Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

STRUKTUR KAYU
Sambungan Kayu Dan Alat Sambung Kayu,Desain Pada Batang Kayu ( Batang Tekan
Dan Batang Tarik ), Dan Penetapan Ukuran Batang Kayu

OLEH :

MUH.RISQULLAH JAVIER 220201601024

ANDI FARHAM 220201601022

NABILA USMADILLA 220201601040

MUH ALWI 220201601039

MUH FAIZ JAWAHIR SYAM 220201601023

PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

TEKNIK SIPIL BANGUNAN GEDUNG

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR


Kata pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahanrahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalahtentang Konstruksi Rumah Kayu ini
dalam bentuk maupun isinya yangsederhana.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen struktur kayu yang telah memberikan
tugas ini dan juga membimbing.Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan.

Untukitu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalahini
bisa memberikan manfaat bagi yang membacanya

Makassar, 14 Maret 2023

Penyusun
Daftar isi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


kayu merupakan bahan produk alam,hutan. Kayu merupakan bahan bangunan yang
banyak orang atas pertimbangan tampil maupun kekuatan. Dari aspek kekutan, kayu
cukup kuat dan kaku walaupun bahan kayu tidak sepadat bahan baja atau beton.kayu
mudah dikerjakan disambung dengan alat relatif sederhana.bahan kayu merupakan bahan
yang dapat didaur ulang.karena dari bahan alami, kayu merupakan bahan bangunan ramah
lingkungan karena berasal dari alam, kita tak dapat mengontrol kualitas bahan kayu.
Sering kita jumpai cacat produk kayu gergajian baik yang disebabkan proses tumbuh
maupun kesalahan akibat olah produk dari kayu. Dibanding dengan bahan beton dan baja,
kayu memiliki kekurangan terkait dengan ketahanan keawetan kayu dapat membusuk
karena jamur dan kandungan air yang berlebihan,lapuk karena serangan hama dan kayu
lebih mudah terbakar jika tersulut api.
1.2 Rumusan Masalah
Pada MAKALAH ini penulis ingin membahas tentang sambungan Kayu dan alat sambung
kayu, desain pada batang kayu ( batang tekan dan batang Tarik ) dan penetapan ukuran
batang kayu.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Sambungan kayu dan alat sambung kayu
2.1.1 Sambungan Kayu
Karena alasan geometrik, konstruksi kayu sering kali memerlukan sambungan
perpanjang untuk memperpanjang kayu atau sambungan buhul untuk menggabungkan
beberapa batang kayu pada satu buhul/joint. Secara umum, sambungan merupakan
bagian terlemah dari suatu konstruksi kayu. Kegagalan konstruksi kayu sering
desebabkan oleh gagalnya sambungan dari pada kegagalan material kayu itu sendiri.
Beberapa hal yang menyebabkan rendanya kekuatan sambungan pada konstruksi
kayu, disebabkan oleh :
1. Terjadinya pengurangan luas tampang. Pemasangan alat sambung seperti baut,
pasak dan hubungan gigi akan mengurangi luas efektif penbampang kayu yang
disambung, sehingga kuat dukung batangnya akan lebih rendah bila
dibandingkan dengan batang yang berpenampang utuh.
2. Terjadinya penyimpangan arah serat. Pada buhul sering kali terjadi gaya yang
sejajar serat pada satu batang, tetapi tidak sejajr serat dengan batang yang lain.
Karena kekuatan kayu yang tidak sejajar serat lebih kecil dari pada yang sejajar
serat, maka kekuatan sambungan harus didasarkan pada kekuatan kayu yang
tidak sejajar serat (kekuatan yang terkecil).
3. Terbatasnya luas sambungan. Kayu memiliki kuat geser sejajar serat yang
kecil, sehingga mudah patah apabila beberapa alat sambung dipasang
berdekatan. Oleh karena itu, dalam penempatan alat sambung disyaratkan jarak
minimal antara alat sambung agar kayu terhindar dari kemungkinan pecah.
Dengan adanya ketentuan jarak tersebut, maka luas efektif sambungan (luas
yang dapat digunakan untuk penempatan alat sambung) akan berkurang dengan
sendirinya. Berdasarkan jumlah dan susunan kayu yang disambung, jenis
sambungan kayu dapat dibedakan atas; sambungan satu irisan
(menyambungkan dua batang Bahan sambungan dua irisan (menyambungkan
tiga batang kayu), dan sambungan empat irisan (menyambungkan lima batang
kayu).
2.1.2 Alat sambung kayu
Pada umumnya dalam penyambungan kayu diperlukan alat-alat penyambung.
Untuk memperoleh penyambungan yang kuat diperlukan alat-alat sambung yang
baik dengan cirri-ciri sebagai berikut :
1. Mudah dalam pemasangannya,
2. pengurangan luas kayu yang digunakan untuk menempatkan alat sambung
relative kecil atau bahkan nol,
3. Memilki nilai banding antara kuat dukung sambungan dengan kuat ultimit
batang yang disambung yang tinggi,
4. Menunjukkan perilkau pelelehan sebelum mencapai keruntuhan (daktail),
serta memiliki angka penyebaran panas (thermal conductivity) yang rendah.

