PENDAHULUAN
METODE
HASIL
Situasi bidan di Indonesia pada tahun 2013 tercatat 300.000 orang dan yang
tercatat di Ikatan Bidan Indonesia (IBI) sebanyak 178.000 orang. Di Provinsi
Jawa Barat sebanyak 18.000 orang dan menurut data dari pengurus IBI (Ikatan
Bidan Indonesia) di kota Bandung sebanyak 1000 orang bidan. Berdasarkan hasil
wawancara dengan salah satu pengurus IBI kota Bandung mengenai jumlah kasus
penyalahgunaan kewenangan pemberian induksi (oksitosin) pada proses
persalinan yang dilakukan oleh bidan di Kota Bandung, pengurus IBI mengatakan
bahwa pada saat ini memang pernah adanya laporan yang diterima oleh organisasi
IBI mengenai tindakan bidan yang melakukan tindakan diluar kewenangannya,
namun pada hal ini organisasi tidak bisa melakukan tindakan terhadap bidan
tersebut karena pada dasarnya laporan bisa dapat dilakukan tindakan apabila
yang bersangkutan dalam hal ini klien mengadukan langsung secara resmi
terhadap organisasi mengenai penyalahgunaan kewenangan tersebut.
Berikut data AKI dan AKB dari Dinas Kesehatan Kota Bandung Tahun 2013.
Kejadian kematian ibu di Kota Bandung pada tahun 2013 yang terlaporkan
melalui fasilitas kesehatan dan telah dilakukan sebanyak 25 kasus. Penyebab
kematian ibu terbanyak adalah Hipertensi dalam kehamilan 9 kasus, Perdarahan 6
kasus, infeksi 1 kasus, dan lain-lain 9 kasus.
4
Penyebab kematian ibu dari tahun 2009 hingga 2013 dapat dilihat dari grafik
di bawah ini :
PEMBAHASAN
Seperti kasus yang terjadi, bahwa adanya seorang pasien Ny. J dengan kondisi
hamil ketiga datang ke bidan A dan sudah mengaku merasakan mules serta keluar
darah yang bercampur lendir. Bidan melakukan pemeriksaan, hasil pembukaan 7
cm. Setelah dilakukan pemeriksaan, bidan memberikan cairan infus RL 500 cc
atas izin keluarga. Namun karena pembukaan tidak maju, bidan memberikan
5
suntik drip oksitosin ke dalam cairan infus. Namun setelah bayi lahir, terjadi
perdarahan banyak dari vagina dengan keadaan ibu semakin lemah. Setelah
dirujuk kerumah sakit, pasien tersebut didiagnosa ruptur uteri dan akhirnya
meninggal dunia.
Dalam kasus dua menyatakan bahwa adanya seorang pasien bernama Ny. S anak
pertama datang dengan pembukaan 5 cm pada pukul 02.00 WIB. Karena pasien
sangat lemah akhirnya bidan memberikan cairan infus untuk menambah energi.
Pada pukul 07.00 WIB pembukaan tetap sama dan akhirnya bidan pun
memberikan suntikan drip oksitosin. Beberapa saat setelah disuntik drip oksitosin,
pasien semakin mulas tetapi tetap tidak ada kemajuan persalinan sehingga pasien
pun dirujuk ke rumah sakit. Setelah di rumah sakit pasien tersebut mengalami
robekan rahim yang mengakibatkan pasien tersebut harus segera dilakukan
pengangkatan rahim (histerektomi) diruang operasi.
Dalam kasus ketiga, eorang pasien Ny. G hamil anak keempat, riwayat operasi
caesaria 1 kali mengeluh mulas. Saat dilakukan pemeriksaan pembukaan 6 cm,
karena bidan menginginkan pasien lahir cepat, pasien pun dipasang infus dan
memasulan 0,5 IU drip oksitosin untuk merasangsang kontraksi. Beberapa menit
setelah dberikan suntikan oksitosin pasien merasa sangat mulas tetapi tetap
pembukaan tidak maju. Saat dilakukan pemeriksaan DJJ 160 x /menit dinyatakan
fetal distress. Sehingga pasien harus dirujuk kerumah sakit dan dirumah sakit,
bayi Ny. G didiagnosa distresss sehingga harus segera dilakukan operasi caesaria
cyto karena terjadi indikasi ruptur uteri yang membahayakan bayi. Setelah
dilakukan operasi, bayi dinyatakan meninggal dan Ny. G berhasil diselamatkan.
Maka dalam hal ini tindakan bidan A yang melakukan drip oksitosin terhadap
kliennya yang ditambah dari hasil dari tindakannya tersebut membuat kliennya
meninggal dunia ini bisa dikenakan sanksi secara pidana berupa hukum penjara
karena atas kelalaianya mengakibatnya hilangnya nyawa orang lain.
Dilihat dari tindakan bidan yang memberikan induksi oksitosin dalam proses
persalinan ini melampaui batasan kewenangannya. Dengan demikian
implementasi penerapan hukum baik secara pidana maupun perdata dan baik
secara litgasi maupun non litigasi harus diterapkan untuk memberi peringatan
terhadap bidan yang melakukan tindakan diluar kewenangannya. Secara
implementasi tanggung jawab pada saat ini, cara non litigasi atau diluar proses
pengadilan lebih banyak dipilih sebagai proses dari cara pertanggungjawaban,
dalam hal non litigasi ini maka kedua belah pihak yaitu klien dan bidan berupaya
untuk mencari kesepakatan tentang penyelesaian sengketa, penyelesaian perkara
(terutama perkara perdata) dengan perdamaian itu dirasa akan lebih baik dan
memenuhi rasa keadilan baik mereka yang berperkara, karena hubungan antara
pihak tetap dapat terjalin dengan baik bila dibandingkan perkara diselesaikan
dengan putusan di pengadilan. Selain itu, sengketa bisa selesai sama sekali tanpa
meninggalkan rasa dendam diantara yang berperkara, dengan biaya yang murah
dan penyelesaian cepat. Mengenai penyelesaian yang diluar pengadilan, bisa
ditempuh oleh kedua belah pihak baik dengan melibatkan mediator maupun
dilakukan sendiri secara damai secara mufakat.
Jika kita kaitkan dengan upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak (KIA)
sudah sangat jelas dengan bidan melakukan tindakan pemberian induksi
(oksitosin) akan berdampak buruk bagi kesehatan ibu dan anak. Kesehatan ibu dan
anak adalah pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil,
ibu bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan
bayi, anak balita dan anak prasekolah sehat. Secara garis besar peran bidan dalam
peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak dibedakan menjadi 4, yaitu peran
sebagai pelaksana, kolaborasi, pengelola dan pendidik. Sebagai pelaksana, bidan
bertugas untuk menerapkan manajemen pada setiap asuhan kebidanan dari sejak
awal kehamilan, persalinan dan nifas. Manajemen yang baik meliputi pengkajian
status kesehatan ibu dan anak, menyusun dan melaksanakan tindakan sesuai
dengan masalah yang dihadapi kemudian mengevaluasi hasil tindakan yang
diberikan. Peran penting lainnya adalah berkolaborasi dengan dokter spesialis atau
dokter umum pada kasus- kasus kebidanan. Saat ini, penyebab tersering untuk
kematian ibu adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan dan infeksi. Untuk
itu seharusnya bidan dan dokter harus berkolaborasi untuk memberikan pelayanan
terbaik kepada pasien. Bidan juga berperan dalam tugas rujukan kasus-kasus
tertentu melalui konsultasi kepada dokter spesialis kebidanan dan penyakit
kandungan terutama untuk kasus kehamilan, persalinan dan nifas dengan penyulit.
Untuk itu seharusnya dalam kasus ini, bidan boleh memberikan tindakan
induksi (oksitosin) apabila berkolaborasi dengan dokter dan tindakan tersebut
harus dilakukan di rumah sakit. Peran bidan sangatlah penting dalam upaya
peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak di Indonesia, sehingga apabila bidan
sendiri yang membuat Angka Kematian Ibu meningkat, maka upaya peningkatan
kesehatan ibu dan anak pun akan terus menurun.
8
1. Teguran
2. Skorsing
3. Rekomendasi kepala badan profesi untuk pemecatan dari keang-
gotaannya
4. Apabila bidan tersebut hanya melakukan perbuatan yang termasuk
kedalam pelanggaran etika, misalnya dalam prakteknya bidan mem-
beda-bedakan setiap klien berdasarkan pangkat, kedudukan, golongan,
bangsa atau agama. Hal ini melanggar salah satu kode etik bidan pada
Bab 1 tentang kewajiban terhadap klien dan masyarakat, yaitu pada
butir (1) yang berbunyi :
“setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas
pengabdiannya”.
9
SIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU – BUKU
Alexandra Indriyanti Dewi. Etika dan Hukum Kesehatan. Pustaka Book Publisher.
Yogyakarta. 2008
Heni Puji Wahyuningsih dan Asmar Yetty Zein. Etika Profesi Kebidanan. Yo-
gyakarta. Fitramaya. 2005.
Ida Bagus Manuaba. Praktik dan Registrasi Bidan. EGC. Jakarta. 2000
Ikatan Bidan Indonesia. Buku Saku 2 Untuk Bidan. EGC. Jakarta . 2010.
11
J Guwandi, Dokter, Klien Dan Hukum, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007.
Jusuf Hanafiah Dan Amri Amir, Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan,
EGC. Jakarta. 2008.
Llewellyn, Derek. ( 2002 ). Dasar – Dasar Obstetri dan Ginekologi, edisi 6 (ed-
6) .Jakarta : Hipokrates
Ria Anjarwati dkk. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: Buku Kedokteran.
EGC. 2006
Siti Ismijati Jenic, “ Tanggung Jawab Perdata Di Dalam Pelayanan Medis (Suatu
Tinjauan dari segi Hukum Materi)”, Mimbar Hukum, Volume 18 Nomor 3.
2006
Varney, Kriebs Jan M, Gegor Carolyn. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4.
Jakarta:EGC. 2007
Veronica Komalwati, Hukum Dan Etika Dalam Praktik Dokter, Sinar Harapan,
Jakarta, 1989.
Yanti dan Nurul Eko. Etika Profesi dan Hukum Kebidanan. Pustaka Rihama
13
Yogyakarta. 2010
Campbell, O.M.R. The Lancet Survival Series Steering Group: Maternal Survival
2:Strategies for Reducing Maternal Mortality: Getting on With What Works.
2008. Hlm. 1284-1299
Silmy. Hubungan Tindakan Induksi dengan Kejadian Ruptur Uteri pada Ibu
Bersalin. FK UNPAD Prodi D3 Kebidanan. Bandung. 2012
Tedi Sudrajat dan Agus Mardianto, Hak Atas Pelayanan dan Perlindungan Kese-
hatan Ibu dan Anak (Implementasi Kebijakan Di Kabupaten Banyumas). Jur-
nal Dinamika Hukum Vol.12 No.2, Mei 2012.
C. Peraturan Perundang-undangan
Badan Pusat Statistik (BPS). 2003. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2002- 2003.
http://muslimafiyah.com/malprakrek-sudah-diatur-islam-sejak-dahulu.html.
Diakses pada tanggal 02 Juli 2015