blatt, H., Tracy, R.J., Owens, B.E. (2006). Petrology: Igneous, Sedimentary, and Metamorphic. New
York: W. H. Freeman and Company.
Philpotts, A.R., dan Ague, J.J. (2009). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. Cambridge:
Cambridge University Press.
Winter, J.D. (2010). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. New York: Prentice Hall.
Yardley, B.W.D. (1989). An Introduction to Metamorphic Petrology. New York: Longman Scientific &
Technical.
BORANG DESKRIPSI PETROLOGI BATUAN
METAMORF

Nama : Tegar Hermawan Tahir


Kode Peraga : MR 19
Jenis Batuan Metamorf : Foliasi
Deskripsi Batuan
• Warna : Hitam
• Ukuran Mineral : < 1 – 2 mm
• Tekstur :
✓ Ketahanan terhadap metamorfisme : Kristaloblastik
✓ Bentuk individu kristal : Idioblastik
✓ Struktur mineral (tekstur utama) : Isogranular
✓ Komposisi mineral :
1. Biotite (60%) 6. Muskovite (15%)
2. Hornblende (10%) 7. ( )
3. Plagioklas ( 5%) 8. ( )
4. Kuarsa ( 5% ) 9. ( )
5. Mineral oksida ( 5% ) 10. ( )

• Struktur : Schistosic
Deskripsi Mineralo1gi

Kenampakan
Nama Mineral Warna Ukuran Kilap Belahan Pecahan
khas
Biotite Hitam <1 mm Kaca 1 arah Uneven Mengkilap
Hornblende Hitam <1 – 2 mm Kaca 2 arah Uneven -
Plagioklas Putih <1 – 3 mm Kaca 2 arah Uneven Cerat putih
Kuarsa Putih <1 mm Kaca Tidak ada Konkoidal -
Mineral oksida Coklat <1 mm Tanah Tidak ada Tidak ada Cerat coklat
Muskovite Kuning <1 – 2 mm Kaca 2 arah Uneven Lamellar
kecoklatan
Biotite
Hornblende

Kuarsa
Muskovite
Plagioklas

Mineral oksida

Nama Batuan : Mika Schist (SCMR, 2007)


Genesa :
Batu schist mika adalah batuan metamorfik yang mengandung mineral mika dalam komposisi yang
signifikan. Pembentukan batu schist mika melibatkan serangkaian proses metamorfisme yang mengubah
batuan dasar menjadi schist yang terdiri dari lapisan-lapisan mineral yang teratur. Berikut adalah proses
pembentukan batu schist mika:
1. Batuan dasar: Proses dimulai dengan adanya batuan dasar, yang dapat berupa batuan sedimen,
batuan beku, atau batuan metamorfik lainnya. Batuan dasar ini kemudian mengalami perubahan
fisik dan kimia karena tekanan dan suhu yang tinggi.
2. Metamorfisme regional: Pembentukan batu schist mika umumnya terjadi dalam skala yang lebih
besar, yang dikenal sebagai metamorfisme regional. Ini terjadi ketika daerah yang luas terkena
tekanan dan suhu tinggi akibat aktivitas tektonik seperti tumbukan lempeng benua atau subduksi
lempeng.
3. Tekanan dan suhu tinggi: Selama proses metamorfisme regional, batuan dasar mengalami
peningkatan tekanan dan suhu. Tekanan dihasilkan oleh tekanan lateral yang diterapkan oleh
gerakan lempeng tektonik atau oleh beban tumpukan batuan di atasnya. Suhu meningkat karena
penekanan kedalaman di dalam kerak bumi atau kehadiran magma di sekitarnya.
4. Rekristalisasi mineral: Tekanan dan suhu tinggi menyebabkan mineral dalam batuan dasar
bergerak dan mengalami rekristalisasi. Rekristalisasi adalah proses di mana mineral-mineral yang
sudah ada dalam batuan tumbuh kembali dalam butir yang lebih besar dan lebih padat. Dalam
batu schist mika, mineral mika (seperti muskovit atau biotit) menjadi dominan dan terlihat dalam
bentuk lapisan-lapisan yang teratur.
5. Foliasi: Selama rekristalisasi, mineral-mineral dalam batuan mengatur diri mereka sendiri dalam
lapisan-lapisan yang teratur, yang dikenal sebagai foliasi. Foliasi adalah ciri khas batuan schist
yang memberikan tampilan lapisan-lapisan paralel yang sering kali terlihat.
6. Pengaruh mineral mika: Mineral mika, yang mengandung unsur-unsur seperti silikon, aluminium,
magnesium, dan besi, memberikan batu schist mika warna-warna khasnya dan tekstur yang
berkilau. Mineral mika juga memberikan schist mika sifat pemecahan atau kepecahan yang baik.
7. Eksposur permukaan: Setelah terbentuk, batu schist mika dapat terangkat ke permukaan melalui
proses pengangkutan oleh erosi, seperti air, es, atau angin. Erosi dapat menghilangkan batuan
yang menutupi dan mengungkapkan batu schist mika di permukaan.