Dalam menganalisa suatu alat penyambung kayu, tahanan lateral acuan sambungan
yang diijinkan (Zu) diperoleh dari persamaan berikut :

Zu = Φz . λ . Z’ …………………………………………… 2.1)

Dimana : Φz adalah faktor tahanan sambungan, Φz = 0,65; λ adalah faktor waktu


sesuai dengan jenis kombinasi pembebanan; Z’ adalah tahanan lateral alat sambung
(Z) yang menentukan telah dikalikan dengan faktor-faktor koreksi yang lain,yaitu:

a. Faktor koreksi masa layan

Cm adalah faktor koreksi layan basah, untuk memperhitungkan kadar air masa
layan yang lebih tinggi dari pada 19% untuk kayu massif dan 16% untuk
produk kayu yang dilem.

Ct adalah faktor koreksi temperatur, untuk memperhitungkan layan lebih tinggi


dari pada 38℃ secara berkelanjutan

Cpt adalah faktor koreksi pengawetan kayu, untuk memperhitungkan

pengaruh pengawetan terhadap produk-produk kayu dan sambungan. Crt


adalah

faktor koreksi tahan api, untuk memperhitungkan pengaruh perlakuan tahan api

terhadap produk-produk kayu dan sambungan.


1. Sambungan dengan paku
Alat sambungan paku sering dijumpai pada struktur dinding, lantai, dan
rangka. Paku tersedia dalam bentuk dan ukuran yang bermacam-macam. Paku
bulat merupakan jenis paku yang mudah diperoleh meskipun kuat dukungnya
relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan paku yang berulir (deform).
Umumnya diameter paku berkisar antara 2,75 mm sampai 8 mm dan
panjangnya
antara 40 mm sampai 200 mm. Angka kelangsingan paku (nilai banding antara
panjang terhadap diameter) sangat tinggi menyebabkan mudahnya paku untuk
membengkok saat dipukul.
Agar terhindar dari pecahnya kayu, pemasangan paku dapat didahului
dengan membuat lubang penuntun yang berdiameter 0,9D untuk kayu dengan
berat jenis diatas 0,6 dan berdiameter 0,75D untuk kayu dengan berat jenis
dibawah atau sama dengan 0,6 (D adalah diameter paku). Pemasangan paku
dapat dilakukan secara cepat dengan menggunakan mesin penekan (nai
fastening equipment).
Penyambungan kayu dengan menggunakan paku, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, antara lain :
a. Tahanan lateral acuan (Z)
Tahanan lateral acuan dari suatu sambungan yang menggunakan paku baja
pada sambungan satu irisan yang dibebani tegak lurus terhadap sumbu alat
pengencang dan dipasang tegak lurus terhadap sumbu komponen struktur,
diambil
sebagai nilai terkecil dari nilai-nilai yang dihitung menggunakan semua
persamaan di bawah ini yang dikalikan dengan jumlah alat pengencang (nf).
Dan
untuk dua irisan tahanan lateral acuan diambil dari dua kali tahanan acuan satu
irisan yang terkecil.
Dimana D adalah diameter paku (mm), ts adalah tebal kayu sekunder (mm),
Fe
adalah kuat tumpu paku (N/mm2), berdasarkan berat jenis kayu (G), Fem
adalah
kuat tumpu paku kayu utama, Fes adalah kuat tumpu paku kayu sekunder. Fyb
adalah kuat lentur paku (N/mm2) berdasarkan diameter paku (D), p adalah
kedalaman penetrasi efektif batang alat pengencang pada komponen pemegang
(mm), dan koefisien alat sambung paku menurut ketentuan berikut:
KD = 2,2 untuk D ≤ 4,3 mm
KD = 0,38D + 0,56 untuk 4,3 mm < D < 6,4 mm
KD = 3,0 untuk D > 6,4 mm
b. Faktor koreksi
Tahanan lateral acuan (Z) harus dikalikan dengan faktor koreksi, sebagai
berikut :
1) Kedalaman penetrasi (Cd)
Kedalaman penetrasi (Cd) dengan ketentuan berikut :
untuk p ≥ 12D Cd = 1,00
untuk 6D ≤ p < 12D Cd = p/12D
untuk p < 6D Cd = 0,00
2) . Serat ujung (Ceg)
Serat ujung Ceg = 0,67 untuk alat pengencang yang ditanamkan ke
dalam ujung serat kayu
3) Sambungan paku miring (Ctn)
Sambungan paku miring dengan ketentuan berikut :
Ctn = 0,83 (untuk sambungan paku miring)
Ctn = 1,00 (untuk sambungan paku tegak)
c. Penempatan Paku
Jarak penempatan paku pada suatu sambungan didasarkan pada diameter
paku (D) dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Jarak minimum dalam satu baris : 10D untuk pelat sisi dari kayu 7D
untuk pelat sisi dari baja
b. Jarak minimum antar baris : 5D
c. Jarak minimum ujung : - Beban tarik : 15D untuk pelat sisi dari kayu 5D
untuk pelat sisi dari baja - Beban tekan : 10D untuk pelat sisi dari kayu
5D untuk pelat sisi dari baja
d. Jarak minimum tepi yang dibebani : 10D
e. Jarak minimum tepi yang tidak dibebani : 5D
Dimana : D adalah diameter paku.
2. Sambungan dengan baut
Alat sambung baut umumnya terbuat dari baja lunak (mild steel) dengan
kepala berbentuk hexagonal, square, dome atau flat. Diameter baut berkisar
antara 12 mm sampai 30 mm. Untuk kemudahan memasang, lubang baut
diberi kelonggaran 1 mm. Alat sambung baut biasanya digunakan pada
sambungan dua irisan, dengan tebal minimum kayu samping 30 mm dan kayu
tengah 40 mm dan dilengkapi dengan cincin penutup. Penyambungan kayu
dengan menggunakan baut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara
lain :

a. Tahanan lateral acuan (Z)

