Anda di halaman 1dari 25

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LATAR BELAKANG SOSIAL PENDUDUK JAWA BARAT

A. Karakteristik Penduduk Jawa Barat

Perkembangan sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan

Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378).

provinsi Jawa Barat adalah provinsi yang dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun

1950, tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat.

Luas wilayah Provinsi Jawa Barat meliputi wilayah daratan seluas 3.710.061,32

hektar dan garis pantai sepanjang 755,829 km. Daratan Jawa Barat dapat dibedakan

atas wilayah pegunungan curam (9,5% dari total luas wilayah Jawa Barat) terletak di

bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut (dpl);

wilayah lereng bukit yang landai (36,48%) terletak di bagian Tengah dengan

ketinggian 10 - 1.500 m dpl; dan wilayah dataran luas (54,03%) terletak di bagian

Utara dengan ketinggian 0 – 10 m dpl.1 Tutupan lahan terluas di Jawa Barat berupa

kebun campuran (22,89 % dari luas wilayah Jawa Barat), sawah (20,27%), dan

perkebunan (17,41%), sementara hutan primer dan hutan sekunder di Jawa Barat

hanya 15,93% dari seluruh luas wilayah Jawa Barat.

1
http://www.jabarprov.go.id/Karakteristik/pendudukjawabarat. diakses
tanggal 13 september 2017.

21
library.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

Jawa Barat dialiri 40 sungai dengan wilayah seluas 32.075,15 km2. Jawa Barat

juga memiliki 1.267waduk/situdengan potensi air permukaan lebih dari 10.000 juta

m3.Air permukaan tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan industri, pertanian, dan air

minum.Terdapat peningkatan jumlah perusahaan yang aktif memanfaatkan air

permukaan menjadi 625 perusahaan dari 606 perusahaan pada tahun 2007. Secara

administratif, Provinsi Jawa Barat terdiri dari 17 Kabupaten dan 9 Kota; 520

Kecamatan; 5.245 Desa dan 626 Kelurahan.

Karakteristik Sosial Wilayah Jawa Barat sangat di domisili oleh suku Sunda.

Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa

Indonesia, dari Ujung Kulon di ujung barat pulau Jawa hingga sekitar Brebes

mencakup wilayah administrasi provinsi Jawa Barat, Banten, sebagian DKI Jakarta,

dan sebagian Jawa Tengah. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk

terpadat di Indonesia. Karena letaknya yang berdekatan dengan ibu kota negara maka

hampir seluruh suku bangsa yang ada di Indonesia terdapat di provinsi ini.2

65% penduduk Jawa Barat adalah Suku Sunda yang merupakan penduduk asli

provinsi ini. Suku lainnya adalah Suku Jawa yang banyak dijumpai di daerah bagian

utara Jawa Barat, Suku Betawi banyak mendiami daerah bagian barat yang

bersempadan dengan Jakarta. Suku Minang dan Suku Batak banyak mendiami Kota-

kota besar di Jawa Barat, seperti Bandung, Cimahi, Bogor, Bekasi, dan Depok.

Sementara itu Orang Tionghoa banyak dijumpai hampir diseluruh daerah Jawa Barat.

2
Ibid,
library.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

Tabel 1.
Laju Pertumbuhan Penduduk di Jawa Barat berdasarkan Sensus
Penduduk (SP) tahun 2010

Jumlah Laju Luas Kepadatan


No Kabupaten/Kota Penduduk Pertumbuhan Wilayah penduduk
(orang) Penduduk (%) (km²) (orang/km²)
1. Bogor 4.763.200 3,13 2.997,13 1.589
2. Sukabumi 2.339.200 1,22 4.160,75 562
3 Cianjur 2.168.514 1,10 3.594,65 603
4 Bandung 3.174.499 2,56 1.756,65 1.807
5 Garut 2,401.248 1,60 3.094,40 776
6 Tasikmalaya 1.675.544 0,88 2.702,76 619
7 Ciamis 1.531.359 0,47 2.740,76 558
8 Kuningan 1.037.558 0,53 1.189,60 872
9 Cirebon 2.065.142 0,68 1.071,05 1.928
10 Majalengka 1.166.733 0,40 1.343,93 868
11 Sumedang 1.091.323 1,21 1.560,49 699
12 Indramayu 1.663.516 0,46 2.092,10 795
13 Subang 1.462.356 0,96 2.164,48 675
14 Purwakarta 851.566 1,99 989,89 860
15 Karawang 2.125.234 1,76 1.914,16 1.110
16 Bekasi 2.629.551 4,69 1.269,51 2.071
17 Bandung Barat 1.513.634 1,99 1.335,60 1.184
18 Kota Bogor 949.066 2,39 111,73 8.494
19 Kota Sukabumi 299.247 1,73 48,96 6.112
20 Kota Bandung 2.393.633 1,15 168,23 14.228
21 Kota Cirebon 295.764 0,84 40,16 7.364
22 Kota Bekasi 2.336.489 3,48 213,58 10.939
23 Kota Depok 1.736.565 4,30 213,58 8.707
24 Kota Cimahi 541.139 2,06 41,20 13.134
25 Kota Tasikmalaya 634.424 1,86 184,38 3.440
26 Kota Banjar 175.165 1,14 130,86 1.338
Jawa Barat 43.021.826 1,89 37.173,97 1.157

(Sumber: BPS, Jawa Barat 2010)


library.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

Laju pertumbuhan penduduk di Jawa Barat hampir mendekati dua persen.

Kondisi seperti itu dapat terjadi karena Jawa Barat merupakan akses untuk daerah

industri. Hasil sensus penduduk tahun 2010 laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat

mencapai 1,89%. Wilayah-wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi di

Jawa Barat ditemukan terutama di bagian barat seperti Depok, Bogor, dan Bekasi. Di

daerah tersebut LPP sudah diatas 3%. Sementara itu, di bagian timur Jawa Barat

kisaran LPP masih satu koma sekian persen. Dua faktor yang mempengaruhi LPP

adalah migrasi masuk dan fertilitas. LPP wilayah Jawa Barat bagian barat tinggi

karena banyaknya penduduk yang masuk ke Jawa Barat untuk mencari kerja.3

Kepadatan penduduk terendah di Provinsi Jawa Barat berdasarkan

sensus penduduk pada tahun 2010 adalah Kabupaten Sukabumi dengan kepadatan

penduduk 562 orang/km² dan kepadatan tertinggi terdapat di Kota Bandung

dengan kepadatan 14.228 orang/km². Sementara itu, kabupaten/kota di Provinsi

Jawa Barat yang memiliki luas wilayah terkecil adalah Kota Cirebon dengan luas

40,16 km² dan yang memiliki wilayah terluas adalah Kabupaten Sukabumi dengan

luas wilayah 4.160,75 km². Laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Provinsi

Jawa Barat berada di Kabupaten Bekasi dengan laju pertumbuhan sebesar

4,69 persen dan laju pertumbuhan terendah terdapat di Kabupaten Majalengka

3
Yeni Ratnadewi, “Laju pertumbuhan penduduk jawa barat hampir 2%”
www.pikiranrakyat.com diakses tanggal 16 Oktober 2017.
library.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

sebesar 0,40 persen.4 Untuk jumlah penduduk terbanyak berada di Kabupaten

Bogor sebanyak 4.763.200 orang dan jumlah penduduk yang paling sedikit

terdapat diKota Cirebon 2.065.142 orang.

B. Aspek Sosial Budaya di Jawa Barat

Masyarakat Jawa Barat di kenal sebagai masyarakat yang agamis, dengan

kekayaan warisan budaya dan nilai-nilai luhur tradisional, serta memiliki perilaku

sosial yang berfalsafah pada silih asih, silih asah, silih asuh, yang secara harfiah

berarti saling mengasihi, saling memberi pengetahuan dan saling mengasuh diantara

warga masyarakat. Tatanan kehidupannya lebih mengedepankan keharmonisan

seperti tergambar pada pepatah; “Herang Caina Beunang Laukna” yang memiliki arti

menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru atau prinsip saling

menguntungkan. Masyarakat Jawa Barat memiliki komitmen yang kuat terhadap

nilai-nilai kebajikan. Hal ini terekspresikan pada pepatah “Ulah Unggut Kalinduan,

Ulah Gedag Kaanginan”; yang berarti konsisten dan konsekuen terhadap kebenaran

serta menyerasikan antara hati nurani dan rasionalitas, seperti terkandung dalam

pepatah “Sing Katepi ku Ati Sing Kahontal ku Akal”, yang berarti sebelum bertindak

tetapkan dulu dalam hati dan pikiran secara seksama.5

4
P Mashita Patriotika, “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Indeks
LPP Jawa Barat”. Repository.ipb.ac.id diakses tanggal 16 Oktober 2017.
5
http://www.jabarprov.go.id/kondisi /sosialbudaya. diakses tanggal 4 April
2017
library.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

Kondisi Sosial masyarakat di Jawa Barat sangat variatif, selain berada di pusat

perekonomian Negara karena dekat dengan Ibu Kota Negara yaitu DKI Jakarta, Jawa

Barat juga merupakan daerah yang menjadi tujuan urbanisasi dan transmigrasi dari

masyarakat di berbagai Provinsi, Kota atau Kabupaten dalam dan luar pulau Jawa.

Hal ini menjadikan Jawa barat memiliki ragam suku dan budaya yang menyatu,

tersebar di seluruh kota/kabupaten di Jawa Barat. Kepadatan penduduk di DKI

Jakarta membuat pekerja pendatang memilih tinggal di pinggiran Jakarta seperti,

Kabupaten Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. Sementara penduduk asli Jawa Barat

masih banyak di temui di Kota / Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Cirebon,

Bandung, Tasikmalaya, Garut, Sumedang, Ciamis, Kuningan, Subang, Majalengka

dan Purwakarta.6

Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan tertua di Nusantara.

Kebudayaan Sunda yang ideal kemudian sering kali dikaitkan sebagai kebudayaan

masa Kerajaan Sunda. Ada beberapa ajaran dalam budaya Sunda tentang jalan

menuju keutamaan hidup. Etos dan watak Sunda itu adalah cageur, bageur, singer dan

pinter, yang dapat diartikan sehat, baik, mawas, dan cerdas. Kebudayaan Sunda juga

merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa

Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dilestarikan.

Sistem kepercayaan spiritual tradisional Sunda adalah Sunda Wiwitan yang

mengajarkan keselarasan hidup dengan alam. Kini, hampir sebagian besar masyarakat

Sunda beragama Islam, namun ada beberapa yang tidak beragama Islam, walaupun
6
Ibid.
library.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

berbeda namun pada dasarnya seluruh kehidupan ditujukan untuk kebaikan di alam

semesta. Hampir semua orang Sunda beragama Islam. Hanya sebagian kecil yang

tidak beragama Islam, diantaranya orang-orang Baduy yang tinggal di Banten Tetapi

juga ada yang beragama Katolik, Kristen, Hindu, Budha. Praktek-praktek sinkretisme

dan mistik masih dilakukan.

Pada dasarnya seluruh kehidupan orang Sunda ditujukan untuk memelihara

keseimbangan alam semesta.Keseimbangan magis dipertahankan dengan upacara-

upacara adat, sedangkan keseimbangan sosial dipertahankan dengan kegiatan saling

memberi (gotong royong). Hal yang menarik dalam kepercayaan Sunda, ialah lakon

pantun Lutung Kasarung, salah satu tokoh budaya mereka, yang percaya adanya

Allah yang Tunggal (Guriang Tunggal) yang menitiskan sebagian kecil dirinya ke

dalam dunia untuk memelihara kehidupan manusia (titisan Allah ini disebut Dewata).

Ini mungkin dapat menjadi jembatan untuk mengkomunikasikan Kabar Baik kepada

mereka.

Hal yang menarik lainnya yaitu tentang kedudukan wanita dalam budaya

sunda. Wanita di dalam Budaya Sunda dihormati sedemikian rupa, karena sikap ini

dipengaruhi oleh nilai-nilai tradisional yang tumbuh dalam budaya Sunda maupun

oleh agama Islam yang secara nyata merupakan agama yang paling kuat berakar

dalam kehidupan orang Sunda.7 Keyakinannya yang menyatakan bahwa wanita

Sunda memiliki kedudukan yang terhormat dalam perbendaharaan budaya orang

7
Saefullah, Modernisasi Perdesaaan dampak Mobilitas Penduduk, (Bandung:
AIPI, 2008), hlm. 100.
library.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

Sunda berhubungan dengan salah satu legenda Sunda kuno bernama Sunan Ambu

(Dewa Wanita) yang menjadi simbol keagungan di Buana Agung (dunia Langit yang

sakral).8 Bahwasannya budaya yang mendalam mengenai kedudukan Sunan Ambu di

Kahyangan dengan para Pohaci sebagai pembantunya didalam mitologi Sunda

mengantarkan sebuah pemahaman bahwa wanita dalam keyakinan spiritual orang

Sunda menempati posisi yang agung tersendiri, dalam mitologi Dewi Sri (yang juga

sering disebut Nyi Pohaci) yang akhirnya karena ketentuan “Hyang Agung” harus

berkorban karena pola hubungan yang unik dengan “saudara” kembarnya Kalabus

dan Budugbusu yang dari pengorbanannya melahirkan tanaman padi menunjukkan

bahwa alam pikir orang Sunda terpatri pada kedudukan dan pengorbanan wanita demi

kebaikan umat manusia (orang Sunda). Dalam pikiran Sunda lama wanita Sunda

bukanlah sebagai pelengkap bagi laki-laki melainkan justru laki-laki yang menjadi

subordinan bagi wanita.

Karena hubungan antara komunitas perdesaan dengan kehidupan perkotaan

menjadi semakin dekat dan wanita mempunyai kesempatan untuk mendapatkan

pendidikan yang lebih tinggi, peranan wanita di Jawa Barat cenderung berubah.

Banyak wanita dipilih dan diangkat menjadi kepala desa. Melalui organisasi wanita

yaitu Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (gerakan pendidikan kesejahteraan

keluarga) yang dipimpin oleh istri Kepala Desa, wanita belajar untuk memahami gaya

hidup baru yang didapat dari komunitas kota. Wanita menikah yang suaminya bekerja
8
Ajip Rosidi, Ciri-ciri Manusia dan Kebudayaan Sunda, Edi SEkajati(Ed),
Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya, (Bandung : Girimukti Pasaka, 1984), hlm.
155.
library.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

diluar desa terdorong untuk mewakili suami mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial

dan politik setempat.9

Adanya fakta sejarah ternyata tidak secara langsung mengangkat kembali citra

wanita Sunda dalam konstalasi budaya Sunda secara otomatis, meskipun juga kaum

wanita dapat dikatakan telah berhasil “merebut” kedudukan yang seimbang dengan

mitranya. Hal inilah yang menjadi alasan adanya pandangan kedua terhadap wanita

Sunda tersebut yang memojokannya ke sudut marjinal dalam konteks sosial orang

Sunda. Pandangan demikian, sejatinya tidak sedikit yang dipengaruhi stereotif

budaya, Dikatakan bahwa mereka adalah makhluk yang menyembunyikan kemalasan

dibalik kemolekan tubuh dan melalui kemolekan lekuk tubuh pula menjadi salah satu

alat pencapaian tujuan. Pandangan itu juga dikontraskan dengan kebudayaan suku

lain (Jawa) yang dipujikan sebagai pekerja keras. Tentu saja pandangan penuh

semangat stereotif ini sangat kontras dengan semangat Sunda lama tentang wanita

Sunda yang agung dan memiliki watak pekerja keras.10

Keadaan lain yang juga menunjukkan masih perlunya penetapan kembali

kedudukan wanita sebagaimana yang digambarkan dalam perspektif alam pikir Sunda

lama, adalah ketika dewasa ini kaum wanita Sunda menjadi bagian penting dari

konstelasi sosial budaya orang Sunda namun ternyata penghargaan kepada mereka

masih jauh dari semestinya. Realitasnya, posisi wanita Sunda banyak yang menjadi

9
Loc.cit.
10
“Sastrawan Sunda dan Perempuan” PikiranRakyat.com diakses pada 15
april 2017.
library.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

tulang punggung ekonomi keluarga namun justru timbal baliknya adalah menghadapi

resiko poligami tanpa persetujuan lebih dahulu atau bahkan perceraian tanpa pilihan

lain. Menurutnya hal ini masih menunjukkan budaya patriarkhi masih menjadi

hegemoni atas kedudukan wanita. Adanya dua pandangan demikian, yang satu

melihat dari perspektif cita ideal baik atas penelusuran jejak filosofis budaya Sunda

maupun nilai-nilai agung yang terkandung di dalamnya, baik original maupun hasil

perpaduan yang unik dan luruh menjadi satu kebudayaan yang tunggal antara Islam

dan Sunda, mengenai kedudukan wanita di Sunda. Maupun pihak lain yang

memandangnya dengan semangat stereotif sebagai bekas pengalaman “sejarah”

menjadikan wanita Sunda berada dalam jembatan perjuangan yang masih harus

dipertegas mengenai jati dirinya. Namun demikian tampaknya semangat sejati orang

Sunda dalam memandang kedudukan wanita di Tanah Sunda dapat dikatakan sangat

memuliakannya. Disamping cita ideal itu perlu semakin ditegaskan dalam alam

realitas.11

Pengaruh sosial budaya suatu daerah sangat berpengaruh terhadap kehidupan

suatu kota atau kabupaten itu sendiri. Perkembangan zaman yang terus bergerak

kedepan membuat tradisi budaya semakin terkikis, fenomena angkatan kerja yang

mendapat kehidupan lebih layak membuat perubahan pandangan sosial wanita sunda

terhadap pola fikir nya mengenai tradisi budaya suku sunda di masa lalu. Di era

modern ini mitos yang berkembang dimasyarakat tentang wanita sunda yang dinilai

malas bekerja atau tidak mau bekerja demi kecantikan atau kemolekan tubuhnya
11
https://www.scribd.com.kedudukanwanitasunda diakses pada 17 April 2017
library.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

sudah tidak ada artinya lagi, karena telah dibuktikan oleh perkembangan tenaga kerja

asal jawa barat yang bekerja diluar negeri baik sebagai TKI terus berkembang pesat

melebihi daerah lainnya di Indonesia terutama tenaga kerja wanita. Bahkan Jawa

Barat menjadi peringkat pertama pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia yang

bekerja di luar negeri. Perkembangan jaman juga mengubah pola fikir wanita sunda

untuk siap bersaing di dunia kerja. Modernisasi dapat mengubah pola fikir wanita

sunda agar bisa meraih apa yang menjadi tujuan hidup seseorang, memenuhi

kebutuhan hidup dengan cara mendapatkan penghasilan yang layak. Mampu bertahan

hidup ditengah himpitan ekonomi, akibat kepadatan penduduk yang berbanding

terbalik dengan terbatasnya lapangan pekerjaan di Indonesia.

C. Sejarah Ketenagakerjaan di Jawa Barat

Dalam konteks ketenagakerjaan, globalisasi sebagai alasan terjadinya proses

kerjasama dalam ketenagakerjaan. Hubungan regional, bilateral ataupun multilateral

semakin memperkokoh kerjasama dibidang ketenagakerjaan. Negara-negara dunia

memiliki kesempatan untuk saling melengkapi kekurangan di setiap masing-masing

negaranya untuk berkompetisi di tengah pasar besar. Dengan adanya hubungan antar

negara juga semakin membuka peluang masing-masing negara untuk memanfaatkan

keberadaan hubungan tersebut dengan menerapkan kebijakan tertentu agar dapat

tercapainya tujuan bersama. Perjalanan panjang kerjasama pengiriman tenaga kerja

tercatat sebagai suatu proses perkembangan perdagangan perekonomian dunia yang


library.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

semakin berkembang dari tahun ke tahun. Migrasi tenaga kerja terjadi karena adanya

perbedaan antar negara, terutama perbedaan didalam memperoleh kesempatan

dibidang ekonomi.12

Pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, migrasi tenaga kerja Indonesia

(TKI) ke luar negeri dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda melalui penempatan

buruh kontrak ke Suriname, Amerika Selatan, yang juga merupakan wilayah kolini

Belanda. Sejak tahun 1890 pemerintah Belanda mulai mengirim sejumlah besar kuli

kontrak asal Jawa, Madura, Sunda, dan batak untuk di pekerjakan di Suriname.

