Anda di halaman 1dari 2

Ruhana Kuddus, Wartawati Pelopor Indonesia

Roehana Koeddoes atau Ruhana Kuddus adalah jurnalis perempuan pertama Indonesia
yang berani melawan dan memperjuangkan hak wanita dalam pengaruh dominasi laki-laki di
tengah masyarakat konservatif. Beliau lahir di Kota Gadang, Agam, Sumatera Barat pada
tanggal 20 Desember 1884. Ruhana merupakan saudara tiri Sutan Syahrir yang merupakan
seorang perintis dan revolusioner kemerdekaan Indonesia, serta bibi dari penyair tersohor
Chairil Anwar.

Ruhana kecil rupanya sudah akrab dengan surat kabar, hal ini dikarenakan sang ayah
yang bekerja sebagai pengawal pemerintah Belanda selalu membawakannya surat kabar
untuk terbitan Medan, yaitu Berita Kecil. Saat berusia delapan tahun, Ia membacakan surat
kabar dengan lantang yang merupakan sesuatu yang luar biasa karena pada saat itu, tak ada
anak perempuan yang pandai membaca. Walaupun Ruhana tak pernah mendapatkan
pendidikan secara formal, ia memiliki keinginan dan semangat belajar yang tinggi. Ia sudah
bisa membaca, menulis, dan berbahasa Belanda di usia yang sangat muda. Tak hanya itu, ia
juga belajar abjad Arab, Latin, dan Arab Melayu. Kemudian ia juga belajar menyulam,
menjahit, merenda, dan merajut dari tetangganya yang merupakan Istri pejabat Belanda.

Karena kegemarannya dalam menulis dan juga keinginannya untuk berbagi cerita
tentang perjuangan memajukan kaum perempuan, Ruhana menerbitkan tulisannya di koran
perempuan Poetri Hindia pada 1908 di Batavia. Sayangnya, koran koran tersebut harus
berhenti beroperasi karena dibredel pemerintah kolonial, sehingga Ruhana harus kembali
berjuang untuk menerbitkan tulisannya sendiri.

Saat menginjak usia 24 tahun, Ruhana menikah dengan Abdul Kudus yang berprofesi
sebagai notaris, penulis, dan juga aktivis pergerakan. Dengan bantuan suaminya, Ruhana
berhasil mendirikan sekolah keterampilan khusus perempuan pada 11 februari 1911. Sekolah
ini diberi nama Sekolah Kerajinan Amai Setia yang mengajarkan berbagai keterampilan untuk
perempuan. Mulai dari keterampilan menulis-membaca, mengelola keuangan, pendidikan
agama dan bahasa Belanda, serta budi pekerti. Di sekolah ini perempuan mendapatkan
pembinaan untuk membuat kerajinan tangan yang dapat menghasilkan dan menjalankan
perekonomian. Hasil penjualan kerajinan tangan ini nantinya akan digunakan sebagai
penguatan kesejahteraan perempuan dan juga sebagai salah satu penolong dalam
menjalankan kehidupan di bidang ekonomi. Banyak petinggi Belanda yang mengagumi sosok
Ruhana. Seorang anak pengawal yang memiliki tutur kata setara dengan orang berpendidikan
tinggi, berwawasan luas, dan juga fasih berbahasa belanda. Berita perjuangannya banyak
ditulis di surat kabar terkemuka dan disebut sebagai perintis pendidikan perempuan pertama
di Sumatera Barat.

Kemudian setelah berhasil mendirikan sekolah, pada 10 Juli 1912 Ia mendirikan surat
kabar perempuan Soenting Melajoe. Surat kabar ini merupakan surat kabar perempuan
pertama di Indonesia yang pemimpin redaksi, redaktur, dan juga penulisnya adalah
perempuan. Menariknya, konten surat kabar Soenting Melajoe sepenuhnya diisi oleh
kontributor perempuan yang sangat mendukung pendidikan bagi perempuan, serta berisi
kritikan tentang pernikahan dini, poligami, dan pengekangan perempuan terhadap akses-
akses ekonomi. Di bawah asuhan Ruhana, Soenting Melajoe menjadi corong pengetahuan dan
emosional kaum perempuan yang selama ini begitu kesulitan menyampaikan pendapatnya
akibat terkungkung dominasi laki-laki, baik di ranah privat maupun publik.

Namun, apa yang dilakukan oleh Ruhana justru dianggap telah merusak budi pekerti
perempuan di Kota Gadang. Banyak sekali rintangan yang harus dihadapi oleh Ruhana dalam
mewujudkan cita-citanya. Perjuangan Ruhana kembali di uji pada tanggal 22 Oktober 1916,
seorang muridnya telah memberi tuduhan penyelewengan penggunaan keuangan. Berulang
kali Ia harus menghadiri persidangan yang dilaksanakan di Bukittinggi. Setelah beberapa kali
persidangan, akhirnya tuduhan terhadap Ruhana tidak terbukti.

Ruhana tak hanya berperan aktif dalam bidang jurnalistik dan ekonomi saja, Ia juga
turut membantu pergerakan politik dengan berbagai tulisannya yang membakar semangat
juang para pemuda. Ruhana lah yang mencetuskan ide bernas dalam penyeludupan senjata ke
Bukittinggi dengan cara menyembunyikan senjata dalam sayuran dan buah-buahan yang akan
dibawa dengan kereta api. Ia juga mempelopori berdirinya dapur umum dan badan sosial
untuk membantu para gerilyawan.

Ruhana wafat pada 17 Agustus 1972. Hingga ajal menjemput, ia masih berjuang
mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara, serta menjadi kebanggaan bagi kaum
perempuan yang diperjuangkannya. Selama hidupnya ia menerima penghargaan sebagai
Wartawati Pertama Indonesia (1974), pada Hari Pers Nasional ke-3, 9 Februari 1987, Menteri
Penerangan Harmoko menganugerahinya sebagai Perintis Pers Indonesia. Dan pada tanggal 6
November 2007 pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Jasa Utama. Ruhana
Kuddus telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh presiden Joko Widodo pada tanggal
6 November 2019.

Anda mungkin juga menyukai