Tahanan lateral acuan satu baut pada sambungan dua irisan yang
menyambung tiga komponen ditentukan dari nilai terkecil.
Dimana D adalah diameter baut (mm), tm adalah tebal kayu utama (mm), dan
ts
adalah tebal kayu sekunder (mm), Fe adalah kuat tumpu baut
(N/mm2),berdasarkan diameter baut (D), berat jenis kayu (G), dan sudut gaya
terhadap arah serat kayu (θ), Fem adalah kuat tumpu baut kayu utama, Fes
adalah kuat tumpu baut kayu sekunder, Fe// = 77,25 G ; Fe┴ = 212 G1,45. D-
0,5, Re = Fem / Fes, Fyb adalah tahanan lentur baut, umumnya sebesar 320
N/mm2, Kθ = 1 + (θ / 360°).
b. . Faktor koreksi
Tahanan lateral acuan (Z) harus dikalikan dengan faktor koreksi sebagai
berikut :
Jika b/4 > a, maka kelompok alat sambung baut di atas dianggap terdiri dari
2 baris dengan 10 baut tiap satu baris. Tetapi bila b/4 < a, maka kelompok
alat sambung di atas dianggap terdiri 4 baris dengan 5 baut tiap baris.
c. Faktor koreksi geometri (CΔ)
Faktor koreksi geometri (C∆) adalah nilai terkecil dari faktor-faktor
geometri yang disyaratkan :
- Jarak ujung :
C∆ = 1,00 untuk a ≥ aopt
C∆ = a / aopt untuk aopt / 2 ≤ a < aopt
- Jarak dalam baris alat pengencang :
C∆ = 1,0 untuk s ≥ sopt
C∆ = s / sopt untuk 3 D ≤ s < sopt
d. Penempatan Baut
lm adalah panjang pasak baut pada komponen utama pada suatu
sambungan
atau panjang total baut pada komponen sekunder (Is) pada suatu
sambungan, lm = 2 Is
Diperlukan spasi yang lebih besar untuk sambungan yang menggunakan
ring.
Spasi tegak lurus arah serat antar alat-alat pengencang terluar pada suatu
sambungan tidak boleh melebihi 127 mm, kecuali bila digunakan pelat
penyambung khusus atau bila ada ketentuan mengenai perubahan dimensi
kayu.
3. Sambungan gigi
Sambungan gigi mempunyai fungsi utama untuk mendukung beban desak.
Sambungan gigi diperoleh dengan cara membuat takikan pada bagian
peretemuan kayu. Sambungan gigi termasuk sambungan tradisional,
penyaluran beban pada sambungan dilakukan tanpa alat sambung tetapi
dengan memanfaatkan luas bidang kontak kayu. Berdasarkan besarnya
kemampuan dukung beban desak, sambungan gigi ada dua macam, yaitu
sambungan gigi tunggal dan sambungan gigi majemuk/rangkap.
4. Sambungan Dengan Perekat
Bila dibandingkan dengan alat sambung yang lain, perekat/lem termasuk
alat sambung yang bersifat getas, bagian-bagian kayu keruntuhan sambungan
dengan alat sambung perekat/lem terjadi tanpa adanya peristiwa pelelehan.
Alat
sambung perekat/lem umumnya digunakan pada struktur balok susun, atau
produk kayu laminasi (glue laminated timber). Sambunagn dengan perekat/lem
berlainan dengan sambungan paku, baut dan pasak. Bagian-bagian kayu tidak
disambung pada titik-titik, melainkan pada bidang-bidang, sehingga
mempunyai kekakuan yang jauh lebih tinggi. Kekakuan tersebut merugikan
dalam sambungan rangka batang, karena timbulnya tegangantegangan
sekunder yang besar. Akan tetapi untuk balok-balok tersusun, sambungan
dengan perekat lebih menguntungkan.
2.2 Desain pada batang kayu ( batang tekan dan batang Tarik)

