Anda di halaman 1dari 90

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/360064112

PENDIDIKAN KARAKTER BAGI MAHASISWA KEBIDANAN

Book · April 2022

CITATIONS READS

0 1,234

2 authors, including:

Qorinah Estiningtyas Sakilah Adnani


Universitas Padjadjaran
57 PUBLICATIONS 219 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Qorinah Estiningtyas Sakilah Adnani on 20 April 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENDIDIKAN
KARAKTER
BAGI MAHASISWA KEBIDANAN

Disusun oleh:
Qorinah Estiningtyas Sakilah Adnani, SST, M.Keb, Ph.D
Dewi Susanti, SST, M.Keb.
PENDIDIKAN KARAKTER
BAGI MAHASISISWA KEBIDANAN

Penulis:
Qorinah Estiningtyas Sakilah Adnani, SST, M.Keb, Ph.D
Dewi Susanti, SST,M.Keb.

Editor:
Diajeng Ragil Pangestuti, S.S.

Desain Sampul:
Daffa Farras Shidiq

Penata Letak:
Rachmat Fitriadi Caesar

ISBN: 978-623-5877-12-9

Diterbitkan Oleh:
CV Penulis Cerdas Indonesia
Anggota IKAPI No. 280/JTI/2021
Jalan Selat Karimata E6/No. 1
Kota Malang
E-mail: Idbookstore.ofcial@gmail.com
Website: Idbookstore.id

Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang mengutip sebagian


atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara
penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit.
KATA PENGANTAR

Pendidikan karakter untuk mahasiswa kebidanan merupakan awal


dari terwujudnya tujuan menghasilkan lulusan bidan dengan kualitas
terbaik, tidak hanya secara kompetensi tapi juga secara karakter. Buku
ini ditulis dengan harapan dapat dijadikan sebagai acuan bagaimana
karakter yang baik dibentuk dan terbentuk.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat
serta karunia-Nya sehingga buku ini dapat terselesaikan dengan baik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
penyusunan buku ini, sejak awal mula hingga proses penerbitan
selesai. Tidak dapat dipungkiri buku ini jauh dari kata sempurna,
untuk itu penulis memohon maaf atas kekurangan buku ini dan akan
berusaha mengembangkan diri dari segi menulis untuk karya-karya ke
depannya.

Besar harapan penulis buku ini dapat menjadi sumber bacaan yang
bermanfaat bagi orang-orang yang membacanya.

Malang 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
PENGANTAR 1
BAB I HAKIKAT MANUSIA 6
A. Manusia Sebagai Makhluk Ciptaan Tuhan 7
B. Manusia Sebagai Makhluk Individu 8
C. Manusia Sebagai Makhluk Sosial 11
D. Manusia Sebagai Makhluk yang Unik dan Multidimensi 13
BAB II KONSEP DASAR KARAKTER DAN KEPRIBADIAN 15
A. Pengertian Karakter 15
B. Proses Pembentukan Karakter Manusia 16
BAB III PEMBENTUKAN KARAKTER 21
A. Konsep Dasar 21
B. Pembentukan Karakter Bidan 31
C. Membangun Pilar Sikap Pendidikan Bidan 33
BAB IV KONSEP DIRI 35
A. Pengertian Konsep Diri 35
B. Komponen Konsep Diri 35
C. Memahami Diri Sendiri 37
D. Kepribadian 38
E. Kebiasaan Baik Dalam Menjalankan Agama 38
F. Bentuk Penghormatan Pada Diri Sendiri 39
G. Etika Baik dan Buruk 40
H. Mengelola Emosi dan Pengendalian Diri 41

ii
BAB V PERILAKU JUJUR 43
A. Konsep Dasar Kejujuran 43
B. Butir Kejujuran 44
C. Sikap Jujur di Kegiatan Sehari-hari 46
D. Mengasah Kejujuran 47
BAB VI PERILAKU DISIPLIN DAN BERTANGGUNG JAWAB 48
A. Disiplin dan Tanggung Jawab 48
B. Disiplin dan Tanggung Jawab di Kehidupan Sehari-hari 49
BAB VII KERJA KERAS 50
A. Konsep Dasar Kerja Keras 50
B. Membangun Etos Kerja 51
BAB VIII KONSEP BERANI 53
A. Konsep Dasar Berani 53
B. Butir Keberanian 53
C. Sikap Berani di Kehidupan Sehari-hari 54
BAB IX MEMAHAMI ORANG LAIN 55
A. Konsep Dasar Memahami Orang Lain 55
B. Bentuk Penghormatan Kepada Orang Lain 56
C. Peduli Kesehatan Sesama 58
D. Perilaku Hormat, Santun, dan Peduli Sesama 60
BAB X PERILAKU ADIL 62
A. Konsep Dasar Adil 62
B. Keadilan di Kehidupan Masyarakat 62
C. Keadilan Profesi 63
BAB XI MEMBANGUN KARAKTER BIDAN 64
A. Konsep Dasar 64
B. Melatih Komunikasi 69
C. Mengasah Kejujuran 72

iii
D. Keteladanan 73
E. Membangun Sikap Terbuka 73
F. Tidak Memberikan Sanksi Berlebihan 74
G. Melatih Kerja Sama 74
BAB XII PENYESUAIAN DIRI DI LINGKUNGAN 76
A. Konsep Dasar 76
B. Faktor Pengaruh Penyesuaian Diri 78
C. Manajemen Konflik Sebagai Penyesuaian Diri 78

iv
PENGANTAR
URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER

Berbagai masalah di berbagai bidang kehidupan saat ini tengah


melanda bangsa Indonesia, termasuk di bidang pendidikan.
Permasalahan klasik yang melanda dunia pendidikan mulai dari
kurangnya sarana dan prasarana belajar hingga tingginya biaya
untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.

Prestasi dan permasalahan saling mengisi dimensi tersebut.


Secara keseluruhan, pendidikan di Indonesia belum menunjukkan
peningkatan kualitas berarti. Hal ini dapat dilihat dari peringkat
perguruan tinggi Indonesia berada pada posisi yang belum
menggembirakan dibandingkan dengan perguruan tinggi lain di
dunia. Seiring kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, terjadi
perilaku menyimpang serta kemerosotan moral yang menjadikan
pelajar tidak lagi berorientasi pada peningkatan ilmu pengetahuan
dan intelektualitas, melainkan cenderung meniru arus modern
yang masuk tanpa ada saringan akal dan budi pekerti luhur.

Kemerosotan moral yang melanda generasi muda saat ini


terlihat dari perilaku remaja yang tidak terkontrol, maraknya
perbuatan asusila, penggunaan narkotika dan zat-zat terlarang,
mahalnya penghargaan terhadap yang lebih tua, kehidupan
glamor penuh dengan kemewahan, hilang sikap bersahaja dan
kesederhanaan serta kehidupan individual, kehilangan figur/
sulitnya mencari contoh teladan dan kurangnya kepedulian
terhadap sesama.

1
Kesadaran akan pentingnya pendidikan karakter sudah lama
dirasakan oleh pemikir/pemangku kebijakan bidang pendidikan,
pendidik, orangtua dan masyarakat. Berbagai studi yang dilakukan
membuktikan bahwa pentingnya menanamkan kejujuran,
ketelitian, kedisiplinan, saling menghormati dan menghargai, dan
sopan santun. Hasil penelitian US Departement of Health and
Human Service menunjukkan, faktor yang memengaruhi gagalnya
sistem belajar di sekolah bukan kemampuan kognitif psikososial
(kecerdasan emosi dan sosial), rasa percaya diri (self confidence),
ingin tahu (curiosity) motivasi, kontrol diri (self-control), bekerja
sama (coorperation), mudah bergaul, konsentrasi, empati dan
kemampuan berkomunikasi.

Akibat dari krisis karakter di Indonesia berdampak pada tidak


optimalnya kemampuan masyarakat dalam mewujudkan cita-cita
bangsa. Sikap idealis masyarakat di era globalisasi ini juga sedikit
banyak berpengaruh pada moral bangsa.

Seperti yang kita tahu, karakter di atas sudah terbentuk di


sebagian generasi bangsa Indonesia. Visi pendidikan nasional
menurut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) adalah
sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa guna masyarakat yang berkembang, berkualitas,
dan mampu menjawab tantangan perubahan zaman. Sejalan
dengan visi tersebut, Depdiknas merencanakan tahun 2025 dapat
menghasilkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif.

Selanjutnya, dalam rencana strategis Depdiknas dijelaskan


bahwa yang dimaksud dengan insan Indonesia yang cerdas dan
kompetitif itu adalah manusia Indonesia yang memiliki kecerdasan
spiritual, emosional, sosial, intelektual dan kinestetis. Makna
kecerdasan spiritual bagi bangsa Indonesia ini adalah yang memiliki

2
ciri beraktualisasi diri melalui hati/qalbu untuk menumbuhkan dan
memperkuat keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia, termasuk
budi pekerti luhur dan kepribadian unggul yang diyakini bahwa
semua itu bersumber pada karakter dan jati diri.

Dilihat secara spesifik di bidang pendidikan bidan saat ini,


tersebar isu bahwa lulusan bidan belum tentu kompeten. Harapan
terhadap tenaga bidan mampu berkontribusi dalam penurunan
angka kematian ibu dan anak serta peningkatan kualitas hidup
perempuan seharusnya dapat direalisasikan. Masalahnya adalah
tidak sedikit institusi pendidikan kebidanan tidak memiliki pendidik
yang sesuai dengan kualifikasi, jumlah pendidik terbatas, sarana dan
prasarana pendidikan tidak menunjang proses belajar mengajar,
serta tidak seimbangnya lahan praktik dengan jumlah mahasiswa.
Hal-hal tersebut disinyalir menjadi faktor rendahnya kualitas lulusan.

Di sisi lain, kurikulum pendidikan yang belum menjawab


kompetensi sehingga berbagai sistem regulasi dilakukan, salah
satunya melalui peninjauan kurikulum dan uji kompetensi. Uji
kompetensi bidan masih dalam tahap mencari wajah, belum
membuktikan adanya manfaat terhadap peningkatan kualitas
bidan. Hal tersebut menjadi tantangan setiap institusi pendidikan
untuk meningkatkan kualitas lulusan.

Pertanyaannya saat ini adalah bagaimana upaya institusi


pendidikan mampu melahirkan tenaga bidan yang kompeten
sesuai dengan tujuan pendidikan memiliki kualitas dasar keimanan,
ketaqwaan, kepribadian, kecerdasan dan kedisiplinan. Institusi
pendidikan diharap memberikan pendidikan secara holistik yang
dapat membentuk karakter peserta didik secara utuh dengan
mengembangkan aspek spiritual, emosional, intelektual (IQ),
kreativitas, sosial, dan jasmani secara optimal.

3
Pendidikan karakter bidan merupakan pendidikan untuk
membentuk kebiasaan baik di kehidupan sehari-hari. Kebiasaan
baik disadari dengan kesadaran, keyakinan, dan kepekaan dalam
diri bidan. Hal ini merupakan upaya yang berkelanjutan harus
dilakukan di bidang pendidikan.

Pendidikan karakter ini akan berhasil melalui peningkatan


pengembangan Human Capacity Development (HCD) dalam
cakupan kulturnya, suatu multikultur yang tetap memperhatikan
kebutuhan dalam berperilaku, berinteraksi dengan lingkungan,
dan belajar bersama peserta didik dan sejawat. Konsep pendidikan
karakter ini tidak lepas dari norma, etika dan akhlak. Hal ini
terakumulasi dari keterkaitan antara moral, etika, akhlak dan
karakter. Moral di sini berkaitan dengan suatu aturan atau tata cara
hidup yang bersifat normatif, perlu ditanamkan dan dilestarikan
melalui kegiatan pendidikan di dalam kampus maupun kegiatan
praktik di lahan hingga tridarma perguruan tinggi tercapai saat
terjun ke masyarakat. Etika dipakai bersamaan dengan moral, tidak
lepas dari kajian-kajian yang berbicara mengenai baik atau buruk,
dan benar atau salah.

Mengingat masyarakat Indonesia adalah penganut agama


Islam, maka nilai-nilai agama Islam masuk menjadi karakter.
Namun, perlu dicatat bahwa karakter yang sering terekspos aspek-
aspek parsial saja sehingga tidak terlihat secara utuh ajaran Islam,
padahal ajaran Islam sangat menghargai waktu, rajin, siap bekerja
keras, lemah lembut dan kasih sayang pada sesama makhluk.

Pendidikan karakter pada bidan diarahkan pada pemantapan


kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari melalui pemberian
kepercayaan dan tanggung jawab. Pendidikan karakter ini ditujukan
untuk mempersiapkan mahasiswa kebidanan sebelum terjun ke

4
dunia kerja. Mengasah dan mengembangkan karakter yang baik
melalui pembiasaan di lingkungan pendidikan dapat diterapkan
dalam proses belajar mengajar, pergaulan di lingkungan akademik
dan kegiatan ekstrakurikuler. Aspek tersebut akan terus berkembang
begitu mahasiswa masuk ke lingkungan belajar di luar kampus
seperti praktik di lapangan dan kegiatan kemahasiswaan lain.

Mahasiswa yang bersikap jujur memungkinkan mereka bekerja


tanpa pengawasan penuh, membuat laporan secara jujur, tanggung
jawab, disiplin, dapat berkomunikasi dengan baik, mampu bekerja
sama dalam tim, dan memiliki etos kerja tinggi. Kreativitas yang
tinggi akan tergambar dalam kegiatan pengabdian masyarakat
maupun penelitian bersama.

Pendidikan karakter merupakan sesuatu yang harus diasah


dan dikembangkan, karena pendidikan kebidanan merupakan
pendidikan vokasi yang secara totalitas berhubungan langsung
dengan masyarakat. Tingginya harapan akan lulusan kebidanan yang
berkualitas menuntut institusi pendidikan mampu menghasilkan
lulusan bidan yang berkualitas yang memiliki keterampilan dalam
memberikan pelayanan serta didukung dengan kompetensi
kepribadian baik agar selaras.

5
BAB I
HAKIKAT MANUSIA
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (sanskerta) dan
“mens” (latin) yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang
mampu menguasai makhluk lain. Dalam hal ini manusia adalah individu
yang paling sempurna dibandingkan makhluk yang lain. Manusia dapat
diartikan sebagai konsep, gagasan, realitas, kelompok, atau individu.

Menurut Karl Mark dalam paradigma barat post modernisme,


manusia dikendalikan oleh perutnya (ekonomi). Sementara menurut
Sigmund Freud, manusia dikendalikan oleh libido seksnya. Jauh
sebelumnya, konsep ini telah disinggung oleh Nabi Muhammad SAW
sebagai Rasul Allah SWT dalam agama Islam. Manusia dikendalikan
oleh tiga orientasi, yaitu seks, materi, dan idealisme atau keimanan.
Pada hakikatnya, semua perilaku manusia dikendalikan oleh hawa
nafsunya, entah itu dorongan dari perut atau hasrat seksualnya.

Berdasarkan tinjauan di atas, manusia dapat didefinisikan


sebagai berikut:
1. Makhluk yang memiliki tenaga, dapat menggerakkan
dirinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2. Individu yang memiliki sifat rasional, bertanggung jawab
atas tingkah laku intelektual dan sosial.
3. Seseorang yang mampu mengarahkan dirinya kepada
tujuan yang positif, mampu mengontrol dirinya dan
mampu menentukan nasibnya.
4. Makhluk yang proses perkembangannya terus berlanjut
(tidak pernah berhenti sampai akhir hayat).
5. Individu selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan sesuatu untuk dirinya, membantu orang lain

6
dan berusaha membuat dunia menjadi lebih baik.
6. Manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya
merupakan individu yang mudah terpengaruh oleh
lingkungan terutama dalam bidan sosial.

A. Manusia Sebagai Makhluk Ciptaan Tuhan


Manusia diciptakan untuk menyembah penciptanya.
Pengertian menyembah tidak terpaku pada melakukan ibadah,
tapi menyangkut hubungan dalam kehidupan manusia dengan
tuhannya ataupun dengan sesama. Hakikat manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang mulia, dibebani tugas, bebas
memilih dan bertanggung jawab. Manusia memiliki sifat fitrah,
lemah, bodoh, dan fakirnya. Namun, ia memiliki kemuliaan
karena ia memiliki ruh, mempunyai berbagai keistimewaan, serta
ditundukan alam baginya. Manusia juga diberikan beban untuk
menjadi khalifat di muka bumi.

Manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan sebaik-


baiknya bentuk. Manusia diciptakan untuk menjadi pemimpin
di bumi. Tugas manusia sebagai pemimpin adalah memelihara
dan mengelola bumi untuk kesejahteraan manusia itu sendiri.
Manusia diserahkan tugas hidup berupa amanat yang harus
dipertanggungjawabkan. Amanat tersebut menyangkut kepada
tugas kekhalifahan, yaitu menjadi pemimpin dan mengelola alam
serta seisinya dengan bijak untuk mewujudkan kemakmuran
di muka bumi. Amanah tersebut merupakan tanggung jawab
yang besar, manusia harus menggunakan akal, kreativitas, dan
kerja keras.

