Anda di halaman 1dari 17

1PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Kebutuhan kayu di Indonesia setiap tahun terus meningkat dengan
jumlah produksi kayu bulat adalah sebesar 43,87 juta m3 (BPS
Indonesia, 2015). Banyaknya kayu bulat yang diproduksi tersebut
menandakan bahwa industri kayu pada saat sekarang ini telah
berkembang pesat dan memiliki permintaan yang tinggi (Pramithasari,
2011). Sedangkan di Indonesia ada tiga macam industri kayu yang
secara dominan menggunakan kayu dalam jumlah relatif besar, yaitu
penggergajian, kayu lapis, dan pulp kertas. Saat ini yang sering
menimbulkan masalah adalah limbah penggergajian yang kenyataannya
masih menumpuk.
Limbah utama dari industri dibedakan menjadi beberapa jenis
diantaranya kulit kayu, potongan-potongan kayu dan serpihan kayu hasil
penggergajian dan pemotongan, serta serbuk kayu dan debu.
Sedangkan menurut (Purwanto, 2011) komposisi limbah kayu pada
industri penggergajian adalah sebetan kayu 22%; potongan kayu 8%
dan serbuk kayu 10%. Salah satu industri pengolahan kayu yang masih
banyak terdapat limbah potongan kayu adalah industri meubel. Maka
diperlukan alternative untuk mengoptimalkan potongan-potongan kayu
tersebut, dengan menggabungkan salah satu atau lebih jenis kayu yang
direkatkan menjadi satu kesatuan yang dalam bahasa asing biasa
disebut glue-laminated (glulam) timber (Kayu laminasi). Teknik laminasi
ini guna membantu untuk menambahkan produk furniture yang bernilai
ekonomi dari produk utamanya seperti, meja, kayu, kursi, lemari dll.
Kayu laminasi merupakan kombinasi beberapa jenis kayu menjadi satu
kesatuan yang utuh. Kayu laminasi dapat dirancang dan dibuat dengan
mengkombinasikan dua jenis kayu dengan kelas yang berbeda
sehingga pemakaian kayu akan lebih efisien (Anshari, 2006). Saat ini
papan laminasi sudah menjadi trend di dunia konstruksi, karena kayu
laminasi memiliki kualitas yang bagus dan beberapa keunggulan
dibandingkan kayu utuh atau kayu keras. Seperti pengadaan kayu
material kayu yang dilaminasi lebih mudah dan cepat serta penggunaan
kayu lebih optimal. Menurut Wulandari,T,F (2012) papan laminasi dapat
menghasilkan ukuran papan yang lebar dan panjang sesuai dengan
yang dibutuhkan karena penyambungan dilakukan sepanjang yang
dibutuhkan.
Menurut Sucipto (2009) Cit Manik (1997) ada banyak faktor yang
mempengaruhi kualitas kayu lamina antara lain adalah bahan baku,
persyaratan bahan baku adalah memiliki kerapatan serat dan berat jenis
yang berdekatan. Selain itu juga lem yang digunakan harus sesuai

1
dengan tujuan penggunaan lamina. Hal lain yang harus diperhatikan
adalah bentuk sambungan, proses leman dan pengempaan. Hal ini
akan mempengaruhi kualitas kayu lamina.
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pokok permasalahan yang terdapat pada latar belakang,
maka penelitian ini diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1) Bagaimana sifat fisika dan mekanika papan lamina dari limbah
potongan kayu industri meubel?
2) Bagaimana pengaruh perbedaan warna kayu terhadap sifat fisika
dan mekanika papan lamina?
3) Bagimana pengaruh perbedaan arah orientasi kayu terhadap sifat
fisika dan mekanika papan lamina?

1. 3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas maka maksud dan tujuan dari
penelitian adalah :
1) Mengetahui sifat fisika dan mekanika papan lamina dari limbah
potongan kayu industri meubel.
2) Mengetahui pengaruh perbedaan warna kayu terhadap sifat fisika
dan mekanika papan lamina.
3) Mengetahui pengaruh perbedaan arah orientasi kayu terhadap sifat
fisika dan mekanika papan lamina.