2.3 Batang tekan adalah


batang yang mengalami
gaya tekan. Dalam struktur,
batang ini
2.4 biasanya dapat berupa
kolom, pier jembatan atau
batang-batang diagonal
pada rangka
2.5 batang. Perhitungan
kuat tekan nominal batang
tekan didasarkan pada
asumsi batang
2.6 tekan murni yaitu
batang yang tidak
mengalami momen dan
gaya lintang, hanya ada
2.7 gaya normal tekan
yang bekerja sentris, tepat
pada garis berat
penampang. Berbeda
2.8 dengan batang tarik,
dimana kuat tarik
nominalnya tidak
bergantung dari bentuk dan
2.9 ketebalan penampang,
pada batang tekan bentuk
dan ketebalan penampang
sangat
2.10 mempengaruhi kuat
nominalnya. Rumus-rumus
yang dipakai untuk
menghitung kuat
2.11 tekan nominal batang
berbeda-beda tergantung
dari bentuk penampangnya.
Pada buku
2.12 ini tidak semua
rumus kuat tekan
nominal yang
berhubungan dengan
bentuk
2.13 penampang
ditampilkan, namun hanya
rumus untuk bentuk
penampang yang umum
2.14 dipakai saja yang
dibahas.
2.15 Batang tekan adalah
batang yang mengalami
gaya tekan. Dalam struktur,
batang ini
2.16 biasanya dapat berupa
kolom, pier jembatan atau
batang-batang diagonal
pada rangka
2.17 batang. Perhitungan
kuat tekan nominal batang
tekan didasarkan pada
asumsi batang
2.18 tekan murni yaitu
batang yang tidak
mengalami momen dan
gaya lintang, hanya ada
2.19 gaya normal tekan
yang bekerja sentris, tepat
pada garis berat
penampang. Berbeda
2.20 dengan batang tarik,
dimana kuat tarik
nominalnya tidak
bergantung dari bentuk dan
2.21 ketebalan penampang,
pada batang tekan bentuk
dan ketebalan penampang
sangat
2.22 mempengaruhi kuat
nominalnya. Rumus-rumus
yang dipakai untuk
menghitung kuat
2.23 tekan nominal batang
berbeda-beda tergantung
dari bentuk penampangnya.
Pada buku
2.24 ini tidak semua
rumus kuat tekan
nominal yang
berhubungan dengan
bentuk
2.25 penampang
ditampilkan, namun hanya
rumus untuk bentuk
penampang yang umum
2.26 dipakai saja yang
dibahas.
2.2.1 Batang tekan
Batang tekan adalah batang dari suatu rangka batang atau elemen kolom
padabangunan gedung yang menerima tekan searah panjang batang. Elemen struktur
denganfungsi utama mendukung beban tekan sering dijumpai pada struktur truss
atau frame.Padastruktur frame, elemen struktur ini lebih dikenal dengan nama
kolom.Perencanaan dimensibatang tekan lebih sulit dari pada perencanaan batang
tarik, karena perilaku tekuk lateralmenyebabkan timbulnya momen sekunder
(secondary moment) selain gaya aksial tekan.Perilaku tekuk ini dipengaruhi oleh
nilai kelangsingan kolom yaitu nilai banding antarapanjang efektif kolom dengan
jari-jari girasi penampang kolom. Apabila nilai kelangsingansangat kecil (kolom
pendek/short column/stocky column), maka serat-serat kayu padapenampang kolom
akan gagal tekan (crushing failure). Tetapi bila angka kelangsingan kolomsangat
tinggi (kolom langsing/long column), maka kolom akan mengalami kegagalan
tekukdan serat-serat kayu belum mencapai kuat tekannya atau bahkan masih ada
pada kondisielastik (lateral buckling failure). Kebanyakan kolom memiliki nilai
kelangsingan diantarakedua nilai ekstrim tersebut, dan disebut intermediate column.
a. Gaya tekan kritis
Analisis gaya tekan kritis kolom untuk beberapa macam tumpuan dapat
dilihat padabanyak buku yang membahas mekanika material, atau
stabilitas struktur (Timoshenko dkk,1951 dan Chen dkk, 1987).
Beberapa anggapan yang digunakan untuk memperoleh gayatekan kritis
kolom adalah:.
1) kolom lurus (tidak bengkok),
2) gaya tekan bekerja pada titik berat penampang kolom,
3) perilaku bahan kayu bersifat linier,
4) defleksi lateral kolom sebagai akibat dari momen tekuk saja;
defleksi lateral akibatgaya geser diabaikan,
5) defleksi aksial kolom sangat kecil, sehingga curvature kolom dapat
didekati dengandiferensial orde dua atas defleksi lateral
gaya tekan kritis kolom dengan tumpuan kedua ujung adalah sendi
atau jepit dapat diperoleh Gaya tekan kritis ini dikenal dengan nama
gaya tekan Euler (Pe).
Dengan E adalahmodulus elastis, I adalah momen inersia, dan L adalah
panjang kolom. Karena gaya tekan Euler diperoleh berdasarkan
anggapan material kayu berperilaku elastis,maka gaya tekan Euler
sesuai untuk kolom dengan angka kelangsingan tinggi. Sedangkan
untuk kolom pendek atau menengah, gaya tekan Euler menjadi tidak
sesuai
Gaya tekan kritis untuk kolom tumpuan sendi-sendi:
2
n EI
p e= 2
(L )
Gaya tekan kritis untuk kolom tumpuan jepit-jepit
2
4 n EL
pe= 2
(L )
b. Perencanaan batang tekan
Menurut SNI-5 Tata cara perencanaan konstruksi kayu (2002), batang
tekan harusdirencanakan sedemikian sehingga