12
Prijono Tjiptoherijanto, Migrasi Internasional: Proses, Sistem, dan Masalah
Kebijakan, dalam edisi M. Arif Nasution, Globalisasi dan Migrasi Antar Negara,
(Bandung: Kerjasama Yayasan Adikarya IKAPI dengan The Ford Foundation,
1999), hal. 8
library.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

Gambar. 1

Suasana Buruh Migran di Suriname


(Sumber: Pusat Penelitian Pengembangan dan Informasi BNP2TKI, Jakarta.)

Tujuannya adalah untuk mengganti tugas para budak asal Afrika yang telah

dibebaskan pada 1 Juli 1863 sebagai wujud dari pelaksanaan politik penghapusan

perbudakan sehingga para budak tersebut bebas memilih lapangan kerja yang

dikehendaki.13 Dampak pembebasan para budak itu membuat perkebunan di

Suriname terlantar dan mengakibatkan perekonomian Suriname yang bergantung dari

pada hasil perkebunan turun drastis. Adapun dasar pemerintah Belanda memilih TKI

13
Sejarah Tenaga Kerja Indonesia, Data Pusat Penelitian Pengembangan dan
Informasi BNP2TKI, Jakarta.
library.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

asal Jawa yaitu karena rendahnya tingkat perekonomian penduduk Jawa akibat

meletusnya Gunung Merapi dan padatnya penduduk di Pulau Jawa.

Gambar. 2

Suasana Buruh Migran saat tiba di Suriname menggunakan kapal laut.


(Sumber: Pusat Penelitian Pengembangan dan Informasi BNP2TKI, Jakarta)

Gelombang pertama pengiriman TKI oleh Belanda diberangkatkan dari

Batavia pada 21 Mei 1890 dengan kapal SS Koningin Emma. Pelayaran jarak jauh ini

singgah di Negeri Belanda dan tiba di Suriname pada 9 Agustus 1890, dengan jumlah

TKI gelombang pertama sebanyak 94 orang terdiri dari 61 pria dewasa, 31 wanita,

dan 2 anak-anak. Kegiatan pengiriman TKI ke Suriname yang sudah berjalan sejak

1890 sampai 1939 mencapai 32.986 orang, dengan menggunakan 77 Kapal Laut. 14

14
Ibid.
library.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

Seiring perkembangan zaman pada 3 Juli 1947 menjadi tanggal bersejarah

bagi lembaga Kementerian Perburuhan dalam era kemerdekaan Indonesia. Melalui

Peraturan Pemerintah No 3/1947 dibentuk lembaga yang mengurus masalah

perburuhan di Indonesia dengan nama Kementerian Perburuhan.

Pada masa awal Orde Baru Kementrian Perburuhan dibubarkan dan diganti

dengan Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi sampai berakhirnya

Kabinet Pembangunan III. Pada masa Kabinet Pembangunan IV berubah menjadi

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sementara itu Koperasi membentuk

Kementeriannya sendiri. Hingga akhir 1960-an penempatan Tenaga Kerja Indonesia

ke luar negeri belom melibatkan pemerintah, namun dilakukan secara orang perorang,

kekerabatan, dan bersifat tradisional.

Pada tahun 1970-an pengiriman TKI terus mengalami peningkatan karena

pada saat itu di kawasan Timur Tengah terjadi masa keemasan minyak atau disebut

oil booming, dengan ditemukannya cadangan minyak dalam jumlah besar dan

dilakukan eksplorasi besar-besaran, menjadikan negara-negara di Timur Tengah

seketika mengalami perubahan dalam segi ekonomi sehingga membuat negara-negara

disana kaya raya.15 Masa keemasan ini berakibat pada pembukaan lapangan pekerjaan

yang sangat luas untuk berbagai pihak yang pada akhirnya mendorong arus

pengiriman dan penempatan TKI ke Arab Saudi. Kondisi berlanjut hingga memasuki

masa kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan reformasi. Fenomena Migrasi terjadi

secara Nasional dan Internasional. Sebelum perang Dunia ke II, banyak warga
15
Ibid.
library.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

negara Indonesia dikirim ke Malaysia, Guyana, dan New Caledonia. Setelah perang

Dunia II, terjadi pengiriman tenaga kerja ke Singapura dan negara negara di Asia

Tenggara lainnya. Perpindahan tenaga kerja indonesia saat itu sebenarnya hanya

untuk mencukupi kebutuhan tenaga kerja di beberapa negara tersebut dan tidak

termasuk dalam kebijakan pemerintah dibidang ketenagakerjaan. Salah satu faktor

fenomena migrasi yaitu dikarenakan potensi lapangan pekerjaan yang tidak memadai

di Indonesia.

Saudi Arabia menjadi tujuan pengiriman TKI karena ada hubungan religius

yang erat antara Indonesia dengan Saudi Arabia yaitu melalui jalur ibadah haji.

Melalui pendekatan orang Indonesia dengan orang Arab Saudi lambat laun terjadi

pernikahan, hingga memiliki keturunan dan menetap di Arab Saudi kemudian

mengajak saudara atau kerabatnya warga Indonesia untuk bekerja di Arab Saudi,

kemudian Pada tahun 1983 pertama kali tercatat jumlah TKI di Arab Saudi berjumlah

27.671 orang, mereka bekerja di delapan negara. Jumlah itu terus bertambah sampai

masuk ke periode 1990an atau tepatnya pada tahun 1992 berjumlah 158.750 orang.16

Dalam waktu dua dekade, fenomena buruh migran ini menggeser kebijakan

yang tadinya bersifat reaktif (pasif) menjadi kebijakan regulative (pengaturan), dan

pada 13 periode ini pula terjadi penataan penempatan buruh migran ke Malaysia. Jika

sebelumnya migrasi buruh ini terjadi secara spontan maka setelah adanya kebijakan

regulasi ini harus diatur melalui perusahaan pengerah tenaga kerja. Dan mulailah

proses kriminalisasi pada tenaga kerja migran yang tidak melalui perusahaan
16
Ibid.
library.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

penyalur dan dikenal istilah TKI ilegal. Dalam upaya perlindungan TKI, pemerintah

Indonesia membentuk Badan Koordinasi Penempatan TKI pada tahun 1999 melalui

Kepres No. 29 Tahun 1999.17

Perkembangan lebih lanjut tentang penempatan dan perlindungan TKI adalah

dengan diterbitkannya UU No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Pasal 5 menyatakan bahwa “Pemerintah

bertugas mengatur, membina, melaksanakan dan mengawas penyelenggaraan

penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri”. Undang-undang No 39 tahun 2004

tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

menjadi kebijakan tetap serta menjadi payung hukum bagi seluruh Tenaga Kerja

Indonesia di berbagai negara penempatan. Sejarah mencatat, setiap pemerintahan

memiliki perannya masing masing pada setiap kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk

melindungi warga negaranya, karena setiap warga negara berhak memperoleh

perlindungan dari negara. Berbagai kebijakan sejak era 1990-an tentang

ketenagakerjaan di indonesia membuktikan bahwa pemerintah sangat memperhatikan

warga negaranya dan pemerintah sangat peduli akan kesejahteraan, serta memberikan

perlindungan terhadap rakyat.

17
http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-asal-usul-dan-sejarah-tki-pertama-
kali.html diakses tanggal 17 Agustus 2017.
library.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

1. Kebijakan Pemerintah terkait Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia Masa Orde Baru.

Soeharto (Orde Baru, 1966-1988) mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.4

tahun 1970 Tentang Pengerahan AKAD (Antar Kerja Antar Daerah) dan AKAN

(Antar Kerja Antar Negara) dan Peraturan Menteri (PERMEN) No.5 Tahun 1988

Tentang Pengiriman Tenaga Kerja ke Luar Negeri.

2. Kebijakan Pemerintah terkait Penempatan dan Perlindungan Tenaga

Kerja Indonesia Masa Reformasi.

BJ. Habibie (Mei 1998 – Oktober 1999) lahir Keputusan Menteri Tenaga

Kerja (Kepmenaker) No.204 Tahun 1999 Tentang Penempatan TKI ke Luar Negeri

dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmenaker) No.92 Tahun 1998 Tentang

Skema Asuransi Sosial untuk Buruh Migran.

Abdurrahman Wahid (1999-2001) lahir Keputusan Presiden (Kepres) No. 109

Tahun 2001 jo Keputusan Menteri Luar Negeri (Kepmenlu) yang merupakan

pencetus terbentuknya Direktorat WIBI dan HHI di Kemenlu RI dan Peraturan

Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 150 Tahun 2000 Tentang Pesangon

untukantisipasi dampak pemberhentian kerja buruh. Agar para buruh tetap

mendapatkan harapan agar bisa memanfaatkan pesangon demi pekerjaan yang lebih

baik.18

18
Ana Sabhana Azmy, Negara dan Buruh Migran Perempuan: Menelaah
Kebijakan Perlindungan Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-
2010, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012), Hlm. 56.
library.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

Megawati Soekarno Puteri (2001-2004) pencetus lahirnya Undang Undang

No.39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di

Luar Negeri.

Kebijakan pemerintah mengenai migrasi tenaga kerja tersebut menunjukkan

bahwa sejak dicanangkannya pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri

sampai terbentuknya undang-undang untuk menempatkan dan melindungi TKI di

luar negeri membutuhkan waktu selama 16 tahun (1989-2004). Pada era Megawati,

UU No. 39 Tahun 2004 tentang PPTKILN baru keluar atas desakan berbagai pihak.

Istilah PJTKI pun kemudian berganti ke PPTKIS (Pelaksana Penempatan TKI

Swasta).19

Tingginya angka pengiriman TKI ke luar negeri yang berbanding lurus

dengan semakin tingginya pengangguran di Indonesia adalah pertanda kondisi

perekonomian Indonesia dalam membuka lapangan perkejaan baru belum

terselesaikan. Besarnya jumlah buruh migran yang bekerja di luar negeri khususnya

Saudi Arabia tidak dilengkapi dengan kebutuhan dari migran tersebut yaitu

perlindungan dengan standar tertentu bagi buruh migran yang sedang bekerja di

negara tujuan. Manfaat perekonomian yang dirasakan oleh pemerintah, seharusnya

ditopang oleh kebijakan pemerintah yang berorientasi pada perlindungan buruh

migran Indonesia. UU No. 39 Tahun 2004 Tentang PPTKILN yang dibuat pada masa

19
Ibid, hlm 56- 60.
library.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

Megawati, diimplementasikan di era pemerintahan SBY. Masa pemerintahan SBY

menjadi masa yang paling banyak mengeluarkan peraturan mengenai migrasi TKI.20

Pada tahun 2004 kepadatan penduduk di Jawa Barat berjumlah 39,14 juta jiwa,

meningkat menjadi 39,96 juta jiwa di tahun 2005, sedangkan tahun 2006 menjadi

40,73 juta jiwa, pada tahun 2007 jumlah penduduk mencapai 41,48 juta jiwa. Sampai

ke tahun 2010 kepadatan penduduk di jawa barat mencapai 43 juta jiwa. 21 Penduduk

ini terbesar di 27 Kabupaten/Kota, 625 Kecamatan dan 5.889 Desa/Kelurahan.

Jumlah penduduk tercatat di Kabupaten Bogor sebanyak 4.966.621 jiwa atau setara

dengan (11,3%), sedangkan penduduk terkecil yaitu di Kota Banjar sebanyak 192.903

jiwa atau setara dengan (0,43%). Jumlah penduduk di daerah penyangga Ibukota,

yaitu di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi dan Kota

Depok sebanyak 11.930.991 Jiwa atau 26% dari jumlah penduduk Jawa Barat.

Dengan begitu dapat disimpulkan seperempat penduduk Jawa Barat tinggal di daerah

penyangga Ibu Kota.

Sedangkan jumlah penduduk yang tinggal di Bandung Raya (Kabupaten

Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kota Cimahi) sebanyak

8.670.501 Jiwa atau 18% dari total penduduk Jawa Barat, artinya hampir seperlima

penduduk Jawa Barat tinggal di Bandung Raya/Ibu Kota Provinsi. Kalau di

jumlahkan penduduk yang tinggal di penyangga Ibu Kota dan Bandung Raya, maka

didapat jumlah penduduk di kedua daerah tersebut sebanyak 20.601.492 Jiwa atau
20
Ana Sabhana Azmy, Op.Cit. Hal 89.
21
http://www.jabarprov.go.id/kependudukandijawabarat diakses tanggal 13
September 2017.
library.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

44% dari total jumlah penduduk Jawa Barat. Terlihat bahwa hampir separuh

penduduk Jawa Barat tinggal di kedua daerah tersebut. 22 Kepadatan penduduk di

Jawa Barat berkembang bersamaan dengan perkembangan angkatan kerja yang

tinggi, secara harfiah tentunya juga dibutuhkan lapangan pekerjaan yang mumpuni

agar dapat mensejahterakan masyarakat Jawa Barat dan terpenuhi hak-nya sebagai

warga Negara.

Mayoritas masyarakat Jawa Barat berprofesi sebagai petani dan berladang, ini

disebabkan tanah Jawa Barat yang subur. Sampai abad ke-19, banyak dari masyarakat

Sunda yang berladang secara berpindah-pindah. Selain bertani, masyarakat sunda

lebih memilih untuk menjadi pengusaha dan pedagang, sebagai mata pencahariannya,

meskipun kebanyakan berupa wirausaha kecil-kecilan yang sederhana, seperti penjaja

makanan keliling, membuka warung atau rumah makan, atau membuka toko barang

kelontong dan kebutuhan sehari hari, usaha cukur rambut, didaerah perkotaan ada

pula yang membuka usaha percetakan, distro, cafe, rental mobil, jual beli kendaraan,

warung nasi khas sunda, bubur kacang hijau, serta warung kopi adalah usaha

ekonomi mikro sektor informal yang lazim dijalani oleh orang sunda. Profesi

pedagang keliling banyak juga dilakoni oleh masyarakat Jawa Barat, terutama asal

Tasikmalaya dan Garut. Profesi lainnya yang banyak dijalani oleh orang Sunda

adalah sebagai pegawai negeri sipil, pelaut, dan seniman. 23

22
http://www.jabarprov.go.id/ diakses tanggal 13 september 2017.
23
Hendayana, Yayat. “Terdepan dan Terpinggirkan?”. Pikiran Rakyat. Jawa
Barat, 2010.
library.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

Hal demikian umumnya merupakan insiatif masyarakat Jawa Barat karena

kondisi kepadatan penduduk Jawa Barat sehingga memiliki tingkat konsumsi yang

tinggi dan Masyarakat dapat memanfaatkan situasi tersebut dengan menjadi

pengusaha kecil kecilan atau usaha besar sekalipun. Akan tetapi kondisi tersebut tidak

mengubah minat sebagian masyarakat Jawa Barat untuk menjadi TKI di Luar Negeri,

ketertarikan masyarakat menjadi TKI sudah terbentuk dari lingkungan sekitar yang

mendorong banyak masyarakat untuk bekerja sebagai TKI di Luar Negeri.

Konstitusi Republik Indonesia, Khususnya Pasal 27 ayat (2) mengamanatkan

“setiap warga negara berhak untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan”. Artinya negara menjamin setiap warganya memperoleh

pekerjaan dan penghasilan yang layak.24 Keterbatasan kesempatan kerja di dalam

negeri dan peluang kerja yang terbuka lebar di luar negeri menjadi salah satu faktor

pendorong dan juga penarik bagi masyarakat Jawa Barat untuk bekerja di luar negeri.

Sehingga pada saat ini terjadi kecenderungan peningkatan Tenaga Kerja Indonesia

(TKI) yang berangkat bekerja ke luar negeri. Di sisi lain, permasalahan dalam

penempatan TKI di luar negeri masih banyak terjadi mulai dari pra, masa, bahkan

pada purna penempatan. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat memiliki

kewajiban mengoptimalkan pelayanan penempatan dan perlindungan terhadap TKI

asal Jawa Barat pada setiap tahap penempatan.

24
Muhaimin Iskandar, Menuju Cita TKI yang Bermartabat dan Bermanfaat.
Jakarta: RM Books, 2014. hlm 11.
library.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

Sembilan kabupaten di Jawa Barat adalah merupakan penyumbang terbesar

pengiriman TKI yakni Kota dan Kabupaten Bandung, Cianjur, Sukabumi, Subang,

Purwakarta, Karawang, Majalengka, Indramayu, dan Cirebon. Kondisi tersebut

disebabkan daerah tersebut merupakan kantung kantung perekrutan TKI karena

terdapat banyak PPTKIS tersebar di daerah tersebut sehingga menjadi penyumbang

TKI terbesar di Jawa Barat. Jawa Barat yang merupakan salah satu daerah sumber

rekrut terbesar Calon TKI untuk ditempatkan di luar negeri sebagai pilihan alternatif

untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan guna meningkatkan kesejahteraan TKI

dan keluarganya.25

Penduduk Usia Kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun

dan lebih. Mereka terdiri dari "Angkatan Kerja" dan "Bukan Angkatan Kerja".

Proporsi penduduk yang tergolong "Angkatan Kerja" adalah mereka yang aktif dalam

kegiatan ekonomi. Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi diukur dengan

porsi penduduk yang masuk dalam pasar kerja yakni yang bekerja atau mencari

pekerjaan. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan ukuran yang

menggambarkan jumlah angkatan kerja untuk setiap 100 tenaga kerja. Kesempatan

kerja memberikan gambaran besarnya tingkat penyerapan pasar kerja yang tidak

terserap di kategorikan sebagai penganggur.

25
Wawancara dengan Karman pada tanggal 28 Agustus 2017.
library.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

Pada tahun 2011, jumlah angkatan kerja di seluruh provinsi Jawa Barat

sebanyak 19.356.624 orang. Yang aktif bekerja sebanyak 17.454.781 orang atau

sebesar 90,17 persen dan yang menganggur sebanyak 1.901.843 orang sebesar 10,96

persen. Sebagian besar penduduk Jawa Barat yang bekerja pada tahun 2011, memiliki

lapangan pekerjaan utama di sektor Pertanian, Perdagangan, Industri, Jasa-jasa &

lainnya.26 Persentase penduduk yang bekerja pada sektor tersebut masing-masing

21,06 persen, 26,09 persen, 20,46 persen, 15,46 persen, dan lainnya 16,92 persen.

Berikut adalah tabel angkatan kerja di Jawa Barat yang berumur 15 tahun ke atas

pada tahun 2011:

26
http://www.jabarprov.go.id/Jabardalamangka2012/Pendudukdantenagakerja
diakses tanggal 5 november 2017.
library.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

Tabel. 2
Angakatan Kerja berumur 15 tahun ke atas pada tahun 2011

Kabupaten / Angkatan Kerja


No Kota Bekerja Pengangguran Jumlah
1 Bogor 1.852.165 222.638 2.074.803
2 Sukabumi 925.205 96.834 1.022.039
3 Cianjur 863.044 97.500 960.544
4 Bandung 1.248.267 145.165 1.393.432
5 Garut 904.607 88.372 992.979
6 Tasikmalaya 667.453 61.203 738.656
7 Ciamis 648.480 63.021 711.501
8 Kuningan 425.718 42.156 467.874
9 Cirebon 828.506 93.866 922.372
10 Majalengka 489.817 41.443 531.260
11 Sumedang 457.222 39.955 497.177
12 Indramayu 702.670 79.018 781.688
13 Subang 623.501 62.456 685.957
14 Purwakarta 340.411 35.657 376.068
15 Karawang 880.087 98.420 978.507
16 Bekasi 1.074.899 123.029 1.197.928
17 Bandung Barat 597.633 61.868 659.501
18 Kota Bogor 391.211 44.985 436.206
19 Kota Sukabumi 119.803 13.461 133.264
20 Kota Bandung 1.012.946 116.798 1.129.744
21 Kota Cirebon 120.967 14.280 135.247
22 Kota Bekasi 990.630 116.290 1.106.920
23 Kota Depok 728.675 86.387 815.062
24 Kota Cimahi 225.801 25.996 251.797
25 Kota Tasikmalaya 253.713 25.525 279.238
26 Kota Banjar 71.340 5.520 76.860
Jawa Barat 17.454.781 1.901.843 19.356.624

Sumber: Keadaan Angkatan Kerja Nasional Agustus 2012 di provinsi Jawa Barat 27

27
Ibid.

Anda mungkin juga menyukai