Daftar Pustaka :
Blatt, H., Tracy, R.J., Owens, B.E. (2006). Petrology: Igneous, Sedimentary, and Metamorphic. New
York: W. H. Freeman and Company.
Philpotts, A.R., dan Ague, J.J. (2009). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. Cambridge:
Cambridge University Press.
Winter, J.D. (2010). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. New York: Prentice Hall.
Yardley, B.W.D. (1989). An Introduction to Metamorphic Petrology. New York: Longman Scientific &
Technical.
BORANG DESKRIPSI PETROLOGI BATUAN
METAMORF

Nama : Tegar Hermawan Tahir


Kode Peraga : MR 35
Jenis Batuan Metamorf : Non-Foliasi
Deskripsi Batuan
• Warna : Hijau keabuan
• Ukuran Mineral : < 2 – 5 mm
• Tekstur :
✓ Ketahanan terhadap metamorfisme : Kristaloblastik
✓ Bentuk individu kristal : Xenoblastik
✓ Struktur mineral (tekstur utama) : Nematoblastik
✓ Komposisi mineral :
1. Serpentine (75%) 6. ( )
2. Piroksen (20%) 7. ( )
3. Plagioklas ( 5% ) 8. ( )
4. ( ) 9. ( )
5. ( ) 10. ( )
• Struktur : Masif
Deskripsi Mineralogi

Kenampakan
Nama Mineral Warna Ukuran Kilap Belahan Pecahan
khas
Serpentine Hijau keabuan 1 – 5 mm Mutiara 1 arah Uneven -
Piroksen Abu kehitaman 1 – 5 mm Kaca 2 arah Uneven -
Plagioklas Putih kehijauan <2 mm Kaca 2 arah Uneven -
Serpentine
Piroksen Plagioklas

Nama Batuan : Serpentinite (SCMR, 2007)


Genesa :
Sepentinit merupakan jenis batuan metamorfik yang terbentuk melalui proses metamorfisme dari
batuan dasar yang mengandung mineral olivin dan piroksen. Proses pembentukan serpentin umumnya
terjadi dalam lingkungan geologi tertentu yang melibatkan interaksi antara batuan dasar, air, dan panas.
Berikut adalah proses pembentukan serpentin:
1. Batuan dasar: Proses dimulai dengan adanya batuan dasar yang mengandung mineral olivin
dan/atau piroksen. Batuan dasar yang sering terlibat dalam pembentukan serpentin adalah
peridotit, yang merupakan batuan ultrabasa yang mengandung kaya mineral-meneral
ferromagnesian seperti olivin dan piroksen.
2. Kontak dengan air: Proses pembentukan serpentin biasanya terjadi ketika batuan dasar tersebut
terkena air, baik dalam bentuk air tanah, air laut, atau air lainnya. Air berperan penting dalam
mengubah mineral-mineral dalam batuan dasar menjadi mineral-mineral serpentin.
3. Hidrasi: Interaksi antara mineral-mineral dalam batuan dasar dengan air menyebabkan hidrasi, di
mana mineral-mineral menggabungkan molekul air ke dalam struktur kristal mereka. Proses
hidrasi menghasilkan pembentukan mineral serpentin utama, yang dikenal sebagai serpentin
antigorit, serpentin lizardit, dan serpentin chrysotile.
4. Rekristalisasi dan perubahan mineral: Selama hidrasi, mineral-mineral dalam batuan dasar
mengalami rekristalisasi, di mana mineral yang ada tumbuh kembali dalam butiran yang lebih
besar dan lebih padat. Selain itu, terjadi perubahan mineral, di mana mineral olivin dan piroksen
dalam batuan dasar diubah menjadi mineral serpentin.
5. Perubahan volume dan tekstur: Proses hidrasi dan rekristalisasi seringkali menyebabkan
perubahan volume dalam batuan, yang dapat menyebabkan retakan, perubahan tekstur, dan
pembentukan lapisan-lapisan mineral serpentin yang khas.
6. Eksposur permukaan: Setelah terbentuk, serpentin dapat terbawa ke permukaan melalui proses
pengangkutan oleh erosi. Serpentin sering terlihat di pegunungan, lembah-lembah, dan zona
lempeng tektonik yang terangkat ke atas oleh aktivitas geologi. Serpentin juga dapat terbentuk di
dasar samudra dan terangkat ke permukaan melalui proses tektonik.

Daftar Pustaka :
Blatt, H., Tracy, R.J., Owens, B.E. (2006). Petrology: Igneous, Sedimentary, and Metamorphic. New
York: W. H. Freeman and Company.
Philpotts, A.R., dan Ague, J.J. (2009). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. Cambridge:
Cambridge University Press.
Winter, J.D. (2010). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. New York: Prentice Hall.
Yardley, B.W.D. (1989). An Introduction to Metamorphic Petrology. New York: Longman Scientific &
Technical.
BORANG DESKRIPSI PETROLOGI BATUAN
METAMORF

Nama : Tegar Hermawan Tahir


Kode Peraga : MR 80
Jenis Batuan Metamorf : Foliasi
Deskripsi Batuan
• Warna : Hitam
• Ukuran Mineral : < 1 mm
• Tekstur :
✓ Ketahanan terhadap metamorfisme : Kristaloblastik
✓ Bentuk individu kristal : Xenoblastik
✓ Struktur mineral (tekstur utama) : Lepidioblastik
✓ Komposisi mineral :
1. Mica (biotite) (45%) 6. ( )
2. Hornblende (40%) 7. ( )
3. Mineral oksida ( 8%) 8. ( )
4. Garnet ( 7% ) 9. ( )
5. ( ) 10. ( )

• Struktur : Schistosic
Deskripsi Mineralo1gi

Kenampakan
Nama Mineral Warna Ukuran Kilap Belahan Pecahan
khas
Mika (biotite) Colorless <1 mm Kaca 1 arah Uneven Mengkilap
Hornblende Hitam <1 – 2 mm Kaca 2 arah Uneven -
Mineral oksida Orange <1 mm Tanah Tidak ada Tidak ada
Garnet Coklat <1 mm Kaca 2 arah Uneven
Mica (biotite)

Mineral oksida

Hornblende Garnet

Nama Batuan : Biotite – Mica Schist (SCMR, 2007)


Genesa :
Biotite mica schist adalah batuan metamorfik yang mengandung mineral biotit mika dalam
komposisi yang signifikan dan memiliki foliasi yang jelas. Proses pembentukan biotit mica schist
melibatkan serangkaian perubahan di bawah tekanan dan suhu yang tinggi. Berikut adalah proses
pembentukan biotit mica schist:
1. Batuan dasar: Proses dimulai dengan adanya batuan dasar yang bisa berasal dari batuan sedimen,
beku, atau batuan metamorfik lainnya. Batuan dasar ini akan mengalami transformasi menjadi
biotit mica schist melalui proses metamorfisme.
2. Metamorfisme regional: Pembentukan biotit mica schist biasanya terjadi dalam skala yang lebih
besar, yang dikenal sebagai metamorfisme regional. Proses ini terjadi ketika daerah yang luas
mengalami perubahan tekanan dan suhu yang tinggi akibat aktivitas tektonik seperti tumbukan
lempeng benua atau subduksi lempeng.
3. Tekanan dan suhu tinggi: Selama metamorfisme regional, batuan dasar mengalami peningkatan
tekanan dan suhu. Tekanan lateral yang diterapkan oleh pergerakan lempeng tektonik dan suhu
yang tinggi dari penekanan kedalaman atau kehadiran magma di sekitarnya memainkan peran
penting dalam transformasi batuan menjadi schist.
4. Rekristalisasi mineral: Tekanan dan suhu tinggi menyebabkan mineral-mineral dalam batuan
dasar mengalami rekristalisasi. Mineral biotit mika yang sudah ada dalam batuan tumbuh kembali
dalam butir yang lebih besar dan lebih padat. Biotit mika menjadi mineral dominan dalam schist,
memberikan batuan tampilan berkilau dan struktur foliasi yang teratur.
5. Foliasi: Selama rekristalisasi, mineral-mineral dalam batuan mengatur diri mereka sendiri dalam
lapisan-lapisan yang teratur, yang dikenal sebagai foliasi. Foliasi adalah ciri khas batuan schist
yang memberikan tampilan lapisan-lapisan paralel yang terlihat. Dalam biotit mica schist, lapisan-
lapisan mineral biotit mika dan mineral lainnya terbentuk secara paralel.
6. Perubahan mineral: Selama metamorfisme, mineral-mineral dalam batuan dasar yang awalnya
ada dapat mengalami perubahan komposisi atau penggantian dengan mineral-mineral baru. Selain
mineral biotit mika, schist juga dapat mengandung mineral lain seperti kuarsa, feldspar, atau
mineral garnet, tergantung pada kondisi geologi spesifik di daerah tersebut.
7. Eksposur permukaan: Setelah terbentuk, biotit mica schist dapat terangkat ke permukaan melalui
proses pengangkutan oleh erosi. Erosi dapat menghapus lapisan-lapisan batuan yang menutupi
schist dan mengungkapkan batuan ini di permukaan.

Daftar Pustaka :
Blatt, H., Tracy, R.J., Owens, B.E. (2006). Petrology: Igneous, Sedimentary, and Metamorphic. New
York: W. H. Freeman and Company.
Philpotts, A.R., dan Ague, J.J. (2009). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. Cambridge:
Cambridge University Press.
Winter, J.D. (2010). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. New York: Prentice Hall.
Yardley, B.W.D. (1989). An Introduction to Metamorphic Petrology. New York: Longman Scientific &
Technical.
BORANG DESKRIPSI PETROLOGI BATUAN
METAMORF

Nama : Tegar Hermawan Tahir


Kode Peraga : MR 81
Jenis Batuan Metamorf : Foliasi
Deskripsi Batuan
• Warna : Hitam kocoklatan
• Ukuran Mineral : 1 – 10 mm
• Tekstur :
✓ Ketahanan terhadap metamorfisme : Kristaloblastik
✓ Bentuk individu kristal : Idioblastik
✓ Struktur mineral (tekstur utama) : Isogranular
✓ Komposisi mineral :
1. Orthoklas (40%) 6. ( )
2. Plagioklas (10%) 7. ( )
3. Kuarsa ( 15%) 8. ( )
4. Hornblende ( 35% ) 9. ( )
5. ( ) 10. ( )

• Struktur : Gneissic
Deskripsi Mineralo1gi

Kenampakan
Nama Mineral Warna Ukuran Kilap Belahan Pecahan
khas
Orthoklas Merah 1 – 10 mm Kaca 2 arah Uneven -
kecoklatan
Plagioklas Putih 1 – 5 mm Kaca Tidak Uneven -
teramati
Kuarsa Putih 1 – 5 mm Kaca Tidak ada Konkoidal -
Hornblende Hitam 1 – 5 mm Kaca 2 arah Uneven -
Hornblende
Plagioklas

Kuarsa
Orthoklas

Nama Batuan : Gneiss – Orthoklas – Hornblende (SCMR, 2007)


Genesa :
Gneiss adalah jenis batuan metamorfik yang terbentuk melalui proses metamorfisme dari batuan
dasar seperti batu granit, batu gamping, atau batu sedimen lainnya. Gneiss orthoklas hornblende adalah
jenis gneiss yang mengandung mineral orthoklas (jenis feldspar) dan hornblende dalam komposisi yang
signifikan. Proses pembentukan gneiss orthoklas hornblende melibatkan serangkaian perubahan fisik dan
kimia pada batuan dasar. Berikut adalah proses pembentukan gneiss orthoklas hornblende:
1. Batuan dasar: Proses dimulai dengan adanya batuan dasar seperti batu granit, batu gamping, atau
batu sedimen lainnya. Batuan dasar ini akan mengalami transformasi menjadi gneiss orthoklas
hornblende melalui proses metamorfisme.
2. Metamorfisme regional: Pembentukan gneiss orthoklas hornblende biasanya terjadi dalam skala
yang lebih besar, yang dikenal sebagai metamorfisme regional. Proses ini terjadi ketika daerah
yang luas mengalami perubahan tekanan dan suhu yang tinggi akibat aktivitas tektonik seperti
tumbukan lempeng benua atau subduksi lempeng.
3. Tekanan dan suhu tinggi: Selama metamorfisme regional, batuan dasar mengalami peningkatan
tekanan dan suhu. Tekanan lateral yang diterapkan oleh pergerakan lempeng tektonik dan suhu
yang tinggi dari penekanan kedalaman atau kehadiran magma di sekitarnya memainkan peran
penting dalam transformasi batuan menjadi gneiss.
4. Rekristalisasi mineral: Tekanan dan suhu tinggi menyebabkan mineral-mineral dalam batuan
dasar mengalami rekristalisasi. Mineral orthoklas (feldspar) dan hornblende yang sudah ada dalam
batuan tumbuh kembali dalam butir yang lebih besar dan lebih padat. Kehadiran mineral orthoklas
dan hornblende yang signifikan memberikan ciri khas pada gneiss orthoklas hornblende.
5. Banding dan foliasi: Selama rekristalisasi, mineral-mineral dalam batuan mengatur diri mereka
sendiri dalam lapisan-lapisan atau pola banding yang teratur, yang dikenal sebagai foliasi. Foliasi
dalam gneiss orthoklas hornblende sering kali terlihat sebagai lapisan-lapisan yang terdiri dari
mineral orthoklas dan hornblende yang tersusun secara paralel.
6. Perubahan mineral: Selama metamorfisme, mineral-mineral dalam batuan dasar yang awalnya
ada dapat mengalami perubahan komposisi atau penggantian dengan mineral-mineral baru.
Mineral orthoklas dan hornblende adalah mineral dominan dalam gneiss orthoklas hornblende,
tetapi batuan ini juga dapat mengandung mineral lain seperti kuarsa, mika, atau garnet tergantung
pada kondisi geologis spesifik.
7. Eksposur permukaan: Setelah terbentuk, gneiss orthoklas hornblende dapat terangkat ke
permukaan melalui proses pengangkutan oleh erosi. Erosi dapat menghilangkan lapisan batuan
yang menutupi gneiss dan mengungkapkan batuan ini di permukaan.

Daftar Pustaka :
Blatt, H., Tracy, R.J., Owens, B.E. (2006). Petrology: Igneous, Sedimentary, and Metamorphic. New
York: W. H. Freeman and Company.
Philpotts, A.R., dan Ague, J.J. (2009). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. Cambridge:
Cambridge University Press.
Winter, J.D. (2010). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. New York: Prentice Hall.
Yardley, B.W.D. (1989). An Introduction to Metamorphic Petrology. New York: Longman Scientific &
Technical.
BORANG DESKRIPSI PETROLOGI BATUAN
METAMORF

Nama : Tegar Hermawan Tahir


Kode Peraga : MR 86
Jenis Batuan Metamorf : Foliasi
Deskripsi Batuan
• Warna : Hitam
• Ukuran Mineral : < 1 mm
• Tekstur :
✓ Ketahanan terhadap metamorfisme : Kristaloblastik
✓ Bentuk individu kristal : Idioblastik
✓ Struktur mineral (tekstur utama) : Nematoblastik
✓ Komposisi mineral :
1. Hornblende (95%) 6. ( )
2. Mineral lempung ( 5% ) 7. ( )
3. ( ) 8. ( )
4. ( ) 9. ( )
5. ( ) 10. ( )
• Struktur : Schistosic
Deskripsi Mineralogi

Kenampakan
Nama Mineral Warna Ukuran Kilap Belahan Pecahan
khas
Hornblende Hitam <1 mm Kaca 2 arah Uneven Prismatik
Mineral lempung Putih <1 mm Tanah Tidak ada Tidak ada -
Hornblende

Mineral lempung

Nama Batuan : Hornblendite (SCMR, 2007)


Genesa :
Hornblendite adalah batuan ultrabasa yang terutama terdiri dari mineral hornblende. Batuan ini
terbentuk melalui proses geologi yang berbeda dari batuan metamorfik umum lainnya. Berikut adalah
proses pembentukan hornblendite:
1. Batuan dasar: Proses dimulai dengan adanya batuan dasar yang mendasari pembentukan
hornblendite. Batuan dasar ini bisa berasal dari mantel bumi atau lapisan batuan di bawah kerak
bumi yang mengandung mineral hornblende.
2. Intrusi magma: Hornblendite terbentuk melalui intrusi magma yang kaya akan magma ultrabasa,
yang memiliki komposisi mineral dengan kandungan silikat yang rendah. Magma ultrabasa ini
mengandung mineral-mineral seperti hornblende, piroksen, dan olivin.
3. Pendinginan dan kristalisasi: Magma ultrabasa yang intrusi mendingin dan mengalami kristalisasi
dalam jangka waktu yang lama. Selama proses ini, mineral-mineral yang ada dalam magma
tumbuh menjadi butiran-butiran yang besar dan terikat erat bersama. Mineral hornblende menjadi
mineral utama yang mendominasi komposisi hornblendite.
4. Penyebaran dan diferensiasi: Selama kristalisasi magma ultrabasa, mineral-mineral memiliki
kecenderungan untuk memisahkan diri secara diferensiasi. Mineral hornblende yang kaya akan
unsur besi dan magnesium akan condong untuk terkonsentrasi dalam hornblendite.
5. Erosi dan paparan permukaan: Setelah terbentuk, hornblendite dapat terbawa ke permukaan
melalui proses erosi dan pengangkutan oleh air, es, atau angin. Proses erosi ini dapat
menghilangkan lapisan batuan yang menutupi hornblendite dan mengungkapkan batuan ini di
permukaan.

Daftar Pustaka :
Blatt, H., Tracy, R.J., Owens, B.E. (2006). Petrology: Igneous, Sedimentary, and Metamorphic. New
York: W. H. Freeman and Company.
Philpotts, A.R., dan Ague, J.J. (2009). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. Cambridge:
Cambridge University Press.
Winter, J.D. (2010). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. New York: Prentice Hall.
Yardley, B.W.D. (1989). An Introduction to Metamorphic Petrology. New York: Longman Scientific &
Technical.
BORANG DESKRIPSI PETROLOGI BATUAN
METAMORF

Nama : Tegar Hermawan Tahir


Kode Peraga : MR 87
Jenis Batuan Metamorf : Foliasi
Deskripsi Batuan
• Warna : Hijau
• Ukuran Mineral : < 1 – 5 mm
• Tekstur :
✓ Ketahanan terhadap metamorfisme : Kristaloblastik
✓ Bentuk individu kristal : Xenoblastik
✓ Struktur mineral (tekstur utama) : Lepidioblastik
✓ Komposisi mineral :
1. Chlorite (45%) 6. ( )
2. Kalsit (45%) 7. ( )
3. Mineral oksida ( 5%) 8. ( )
4. Mika ( 5% ) 9. ( )
5. ( ) 10. ( )

• Struktur : Schistosic
Deskripsi Mineralo1gi

Kenampakan
Nama Mineral Warna Ukuran Kilap Belahan Pecahan
khas
Chlorite Hijau 2 – 3 mm Mutiara 1 arah Uneven Mengkilap
Kalsit Putih 2 mm Kaca 3 arah Uneven Bereaksi dengan
HCL
Mineral oksida Coklat <1 mm Tanah Tidak ada Tidak ada -
Mika Kuning ke <1mm Kaca Tidak Tidak Lamellar
orangean teramati teramati
Chlorite

Kalsit
Mika
Mineral oksida

Nama Batuan : Kalsite – Chlorite – Schist (SCMR, 2007)


Genesa :
Calcite chlorite schist adalah jenis batuan metamorfik yang mengandung mineral kalsit (calcite) dan klorit
(chlorite) dalam komposisi yang signifikan, serta memiliki foliasi yang jelas. Proses pembentukan calcite
chlorite schist melibatkan transformasi batuan dasar dengan adanya interaksi antara fluida hidrotermal
dan perubahan tekanan dan suhu. Berikut adalah proses pembentukan calcite chlorite schist:
1. Batuan dasar: Proses dimulai dengan adanya batuan dasar, yang bisa berasal dari batuan sedimen,
batuan beku, atau batuan metamorfik lainnya. Batuan dasar ini akan mengalami transformasi
menjadi calcite chlorite schist melalui proses metamorfisme.
2. Metamorfisme regional: Pembentukan calcite chlorite schist terjadi dalam skala yang lebih besar,
yaitu melalui metamorfisme regional. Proses ini terjadi ketika daerah yang luas mengalami
perubahan tekanan dan suhu yang tinggi akibat aktivitas tektonik, seperti tumbukan lempeng
benua atau subduksi lempeng.
3. Fluida hidrotermal: Selama proses metamorfisme, fluida hidrotermal yang kaya akan larutan
mineral dapat mempengaruhi batuan dasar. Fluida ini mengandung larutan yang mengandung
komponen mineral seperti logam, silika, air, dan mungkin juga kalsit dan klorit.
4. Rekristalisasi mineral: Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan dasar menyebabkan
mineral-mineral dalam batuan mengalami rekristalisasi. Mineral kalsit dan klorit tumbuh dan
terbentuk dalam butiran-butiran yang lebih besar dan lebih padat sebagai hasil dari perubahan
kimia yang terjadi selama proses metamorfisme.
5. Foliasi: Selama rekristalisasi, mineral-mineral dalam batuan mengatur diri mereka sendiri dalam
lapisan-lapisan yang teratur, yang dikenal sebagai foliasi. Dalam calcite chlorite schist, lapisan-
lapisan mineral kalsit dan klorit serta mineral lainnya terbentuk secara paralel, memberikan batuan
tampilan lapisan-lapisan yang terlihat.
6. Perubahan mineral: Selama metamorfisme, mineral-mineral dalam batuan dasar yang awalnya
ada dapat mengalami perubahan komposisi atau penggantian dengan mineral-mineral baru.
Mineral kalsit dan klorit adalah mineral dominan dalam calcite chlorite schist, tetapi batuan ini
juga dapat mengandung mineral lain seperti kuarsa, mika, atau mineral lainnya tergantung pada
kondisi geologis spesifik di daerah tersebut.
7. Eksposur permukaan: Setelah terbentuk, calcite chlorite schist dapat terbawa ke permukaan
melalui proses pengangkutan oleh erosi. Erosi dapat menghapus lapisan-lapisan batuan yang
menutupi schist dan mengungkapkan batuan ini di permukaan.

Daftar Pustaka :
Blatt, H., Tracy, R.J., Owens, B.E. (2006). Petrology: Igneous, Sedimentary, and Metamorphic. New
York: W. H. Freeman and Company.
Philpotts, A.R., dan Ague, J.J. (2009). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. Cambridge:
Cambridge University Press.
Winter, J.D. (2010). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. New York: Prentice Hall.
Yardley, B.W.D. (1989). An Introduction to Metamorphic Petrology. New York: Longman Scientific &
Technical.
BORANG DESKRIPSI PETROLOGI BATUAN
METAMORF

Nama : Tegar Hermawan Tahir


Kode Peraga : MR 96
Jenis Batuan Metamorf : Non-Foliasi
Deskripsi Batuan
• Warna : Pink ke orangean
• Ukuran Mineral : < 1 – 20 mm
• Tekstur :
✓ Ketahanan terhadap metamorfisme : Kristaloblastik
✓ Bentuk individu kristal : Xenoblastik
✓ Struktur mineral (tekstur utama) : Granoblasti
✓ Komposisi mineral :
1. Kalsit (80%) 6. ( )
2. Dolomite (20%) 7. ( )
3. ( ) 8. ( )
4. ( ) 9. ( )
5. ( ) 10. ( )
• Struktur : Masif
Deskripsi Mineralogi

Kenampakan
Nama Mineral Warna Ukuran Kilap Belahan Pecahan
khas
Kalsit Putih 1 – 20 mm Lemak 3 arah Uneven Bereaksi dengan
HCL
Dolomit Pink 1 – 20 mm Lemak 2 arah Uneven Bereaksi denga
HCL
Kalsit

Dolomite

Nama Batuan : Marble (SCMR, 2007)


Genesa :
Marmer adalah jenis batuan metamorfik yang terbentuk dari proses metamorfisme pada batuan
sedimen karbonat, seperti batu kapur atau dolomit. Proses pembentukan marmer melibatkan perubahan
fisik dan kimia yang terjadi di bawah tekanan dan suhu tinggi. Berikut adalah proses pembentukan
marmer:
1. Batuan sedimen karbonat: Proses dimulai dengan adanya batuan sedimen karbonat seperti batu
kapur atau dolomit. Batuan ini terbentuk dari endapan organik dan mineral kalsium karbonat
(CaCO3) yang terakumulasi di dasar laut atau danau.
2. Metamorfisme regional: Marmer terbentuk melalui proses metamorfisme regional yang
melibatkan perubahan tekanan dan suhu yang tinggi dalam lingkungan tektonik yang luas.
Tekanan lateral yang diterapkan oleh pergerakan lempeng tektonik dan suhu yang tinggi dari
penekanan kedalaman atau kehadiran magma di sekitarnya memainkan peran penting dalam
transformasi batuan sedimen karbonat menjadi marmer.
3. Rekristalisasi mineral: Tekanan dan suhu tinggi menyebabkan mineral-mineral dalam batuan
sedimen karbonat mengalami rekristalisasi. Mineral kalsit atau dolomit yang awalnya ada dalam
batuan tumbuh kembali dalam butir yang lebih besar dan lebih padat. Proses rekristalisasi ini
mengubah struktur butir batuan dan memberikan tekstur yang halus dan homogen pada marmer.
4. Pemadatan dan pengerasan: Selama proses metamorfisme, batuan sedimen karbonat mengalami
pemadatan dan pengerasan yang signifikan. Ini terjadi karena adanya perubahan tekanan dan suhu
yang mengarah pada penyebaran butir yang lebih rapat dan penguatan ikatan mineral dalam
batuan. Proses ini menyebabkan marmer menjadi batuan yang keras dan tahan terhadap abrasi.
5. Mineralisasi: Selama metamorfisme, mineral-mineral lain seperti kuarsa, piroksen, mika, atau
mineral lainnya juga dapat terbentuk dalam marmer sebagai hasil dari interaksi dengan fluida
hidrotermal. Mineral-mineral tambahan ini dapat memberikan variasi dalam warna dan tekstur
marmer.
6. Foliasi (opsional): Dalam beberapa kasus, marmer juga dapat mengembangkan foliasi, yang
terdiri dari lapisan-lapisan paralel mineral yang memberikan tampilan bergaris pada batuan.
Namun, tidak semua marmer memiliki foliasi, dan beberapa marmer dapat memiliki tekstur
homogen yang halus.

Daftar Pustaka :
Blatt, H., Tracy, R.J., Owens, B.E. (2006). Petrology: Igneous, Sedimentary, and Metamorphic. New
York: W. H. Freeman and Company.
Philpotts, A.R., dan Ague, J.J. (2009). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. Cambridge:
Cambridge University Press.
Winter, J.D. (2010). Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. New York: Prentice Hall.
Yardley, B.W.D. (1989). An Introduction to Metamorphic Petrology. New York: Longman Scientific &
Technical.

Anda mungkin juga menyukai