Dengan Pu adalah gaya tekan terfaktor, adalah faktor waktu,c = 0,90


adalahfaktor tahanan tekan sejajar serat, dan P’ adalah tahanan
terkoreksi. Tahanan koreksi adalahhasil dari perkalian tahanan acuan
dengan faktor-faktor koreksi.
c. Panjang efektif kolom
Panjang kolom tak-terkekang atau panjang bagian kolom tak terkekang
(
L) harusdiambil sebagai jarak pusat-ke-pusat pengekang lateral.
Panjang kolom tak-terkekang harusditentukan baik terhadap sumbu kuat
maupun terhadap sumbu lemah dari kolom tersebut.Panjang efektif
kolom untuk arah yang ditinjau harus diambil sebagai
KeL , dimana Ke adalahfaktor panjang tekuk untuk komponen struktur
tekan. Ke tergantung pada kondisi ujungkolom dan ada atau tidak
adanya goyangan. Untuk kolom tanpa goyangan pada arah yangditinjau,
factor panjang tekuk (Ke) harus diambil sama dengan satu kecuali jika
analisismemperlihatkan bahwa kondisi kekangan ujung kolom
memungkinkan digunakannya faktorpanjang tekuk yang lebih kecil
daripada satu. Untuk kolom dengan goyangan pada arah yangditinjau,
faktor panjang tekuk harus lebih besar daripada satu dan ditentukan
berdasarkananalisis mekanika dengan memperhitungkan kondisi
kekangan ujung kolom. Nilai Ke untukbeberapa jenis kondisi kekangan
ujung dan untuk keadaan dengan goyangan serta tanpagoyangan dapat
ditentukan menggunakan hubungan.
Kelangsingan kolom adalah perbandingan antara panjang efektifkolom
pada arah yangditinjau terhadap jari-jari girasi penampangkolom

