Anda di halaman 1dari 3

ABSTRAK

Bidan merupakan mitra perempuan untuk memberikan dukungan asuhan dan


nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin
persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru
lahir dan bayi. Namun dalam melaksanakan tugas kebidanan yang penuh dengan
risiko ini seorang bidan tidak dapat menghindarkan diri dari kemungkinan klien
menjadi cacat atau meninggal dunia setelah ditangani, bisa karena bidan tersebut
telah melakukan tugasnya sesuai dengan Standart Operating Procedure (SOP)
atau sebaliknya bidan tersebut telah melakukan tindakan tidak sesuai dengan
kewenangannya.
Permasalahan yang diangkat oleh penulis adalah tanggung jawab bidan
praktik mandiri dalam pemberian induksi (oksitosin) yang menyebabkan robekan
rahim (ruptur uteri) pada proses persalinan, implementasi tanggung jawab bidan
praktik mandiri dalam pemberian induksi (oksitosin) yang menyebabkan robekan
rahim (ruptur uteri) pada proses persalinan dihubungkan dengan upaya
peningkatan kesehatan ibu dan anak dan peran Majelis Pertimbangan Etik Bidan
(MPEB) dan Majelis Peradilan Profesi/ Majelis Pembelaan Anggota (MPA)/
organisasi profesi bidan dalam menanggulangi tindakan bidan praktik mandiri
yang melakukan tindakan tersebut.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif,
spesifikasi penelitian adalah dengan menggunakan deskriptif analisis. Selain itu
jenis data dilakukan dengan menggunakan data sekunder dan primer. Teknik
pengambilan data dengan studi pustaka dan wawancara serta teknik penentuan
sampel dengan cara Purposive Sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Selanjutnya dianalisa dengan analisa kualitatif yaitu
menafsirkan dan mengkonstruksikan pernyataan yang terdapat dalam dokumen
maupun dari data- data yang ada dan perundang-undangan.
Dari hasil penelitian ini diperoleh simpulan bahwa tindakan bidan dalam
pemberian induksi (oksitosin) yang menyebabkan robekan rahim (ruptur uteri)
pada proses persalinan ialah suatu perbuatan diluar kewenangan bidan.
Pertanggungjawaban bidan yang melakukan tindakan diluar kewenangannya ini
dapat diproses melalui penerapan hukum perdata maupun hukum pidana. Secara
implementasi tanggung jawab bidan dalam pemberian induksi (oksitosin) yang
menyebabkan (ruptur uteri) pada proses persalinan saat ini memilih menggunakan
cara non litigasi atau diluar proses pengadilan. Peran Majelis Pertimbangan Etik
Bidan (MPEB) dan Majelis Peradilan Profesi / Majelis Pembelaan Anggota
(MPA) / organisasi bidan memiliki memberikan saran, pendapat dan memberikan
penilaian menyangkut pelaksanaan kode etik bidan apakah sudah sesuai dengan
prosedur atau tidak.

i
Kata Kunci : Induksi, Oksitosin, Ruptur Uteri

ABSTRACT

Midwives is the female partner to provide support for care and advice during
pregnancy, labor and post partum, delivery lead on his own responsibility and
provide care to newborns and infants. However, in performing the duties of
obstetrics filled with this risk of a midwife can not shy away from the possibility of
the client becomes disabled or dies once addressed, could be because the midwife
had done its job in accordance with the Standard Operating Procedure (SOP) or
otherwise midwife has committed acts in accordance with their authority.

Issues raised by the authors is the responsibility of midwives practice


independently in the provision of induction (oxytocin) that causes tearing of the
uterus (uterine rupture) during delivery, implementation responsibilities of
midwives practice independently in the provision of induction (oxytocin) that
causes tearing of the uterus (uterine rupture) on labor associated with efforts to
improve maternal and child health and the role of the Advisory Council of Ethics
midwives (MPEB) and the Council of Justice profession / defense Assembly
Member (MPA) / midwife professional organizations in tackling acts
independently practicing midwives who performed the action.

In this study the authors used normative juridical approach, specification


research is using descriptive analysis. Besides the type of data is done using
secondary and primary data. Data collection techniques to the study of literature
and interviews and sampling technique by means of purposive sampling, the
sampling technique with a certain considerations. Then analyzed by qualitative
analysis of interpreting and constructing the statements contained in the
documents and of the data available there and legislation.

From these results we concluded that the actions of midwives in the provision
of induction (oxytocin) that causes tearing of the uterus (uterine rupture) in the
process of childbirth is an act outside the authority of the midwife. Accountability
midwife who act outside the authority can be processed through the application of
civil law and criminal law. In implementation of the responsibilities of midwives

ii
in the provision of induction (oxytocin) that causes (uterine rupture) during
delivery currently choose to use a non litigation or outside court proceedings. The
role of the Majelis Pertimbangan Etik Bidan (MPEB) dan Majelis Peradilan
Profesi / Majelis Pembelaan Anggota (MPA) / organization midwife had to give
advice, opinion and provide an assessment regarding the implementation of the
code of ethics of midwives is already in line with the procedure or not.

Keywords: Induction, Oxytocin, Rupture Uteri

iii

Anda mungkin juga menyukai