1. 4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, manfaat yang dapat diambil
adalah :
1) Dapat dijadikan sebagai upaya untuk pengembangan dan
pemanfaatan alternative bahan kayu dengan teknik laminasi.
2) Dapat memberi nilai tambah pada limbah potongan kayu industri
meubel sebagai produk papan laminasi.

1. 5 Hipotesis
1) H0 = Faktor apa yang tidak berpengaruh terhadap sifat fisika dan
mekanika papan lamina dari limbah industri meubel.
2) H1 = Faktor apa yang berpengaruh terhadap sifat fisika dan
mekanika papan lamina dari limbah industri meubel.
3) H0 = Faktor apa yang tidak berpengaruh dari perbedaan warnakayu
terhadap sifat fisika dan mekanika papan lamina dari limbah industri
meubel.

2
4) H1 = Faktor apa yang berpengaruh dari warna kayu terhadap sifat
fisika dan mekanika papan lamina dari limbah industri meubel.
5) H0 = Faktor apa yang tidak berpengaruh dari perbedaan arah
orientasi terhadap sifat fisika dan mekanika papan lamina dari limbah
industri meubel.
6) H1 = Faktor apa yang berpengaruh dari perbedaan arah orientasi
terhadap sifat fisika dan mekanika papan lamina dari limbah industri
meubel.

3
1. 6 Bagan Alur Penelitian

Limbah Industri Meubel

Penyerutan dan pemotongan


sortimen kayu

Pengamplasan dan
(Bajur,pengovenan
Mahoni dan kempas
kayu

Perakitan

(Bajur, Mahoni dan kempas

Pengkleman selama 24 jam

(Bajur, Mahoni dan kempas

Papan lamina dan


Pengkondisian

(Bajur, Mahoni dan kempas

Uji sifat fisika dan mekanika


ASTM D 143
Uji Fisika: Mekanika:
(Bajur, Mahoni dan kempas Kerapatan MOE
Kadar Air MOR

Analisis Data

(Bajur, Mahoni dan kempas


Gambar 1.1 Bagian alur proses penelitian papan lamina

(Bajur, Mahoni dan kempas 4


(Bajur, Mahoni dan kempas
(Bajur, Mahoni dan
kempas
2 TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Sifat Fisika dan Mekanika Kayu
Sifat fisika dan mekanika kayu menurut Oka (2009) adalah :
a. Sifat fisika kayu
 Kadar air
Kayu merupakan material yang bersifat higroskopis yang
dipengarui kelembaban udara sekitarnya. Kadar air akan
berpengaruh terhadap kekuatan kayu, semakin kecil kadar air
kekuatan kayu akan bertambah dan juga sebaliknya.
 Kerapatan Kayu
Kerapatan kayu adalah perbandingan antara berat kayu dibagi
dengan volume kayu. Kerapatan akan berpengaruh terhadap
kekuatan kayu, semakin besar kerapatan kayu akan diikuti
dengan meningkatnya kekuatan kayu dan begitu juga
sebaliknya. Kerapatan dapat memberikan gambaran keadaan
suatu bahan untuk menahan beban mekanik dan merupakan
sifat fisis suatu bahan bangunan.
b. Sifat mekanika kayu
Sifat mekanika adalah sifat yang berhubungan dengan
kekuatan bahan dan merupakan ukuran kemampuan suatu
bahan dalam menahan gaya luar yang bekerja padanya. Sifat
mekanika kayu diketahui dari berbagai penelitian yang
bertujuan untuk memanfaatkan kayu secara maksimal sebagai
struktur dan bahan bangunan.Sifat mekanika yang penting
berhubungan dengan respon meliputi kuat tekan, kuat geser,
kuat tarik dan kuat lentur. Sedangkan menurut (Rahmalia,
2016) Cit Sumarni, 2010) sifat-sifat mekanik atau kekuatan kayu
untuk mengukur kemampuan kayu dalam menahan gaya- gaya
atau beban yang mengenainya. Batang kayu merupakan benda
yang anisoptrop artinya kekuatannya untuk ke semua arah
batang adalah tidak sama. Untuk itu dibedakan atas arah
sumbu: longitudinal (sejajar serat), radial (tegak lurus serat),
dan tangensial.
2. 2 Kayu Laminasi
2. 3 Teknologi Laminasi
Teknologi laminasi adalah teknik penggabungan bahan dengan bantuan
perekat, bahan bangunan berukuran kecil dapat direkatkan membentuk
komponen bahan sesuai keperluan.Teknik laminasi juga merupakan