2.2.2 Batang Tarik

2.3 Penetapan Ukuran Batang Kayu


2.3.1 Persyaratan
1. Syarat ukuran
Sistem satuan ukuran yang diterapkan adalah sistem Satuan Internasional
(SI), yaitu:
a. Satuan untuk diameter (d) adalah centimeter (cm), dengan kelipatan 1 cm
penuh, maksudnya apabila hasil pengukuran atau perhitungan terdapat
angka di belakang koma(desimal), harus diabaikan atau dibulatkan ke
bawah;
b. Satuan untuk panjang kayu (p) adalah meter (m), dengan kelipatan 10 cm,
maksudnya apabila hasil pengukuran terdapat angka kurang dari 10 cm,
harus diabaikan atau
dibulatkan ke bawah;
c. Satuan untuk isi kayu adalah meter kubik (m3), dengan penulisan 2 (dua)
angka dibelakang. koma, kecuali diameter 4 cm sampai dengan diameter
10 cm dan panjang kurangdari 2 mpenulisannya 3 (tiga) angka di belakang
koma (desimal). tata cara penetapan isi kayu bundar dengan mengacupada
rumus Brereton metric.
d. satuan untuk berat kayu adalah ton, dengan penulisan 3 (tiga) angka
dibelakang koma
e. satuan untuk isi kayu tumpukan adalah sm, dengan penulisan 2 (dua)
angka di belakang koma
2. Pengukuran Dan Penetapan Isi Kayu
Pengukuran dilakukan secara sensus (100%) terhadap diameter dan
panjang kayu bundar, untuk menetapkan isi kayu bundar dengan rumus
Brereton metric.
alat-alat yang digunakan untuk mengukur yaitu : pita ukur,pita phi,dan
tongkat ukur.
3. Cara Pengukuran
Penetapan diameter untuk mencari isi
a. Ukur garis tengah terpendek (d1) dan garis tengah terpanjang (d2)
melalui titik pusat bontos(B) pada bontos pangkal (Bp), kemudian ukur
garis tengah terpendek (d3) dan garis tengah terpanjang (d4) melalui
titik pusat bontos (B) pada bontos ujung (Bu) tanpa kulit.
b. Diameter kayu (d) ditetapkan dengan menggunakan rumus
dp +du
d=
2
Keterangan:
d adalah diameter kayu, dinyatakan dalam cm
dp adalah diameter pangkal, dinyatakan dalam cm
du adalah diameter ujung, dinyatakan dalam cm
c. Penetapan Panjang (P)
Cara pengukuran kayu bundar lurus, potongan bontos siku dan rata.
Pengukuran panjang kayu bundar dilakukan dengan cara meletakkan
meteran pada
badan kayu sejajar dengan sumbu kayu, Panjang ditetapkan dengan
cara mengukur jarak terpendek antara kedua bontos sejajar
sumbu kayu dalam satuan meter dengan kelipatan 10 cm.
d. Penetapan isi (I)
a) Tetapkan isi kayu bundar menggunakan rumus atau melihat
Lampiran B berdasarkan angka diameter (d) dan panjang
(p).Pembuatan Lampiran B menggunakan rumus sebagai
berikut:
1
nx d 2x p
4
I=
10.000 ¿
¿
Keterangan:
I adalah isi kayu bundar, dinyatakan dalam m3
𝜋 adalah 3,1416 (pembulatan 4 desimal dibelakang koma)
¼ 𝜋 adalah 0,7854 (pembulatan 4 desimal dibelakang koma)
d adalah diameter kayu bundar, dinyatakan dalam cm
p adalah panjang kayu bundar, dinyatakan dalam m
b) Kayu bundar eboni dan jenis kayu lainnya yang mempunyai
sifat kekhususan dan atau telah ditetapkan menurut
perundangan yang berlaku, selain dalam satuan isi (m3),dapat
juga dinyatakan dalam satuan berat (ton) dengan konversi 1 ton
= 0,833 m3 (1 m3 = 1,2 ton).
c) Angka konversi hasil hutan sortimen Kayu Bulat Kecil (KBK)
kayu energi jenis Kaliandra (Caliandra calothyrsus) dan Gamal
(Gliricida sephium) adalah 1 sm = 0,41 m3 = 331,7 kg. Angka
konversi ini ditetapkan berdasarkan hasil pengukuran kayu
secara langsung setelah penebangan/pemanenan (kayu segar)
e. Penetapan isi cacat (Ic)
Untuk kayu bundar yang menggunakan Lampiran B, apabila terdapat
cacat-cacat yang dapat
mereduksi atau mengurangi isi, maka isi kayu bundar harus dikurangi
dengan isi cacat
tersebut, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Ib = Ik − Ic
Keterangan:
Ib adalah isi bersih, dinyatakan dalam m3
Ik adalah isi kotor, dinyatakan dalam m3
Ic adalah isi cacat (CBo, Cgu, dan Cgrb), dinyatakan dalam m3
f. Penetapan isi cacat bontos (ICBo)
Untuk mencari isi cacat bontos (ICBo) dengan menggunakan Lampiran
C, dengan cara sebagai berikut:
a) Amati cacat bontos (CBo) yang terdapat pada kedua bontos,
kemudian ukur panjang dan lebar cacat pada setiap bontosnya.
Diameter cacat pada setiap bontosnya adalah ratarata panjang dan lebar
cacat.
b) Apabila cacat bontos hanya terdapat pada satu bontos, diukur
panjang dan lebar cacat bontos kemudian dirata-ratakan.
c) Kedalaman cacat bontos dianggap sepanjang kayu.
Keterangan:
ØCBo1 adalah diameter cacat bontos terbesar dinyatakan dalam cm
ØCBo2 adalah diameter cacat bontos terkecil, dinyatakan dalam cm
a dan c adalah panjang cacat, dinyatakan dalam cm
b dan d adalah lebar cacat, dinyatakan dalam cm
Untuk menetapkan diameter rata-rata cacat bontos, menggunakan
rumus:

∅CBo1
a+ b
∅ CBo 1=
2
∅CBo2
c +d
∅ CBo 2=
2
Ukuran cacat bontos (ØCBo) kayu bundar yang dipergunakan adalah
rata-rata CBo1 dan CBo2
CBo 1+ CBo 2
∅ CBo=
2
CBo diukur dalam satuan cm penuh dengan pembulatan ke atas
(memberatkan cacat)
Isi cacat bontos adalah isi kayu persegi empat sama sisi (balok)
dengan sisi-sisinya adalah ØCBo, dengan rumus sebagai berikut
∅ CBo 2
ICBo= xp
10.000

Keterangan:
ICBo adalah isi cacat bontos, dinyatakan dalam m3
ØCBo adalah diameter cacat bontos, dinyatakan dalam cmp adalah
panjang kayu, dinyatakan dalam
10.0 adalah konversi dari satuan m2 dan cm2
g. Penetapan isi cacat growong badan ( ICgrb)
Cara pengukuran cacat growong badan
a) Ukur panjang cacat growong badan (pgrb)
b) Kedalaman growong = diameter rata-rata growing
c) Rumus mencari Isi kotor (Ik), isi cacat growong badan (ICgrb) dan
bersih (Ib) adalah sebagai berikut:
0,7854 x d 2 x p 0,7854 x d 2 x pgrb
I= (1) I Cgrb (2)
2a 10.000
𝐼𝑏 = 𝐼𝑘 – 𝐼𝐶𝑔𝑟b (3)
Keterangan:
ICgrb adalah Isi cacat growong badan, dinyatakan dalam m3
d adalah diameter rata-rata kayu bundar bila growong tembus atau jari-
jari kayu
bundar bila growong tidak tembus
p adalah panjang kayu bundar
pgrb adalah panjang growong badan
Ik adalah isi kotor
Ib adalah isi bersih
h. Penetapan isi bersih (Ib), menggunakan rumus sebagai berikut:
Ib = Ik − Ic
Keterangan:
Ib adalah Isi bersih, dinyatakan dalam m3
Ik adalah isi kotor dinyatakan dalam m3
Ic adalah isi cacat, dinyatakan dalam m3
i. Pernyataan hasil
Hasil dinyatakan berdasarkan pasal 5.1.4.
j. Laporan hasil
Hasil dinyatakan dalam bentuk daftar.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai