7 Formasi Sumatra Selatan
7 Formasi Sumatra Selatan
Menurut Spruyt (1956), Formasi ini terletak secara tidak selaras diatas batuan dasar,
yang terdiri atas lapisan-lapisan tipis tuf andesitik yang secara berangsur berubah keatas
menjadi batu lempung tufan. Selain itu breksi andesit berselingan dengan lava andesit, yang
terdapat dibagian bawah. Batulempung tufan, segarnya berwarna hijau dan lapuknya
berwarna ungu sampai merah keunguan. Menurut De Coster (1973) formasi ini terdiri dari
tuf, aglomerat, batulempung, batupasir tufan, konglomeratan dan breksi yang berumur Eosen
Akhir hingga Oligosen Awal. Formasi ini diendapkan dalam air tawar daratan. Ketebalan dan
litologi sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lainnya karena bentuk cekungan
yang tidak teratur, selanjutnya pada umur Eosen hingga Miosen Awal, tejadi kegiatan
vulkanik yang menghasilkan andesit (Westerveld, 1941 vide of side katilli 1941), kegiatan ini
mencapai puncaknya pada umur Oligosen Akhir sedangkan batuannya disebut sebagai batuan
“Lava Andesit tua” yang juga mengintrusi batuan yang diendapkan pada Zaman Tersier Awal.
Nama Talang Akar berasal dari Talang Akar Stage (Martin, 1952) nama lain yang pernah
digunakan adalah Houthorizont (Musper, 1937) dan Lower Telisa Member (Marks, 1956).
Formasi Talang akar dibeberapa tempat bersentuhan langsung secara tidak selaras dengan
batuan Pra Tersier. Formasi ini dibeberapa tempat menindih selaras Formasi Lahat (De
Coster, 1974), hubungan itu disebut rumpang stratigrafi, ia juga menafsirkan hubungan
stratigrafi diantara kedua formasi tersebut selaras terutama dibagian tengahnya, ini diperoleh
dari data pemboran sumur Limau yang terletak disebelah Barat Daya Kota Prabumulih
(Pertamina, 1981), Formasi Talang Akar dibagi menjadi dua, yaitu : Anggota “Gritsand”
terdiri atas batupasir, yang mengandung kuarsa dan ukuran butirnya pada bagian bawah kasar
dan semakin atas semakin halus. Pada bagian teratas batupasir ini berubah menjadi batupasir
konglomeratan atau breksian. Batupasir berwarna putih sampai coklat keabuan dan
mengandung mika, terkadang terdapat selang-seling batulempung coklat dengan batubara,
pada anggota ini terdapat sisa-sisa tumbuhan dan batubara, ketebalannya antara 40 – 830
meter. Sedimen-sedimen ini merupakan endapan fluviatil sampai delta (Spruyt, 1956), juga
masih menurut Spruyt (1956) anggota transisi pada bagian bawahnya terdiri atas selang-
seling batupasir kuarsa berukuran halus sampai sedang dan batulempung serta lapisan
batubara. Batupasir pada bagian atas berselang-seling dengan batugamping tipis dan
batupasir gampingan, napal, batulempung gampingan dan serpih. Anggota ini mengandung
fosil-fosil Molusca,Crustacea, sisa ikan foram besar dan foram kecil, diendapkan pada
lingkungan paralis, litoral, delta, sampai tepi laut dangkal dan berangsur menuju laut terbuka
kearah cekungan. Formasi ini berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal. Ketebalan
formasi ini pada bagian selatan cekungan mencapai 460 – 610 meter, sedangkan pada bagian
utara cekungan mempunyai ketebalan kurang lebih 300 meter (De Coster, 1974).
Menurut Spruyt (1956), formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Talang Akar.
Terdiri dari batugamping terumbu dan batupasir gampingan. Di gunung Gumai tersingkap
dari bawah keatas berturut-turut napal tufaan, lapisan batugamping koral, batupasir napalan
kelabu putih, batugamping ini mengandung foram besar antara lain Spiroclypes spp,
Eulipidina Formosa Schl, Molusca dan lain sebagainya. Ketebalannya antara 19 - 150 meter
dan berumur Miosen Awal. Lingkungan Pengendapannya adalah laut dangkal. Penamaan
Formasi Baturaja pertama kali dikemukakan oleh Van Bemmelen (1932) sebagai “Baturaja
Stage”, Baturaja Kalk Steen (Musper, 1973) “Crbituiden Kalk” (v.d. Schilden, 1949; Martin,
1952), “Midle Telisa Member” (Marks, 1956), Baturaja Kalk Sten Formatie (Spruyt, 1956)
dan Telisa Limestone (De Coster, 1974). Lokasi tipe Formasi Baturaja adalah di pabrik semen
Baturaja (Van Bemelen, 1932).
d. Formasi Gumai (GUF)
Formasi ini diendapkan setelah Formasi Baturaja dan merupakan hasil pengendapan sedimen-
sedimen yang terjadi pada waktu genang laut mencapai puncaknya. Hubungannya dengan
Formasi Baturaja pada tepi cekungan atau daerah dalam cekungan yang dangkal adalah
selaras, tetapi pada beberapa tempat di pusat-pusat cekungan atau pada bagian cekungan yang
dalam terkadang menjari dengan Formasi Baturaja (Pulonggono, 1986). Menurut Spruyt
(1956) Formasi ini terdiri atas napal tufaan berwarna kelabu cerah sampai kelabu gelap.
Kadang-kadang terdapat lapisan-lapisan batupasir glaukonit yang keras, tuff, breksi tuff,
lempung serpih dan lapisan tipis batugamping. Endapan sediment pada formasi ini banyak
mengandungGlobigerina spp, dan napal yang mengeras. Westerfeld (1941) menyebutkan
bahwa lapisan-lapisan Telisa adalah seri monoton dari serpih dan napal yan mengandung
Globigerina sp dengan selingan tufa juga lapisan pasir glaukonit. Umur dari formasi ini
adalah Awal Miosen Tengah (Tf2) (Van Bemmelen, 1949) sedangkan menurut Pulonggono
(1986) berumur Miosen Awal hingga Miosen Tengah (N9 – N12).
Menurut Spruyt (1956), formasi ini merupakan tahap awal dari siklus pengendapan
Kelompok Palembang, yaitu pada saat permulaan dari endapan susut laut. Formasi ini
berumur dari Miosen Akhir hingga Pliosen. Litologinya terdiri atas batupasir tufaan, sedikit
atau banyak lempung tufaan yang berselang-seling dengan batugamping napalan atau
batupasirnya semakin keatas semakin berkurang kandungan glaukonitnya. Pada formasi ini
dijumpaiGlobigerina spp, tetapi banyak mengadung Rotalia spp. Pada bagian atas banyak
dijumpai Molusca dan sisa tumbuhan. Di Limau, dalam penyelidikan Spruyt (1956)
ditemukan serpih lempungan yang berwarna biru sampai coklat kelabu, serpih lempung
pasiran dan batupasir tufaan. Di daerah Jambi ditemukan berupa batulempung kebiruan,
napal, serpih pasiran dan batupasir yang mengandung Mollusca, glaukonit kadang-kadang
gampingan. Diendapkan dalam lingkungan pengendapan neritik bagian bawah dan berangsur
kelaut dangkal bagian atas (De Coster, 1974). Ketebalan formasi ini berkisar 250 – 1550
meter. Lokasi tipe formasi ini , menurut Musper (1937), terletak diantara Air Benakat dan Air
Benakat Kecil (kurang lebih 40 km sebelah utara-baratlaut Muara Enim (Lembar Lahat).
Nama lainnya adalah “Onder Palembang Lagen” (Musper, 1937), “Lower Palembang
Member” (Marks, 1956), “Air Benakat and en Klai Formatie” (Spruyt, 1956).
Menurut Spruyt (1956) formasi in terlatak selaras diatas Formasi Air Benakat. Formasi ini
dapat dibagi menjadi dua anggota “a” dan anggota “b”. Anggota “a” disebut juga Anggota
Coklat (Brown Member) terdiri atas batulempung dan batupasir coklat sampai coklat kelabu,
batupasir berukuran halus sampai sedang. Didaerah Palembang terdapat juga lapisan
batubara. Anggota “b” disebut juga Anggota Hijau Kebiruan (Blue Green Member) terdiri
atas batulempung pasiran dan batulempung tufaan yang berwarna biru hijau, beberapa lapisan
batubara berwarna merah-tua gelap, batupasir kasar halus berwarna putih sampai kelabu
terang. Pada anggota “a” terkadang dijumpai kandungan Foraminifera dan Mollusca selain
batubara dan sisa tumbuhan, sedangkan pada anggota “b” selain batubara dan sisa tumbuhan
tidak dijumpai fosil kecuali foram air payau Haplophragmoides spp (Spruyt, 1956).
Ketebalan formasi ini sekitar 450 -750 meter. Anggota “a” diendapkan pada lingkungan
litoral yang berangsur berubah kelingkungan air payau dan darat (Spruyt, 1956). Lokasi
tipenya terletak di Muara Enim, Kampong Minyak, Lembar Lahat (Tobler, 1906)
Formasi ini mengakhiri siklus susut laut (De Coster dan Adiwijaya, 1973). Pada bagian
bawah terdiri atas batupasir tufan dengan beberapa selingan batulempung tufan, kemudian
terdapat konglomerat selang-seling lapisan-lapisan batulempung tufan dan batupasir yang
lepas, pada bagian teratas terdapat lapisan tuf batuapung yang mengandung sisa tumbuhan
dan kayu terkersikkan berstruktur sediment silang siur, lignit terdapat sebagai lensa-lensa
dalam batupasir dan batulempung tufan (Spruyt, 1956). Tobler (1906) menemukan moluska
air tawar Viviparus spp dan Union spp, umurnya diduga Plio-Plistosen. Lingkungan
pengendapan air payau sampai darat. Satuan ini terlempar luas dibagian timur Lembar dan
tebalnya mencapai 35 meter.
Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan busur belakang (Back Arc Basin)
yang terbentuk akibat interaksi antara lempeng Hindia-Australia dengan lempeng mikro
sunda. Cekungan ini dibagi menjadi 4 (empat) sub cekungan yaitu:
Sub Cekungan Jambi
Sub Cekungan Palembang Utara
Sub Cekungan Palembang Selatan
Sub Cekungan Palembang Tengah
(Pulonggono, 1984). Cekungan ini terdiri dari sedimen Tersier yang terletak tidak selaras
(unconformity) di atas permukaan metamorfik dan batuan beku Pra-Tersier.
Antiklinorium Pendopo-Limau, terdiri dari dua antiklin paralel, yang merupakan daerah
lapangan minyak terbesar di Sumatra Selatan. Pada sisi baratdaya antiklin kemiringan lebih
curam dan dibatasi oleh sesar, dan ada bagian yang tertutup oleh batas half-graben. Formasi
tertua yang tersingkap di puncak adalah Formasi Gumai.
Antiklinorium Gumai, terdiri dari enam atau lebih antiklin kecil yang saling berhubungan,
kebanyakan jurusnya berarah Timur-Barat, sangat tidak simetri dengan keemiringan curam,
sisi sebelah utara secara lokal mengalami pembalikan (overturned). Formasi tertua yang ada
di permukaan adalah Formasi Lower Palembang atau Air Benakat. Antiklin tersebut sebagai
hasil longsoran gravitasi dari antiklin Pegunungan Gumai. Pulonggono (1984)
menggambarkan antiklinorium Gumai sebagai lapangan minyak kecil yang saling
berhubungan, dihasilkan dari Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim.
Antiklinorium Muara enim, merupakan antiklin yang besar dengan ekspresi permukaan kuat
dan dengan singkapan batuan dasar Pra-Tersier. Di dekat daerah Lahat menunjam ke arah
timur, sisi utara banyak lapisan batubara dengan kemiringan curam dan juga lebih banyak
yang tersesarkan daripada di sisi selatan. Kebalikannya di bagian barat pegunungan Gumai
dapat diamati kemiringan lebih curam di sisi selatan dan sisi utara dengan kemiringan relatif
landai.
Formasi ini terdiri atas serpih, dengah sisipan batu pasir halus dan setempat napal dan
batu gamping, berlapis baik. Serpih kelabu-coklat, gampingan, mengandung karbon dan pirit.
Batu pasir, putih kekuningan, gampingan, berbutir halus, tebal 1-3 m, setempat sisipan
batu lempung. Napal terdapat di bagian atas runtunan abu-abu kehitaman, mungkin
mengandung besi dari pirit. Batu gamping, kelabu-putih, padu, terdapat pada bagian atas dari
runtunan pengendapan.
Tebal formasi ini adalah 700 m, dengan lingkungan pengendapan laut dalam (neritik)
terbuka. Kemiringan 10-35° timur laut-barat daya. Berumur Akhir Miosen Awal - Awal
Miosen Tengah.
konglomerat gampingan, napal dan batu lanau. Ke arah bagian atas batu pasir menjadi lebih
dominan dan setempat mengandung batu bara. Batu lempung, kelabu sampai coklat, padu,
setempat, tufan, tebal perlapisan 0,15-0,75 m. Batu pasir, kelabu kehijauan, setempat tufan,
baik, tebal 1-3 m. Batu lanau, kelabu kehitaman, seringkali karbonan, dengan sisipan serpih
dan lapisan tipis batu pasir. Konglomerat, gampingan dan aneka bahan, komponen terdiri atas
batu gamping kelabu kecoklatan dan batu pasir dalam massa dasar pasiran yang kasar,
umumnya terpilah baik, tebal lapisan 0,5 m atau lebih. Napal, kelabu, agak padu. Batu pasir
ditemukan di bagian atas dari runtuhan berbutir sedang kasar, glaukonitan dan mengandung
Tebal lapisan Formasi ini 500 meter, diendapkan di lingkungan laut dangkal, menindih
selaras Formasi Gumai. Umur Formasi ini Akhir Miosen Tengah - Awal Miosen Akhir.
Formasi ini berumur Miosen Atas, merupakan satuan batuan pembawa batu bara,
kemudian dengan mengacu pada pembagian Shell (1978), pada kondisi yang ideal lengkap
formasi ini dibagi menjadi beberapa anggota, yaitu Muara Enim 1 (M1), Muara Enim 2 (M2),
Muara Enim 3 (M3), dan Muara Enim 4 (M4), dari bawah ke atas adalah sebagai berikut:
Anggota M1
Merupakan perulangan batu pasir, batu lanau, batu lempung dengan sisipan batu bara. Batu
pasir berwarna abu-abu sampai abu-abu kecoklatan, berbutir halus hingga sedang, kompak,
terpilah baik, dengan fragmen kuarsa dominan. Perselingan batu lempung dan batu pasir,
berwarna abu-abu, terdapat nodul-nodul gamping, coklat terang, keras. Sedangkan batu lanau
berwarna abu-abu, kompak, umumnya berselingan dengan batu lempung. Batu bara dijumpai
Anggota M2
Merupakan satuan batuan yang terdiri atas batu lempung, batu lempung karbonan, batu pasir,
batu lanau dan batu bara. Batu lempung umumnya berwarna abu-abu gelap, masif, sering
ditemukan struktur sedimen laminasi paralel, jejak tumbuhan serta fragmen batu bara. Batu
lempung karbonan, berwarna abu-abu kecoklatan, umumnya agak lunak dan biasanya
bertindak sebagai batuan pengapit batu bara. Batu pasir berwarna abu-abu terang sampai abu-
abu kehijauan, berbutir halus sampai sedang, membulat sedang, terpilah buruk, mudah
terurai, fragmen kuarsa dominan. Batu lanau berwarna abu-abu kehijauan hingga abu-abu
kecoklatan, kompak, umumnya ditemukan struktur sedimen laminasi paralel. Batu bara yang
ditemukan pada anggota M2 ini berjumlah tiga lapisan dengan tebal antara 0,3 m sampai 6,6
m.
Anggota M3
Merupakan satuan batuan yang terdiri atas batu pasir, batu lanau, batu lempung, dan batu
bara. Batu pasir berwarna abu-abu, berbutir halus, terpilah baik, mineral kuarsa dominan.
Batu lanau, abu-abu terang kehijauan sampai kecoklatan, kompak, struktur sedimen laminasi
paralel, mengandung jejak tumbuhan. Batu lempung berwarna abu-abu kecoklatan, kompak,
masif, banyak dijumpai jejak tumbuhan. Batu bara yang ditemukan dua lapisan dengan tebal
Anggota M4
Terdiri atas batu pasir, batu lanau, batu lempung, dan batu bara. Batu pasir berwarna abu-abu
terang, berbutir halus, terpilah baik, tufan dan mineral kuarsa banyak dijumpai. Batu lanau,
abu-abu terang, kompak, mengandung jejak tumbuhan, struktur tumbuhan, struktur sedimen
laminasi paralel. Batu lempung berwarna abu-abu kecoklatan, lunak, kompak, struktur
sedimen laminasi, pararel dan jejak tumbuhan banyak ditemukan. Batu bara pada anggota M4
ditemukan dua lapisan dengan ketebalan berkisar antara 1,0 m sampai 3,7 m.
Formasi ini terdiri atas tuf dan tuf berbatu apung dengan sisipan batu lempung tufan dan
batu pasir tufan, setempat konglomeratan dan mengandung kayu terkersikkan sampai
sepanjang 3 m. Tuf, kelabu muda sampai kelabu kecoklatan/kuning, berbutir halus sampai
kasar, menyudut sampai membulat tanggung, padu, umumnya pejal, tidak ada perlapisan
yang jelas, pita-pita oksida besi, perlapisan silang siur pada satuan-satuan yang berbutir kasar.
membulat, panjang berbatu apung 0,5-5 cm. Batu pasir tufan, kelabu sampai coklat kuning,
berbutir halus sampai kasar seringkali teroksidasi. Batu lempung tufan, kekuningan, lunak
tetapi padu. Konglomerat kelabu kekuningan, komponen batu apung, lava dan kuarsa
berukuran 1-3 cm, kemas terbuka-tertutup, massa dasar tufan padu, berbutir sedang.
Formasi ini memiliki ketebalan lebih dari 450 m, diendapkan di lingkungan darat, hasil
kikisan Geantiklin Barisan. Setempat menindih tak selaras Formasi Muaraenim dan ditindih
5) Aluvium
Endapan ini terdiri atas kerakal, pasir, lumpur dan lempung. Diperkirakan umur endapan
Gambar 3.4
Stratigrafi cekungan Sumatera Selatan (Shell, 1978)