Pemahaman manusia mengenai dirinya sebagai ciptaan Tuhan


yang tak luput dari kekurangan akan menggiring diri pada kehidupan

7
yang lebih baik. Dengan demikian, manusia akan berusaha untuk
melakukan yang terbaik dalam mengemban tanggung jawab
dalam memelihara dan mengelola bumi serta seisinya. Manusia
juga perlu menyadari bahwa setelah kehidupan di dunia akan ada
kehidupan di akhirat, dimana ia akan mempertanggungjawabkan
perilakunya di dunia. Tentu saja, kepercayaan itu akan mengontrol
sikap dan perbuatannya. Pemahaman akan rendah dan tidak
berartinya manusia di mata Tuhan akan membuat manusia
berusaha meningkatkan kualitas dirinya dalam upaya membuat
dirinya bermakna. Hal tersebut akan menghindarkan manusia dari
perilaku sombong dan membuatnya sadar bahwa manusia jauh
dari kata sempurna. Sikap optimis dan keyakinan akan kapasitas
menjadi manusia baik merupakan pertanda pemahaman yang baik.

B. Manusia Sebagai Makhluk Individu


Individu berasal dari kata ‘in’ dan ‘devided’. Dalam bahasa
Inggris, ‘in’ salah satunya mengandung pengertian tidak,
sedangkan ‘divided’ artinya terbagi. Dengan begitu, kata ‘individu’
dapat diartikan sebagai tidak terbagi atau satu kasatuan.
Dalam bahasa latin, individu berasal dari kata ‘individum’ yang
berarti yang tak terbagi, merupakan suatu sebutan yang dapat
dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan
tak terbatas.

Terdapat unsur yang menjadi manusia sebagai makhluk individu,


yaitu unsur jasmani, rohani, fisik, psikis, raga, dan jiwa. Pada
dasarnya, setiap manusia unik dan memiliki ciri khas tersendiri. Di
dunia ini, tidak ada manusia yang sama persis.

Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotif dan


genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak

8
lahir/faktor keturunan, sedangkan faktor fenotip adalah ciri fisik
dan karakter yang dipengaruhi oleh lingkungan. Faktor fenotip
berperan dalam pembentukan karakteristik khas dari seseorang
yang membuat ia unik dan berbeda dari individu lain. Istilah
lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Lingkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya yang berpengaruh
terhadap pembentukan individu secara utuh.

Lingkungan fisik yang mendukung seperti kondisi tempat


tinggal, alam sekitar, serta sarana yang tersedia ikut mendukung
karakteristik individu tersebut. Misalnya, seseorang dibesarkan di
lingkungan yang memiliki standar kesehatan dan tersedia fasilitas
mendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangannya,
maka akan menghasilkan individu yang lebih baik dan tercukupi
dibandingkan dengan individu yang dibesarkan di lingkungan
yang serba keterbatasan. Lingkungan sosial merujuk pada
lingkungan dimana seorang individu melakukan interaksi sosial.
Lingkungan sosial yang akan membentuk seorang individu dimulai
dari lingkungan keluarga, berkaitan dengan pola interaksi dalam
suatu keluarga, dipengaruhi lingkungan sekitar, faktor kebiasaan,
budaya, dan pola tingkah laku di masyarakat. Misalnya, berbeda
secara fisik dan psikologisnya antara orang yang dibesarkan di
daerah pedesaan dengan daerah perkotaan, begitu pula dengan
orang yang tinggal di daerah pegunungan dan daerah pantai.

Manusia memiliki hakikat bersifat bebas, dimana ia


tidak memiliki hubungan yang ketat antar sesama. Hal ini
berkaitan dengan manusia sebagai individu yang menentukan
kehidupannya sendiri dengan orang lain sebagai pendukung.
Apapun yang diraih oleh manusia, baik kesuksesan atau
kegagalan, tergantung pada manusia itu sendiri. Begitu juga

9
dalam mempertanggungjawabkan perilakunya, manusia sendiri
lah yang harus bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.

Manusia harus mengoptimalkan potensi dalam dirinya,


baik secara jasmani maupun rohani. Dalam hal ini, manusia
harus bekerja sama dengan manusia lainnya yang kemudian
membuatnya sebagai makhluk sosial untuk mencapai suatu
tujuan dalam hidup. Untuk menjadi makhluk sosial, manusia
perlu memahami hak dan kewajiban dasar yang menjadi nilai dan
norma dalam masyarakat.

Memahami hakikat manusia sebagai makhluk individu dalam


proses interaksinya tentang paham individualisme dan paham
sosialisme. Paham individualisme berpangkal dari konsep manusia
adalah mahkluk individu yang bebas dan terlepas dari manusia lain.
Kepentingan individu harus diutamakan, sentral individualisme
adalah kebebasan individu untuk merealisasikan dirinya. Paham
ini menghasilkan ideologi liberalisme yang pertama kali muncul
di Eropa Barat. Sementara, paham sosialisme menyatakan bahwa
kepentingan masyarakat yang diutamakan. Kedudukan individu
hanyalah objek dari masyarakat. Hal-hak individu timbul karena
keanggotaannya dalam suatu komunitas kelompok.

Tentu saja kedua paham tersebut memiliki kekurangan, dimana


individualisme liberal berdampak pada adanya ketidakadilan,
imperialisme, dan kolonialisme, sementara sosialisme berdampak
pada hilangnya apresiasi atau nilai dari manusia secara individu.

Indonesia yang menganut falsafah Pancasila, hakikat manusia


dipandang memiliki sifat pribadi sekaligus sosial secara seimbang,
dimana manusia adalah makhluk individu sekaligus sosial.
Hak dan kewajiban manusia sebagai individu tetap diperhatikan
meskipun berada di dalam suatu kelompok sosial (masyarakat).

10
Sejalan dengan hal tersebut, Bung Karno dalam risalah sidang
BPUPKI-PPKI 1998 menerangkan tentang seimbangnya dua sifat
tersebut dengan ungkapan, “Internasionalisme tidak dapat hidup
subur kalau tidak berakar dalam bumi nasionalisme, nasionalisme
tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme”. Panduan
harmoni antara individu dan sosial dalam diri bangsa Indonesia
diungkapkan dalam sila kedua dan ketiga pancasila. Indonesia
menempatkan kepentingan bersama tanpa mengorbankan hak
manusia sebagai individu.

Berkaitan dengan pemahaman di atas, jelas bagaimana


posisi manusia sebagai mahkluk individu. Kematangan diri
secara individu merupakan modal utama untuk bersosialisasi.
Memahami bahwa sebagai individu harus mampu menempatkan
posisi di masyarakat. Manusia perlu menjadi pribadi yang tangguh
dan mandiri, tidak memanfaatkan orang lain untuk kepentingan
dirinya, membutuhkan bantuan orang lain dalam konsep bahwa
orang lain merupakan pelengkap bagi dirinya, tidak mengandalkan
orang lain, dan mampu menjaga hubungan dengan orang lain.

C. Manusia Sebagai Makhluk Sosial


Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik. Manusia
adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa manusia lain.
Peran manusia dalam kehidupan satu sama lain dimulai sejak dalam
kandungan hingga akhir hayatnya. Manusia membutuhkan wadah
untuk mengembangkan kemampuan diri, wadah tersebut adalah
kelompok sosial atau masyarakat.

Keutuhan manusia akan tercapai apabila manusia mampu


menyelaraskan perannya sebagai makhluk ekonomi dan sosial,
dimana dirinya (sebagai mahkluk individu) tetap membutuhkan

11
orang lain dalam beberapa aspek kehidupan tertentu.

Misalnya, dalam kehidupan bertetangga. Interaksi sosial antar


tetangga akan mempermudah manusia dalam mengatasi masalah
yang membutuhkan orang lain. Selain itu, faktor biologis juga
mengharuskan manusia berinteraksi dengan manusia lain dengan
tujuan memperoleh keturunan. Manusia bermasyarakat karena
kebutuhan dan kebiasaan, manusia membutuhkan manusia lain
dan manusia terbiasa hidup bersama dengan bantuan dari manusia
lain di lingkungannya. Adapun alasan manusia hidup bersosial
atau bermasyarakat dapat dipengaruhi oleh faktor kesamaan
keturunan teritorial, nasib, keyakinan, cita-cita, kebudayaan dan
lain-lain.

Fakta tersebut membentuk dualisme, yaitu manusia sebagai


makhluk sosial dan mahkluk individu. Dualisme ini melekat di
dalam diri manusia sebagai makhluk sosial dapat dilakukan dengan
memanfaatkan potensi-potensi individu yang dimilikinya. Sehingga
dapat saling melengkapi ketika manusia hidup bermasyarakat.

Terdapat tiga aspek yang dimiliki manusia sebagai makhluk


sosial, yaitu:
1. Aspek organik, yaitu manusia sebagai makhluk sosial yang
memiliki fisik (jasmani) berupa organ tubuh, mulai dari
ujung rambut hingga ujung kaki.
2. Aspek psikologis, yaitu unsur rohani yang terdapat dalam
diri manusia sebagai makhluk sosial.
3. Aspek sosial, yakni adanya kebersamaan yang menjadi suatu
ciri dari manusia sebagai makhluk sosial.

Manusia mungkin sempurna sebagai individu, namun fakta


bahwa dirinya tidak dapat hidup tanpa pendukung atau bantuan
manusia lain membuatnya sebagai makhluk sosial. Hidup bersosial/

12
bermasyarakat juga akan mengembangkan kemampuan manusia di
berbagai aspek yang kemudian mengantarkan manusia ke tujuan
hidup yang ingin dicapai olehnya.

D. Manusia Sebagai Makhluk yang Unik dan Multidimensi


(Jasmani, Rohani, Intelektual Personal dan Sosial)
Manusia memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda satu
sama lain. Hal ini juga berdampak pada respon dari stimulus
yang diberikan. Contohnya, terdapat dua orang yang kelaparan.
Orang pertama merespon dengan menahan atau mengganjal
perutnya dengan kedua tangan, kemudian tidur. Sedangkan,
orang kedua terus bicara bahwa ia sangat lapar dan ia harus harus
makan. Hal tersebut membuktikan bahwa stimulus yang sama
dapat menghasilkan respon yang berbeda. Keunikan manusia
ini menjadi pertimbangan utama bagi bidan dalam memberikan
asuhan kebidanan.

Manusia sebagai individu yang unik memiliki unsur jasmani,


rohani, fisik, psikis, raga, dan jiwa. Menurut kitab suci umat Islam
yang menyatakan, “Ada sebuah daging dalam diri manusia, yang
mana apabila daging itu baik maka baiklah seluruh diri manusia
itu dan jika daging itu buruk maka buruklah seluruh diri manusia
itu, itulah yang disebut hati”. Ditinjau dari aspek jasmani dan
rohani, manusia bukan salah satu dari golongan itu. Manusia
bukan makhluk rohani karena memang sangat berbeda dengan
malaikat (makhluk rohani). Ditinjau dari dimensi personal, maka
potensi terbesar manusia adalah otak.

Otak mengatur seluruh fungsi tubuh, mengendalikan seluruh


perilaku dasar manusia, makan, bernafas, metabolisme tubuh
dan lain-lain. Dengan kata lain, IQ atau kecerdasan intelektual

13
merupakan daya nalar dan logika seseorang berupa mempelajari
keterampilan baru, menganalisis dan kemampuan intelektual
lain. Orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi mampu
bekerja sama secara abstrak, mampu mengenali dan belajar
menggunakan abstraksi, serta mampu menyelesaikan masalah.
Pengembangan potensi intelektual dipengaruhi oleh faktor
eksternal dan faktor internal. Individu dengan intelektual kreatif
memiliki kemampuan berpikir lancar, lebih banyak mengajukan
pertanyaan dan jawaban dengan gagasan solutif dalam berbagai
keadaan, berpikir luwes, berpikir orisinil, memiliki ketelitian
dalam mengevaluasi, kritis dan imajinatif, mendeteksi dan
memverifikasi, analitis dan sintetis.

Manusia sebagai makhluk sosial dalam konteks individu yang


unik dan multidimensi dimaknai sebagai kemampuan untuk tunduk
terhadap peraturan, norma sosial, kemampuan bersosialisasi,
kemampuan berkembang, dan kemampuan menilai. Manusia
berperan untuk berinteraksi (baik secara individu maupun
kelompok), kemudian menciptakan kelompok masyarakat yang
memiliki nilai dan norma.

Manusia merupakan makhluk yang luar biasa kompleks,


dimana manusia harus mampu melakukan sesuatu untuk dirinya
sendiri dan juga orang-orang di sekitarnya. Manusia membutuhkan
bantuan orang lain dalam berbagai aspek kehidupan, karena
manusia merupakan makhluk sosial.

14
BAB II
KONSEP DASAR KARAKTER DAN KEPRIBADIAN

A. Pengertian Karakter
Karakter merupakan tata nilai yang menuju pada sistem yang
melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku manusia (Simon Philips,
2008). Pemahaman lain dari karakter ialah sebagai ciri, gaya, atau
sifat khas dari seorang individu yang dibentuk oleh lingkungannya.

Terdapat dua pengertian mengenai istilah karakter, yaitu


karakter sebagai tampilan bagaimana seseorang bertingkah laku
dan karakter yang erat kaitannya dengan ‘personality’. Imam
Ghozali berpendapat, karakter berkaitan dengan akhlak manusia
dalam bersikap atau melakukan sesuatu yang sudah melekat
dalam dirinya. Perhatikan contoh studi kasus berikut ini.

Terdapat tiga orang di sebuah pasar malam, lalu


seseorang datang membawa sebuah kotak dan
diletakannya kotak tersebut di tengah ketiga orang tadi.
Tanpa aba-aba, kotak itu dibuka dan mengeluarkan
ular yang berada di dalamnya. Apa yang terjadi? Salah
seorang dari tiga orang tadi berlari ketakutan, satu
orang lain hanya diam tidak merespon, dan satu orang
lagi berusaha memegang ular itu agar tidak melukai
orang yang lain.

Kasus tersebut mencerminkan kehidupan manusia, setiap manusia


akan memberikan reaksi berbeda saat dihadapkan dengan masalah.

15
Respon manusia yang berbeda menyimpulkan bahwa dalam
menghadapi satu masalah yang sama setiap manusia memiliki
perspektif berbeda terhadap masalah tersebut sehingga respon
untuk menyelesaikan masalahnya pun akan berbeda. Hal ini
bergantung pada kepercayaan dan pola pikir dari setiap individu
itu sendiri.

B. Proses Pembentukan Karakter Manusia


Stephen Covey mengemukakan tiga teori utama yang mendasari
pembentukan karakter, yaitu determinan genetik, determinan
psikis dan determinan lingkungan. Determinan genetik merupakan
DNA yang diwariskan (dari generasi ke generasi), determinan psikis
berdasarkan pengasuhan yang diberikan, sedangkan determinan
lingkungan situasi atau keadaan lingkungan. Karakter seseorang
dipengaruhi oleh DNA, dilanjutkan dengan pengasuhan orang tua
di usia dini hingga remaja, proses pembentukan karakter akan terus
berkembang hingga seseorang bersosialisasi di masyarakat sebagai
faktor lingkungan. Tahap akhir dari karakter ini adalah pada masa
dewasa, yaitu proses pemantapan karakter.

Peribahasa buah jatuh tak jauh dari pohonnya dapat dikaitkan


dengan pembentukan karakter dari DNA. DNA orang tua tentu saja
akan diturunkan/diwariskan pada anaknya, begitu juga sifat atau
karakter. Selain itu, pembentukan karakter juga dipengaruhi oleh
pola asuh yang orang tua terapkan pada anak.

Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran.


Hal ini dikarenakan pikiran memiliki program yang terbentuk
dari pengalaman hidup yang kemudian membuatnya beradaptasi
dengan apa yang terjadi padanya saat ini. Pola pikir yang tercipta
tentu harus sesuai dengan prinsip di dalam lingkungan.

16
Joseph Murphy dan Adi W. Gunawan lebih rinci menjelaskan
tentang pentingnya pikiran dalam diri seseorang, dalam diri
seseorang terdapat dua pikiran, yaitu pikiran sadar dan pikiran
bawah sadar. Pikiran sadar atau objektif (consious mind) yang
berhubungan dengan panca indra sebagai media yang bersifat
menalar. Pikiran sadar atau subjektif (subconsious mind) berisikan
emosi dan memori, bersifat irasional tidak menalar, dan tidak
dapat membantah.

Letak pikiran sadar terdapat pada korteks otak yang berpengaruh


±12% dari kemampuan otak, sementara letak pikiran bawah
sadar terdapat pada medulla oblongata. Sejak usia 0-5 tahun
kemampuan nalar seorang anak memang belum tumbuh, hal ini
menyebabkan pikiran bawah sadarnya yang menerima informasi
dan stimulus yang diberikan. Pada usia tersebutlah pondasi untuk
membentuk karakter yang baik perlu dilakukan melalui penerapan
pola asuh yang baik dan mendukung. Orang tua harus membentuk
kepercayaan dan konsep diri anak melalui pola asuh yang baik,
karena hal itu akan berdampak ketika di masa dewasa nanti. Proses
transisi dari totalitas pengasuhan orang tua menuju lingkungan
baru (lingkungan pendidikan) harus dipersiapkan dengan baik. Saat
memasuki lingkungan sekolah anak-anak mungkin akan mengalami
perubahan dalam konsep diri yang dipengaruhi proses belajar,
pengajar, dan lingkungan pendukung lainnya.

Dalam proses pembentukan karakter anak, orang tua mengambil


peran yang sangat penting. Hal ini karena keluarga (orang tua)
merupakan unit terkecil dari sebuah kelompok sosial. Pendidikan
karakter harus diterapkan di dalam keluarga untuk mempersiapkan
anak sebelum masuk ke lingkungan sosial yang lebih besar
lagi. Pola asuh orang tua sangat memengaruhi karakter anak.

17
Terdapat tiga macam pola asuh, yaitu otoriter, demokratis, dan
permisif.
1. Pola asuh otoriter (Orang tua memegang kuasa penuh atas
anak)
• Tidak ada kebebasan berpendapat bagi anak
• Anak harus ikut pada perintah orang tua
• Tidak ada diskusi untuk memutuskan sesuatu
• Jika berbuat salah maka anak akan dihukum
2. Pola asuh demokratis (Orang tua mengajak anak diskusi
dalam menentukan sesuatu)
• Anak diberi kebebasan berpendapat
• Orang tua dan anak melakukan diskusi untuk
memutuskan sesuatu
• Orang tua dapat mengambil keputusan bijak
dengan pertimbangan dari pendapat anak
• Masalah apapun dibicarakan secara demokratis
3. Pola asuh permisif (Orang tua memberikan kebebasan
sepenuhnya pada anak)
• Orang tua memberikan kepercayaan penuh pada
anak
• Anak bebas melakukan sesuatu tanpa perlu
berdiskusi dengan orang tua
• Orang tua terkesan tidak mengawasi anak
• Anak memutuskan sendiri apa yang baik untuknya

Pola asuh tidak hanya dilakukan saat anak berada di usia 0-5
tahun, pola asuh merupakan kegiatan yang dilakukan seumur
hidup, dimana orang tua mengasuh anaknya hingga berada di usia
tertentu yang dianggap dewasa. Penerapan pola asuh yang keliru
akan memengaruhi karakter dari seorang anak, dampaknya tentu
saja akan terus dirasakan sepanjang hidupnya.

18
Orang tua sebagai tiang pendiri keluarga harus memperhatikan
banyak hal, termasuk lingkungan tempat tinggal yang juga
memiliki pengaruh terhadap tumbuh kembang anak secara
fisik maupun mental. Selain memperhatikan lingkungan tempat
keluarganya tinggal, orang tua juga harus bersikap sewajarnya
saat berada di depan anak. Hindari bertengkar di depan anak,
karena hal tersebut akan berpengaruh pada kondisi mental dan
juga pembentukan karakternya. Bagaimana orang tua bersikap,
memilih tempat tinggal, dan memilih pendidikan untuk anaknya
akan memiliki dampak besar bagi sang anak. Banyak hal perlu
diperhatikan oleh orang tua demi mendukung pertumbuhan dan
perkembangan anak.

Dari lingkungan keluarga anak akan masuk ke lingkungan


sosial selanjutnya, yaitu sekolah. Sekolah juga memiliki peran
penting dalam pembentukan karakter anak. Di sekolah anak akan
belajar berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain selain
keluarganya. Selain mendapat ilmu pengetahuan akademik,
anak juga akan belajar bagaimana bersikap dan berperilaku di
lingkungan masyarakat. Ia akan mulai menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan di sekitarnya. Periode dimana anak beradaptasi
dengan lingkungan sosial melalui sekolah akan berlangsung cukup
lama hingga usianya cukup matang (dewasa awal).

Lingkungan keluarga dan sekolah membantu individu dalam


menganalisis dan menggunakan nalarnya, pemikirannya akan sesuatu
secara berangsur-angsur akan meluas dan berkembang. Namun,
bagaimana seseorang membangun persepsi sangat dipengaruhi
oleh pembentukan karakter yang diperoleh pada usia dini.
Semakin banyak informasi yang diterima, semakin jelas tindakan,
kebiasaan, dan karakter yang unik dari masing-masing individu.

19
Dengan kata lain, setiap individu akhirnya memiliki sistem
kepercayaan (belief system), citra diri (self-image) dan kebiasaan
(habit) yang unik. Karakter ideal akan terbangun sejalan dengan
perkembangan karakternya selama individu tersebut sadar untuk
terus bertumbuh baik dalam segi karakter. Hal tersebut dapat
dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan lingkungan sosial seorang
individu.

20
BAB III
PEMBENTUKAN KARAKTER

A. Konsep Dasar
Karakter dimaknai sebagai dimensi yang positif dan konstruktif.
Karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan orang lain. Dengan kata lain,
karakter merupakan tabiat dan watak. Bidan diharapkan memiliki
karakter berkualitas, bermoral, dan berakhlak budi pekerti yang
baik. Bidan harus memiliki karakter yang kuat dan tangguh dalam
mengahadapi persoalan, ulet, memiliki daya juang yang kuat, dan
pantang menyerah.

1) Pengetahun Moral
a. Kesadaran Moral
Manusia sebagai individu bisa saja mengalami kegagalan
moral atau kebutaan moral. Kondisi ini adalah kondisi
dimana seorang individu gagal dalam memahami situasi yang
berkaitan dengan moral di hadapannya. Melihat kompleksnya
sistem pelayanan kesehatan saat ini yang tidak lepas dari
peran kebijakan, sumber daya manusia, fasilitas pelayanan
dan faktor pasien yang dipengaruhi oleh adat, kebiasaan,
dan budaya, menyebabkan aplikasi pelayanan kebidanan
terkadang tidak sesuai antara teori dan kenyataan di lapangan.
Sebagai tenaga kesehatan sudah sepatutnya dapat mengenali
kondisi yang ada di hadapannya, kemudian mempertanyakan
apakah yang dilakukannya benar secara medis dan diterima
secara budaya.

21
Di berbagai pelayanan kesehatan, terdapat ketidaksesuaian
metode pemberian asuhan kebidanan dikarenakan perbedaan
paradigma keilmuan tim yang terlibat dalam memberikan
asuhan. Pasien yang seharusnya tidak memerlukan intervensi
berlebihan akhirnya menerima pelayanan tersebut. Ibu
bersalin yang seharusnya bisa menjalani persalinannya
melalui pertolongan persalinan normal akhirnya mendapatkan
intervensi berupa pemberian oxytocin.

Sudah sepatutnya mahasiswa kebidanan paham mengenai


tanggung jawab moral. Mahasiswa harus tahu kapan sebuah
situasi atau kondisi memerlukan pemikiran berdasarkan
pada moral, kemudian mencari jalan keluar yang tepat.
Dalam prosesnya, mahasiswa harus mengetahui keadaan
sebenarnya dari sebuah kondisi yang sedang ia tangani, hal
ini akan sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan
yang berdasarkan pada penilaian moral. Jika mahasiswa tidak
mengetahui penyimpangan dalam pelayanan kebidanan,
maka ia tidak bisa mendukung kebijakan yang dapat
meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan. Agar mahasiswa
bertanggung jawab harus ada upaya pemberian informasi
dan pengetahuan. Pemberian pendidikan nilai terkait dengan
profesinya terlebih dahulu sebelum membuat sebuah
pembelajaran moral.

Aplikasi pembelajaran ini dapat dilakukan ketika mahasiswa


terjun ke lahan praktik, bertemu dengan situasi nyata di lahan
praktik. Pembelajaran reflective diberikan ketika mahasiswa
dihadapkan pada suatu kasus. Mereka dilatih menggunakan
perasaannya. Pengajar menggiring mereka untuk memikirkan
apa yang ia rasakan tentang pasien tersebut, apa yang benar

22
dan apa yang salah, serta apa yang dapat ia lakukan untuk
menangani kasus tersebut. Mahasiswa juga diminta untuk
mencari informasi tindakan terbaik apa yang dapat ia lakukan
terhadap pasien.

b. Mengetahui Nilai Moral


Sebagai calon bidan, tentunya mahasiswa kebidanan harus
mengetahui bahkan memiliki nilai-nilai yang mencerminkan
moral yang baik. Jujur, adil, toleransi, sopan, santun, disiplin,
integritas, belas kasih, dermawan dan berani merupakan nilai
yang baik. Nilai-nilai tersebut juga harus ditanamkan dari
satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga nilai moral
yang baik tidak putus. Kesadaran akan etis menuntut adanya
pengetahuan terhadap semua nilai ini. Nilai-nilai keluhuran
ini ditanamkan kepada mahasiswa yang terintegrasi dalam
semua mata kuliah dan tercermin dalam seluruh kegiatan
akademisi dan perilaku civitas akademik.

Tidak hanya mengetahui, mahasiswa kebidanan harus


memiliki nilai-nilai tersebut dan mampu menerapkannya di
setiap situasi. Inti yang dapat kita ambil dari pemberian
pengetahuan mengenai nilai-nilai moral bagi mahasiswa
kebidanan adalah bagaimana dosen dan tenaga pendidik
membantu mahasiswa menerjemahkan nilai-nilai abstrak
yang terkandung dalam sikap hormat dan bertanggung
jawab ke dalam perilaku moral konkret. Bekal nilai-nilai
moral yang mereka dapatkan selama di kampus akan
menjadi kebiasaan kemudian menbentuk perilaku sebagai
bidan yang baik.

23
c. Pengambilan Perspektif
Bidan akan sering dihadapkan dengan kasus dimana dirinya
harus berpikir dari berbagai sudut pandang. Kemampuan
ini merupakan salah satu aspek keberhasilan bidan dalam
memberikan asuhan. Bidan harus mampu melihat situasi dari
sudut pandang orang lain, berpikir seakan mereka lah yang
berada di posisi tersebut. Hal itu merupakan pertimbangan
dalam mengambil keputusan yang berdasarkan pada moral.
Kita tidak dapat menghormati orang lain dengan baik dan
bertindak dengan adil tehadap mereka jika tidak memahami
mereka. Tujuan dasar dari pendidikan moral seharusnya
membantu mahasiswa bidan untuk merasakan dunia dari
sudut pandang orang lain (pasien, keluarga, masyarakat, teman
sejawat, antar profesi dan antar sektor).

Dalam ruang belajar di ruang kelas mahasiswa tidak akan


bisa berinteraksi dan bekerja sama dengan temannya apabila
tidak memiliki pemahaman yang baik. Mereka akan menghadapi
konflik saat berhadapan dengan preseptor dan mentor di
lapangan bila tidak memahami kemauan dan karakternya. Hal
ini akan menghambat proses pembelajaran yang edukatif di
lahan praktik. Mereka menyadari kegagalan dalam pemberian
asuhan apabila bidan tidak bisa memahami harapan, keinginan
serta perspektif pasien keluarga, masyarakat dan tenaga
profesional yang terlibat dalam proses pelayanan kesehatan.

d. Penalaran Moral
Dalam mengambil keputusan atas dasar moral, diperlukan
penalaran yang baik. Perkembangan penalaran moral terjadi
secara bertahap, mulai dari mempelajari hal-hal apa saja yang
termasuk sebagai nalar moral ketika melibatkan pemahaman

24
terhadap beberapa prinsip moral klasik, seperti “Hormatilah
martabat setiap individu”, “Perbanyaklah berbuat baik”,
“Bersikaplah sebagaimana engkau mengharapkan orang lain
bersikap padamu“. Perbuatan inilah yang menuntun perbuatan
moral dalam berbagai situasi.

Bidan dalam memberikan pelayanan, harus menjunjung


tinggi harkat dan martabat pasien serta memposisikannya
sebagai mitra. Dalam memberikan pelayanan, bidan harus
menetapkan standar pelayanan sesuai dengan keinginan
ketika ia adalah seorang pasien. Bidan harus konsisten, tidak
melakukan episiotomi tanpa ada indikasi, sebagaimana
ia mengharapkan ketika ia melahirkan juga mendapatkan
perlakuan yang sama. Selama pertolongan persalinan bidan
memberikan asuhan sayang ibu, menggunakan efektif dan
profesional dalam pelayanan sesuai dengan perspektifnya
ketika ia sebagai pasien.

e. Membuat Keputusan
Setelah melalui rangkaian pemikiran berdasarkan moral,
pengambilan keputusan merupakan langkah selanjutnya.
Bidan harus mampu mengambil keputusan dalam menghadapi
persoalan moral, hal itu disebut sebagai keterampilan reflektif.
Pendekatan yang digunakan adalah dengan mengajukan
pertanyaan “Apa saja perilaku?“ dan “ Apa saja konsekuensinya?”.

Dalam praktik kebidanan, terdapat konsekuensi moral


yang akan dihadapi bidan, perlu kesiapan yang matang agar
tidak mengalami dilema moral. Misalnya, ketika menangani
seorang remaja yang mengalami kehamilan di luar nikah bidan
dihadapkan pada dilema, karena remaja tersebut mungkin saja
akan meminta bidan untuk menggugurkan kandungannya.

25
Dalam mengambil keputusan yang bijak, bidan harus melakukan
refleksi, apa yang menjadi pilihannya dalam menangani pasien,
jika ia sudah mengambil pilihan terbaik, maka ia perlu memikirkan
konsekuensi apa yang akan diterimanya atas keputusan tersebut.

f. Memahami Diri Sendiri


Dari seluruh tahapannya, memahami diri sendiri adalah
bagian terpenting dan juga paling sulit untuk dilakukan
meskipun sangat berdampak pada pengembangan karakter
individu. Sebagai individu yang mengembangkan karakternya,
ia harus mampu berpikir kritis bahkan pada dirinya sendiri.
Mampu mengambil keputusan berdasarkan pada evaluasi
diri dan mampu membangun pemahaman diri. Membangun
pemahaman diri berarti sadar terhadap kekuatan dan kelemahan
serta mengetahui cara memperbaiki kelemahan tersebut.

2) Perasaan Moral
Sisi emosional dan intelektual seorang individu harus berjalan
seimbang untuk menjadi karakter yang ideal. Kedua sisi tersebut
sama pentingnya dalam perkembangan karakter seseorang. Dalam
beberapa aspek kehidupan, seorang individu akan dituntut untuk
berperilaku berdasarkan pada emosionalnya, di aspek lain ia harus
bersikap berdasarkan intelektualnya. Begitu juga dalam persoalan
yang menyangkut moral. Individu harus mengendalikan dirinya
berdasarkan pada kedua sisi ini.

Dalam proses yang memperhatikan moral, individu dituntut


untuk mengedepankan keseimbangan antara intelektual dan
emosionalnya. Perasaan moral yang baik akan menuntun pada
keputusan yang baik juga.

26
a. Hati Nurani
Hati nurani memiliki dua sisi, yaitu kognitif dan emosional.
Sisi kognitif menuntun dalam menentukan hal yang besar,
sedangkan sisi emosional menjadikan kita merasa berkewajiban
untuk melakukan hal yang benar. Penggunaan hati nurani
akan membawa individu pada rasa bersalah konstruktif.
Di saat nurani seorang individu berkata ia harus melakukan
sesuatu, ia akan merasa bersalah jika tidak melakukan hal
tersebut. Hal ini berkaitan dengan standar yang ditetapkan
oleh dirinya, standar ini dapat membantu seorang individu
dalam upaya menahan diri agar tidak melakukan hal di luar
standar tersebut.

Jika seorang bidan berpegang pada hati nurani yang sudah


menetapkan standar tertentu dalam bertindak, maka bidan
tersebut tidak akan melakukan hal yang berlainan dengan hati
nuraninya. Misalnya, seorang bidan memiliki standar untuk
tetap berbuat jujur maka hati nuraninya akan membatasi
dirinya agar tidak berbuat curang. Jika ia melakukan perbuatan
curang, ia akan merasa bersalah dan tidak akan membiarkan
dirinya melakukan hal tersebut lagi.

b. Penghargaan Diri
Sebagai individu kita harus miliki penghargaan diri, dimana
kita menghargai dan menghormati diri sendiri. Prinsip bahwa diri
ini patut dihargai dan dihormati membuat individu tidak akan
membiarkan dirinya tertindas atau tidak dihargai oleh orang lain.
Dalam hal ini, individu harus memandang positif dirinya,
dimana dirinya patut dihargai dan dihormati. Dengan begitu,
ia juga akan melakukan hal yang sama kepada orang lain.

27
c. Empati
Empati merupakan sisi emosional dari pengambilan
perspektif. Bidan akan berhadapan dengan manusia lain, maka
dari itu empati dalam diri bidan haruslah besar. Sikap empati
yang berkembang dengan baik membantu bidan menggunakan
perasaan secara konstruktif didukung dengan pengetahuan dan
keterampilan dalam melayani.

d. Menyukai Kebaikan
Ketertarikan atau kecintaan terhadap kebaikan merupakan
ciri dari karakter yang mulia. Bidan dengan karakter mencintai
kebaikan akan melakukan tugasnya dengan sepenuh hati
karena berprinsip apa yang dikerjakannya adalah untuk
kebaikan orang lain. Rasa ini dapat ditumbuhkan dan
dikembangkan melalui berbagai cara, seperti kegiatan
atau program yang berbasis pada pengembangan karakter
mencintai kebaikan untuk bidan.

e. Kontrol Diri
Untuk meminimalkan kegagalan moral, kontrol diri sangat
diperlukan. Seorang individu harus mampu mengendalikan
dirinya dalam melakukan atau mengejar sesuatu agar tidak
jatuh pada suatu kegagalan. Sebagai individu kita sering kali
mengikuti kemana nafsu membawa kita, kontrol diri akan
membantu kita mengatur kemana arah dan tujuan hidup kita,
mengurangi penggunaan nafsu sesaat. Di dunia kebidanan,
kontrol diri diperlukan untuk menjauhkan bidan dari
kesenangan duniawi. Bidan dituntut untuk memiliki kontrol diri
agar terhindar dari penyimpangan yang menjerumuskannya
kepada perilaku tidak terpuji.

28
f. Kerendahan Hati
Bersikap rendah hati membuktikan bahwa seorang individu
telah memahami dirinya. Kerendahan hati berarti paham atas diri,
membuka diri untuk hal baru, dan memperbaiki apa yang gagal
sebelumnya. Kerendahan hati juga akan menjauhkan diri dari sikap
sombong dan perilaku tidak baik lainnya.

3) Aksi Moral Positif


Adapun unsur-unsur budaya moral positif yang dapat diterapkan
di institusi pendidikan ialah sebagai berikut.
1) Ketua program studi mampu memberikan kepemimpinan
moral akademis dengan:
a. Mengartikuasikan visi dari tujuan institusi pendidikan.
b. Memperkenalkan tujuan dan strategi program nilai
kepada semua civitas akademik.
c. Berusaha mendapatkan dukungan dan partisipasi dari
orang tua mahasiswa.
d. Memberi teladan nilai-nilai institusi pendidikan melalui
interaksi dengan seluruh civitas akademik dan orang tua
mahasiswa.

2) Kampus membuat peraturan disiplin yang efektif untuk


tingkatnya.
a. Mendifinisikan dengan jelas peraturan-peraturan dan
memberlakukannya secara konsisten dan adil.
b. Menangani masalah disiplin dengan cara yang dapat
mendorong pertumbuhan moral mahasiswa.
c. Memastikan bahwa peraturan dan nilai ditegakkan di
seluruh lingkungan kampus dan segera bertindak untuk
menghentikan perilaku merusak.

29
3) Institusi menciptakan kesadaran komunitas di seluruh
lingkungan.
a. Mendorong civitas akademik untuk mengapresiasi
tindakan peduli yang dilakukan orang lain.
b. Menciptakan kesempatan bagi mahasiswa untuk saling
mengenal dengan kegiatan ekstrakurikuler.
c. Mengupayakan sebanyak mungkin mahasiswa terlibat
dalam kegiatan ekstrakurikuler.
d. Menegakkan sportivitas yang baik.
e. Memanfaatkan pertemuan kampus untuk mendorong
nilai-nilai komunitas dan nilai-nilai yang baik.
f. Mengarahkan semua mahasiswa punya tanggung jawab
atas tugas yang berkontribusi terhadap kampus.

4) Institusi pendidikan dapat menggunakan mahasiswa


yang demokratis untuk mendorong perkembangan
kewarganegaraan dan ikut bertanggung jawab terhadap:
a. Menyusun struktur kepengurusan mahasiswa untuk
memaksimalkan partisipasi mahasiswa dan interaksi
antar setiap mahasiswa dan perwakilannya (HIMA, HMJ,
HMP, dan organisasi lainnya).
b. Membuat perwakilan mahasiwa yang bertanggung jawab
terhadap penanganan masalah dan persoalan yang
memiliki pengaruh nyata terhadap kualitas kehidupan
kampus.

5) Institusi pendidikan dapat menciptakan seluruh komunitas


moral di kalangan orang dewasa yang ada.
a. Menyediakan waktu khusus dan dukungan bagi karyawan
untuk bekerja sama dalam hal yang berkaitan dengan
mengajar.

30
b. Melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan
bersama, apabila keputusan tersebut ada kaitannya
langsung dengan masalah yang sedang dihadapi.

6) Institusi pendidikan dapat meningkatkan arti penting dari


masalah moral.
a. Menyeimbangkan tekanan akademis sedemikian rupa
agar dosen tidak mengabaikan perkembangan sosial
moral peserta didik.
b. Mendorong dosen menyediakan waktu khusus untuk
memperhatikan masalah moral.

B. Pembentukan Karakter Bidan sebagai


Pembentukan karakter sudah berproses sejak di dalam
kandungan hingga dewasa. Berbagai kajian menunjukkan bahwa
perilaku ibu selama hamil memiliki pengaruh signifikansi terhadap
karakter anaknya kelak, yang kemudian didukung lingkungan
keluarga, sekolah dan lingkungan pergaulan yang akan membentuk
kompleksitas karakter seseorang serta membuat seseorang
menjadi unik dan berbeda.

Periode terpenting dalam proses pembentukan karakter adalah


masa kanak-kanak, karena anak mengolah apa yang ia lihat dengan
alam pikirannya. Untuk itu, orang tua harus memberikan contoh
yang baik dalam berinteraksi dengan anggota keluarga dan anak,
serta tidak memperlihatkan perilaku yang dapat memancing emosi
anak dan membuat anak menangis (bertengkar, menggunakan
kata-kata kurang baik, tidak bijak dalam memberikan hukuman atau
berlebihan dalam memberikan penghargaan). Televisi dan media
elektronik juga berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak,
menonton berbagai siaran televisi dapat memengaruhi watak anak.

31
Ibu sebagai pendidik utama dalam keluarga mesti memahami
karakter apa saja yang akan ditanamkan kepada anak sesuai dengan
tindakan dan pengajaran serta pembiasaan yang dibangun di rumah.

Mengingat pembangunan karakter merupakan proses tiada


henti, tenaga pendidik serta seluruh civitas akademik yang terlibat
harus menyadari bahwa peserta didik mereka merupakan individu
yang unik dan telah mengalami proses pembentukan karakter. Perlu
pertimbangan dalam menentukan metode dan trik yang tepat untuk
untuk melahirkan tenaga bidan yang profesional. Pola pendidikan
karakter dapat berbentuk mata kuliah. Pola pembelajaran
tersebut diberikan dalam konsep renungan, pengkondisian,
pembiasaan perilaku dan lain-lain yang diintegrasikan dalam
metode pembelajaran (pembelajaran KBK/interactive learning).
Pola pendidikan tersebut dapat pula dalam bentuk hidden curricul.
Cerminan penerapan karakter dapat dilihat dalam proses kegiatan
belajar mengajar di kelas, laboratorium, lahan praktik, kegiatan
penelitian, maupun pengabdian masyarakat.

Berikut ini merupakan konsep yang dikemukakan oleh Hazecamp


dan Huebner (1989) sebagai bahan kajian dalam menyusun pola
pendidikan karakter bidan.
1) Konsep pengembangan dan keperluan akademik yang merupakan
persoalan terkait dengan kategorisasi, auditory comprehension,
kecerdasan mendasar, dan kajian keterampilan.
2) Kebutuhan komunikasi, hal ini berkaitan dengan membaca,
menulis, berhitung, menggunakan peralatan elektronik dan
keterampilan menggunakan alat-alat khusus.
3) Kebutuhan bersosialisasi dan emosional, berkaitan dengan
proses bersosialisasi, pendidikan sikap dan perilaku, psikologi,
rekreasi dan pendidikan seksual.

32
4) Sensory motor dan psikomotorik, yaitu gerak keseimbangan
yang berkaitan dengan motorik.
5) Orientasi dan morbiditas, merupakan konsep yang pasti tentang
lingkungan. Konsep spatial, lalulintas dan pengaturannya,
pengenalan pribadi tentang lingkungan, keberanian, dan lain
sebagainya.
6) Kebiasaan hidup sehari-hari, meliputi kebiasaan personal hygiene,
pakaian, perawatan pakaian, pelajaran tentang penjagaan dan
kebersihan rumah, money management, penggunaan telepon,
pengenalan makanan dan persiapannya.
7) Karir dan pendidikan kejuruan/vokasi. Ketanggapan dengan
karier, pendidikan kejuruan, interview dan lain-lainnya.

C. Membangun Pilar Sikap Pendidikan Bidan


Elfandri (2012) mengemukakan bahwa empat pilar sikap yang
harus ditumbuhkan dalam pembentukan kepribadian seorang anak,
yaitu: 1) pilar menyukai kesempurnaan; 2) pilar integritas yang
tinggi; 3) pilar membangun integrasi; dan 4) pilar sikap konstruktif.
Empat pilar tersebut dapat digunakan sebagai pemetaan untuk
membagi peta kekuatan dan kelemahan kondisi peserta didik. Hal
ini dipengaruhi oleh agama, ilmu, dan budaya. Pengaplikasian empat
pilar sikap dalam pendidikan bidan dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Pilar menyukai kesempurnaan
Komponen yang berkaitan dengan menyukai kesempurnaan
(persistance) adalah sempurna, logis, efektif dan efisien.
2. Pilar integritas yang tinggi
Mahasiswa kebidanan yang memiliki integritas tinggi akan
merasa telah melakukan yang terbaik. Adanya kejujuran,
kerja keras, amanah, dan tanggung jawab adalah komponen
pembentukan integritas yang tinggi.

33
3. Pilar membangun integrasi
Integritas yang tinggi akan membuat mereka memiliki
kemampuan untuk bekerja dalam situasi diversifikasi dan
mencapai tujuan yang lebih besar. Oleh karena itu, harus
dilengkapi dengan kemampuan berintegrasi, komunikasi,
bekerja kelompok dalam timm yang baik agar terbiasa bekerja
dengan alur yang jelas dan terukur di setiap pekerjaan.
4. Pilar sikap konstruktif
Sikap konstruktif sangat diperlukan dalam pembentukan
bidan berkarakter, sikap konstruktif ini terdiri dari solusi,
positif, maju dan solutif.

34
BAB IV
KONSEP DIRI

A. Pengertian Konsep Diri


Dalam menentukan dan mengarahkan diri menuju ke tujuan
hidup, seseorang perlu memiliki konsep diri. Konsep diri adalah
pandangan atau sikap individu terhadap diri sendiri. Definisi
mengenai konsep diri ialah pikiran, keyakinan, dan kepercayaan
seorang individu tentang dirinya yang kemudian memengaruhi
hubungannya dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 2005).
Keliat (2005) menyatakan bahwa konsep diri adalah cara individu
memandang dirinya secara utuh, fisikal, emosional, intelektual,
sosial, dan spiritual.

Konsep diri merupakan citra diri yang subjektif dan bercampur


secara kompleks dengan perasaan, sikap, dan persepsi secara
sadar maupun bawah sadar (Potter & Perry, 2005). Konsep diri
memberikan kerangka acuan yang memengaruhi manajemen
terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain.

B. Komponen Konsep Diri


1) Citra Tubuh (Body Image)
Citra tubuh berhubungan dengan persepsi ukuran dan
dinamis, yang seiring berjalannya waktu terus berkembang
atau mengalami perubahan. Citra tubuh dapat berubah dalam
beberapa jam, hari, minggu atau bulan, tergantung pada
stimulus eksternal dalam tubuh dan perubahan aktual dalam
penampilan, struktur, dan fungsi (Potter & Perry, 2005).

35
2) Ideal Diri (Self Ideal)
Individu harus memiliki standar ideal bagi dirinya
sendiri, dimana ia bertindak dan berperilaku atas dasar yang
ditetapkannya. Hal ini berkaitan dengan apresiasi, nilai, dan
tujuan yang ingin dicapai. Ideal diri berperan sebagai pengatur
internal dan membantu individu mempertahankan kemampuan
menghadapi konflik. Idea diri dibentuk sejak diri dengan
pengaruh dari orang sekitar, seiring berjalannya waktu individu
akan membentuk dasar ideal diri.
3) Harga Diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang
dicapai dengan menganalisis kesesuaian tingkah laku dengan
ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang
lain, seperti dicintai, dihormati, dan dihargai. Mereka yang
menilai dirinya positif cenderung bahagia, sehat, berhasil dan
dapat menyesuaikan diri.
4) Peran (Self Rool)
Peran berhubungan dengan fungsi individu di dalam
kelompok sosial masyarakat. Individu harus melakukan
perannya di dalam masyarakat tanpa melepas ideal diri dan
harga diri yang sudah tertanam dari dirinya. Hal itu akan
membuatnya menjadi pribadi yang berkarakter kuat.
5) Identitas Diri (Self Idencity)
Identitas diri merupakan kesadaran individu bahwa dirinya
berbeda dengan orang lain. Dalam proses menemukan identitas
diri, individu mengalami berbagai fase mulai sejak usia dini
hingga dewasa. Dengan mengetahui identitas diri, akan timbul
menghargai diri, menguasi diri, mengatur diri dan menerima diri.

36
C. Memahami Diri Sendiri
Untuk mengenal dan memahami diri, individu perlu menentukan
identitas diri melalui berbagai fase dalam hidup. Terdapat lima
dimensi identitas diri, yaitu:
1. Bersifat sosial dan psikologis. Konsepnya adalah psikologis
manusia tidak hanya dipengaruhi oleh DNA, namun juga oleh
kondisi di sekitarnya (lingkungan sosial). Kedua hal tersebut
tidak dapat dipisahkan.
2. Bersifat emosional. Terlepas dari sisi intelektual yang dimiliki
individu, respons, pikiran, dan perilakunya akan selalu
dipengaruhi oleh kondisi emosinya.
3. Pusat dari kesadaran, pengambil keputusan, dan pengendalian
diri. Sebagai kontrol pusat atas tindakan yang dilakukannya.
Pengendalian diri tidak hanya untuk sesuatu yang buruk
seperti amarah, cemburu, dan iri, akan tetapi juga untuk
emosi yang baik seperti cinta dan sayang.
4. Bersifat yang lunak dan lentur dalam dua hal, yaitu menyamar
sebagai wujud yang berbeda (dari segi perilaku) dan mengalami
pendewasaan sepanjang waktu (dapat dipengaruhi faktor
traumatis).
5. Memiliki aspek spiritual yang sering kali tidak berkembang
atau dorman. Aspek spiritual sering kali berhubungan dengan
sikap dan perilaku individu, dimana saat individu itu menganut
suatu kepercayaan yang membuatnya tidak boleh melakukan
sesuatu maka ia tidak akan melakukan hal tersebut.

Secara alami identitas diri memang akan terbentuk seiring berjalannya


waktu, namun individu tetap harus melakukan sesuatu untuk menemukan
identitas dirinya. Upaya dalam mengenal dan memahami diri yang dapat
dilakukan ialah membuka diri pada kesempatan baru, percaya diri, tidak
membatasi diri akan pengalaman positif yang baru, dan bekerja keras.

37
D. Kepribadian
Kepribadian (Personality) mengacu pada perbedaan individu
dalam karakteristik pola pikir, perasaan, dan perilaku. Salah satu
tes kepribadian yang populer adalah Myers-Briggs Type Indicator
(MBTI). MBTI mengelompokkan preferensi kepribadian ke dalam
empat dimensi, yaitu:
• Dunia favorit: Apakah seseorang lebih memilih untuk fokus
pada dunia luar atau di dunia batinnya sendiri? Ini disebut
extraversi (E) atau introversi (I).
• Informasi: Apakah seseorang lebih memilih untuk fokus
pada informasi dasar yang diterima atau lebih memilih
untuk menafsirkan dan menambahkan makna? Ini disebut
pengindraan (S) atau intuisi (N).
• Keputusan: Ketika membuat keputusan, apakah seseorang
lebih memilih untuk pertama melihat logika dan konsistensi
atau pertama melihat orang-orang dan keadaan-keadaan
khusus? Ini disebut berpikir (T) atau merasakan (F).
• Struktur: Dalam berurusan dengan dunia luar, seseorang lebih
memilih untuk menerima hal-hal yang telah diputuskan atau
lebih memilih untuk tetap terbuka terhadap informasi baru
dan pilihan? Ini disebut menilai (J) atau mengartikan (P).

E. Kebiasaan Baik dalam Menjalankan Agama


Penjagaan atas kebiasaan yang baik merupakan sebuah proses
pembentukan karakter baik. Menurut Ibnul Qayyim, pembiasaan
merupakan proses sebelum terbentuknya karakter, sehingga kebaikan
itu tidak sesaat tetapi tertanam dalam diri seseorang. Contohnya,
saat orang melakukan infaq (menyisihkan hartanya untuk membantu
yang kekurangan) di saat dirinya sulit ataupun senang, maka hal
tersebut sudah menjadi kebiasaan yang tertanam dalam dirinya.

38
Dalam agama Islam, Allah telah berfirman, “Sesungguhnya
Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak
ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia.” (Arra’du: 11)

Berdasarkan pada firman-Nya, manusia sejatinya memegang


penuh keputusan untuk menjadi lebih baik. Dengan kata lain,
untuk menjadi pribadi yang baik dan positif, kita harus memiliki
keinginan untuk melakukan kebiasaan yang baik. Hal tersebut
merupakan faktor internal mengapa manusia melakukan hal-
hal baik atau buruk. Adapun faktor eksternal yang memengaruhi
perilaku manusia dapat berupa gangguan iblis yang dapat datang
dengan berbagai bentuk seperti melalui orang-orang di sekitar yang
menghasut atau memberikan pengaruh buruk.

F. Bentuk Penghormatan Pada Diri Sendiri


Kata hormat memiliki pengertian sebagai suatu sikap menghargai
dengan bersikap santun dan sopan. Rasa hormat terhadap sesama
manusia merupakan hal yang lazim dimiliki semua orang. Memiliki rasa
hormat terhadap orang lain akan memberikan dampak positif terhadap
diri dan lingkungan sekitar, mengingat dengan menghormati orang lain
maka kita tidak bersikap seenaknya dan tidak meremehkan orang lain.
Berangkat dari hal tersebut, akan terbentuk kelompok masyarakat
yang saling mengisi dan menguatkan satu sama lain tanpa konflik yang
disebabkan oleh rasa superior dan meremehkan orang lain.

Hormat pada diri sendiri akan memberikan efek positif yang tidak
kalah besar dari menghormati sesama. Hormat pada diri sendiri berarti
dapat menentukan dan mengontrol tindakan agar tidak menyakiti,

39
mencelakai, mengotori, menodai, dan merusak diri sendiri secara
jasmani maupun rohani. Rasa hormat, baik kepada sesama maupun
diri sendiri, merupakan hal penting dan termasuk ke dalam norma
kehidupan.

G. Etika Baik dan Buruk


Pada dasarnya, sesuatu dikatakan baik apabila menghasilkan
dampak positif dan tidak melanggar norma yang berlaku di
masyarakat. Begitu pun sebaliknya, sesuatu dikatakan buru apabila
menghasilkan dampak negatif dan melanggar atau bertentangan
dengan suatu norma yang berlaku di masyarakat. Dalam buku ini,
akan dibahas mengenai perbuatan baik dan buruk yang termasuk
ke dalam aliran Eudaemonisme, Positivisme, Naturalisme,
dan Idealisme.
1) Eudaemonisme
Eudaemonisme adalah pandangan hidup yang menganggap
kebahagiaan sebagai tujuan dari semua tindakan yang manusia
lakukan. Tidak hanya terbatas pada kebahagiaan yang bersifat
perasaan subjektif, namun juga mendalam dan objektif
menyangkut seluruh aspek seperti moral, sosial, emosional,
hingga rohani. Eudaemonisme sering disebut sebagai
etika kesempurnaan hidup. Prinsipnya adalah kebahagiaan
diri sendiri dan orang lain. Untuk mencapai eudaemonia,
Aristoteles mengatakan bahwa manusia harus mencapai
empat hal, yaitu:
• Kesehatan, kebebasan, kemerdekaan, kekayaan dan
kekuasaan
• Kemauan
• Perbuatan baik
• Pengetahuan batiniah

40
2) Positivisme
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan
ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang
benar dan menolak aktivitas yang berkenaan dengan metafisik.
Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data
empiris. Aliran ini menolak spekulasi teoritis sebagai sarana
memperoleh pengetahuan. Positivisme terpaku pada data
empiris yang kemudian menjadi kesimpulan yang logis.
3) Naturalisme
Naturalisme memiliki ukuran baik dan buruk perbuatan
manusia, yaitu perbuatan yang sesuai fitrah (lahir dan batin)
atau naluri manusia sendiri. Naturalisme berpandangan segala
sesuatu di dunia ini menuju kepada suatu tujuan tertentu.
Dengan memenuhi panggilan natur (alam), segala sesuatu akan
sampai pada kesempurnaan. Akal pikiran merupakan wasilah
bagi manusia untuk mencapai tujuan kesempurnaan.
4) Idealisme
Idealisme mementingkan eksistensi akal pikiran manusia
karena manusia sendiri merupakan sumber ide. Ungkapan,
“Segala yang ada hanyalah yang tiada” merupakan gambaran
dari alam pikiran (bersifat tiruan) dan sebaik apapun tiruan tidak
akan seindah aslinya (ide). Karena itu, hal baik hanya terdapat
pada apa yang ada di dalam ide itu sendiri.

H. Mengelola Emosi dan Pengendalian Diri


Manusia adalah makhluk perasaan (emosi). Sudah bukan hal
aneh jika manusia sering kali mudah tersulut emosi, bahkan pada
hal-hal yang belum tentu benar di dunia maya. Ungkapan The world
run on feelings sangat menggambarkan kehidupan pada saat ini.

41
Tidak banyak yang dapat dilakukan untuk menghentikan serangan
emosi terlebih lagi di saat dunia maya dipenuhi dengan berbagai
hal yang menyulut emosi.

Berkat internet manusia dapat dengan mudah mencari informasi.


Di saat terjadi konflik antara satu golongan dan golongan lain, maka
informasi di internet menjadi sumber untuk mengembangkan
asumsi tanpa melihat dua sisi atau mempertanyakan kebenaran
yang terjadi. Pengelolaan emosi dan pengendalian diri penting
bagi setiap individu. Dalam hal menjelajah dunia maya, kita harus
melihat dua sisi dan memeriksa kembali kebenaran yang terjadi.
Menelan informasi bulat-bulat akan menimbulkan kesalahpahaman
yang kemudian berujung pada konflik yang tidak seharusnya terjadi.
Mengendalikan diri agar tidak termakan apa yang disajikan di media
internet perlu dilakukan, hindari membaca terlalu banyak artikel
atau sumber yang belum tentu benar atau valid. Tetap pada kondisi
tenang dan tidak terpancing jika berada dalam suatu argumen yang
mungkin berujung pada konflik. Lakukanlah riset yang benar dari
sumber terpercaya (valid) agar tidak termakan berita HOAX atau
ikut menyebarkan hal yang belum tentu benar.

42
BAB V
PERILAKU JUJUR

A. Konsep Dasar Kejujuran


Jujur merupakan kata sikap yang bermakna suatu perbuatan
positif dengan tidak menyembunyikan sesuatu. Seseorang
yang jujur merupakan orang yang tidak menyembunyikan,
menambahkan, mengurangi, atau memanipulasi suatu informasi
yang ia dapat. Apa yang dikatakan dan dilakukannya berdasarkan
pada realita yang benar terjadi, dimana informasi dan realita yang
terjadi sesuai. Sikap jujur merupakan konsep utama dan paling
penting dalam psikologi sosial dan paling banyak didefinisikan.
Menurut Albert (2011:5), kejujuran adalah mengakui, berkata
atau memberikan sebuah informasi yang sesuai kenyataan dan
kebenaran. Kejujuran memiliki batasan yang bersifat kondisional
selama tidak keluar dari makna dasar.

Sebagai individu yang berkarakter ideal, bersikap jujur adalah


sebuah kewajiban. Dengan memahami dan menerapkan sikap
jujur, individu dapat menghargai dan menemukan nilai dari apa
yang dilakukannya. Kejujuran merupakan hal positif yang akan
mendatangkan hasil yang positif.

43
B. Butir Kejujuran
Jujur merupakan sikap yang mahal. Untuk lebih memahami
sikap jujur, berikut ini merupakan butir kejujuran yang harus
dimiliki setiap individu untuk membentuk karakter yang baik.
1) Berani berterus terang
Berani berterus terang merupakan suatu sikap yang hebat,
terlebih lagi di zaman serba canggih seperti saat ini. Sikap ini
merupakan bagian dari sikap jujur. Dalam interaksi dengan
pelayanan kesehatan seperti bidan sikap berterus terang
sangat diharuskan, hal ini berkaitan dengan tindakan yang
harus dilakukan berdasarkan keluhan yang benar dirasakan.
Hal tersebut akan memudahkan bidan atau tenaga kesehatan
lain dalam memberikan keputusan pelayanan apa yang tepat
untuk pasien, serta meminimalisir terjadinya kesalahan dalam
pemberian pelayanan atau tindakan. Meskipun begitu, sangat
disayangkan masih banyak masyarakat yang memilih untuk tidak
berterus terang dan memberikan informasi setengah-setengah
pada bidan atau tenaga kesehatan yang melayaninya.
2) Berbuat sesuai aturan
Dalam bidang pekerjaan apapun, mengikuti aturan yang
berlaku merupakan hal yang mutlak dilakukan oleh pekerja.
Jika tidak, maka risiko terburuk ialah kehilangan pekerjaan
atau dipecat. Sering kali hal ini terkesan seperti paksaan, bukan
sesuatu yang memang tertanam dalam diri individu. Padahal
aturan dibuat agar tidak terjadi kesalahan yang mungkin
merugikan. Contoh kasus berbuat sesuai aturan adalah pada
kegawatdaruratan pada ibu bersalin. Salah satunya adalah
atonia uteri, saat rahim tidak berkontraksi. Bidan harus
melakukan upaya berdasarkan pada kewenangan yang pantas.

44
Bersikap hati-hati sesuai kewenangan yang ada tidak akan
menimbulkan rasa takut atau bersalah pada individu tertentu.
Tetapi jika perbuatan tidak sesuai dengan aturan, secara
psikologis individu akan merasa bersalah.
3) Berani mengakui kesalahan
Melakukan kesalahan merupakan hal yang manusiawi,
tetapi tidak dengan kesalahan yang disengaja. Tidak jarang
individu berlindung di balik permintaan maaf dan kata ‘khilaf’
setelah melakukan kesalahan. Namun, mengakui kesalahan
dan berusaha untuk memperbaiki dampak yang ditimbulkan
merupakan hal baik dan mendapat nilai tambah. Di beberapa
bidang, sikap mengakui kesalahan ini justru akan membawa
individu pada keringanan sanksi atau semacamnya.
4) Bertanggung jawab
Tanggung jawab merupakan sikap wajib yang harus dimiliki
oleh individu. Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Sikap
bertanggung jawab akan membawa individu untuk melakukan
tindakan yang sebaik-baiknya untuk meminimalisir risiko
yang ditimbulkan. Dalam hidup, semua tindakan memiliki
konsekuensi yang tentunya akan pertanggungjawabankan.
5) Berani meminta maaf
Saat terlibat dalam suatu konflik, meminta maaf bukanlah
tanda kalah atau lemah. Sikap ini justru menunjukkan
bahwa seorang individu memiliki mental yang kuat sehingga
berhasil melawan rasa egoisnya. Meminta maaf adalah
kesempatan untuk menjalin komunikasi yang sehat dan
baik. Sikap berani meminta maaf mencerminkan kebaikan
dan ketentraman dalam menjalani komunikasi atau
interaksi dengan siapapun. Dalam pelayanan kebidanan,
sebagai tenaga kesehatan sikap ini sangat diperlukan.

45
Bukan karena status sosial, namun bagaimana menyikapi
kesalahan yang telah dilakukan dan mungkin merugikan orang
lain. Dengan demikian akan timbul rasa saling percaya dan
menghargai satu sama lain, antara bidan dan pasien.

C. Sikap Jujur di Kegiatan Sehari-hari


Sikap jujur sangat diperlukan dalam kegiatan akademik di
kampus, sekolah dan lingkup lembaga pendidikan. Kejujuran di
bidang akademik sering kali terlihat saat melaksanakan ujian,
apakah seorang mahasiswa melakukan hal curang (menyontek)
atau bersikap jujur dengan mengerjakan ujian sesuai dengan
kemampuan dan pengetahuannya. Sikap jujur diperlukan untuk
membangun karakter disiplin dan bermoral di lingkungan kampus.
Meskipun, tidak dipungkiri adanya sikap ingkar yang dilakukan
oleh mahasiswa maupun civitas akademik lain. Maka dari itu,
diperlukan pendalaman mengenai sikap jujur di lingkup akademik
seperti kampus. Hal ini berkaitan dengan terwujudnya tujuan
untuk menghasilkan lulusan kebidanan yang berkarakter baik dan
berkualitas.

Menanamkan sikap jujur tidak hanya dilakukan saat berada


di lingkungan akademik, dalam kehidupan sehari-hari dan di
lingkungan non akademik sikap ini juga perlu ditanamkan dan
diaplikasikan. Sikap jujur merupakan kunci sebuah hubungan
sosial yang baik. Dalam bermasyarakat, seorang individu akan
dipandang lebih baik jika mampu bersikap jujur. Hal ini juga akan
mengurangi terjadinya konflik yang disebabkan oleh sikap curang
atau tidak jujur. Contoh kasusnya, jika berada di sebuah organisasi
masyarakat, individu mungkin mengambil kesempatan dengan
berlaku curang dalam pengelolaan keuangan atau semacamnya.

46
Perilaku curang tersebut akan mencoreng nama baiknya, yang
berujung pada perasaan tidak percaya dari anggota organisasi
kepadanya. Dampak lain tentu saja akan menimbulkan efek negatif
pada kelangsungan organisasi tersebut.

D. Mengasah Kejujuran
Untuk menanamkan sikap jujur tentu perlu melakukan hal-hal
yang kemudian menjadikan berperilaku jujur sebagai kebiasaan.
Sebaiknya, pembiasaan berperilaku jujur dilakukan sejak dini.
Orang tua sebagai pengasuh utama anak dapat mencontohkan
sikap jujur di berbagai aspek kehidupan, baik di rumah maupun di
luar rumah, mengingat anak usia dini cenderung belajar dari apa
yang ia lihat kemudian meniru sikap yang dilihatnya. Dalam agama
islam, sikap jujur (shiddiq) merupakan sikap baik yang dimiliki
oleh para nabi dan rasul. Membiasakan diri untuk bersikap jujur
memang tidak mudah, terlebih jika tidak dibiasakan sejak usia
dini. Lingkungan sekitar sangat memengaruhi sikap seseorang,
lingkungan yang positif akan menghasilkan individu yang positif,
begitu juga sebaliknya.

Mengasah kejujuran dapat dilakukan dari hal terkecil, seperti


membiasakan diri untuk berbicara sesuai dengan fakta, tidak
melebih-lebihkan, atau menyalahkan sebuah informasi. Sikap jujur
akan berdampak positif bagi diri sendiri maupun lingkungan.

47
BAB VI
PERILAKU DISIPLIN DAN BERTANGGUNG JAWAB

A. Disiplin dan Tanggung Jawab


Wursono (1985) mendefinisikan disiplin sebagai sebuah
sikap taat pada aturan atau ketentuan tertentu dalam organisasi
yang berdasarkan pada kesadaran tanpa unsur paksaan. Dalam
sebuah organisasi, kedisiplinan sangat dianggap penting sebagai
upaya melakukan pekerjaan secara efektif. Jika kedisiplinan tidak
ditegakkan kemungkinan tujuan yang ditetapkan tidak dapat dicapai
secara efektif dan efisien (Nitisemito, 1982). Disiplin berkaitan
dengan unsur kesadaran dan penyesuaian diri secara sukarela,
bukan atas dasar paksaan. Disiplin dapat menjadi motivasi tenaga
kerja untuk melakukan pekerjaan secara optimal dengan mematuhi
peraturan, prosedur, dan kebijakan yang sudah ditentukan.

Perilaku indispliner disebabkan oleh kurangnya pengetahuan


mengernai peraturan, prosedur, dan kebijakan yang berlaku. Untuk
mengurangi tindakan tidak disiplin, upaya berupa pemberlakuan
program orientasi untuk tenaga kerja dengan harapan pembiasaan
peraturan, prosedur, dan kebijakan bagi tenaga kerja. Dalam
pelaksanaannya, peraturan yang berlaku harus dijelaskan dengan
rinci bersama dengan konsekuensi yang harus ditanggung jika
melanggar. Seiring berjalannya waktu, peraturan, prosedur, dan
kebijakan kemungkinan mengalami perubahan, ada baiknya
perubahan sekecil apapun disosialisasikan secara luas agar tidak
terjadi kesalahpahaman yang menimbulkan kerugian ataupun
konflik.

48
B. Disiplin dan Tanggung Jawab di Kehidupan Sehari-hari
Sikap dispilin dan tanggung jawab di kehidupan sehari-
hari merupakan sebuah keharusan. Individu yang disiplin dan
bertanggung jawab adalah individu yang tidak lalai dengan tugas
atau kewajiban yang harus dikerjakannya. Misalnya di lingkungan
akademik, mahasiswa/pelajar harus disiplin dan bertanggung jawab
dalam mengerjakan tugas sekolah atau kuliah, menyelesaikan
pekerjaan tepat waktu, dan mampu mempertanggungjawabkan
tugas yang dikerjakannya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kedua sikap ini juga diperlukan


untuk bermasyarakat. Berada di suatu kelompok masyarakat
membuat individu harus beradaptasi dengan peraturan atau norma
yang berlaku di masyarakat tersebut. Sikap tanggung jawab atas
sesuatu yang dibebankan atau dititipkan pun merupakan sikap yang
wajib dimiliki untuk bermasyarakat. Saat individu diberikan suatu
tugas, jabatan, atau apapun yang membutuhkan tanggung jawab,
ia harus mampu mengemban tanggung jawab tersebut. Sikap
tanggung jawab akan mengarahkan diri kepada tujuan awal yang
hendak dicapai.

Pembiasaan sikap disiplin dan tanggung jawab memang tidaklah


mudah, namun menjadi sebuah keharusan. Sikap ini dapat diasah
sejak usia dini, dimana orang tua membiasakan anak untuk disiplin
bangun pagi dan bertanggung jawab atas mainannya di rumah.
Dengan begitu sikap disiplin dan tanggung jawab akan melekat pada
diri anak yang kemudian tetap tertanam hingga ia dewasa. Individu
dengan sikap disiplin dan bertanggung jawab akan dipandang lebih
positif dan dewasa, hal ini karena ia dianggap mampu mengemban
suatu jabatan/tanggung jawab yang tidak bisa dipegang oleh orang-
orang lalai. Tentunya, hal ini akan sangat menguntungkan.

49
BAB VII
KERJA KERAS

A. Konsep Dasar Kerja Keras


Untuk meraih kesuksesan kunci utama yang harus dimiliki individu
adalah kerja keras, hal ini dikarenakan untuk mencapai tujuan
‘sukses’ bukanlah sesuatu yang mudah. Kerja keras bukan berarti
harus bekerja dengan sesuatu yang keras atau menggunakan fisik,
kerja keras dapat berupa semangat dan usaha yang kuat dalam proses
untuk mencapai sesuatu sebagai tujuan. Sukses yang dimaksud pun
relatif, tergantung pada kapasitas dan tujuan dari masing-masing
individu. Maka dari itu, tolak ukur dari kerja keras pun terkesan samar
namun terlihat dari hasil yang telah dicapai.Dalam agama Islam,
manusia dianjurkan untuk bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Bermalas-malasan dan tidak memiliki tujuan yang pasti
bukanlah suatu sikap yang mulia dan dianggap baik. Individu harus
bekerja keras dan doa kepada Allah SWT untuk kehidupannya dan
tercapainya tujuan hidupnya.

Beberapa ahli mengungkapkan pendapat mereka mengenai arti


dari kerja keras. Menurut Arif F. Hadipranata, kerja keras adalah
mengambil keputusan dalam sebuah pekerjaan yang memberikan
keuntungan banyak orang, dan orang yang mengambil keputusan
tersebut merupakan inti dari kerja keras itu sendiri. Thomas W
Zimmerer berpendapat kerja keras adalah penerapan inovasi dan
kreativitas dalam memecahkan masalah dan menjadikannya peluang
yang memberikan keuntungan. Sejalan dengan pengertian tersebut,
Raymon & Coulter mendefinisikan kerja keras sebagai proses

50
seseorang atau kelompok membuat sebuah pekerjaan menjadi
peluang untuk menghasilkan keuntungan.

Dengan begitu dapat disimpulkan kerja keras berarti upaya


yang dikerjakan dengan proses inovatif dan kreatif dengan tujuan
membuka peluang untuk menghasilkan keuntungan bagi individu
ataupun kelompok masyarakat.

B. Membangun Etos Kerja


Etos kerja merupakan bagian dari semangat, keyakinan, dan
keinginan seorang individu maupun kelompok untuk mencapai
tujuan tertentu. Arti kata ‘etos’ ialah sikap, kepribadian, watak,
karakter, dan keyakinan atas sesuatu. Setiap individu sudah
sepatutnya memiliki sikap etos dalam melakukan pekerjaan untuk
mencapai tujuan dari hidupnya. Individu yang memiliki sikap etos
dalam bekerja memiliki ciri tersendiri, yaitu:
1) Menghargai Waktu. Memanfaatkan waktu yang ia punya dengan
sebaik mungkin, tidak bermalas-malasan dan tidak lalai dengan
waktu yang dimilikinya.
2) Bermoral dan Ikhlas. Ikhlas merupakan bentuk dari cinta
tanpa ikatan, dalam artian saat melakukan sesuatu tidak
perlu memikirkan apa yang akan didapatkan melainkan hanya
melakukannya dengan ikhlas namun tetap memikirkan moralitas.
3) Berkomitmen. Memegang komitmen dengan teguh lalu bergerak
menuju tujuan yang diyakini merupakan sikap seorang yang
memiliki etos kerja.
4) Berpendirian Kuat. Mampu mempertahankan prinsip yang
ia punya, tidak terpengaruh dengan hal lain di sekitar yang
sekiranya membuatnya melepaskan pendirian atau prinsip
hidupnya.

51
Dalam pembentukan sikap etos kerja tentu saja terdapat faktor
yang memengaruhinya. Adapun faktor yang memengaruhi sikap
etos kerja adalah sebagai berikut.
1) Agama. Agama sebagai sistem nilai tentu akan mempengaruhi
pola hidup individu yang menganutnya, mulai dari cara
hidup, bersikap, dan bertindak.
2) Budaya. Budaya masyarakat di sekitar individu memengaruhi
etos kerjanya, hal ini berkaitan dengan efek positif atau
negatif dari masyarakat di sekitarnya.
3) Sosial politik. Struktur sosial politik dapat mendorong
masyarakat untuk bekerja keras.
4) Lingkungan geografis. Bagaimana individu atau kelompok
memanfaatkan, mengelola, dan mengambil sumber dari
lingkungannya merupakan salah satu bentuk etos kerja.
5) Pendidikan. Etos kerja termasuk dalam kualitas sumber
daya manusia yang dapat dibentuk melalui pendidikan, baik
formal maupun non formal.
6) Struktur ekonomi. Etos kerja dapat terbentuk dari keadaan
ekonomi, dimana individu berusaha untuk mengubah
kondisi ekonominya dengan menanamkan etos kerja demi
mendapatkan hasil terbaik atau mencapai tujuan tertentu.
7) Motivasi. Motivasi yang mendorong individu dapat
memengaruhi apakah ia akan menerapkan etos kerja atau
tidak.

52
BAB VIII
KONSEP DASAR BERANI

A. Konsep Dasar Berani


Berani berarti rasa percaya diri yang kuat dalam menghadapi
bahaya, masalah, maupun kesulitan. Untuk memiliki keberanian
diperlukan hati yang kuat dalam menghadapi ketakutan,
kesulitan, bahaya, atau sakit. Sikap berani juga dapat berarti
pantang menyerah, meskipun rasa takut itu tetap ada tetapi
tidak menghentikannya dalam mengambil langkah menuju tujuan
tertentu. Individu yang berani juga tidak berhenti setelah gagal pada
langkahnya yang pertama, sikap untuk kembali melangkah menuju
tujuan setelah gagal merupakan keberanian yang sesungguhnya.
Seorang individu yang memiliki keyakinan dan mampu menghadapi
masalah di hadapannya untuk memperjuangankan sesuatu yang
penting merupakan ciri dari individu yang memiliki keberanian.

B. Butir Keberanian
Dibutuhkan keberanian untuk mendorong diri sendiri menuju
tujuan hidup yang diinginkan. Berikut adalah butir-butir dari
keberanian yang harus dimiliki oleh individu.
1) Semangat pantang menyerah
2) Berpikir untuk menciptakan kemajuan
3) Bertekat kuat
4) Siap menanggung risiko
5) Konsisten
6) Optimisme

53
7) Berpikir sebelum bertindak
8) Mampu memotivasi diri maupun orang lain
9) Tahu kapasitas diri, rendah hati, dan berbudi pekerti baik
10) Bertindak nyata dan elegan

C. Sikap Berani di Kehidupan Sehari-hari


Sikap berani dapat ditunjukkan melalui berani mengungkapkan
pendapat dan berani dalam kebenaran. Untuk mengasah sikap berani
dapat dimulai dari hal-hal kecil dan lingkup yang kecil. Misalnya,
di lingkup keluarga, sebagai anak atau orang tua, individu dapat
menerapkan sikap berani mengungkapkan pendapat selama pendapat
yang diungkapkan adalah benar. Di lingkungan masyarakat, berani
berbicara atau berpendapat saat berada di dalam organisasi atau
kelompok masyarakat tertentu merupakan langkah yang baik. Bukan
hanya mengenai pendapat, sikap berani juga dapat ditunjukan melalui
bertanya saat diperlukan atau saat dibutuhkan. Berani berpendapat
didorong dengan rasa percaya diri, yang kemudian akan terus
berkembang menuju karakter yang berani. Berani berpendapat juga
mengaktifkan penalaran di otak, saat berargumen atau memberikan
argumen lalu mengungkapkannya otak kita akan bekerja aktif.

Selain berani dalam berpendapat, individu juga harus berani


dalam melakukan hal yang benar. Sikap ini merupakan tindakan
dimana individu tidak takut menunjukkan atau mencontoh suatu
tindakan yang benar meskipun di lingkungan sekitarnya tidak
melakukan hal itu. Misalnya, saat berada di fasilitas umum dan
melihat sampah di depan mata, seorang individu yang berkarakter
baik akan mengambil sampah tersebut dan membuangnya ke
tempat sampah karena hal tersebut merupakan tindakan yang
benar. Tidak peduli dengan pandangan orang di sekitar dan tetap
berprinsip untuk melakukan sesuatu yang benar.

54
BAB IX
MEMAHAMI ORANG LAIN

A. Konsep Dasar Memahami Orang Lain


Individu yang telah mengenal dirinya sendiri akan lebih
mudah untuk memahami orang lain. Untuk memahami orang
lain, kita perlu mengenal orang tersebut secara mendalam lalu
memposisikan diri kita seakan berada di posisinya. Dalam lingkup
keluarga, orang tua sering kali tidak memahami perasaan dari
anak mereka dan lebih sering terpancing emosi saat melihat
tindakan anak yang tidak selaras dengan mereka. Orang tua perlu
melakukan komunikasi mendalam untuk mengenal anak mereka
dan mengetahui mengapa anak melakukan tindakan tersebut, lalu
memposisikan diri mereka sebagai anak yang menghadapi emosi
dari orang tuanya. Jika sudah berada pada tahap itu, maka orang
tua akan lebih memahami perasaan anak.

Permasalahannya adalah keegoisan dalam diri manusia


menghalangi rasa untuk memahami orang lain. Untuk memahami
orang lain, kita perlu mengurangi sikap egois dalam diri. Tidak
jarang, individu memilih untuk menyembunyikan perasaan atau
keadaan mereka sebenarnya. Namun, dari segi psikologi, tindakan
menyembunyikan perasaan tetap terlihat sebagai sesuatu yang
jelas. Adapun tindakan yang mungkin dilakukan individu untuk
menyembunyikan perasaan adalah sebagai berikut.
1) Banyak tidur. Sering kali orang yang banyak tidur sedang
menyimpan sesuatu di dalam hatinya, seperti perasaan
sedih atau masalah yang enggan diceritakan pada orang lain.

55
2) Banyak tertawa. Orang yang banyak tertawa tidak
selalu benar-benar bahagia, bisa jadi mereka sedang
menyembunyikan kesedihan yang mereka rasakan.
3) Sedikit bicara tetapi cepat. Orang itu sedang menyimpan
rahasia yang mungkin terbongkar jika ia bicara terlalu
lambat atau terlalu banyak.
4) Tidak bisa menangis. Menangis merupakan tindakan meluapkan
emosi yang berada di dalam diri, orang yang tidak bisa menangis
bisa saja sedang menahan luapan emosi dalam diri mereka.
5) Makan dengan cara yang tidak normal. Perasaan gugup atau
tegang menyebabkan orang makan dengan cara yang aneh.
6) Menangis karena hal yang kecil. Menunjukkan hati yang
lembut, mudah tersentuh akan sesuatu yang kemudian
membuatnya menangis.
7) Mudah marah. Menyembunyikan kelemahannya dengan cara
marah, namun sebenarnya ia butuh cinta dan kasih sayang.

B. Bentuk Penghormatan Kepada Orang Lain


Dalam praktiknya, individu satu sama lain harus saling
memahami dan menghormati, meskipun tidak jarang proses ini
lepas dari interaksi sosial karena satu dan lain hal. Thomas Lickona
(2013:96) mengemukakan bentuk-bentuk penghormatan, yaitu:
1) Menghormati diri sendiri. Sebelum menghormati dan
menghargai orang lain, hormati dan hargailah diri sendiri.
2) Menjadi pendengar yang baik. Tidak banyak individu yang
mampu menjadi pendengar yang baik, padahal sikap ini
merupakan kelebihan dari karakter yang baik. Saat bicara dengan
orang lain terlebih saat orang tersebut sedang menceritakan
tentang dirinya, jadilah pendengar yang baik dengan menatap

56
mata orang tersebut dan memberikannya perhatian penuh
dengan tidak memegang ponsel atau menggulirkan pandangan
ke arah lain.
3) Menghargai waktu dan tidak mengganggu privasi orang lain.
Bagi orang berkarakter baik, waktu adalah hal yang berharga,
jika ingin waktumu dihargai maka hargailah waktu orang lain.
Salah satu cara menghargai waktu orang lain adalah tidak
datang terlambat saat memiliki janji dengan orang lain. Selain
itu, tidak mengganggu privasi orang lain adalah hal yang
dilakukan oleh orang bijak dan dewasa. Pahamilah bahwa
setiap individu, bahkan diri sendiri, memiliki privasi yang tidak
sembarang orang boleh melewatinya.
4) Menanggapi gagasan orang lain dengan cara yang baik. Tetap
berikan perhatian penuh saat seseorang mengutarakan
pendapat atau gagasan, jika ingin menanggapi gunakanlah
bahasa yang sopan dan baik. Hindari menggunakan kata-kata
yang mungkin menyinggung atau menyakiti perasaan orang
tersebut.
5) Membudayakan perilaku baik. Ingat tiga kata ajaib, maaf, tolong,
dan terima kasih. Kata itu merupakan kunci bertutur sopan dan
mengapresiasi orang lain. Gunakan kata-kata tersebut sesuai
dengan konteks. Misalnya, pada saat terlambat menghadiri
suatu rapat, ucapkan maaf atas keterlambatan dan terima kasih
pada orang-orang yang sudah bersedia menunggu.

Menurut Zubaedim (2012:28), menghormati orang lain dapat


dilakukan dengan cara berikut ini.
1) Menghargai adanya perbedaan. Tidak ada individu yang
100% sama, perbedaan adalah hal yang lumrah dan wajar.
Sikap menghargai perbedaan ini akan berdampak positif
dan menjaga kerukunan kehidupan bermasyarakat.

57
2) Menumbuhkan rasa empati. Menumbuhkan rasa empati
dapat dilakukan sejak usia dini melalui pola asuh dari
orang tua pada anak. Orang tua dapat mencontohkan
bagaimana berempati dengan berempati pada anak,
maka anak akan mencontoh perilaku orang tua tersebut.
3) Mengucapkan kata maaf, tolong, dan terima kasih. Tidak
ada salahnya mengucapkan kata tolong sebelum meminta
bantuan orang lain, justru sikap itu termasuk ke dalam
sopan santun yang menjadi kewajiban. Meminta maaf
bukan berarti kalah, sikap ini sama dengan menghargai
perasaan orang lain. Mengucapkan terima kasih berarti
mengapresiasi apa yang dilakukan orang lain kepada
kita.

C. Peduli Kesehatan Sesama


Tidak sedikit orang yang menyepelekan kesehatan jasmani
mereka. Menurut mereka, selama belum sakit hingga tidak bisa
bangun, maka mereka masih sehat. Namun, pada kenyataannya,
kebiasaan seperti itu sangatlah tidak baik. Menganggap sepele
kesehatan akan berdampak pada berkurangnya antibodi tubuh
yang kemudian menyebabkan penyakit yang lebih parah.

Peduli akan kesehatan dapat dilakukan dari tindakan kecil


seperti menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat tinggal.
Menjaga kebersihan diri tidak hanya mandi atau mencuci tangan,
tapi memastikan apa yang masuk ke dalam tubuh kita adalah
sesuatu yang bersih. Memperhatikan asupan makanan (sehat
dan bergizi) merupakan cara tepat menjaga kesehatan tubuh dari
dalam. Selain kebersihan dan asupan makanan, tidur cukup juga
menjadi cara untuk menjaga daya tahan tubuh.

58
Pola hidup semasa mudah menjamin kesehatan di masa tua.
Jika individu menerapkan pola hidup bersih dan sehat sejak di usia
muda, maka risiko terserang penyakit di masa tua akan berkurang.
M. AR. Gayo (1990:67) mengemukakan hal-hal yang dapat
dilakukan untuk memelihara kesehatan, yaitu:
1) Tidak Merokok. Semua orang pasti mengetahui dampak
negatif dari rokok, bahkan penelitian menunjukkan lebih
dari 11.000 orang meninggal akibat rokok. Bahaya ini tidak
hanya mengancam perokok aktif, tapi juga perokok pasif
(orang yang tidak merokok tapi berada di jarak yang cukup
dekat dengan hembusan asap rokok).
2) Menjaga Kebersihan. Menjaga kebersihan diri dan
lingkungan sekitar adalah kewajiban yang diemban
individu dan kelompok masyarakat. Banyaknya sampah di
pemukiman akan menimbulkan berbagai efek negatif seperti
penyakit dan juga pencemaran lingkungan, menyediakan
tempat pembuangan sampah yang memadai dan melakukan
pengelolaan sampah yang benar akan menciptakan
lingkungan yang bersih dan jauh dari pencemaran.
3) Tidak Meminum Minuman Beralkohol. Minuman beralkohol
menimbulkan efek berupa euforia ringan dan stimulasi
terhadap perilaku yang semakin meningkat bersamaan dengan
semakin banyaknya konsentrasi alkohol di dalam tubuh.
Efek mabuk yang dihasilkan dari minuman beralkohol dapat
membuat seseorang tidak sadar atas dirinya. Tidak jarang hal
ini mengantarkan seseorang pada perbuatan kriminal.
4) Menjauhi Narkoba. Narkoba (Narkotika, Psikotropika
dan Bahan Adiktif) merupakan zat yang jika masuk ke
dalam tubuh manusia akan menimbulkan efek melayang,
perubahan suasana hati, dan perubahan perilaku.

59
Berdasarkan efeknya, narkoba dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
upper, downer, dan halusinogen. Dampak penyalahgunaan
narkoba dapat terlihat secara fisik maupun mental.

D. Perilaku Hormat, Santun dan Peduli Sesama


Menghormati berarti menghargai, melayani, atau memandang
tinggi seseorang baik yang memiliki umur lebih tua, jabatan
lebih tinggi, ataupun sesama sebagai bentuk dari sikap terpuji.
Di setiap agama diajarkan bagaimana sesama manusia harus
saling menghormati dan menghargai karena hal tersebut adalah
kunci untuk hidup dalam masyarakat yang rukun dan harmonis.
Menghormati orang lain dapat dilakukan dengan berbagai cara,
seperti bersikap sopan dan santun.

Santun merupakan sikap yang berkonotasi dengan nilai-


nilai positif dan dicerminkan dengan tindakan yang juga positif.
Perilaku sopan dan santun dapat dicerminkan melalui cara
berbicara, cara berpakaian, cara memperlakukan orang lain, dan
cara mengekspresikan diri. Di Indonesia, sikap santun sering kali
menjadi patokan baik atau tidaknya karakter seseorang.

Selain menghormati dan santun, dalam kehidupan bermasyarakat


kita harus memiliki rasa peduli akan sesama. Tidak dapat dipungkiri
bahwa manusia memiliki sifat individualisme yang tinggi, namun
saat sudah berada di dalam kelompok masyarakat hal itu harus
ditekan. Sikap saling membantu, gotong royong, dan musyawarah
dalam menyelesaikan masalah merupakan sesuatu yang harus terus
dijalankan. Dengan menerapkan rasa peduli sesama akan tercipta
kehidupan bermasyarakat yang harmonis.

Di bidang kebidanan, bidan dituntut untuk menguasai tiga


aspek tersebut. Menghormati, sopan santun, serta peduli sesama.

60
Bidan bekerja dan berinteraksi langsung dengan masyarakat,
dalam praktiknya ia harus menghormati keputusan pasien,
memperlakukan pasien dengan sopan, berperilaku santun, dan
tentunya menanamkan rasa peduli pada pasien agar asuhan yang
diberikan dapat berjalan dengan baik. Bidan juga harus memiliki
rasa hormat terhadap profesinya. Di dunia kebidanan, terdapat
istilah ‘Informed Consent’ yang berarti suatu persetujuan diberikan
setelah mendapatkan informasi, dimana pasien/keluarga pasien
memberikan persetujuan setelah bidan memberikan informasi
mengenai tindakan medis dan risiko dari tindakan tersebut.
Informed consent dirumuskan sebagai suatu kesepakatan/
persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter/
tenaga kesehatan terhadap dirinya setelah memperoleh informasi
dari mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong
dirinya disertai risiko yang mungkin terjadi.

61
BAB X
PERILAKU ADIL
A. Konsep Dasar Adil
Perilaku adil merupakan salah satu perilaku terpuji. Secara
bahasa adil memiliki arti meletakkan sesuatu pada tempatnya,
tidak memihak ke salah satu pihak, bersikap proporsional, dan
memihak kepada yang benar. Perilaku adil merupakan tindakan
yang berdasarkan kepada kebenaran, bukan mengikuti kehendak
nafsu pribadi. Adapun macam-macam perilaku adil, yaitu:
1) Berlaku adil kepada Tuhan.
2) Berlaku adil kepada diri sendiri.
3) Berlaku adil kepada orang lain.

B. Keadilan di Kehidupan Masyarakat


Tidak bisa dipungkiri bahwa kenyataannya keadilan di negara
ini belum tercapai dan ditegakkan, baik itu keadilan sosial ataupun
hukum. Contoh nyatanya adalah masih terdapat kesenjangan sosial
di dalam masyarakat dan hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke
bawah. Dengan tingkat sosial yang berbeda, perilaku adil dalam
bermasyarakat adalah suatu kewajiban. Pentingnya melakukan
pembiasaan bersikap adil di masyarakat, seperti:
1) Memberikan rasa keadilan terhadap orang sekitar.
2) Selalu menghargai dan menghormati (tidak diskriminasi)
3) Memberikan hak-hak orang lain.
4) Menghormati orang yang sedang berbicara dengan
mendengarkannya.
5) Tidak menyakiti diri sendiri, tidak merokok, mabuk-
mabukan, narkoba dan lain sebagainya.

62
C. Keadilan Profesi
Dalam profesi kebidanan keadilan harus diutamakan, terlebih
lagi pada bagian memberikan pelayanan kepada pasien. Petugas
kesehatan atau bidan harus bersikap adil terhadap semua pasien,
sesuai dengan sumpah dan janji yang telah diucapkan. Adil
dalam pelayanan kebidanan berarti menyamaratakan pelayanan
kebidanan tanpa memandang status sosial masyarakat. Meskipun
sudah disumpah, tidak sedikit bidan yang masih bersikap tidak adil
dalam memberikan pelayanan. Hal ini sering berkaitan dengan
uang, jabatan, golongan, dan keturunan. Rasa segan atau hormat
boleh saja, namun tidak dalam pelayanan kesehatan karena setiap
warga negara berhak atas pelayanan kesehatan yang setara.

Bersikap adil dalam melaksanakan pelayanan kesehatan pada


masyarakat sangat diperlukan. Tidak memandang jabatan, uang,
golongan atau keturunan tertentu. Setiap fasilitas kesehatan juga
harus bersikap adil dalam memperlakukan tenaga kerjanya tanpa
memandang jabatan tinggi atau rendah, karena hak untuk sehat
tetap setara. Tindakan yang tidak adil akan menimbulkan konflik,
baik secara internal maupun eksternal. Hal ini akan berdampak
pada kurang harmonisnya sistem kerja.

63
BAB XI
MEMBANGUN KARAKTER BIDAN

A. Konsep Dasar
Kebidanan adalah profesi yang berbeda dan sangat bermanfaat
bagi suatu bangsa. Melatih bidan menjadi berkualitas adalah untuk
menjunjung tinggi nilai-nilai dan standar yang telah ditentukan.
Bidan yang berkualitas akan dihormati di seluruh dunia. Pengelolaan
pendidikan bidan dengan baik sebagai upaya untuk menghasilkan
tenaga yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan dan
harapan pengguna. Merujuk kepada pengelolaan pendidikan
bidan yang ditetapkan oleh Nursing Ang Midwifery Council dalam
Guideline On Profesional Conduct For Nursing And Midwifery
Student, dinyatakan 4 (empat) pedoman utama perilaku profesional
untuk mahasiswa bidan yaitu:
1) Merawat pasien sebagai perhatian utama, memperlakukan
pasien sebagai individu menghormati martabatnya.
• Bersikap sopan, baik, peduli dan penuh kasih.
• Tidak diskriminasi dalam bentuk apapun untuk setiap pasien
yang menjadi tanggung jawab perawatannya.
• Mengakui keragaman dan menghormati perbedaan budaya,
nilai- nilai dan keyakinan orang lain.
• Menghormati hak-hak pasien, dan menjamin kerahasiaannya.
• Tidak mengungkapkan informasi kepada siapapun yang tidak
berhak.
• Selalu meminta saran dari pelatih, mentor, tutor sebelum
mengungkapkan informasi, jika sedang menghadapi pasien

64
yang mempunyai risiko bahaya.
• Mengikuti pedoman dan kebijakan kerahasisaan seperti
yang ditetapkan institusi pendidikan dan lahan praktik.
• Menyadari dan mengikuti pedoman NMC berkaitan dengan
karahasiaan.
• Membuat anonim dan informasi dalam setiap pelatihan
yang diikuti atau penilaian secara langsung atau tidak
langsung, mengidentifikasi pasien, staf, kerabat, penjaga/
penyedia penempatan klinis.
• Mengikuti pedoman kebijakan tentang etika, ketika terlibat
dalam penelitian dari institusi pendidikan dan lahan praktik.
• Memberikan dukungan kepada pasien untuk meningkatkan
dan menjaga kesehatannya.
• Mendengarkan dan menanggapi pendapat para ahli.
• Memberikan informasi dan saran yang mudah dipahami
sehingga mereka dapat membuat pilihan dengan keputusan
yang tepat tentang perawatannya.
• Bekerja dalam kemitraan dengan keluarga pasien dan tim
kesehatan lain.
• Memastikan bahwa sudah mendapatkan persetujuan pasien
sebelum memulai perawatan.
• Memastikan bahwa semua orang tahu bahwa anda adalah
seorang mahasiswa.
• Menghormati hak pasien untuk meminta perawatan dari
seorang profesional terdaftar.
• Menjaga batas-batas profesional dalam hubungan dengan
orang lain terutama dengan orang dewasa yang rentan dan
anak-anak.
• Menolak hadiah apapun, pemberian atau keramahan
sebagai upaya untuk mendapatkan perlakuan istimewa.

65
• Tidak meminta atau menerima pinjaman dari siapa pun,
pasien dan keluarganya.
• Selalu menjaga batas seksual yang jelas dengan pasien,
keluarga dan kolega.
• Menyadari dan mengikuti pedoman NMC dalam pemeliharaan
batas seksual yang jelas.
2) Bekerja sama dalam melindungi dan meningkatkan
kesejahteraan melalui perawatan kesehatan.
• Sadar akan peran dan tanggung jawab orang lain yang
terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan.
• Bekerja sama dalam tim dan menghormati keterampilan,
keahlian dan kontribusi dari semua orang yang terlibat
dalam memberikan pelayanan kesehatan dan sosial.
• Memperlakukan semua rekan, anggota tim dan mereka
yang bekerja sama dan belajar seadil-adilnya tanpa ada
diskriminasi.
• Menginformasikan kepada dosen dan mentor apabila pasien
yang dirawat, kolega dan orang lain memiliki risiko bahaya.
• Memberikan standar yang tinggi dalam praktik dan
perawatan rutin.
• Mengakui dan tetap pada batas-batas kompetensi.
3) Bekerja hanya di bawah pengawasan dan dukungan dari
profesional, dan meminta bantuan dari pelatih dan guru jika
membutuhkan.
4) Bekerja dengan pembimbing klinik dan dosen untuk memantau
kualitas pekerjaan dan menjaga keselamatan pasien.
• Mencari bantuan dari tenaga ahli kesehatan sesegera
mungkin jika kinerja atau keputusan memberikan dampak
terhadap kesehatan mahasiswa.
• Mengambil tanggung jawab untuk belajar sendiri.

66
• Mengikuti kebijakan pada pertemuan yang diatur universitas
dan lahan praktik.
• Mengikuti kebijakan pada pengajuan kursus dan
penyelesaian penilaian klinis sebagaimana yang diatur
universitas dan lahan praktik.
• Merefleksikan dan tanggap terhadap tindakan yang
diberikan.
• Berusaha untuk memberikan perawatan yang terbaik.
• Memastikan bahwa sudah familiar dengan catatan dan SOP.
• Memastikan bahwa telah mengikuti kebijakan lokal yang
terkait dengan pencatatan.
5) Bersikap terbuka dan jujur, bertindak dengan integritas dan
menjunjung tinggi reputasi profesi kebidanan.
• Jujur dalam melakukan tugas.
• Tidak melakukan plagiat dan memalsukan segala yang
berkaitan dengan praktik dan penilaian klinis.
• Memastikan telah menyelesaikan CV dan formulir aplikasi
secara jujur dan akurat.
• Memastikan tidak terpengaruh oleh insentif komersial.
• Bertindak dengan integritas.
• Menunjukkan komitmen pribadi dan profesional untuk
kesetaraan dan keragaman
• Mematuhi hukum negara, dan melaporkan pada institusi
apabila melanggar hukum atau berurusan dengan polisi.
• Melaporkan institusi apabila menjalani hukuman yang
terkait dengan kriminalitas.
• Memastikan sudah memahami aturan, prosedur universitas
dan lahan praktik.
• Mematuhi segala peraturan setempat.
• Memahami tata cara penggunaan status jejaring sosial.

67
• Mencari bantuan dan nasehat dari mentor dan dosen.
• Menjunjung tinggi reputasi profesi kebidanan
• Menggunakan seragam sesuai ketentuan institusi.
• Meminta bantuan apabila mengalami kesulitan dalam hal
akademis.

Sebagaimana telah disinggung pada BAB sebelumnya bahwa proses


pembentukan karakter pada mahasiswa bidan merupakan periode
transisi dari masa remaja menuju dewasa dini, di sini merupakan periode
pengembangan dan pemantapan karakter yang sudah terbentuk dari
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan kehidupan sehari-hari.
Pada periode ini seluruh civitas akademik seyogyanya menerapkan
pembiasaan perilaku berkarakter dalam lingkungan kampus, praktik
di laboratorium, di lahan praktik dan pengenalan terhadap organisasi
profesi oleh mentor dalam pembelajaran klinik. Pendidikan karakter
harus mampu diterapkan di kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan
keluarga, pekerjaan, ataupun masyarakat. Hal itu merupakan cerminan
dari karakter bidan yang baik dan profesional. Terdapat tiga tahap dalam
proses mengembangkan karakter bidan, yaitu:
1) Tahap awal, kesadaran terhadap adanya perubahan status (dari
mahasiswa ke profesi bidan) yang diikuti dengan kesadaran atas
konsekuensi dan proses pendewasaan diri.
2) Tahap madya, proses belajar secara mandiri untuk bersosialisasi
dan mengembangkan kepekaan.
3) Tahap akhir, terfokus pada profil diri sebagai lulusan yang
berkualitas.

Ketiga tahapan pengembangan karakter ini senantiasa mengacu


pada prinsip-prinsp karakter;
• Trustworthiness, bidan memiliki karakter yang berintegritas,
jujur, dan loyal.

68
• Fairness, bidan memiliki karakter dengan pemikiran terbuka
dan tidak memanfaatkan orang lain.
• Caring, seorang bidan mempunyai sifat peduli dan perhatian
kepada orang lain, pasien, dan keadaan sosial di sekitarnya.
• Respect, bidan selalu menghargai dan menghormati orang lain.
• Citizenship, karakter bidan yang selalu taat hukum dan aturan,
serta selalu peduli terhadap lingkungan.
• Responsibility, bidan selalu bertanggung jawab, disiplin, dan
melakukan hal dengan baik.

Perlu perencanaan yang tepat untuk menyusun pendidikan


karakter bagi mahasiswa. Hal utama yang harus ditanamkan
adalah pemahaman mengenai dunia kebidanan, termasuk dengan
teori dan praktik yang bersangkutan dengan tanggung jawab serta
peran dari profesi bidan.

B. Melatih Komunikasi

Seorang bidan harus memiliki kemampuan komunikasi, sebab


Kemampuan berkomunikasi merupakan hal penting dan faktor
pendukung pelayanan kebidanan. Kemampuan komunikasi yang
dimiliki bidan dapat membantu pasien dalam memecahkan masalah
yang dihadapi, serta pemberian bantuan kepada klien berupa medik
maupun konseling.

Salah satu contoh komunikasi bidan adalah nasihat yang diberikan


kepada ibu hamil besar agar segera pergi ke fasilitas kesehatan saat
merasakan tanda-tanda bahaya atau merasa khawatir akan kehamilannya.
Rasa percaya antara ibu dan bidan akan terjalin. Ibu hamil akan terbuka
kepada bidan jika kepercayaan itu sudah terjalin, kode etiknya bidan
akan menjaga kerahasiaan pasien sebagai bentuk profesionalitas.

69
Seorang bidan tetap harus berupaya memberikan perhatian
dan pelayanan yang maksimal sesuai dengan standar pelaksanaan.
Pada saat berkomunikasi dengan pasien harus diperkirakan
standar yang dapat menimbulkan kepuasan yang paling optimal
bagi pasien. Untuk mencapai pelayanan maksimal, bidan dan ibu
hamil perlu melakukan komunikasi yang efektif.

Berikut ini beberapa langkah untuk membangun komunikasi


pada mahasiswa kebidanan di lingkungan kampus, yaitu:
1. Mengembangkan budaya gemar membaca karena dengan
membaca wawasan akan lebih luas berkembang.
2. Menganjurkan mahasiswa untuk menulis apa yang ada di dalam
pikiran mereka, dengan begitu akan timbul kebiasaan menulis.
3. Membiasakan mahasiswa bekerja dalam satu kelompok untuk
mengembangkan aspek komunikasi dan kerja sama.
4. Mengoreksi kesalahan penyampaian yang diberikan oleh
mahasiswa.
5. Berkomunikasi dengan baik, dengan tidak meninggikan nada
dan bersikap sopan santun.
Seorang bidan harus memiliki rasa tanggung jawab serta moral
dan perasaan peduli untuk membantu pasien berkembang baik
secara mandiri dalam mengambil keputusan. Teknik komunikasi
yang berbeda sangat diperlukan untuk menghadapi pasien yang
berbeda-beda. Teknik-teknik berikut dapat dijadikan sebagai acuan
dalam berkomunikasi secara baik dan efektif terhadap pasien.
1. Mendengarkan dengan seksama
2. Menunjukkan penerimaan, menghindari ekspresi dan gerakan
ketidaksetujuan seperti mengerutkan kening atau menggelengkan
kepala.
3. Memberikan pertanyaan yang berkaitan, bidan bertujuan untuk
mendapatkan informasi spesifik dari pasien.

70
4. Merespons dengan mengulang kata-kata pasien, mengulang kata-
kata pasien menunjukkan bahwa bidan mengerti dan berharap
komunikasi berlanjut.
5. Klarifikasi, bidan perlu melakukan klarifikasi apabila
kesalahpahaman terjadi agar informasi yang disampaikan valid.
6. Memfokuskan, topik pembicaraan dibatasi agar lebih spesifik dan
mendetail.
7. Menginformasikan hasil observasi, hasil pengamatan perlu
diinformasikan bidan kepada pasien, sehingga pasien mengetahui
apakah pesan tersampaikan dengan benar.
8. Menawarkan informasi, informasi tambahan yang diberikan dapat
memberikan pemahaman lebih bagi klien terhadap kondisinya.
9. Diam, memungkinkan kita berkomunikasi terhadap diri kita,
merapikan pikiran, dan memproses berbagai informasi. Diam
berguna ketika pasien sedang mengambil keputusan.
10. Meringkas, memberikan kesimpulan singkat dari topik pembicaraan.
11. Menghargai pasien, memanggil pasien dengan namanya, sadar akan
perubahan pada pasien, menghargai klien sebagai manusia seutuhnya.
12. Menawarkan diri, menawarkan kehadiran dan rasa tertarik agar
pasien mengungkapkan perasaannya.
13. Memberikan klien kesempatan untuk memulai pembicaraan,
membiarkan pasien berinisiatif untuk memulai pembicaraan.
14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan, menganjurkan pasien
untuk lebih mengikuti pembicaraan dan topik selanjutnya. Bidan
menafsirkan pembicaraan dibandingkan mengarahkan untuk diskusi.
15. Menempatkan kejadian dengan teratur agar pasien dapat melihat
dari berbagai perspektif, membiarkan pasien melihat satu kejadian
setelah kejadian lainnya.
16. Menganjurkan pasien untuk mengutarakan pendapatnya.
17. Refleksi, membantu klien untuk berani mengungkapkan perasaan.

71
Latihan kepekaan serta ketajaman perasaan diperlukan untuk
menerapkan teknik komunikasi terapeutik, karena kejujuran
merupakan kata kunci dari etika dan moralitas. Jujur tanpa
menutupi suatu apapun dengan alasan apapun, termasuk alasan
takut dan malu karena kejujuran. Salah satu risiko kejujuran adalah
kenyataan pahit yang harus diterima.

Kemampuan komunikasi turut memberikan dampak terapeutik


bagi klien dan memberikan kepuasan pada bidan. Komunikasi dapat
memberikan dampak terapeutik dengan memperhatikan sikap dan
teknik komunikasi terapeutik. Hal yang perlu diperhatikan adalah
hubungan bidan dank klien.

Komunikasi dalam kebidanan mencakup konsep-konsep dasar


komunikasi kebidanan serta unsur-unsur komunikasi kebidanan
yang berakitan langsung dengan proses tindakan kebidanan
dimana jika keterampilan komunikasi sudah baik dan efektif maka
bisa menciptakan rasa nyaman bagi klien kita.

C. Mengasah Kejujuran
Jujur diartikan sebagai lurus hati, tidak bohong dan tidak curang
(tidak merugikan orang lain) dan senantiasa mengikuti peraturan
yang berlaku. Kejujuran akan memberikan ketenangan di dalam
hati. Menerapkan kejujuran pada mahasiswa dapat dilakukan
melalui penanaman rasa percaya dan tanggung jawab.

Mengasah karakter jujur dalam proses pendidikan sangatlah


penting. Hal ini merupakan dasar untuk menanamkan perilaku jujur
bagi seorang calon bidan. Kejujuran dalam bidang akademik ini
merupakan perilaku benar dan sesuai dengan kegiatan akademik.
Dengan demikian kejujuran akademik berkaitan dengan moral
yang tentunya sanksi terhadap pelanggaran adalah hukum moral.

72
Akan tetapi, pelanggaran hukum pidana seperti plagiarisme atau
pelanggaran HAKI dapat juga tersentuh akibat dari pelanggaran
kejujuran akademik. Mengingat menanamkan kejujuran akademik
adalah mutlak, maka konsekuensinya tidak cukup dengan
pemberian nasihat saja, karena dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu:
kesempitan pikiran, budaya hedonis (cinta dunia yang berlebihan),
kebiasaan buruk, stres menghadapi beban studi overload (terlalu
banyak) dan kegagalan menentukan tauladan yang baik. Beberapa
strategi dapat dilakukan oleh institusi pendidikan bidan dalam
membangun kejujuran akademik adalah:
1. Pemahaman makna kejujuran
Terdapat tiga aspek dalam memberikan pembelajaran kejujuran,
yaitu menyampaikan indikator, memaknai dan memikirkan
kejujuran, dan mengevaluasi diri.
2. Menciptakan suasana untuk menumbuhkan sikap jujur
Penyediaan fasilitas yang mendukung terciptanya sikap jujur
dari mahasiswa.

D. Keteladanan
Sifat jujur dapat ditumbuhkan melalui meniru, dalam hal ini
sebagai civitas akademik perlu mencontohkan (menjadi role model)
kejujuran sehingga terbentuk sistem yang jujur di lingkungan
akademik. Sistem yang jujur tersebut akan menjadi teladan bagi
mahasiswa, kemudian tumbuhlah sikap jujur di di dalam diri mereka.

E. Membangun Sikap Terbuka


Budaya keterbukaan di lembaga pendidikan harus dibangun di
berbagai aspek. Transparansi sudah menjadi budaya bagi institusi
pendidikan, mahasiswa diberi kebebasan untuk mengetahui

73
prosedur pembelajaran, proses evaluasi maupun hasil evaluasi
mahasiswa. Dengan membangun sikap keterbukaan ini diharapkan
mahasiswa ia tidak berbuat semaunya.

F. Tidak Memberikan Sanksi Berlebihan


Sanksi terhadap pelanggaran akademik dicantumkan dengan
jelas dan rinci dalam sebuah peraturan pendidikan. Poin utama
dalam menentukan sanksi ini adalah hukum moral yang setimpal
dengan pelanggaran yang dilakukan. Hukuman pendidikan yang
berlebihan akan melahirkan peserta didik yang licik. Pemberian
sanksi berlebihan juga akan membebankan mahasiswa, hal ini
dikarenakan mahasiswa akan terus memikirkan peraturan yang
terlalu ketat dan sanksi yang berat.

G. Melatih Kerja Sama


Bidan diharuskan bekerja bersama dengan tenaga kesehatan
lain dalam pelayanannya pada masyarakat. Fakta tersebut
mengharuskan seorang bidan memiliki kemampuan bekerja sama
dengan tim yang baik. Berbagai metode dalam membangun kerja
sama dapat dilakukan selama proses pendidikan. Mahasiswa
dapat melakukan berbagai hal dalam melatih kerja sama seperti
saling membantu menyediakan bahan dan media untuk praktik,
mengerjakan tugas kelompok dengan sistem pembagian kerja, dan
melakukan diskusi untuk memecahkan suatu masalah.

Kerja sama yang baik akan menciptakan ikatan yang kuat di


dalam sebuah kelompok kerja, oleh karena itu kemampuan bekerja
sama dalam tim sangat dibutuhkan. Selama proses pendidikan
melatih kerja sama bertujuan untuk mempersiapkan mahasiswa
bidan mampu bekerja sama dengan semua tim yang ada dalam

74
lingkup profesi bidan, di antaranya adalah:
1. Kerja sama dengan teman sejawat
2. Kerja sama dengan pasien
3. Kerja sama dengan keluarga pasien
4. Kerja sama dengan masyarakat
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain
6. Kerja sama secara multisektoral

75
BAB XII
PENYESUAIAN DIRI DI LINGKUNGAN

A. Konsep Dasar
Seorang individu perlu menyesuaikan dirinya di lingkungan
tempat dirinya berada, karena pada dasarnya saat berada di satu
lingkungan sosial tertentu individu harus mengikuti nilai dan norma
yang berlaku. Sejauh mana seorang individu dapat beradaptasi
dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan bergantung pada
dirinya sendiri.

1) Penyesuaian Diri
• Konsep Penyesuaian Diri
Penyesuaian atau adaptasi merupakan kemampuan untuk
mempertahankan eksistensi dan dapat memuaskan tuntutan
sosial, dapat diartikan sebagai pemenuhan standar atau
prinsip. Penyesuaian dapat dikuasai ketika mampu untuk
membuat dan mengorganisir rencana sehingga tidak terjadi
konflik. Kemampuan individu dalam menghadapi realitas
sosial dapat dilakukan saat sudah mengalami kematangan
emosional. Kematangan emosional merupakan respon di tiap
situasi. Penyesuaian merupakan usaha diri untuk mencapai
keharmonisan antara diri sendiri dan lingkungan.
• Proses Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri merupakan proses ketika individu
menyeimbangkan antara diri dengan lingkungan.
Penyesuaian diri terjadi apabila keseimbangan tercipta
antara diri dan lingkungan sehingga fungsi berjalan normal.

76
Penyesuaian diri bersifat proses sepanjang hayat (lifelong
process) guna mencapai pribadi yang sehat. Respon baik atau
buruk dari penyesuaian diri bergantung pada sikap pribadi
dalam menghadapi konflik, tekanan, dan rasa frustrasi.
Penyesuaian diri dikatakan berhasil apabila individu dapat
memenuhi kebutuhannya secara wajar tanpa merugikan sekitar.
• Karakteristik Penyesuaian Diri
Pada beberapa aspek, penyesuaian diri bisa saja gagal. Faktor
yang mendukung kegagalan diri dalam menyesuaikan diri dapat
datang dari diri sendiri maupun lingkungan. Meskipun tidak
menutup kemungkinan seorang individu mampu menghadapi
faktor-faktor kegagalan tersebut dengan cara yang positif.

2) Penyesuaian Diri Secara Positif


Mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri
secara positif ditandai dengan hal-hal berikut ini.
• Tidak menunjukkan ketegangan emosional
• Tidak menunjukkan terjadinya mekanisme psikologis
• Tidak menunjukkan rasa frustrasi
• Rasional dan memiliki kontrol diri
• Dapat belajar
• Menghargai pengalaman
• Realistik dan objektif

Penyesuaian diri dengan cara yang positif dapat dilakukan


dengan berbagai cara, antara lain:
• Menghadapi langsung masalah
• Melakukan penjelajahan
• Mencoba trial and error
• Mencari pengganti
• Selalu menggali kemampuan

77
• Menyesuaikan diri dengan belajar
• Memiliki kontrol diri
• Memiliki perencanaan cermat

B. Faktor Pengaruh Penyesuaian Diri


Kepribadian merupakan fungsi penentu primer dalam
penyesuaian diri, dimana kepribadian diri mendukung dan
memengaruhi individu dalam proses penyesuaian dengan
lingkungan. Kepribadian seorang individu akan menjadi patokan
bagaimana individu tersebut menghadapi situasi di hadapannya,
terlebih di masyarakat. Faktor-faktor seperti kondisi fisik,
kematangan emosional dan intelektual, aspek psikologis, kondisi
lingkungan sekitar, dan kultur/budaya juga memengaruhi
bagaimana seorang individu menyesuaikan dirinya. Sebagai
individu sudah sepatutnya menyesuaikan diri dengan lingkungan
tempatnya berada. Memahami faktor pengaruh dan mengatasinya
dengan bijak merupakan langkah dewasa yang dapat dilakukan
oleh individu untuk mencapai keharmonisan.

C. Manajemen Konflik Sebagai Penyesuaian Diri


Konflik merupakan kondisi dimana terjadi ketidakcocokan
nilai atau tujuan yang menyangkut individu ataupun kelompok,
ketidakcocokan ini kemudian mengakibatkan terhambatnya suatu
proses pekerjaan dan menimbulkan efek mengganggu seperti
emosi dan berkurangnya efektivitas dalam melakukan pekerjaan.
Konflik dapat terjadi di dalam diri (individu sendiri) maupun
dalam kelompok masyarakat (kecil maupun luas). Adapun tahap
timbulkan sebuah konflik adalah sebagai berikut:
1. Konflik tersembunyi (laten). Kondisi emosional yang personal

78
dalam diri seseorang belum dikeluarkan atau ditunjukkan.
2. Konflik mendahului. Kondisi dimana konflik tersembunyi mulai
mengganggu dan menimbulkan nilai atau tujuan yang berbeda.
3. Konflik yang dapat diamati. Muncul setelah konflik timbul
kepermukaan.
4. Konflik terwujud. Konflik sudah terjadi, individu ataupun
kelompok mulai mencari jalan keluar untuk meredakan atau
menyelesaikan konflik dengan mempertahankan nilai.

Manajemen konflik merupakan aksi dan reaksi dari seorang individu


atau kelompok terhadap suatu konflik yang sedang dihadapinya.
Dalam pelaksanaannya, manajemen konflik berfokus pada komunikasi
yang menuntun pada penyelesaian atau solusi yang efektif. Tujuan
dari manajemen konflik adalah menafsirkan dan menyelesaikan
suatu konflik dengan komunikasi (berdiskusi atau bermusyawarah)
untuk menemukan solusi efektif sehingga tercipta suatu ketenangan,
keharmonisan, dan keselarasan. Manajemen konflik merupakan
pendekatan yang berorientasi pada proses yang menunjuk pada pola
komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka
memengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.

Peran manajemen konflik sangat penting karena diperlukan di


berbagai bidang kehidupan manusia, dari hal kecil hingga besar.
Contoh kecil manajemen konflik adalah bagaimana seorang individu
menyesuaikan diri dan menyelesaikan masalah dengan individu
lain (satu atau dua orang) melalui pertemuan yang kemudian
diselesaikan dengan solusi efektif bagi setiap orang yang terlibat.
Contoh besar manajemen konflik adalah penggunaan musyawarah
untuk mufakat dalam suatu organisasi untuk menyelesaikan
masalah yang terjadi di dalam organisasi, bentuknya lebih
besar dan kompleks karena menyangkut lebih banyak orang.

79
Manajemen konflik yang baik akan memberikan dampak berupa
tercapainya produktivitas kerja dan terselesaikannya masalah yang
sempat menghambat.

Sebagai individu, manajemen konflik sangat diperlukan. Hal ini


berkaitan dengan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial di
sekitar. Manajemen konflik dalam penyesuaian diri dapat dilatih
dari hal-hal kecil, dimana individu dapat menemukan cara yang
baik dalam memanajemen konflik di dalam dirinya yang kemudian
berdampak positif ke orang di sekitarnya.

80
DAFTAR PUSTAKA
Elfindri, dkk (2012). Pendidikan karakter : Kerangka, Metode dan Ap-
likasi untuk Pendidik dan Profesional. Bouduse Media Jakarta.
Jakarta.
Linkona T (2013). Pendidikan Karakter, Panduan Lengkap Mendidik
Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Nusa Media. Bandung
Naim N (2012). Character Building (2012). Arruz Media. Jogjakarta.
Copp, David (2001) Morality Normativity, and Society. Oxford New
York: Oxford University Press. Cet.II.
Nucci, Larry P and Narvez, Darcia (200). Handbook of Moral and Char-
acter Education. Newyork: Routledge. Cet. I.
Zuchadi, Darmiyati. (2008). Humanisasi Pendidikan : Menemukan kem-
bali Pendidikan yang Manusiawi. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Cet.I.
Alberta Education. (2005). The Heart of Matter : Character and Citizen-
ship Education in Alberta Schools. Alberta, Canada: Minister of
Educations
The Royal College of Midwives. (2019). Seven steps to strengthen mid-
wifery leadership. Strengthening Midwifery Leadership : A Mani-
festo for Better Maternity Care.
Standards, G. (1987). International Confederation of Midwives, 21:st
Congress. Jordemodern, 100(11), 348–374.
ICM. (2013). Companion Guidelines for ICM Global Standards for Mid-
wifery Education 2010; amended June 2013. International Con-
federation of Midwives, June, 31. http://www.nurse.or.jp/nurs-
ing/international/icm/definition/kihon.html

81
82

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai