Anda di halaman 1dari 11

Peran Rohana Kudus sebagai Pionir Jurnalis Perempuan di Indonesia

Eva Kristiani, 1706980671

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya – Universitas Indonesia

Email : evakrstiani@gmail.com

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan biografi Rohana Kudus dan peranannya dalam
jurnalistik Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang mencangkup empat
tahapan: heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (kritik), interpretasi, dan historiografi, dan
menggunakan pendekatan sejarah. Rohana Kudus adalah seorang pejuang wanita dari
Minangkabau yang memperjuangkan pendidikan untuk kaum wanita sampai ia meninggal. Ia
berjuang tidak hanya melalui lembaga pendidikan tetapi juga melalui surat kabar. Tindakan
Rohana dalam pendidikan wanita dapat dilihat melalui berdirinya Sekolah Kerajinan Amai Setia
di Koto Gadang Bukittinggi. Dalam jurnalis, Rohana tercatat sebagai wanita jurnalis pertama di
Indonesia dan menerbitkan surat kabar Soenting Melajoe untuk wanita di kota kelahirannya. Ia
pernah diundang oleh pemerintahan Belanda untuk datang ke Amsterdam, tetapi ditolak, karena
tidak mampu melawan konstruk kultural yang tidak mengizinkan perempuan untuk aktif.
Akhirnya, Rohana memutuskan untuk tetap mempertahankan perjuangannya untuk menjadi
wanita melalui jurnalis dan pendidikan sampai meninggal.

Kata Kunci: Rohana Kudus, Jurnalis, Pers, Minangkabau

1. Pendahuluan

Kata pers berasal dari berbagai bahasa, antara lain bahasa Belanda pers, bahasa Inggris press,
dan bahasa Prancis presse, yang berarti tekan atau cetak. Pers dalam arti sempit menunjuk pada
media cetak yang meliputi surat kabar, tabloid, majalah, dan waktu terbitnya berkala. Dalam arti
luas adalah media massa, yang tidak hanya mencakup media cetak, namun juga media elektronik
seperti radio, televisi, film, dan internet (Sumadiria, 2005:31).

Pers merupakan sebuah sarana untuk menyalurkan inspirasi, ide dan perasaan yang dialami
oleh penulis. Pers dapat digunakan sebagai media penyemangat untuk mengorbankan api
nasionalisme. Bentuk nasionalisme melalui pers sudah terjadi sejak masa Pergerakan Nasional.
Pada masa Pergerakan Nasional, pers sangat ampuh untuk mengetahui perjuangan dan keadaan
politik. Perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda juga dapat diwujudkan melalui
perjuangan pers, yaitu dengan mencetak dan menyebarkan surat kabar. Surat kabar dijadikan alat
untuk mengkritik segala kebijakan pemerintah kolonial Belanda. Awal mula lahirnya pers di
Indonesia lebih banyak diprakarsai oleh kaum laki-laki. Sama halnya dalam bidang pendidikan
yang hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki. Perjuangan melalui pers dengan terbitnya surat
kabar, trnyata tidak hanya dilakukan kaum laki-laki, tetapi juga dilakukan oleh kaum perempuan.
Kaum perempuan juga mampu menerbitkan surat kabar yang menyuarakan kesetaraan antara
laki-laki dan perempuan.

Perkembangan surat kabar yang ada di Indonesia pada masa Pergerakan Nasional tidak hanya
ada di Jawa saja. Surat kabar bermunculan di berbagai daerah seperti di Sumatera. Surat kabar
masa pergerakan nasional memang telah menyuarakan adanya persatuan, namun masih terbatas
pada tiap daerah. Jenis pers ini digolongkan ke dalam pers lokal. Pers lokal merupakan pers yang
beredar di sebuah kota dan melinkupi wilayah di sekitarnya. Pers lokal yang menyuarakan
semangat persatuan untuk mewujudkan Indonesia merdeka adalah Soenting Melajoe. Surat kabar
tersebut lahir untuk menyatukan perempuan Minang dan mendidik perempuan Minang agar
mempunyai kegiatan positif selain menjadi ibu rumah tangga. Penggagas surat kabar ini adalah
Rohana Kudus, yang melalui pers mencoba mendidik kaum perempuan untuk aktif menyuarakan
isi hati dengan menulis di surat kabar.

Perjuangan kaum perempuan dalam lintas sejarah, tidak pernah berhenti. Perempuan selalu
melakukan pergerakan-pergerakan yang sangat signifikan terhadap pemberdayaan diri dan
kaumnya. Di Minangkabau, sebagai daerah yang memiliki konsep lokal perempuan sebagai
Bundo Kanduang juga mempunyai sejarah pergerakan pemberdayaan perempuan. Ini dibuktikan
oleh pergerakan Rohana Kudus dalam lintas pergerakan perempuan masa lalu di Minangkabau.
Rohana Kudus merupakan perempuan Minangkabau yang mencoba menaburkan benih
“pembebasan” dan melakukan pemberdayaan perempuan, karena ketika itu perempuan sedang
berada dalam ranah marjinal yang sangat berlebihan. Melalui pers inilah Rohana Kudus
menyuarakan isi hati, menuliskan kegiatan yang ada di yang didirikannya yaitu Sekolah
Kerajinan Amai Setia, dan mengharapkan kaum perempuan Minang semakin sadar akan
pentingnya pendidikan. Oleh karena itu, peranan Rohana Kudus sangat berpengaruh dalam
bidang pers dan pendidikan, terutama bagi kaum perempuan Minang dan Indonesia.
2. Metode

Metode yang penulis gunakan adalah metode sejarah yang terdiri dari 4 tahap, yaitu
heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Tahap pertama yang dilakukan adalah
mengumpulkan sumber-sumber yang mendukung penulisan. Antara lain, buku-buku, skripsi, dan
artikel internet mengenai biografi dan peran Rohana Kudus dalam bidang jurnalistik yang
didapatkan dari Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia, dan mesin pencarian web. Tahap kedua, dilakukannya pengujian terhadap sumber-
sumber yang telah didapat agar data yang diperoleh memiliki nilai kredibilitas yang tinggi. Kritik
yang akan dilakukan adalah kritik intern dan kritik ekstern. Tahap ketiga yaitu proses pemaknaan
dan memberikan penafsiran terhadap data dan fakta yang ditemukan. Tahap terakhir adalah
historiografi atau penulisan sejarah, penulis melakukan penyeleksian pada fakta-fakta dan
disusun menjadi sebuah rangkaian.

3. Hasil Temuan
3.1 Biografi

Rohana Kudus mempunyai nama kecil yaitu Siti Rohana. Rohana lahir pada 20
Desember 1884 dari pasangan Moehammad Rasjad Maharadja Soetan dengan Kiam (Fitriyanti,
2001:17). Keluarga Muhammad Rasjad dianugerahi 6 orang anak, yaitu Siti Rohana, Ratna
Kasian, Radena, Nurzamharis, Buyung, dan M. Ruskan. Sejak kecil, ia selalu semangat dalam
kesehariannya dan merupakan gadis yang sangat lincah. Rohana tinggal di lingkungan yang
bersahabat dan mendukungnya untuk maju. Lingkungan keluarganya sudah terbuka dengan
adanya pendidikan, terlihat dari ayah Rohana yang bekerja sebagai seorang jaksa. Keluarga
Rohana termasuk dalam keluarga terpandang di Kota Gadang. Berdasarkan garis keturunan, ayah
Rohana merupakan cucu dari Datoek Dinagari dari Puak Kato yang merupakan seorang jaksa
pertama di Bukittinggi.

Dalam hal pendidikan, Rohana tidak mengenyam bangku sekolah. Walau demikian, ayah
Rohana sangat memperhatikan kemajuannya dengan mengajarnya membaca. Rohana juga diajar
untuk dapat membaca Al-Quran yang dalam budaya masyarakat Minang mayoritas beragama
Islam, pelajaran pertama yang diterima seorang anak adalah belajar membaca Al-Quran. Ibu
Rohana meninggal dunia tahun 1887, pada saat itu Rohana sudah berumur 17 tahun.
Sepeninggalan ibunya, ayah Rohana menikah lagi dengan Rabiah, seorang anak Jaksa di Bonjol.
Rabiah ini, adalah ibu dari Sutan Syahrir. Kemudian ayahnya pindah ke Medan, Rohana tidak
ikut pindah bersama ayah dan ibunya yang baru, tetapi memilih pulang ke kampung Kotogadang
dan tinggal bersama neneknya, yaitu Sini Tarimin. Bersama nenek inilah Rohana menggali
pelajaran menyulam dan menjahit, karena waktu itu itu neneknya seorang pengerajin terkenal di
kampung Kotogadang. Sementara dalam pelajaran lain, Rohana tetap otodidak dan banyak
membaca buku. Rohana kecil memikat hati pasangan suami istri Adiesa dan Lebi Rajo Nan
Sutan, sehingga ia diangkat menjadi anak. Rohana juga mendapat keterampilan menjahit dari
orangtua angkatnya. (Fitriyanti 2001:29).

Rohana hidup dalam lingkungan yang menganggap menyekolahkan anak perempuan


adalah hal yang sia-sia. Akan tetapi, karena kecintaan pada ilmu pengetahuan, ia pun mencoba
mengumpulkan teman-temannya untuk belajar membaca dan menulis. Perkumpulan membaca
dan menulis ini dianggap sebagai sekolah rintisan Rohana yang didirikan pada tahun 1892 ketika
Rohana berumur 8 tahun. Rohana menikah pada tahun 1908 di usia 24 tahun dengan Abdul
Kudus yang bergelar Pamuncak Sutan Putera St. Dinagari Laras IV Kota. Setelah menikah,
Rohana tetap setia memberikan pengajaran kepada kaum perempuan yang ingin berkembang
mewujudkan mimpi mereka.

3.2 Peran Rohana Kudus dalam Bidang Pendidikan dan Jurnalistik

Roehana sukses mendirikan sekolah keterampilan khusus perempuan pada tanggal 11


Februari 1911 yang diberi nama “Sekolah Kerajinan Amai Setia” (Fitriyanti, 2001:58). Maksud
didirikan KAS ini adalah mengangkat derajat perempuan Melayu di Minangkabau dengan
mengajari perempuan melalui: 1) menulis membaca, 2) berhitung, 3) urusan rumah tangga, 4)
agama, akhlak, 5) kepandaian tangan, 6) jahit menjahit, 7) gunting menggunting, 8) sulam
menyulam,dll (Jaya, 1980:38). Banyak sekali rintangan yang dihadapi Rohana dalam
mewujudkan cita-citanya. Jatuh bangun memperjuangkan nasib kaum perempuan penuh dengan
benturan sosial menghadapi pemuka adat dan kebiasaan masyarakat Kotogadang, bahkan
fitnahan yang tak kunjung menderanya seiring dengan keinginannnya untuk memajukan kaum
perempuan. Namun gejolak sosial yang dihadapinya justru membuatnya tegar dan semakin yakin
dengan apa yang diperjuangkannya. Beliau selain berkiprah di sekolahnya, Rohana juga menjalin
kerjasama dengan pemerintah Belanda karena ia sering memesan peralatan dan kebutuhan jahit-
menjahit untuk kepentingan sekolahnya. Di samping itu juga Rohana menjadi perantara untuk
memasarkan hasil kerajinan muridnya ke Eropa yang memang memenuhi syarat ekspor. Ini
menjadikan sekolah Rohana berbasis industri rumah tangga serta koperasi simpan pinjam dan
jual beli yang anggotanya semua perempuan yang pertama di Minangkabau.

Selain menghasilkan berbagai kerajinan, Rohana juga menulis puisi dan artikel serta fasih
berbahasa Belanda. Tutur katanya setara dengan orang yang berpendidikan tinggi, wawasannya
juga luas. Banyak petinggi Belanda yang kagum atas kemampuan dan kiprah Rohana. Kiprah
Roehana menjadi topik pembicaraan di Belanda. Berita perjuangannya ditulis di surat kabar
terkemuka dan disebut sebagai perintis pendidikan perempuan pertama di Sumatera Barat.
Keinginan untuk berbagi cerita tentang perjuangan memajukan pendidikan kaum perempuan di
kampungnya ditunjang kebiasaannya menulis berujung dengan diterbitkannya surat kabar
perempuan yang diberi nama Sunting Melayu pada tanggal 10 Juli 1912. Sunting Melayu
merupakan surat kabar perempuan pertama di Indonesia yang pemimpin redaksi, redaktur dan
penulisnya adalah perempuan.

Kisah sukses Rohana di sekolah Kerajinan Amai Setia tak berlangsung lama pada tanggal
22 Oktober 1916 seorang muridnya yang telah didiknya hingga pintar menjatuhkannya dari
jabatan Direktris dan Peningmeester karena tuduhan penyelewengan penggunaan keuangan.
Roehana harus menghadapi beberapa kali persidangan yang diadakan di Bukittinggi didampingi
suaminya, seorang yang mengerti hukum dan dukungan seluruh keluarga. Setelah beberapa kali
persidangan tuduhan pada Roehana tidak terbukti, jabatan di sekolah Kerajinan Amai Setia
kembali diserahkan padanya, namun dengan halus ditolaknya karena dia berniat pindah ke
Bukittinggi.

Di Bukittinggi Rohana mendirikan sekolah dengan nama “Roehana School”. Rohana


mengelola sekolahnya sendiri tanpa minta bantuan siapa pun untuk menghindari permasalahan
yang tak diinginkan terulang kembali. Roehana School sangat terkenal, sehingga banyak murid
yang ingin menimba ilmu di sekolah ini, tidak hanya dari Bukittinggi tetapi juga dari daerah lain.
Hal ini disebabkan Rohana sudah cukup populer dengan hasil karyanya yang bermutu dan juga
jabatannya sebagai Pemimpin Redaksi Soenting Melajoe membuat eksistensinya tidak diragukan.
Tak puas dengan ilmunya, di Bukittinggi Rohana memperkaya keterampilannya dengan belajar
membordir pada orang Cina dengan menggunakan mesin jahit Singer. Karena jiwa bisnisnya
juga kuat, selain belajar membordir Rohana juga menjadi agen mesin jahit untuk murid-murid di
sekolahnya sendiri. Rohana adalah perempuan pertama di Bukittinggi yang menjadi agen mesin
jahit Singer yang sebelumnya hanya dikuasai orang Tionghoa.

Dengan kepandaian dan kepopulerannya Rohana mendapat tawaran mengajar di sekolah


Dharma Putra. Di sekolah ini muridnya tidak hanya perempuan tetapi ada juga laki-laki. Rohana
diberi kepercayaan mengisi pelajaran keterampilan menyulam dan merenda. Semua guru adalah
lulusan sekolah guru kecuali Rohana yang tidak pernah menempuh pendidikan formal. Namun
Rohana tidak hanya pintar mengajar menjahit dan menyulam melainkan juga mengajar mata
pelajaran agama, budi pekerti, Bahasa Belanda, politik, sastra, dan teknik menulis jurnalistik.

Hingga kini, nama sekolah Kerajinan Amai Setia dan Roehana Schools masih dikenal
oleh masyarakat. Rohana juga ingin mewujudkan impiannya yang lain yaitu pendirian surat
kabar khusus perempuan. Kegemaran Rohana membaca buku, menyebabkan ia menyukai dunia
jurnalistik. Rohana sering mengirimkan artikel yang mencerminkan gagasan-gagasan
cemerlangnya. Banyak orang yang mengagumi tulisan Rohana. Tak terlihat bahwa sebenarnya
Rohana tak berpendidikan tinggi. Hobi membaca dan menulis inilah yang mengantarkan Rohana
sebagai jurnalis perempuan pertama di negeri ini. Rohana akhirnya berhasil mewujudkan
impiannya, mendirikan surat kabar Soenting Melajoe pada tanggal 10 Juli 1912.

Kata Soenting berarti perempuan dan Melajoe berarti di Tanah Melayu, artinya surat
kabar Soenting Melajoe merupakan surat kabar bagi perempuan di Tanah Melayu (Setyowati,
2008:39). Dinamakan surat kabar perempuan karena pemimpin redaksi, redaktur, penulis,
semuanya adalah perempuan. Surat kabar ini, terbit atas kerjasama Rohana dengan Dt. St.
Maharaja pimpinan surat kabar Oetoesan Melajoe (Fitriyanti, 2001:67). Rohana bernegosiasi
dengan Dt. St. Maharaja melalui korepondensi surat menyurat. Rohana meminta agar surat kabar
yang dipimpin Dt. St. Maharaja dapat menyediakan ruangan-rubrik yang membicarakan masalah
perempuan. Sekaligus menawarkan untuk menerbitkan sebuah surat kabar khusus perempuan.
Seperti dituturkan Rohana dalam syair yang dimuat di Soenting Melajoe tanggal 19 Desember
1920: Ketahuilah oleh tuan-tuan bahwa perempuan itu sunting permainan dunia, tapi racun
bagi siapa yang tak beriman. Kalau tuan hendak beristri janganlah pilih perempuan sama ada
gadis atau janda yang panjang rambut dan licin kuning saja, tapi wajiblah tuan-tuan ingat buah
yang manis kerap kali berulat. Biarlah kita mendapat embacang buruk kulit asal isinya tidak
berulat. Carilah perempuan yang setiawan budiman yang tidak bangsawan dan hartawan.
Menurut fikiran yang bodoh ini diantara yang banyak itu lebih baik kita mendapat istri yang
setiawan dan gunawa. (Jaya, 1980:50).

Surat kabar ini menyorti segala hal mengenai perempuan yang berisi syair, tajuk rencana,
dan karangan. Soenting Melajoe mampu memberikan pengaruh positif bagi perempuan Minang
yang mau belajar di sekolah Kerajinan Amai Setia. Terdapat salah satu syair yang
mengungkapkan bahwa laki-laki dan perempuan harus bersama untuk maju. Perempuan tidak
boleh menyerah akibat adanya perkataan orang dan harus terus maju untuk kehidupan yang lebih
baik (Puspitasari, 2015:51). Perjalanan Rohana di surat kabar, membuka cakrawala baru dalam
dunia pers pada masa itu dan sekaligus membuat Rohana menjadi perempuan yang fenomenal.
Perempuan yang tidak hanya pandai mengajar anak muridnya, tetapi juga seorang perempuan
yang garang dalam menulis. Di Soenting Melajoe ini, Rohana lebih menampakan perjuangannya
sebagai perempuan yang peduli terhadap kaumnya. Tulisan-tulisannya sangat tajam, cerdas, dan
mencerminkan cita-citanya untuk memajukan kaum perempuan Indonesia. Rohana berusaha
merubah paradigma masyarakat yang memandang perempuan sebagai makhluk kelas dua yang
tak berdaya.

Surat kabar Soenting Melajoe membuat biaya pasang iklan sebesai 1 gulden dengan
ketentusn 5 cent per kata. Iklan yang terpampang seperti batik, telegram, dan juga tentang
kesehatan (obat dan jamu tradisional) (Puspitasari, 2015:51). Selain Soenting Melajoe, Rohana
juga menulis di surat kabar Saudara Hindia yang terbit di Kotogadang pada tahun 1913
(Fitriyanti, 2011:79). Rohana menjadi anggota redaksi dalam surat kabar tersebut. Surat kabar
Saudara Hindia adalah surat kabar untuk semua kalangan, sebab baik laki-laki maupun
perempuan dapat membacanya. Surat kabar ini lebih mengedepankan pendidikan, sehingga
pembacanya juga mendapat pengetahuan (Puspitasari, 2015:52).

Keberadaan Surat kabar Soenting Melajoe, Perempuan Bergerak, Radio dan Cahaya
Sumatera membuktikan pergerakan Rohana dalam dunia jurnalistik. Rohana tampil dalam
pergerakan perempuan Minang yang berpengaruh, ia tak dipandang sebelah mata sebagai
perempuan yang biasa-biasanya saja. Tulisan Rohana juga tersebar dimana-mana, seperti:
Saudara Hindia, Perempuan Bergerak, Radio, dan Suara Kotogadang. Rohana juga pemah
menulis pada beberapa surat kabar yang terbit di Pulau Jawa, seperti Mojopahit, Guntur
Bergerak, Fajar Asia, juga berbagai surat kabar dari luar negeri (Fitriyanti 2001:72).

Dalam perjalannya di persuratkabaran, Rohana telah membuat dunia baru. Pertama,


Rohana mengisi kekosongan perempuan dari liputan pers. Kedua, Rohana membuktikan diri
tentang kesanggupannya dalam bidang pers yang belum terjamah oleh kaum perempuan ketika
itu. Dua hal ini, adalah sebuah kontribusi yang “canggih” dilakukan Rohana pada zamannya,
sehingga dunia persuratkabaran tidak hanya menjadi dunia kaum laki-laki. Tetapi juga menjadi
dunia kaum perempuan. Di sinilah keberanian Rohana, dia mampu memformulasikan perjuangn
dan pergerakannya dalam suasana yang sulit direkayasa. Di sini pula letak pentingnya kerja pers
yang dilakukan oleh Rohana, dimana ketika dunia masih terkepung dalam pembagian kerja
secara seksual, Rohana mencoba mendobraknya dengan kemampuan yang dimilikinya, sehingga
jadilah Rohana sebagai komunitas pers di tengah dominasi kaum laki-laki.

Setidaknya, ada dua tujuan yang hendak dicapai oleh Rohana dalam keterlibatannya di
dunia pers ini; pertama, terlihat adanya keinginan yang kuat untuk mengkomunikasikan ke pada
khalayak (massa) tentang pembebasan perempuan dari keterbelakangan. Di sini Rohana ingin
mengubah pandangan masyarakat tentang perempuan, perempuan itu tidak sebagai kaum yang
terjajah tetapi harus dimerdekakan. Kedua, terlihat adanya “proyek” besar dari Rohana untuk
mengeluarkan perempuan dari keterbelakangan ilmu pengetahuan, keterpinggiran yang
dikontruksi oleh budaya, dan keterjajahan perempuan dari berbagai ketidak adilan, termasuk
dalam bidang pendidikan. Di sinilah letaknya eksistensi surat kabar sebagai “corong” pengeras
dan alat komunikasi yang paling penting pada masa itu, sehingga Rohana mengharapkan tulisan-
tulisan dan berita yang dipublikasikannya mampu menjadi sarana perjuangannya untuk
membebaskan keterbelakangan kaumnya.

Langkah Rohana di dunia pers tidak pernah surut, selalu bergelora sehingga Rohana tidak
pernah berhenti berjuang melalui dunia ini, misalnya ketika dia hijrah ke Medan, lagi-lagi dunia
ini dibidiknya sehingga Rohana menjadi redaksi pada surat Kabar Perempuan Bergerak yang
diterbitkan di Medan. Dari sini pula ia tidak merasakan perjuangannya terputus, sekalipun dia
meninggalkan dunia pendidikan yang dibangunnya di Kotogadang. Pada tahun 1924 Rohana
kembali pulang ke kampung halaman, dan dia tidak berhenti bergerak dari dunia “kuli tinta” ini.
Bahkan eksistensinya sebagai “orang pers” mendapat sambutan yang luas, sehingga Rohana
dibidik oleh surat kabar Radio yang diterbitkan oleh Cina Melayu Padang untuk menjadi
redakturnya. Selain itu, tulisan Rohana hadir dimana-mana, tidak hanya pada media massa
terbitan lokal, tapi sudah merambah ke media yang terbit di pulau Jawa.

Rohana pun beristirahat dengan tenang pada tanggal 17 Agustus 1972, di usia 88 tahun.
Perjuangannya yang berkobar tak serta merta padam, bahkan akhirnya diakui dengan beberapa
penghargaan yang ia terima setelah keberpulangannya menghadap Sang Pencipta. Tepat dua
tahun setelah ia wafat, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menganugerahinya penghargaan
sebagai ”Wartawati Pertama Indonesia”. Hampir 13 tahun kemudian, tepatnya tanggal 9 Februari
1987, pada Hari Pers Nasional ke-3, Menteri Penerangan Harmoko menganugerahinya
penghargaan sebagai ”Perintis Pers Indonesia”, dan pada tahun 2008, pemerintah Indonesia
menganugerahkan ”Bintang Jasa Utama” kepadanya. Kemudian pada 8 November 2019
ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo. Keputusan ini didapat dari
hasil pertemuan antara Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dengan Presiden Joko
Widodo pada tanggal 6 November 2019. Rapat tersebut membahas tentang usulan calon
Pahlawan Nasional 2019 yang terdapat dalam Surat Menteri Sosial Rl nomor: 23/MS/A/09/2019
tanggal 9 September 2019 (Tempo.co).

4. Kesimpulan

Siti Rohana Kudus merupakan perempuan Minangkabau yang dilahirkan di Kota Gadang
Sumatera Barat pada tanggal 20 Desember 1884. Merupakan tokoh pejuang perempuan yang
tidak pernah mengenyam pendidikan formal dan hanya belajar secara mandiri. Dalam bidang
pers ia mendirikan surat kabar Soenting Melayoe sebagai media jurnalis perempuan pertama di
negeri ini yang terbit di Sumatera Barat bertujuan untuk mengontrol, mengkritik dan mendidik
masyarakat untuk berkeadilan gender. Selain berkiprah di Sumatera Barat, Rohana Kudus juga
sempat menjadi pemimpin redaksi surat kabar perempuan bergerak di Sumatera Timur.
Pergerakan-pergerakan keperempuanan yang dilakukan oleh Rohana Kudus mempunyai
konstribusi terhadap kemajuan kaum perempuan dalam bidang pendidikan yang dibuktikan
dengan didirikannya Rohana School dan juga sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS). Di samping
menjadi lembaga pendidikan, Kerajinan Amai Setia juga menjadi pusat entrepreneur perempuan
pertama di Minangkabau, karena setelah belajar membaca dan menulis serta teori
keperempuanan, juga diajarkan berbagai keterampilan untuk perempuan. Pelajaran keterampilan
ini menjadikan Kerajinan Amai Setia sebagai multi fungsi, sebagai lembaga pendidikan, tempat
organisasi perempuan dan sekaligus sebagai tempat unit usaha. Melalui KAS dan Soenting
Melajoe, ruang gerak Rohana sebagai pejuang hak perempuan menjadi leluasa. Sampai akhir
hayatnya, ia berjuang untuk perempuan agar mendapatkan pendidikan dan pengakuan di dunia
publik.
Daftar Pustaka

Buku:

Fitriyanti. 2001. Roehana Koeddoes Perempuan Sumatera Barat. Jakarta: Yayasan Jurnal
Perempuan.

Jaya, Tamar. 1980. Rohana Kudus: Riwayat Hidup dan Perjuangannya. Jakarta: Mutiara.

Setyowati, Hajar Nur. 2008. Seabad Pers Perempuan: Bahasa Ibu, Bahasa Bangsa. Jakarta:
IBOEKOE.

Sumadiria, AS Haris. 2005. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.

Skripsi:

Puspitasari, Lusia Dessy. 2015. Peranan Rohana Kudus dalam Pendidikan dan Pers di Sumatera
Barat. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Sanata Dharma.

Internet:

Historia.id. “Mengenal Rohana Kudus, Wartawan Perempuan Pertama yang Jadi Pahlawan
Nasional” https://historia.id/kultur/articles/mengenal-rohana-kudus-wartawan-perempuan-
pertama-yang-jadi-pahlawan-nasional-Db2lQ diakses pada 8 November 2019, pkl. 20.00

Tempo.co. “Jokowi Tetapkan Rohana Kudus Jadi Pahlawan Nasional”


https://nasional.tempo.co/read/1269436/jokowi-tetapkan-rohana-kudus-jadi-pahlawan-
nasional/full&view=ok diakses pada 17 Desember 2019, pkl. 22.00

Anda mungkin juga menyukai