5
cara penggabungan bahan baku yang tidak seragam atau dari berbagai
kualitas (Gunawan, 2007).
2. 4 Keuntungan Kayu Lamina
Keuntungan kayu lamina menurut (Patulak, 2012) Cit Endang
Sastradimadja, 1999) adalah: (1) persediaan bahan mudah, Karena
kayu berukuran kecil dapat menghasilkan balok ukuran besar, (2) dapat
menghasilkan bahan yang lebih panjang dan tebal, (3) kelemahan yang
terdapat pada kayu lamina dapat dikurangi, (4) dapat dibuat bentuk
melengkung, dan (5) dapat dibuat dari kayu yang berkualitas rendah.
2. 5 Jenis Sambungan
Tipe-tipe sambungan pada kayu (Rahmalia, 2016) Cit Teodarmo, 2012)
adalah :
1) Sambungan tegak (butt joint)adalah sambungan dengan dua
permukaan bilah rata dan direkatkan kedua ujungnya.
2) Sambungan jari (finger joint) adalah sambungan yang memiliki
bilah berbentuk jari-jari runcing yang direkatkan dan memiliki
kekuatan ikat dari jari-jari yang terbentuk sambungan jari (finger
joint) memiliki permukaan sambungan miring bertingkat.
Sambungan jari dibuat dengan baik akan mudah mencapai
kekuatan sambungan sekitar 85% dari kayu utuhnya. Kekuatan
sambungan jari dipengaruhi beberapa factor seperti rancang
bangun jari (finger joint design), sudut kemiringan jari (slope
angle = ɸ) dan kelas kuat kayu. Dalam hubungan ini, bila
kerapatan kayu lebih kurang dari 0,45 kg.m3 biasanya sesuai
untuk sambungan jari.
3) Sambungan miring (scarf joint)
Sambungan yang memiliki bilah miring untuk mendapatkan luas
rekatan yang lebih besar.
4) Sambungan lidah dan alur (tongue and groove joint)
Sambungan yang berbentuklidah pada bagian ujungnya.
Sambungan ini umumnya digunakan dalam sambungan
penutup lantai atau langit-langit, panel kayu, dan sebagainya.
5) Sambungan bangku (desk joint)
Sambungan ini memiliki bentuk sambungan seperti tangga atau
bangku yang umumnya digunakan dalam penyambungan
papan kayu.
2. 6 Perekatan Kayu
Teori perekatan menyangkut perekatan mekanik yaitu perekatan yang
terjadi karena bahan perekat memasuki pori kayu dan setelah kering
membentuk akar garis perekat, dan perekatan spesifik yaitu perekatan
6
terjadi karena kekuatan tarik menarik antar molekul bahan yang
direkatkan. Penyambungan kayu dengan perekat memberi beberapa
keuntungan antara lain :
1. Sambungan tidak mengurangi luas tampang kayu
2. Kekuatan perekatan merata
3. Berat sambungan kecil
4. Penampilan hasil sambungan cukup baik
Perekatan dilakukan dengan melaburkan bahan perekat atau resin pada
kayu yang disambung, kemudian diberikan tekanan sebesar 0,7 MPa
untuk kayu lunak dan 1 MPa untuk kayu keras. Tebal resin yang dapat
menghasilkan keteguhan rekat yang baik berkisar antara 0,051 – 0,254
mm. Kekuatan perekatan disamping ditentukan oleh cara dan
kekuatan bahan perekatnya, juga dipengaruhi oleh sifat dan kondisi
kayu seperti kadar air, berat jenis, arah serat, porositas dan wettabilitas
kayu (Ginting, 2006).
2. 7 Polyvinyl Acetate (PVAc)
Menurut Wijaya (2017) perekatan polyvinyl asetat tidak memerlukan
kempa panas.Keuntungan utama dari polyvinyl asetat melebihi perekat
urea formaldehida, karena kemampuannya menghasilkan ikatan rekat
yang cepat pada suhu kamar.
2. 7 Teknologi Perekatan Kayu
Menurut Jokosisworo (2017) tahap-tahap pengerasan perekat dan
pembentukan garis perekat adalah:
1) Flow
2) Transfer
3) Penetration
4) Wetting
5) Solidification
2. 10 Proses Perekatan
Menurut Darwis (2010) dalam perekatan kayu dipergunakan istilah glue
spead adalah jumlah perekat yang dilaburkan per satuan luas
permukaan bidang rekat yang menggambarkan banyaknya perekat
terlabur agar tercapainya garis perekat yang pejal yang kuat. Satuan
luas permukaan rekat ditentukan dengan satuan Inggris yakni seribu
kaki persegi (1000 square feet) dengan sebutan MSGL (Multilayer
Single Glue Line) yang dinyatakan dalam satuan pound (ℓ bs). Bila
kedua bidang permukaan dilabur maka disebut MDGL (Multilayer
Double Glue Line) atau pelabur dua sisi [3]. Di laboratorium, satuan
perekat dikonversikan menjadi lebih sederhana yang disebut GPU
(grampick up)
7
𝑆. 𝐴
GPU = (1)
317,5

dimana :

GPU = Gram Pick Up (gram)


S = jumlah perekat yang dilaburkan (lb / MDGL)
A = luas bidang yang akan direkatkan (𝑖𝑛2 )

Dalam satuan centimeter persegi


𝑆. 𝐴
GPU = (2)
2048,3

Perlu diperhatikan waktu ikat / setting time dari bahan perekat dimana
adukan perekat sebaiknya dipergunakan segera sesudah pembuatan
sehingga daya rekat dan hasil yang diperoleh maksimal. Langkah
pengerasan perekatan terdiri dari lima langkah yaitu proses flowing
(aliran perekatan), transfer (perpindahan dari sisi terlabur ke sisi yang
tidak dilabur), penetration (masuknya bahan perekat kedalam bahan
yang direkat), wetting (pembasahan kayu oleh larutan perekat), serta
solidification (pengerasan perekat) (3).

2. 9 Pengempaan
Pengempaan produk perekatan atau rakitan perekatan bertujuan untuk
menempelkan lebih rapat kedua bidang kontak kayu, sehimgga garis
perekat dapat membentuk serata dan sepejal mungkin dengan
ketebalan setipis mungkin.Oleh karenanya penekanan rakitan yang
cukup kuat dan seragam serta homogeny pada semua permukaan
bahan yang direkat sangat penting dan diharuskan. Pengempaan ini
mengakibatkan pula penekanan perekat agar mengaliri sisi (flow) atau
meresap ke dalam bahan yang direkat (penetration) dengan
meninggalkan sebagian perekat yang tetap berada di permukaan bahan
perekat direkat dan dilanjutkan dengan pengerasan perekat untuk
menahan ikatan agar tetap kuat (Rifaby, 2005 Cit Prayitno, 1996)
2. 11 Penelitian Terdahulu
Dari penelitian-penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan dapat
diketahui sifat fisika dan mekanika papan lamina diantaranya :
1. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Djoko Purwanto
(2011)mengenai, Pembuatan Balokdan Papandari LimbahIndustri
Kayudapat disimpulkan bahwa :
a) Balok dan papan laminasi yang dibuat dari limbah sabetan
kayu, dalam jumlah lapisan empat untuk balok dan tiga
untuk papan dan dengan berat labur perekat 200 gr/m2
8
menghasilkan kualitas kekuatan mekanik yang memadai
untuk bahan baku meubel dan memenuhi syarat SNI 01-
06068-89.
b) Pemanfaatan limbah sebetan kayu dapat memberikan nilai
tambah berupa substitusi bahan baku meubel, penyerapan
tenaga kerja pengelolaan lingkungan, pendapatan
masyarakat/pemerintah dan keuntungan bagi pengusaha
industry kecil pembuatan kayu lamina.
2. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Praja et.Al
(2006) mengenai, Pengaruh Pola Sambungan dan Banyaknya
Jumlah Lapisan Terhadap Sifat Fisika dan Mekanika Papan Lamina
Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula Miq) dapat disimpulkan
bahwa :
a) Pola sambungan dan banyaknya jumlah lapisan
berpengaruh terhadap sifat mekanika papan lamina kayu
Meranti merah (Shorea leprosula Miq) tetapi tidak
berpengaruh terhadap sifat fisika yaitu kadar air.
b) Berdasarkan pengujian fisika nilai rata-rata kadar air papan
lamina kayu meranti merah = 12,21%, sedangkan SNI untuk
kadar air 14%, maka kadar air papan lamina kayu meranti
merah masuk standar karena nilai kadar airnya lebih kecil
dari standar SNI.
3. Berdasarkan Penelitian yang pernah dilakukan oleh Irhamna (2017)
mengenai Studi Eksperimental Efektifitas Sambungan Jari (FINGER
JOIN) dengan Variasi Jenis Perekat Terhadap Kuat Lentur Balok
Kayu Laminasi, menggunakan Set Up Pengujian Kuat lentur Balok
Laminasi yaitu : Pengujian kuat lentur balok laminasi dilaksanakan
berdasarkan SNI 03-3972-1995 dan menggunakan Universal Flexure
and Transverse Testing Machine. Balok laminasi dengan dimensi 5
cm x 6 cm x 165 cm. Balok laminasi diletakkan pada dua perletakan
dengan jarak antar perletakan 150 cm dan diberi gaya P terpusat di
atasnya. Beban P akan dicatat setiap kenaikan lendutan sebesar
0,5 mm sampai balok mengalami keruntuhan yang ditandai
pembacaan beban menurun. Pada tengah batang dan di bawah
beban terpusat sampel dipasang alat pengukur penurunan yang
terjadi. Alat ini berupa dial yang berhubungan dengan jarum
pengukur penurunan yang dapat menunjukkan pergerakan yang
terjadi sampai dengan ketelitian 0,001 mm.

9
3 METODELOGI

3. 1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
Menurut Nugroho (2012) Pengertian Metode Eksperimen adalah suatu
percobaan yang dilakukan untuk membuktikan suatu hipotesis.
3. 2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan diLaboratorium Teknologi Hasil Hutan dan
Silvikultur Program Studi Kehutanan Universitas Mataram untuk uji
fisika, sedangkan untuk uji mekanika dilakukan diLaboratorium Struktur
dan Bahan Fakultas Teknik Sipil Universitas Mataram. Waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2018.
3. 3 Alat dan Bahan Penelitian
3. 3. 1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Clemping (Alat kempa dingin) berfungsi untuk pengempaan papan
lamina agar benda yang direkat dengan perekat dapat saling
berekatan dan memperkuat perekatan.
2. Alat pelabur perekat/kuas berfungsi untuk mengoles atau
meleburkan perekat pada sortimen kayu yang akan disambung.
3. Timbangan analitik berfungsi untuk menimbang berat dan kadar air
kayu.
4. Alat pengujian mekanika yaitu Universal Testing Machine,
5. Mesin serut (Planner) berfungsi menyerutkan kayu agar permukaan
kayu menjadi halus.
6. Oven berfungsi untuk mengeringkan kadar air kayu dan benda uji
sifat fisika.
7. Kaliper berfungsi untuk mengukur dimensi kayu
8. Mesin pemotong berfungsi untuk memotong kayu menjadi sortimen-
sortimen kayu sesuai ukuran.
9. Meteran berfungsi untuk mengukur panjang kayu sesuai ukuran.
10. Desikator
3. 3. 2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Lem PVAC merk (Rajawali) dengan berat labur 200 gr/cm3 .
Lem yang digunakan menggunakan rumus grampick up yaitu:
𝑆. 𝐴 200. (120 𝑥 5)
GPU = = = 58,58 gr
2048,3 2048,3

10
2. Sortimen kayu dengan ukuran tebal 5 cm dengan lebar 5 cm dan
panjang 30 cm dan 40 cm. Ukuran papan lamina (tebal x lebar x
panjang) yang dibuat serta jumlahnya adalah 5 cm x 15 cm x 120 cm
sebanyak 27 buah.
3. 4 Prosedur Penelitian
Prosedur pada penelitian ini adalah :
3. 4. 1 Persiapan Bahan Baku
Persiapan bahan baku meliputi pengambilan bahan baku limbah
potongan kayu di industri meubel yaitu di UD. Delta dengan memilih
potongan kayu yang ukurannya panjang sesuai yang dibutuhkan.
3. 4. 2 Penyerutan dan Pembuatan Sortimen Kayu
Penyerutan bahan baku dilakukan terlebih dahulu sebelum pembuatan
sortimen kayu. Setelah itu dilakukan pembuatan sortimen kayu dengan
menggunakan mesin gergaji pemotong dengan ukuran sortimen yang
telah ditentukan.
3. 4. 3 Pengamplasan dan Pengovenan Sortimen Kayu
Pengamplasan dilakukan kembali pada sortimen kayu sampai kayu
menjadi halus supaya permukaannya menjadi rata dan memudahkan
dalam proses perekatan. Setelah itu sortimen kayu dioven pada suhu
60°C selama 2 hari 24 jam untuk menyeragamkan kadar air pada
masing-masing sortimen kayu.
3. 4. 4 Perakitan Papan Lamina
Sortimen kayu yang sudah seragam kadar airnya dilakukan pelaburan
perekat menggunakan perekat PVAC yang mudah dicari di pasaran dan
yang sudah umum dipakai oleh masyarakat dengan merk dagang lem
Rajawali. Setelah itu dilakukan pengeleman dan penyambungan
sortimen-sortimen kayu serta pengkleman atau pengempaan dingin agar
sortimen kayu dan perekat dapat merekat menggunakan alat
pengkleman yang sudah dibuat dan dikempa selama 24 jam. Proses
pengempaan papan lamina seperti pada gambar berikut ini:

11
Gambar.1. 2 Model Pengempaan balok laminasi (Rahmalia, 2016)

Gambar 1.3 Set Up Pengempaan Benda Uji (Irhamna, 2017)


3. 4. 5 Pengkondisian
Setelah perakitan sortimen-sortimen kayu menjadi papan lamina selesai,
kemudian untuk contoh uji dikondisikan atau disimpan di dalam ruangan
konstan selama kurang lebih satu minggu untuk menyeragamkan kadar
air dalam kayu (Herawati, 2008 ).
3. 4. 6 Pembuatan Contoh Uji

Gambar 1. 4. Pola Potongan Contoh Uji


Keterangan :
1. contoh uji MOE dan MOR (5x15 x76 cm)
2. contoh uji kerapatan, kadar air, (5x5x5 cm)

3. 5 Rancangan Percobaan
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Terdapat dua faktor, dua
perlakuan dan tiga ulangan yakni :

12
Faktor 1 Warna kayu (W) terdiri dari 3 warna yakni :
W1= Gelap-Gelap
W2= Terang-Terang
W3= Gelap-Terang
Faktor 2 Arah orientasi(A) terdiri dari 3 arah yakni :
A1 = Radial-Radial
A2 = Tangensial-Tangensial
A3 = Radial-Tangensial

Tabel 3.1 Rancangan Percobaan


Perlakuan Ulangan
Warna Kayu Arah (A) U1 U2 U3
(W)
W1 A1 W1A1U1 W1A1U2 W1A1U3
A2 W1A2U1 W1A2U2 W1A2U3
A3 W1A3U1 W1A3U2 W1A3U3
W2 A1 W2A1U1 W2A1U2 W2A1U3
A2 W2A2U1 W2A2U2 W2A2U3
A3 W2A3U1 W2A3U2 W2A3U3
W3 A1 W3A1U1 W3A1U2 W3A1U3
A2 W3A2U1 W3A2U2 W3A2U3
A3 W3A3U1 W3A3U2 W3A3U3

3. 5 Pengujian
A. Sifat Fisika
1. Kerapatan
Pengujian kerapatan berdasarkan ASTM D 143 (Rachmad, 2013).
Kerapatan dihitung dengan cara membagi berat dan volume contoh uji
kering udara berukuran (5 cm x 5 cm x 5 cm) dibuat tiga sampel.
Volume dihitung dengan mengalikan dimensi panjang, lebar dan tebal
contoh uji yang diukur dengan menggunakan caliper. Nilai kerapatan
dihitung dengan rumus :
BkU
Kerapatan (ρ) =
VKU

2. Kadar air (Moisture content)


13
Pengujian kadar air berdasarkan ASTM D 143 (Rachmad, 2013).
Contoh benda uji berukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm dibuat tiga sampel dan
ditimbang berat awalnya (BKU), lalu di oven tanur pada suhu (103 ±
2)°C selama ±24 jam sampai beratnya konstan (BKT). Setelah itu
ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Nilai untuk kadar air
dihitung dengan rumus :
BKU−BKT
Kadar air (%) = x100%
BKT

5 cm
5 cm
5 cm

Gambar 1. 5. Typikal Benda Uji

B. Sifat Mekanika
1. Modulus of Elasticity
Pengujian MOE berdasarkan ASTM D 143 (Rachmad, 2013).
Contoh uji berukuran5 cm x 15cmx 76 cm dibuat tiga sampel diuji
dengan menggunakan Universal Testing Machine. Nilai MOE dihitung
dengan rumus :

ΔPL3
MOE =
4ΔYbh3

Dimana :
MOE : Modulus of Elasticity (kg/cm2 )
ΔP : Besar perubahan beban sebelum batas proporsi (kg)
L : Jarak Sangga (cm)
ΔY : Besar perubahan defleksi akibat perubahan beban ΔP (cm)
b : Lebar contoh uji (cm)
h : Tebal contoh uji (cm)

14
Gambar 1. 8 Set Up Pengujian Lentur Balok Kayu Laminasi (Rahmalia,
2016).

2. Modulus of Rupture
Pengujian MOR berdasarkan ASTM D 143 (Rachmad, 2013).
Contoh uji berukuran 5 cm x 15 cm x 76 cm dibuat tiga sampel dengan
menggunakan Universal Testing Machine. Pengujian dilakukan sampai
contoh uji mengalami kerusakan. Nilai MOR dihitung dengan rumus :

3PL
MOR =
2bh2

Dimana:
MOR : Modulus of Rupture (kg/cm2 )
P : Beban Maksimum (kgf)
L : Jarak sangga (cm)
b : Lebar contoh uji (cm)
h :Tebal contoh uji (cm)

3. 6 Analisis Data
Data yang telah diperoleh, dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA)
untuk mengetahui apakah hasilnya berbeda nyata atau tidak dengan
menggunakan program SPSS 16, dengan formulasi seperti pada tabel.
Tabel 3.2Analisis Sidik Ragam RAL Faktorial
F
Sumbe
Derajat Jumlah Jumlah tabel
r
bebas kuadrat kuadrat F hitung %
Kerag
(DB) (JK) (JK) 0,
aman 0,05
01
15
A (a-1) JKA JKA-(a-1)=A A/G
B (b-1) JKB JKB- (b-1)=B B/G
AB (a-1)(b- JKAB JKB(a-1)(b-1)=AB AB/G
1)
Galat ab(u-1) JKG JKG/KP(u-1)=G
Total (abu-1) JKT
Untuk mengetahui perlakuan tersebut berbeda nyata atau tidak dan
dilakukan uji lanjut yaitu uji BNT (Beda nyata terkecil) pada taraf 5%
yaitu dengan rumus :

2KTG
BNT = t ½ x √
r

Kriteria Uji :
F hitung ˃ F tabel ; H0 ditolak
F hitung ≤ F tabel ; H0 diterima

16
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kerapatan
W A Rata-rata
A1 A2 A3
W1 0,74 0,93 0,81 0,82
W2 0,48 0,56 0,49 0,51
W3 0,66 0,6 0,74 0,66
Rata-rata 0,62 0,69 0,68 0,66

2. Kadar Air
W A Rata-rata
W1 0,11 0,11 0,11 0,11
W2 0,11 0,11 0,12 0,11
W3 0,97 0,35 0,1 0,47
Rata-rata 0,39 0,19 0,11 0,23

17

Anda mungkin juga menyukai