Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang
budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir berawal dari ketertarikan
orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari
apa yang dikenal di Eropa. Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang
merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal
daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik
beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya. Masalah kesehatan juga dipelajari
oleh antropologi medis, suatu bidang sosial yang erat kaitannya dengan sosiologi medis.
Antropologi medis mempunyai suatu cabang yang dinamakan etmidisin.Yaitu
pandangan masyarakat terhadap psikiattri dan cara-cara mereka
menanganinya.Hubungan Antropologi dan sosiologi kesehatn yaitu data mengenai
konsepsi dan sikap penduduk desa tentang kesehatan, tentang sakit, terhadap dukun,
terhadap obat-obatan tradisional, terhadap kebiasaan dan pantangan makan dan
ssebagainya. Ilmu antropologi juga memberi kepada dokter kesehatan masyarakat yang
akan bekerja dan hidup di berbagai daerah dengan berbagai macam aneka warna adat dan
budaya. Metode-metode dan cara-cara untuk segera mengerti dan menyesuaikan diri
dengan kebudayaan dan adat-adat lain.
Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan dipandang sebagai disiplin
biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari
tingkah laku manusia, terutama tantang cara-cara interaksi antara keduanya, sepanjang
seja rah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Adalah Cara
dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya
berbagai macam penyakit. Selain itu hasil dari berbagai macam kebudayaan juga dapat
menimbulkan barbagai macam penyakit.
Masyarakat dan pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu
Naturalistik dan Personalistik. Penyebab dari penayakit yang bersifat Naturalistik yaitu
orang yang menderita penyakit akibat lingkungan, makanan, dan pola hidup yang tidak
baik, termasuk juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan.
Konsep sehat atau sakit yang dianut pengobat tradisional (Batra) sama seperti yang
dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan
badan atau kelainan kondisi tubuh serta gejala-gejala yang dirasakan. Sedangkan
menurut konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit (illnes) disebabkan oleh
intervasi suatu gen aktif yang dapat berupa makhluk halus (jin, roh leluhur, atau roh
jahat), atau dari manusia (santet, sihir, dan tukang tenung).

B. Rumusan Masalah
Apa itu kebudayaan dan tradisi Manjau Muli pada kalangan remaja masyarakat
lampung?

C. Tujuan
Untuk mengetahui kebudayaan dan tradisi Manjau Muli pada kalangan remaja
masyarakat lampung.

BAB II
HASIL KAJIAN

A. Gambaran Umum

Gambaran Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan


Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I
Lampung tanggal 18 Maret 1964. Secara geografis Provinsi Lampung terletak pada
kedudukan 103º40” (BT) Bujur Timur sampai 105º50” (BT) Bujur Timur dan 3º45”
(LS) Lintang Selatan sampai 6º45” (LS) Lintang Selatan. Provinsi Lampung meliputi
areal daratan seluas 35.288,35 km (Lampung dalam angka, BPS 2012) termasuk 132
pulau di sekitarnya dan lautan yang berbatasan dalam jarak 12 mil laut dari garis
pantai kearah laut lepas. Luas perairan laut Provinsi Lampung diperkirakan lebih
kurang 24.820 km (atlas sumberdaya pesisir Lampung, 1999). Panjang garis pantai
Provinsi Lampung lebih kurang 1.105 km, yang membentuk 4 (empat) wilayah
pesisir, yaitu Pantai Barat (210 km), Teluk Semangka (200 km), Teluk Lampung dan
Selat Sunda (160 km), dan Pantai Timur (270 km). Batas administrasi wilayah
Provinsi Lampung adalah :
1) Sebelah Utara dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu
2) Sebelah Selatan dengan selat Sunda
3) Sebelah Timur dengan laut Jawa
4) Sebelah Barat dengan Samudera Indonesia

Provinsi Lampung dengan ibukota Bandar Lampung, yang merupakan


gabungan dari Kota Kembar Tanjungkarang dan Telukbetung memiliki wilayah yang
relative luas dan menyimpan potensi kelautan. Pelabuhan utamanya bernama
Panjang dan Bakauheni serta Pelabuhan nelayan seperti Pasar Ikan
(telukbetung), Tarahan dan Kalianda di Teluk Lampung. Sedangkan di Teluk
Semangka adalah Kota Agung dan laut Jawa terdapat pula Pelabuhan nelayan
seperti Labuhan Maringgai dan Ketapang. Disamping itu Kota Menggala juga
dapat dikunjungi kapal-kapal nelayan dengan menyusuri sungai Way Tulang Bawang,
adapun Samudra Indonesia terdapat Pelabuhan Krui. Lapangan terbang utamanya
adalah Radin Inten II yaitu nama baru dari Branti 28 Km dari ibukota melalui
jalan Negara menuju Kotabumi dan Lapangan terbang AURI terdapat di
Menggala yang bernama Astra Ksetra.
Kondisi Topografi Menurut kondisi topografi, Provinsi Lampung dapat dibagi
ke dalam 5 (lima) satuan ruang, yaitu: Daerah berbukit sampai bergunung,
dengan ciri khas lereng-lereng yang curam atau terjal dengan kemiringan
berkisar 25% dan ketinggian rata-rata 300 m di atas permukaan laut (dpl).
Daerah ini meliputi Bukit Barisan, kawasan berbukit di sebelah Timur Bukit
Barisan, serta Gunung Rajabasa.
1) Daerah berombak sampai bergelombang, yang dicirikan oleh bukit-bukit sempit,
kemiringan antara 8% hingga 15% dan ketinggian antara 300 meter sampai 500 meter
(dpl). Kawasan ini meliputi wilayah gedung tataan, kedaton, sukoharjo dan pulau
panggung di daerah Kabupaten Lampung Selatan serta adirejo dan bangun rejo di
daerah Kabupaten Lampung Tengah.
2) Dataran alluvial, mencakup kawasan yang sangat luas meliputi Lampung Tengah
hingga mendekati pantai sebelah timur. Ketinggian kawasan ini berkisar antara 25
hingga 75 meter (dpl) dengan kemiringan 0% hingga 3%.
3) Rawa pasang surut di sepanjang pantai timur dengan ketinggian 0,5 hingga 1 meter
(dpl). 4) Daerah aliran sungai, yaitu Tulang Bawang, Way Seputih, Way Sekampung,
Way Semangka, dan Way Jepara
Berdasarkan data Kependudukan pada tahun 2000 penduduk Provinsi
Lampung berjumlah 6.659.869 jiwa dan rata-rata kepadatan penduduk per-
Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung 189 jiwa per Km² tahun 2000 berturut-
turut adalah Kabupaten Lampung Barat 74 orang per Km², Kabupaten Tanggamus
239, Kabupaten Lampung Selatan 356, Kabupaten Lampung Timur 200,
Kabupaten Lampung Tengah 218, Kabupaten Lampung Utara 195, Kabupaten Way
Kanan 91, Kabupaten Tulang Bawang dan Kota Bandar Lampung 3.851 dan Kota
Metro 1.917 orang per Km² .
Menurut hasil sensus penduduk tahun 2010 (SP2010) Penduduk Provinsi
Lampung tahun 2010 sebesar 7.608.405 orang dan rata-rata kepadatan penduduk
per Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung 216 orang per Km² tahun 2010
berturut-turut adalah Kabupaten Lampung Barat 85 orang, Kabupaten Tanggamus
196 orang, Kabupaten Lampung Selatan 455 orang, Kabupaten Lampung Timur
219 orang, Kabupaten Lampung Tengah 244 orang, Kabupaten Lampung Utara
214 orang, Kabupaten Way Kanan 104 orang, Kabupaten Tulang Bawang 91 orang,
Kabupaten Pringsewu 585 orang, Kabupaten Tulang Bawang Barat 209 orang,
Kabupaten Mesuji 86 orang, Kota Bandar Lampung 4.570 orang dan Kota Metro
2.354 orang per Km².
Data statistik dari pemekaran Kabupaten ini belum tersedia baik kondisi
eksisting maupun data time series sehingga dalma melakukan proyeksi penduduk
Kabupaten pemekaran tersebut, masih mengikuti data Kabupaten induk. Jumlah
penduduk Provinsi Lampung pada tahun 2011 mencapai 9.327.445 jiwa dengan
jumlah penduduk terbesar berada di Kabupaten Lampung Tengah yaitu sebesar
1.444.733 jiwa. Jumlah penduduk perkabupaten selanjutnya dapat dilihat dalam
tabel berikut:
Tabel 2 Jumlah Penduduk Provinsi Lampung Tahun 2011
No Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk
Laki-laki Perempuan Total
1 Lampung Barat 229.881 209.945 439.826
2 Tanggamus 327.985 303.007 630.992
3 Pringsewu 198.434 185.818 384.252
4 Lampung Selatan 553.330 526.461 1.079.791
5 Lampung Timur 539.546 569.469 1.109.015
6 Lampung Tengah 743.773 700.960 1.444.733
7 Lampung Utara 400.665 379.443 780.108
8 Way Kanan 240.634 228.209 468.843
9 Tulang Bawang 209.562 208.089 417.651
10 Tulang Bawang Barat 132.583 135.852 268.435
11 Mesuji 135.213 121.361 256.574
12 Bandar Lampung 703.508 661.251 1.364.759
13 Metro 84.608 81.844 166.452
14 Pesawaran 267.990 248.024 516.014
Jumlah 4.767.712 4.559.733 9.327.445
(Sumber data BPS)

Pada tahun 2011 kepadatan penduduk di Provinsi Lampung adalah sebesar


216 jiwa/km² dengan kepadatan penduduk terbesar terdapat di Kota Bandar Lampung,
yaitu sebesar 4.570 jiwa/km². Hal ini diakibatkan karena Kota Bandar Lampung
merupakan ibukota Provinsi Lampung yang memiliki kelengkapan sarana prasarana
dan aksessibilitas wilayah.
Kepadatan penduduk terendah di Provinsi Lampung pada tahun 2011 terdapat
di Kabupaten Lampung Barat, Mesuji dan Tulang Bawang yang memiliki kepadatan
masing-masing 85,86 dan 91 jiwa/km². Hal ini dipengaruhi oleh medan
wilayah yang sulit untuk dijangkau serta ketersediaan prasarana dan sarana
masih terbatas, sehingga menurunkan minat penduduk untuk menetap dan mencari
penghidupan disana.

Tabel 3 Jumlah Penduduk dan Tingkat Kepadatan Tahun 2011


No Kabupaten/Kota Ibukota Luas Tahun 2011
Jumlah Kepadatan
wilayah
1 Lampung Barat Liwa 4.950.40 439.826 85.05
2 Tanggamus Kota Agung 3.356.61 630.992 196.26
3 Pringsewu Pringsewu 625.00 384.252 585.00
4 Lampung Selatan Kalianda 2.007.01 1.079.791 455.89
5 Lampung Timur Sukadana 4.337.89 1.109.015 219.94
6 Lampung Tengah Gunung sugih 4.789.82 1.444.733 244.23
7 Lampung Utara Kotabumi 2.725.63 780.108 214.31
8 Way Kanan Blambangan 3.921.63 468.843 104.50
Umpu
9 Tulang Bawang Menggala 7.770.84 417.651 91.64
10 Tuba Barat Panaragan 1.201,00 268.435 209.00
11 Mesuji Mesuji 2.184,00 256.574 86.00
12 Bandar Lampung Bandar 192.96 1.364.759 4.570.82
Lampung
13 Metro Metro 61.79 166.452 2.354.98
14 Pesawaran Gedung Tataan 1.173.77 516.014 356.34
Jumlah 35.288.35 9.327.445 216.342
Sumber data Lampung dalam Angka
B. Kebudayaan Lampung

KEBUDAYAAN MASYARAKAT LAMPUNG

NO. ADAT DAN KEPERCAYAAN MAKNA BAGI MASYARAKAT MAKNA BAGI KESEHATAN
KEBUDAYAAN
1. Ibu Hamil 1. Pantangan (Pamali) 1. Pantangan (Pamali) 1. Pantangan (Pamali)
a. Memakan tebu a. Memakan tebu saat hamil akan
a. Kepercayaan masyarakat
mengakibatkan perdarahan saat persalinan
lampung jika memakan tebu
tidak berpengaruh karena di dalam tebu
saat hamil akan
mengandung protein (4,6 gr), lemak (0,4
mengakibatkan perdarahan
gr), karbohidrat (3 gr), kalsium (40 mg),
saat persalinan.
fosfor (80 mg), zat besi (2 mg), Vitamin
b. Memakan Nangka
B1 (0,08 ml) dan Vitamin C (50 ml).
Masak
b. Memakan nangka masak saat
b. Memakan nangka masak saat hamil akan
hamil akan mengakibatkan
mengakibatkan keguguran. Nangka masak
keguguran saat hamil muda
bila di konsumsi berlebihan pada ibu
hamil dalam jumlah banyak, efek yang
dapat ditimbulkan yaitu perut kembung
c. Memakan Nanas dan dan ber gas adalah meningkatnya suhu
durian janin dan kontraksi dini yang dapat
c. Menurut masyarakat setempat meningkatkan resiko bayi premature dan
memakan Nanas dan durian keguguran.
saat hamil akan
c. Pantangan buah nanas pada ibu hamil pada
mengakibatkan keguguran saat
TM dikatakan berbahaya karena memiliki
hamil
kandungan enzim bromelain yang dapat
membuat leher Rahim menjadi lunak
sehingga memacu persalinan dini atau
keguguran. Sedangkan Buah durian
mengandung 2 jenis zat yang berbahaya
yaitu alcohol dan asam arachidonat.
Alcohol bisa mneyebabkan bayi premature
d. Agar ari - ari bayi tidak
d. Larangan Untuk duduk
sedangkan asama arachidonat
lengket atau ari - arinya sulit
di lantai
menyebabkan rangsangan kontraksi Rahim
dilahirkan
dan keguguran.

e. Larangan Menggantung d. Duduk di lantai saat hamil adalah mitos


handuk di leher e. Agar bayinya tidak terlilit tali dari masyarakat karena tidak
pusat mempengaruhi sulit atau tidaknya
melahirkan plasenta saat bersalin.

f. Larangan Merendam e. Menggantung handuk di leher ibu hamil


pakaian kotor dan piring f. Agar bayinya tidak kunggenan adalah mitos dari masyarakat karena tidak
(kotor atau berkerak pada kulit ada hubungannya bayi akan terlilit tali
bayi) pusat atau tidak jika menggantungkan
handuk di leher.

f. Merendam pakaian kotor dan piring adalah


mitos dari masyarakat karena tidak ada
hubungannya pada bayi kotor atau tidak.
Hanya saja, larangan ini dapat mengubah
pola perilaku hidup bersih bagi keluarga
ibu hamil untuk tidak sengaja menunda
pekerjaan untuk mencuci baju dan piring
kotor.
2. Ibu Bersalin 1. Larangan pada anak 1. Agar proses persalinannya tidak 1. Larangan pada anak kecil, keluarga
kecil , keluarga jauh sulit. jauh dan tetangga untuk melihat persalinan
dan tetangga untuk langsung agar persalinannya tidak sulit
melihat persalinan adalah mitos dari masyarakat karena tidak
langsung ada hubungannya dengan penyulit
persalinan. Tetapi, dalam keadaan bersalin
biasanya ibu merasa tidak nyaman
sehingga mengganggu psikologis ibu jika
keadaan ruangan kamar menjadi ramai dan
ibu juga merasa malu. Biasanya ibu yang
sedang bersalin hanya di damping oleh
2. Manghanyutkan ari - ari
suami dan ibunya saja atau kerabat dekat
(plasenta) ke sungai.
yang mewakili
2. Menghanyutkan ari-ari (plasenta) agar
2. Menurut tradisi masyarakat
si anak jika tumbuh dewasa akan
lampung menghanyutkan ari-ari
berpengetahuan luas dan cerdas adalah
ke sungai itu bermanfaat agar si
mitos karena tidak berpengaruh pada masa
anak jika tumbuh dewasa akan
dewasa anak.
berpengetahuan yang luas dan
cerdas
3. Bayi Baru Lahir 1. Memberi banglai pada 1. Memberi banglai pada bayi 1. Memberi banglai pada bayi baru lahir
bayi baru lahir pada baru lahir, agar bayi tidak tidak berdampak pada kesehatan bayi baru
ubun-ubun bayi dan di masuk angin dan tidak di lahir. hanya saja melulurkan banglai pada
sebelah tempat tidur. ganggu roh halus ubun-ubun bayi baru lahir sangat tidak
dianjurkan karena kondisi kulit kepala
bayi baru lahir yang masih sangat tipis
ditakutkan mneyebabkan sesuatu yang
tidak diinginkan pada kulit kepala bayi
apalagi jika terdapat luka kecil pada
kepala bayi

2. Mengoleskan madu pada bibir bayi baru


2. Mengoleskan madu pada 2. Masyarakat percaya bahwa
lahir agar bayi baru lahir memiliki nafsu
bibir bayi baru lahir mengoleskan madu pada bibir bayi
makan yang tinggi tidak dibenarkan karena
baru lahir agar bayi baru lahir
sebaiknya bayi dari usia 0-6 bulan di beri
memiliki nafsu makan yang tinggi.
ASI ekslusif untuk menjaga kekebalan
tubuh si bayi.

4. Ibu Nifas 1. Tamali yaitu selama 1. Masyarakat lampung percaya 1. Kepercayaan tamali pada masa nifas
tujuh hari setiap sore bahwa dengan melakukan tradisis sebenarnya tidak berdampak positif pada
menjelang magrib tamali dipergunakan untuk ibu nifas, karena asap yang dihasilkan bisa
membakar tali yang mengusir roh jahat seperti tidak di saja membuat ibu nifas dengan komplikasi
terbuat dari kain yang datangi kuntilanak asma menjadi sesak atau sulit bernafas.
dilintingkan
2. Meminum madu dapat mencegah demam
2. Meminum kunyit asam ,
2. Kebiasaan masyarakat lampung pada masa nifas. Sedangkan memakan
madu , telur setengah
meminum kunyit asam , madu , telur setengah matang untuk menambah
matang
telur setengah matang yang stamina ibu setelah melahirkan atau
berguna menambah stamina dan selama masa nifas dan .Dan meminum
mencegah bau tidak enak pada ibu kunyit asam tidak berpengaruh pada
nifas pencegahan bau badan ibu nifas.

5. Bayi 1. Marhaban 1. Marhaban 1. Marhaban


a. Cukur rambut a. Masyarakat lampung percaya a. Mencukur rambut pada tradisi marhaban
Yaitu, Rambut bayi
bahwa memotongrambut bayi tidak berpengaruh pada status kesehatan
dipotong dimasukkan
dalam tradisi acara marhaban bayi, akan tetapi daun sedingin berguna
pada air kelapa yang
dapat berguna untuk membuat untuk mendinginkan kulit kepala dan
disisinya diberi uang
rambut bayi tumbuh lebat merangsang pertumbuhan rambut si bayi.
logam kemudian kepala
bayi diolesi dengan daun
sedingin.

b. Menggunakan
b. Menggunakan rangkaian bunga b. Menggunakan rangkaian bunga kertas
rangkaian bunga kertas
kertas minyak yang berisi uang minyak yang berisi uang dan telur yang
minyak yang berisi
dan telur yang telah direbus telah direbus pada tradisi marhaban tidak
uang dan telur yang
kemudian dibagikan pada tamu berpengaruh pada status kesehatan bayi,
telah direbus kemudian
yang menghadiri tujuannya agar
dibagikan pada tamu
rezeki bayi lancer.
yang menghadiri

2. Nurunkan bayi
Yaitu, mengeluarkan
2.Mengeluarkan bayi dari rumah 2. Tradisi nurunkan bayi pada masyarakat
bayi dari rumah setelah
setelah 40 hari kerumah neneknya Lampung tidak berpengaruh pada kondisi
40 hari kerumah
sambil membawa setepung setawar kesehatan fisik bayi namun secara
neneknya sambil
(beras,gula, dan teh) sambil meminta psikologisnya tradisi ini akan membangun
membawa setepung
do’a agar bayinya mendapat rasa aman ibu bayi dan keluarga bayi.
setawar (beras,gula,teh
keberkahan.
dan kopi ) sambil
meminta do’a

3. Aqikah
Mengukur kambing
sesuai ketentuan
3. Mengukur kambing sesuai 3. Tradisi aqikah dengan mengukur
kemudian kambing dirias ketentuan kemudian kambing dirias kambing sesuai ketentuan kemudian
menggunakan bedak, menggunakan bedak, lipstick, dan kambing dirias menggunakan bedak,
lipstik, dan diberi bunga diberi bunga pada kepala kambing lipstick, dan diberi bunga pada kepala
pada kepala kambing kemudian kambing baru dipotong kambing sebelum kambing dipotong
kemudian kambing baru tujuannya agar anak setelah dewasa tidak mempengaruhi kesehatan pada
dipotong tujuannya. menjadi anak yang cantik dan anak.
ganteng.

6. Remaja 1. Manjau Muli 1. Di dalam tradisi ini masyarakat 1. Keterkaitan tradisi manjau muli bagi
Yaitu yaitu sebuah tata
lampung percaya bahwa tradisi kesehatan secara tidak langsung
cara pertemuan
ini menganut sistem berdampak pada pola pelaksanaan
pemuda dan pemudi
keterbukaaan terutama pada kegiatan manjau muli yang dilakukan
yang disahkan menurut
muli atau gadis yang siap pada malam hari. Terutama pada
adat. biasanya
menerima siapa saja mekhanai mekhanai (bujang) yang terlalu banyak
dilakukan pada malam
yang datang ke rumahnya, saingannya untuk merebut hati si muli,
hari seusai Magrib.
sehingga si muli dikenal maka mekhanai akan melakukan kegiatan
Seorang pemuda
merupakan sosok penerima ini pada setiap malam harinya karena
(bujang) mengendap
yang baik dan memudahkan takut muli yang di pilihnya di rebut orang
dari belakang rumah
jodoh bagi remaja lampung itu lain. Konsisi pelaksanaa yang dilakukan
gadis yang dituju. Pada
sendiri pada malam hari secara berturut-turut
saat manjau itu, si
dapat mengganggu kesehatan remaja
bujang (mekhanai)
yang semestinya masih dalam fase
harus memberikan pertumbuhan dan mengganggu pola
isyarat seperti kedipan istirahat remaja pada malam hari
lampu senter, sehingga remaja bisa saja insomnia, perut
menyalakan korek api, kembung, pusing, dan anemia pada
atau dengan suara remaja sehingga mengganggu pola
petikan jari. aktivitas bagi remaja dan pertumbuhan
remaja itu sendiri.
7. Pernikahan 1. Acara muli meghanai 1. Mengajarkan kepada remaja 2. Acara tradisi Muli Meghanai pada tradisi
(bujang gadis) dalam wanita dan laki-laki dalam pernikahan masyarakat lampung
ritual pernikahan. kematangan mempersiapkan sebaiknya tidak dianjurkan karena
Dilakukan pada pukul
pernikahan serta meningkatkan tali acaranya dimulai ketika malam hari
19.00 – 03.00 pada saat
silaturahmi dan tenggang rasa hingga menjelang pagi hari, hal ini dapat
a. Dikiran (Remaja
antara sesama mengganggu kesehatan remaja yang
melakukan ritual
semestinya membutuhkan istirahat yang
keagamaan membaca
cukup
al-Qur’an dan berdzikir
bersama)
b. Malam numbuk tepung
(Remaja putri
menumbuk tepung pada
malam hari bersama-
sama yang
melambangkan
kepiawaian remaja
putri dalam memasak )
c. Bedikir (Remaja
menari bersama calon
pengantin)
d. Balas pantun (beberapa
remaja putra dan puri
saling berbalas pantun )
e. Bedendang lagu
(remaja putra dan putri
bernyanyi di atas
panggung yang telah di
sediakan oleh tuan
rumah yang memiliki
acara)

8. Pengobatan 1. Ayut Patah Balung 1. Masyarakat percaya bahwa tradisi 1. Penggunaan ramuan pada bagian yang
Yaitu mengurut untuk
pengobatan ini berguna untuk luka bisa saja menyebabkan infeksi atau
mengobati patah tulang
meluruskan tulang yang patah agar memberikan komplikasi khususnya pada
yang di beri ramuan
lurus kembali dengan diberikan luka terbuka karena tidak terjaga
yang dioleskan terbuat
ramuan-ramuan tradisional dan kebersihannya.
dari beras, kencur, daun
dibacakan mantra-mantra.
cabai kumang, kemudian
dihaluskan di beri air
cabik yang dilulurkan di
sekitar area patah tulang
lalu di beri bidai pada
bagian yang patah
BAB III
PEMBAHASAN

A. Asal Muasal Budaya Manjau Muli Pada Remaja


Zaman dahulu kala ada sekelompok suku bangsa bertempat tinggal di sungai Tatang
dekat Bukit Siguntang Sumatera Selatan. Mereka dibawah pimpinan sebagai berikut :
1. Lebar Daun
2. Anak Dalam
3. Serang
4. Naga Barisang
5. Dayang
6. Rakihan

Diantara mereka berenam tersebut, yang tiga pergi mengembara untuk


mencari penghidupan. Ketiga orang tersebut adalah :

1. Anak Dalam
2. Naga Barisang
3. Dayang

Pertama kali mereka bertiga bertempat tinggal di pinggir sungai Batang hari,
lalu anak Dalam ke Bengkulu, Naga Barisang ke Danau Ranau sedangkan keturunan
Dayang kedaerah Pasemah. Keturunan Anak Dalam lalu pergi menyusul keturunan
Naga Barisang yang lebih dahulu berada di Danau Ranau dan terakhir menyusul
keturunan Dayang.

Di daerah Ranau ini mereka mengadakan musyawarah untuk mengatasi


kesulitan yang di hadapi. Mereka melakukan bercocok tanam dan menangkap ikan.
Selang beberapa lama datang menyusul anak cucu Rakihan kedaerah Ranau. Dari
daerah Ranau ini keturunan Naga Barisang dibawah pimpinan Poyang Sakti pindah ke
Cinggiring Skala Brak. Poyang Sakti sewaktu pindah dari Ranau masih berusia
remaja, sedangkan kedua orang tuanya Poyang Naga Jaya sudah tua dan dalam
keadaan sakit.

Di Skala Brak Poyang Sakti berjumpa dengan Poyang Serata Di Langik dan
Poyang Kuasa. Rombongan Poyang Sakti sebagian menetap di tiyuh Canggu dengan
pimpinan Poyang Sai Jadi Saktiyang lain menuju cinggiring dibawah pimpinan
Poyang Sakti. Sewaktu perjalanan menuju ke Cinggiring disekitar tiyuh Batu
Brak,Poyang Sakti berjumpa dengan Poyang Pandak Sakti yang datang dari daerah
Muara Dua.

Maksud mereka mendirikan persekutuan ini adalah untuk menjaga keamanan


disekitar Skala Brak karena selalu terancam dari perampokan yang datang arah Pesisir
dan Palembang. Perampok ini berasal dari Negeri Cina yang merajalela dipedalaman
Sumatera, yang dikepalai oleh Leang Tao Ming dan dapat ditangkap Laksamana
Cheng Ho pada tahun 1407 atas perintah Kaisar Yung Lo.

Poyang Sakti Menikah dengan Dayang Metika, Anak Poyang Kuasa Buay
Semenguk. Dari perkawinan ini lahirlah :

1. Poyang Junjungan Sakti


2. Puteri Indera Bulan

Puteri Indera Bulan setelah remaja sangat cantik dan tangkas. Suasana hidup
ketika itu sangat keras akibat perampokan terjadi di mana-mana, sehingga membentuk
watak dan pribadi Puteri Bulan menjadi keras. Dia belajar ilmu bela diri dan pandai
main senjata tajam.

Setelah itu datanglah rombongan tiga orang Empu secara berturut-turut yang
berasal dari Pagaruyung Laras Bodi Chaniago. Mereka meninggalkan Pagaruyung
tahun 1347 akibat pertentangan antara Datuk Ketemanggungan dengan Datuk
Parpatih Nan Sabatang sewaktu pemerintahan Adityawarman mantan mahamenteri
Majapahit. Datuk Perpatih Nan Sabatang memerintah secara adat di minangkabau
yang bersifat disentralisasi dan demokratis yang sudah dipengaruhi Ajaran Islam,
sedangkan datuk ketemanggungan sistem sentralisasi dan otokratis, sehingga tidak
dapat berkembang dan bertolak belakang dengan Datuk Perpatih Nan Sabatang.
Ketiga orang Empu ini adalah keluargan dari Parpatih Nan Sabatang yang berasal dari
Laras Bodi Chaniago yang meninggalkan Pagaruyung menuju Bengkulu dan menetap
didaerah perkebunan lada di Ranau.

Setelah berpindah daerah , datanglah mereka kedaerah ranau tidak sengaja


empu bertemu dengan puteri indera bulan. Empu sangat tabjuk melihat kecantikan
dan kepiawaian bela diri puteri hingga membuatnya jatuh hati. Beliau akhirnya
berniat mencari tahu tentang puteri indera bulan.
Kemudian pergi mendatangi kediaman puteri indera bulan di daerah ranau,
kedatangan mereka dilakukan secara diam-diam melewati pintu belakang rumah.
Mereka berbicara tanpa bertatap muka antara dinding pembatas rumah. Sering kali
kedatangannya di tandai dengan kode-kode tertentu misalnya bersiul, mengetuk-
ngetuk sesuatu dan lain-lain agar putri indah bulan mengetahui kedatangan pemuda
itu. Kejadian ini bukan hanya dilakukan sekali namun berkali-kali hingga dicurigai
oleh poyang junjungan sakti. Kemudian secara diam-diam poyang junjungan sakti
menyelinap melihat apa yang dilakukan oleh putri indah bulan. Namun, poyang
junjungan sakti ketika melihat putri indah bulan dengan seorang pemuda. Poyang
junjungan sakti hanya sekedar menanyakan siapa pemuda itu dan kemudian
membiarkan putri indah bulan berbicara dengan pemuda itu tanpa membukakan pintu
namun poyang junjungan sakti tidak terlihat marah sedikit pun. Lalu setiap kali
pemuda itu mendatangi putri indah bulan saudaranya, poyang junjungan sakti berada
disana untuk mengamati apa yang dilakukan oleh saudarinya namun tidak pernah
membukakan pintu hingga putri indah bulan dan poyang junjungan sakti mengenal
pemuda itu. Masyarakat linau yang berada di sekitar kediaman putri indah bulan
selalu menyaksikan pemuda itu ketika mendatangi rumah putri indah bulan.

B. Perkembangan Budaya Manjau Muli

Manjau muli atau nganjang gadis adalah salah satu budaya, adat istiadat, tata
cara pergaulan antara muda mudi atau muli mekhanai lampung generasi 1950an dan
sebelumnya. Bagi muda mudi sekarang atau muda mudi setelah generasi 1960an,
nampaknya, tata cara pergaulan ini sudah tidak lagi atau jarang sekali dilakukan,
terutama pada masyarakat lampung pesisir.
Manjau muli dilakoni setelah matahari terbenam, yang disebut juga sebagai
manjau dibingi. Diawali dengan bersiap-siapnya sang pemuda, berdandan ria,
menyediakan segala sesuatunya seperti, batere atau senter. Maklum sang mekhanai,
dalam melakoni manjau muli, terkadang harus masuk kampung keluar kampung.
Melewati hutan, kebon, daerah persawahan yang gelap gulita, menyeberangi sungai
yang berarus deras dan sebagainya.
Selain senter dipersiapkan pula kain sarung. Kain sarung diperlukan untuk
menutupi wajah, terutama saat berjalan di jalan desa, baik secara sendiri-2 maupun
bergerombol, bersamaan dengan kawan-kawannya. Kain sarung sekaligus pula
digunakan untuk penghangat tubuh, menutupi anggota badan dari serangan serangga
dan angin malam yang dingin itu.
Manjau muli dilaksanakan sebagai berikut; mekhanai mendatangi muli dari
bagian belakang rumah. Biasanya para muli setelah malam tiba, banyak melakukan
aktivitas di bagian belakang rumah sekitar dapur, sendiri atau bersama teman-
temannya. Sehingga para mekhanai, akan dapat mengetahui apakah dirumah itu ada
bidadarinya. Bila mekhanai sudah mengetahui bahwa sang muli ada, dia akan
memanggil menggunakan kode tertentu, misal mengetok batu kecil, bersiul, bersuit
dan sebagainya, dengan maksud sang muli mendekat ke dinding, jendela, dimana
terdapat celah, supaya suara bisa terdegar dari luar dan dari dalam ruangan. Setelah
muli mendekat, terjadilah komunikasi dua arah antara dua insan yang sebelumnya
tidak pernah kenal, memang sudah kenal, sudah berpacaran, atau bahkan sudah
merencanakan untuk meningkatkan hubungan ke jenjang perkawinan.
Dalam adat manjau muli, terdapat adab atau kode etik tidak tertulis, yang
harus dipatuhi oleh muli dan mekhanai, antara lain :
 Apabila merkhanai dan muli sudah mulai berbicara atau disebut "Satekut-an"
maka mereka harus mau memberikan waktu sejenak kepada mekhanai lain
yang datang kemudian, untuk sekedar berkenalan atau berbicara ringan lainnya
kepada si muli.
 Mekhanai yang datang harus meminta izin terlebih dahulu kepada mekhanai
yang sedang satekutan, untuk berbicara dengan mulinya, dengan catatan tidak
boleh terlalu lama, sekitar 5 sampai dengan 10 menit, dan setelah itu harus
mengembalikan muli kepada mekhanainya.

Berdasarkan etika ini, maka pergaulan muli mekhanai lampung, telah


menganut sistim komunikasi pergaulan yang sangat terbuka, dalam arti siapa saja,
boleh bicara dengan siapa saja. Katakanlah mekhanai A, belum punya pacar, tetapi dia
bisa ngobrol dengan banyak gadis dalam satu malam. Asalkan dia bersedia berkeliling
dari desa ke desa, sekedar untuk meminta waktu sejenak, berbicara kepada muli yang
nota bene adalah pacar orang lain atau pacar si B. Demikian pula, apabila muli
tertarik kepada dirinya, mekhanai tersebut dapat saja diberi waktu oleh simuli untuk
berbicara lebih banyak lagi pada kesempatan lain, untuk itu mereka akan janjian.
Akhirnya mekhanai A, berhasil merebut pacar B secara gentle. Mekhanai B, setelah
mengetahui, mulinya satekutan dengan A, sama sekali dia tidak boleh marah apalagi
mengancam A. Ketika B datang dan menemui mulinya sedang satekutan dengan A,
maka dia boleh minta waktu untuk bicara dengan muli itu, dalam rangka minta
klarifikasi misalnya, apakah hubungan mereka bisa berlanjut atau hanya sampai disitu
saja.
Adat Manjau Muli di Lampung, ternyata telah menerapkan suatu tata cara
pergaulan yang sangat fair, terbuka, objektif, dan persaingan sempurna. Itulah hal
yang unik dan menjadi daya tarik, bagi muli mekhanai lampung waktu itu, untuk
selalu pulang ke kampung halaman, walaupun mereka sudah merantau keseantero
negeri.
Pada saat Satekutan, mekhanai dan muli mulai merenda hubungan mereka.
Berbicara ngalor ngidul, saling menghibur, cerita lucu, cerita pekerjaan hari itu, cerita
pengalaman dirantau dan lain-2. Biasanya, untuk mengutarakan isi hatinya masing-
masing muli dan mekhanai, tidak jarang mereka berpantun bersambutan. Misalnya
bila mereka rindu, meluncurlah pantun sebagai berikut:
Mekhanai : Kiniku Kawai Handak, Nyak Kawai Handak Muneh, Kiniku Tiram
dinyak, Nyak Tiram Niku Muneh. (Kalau kamu berbaju putih, aku juga berbaju putih,
kalo kamu merindukan aku, aku juga merindukan kamu).
Muli: Kiniku Kawai Suluh, Nyak Kawai Suluh Muneh, Kiniku Rawang diluh,
Nyak rawang diluh Muneh. (Kalau kamu berbaju merah, saya juga berbaju merah,
kalu kamu banjir air mata, aku juga banjir air mata).
Banyak sekali pantun bersambut digunakan oleh mereka, bahkan karena
kepiawaian sang merakhanai, akhirnya sang muli tidak mampu menjawab, kecuali
hanya dengan satu kata "Ya"
Acara Satekutan, bisa berlangsung berjam-jam, tergantung kebutuhan dan
kebetahan mereka berdua. Muli duduk didinding sebelah dalam rumah dan mekhanai
duduk didinding sebelah luarnya. Terkadang orang tua muli ikut mengawasi, dengan
mengingatkan putrinya untuk istirahat dan segera tidur karena sudah larut malam.
Ketika hubungan telah terjalin dengan baik antara muli dan mekhanai, dalam
artian mereka sudah mulai berpacaran, memadu janji untuk saling setia, bercita-cita
membangun rumah tangga bahagia, dimungkinkan bagi mereka untuk bertemu pada
siang hari, yang disebut dengan istilah "Satatungga-an". Tempatnya bisa di rumah
salah satu keluarga muli, di kebon sembari muli mencari kayu bakar, di gubuk
pinggiran sawah, atau pada hari raya, mereka boleh saja berboncengan sepeda, untuk
menghadiri atau menonton acara Halal Bil Halal muda mudi, yang diselenggarakan
oleh desa-desa tetangga.
Dalam perjalanan waktu, hubungan mekhanai dan muli bisa berlanjut, atau
meningkat dari hubungan biasa menjadi hubungan luar biasa. Apabila hal itu terjadi,
maka pembicaraan mereka sudah mulai mengarah pada hal-hal serius. Untuk
meningkatkan status hubungan, masing-masing muli dan mekhanai harus melaporkan
kepada orang tua mereka. Istilahnya Nyakakkon Kicek-an"
Orang tua mekhanai bersama wakil keluarga, bertemu dan bicara dengan orang
tua dan keluarga muli, biasanya sekaligus melamar dan menentukan rencana-rencana
selanjutnya, termasuk besarnya mahar yang harus disiapkan oleh keluarga mekhanai.
Oleh karena itu, pembicaraan tidak hanya cukup dilakukan sekali dua kali saja, tetapi
berkali-kali, sampai tercapai kesepakan mengenai semua hal oleh kedua keluarga.

C. Pengaruh Terhadap Masyarakat

Kebudayaan manjau muli sangat berpengengaruh bagi masyarakat sekitar


lampung karena, kebudayan dengan kebiasaan bertemunya pemuda dan pemudi di
waktu malam hari adalah hal yang lazim dan sudah membudaya, oleh karena itu orang
tua lama-kelamaan tidak lagi mengawasi putra-putrinya yang bertamu di rumah.
Tetangga di sekitar rumah pun juga sama, karena manjau muli adalah hal yang biasa
dilakukan oleh remaja dan tidak di beri batasan bagi usia remaja. Pola berpikir
masyarakat lampung yang seperti itu maka lama-kelamaan akan menumbuhkan
kebebasan remaja lampung dalam pergaulan, pengawasan-pengawasan yang renggang
itulah menyebabkan bisa saja remaja masuk ke dalam pergaulan bebas pula. Bukan
hanya itu, untuk muli yang banyak penggemarnya tentu saja persaingan bagi
mekhanai akan tinggi pula, menurut masyarakat dan tokoh adat setempat ini kan sah-
sah saja namun tidak seperti itu. Jika ada mekhanai yang berpikiran pendek dan tidak
menuruti aturan tradisi yang berlaku maka akan terjadi keributan antara para remaja
setempat dan memicu kepada polemik yang lebih besar jika menimbulkan tawuran
pada remaja. Campur tangan pihak keamanan seperti polisi dalam hal ini tidak
mungkin untuk sepenuhnya, ada kala polisi hanya akan mendamaikan pihak-pihak
yang mengalami kontra tetapi tidak menangani penyebabnya karena menganggap
tradisi manjau muli adalah hal yang lumrah dilakukan masyarakat setempat.
Sementara dalam kondisi tertentu remaja adalah di mana fase anak membutuhkan
perhatian dan pengawasan penuh dalam hal pergaulan, namun tindakan yang
membudaya ini sangat sulit untuk mengubah pola pikir dari masyarakat lampung.

D. Dampak bagi kesehatan

Keterkaitan tradisi manjau muli bagi kesehatan secara tidak langsung


berdampak pada pola pelaksanaan kegiatan manjau muli yang dilakukan pada malam
hari. Terutama pada mekhanai (bujang) yang terlalu banyak saingannya untuk
merebut hati si muli, maka mekhanai akan melakukan kegiatan ini pada setiap malam
harinya karena takut muli yang di pilihnya di rebut orang lain. Konsisi pelaksanaa
yang dilakukan pada malam hari secara berturut-turut dapat mengganggu kesehatan
remaja yang semestinya masih dalam fase pertumbuhan dan mengganggu pola
istirahat remaja pada malam hari sehingga remaja bisa saja insomnia, perut kembung,
pusing, dan anemia pada remaja sehingga mengganggu pola aktivitas bagi remaja dan
pertumbuhan remaja itu sendiri.
Selain itu, budaya dan tradisi ini memicu terjadinya menikah di usia muda
karena masyarakat beranggapan bahwa ketika anak-anak telah beranjak remaja atau
telah akil baligh maka di perbolehkan untuk menikah dalam usia berapa pun sehingga
memicu banyaknya pasangan-pasangan muda dalam pernikahan. Sementara di dalam
kesehatan secara psikologi maupun secara fisik remaja itu akan matang minimal
dalam usia 20 tahun .Pada usia ini, keadaan psikologi remaja telah siap untuk
berumah tangga dan secara fisik organ-organ reproduksinya telah berkembang dan
siap untuk bereproduksi.

E. Langkah-langkah menghilangkan budaya

1. Melakukan pengkajian terhadap budaya masyarakat manjau muli, dan melakukan


pendekatan terhadap pihak-pihak penting terkait misalnya tokoh adat, tokoh
agama, kader, dan pihak keamanan.
2. Bersama-sama dengan tokoh adat, tokoh agama, kader maupun pihak lain untuk
melakukan musyawarah mengenai hal-hal terkait tentang kebudayaan manjau
muli pada masyarakat lampung.
3. Bila telah ada kesepakan antara tokoh adat, tokoh agama, kader maupun pihak
lainnya, maka terlebih dulu menyusun rencana selanjutnya untuk melakukan
pendekatan kepada masyarakat dalam hal sosialisasi dan melakukan penyuluhan
yang dilakukan bersama kader, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat
bila perlu.
4. Kegiatan dilakukan bertahap, bisa dilakukan pada lingkup yang terkecil lebih
dahulu dari desa ke desa, dari karantaruna satu ke karantaruna lain dan tidak
bersikap memaksa agar dapat di terima bagi masyarakat.
5. Penyuluhan yang dilakukan untuk menghilangkan beberapa dampak negative
yang timbul pada kebudayaan ini seperti menjelaskan kepada masyarakat untuk
memperlambat usia pernikahan minimal 20 tahun, mengubah kebiasaan pemuda
untuk tidak terlalu sering keluar pada malam hari, memberikan ruang atau
menciptakan kegiatan-kegiatan tertentu yang mengarah kearah positif sehingga
remaja akan lebih aktif dan mengalihkan pemikiran remaja agar tidak menikah
muda.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manjau muli atau nganjang gadis adalah budaya, adat istiadat, tata cara
pergaulan antara muda mudi atau muli mekhanai padamasyarakat lampung.
Manjau muli dilaksanakan dengan cara mekhanai mendatangi muli dari bagian
belakang rumah. Biasanya para muli setelah malam tiba, banyak melakukan
aktivitas di bagian belakang rumah sekitar dapur.
Dampak dari kebudayaan manjau muli ini yang bersifat positif adalah adanya
keterbukaan bagi remaja laki-laki dan perempuan dalam pergaulan sehari-hari,
menambahkan kekerabatan dan mempererat tali silaturahmi. Namun di balik
dampak potitif terdapat juga dampak negative dari kebudayaan ini lebih besar
yaitu memicu remaja untuk menikah muda dan kebiasaan perilaku keluar pada
malam hari sehingga mengganggu kesehatan pada masa pertumbuhan remaja dan
dalam hal moral memicu pergaulan bebas.

B. Saran
Sebaiknya beberapa kebiasaan dari kebudayaan ini sebaiknya di batasi
sehingga mengurangi dampak-dampak negatif yang terjadi pada remaja. Dan
membiasakan remaja untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif sehingga
terhindar dari pergaulan bebas seperti keluar pada malam hari.

Anda mungkin juga menyukai