Anda di halaman 1dari 19

PEDOMAN KESELAMATAN PASIEN

UPTD BLUD PUSKESMAS MATAN JAYA

No Dokumen :
Tanggal Terbit :

No. Revisi :

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA


DINAS KESEHATAN DAN KELUARGA BERENCANA
UPTD BLUD PUSKESMAS MATAN JAYA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keselamatan pasien Puskesmas adalah suatu sistem dimana Puskesmas


membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) yaitu:
keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas
kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di Puskesmas yang bisa
berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan
(green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan
keselamatan ”bisnis” yang terkait dengan kelangsungan hidup Puskesmas.
Kelima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan.Namun
harus diakui kegiatan institusi kesehatan dapat berjalan apabila ada pasien oleh
karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan
dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra puskesmas. Harus diakui,
pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan pasien sesuai
dengan yang diucapkan Hiprocrates kira-kira 2400 tahun yang lalu yaitu Primum,
non nocere (First, do no harm).
Namun diakui dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi
pelayanan kesehatan menjadi semakin kompleks dan berpotensi terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan - KTD (Adverse event) apabila tidak dilakukan dengan
hati-hati. Di puskesmas terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur,
banyak alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi
yang siap memberikan pelayanan pasien. Keberagaman dan kerutinan pelayanan
tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat terjadi KTD. Mengingat
keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat maka pelaksanaan
program keselamatan pasien perlu dilakukan. Karena itu diperlukan acuan yang
jelas untuk melaksanakan keselamatan pasien tersebut.
2

B. TUJUAN PEDOMAN

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di UPTD BLUD Puskesmas Matan


Jaya

2. Meningkatnya akuntabilitas Puskesmas terhadap pasien dan masyarakat

3. Menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di UPTD BLUD Puskesmas


Matan Jaya
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan

C. SASARAN PEDOMAN

Seluruh petugas pemberi layanan klinis di UPTD BLUD Puskesmas Matan Jaya

C. RUANG LINGKUP PEDOMAN

Ruang lingkup pedoman keselamatan pasien meliputi pelayanan di loket


pendaftaran, poli umum, poli gigi, KIA/KB, laboratorium, farmasi, ruang VK, dan
Ruang konseling

D. BATASAN OPERASIONAL

Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana


puskesmas membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi :
asestment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan
tindakan yang seharusnya dilakukan.

3
BAB II

SASARAN KESELAMATAN PASIEN

A. Identifikasi Pasien

Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di


hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Maksud sasaran ini
adalah untuk melakukan dua kali pengecekan identitas pasien yaitu: pertama,
untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau
pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap
individu tersebut.

Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk


memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi
pasien ketika pemberian obat; pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan
dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi
seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, dan
lain-
lain.
Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas
berbeda di lokasi yang berbeda di puskesmas. Suatu proses kolaboratif
digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat
memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi.

Elemen penilaian tidak terjadinya kesalahan identifikasi pasien :


1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk

pemeriksaan klinis.
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan prosedur tindakan.
5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.

Proses identifikasi pasien 4


1. Pada layanan rawat jalan tidak perlu menggunakan gelang pengenal

2. Sebelum melakukan suatu prosedur/ terapi tenaga medis harus menanyakan


identitas pasien berupa nama dan tanggal lahir. Data ini harus dikonfirmasi
dengan yang tercantum pada rekam medis.

3. Jika pasien adalah rujukan dari dokter umum / klinik / layanan kesehatan
lainnya, surat rujukan harus berisi identitas pasien berupa nama lengkap,
tanggal lahir, dan alamat. Jika data ini tidak ada, prosedur / terapi tidak dapat
dilaksanakan

4. Jika pasien rawat jalan tidak dapat mengidentifikasi dirinya sendiri, verifikasi
data dengan menanyakan keluarga / pengantar pasien.

5. Pasien dengan Nama yang Sama :

a. Jika terdapat pasien dengan nama yang sama, harus diinformasikan


kepada perawat yang bertugas setiap kali pergantian jaga.

b. Berikan label / penanda berupa ‘pasien dengan nama yang sama di


lembar pencatatan, lembar obat-obatan, dan lembar tindakan.

c. Kartu bertanda ‘pasien dengan nama yang sama’ harus dipasang di


tempat tidur pasien agar petugas dapat memverifikasi identitas pasien.

6. Pasien yang identitasnya tidak diketahui

a. Pasien akan dilabel menurut prosedur setempat sampai pasien dapat


diidentifikasi dengan benar. Contoh pelabelan yang diberikan berupa:
Pria/Wanita Tidak Dikenal; MR.X, MS.X dan sebagainya.

b. Saat pasien sudah dapat diidentifikasi, berikan pengenal baru dengan


identitas yang benar.

7. Prosedur Identifikasi Pasien pada Pasien dengan Gangguan Jiwa

a. Kapanpun dimungkinkan, pasien gangguan jiwa harus menggunakan


gelang identifikasi
b. Proses identifikasi dilakukan dengan bantuan keluarga jika ada
c. Akan tetapi terdapat hal-hal seperti kondisi pasien atau penanganan
pasien yang menyebabkan sulitnya mendapat identitas pasien dengan
benar sehingga perlu dipertimbangkan untuk menggunakan metode
identifikasi lainnya.
d. Identifikasi pasien dilakukan oleh petugas yang dapat diandalkan untuk
mengidentifikasi pasien, dan lakukan pencatatan di rekam medis.
e. Pada kondisi di mana petugas tidak yakin / tidak pasti dengan identitas
pasien (misalnya saat pemberian obat), petugas dapat menanyakan nama
dan tanggal lahir pasien (jika memungkinkan) dan dapat dicek ulang pada
rekam medis.
f. Jika terdapat ≥ 2 pasien dengan nama yang sama, berikan tanda/ 5label
notifikasi pada rekam medis, dan dokumen lainnya

B. Efektivitas Komunikasi dalam Pemberian Asuhan


Kesalahan pemberian asuhan seringkali terjadi akibat adanya kesalahan
atau kurangnya informasi saat komunikasi antara dokter dan paramedis. Untuk
mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien akibat kesalahan dalam
komunikasi maka komunikasi lisan dan via telepon harus sesuai dengan format
yang telah ditetapkan yaitu dengan metode SBAR dan TBK.
Pemberi informasi harus menjelaskan kondisi pasien dengan lengkap
kepada dokter konsulen atau dokter penanggungjawab pasien sesuai dengan
metode SBAR yaitu :

S (Situasi ) : memuat tentang kondisi saat pasien datang, usia,


jenis kelamin dan keluhan pasien
B (Background) : Memuat tentang hasil pemeriksaan vital dan
pemeriksaan fisik yang bermakna
A (Assesment) : Diagnosa dan Diagnosa banding sementara
R : Rencana tindak lanjut
(Rekomendasi)
Setelah dokter penanggungjawab memberikan advis atau tindak lanjut,
maka paramedis yang menerima pesan harus menuliskan dan membaca ulang
tindak lanjut yang diberikan dokter dengan metode TBK

T (Tulis) : Paramedis menulis ulang di lembar komunikasi


SBAR tatalaksana termasuk obat, tindakan,
pemeriksaan penunjang yang diberikan oleh dokter
penerima konsul / dpjp
B (Baca) : Paramedis membacakan ulang tatalaksana yang
telah ditulis dengan jelas yang didengarkan oleh
konsulen
K (Konfirmasi) : Paramedis meminta konfirmasi kepada dpjp paling
lambat dalam 1x24 jam. Dokter mengkonfirmasi
dengan menuliskan tanggal dan jam konfirmasi serta
membubuhkan paraf/tanda tangan

C. OBAT-OBAT HIGH ALERT


Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,
manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien.
Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang
sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat
yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse
outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip
(Nama 6
Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian
tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu
diwaspadai. Puskesmas secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai
berdasarkan data yang ada di Puskesmas. Kebijakan dan/atau prosedur juga
mengatur pemberian label secara benar pada obat dan bagaimana
penyimpanannya, sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian
yang tidak sengaja/kurang hati-hati.

1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses

identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat.


2. Implementasi kebijakan dan prosedur.
3. Obat - obatan yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label
yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).

D. Tidak Terjadinya Kesalahan Prosedur Tindakan Medis Dan Keperawatan

Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada tindakan medis, adalah


sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi. Kesalahan ini adalah
akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara petugas
klinis, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking),
dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi tindakan. Di samping itu, asesmen
pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat,
budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar petugas klinis,
permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca
(illegible handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi
yang sering terjadi.
Puskesmas perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang
mengkhawatirkan ini.
Elemen penilaian tidak terjadinya kesalahan prosedur tindakan medis dan
keperawatan :
1. Puskesmas menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi tindakan dan melibatkan pasien di dalam proses
penandaan.
2. Puskesmas menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat sebelum tindakan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat
pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat,
dan fungsional.
3. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang
seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,
termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan.
7
E. Pengurangan Terjadinya Risiko Infeksi Di Puskesmas
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam
tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi
yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar
bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya
dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan.
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan
(hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan
WHO, dan berbagai organisasi nasional dan internasional. Puskesmas
mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau
prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang
diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di
Puskesmas. Elemen penilaian pengurangan risiko infeksi di Puskesmas :

1. Puskesmas mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene


terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO
Patient Safety).
2. Puskesmas menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan.

F. Tidak Terjadinya Pasien Jatuh


Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien.
Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan,
dan fasilitasnya, Puskesmas perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan
mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi
bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya
jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien.
Elemen penilaian tidak terjadinya pasien jatuh :

1. Puskesmas menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko


jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka

yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.


3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera

akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.


4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di Puskesmas.

8
BAB III

TATALAKSANA PEDOMAN

A. Standar Keselamatan Pasien


1. Hak pasien

2. Mendidik pasien dan keluarga


3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan

program peningkatan keselamatan pasien


5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan


pasien

B. Uraian

1. Hak Pasien

a. Standar
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.
b. Kriteria
1). Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.

2). Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana


pelayanan
3). Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan
penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan
keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan
atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan.
2. Mendidik Pasien dan Keluarga

a. Standar :

Puskesmas harus mendidik pasien dan keluarganya 9 tentang


kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien

b. Kriteria :

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan


keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses
pelayanan. Karena itu, di puskesmas harus ada sistem dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
1). Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2). Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3). Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak
dimengerti

4). Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.


5). Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan puskesmas.
6). Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.

7). Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

a. Standar
Puskesmas menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan
b. Kriteria

1). Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat


pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan,
tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari
Puskesmas.
2). Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara
berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan
transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3). Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan
komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan
keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
4). Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi
kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa
hambatan, aman dan efektif.

4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan


program peningkatan keselamatan pasien
a. Standar

Puskesmas harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses


10
yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan
data, menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan
pasien.
b. Kriteria

1). Setiap Puskesmas harus melakukan proses perancangan


(design) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan
puskesmas, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan,
kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain
yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan ”Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien Puskesmas”.

2). Setiap Puskesmas harus melakukan pengumpulan data kinerja


yang antara lain terkait dengan pelaporan insiden, akreditasi,
manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
3). Setiap Puskesmas harus melakukan evaluasi intensif terkait
dengan semua Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif
melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4). Setiap Puskesmas harus menggunakan semua data dan informasi
hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang
diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

a. Standar :

1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program


keselamatan pasien secara terintegrasidalam organisasi melalui
penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Puskesmas ”.
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan pasiendan program menekan atau
mengurangi Kejadian Tidak Diharapkan.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan
koordinasi antar unit dan individu berkaitandengan pengambilan
keputusan tentang keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan meningkatkankinerja Puskesmas serta
meningkatkan keselamatan pasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja Puskesmas dan keselamatan pasien.
b. Kriteria :
1). Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
11
2). Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis
Kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris
Cedera” (Near miss) sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan’
(Adverse event).
3). Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari Puskesmas terintegrasi dan berpartisipasi dalam
program keselamatan pasien.
4). Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko

pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar danjelas

untuk keperluan analisis.


5). Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan
jelas tentang Analisis Akar Masalah (RCA) “Kejadian Nyaris
Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program
keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
6). Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,
misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme
untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
7). Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan di dalam Puskesmas dengan
pendekatan antar disiplin.
8). Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
dalam kegiatan perbaikan kinerja Puskesmas dan perbaikan
keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut.
9). Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja Puskesmas dan keselamatan pasien, termasuk
rencana tindak lanjut dan implementasinya.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

a. Standar :

1). Puskesmas memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi


untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan
keselamatan pasien secara jelas
2). Puskesmas menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi
staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan
pasien.
b. Kriteria : 12

1). Setiap Puskesmas harus memiliki program pendidikan, pelatihan


dan orientasi bagi staf baruyang memuat topik keselamatan
pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing.
2). Setiap Puskesmas harus mengintegrasikan topik keselamatan
pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi
pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.

3). Setiap Puskesmas harus menyelenggarakan pelatihan tentang


kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan
interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

13
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien
a. Standar :

1). Puskesmas merencanakan dan mendesain proses manajemen


informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan
informasi internal dan eksternal.
2). Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

b. Kriteria :

1). Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain


proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi
tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
2). Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

14
BAB IV
LOGISTIK

Tidak kalah penting dalam pedoman keselamatan pasien ini adalah tentang
ketersediaan logistik, yang antara lain berupa form-form pelaporan maupun sarana
yang dibutuhkan untuk pencatatan dan pelaporan kejadian maupun hasil diskusi
adanya potensi yang mampu mempengaruhi keselamatan pasien, meliputi :
a. Form pelaporan insiden KTD, KPC, dan KNC
b. Form petunjuk keselamatan dalam gedung
c. Petunjuk lantai basah

d. Peralatan kebersihan lingkungan

15
BAB V
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN

A. Kegiatan Pelaksanaan Keselamatan Pasien

1. Puskesmas membentuk Tim Keselamatan Pasien

2. Puskesmas mengembangkan sistem informasi pencatatan dan


pelaporan internal tentang insiden

3. Puskesmas melakukan pelaporan insiden ke Dinas kesehatan


kabupaten/kota
4. Puskesmas memenuhi standar keselamatan pasien dan menerapkan tujuh
langkah menuju keselamatan pasien

B. Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien

1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien

2. Pimpin dan dukung staf

3. Integrasikan aktivitas

4. Kembangkan sistem pelaporan

5. Libatkan dan berkomunikasi dengan Pasien

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien

7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak
harus serentak. Pilih langkah-langkah yang paling strategis dan paling mudah
dilaksanakan di Puskesmas. Bila langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan
langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah
dilaksanakan dengan baik Puskesmas dapat menambah penggunaan metode
lainnya.

16
BAB VI
KESELAMATAN KERJA

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan
kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi
maupun lokasi proyek.Tujuan K3 adalah untuk memelihara kesehatan dan
keselamatan lingkungan kerja. K3 juga melindungi rekan kerja, keluarga pekerja,
konsumen, dan orang lain yang juga mungkin terpengaruh kondisi lingkungan kerja.

Kesehatan dan keselamatan kerja cukup penting bagi moral, legalitas, dan
finansial. Semua organisasi memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pekerja dan
orang lain yang terlibat tetap berada dalam kondisi aman sepanjang waktu. Praktek
K3 (Keselamatan Kesehatan Kerja) meliputi pencegahan, pemberian sanksi, dan
kompensasi, juga penyembuhan luka dan perawatan untuk pekerja dan menyediakan
perawatan kesehatan dan cuti sakit.

17
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

Untuk menjamin pengendalian mutu keselamatan pasien, maka yang harus


dilakukan adalah :
1. Setiap unit kerja di Puskesmas mencatat semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan
Kejadian Potensial Cedera) pada formulir yang sudah disediakan oleh Puskesmas.

2. Setiap unit kerja melaporkan semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien
(Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan KejadianPotensial
Cedera) kepada Tim Peningkatan Mutu Layanan Klinis dan Keselamatan Pasien
(PMKP) pada formulir yang sudah disediakan.
3. Tim PMKP menganalisis akar penyebab masalah semua kejadian yang dilaporkan
oleh unit kerja.
4. Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim PMKP merekomendasikan
solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan masalah kepada
pimpinan Puskesmas.
5. Pimpinan Puskesmas melakukan monitoring dan evaluasi pada unit kerja- unit
kerja di Puskesmas, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja

18
BAB VIII
PENUTUP

Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan di


Puskesmas makapelaksanaan kegiatan keselamatan pasien Puskesmas sangatlah
penting.Melalui kegiatan ini diharapkan terjadi penekanan atau penurunan insiden
sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap puskesmas.
Program Keselamatan Pasien merupakan never ending proses, karena itu diperlukan
budaya termasuk motivasi yang cukup tinggi untuk bersedia melaksanakan program
keselamatan pasien secara berkesinambungan dan berkelanjutan

19

Anda mungkin juga menyukai