Anda di halaman 1dari 309

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/367220328

E-BOOK REKAYASA PONDASI DANGKAL (1)

Book · January 2023

CITATIONS READS

0 1,544

2 authors:

Darwis Panguriseng Syahrul Sariman


Universitas Muhammadiyah Makassar Bosowa University
86 PUBLICATIONS 74 CITATIONS 20 PUBLICATIONS 15 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Author’s Purpose Performance Task View project

Jurnal Teknik Sipil "KOKOH" View project

All content following this page was uploaded by Darwis Panguriseng on 18 January 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


REKAYASA PONDASI
DANGKAL

Penulis
Darwis Panguriseng
Syahrul Sariman

Editor
Raihanah Ainiputri Darwis

Penerbit

TOHAR MEDIA
Rekayasa Pondasi Dangkal i
Rekayasa Pondasi Dangkal
Penulis :
Darwis Panguriseng, Syahrul Sariman
Editor :
Raihanah Ainiputri Darwis
Isbn : 978-623-5603-97-1
Desain Sampul dan Tata Letak
Ai Siti Khairunisa
Penerbit
CV. Tohar Media
Anggota IKAPI No. 022/SSL/2019
Redaksi :
JL. Rappocini Raya Lr 11 No 13 Makassar
JL. Hamzah dg. Tompo. Perumahan Nayla Regency Blok D
No.25 Gowa
Telp. 0852-9999-3635/0852-4352-7215
Email : toharmedia@yahoo.com
Website : https://toharmedia.co.id
Cetakan Pertama November 2022
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanik
termasuk memfotocopy, merekam atau dengan menggunakan
sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau


memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 7 (Tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah)
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta
atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dipidana paling lama 5
(lima tahun) dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima Ratus
Juta Rupiah

ii Rekayasa Pondasi Dangkal


PRAKATA

“Dialah (Allah) yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan
Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikanNya tujuh langit dan
Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(QS : Al-Baqarah: 29)

Dijelaskan dalam tafsir Imam Ibnu Katsir, bahwa Allah SWT memulai
ciptaanNya dengan menciptakan bumi, kemudian setelah itu lalu
menciptakan tujuh lapis langit. Melalui kalamNya Allah telah memberi
pedoman kepada hambaNya, tentang prosedur dalam membangun sesuatu,
yaitu harus dimulai dari bagian bawah, setelah itu baru membangun bagian
atasnya. Jika ayat di atas ditadabburi secara mendalam, maka inilah
sebenarnya yang kemudian menjadi prinsip dasar dalam pelaksanaan
pembangunan gedung. Bahwa setiap pembangunan sebuah gedung harus
dimulai dari pembuatan struktur pondasi yang kuat, lalu kemudian bangunan
atas sampai atap dapat dikonstruksikan. Prinsip ini pula yang kemudian
mengilhami manusia dalam menyusun konsep pelaksanaan yang disebut
sistem “bottom-up”, yang merupakan konsep natural yang dilaksanakan para
insinyur sejak zaman dahulu sampai sekarang. Konsep pelaksanaan “top-
down” yang dikembangkan para insinyur belakangan ini juga tidak murni,
karena pondasi tetap harus dibangun sebelum bangunan atas yang sudah
dirakit di tempatkan pada posisi di atas pondasi. Bukan bangunan atas
ditempatkan pada posisinya lalu dibuatkan pondasi. Hal ini sekali lagi
membuktikan bahwa sebuah sunnatullah tidak dapat diubah manusia, tetapi
manusia yang mau berpikir hanya dapat mengembangkannya.
Dari aspek penempatannya di dalam lapisan tanah, pondasi dapat
dibedakan atas dua jenis, yang masing-masing jenis dibedakan atas beberapa
tipe. Dua jenis pondasi yang diterapkan selama ini adalah : (1) Pondasi
Dangkal (shallow foundation), dan (2) Pondasi Dalam (deep foundation).
Secara khusus dalam buku ini akan dibahas tentang Rekayasa Pondasi
Dangkal, yang uraiannya meliputi : pengertian struktur pondasi, kriteria dan
klasifikasi pondasi, daya dukung pondasi dangkal, penurunan pondasi
dangkal, stabilitas dan angka keamanan pondasi dangkal, dan rekayasa
pondasi rakit.
Kekuatan dan stabilitas struktur pondasi menjadi salah satu penentu
umur suatu bangunan dan keberlanjutan pemanfaatannya. Bangunan yang
berdiri di atas pondasi yang rapuh akan mengalami keruntuhan ketika

Rekayasa Pondasi Dangkal | iii


struktur pondasi mengalami keruntuhan. Oleh karena itu pekerjaan
merancang struktur pondasi adalah suatu tahapan yang sangat penting di
dalam perencanaan pembangunan suatu gedung. Segenap fenomena alam
harus menjadi pertimbangan di dalam merancang sebuah pondasi, seperti
gempa, tanah longsor, banjir, angin badai dan lain sebagainya harus mampu
dipertimbangkan secara teknis di dalam perancangan sebuah pondasi.
Namun penentu dari semua makhlukNya adalah Allah Azza Wa Jalla, sehingga
semua peringatan dan petunjukNya harus menjadi pedoman di atas
standarisasi apapun yang dibuat manusia, sebagaimana firman-firmanNya :
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit
bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan
tiba-tiba bumi itu bergoncang?”
(QS : Al-Mulk: 16).
“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan
bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya, dan
manusia bertanya: "Mengapa bumi (menjadi begini)?"
(QS : Al-Zalzalah: 1 – 3).
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya
dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan
yang tersusun kokoh”
(QS : Ash-Shaff: 4).
“Dan (penduduk) negeri telah Kami binasakan ketika mereka berbuat
zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka”
(QS : Al-Kahfi: 59)
Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik, koreksi,
dan masukan yang membangun demi penyempurnaan isi buku ini pada edisi-
edisi selanjutnya. Untuk itu semua tak lupa kami haturkan terima kasih yang
tak terhingga.

Makassar, November 2022


Penulis,

Prof. DR. Ir. Darwis Panguriseng, M.Sc.


DR. Ir. Syahrul Syariman, M.T.

iv | Rekayasa Pondasi Dangkal


DAFTAR ISI

Prakata .................................................................................... iii


Daftar Isi ................................................................................ vii
Daftar Tabel ............................................................................. ix
Daftar Gambar ........................................................................ xii

I. PENDAHULUAN .............................................................. 1
1.1. Pengertian Pondasi ............................................. 2
1.2. Klasifikasi Pondasi .............................................. 6
1.3. Syarat Pertimbangan Perancangan Pondasi .... 10
1.4. Kriteria Pondasi Dangkal .................................. 12
1.5. Tekanan Tanah di bawah Pondasi .................... 14
1.6. Tegangan Vertikal dalam Massa Tanah
akibat Beban Pondasi........................................ 26
1.6.1. Tegangan Vertikal Akibat Beban
Terkonsentrasi ....................................... 28
1.6.2. Tegangan Vertikal Akibat Beban Garis .. 30
1.6.3. Tegangan Vertikal Akibat Beban
Terbagi Rata ........................................... 31
1.6.4. Tegangan Vertikal Akibat Beban
Terbagi Rata Lingkaran .......................... 32
1.6.5. Tegangan Vertikal Akibat Beban
Terbagi Rata Persegi Panjang ................ 34
1.6.6. Metode 2V : 1H ..................................... 41
1.6.7. Metode Bagan Newmark untuk
Menentukan Tegangan Vertikal ........... 43
1.6.8. Metode Tekanan Isobar untuk
Menentukan Tegangan Vertikal ........... 46

Rekayasa Pondasi Dangkal | v


1.6.9. Tegangan Vertikal Rata-rata Akibat
Beban Terbagi Rata Persegi Panjang ... 48
1.6.10. Formula Westergaard’s ......................... 51

II. DAYA DUKUNG PONDASI DANGKAL ........................... 59


2.1. Pengertian Daya Dukung Pondasi .................... 60
2.2. Perhitungan Daya Dukung Pondasi Dangkal
Berdasarkan Parameter Uji Laboratorium ....... 63
2.2.1. Teori Terzaghi ......................................... 63
2.2.2. Teori Meyerhof......................................... 69
2.2.3. Teori Hansen............................................ 75
2.2.4. Teori Vesic ............................................... 80
2.2.5. Permasalahan Khusus ............................. 84
2.3. Perhitungan Daya Dukung Pondasi Dangkal
Berdasarkan Parameter Uji Lapangan ............. 87
2.3.1. Daya Dukung Berdasarkan Data N-SPT .. 88
2.3.2. Daya Dukung Berdasarkan Data CPT........ 90
2.3.3. Daya Dukung Berdasarkan Data Uji
Beban Pelat .............................................. 92
2.4. Daya Dukung Pondasi dengan Beban Miring
(Inclinated Load) ................................................ 96
2.5. Daya Dukung Pondasi dengan
Beban Eksentris.................................................. 99
2.6. Pengaruh Muka Air Tanah pada
Daya Dukung Pondasi Dangkal ........................ 111
2.7. Pengaruh Kompresibilitas Tanah
Terhadap Daya Dukung Pondasi Dangkal ........ 115
2.8. Pengaruh Inklinasi Permukaan Tanah
Terhadap Daya Dukung Pondasi Dangkal ........ 116

vi | Rekayasa Pondasi Dangkal


2.8.1. Pondasi Dangkal pada Permukaan
Lereng..................................................... 117
2.8.2. Pondasi Dangka di Puncak Lereng ......... 120

III. PENURUNAN PONDASI DANGKAL ............................ 125


3.1. Mekanisme Penurunan Pondasi Dangkal ....... 126
3.2. Reologi Penurunan Pondasi Dangkal .............. 128
3.3. Penurunan Seketika ........................................ 130
3.4. Penurunan Konsolidasi .................................. 148
3.5. Penurunan Rangkak ........................................ 159
3.6. Penurunan Diferensial ................................... 161
3.7. Rotasi pada Pondasi Dangkal ......................... 166
3.8. Problema Heave Pada Pondasi Dangkal ........ 171
3.9. Pengaruh Muka Air Tanah Terhadap
Penurunan Pondasi Dangkal .......................... 173
3.10. Perhitungan Penurunan Pondasi Dangkal
Berdasarkan Parameter Uji Lapangan ........... 178
3.10.1. Penurunan Berdasarkan Data N-SPT.. 179
3.10.2. Penurunan Berdasarkan Data CPT ...... 189
3.10.3. Penurunan Berdasarkan Data Uji
Beban Pelat ......................................... 195

IV. ANALISIS STABILITAS DAN ANGKA KEAMANAN


PADA PONDASI DANGKAL ......................................... 196
4.1. Stabilitas dan Angka Keamanan Pondasi
terhadap Guling .............................................. 197
4.1.1. Stabilitas Guling Akibat Beban Lateral ........ 198
4.1.2. Stabilitas Guling Akibat Beban Eksentris .... 199
4.1.3. Stabilitas Guling Akibat Beban Lateral
dan Beban Eksentris ................................... 202

Rekayasa Pondasi Dangkal | vii


4.2. Stabilitas dan Angka Keamanan Pondasi
terhadap Geser ............................................... 209
4.3. Konsep Faktor Keamanan Pondasi ................ 214
4.3.1. Angka Keamanan ........................................ 216
4.3.2. Mengimbangi Ketidakpastian Dalam
Perancancangan ......................................... 219

V. PROSEDUR PERANCANGAN PONDASI DANGKAL ..... 222


5.1. Investigasi Daya Dukung Tanah Dasar .............. 223
5.2. Estimasi Beban Rencana ................................... 224
5.3. Pemilihan Tipe Pondasi Dangkal ...................... 225
5.4. Merancang Dimensi Pondasi ............................. 226
5.5. Memeriksa Stabilitas Pondasi ........................... 227
5.6. Perancangan Penulangan Pondasi ..................... 229
5.7. Contoh Perancangan Pondasi Dangkal ............ 229

VI. PERANCANGAN PONDASI RAKIT ............................... 244


6.1. Pengertian Pondasi Rakit .................................. 245
6.2. Jenis Pondasi Rakit ............................................ 248
6.3. Dimensi Pondasi Rakit ...................................... 250
6.4. Daya Dukung Pondasi Rakit ............................... 252
6.4.1. Daya Dukung Pondasi Rakit di atas
Lapisan Tanah Kohesif ............................ 252
6.4.2. Daya Dukung Pondasi Rakit di atas
Lapisan Tanah Tak Berkohesi .................. 254
6.5. Penurunan Pondasi Rakit .................................. 259

DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 279


INDEX .................................................................................. 287
GLOSERIUM .......................................................................... 290

viii | Rekayasa Pondasi Dangkal


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Nilai Konstanta (k) ......................................................... . 26


Tabel 1.2. Tabel Nilai Ir dari Newmark (1948) ................................. 38
Tabel 1.3. Nilai R/z berdasarkan nilai z/q .................................. 43
Tabel 1.4. Nilai Iw untuk nilai angka posion lapisan tanah,=0,30 .. 53
Tabel 2.1. Formula Terzaghi untuk berbagai tipe dan bentuk
pondasi................................................................................. 66
Tabel 2.2. Faktor Daya Dukung dari Terzghi (1943) .........................67
Tabel 2.3. Rumusan Faktor Daya Dukung Meyerhof ......................71
Tabel 2.4. Faktor Daya Dukung Meyerhof (1955) ...........................73
Tabel 2.5. Rumusan Faktor Daya Dukung Hansen ...........................77
Tabel 2.6. Nilai Faktor Daya Dukung Hansen ..................................78
Tabel 2.7. Rumus Faktor Daya Dukung Vesic ..................................81
Tabel 2.8. Faktor Pengaruh Ketebalan Lapis Penetrasi Pada
Pondasi Dangkal ....................................................................85
Tabel 2.9. nilai F berdasarkan perkalian B)/qo ...........................87
Tabel 2.10. nilai F berdasarkan perkalian q o/(B) .........................87
Tabel 2.11. Nilai F3 dan F4 Persamaan Meyerhof ..........................90
Tabel 2.12. Contoh hasil pengujian beban pelat.............................95
Tabel 2.13. Faktor bentuk, kedalaman, dan kemiringan beban,
untuk digunakan dalam persamaan daya dukung
Meyerhof. .............................................................................97
Tabel 2.14. Faktor kemiringan beban, faktor tanah dan dasa9
untuk digunakan dalam persamaan daya dukung Hansen. ...97
Tabel 2.15. Faktor kemiringan beban, faktor tanah dan dasar
untuk digunakan dalam persamaan daya dukung Vesic........98
Tabel 2.16. . Nilai Ratio Pada Pondasi Lingkaran yang Memikul
Beban Eksentris (Highter dan Anders, 1985) .......................101
Tabel 2.17. Persamaan Daya Dukung dari Beberapa Ahli
Pondasi ..............................................................................103
Tabel 2.18 Nilai faktor reduksi a dan k. dari Purkaystha
and Char115 ........................................................................105
Tabel 2.19. Faktor bentuk dan kedalaman untuk persamaan
Hansen dan Vesic ................................................................106
Tabel 2.20. Nilai indeks kekakuan kritis tanah ...............................116
Tabel 3.1. Nilai I1 dan I2 ; untuk menghitung faktor
Is Steinbrenner ....................................................................132

Rekayasa Pondasi Dangkal | ix


Tabel 3.2. Nilai IF dengan variasi B/L, D/B dan Angka
Poisson (μ)...........................................................................136
Tabel 3.3. Nilai Faktor Koreksi Kedalaman Janbu (ID)....................138
Tabel 3.4. Faktor Pengaruh I1, Untuk Pondasi Fleksibel
Berbentuk Lingkaran, Bujur Sangkar, Persegi Panjang,
dan Menerus. Beban Merata, Lapisan Terbatas,
Permukaan Dasar Pondasi Halus, digunakan
untuk Penurunan di Pusat Pondasi (Harr, 1966) .......... . 139
Tabel 3.5. Faktor Pengaruh I1, Untuk Pondasi Fleksibel
Berbentuk Lingkaran, Bujur Sangkar, Persegi Panjang,
dan Menerus. Beban Merata, Lapisan Terbatas,
Permukaan Dasar Pondasi Halus, Nilai ini digunakan
untuk Penurunan di Titik Tengah Tepi Pondasi pada Sisi
Terpanjang (L). (Harr, 1966 .................................................139
Tabel 3.6. Faktor Pengaruh I1, Untuk Pondasi Kaku Berbentuk
Lingkaran, Bujur Sangkar, Persegi Panjang, dan Menerus.
Beban Merata, Lapisan Terbatas, Permukaan Dasar
Pondasi halus, Nilai ini digunakan untuk Penurunan
di semua Permukaan Dasar ................................................140
Tabel 3.7. Pengaruh Faktor I2, untuk Rotasi Pondasi Rigid
Berbentuk Lingkaran, Bujur Sangkar, Persegi Panjang,
dan Menerus. Lapisan Tanah Pendukung Semi Tak
Terbatas ( H  B ). ................................................................140
Tabel 3.8. Contoh Hasil Uji Triaxial UU test ...................................146
Tabel 3.9. Nilai koefisien penurunan,  .........................................152
Tabel 3.10. Perhitungan Soed ..........................................................156
Tabel 3.11. Nilai /L menurut Soviet Code of Practice ..................164
Tabel 3.12. Nilai batas Distorsi Sudut (βmaks) menurut
Bjerrum ...............................................................................164
Tabel 3.13. Korelasi antara (ST(maks)) dengan (βmaks)
menurut Grant dkk. .............................................................165
Tabel 3.14. Nilai parameter berdasarkan tingkat layanan
menurut European Committee ...........................................165
Tabel 3.15. Faktor Pengaruh I untuk menghitung Rotasi
Pondasi................................................................................167
Tabel 3.16. Perhitungan (Iz/Es)xz ................................................176
Tabel 3.17. Data SPT N60 setiap kedalaman ................................187
Tabel 3. 18. Hasil pengujian CPT (sondir) .....................................192
Tabel 3. 19. Tabel perhitungan penurunan total .........................194

x | Rekayasa Pondasi Dangkal


Tabel 4.1. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam
pemilihan faktor keamanan desain dan nilai tipikal
SF (diadaptasi dari Coduto, 2001). ......................................220
Tabel 6.1. Nilai Angka Stabilitas atau Faktor Keamanan
(Bowles, 1996).....................................................................253
Tabel 6.2. Nilai Faktor Reduksi (r) berdasarkan Lebar Pondasi
(Bowles, 1996).....................................................................254
Tabel 6.3. Perbandingan Penurunan Izin pada Pondasi Telapak
dan Pondasi Rakit ................................................................261
Tabel 6.4. Nilai Penurunan Diferensial yang diizinkan ...................262
Tabel 6.5. Tabel Steinbrenner untuk mendapatkan faktor
pengaruh I1 dan I2 (M = L/B dan N = H/B’) .........................269
Tabel 6.6. Data contoh soal 6.4. ..................................................273
Tabel 6.7. Perhitungan penurunan konsolidasi (Sc) .....................277

Rekayasa Pondasi Dangkal | xi


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Berbagai Jenis Pondasi Dangkal (Terzaghi, 1943) ........ 7


Gambar 1.2. Distribusi tekanan kontak dan bidang kontak
penurunan di bawah pondasi fleksibel yang dibebani
seragam bertumpu pada tanah non-cohesive.......................15
Gambar 1.3. Bidang kontak penurunan kontak dan distribusi
tekanan di bawah pondasi kaku di permukaan tanah
(a) Beban Titik di Pusat Pondasi, (b) Lebar Pondasi Besar. ...16
Gambar 1.4. Bidang kontak, penurunan kontak dan distribusi
tekanan di bawah pondasi kaku di bawah permukaan
tanah (ada galian) ................................................................17
Gambar 1.5. Distribusi tekanan kontak dan bidang kontak
penurunan di bawah pondasi lentur pada permukaan
tanah yang sangat kohesif .....................................................18
Gambar 1.6. Distribusi tekanan kontak dan bidang kontak
penurunan di bawah pondasi kaku pada permukaan
tanah yang sangat kohesif ....................................................18
Gambar 1.7. Asumsi distribusi tekanan kontak seragam di
bawah pondasi telapak (spread footings) .............................19
Gambar 1.8. Distribusi tekanan kontak di bawah pondasi rakit ......20
Gambar 1.9. Pondasi Telapak yang Memikul Beban Eksentris ........21
Gambar 1.10. Tekanan kontak di bawah pondasi telapak
persegi panjang dibebani secara eksentris dengan
jarak kern B/6 dan L/6 ..........................................................23
Gambar 1.11. Tekanan kontak di bawah pondasi telapak
yang dibebani secara eksentris dengan resultan
beban yang jatuh di luar kern ........................................ 25
Gambar 1.12. Tekanan kontak di bawah pondasi telapak
melingkar yang menerima beban secara eksentris ....... 26
Gambar 1.13. Tegangan pada titik A dengan kedalaman
z di bawah permukaan tanah akibat beban titik ........... 28
Gambar 1.14. Variasi tegangan vertikal z akibat beban
Titik ................................................................................ 29
Gambar 1.15. Tegangan vertikal akibat beban garis
dengan panjang tak terhingga ..................................... 30
Gambar 1.16. (a, b) Tegangan vertikal akibat beban
` terbagi rata dengan panjang tak terhingga.

xii | Rekayasa Pondasi Dangkal


(c) Tegangan vertikal akibat beban segitiga
dengan panjang tak terhingga ....................................... 31
Gambar 1.17. Tegangan vertikal di bawah pusat area
melingkar dengan beban terbagi rata. .......................... 32
Gambar 1.18. Kurva Faktor Pengaruh Ic untuk menghitung
tegangan vertikal di bawah pusat akibat beban
terbagi rata lingkaran .................................................... 34
Gambar 1.19. Tegangan vertikal (z) pada kedalaman
z di bawah sudut yang memikul beban merata
persegi panjang ............................................................. 35
Gambar 1.20. Grafik Nilai Ir (Igr) dari Fadum (1948) .............. 37
Gambar 1.21. Tegangan vertikal di bawah luasan
persegi panjang yang memikul beban terbagi rata. ...... 40
Gambar 1.22. Metode 2V : 1H, Metode Perkiraan
Distribusi Tegangan Vertikal di bawah Beban
Merata Persegi Panjang................................................. 42
Gambar 1.23. Diagram pengaruh untuk menghitung
tegangan vertikal berdasarkan Teori Boussinesq
(Newmark, 1942). .......................................................... 44
Gambar 1.24. Isobar tekanan berdasarkan persamaan
Boussinesq untuk pondasi bujur sangkar dan
pondasi menerus. Berlaku hanya di sepanjang garis
ab (dari pusat ke tepi dasar pondasi) (Bowles, 2001). .. 46
Gambar 1.25. Kontur tegangan vertikal yang sama:
(a) di bawah pondasi menerus, (b) di bawah pondasi
(b) jur sangkar (Knappett & Craig, 2012) ..............................47
Gambar 1.26. Tegangan vertikal rata-rata di bawah sudut
pondasi lentur yang memikul beban merata persegi
panjang. ......................................................................... 49
Gambar 1.27. Faktor pengaruh Griffith (Ia) ............................ 49
Gambar 1.28. Tegangan vertikal rata-rata antara z = H1
dan z = H2 di bawah sudut pada pondasi lentur yang
memikul beban merata persegi panjang ..................... 50
Gambar 1.29. Sketsa soal 1.1 ................................................. 55
Gambar 1.30. Sketsa Contoh Soal 1.2 ..................................... 57
Gambar 1.31. Sketsa Tekanan Kontak .................................... 58

Rekayasa Pondasi Dangkal | xiii


Gambar 2.1. Pola Keruntuhan Prandtl (1920) ....................... 61
Gambar 2.2. Pola Keruntuhan Terzaghi .................................. 63
Gambar 2.3. Sketsa soal 2.1 .................................................... 68
Gambar 2.4. Pola Keruntuhan Meyerhof ............................... 70
Gambar 2.5. Sketsa Eksentrisitas terhadap titik berat
pondasi .......................................................................... 72
Gambar. 2.6. sketsa soal 2.2 ................................................... 74
Gambar 2.7. Sketsa Soal 2.3.................................................... 79
Gambar 2.8. Sketsa Soal 2.4. ................................................... 83
Gambar 2.9. Sketsa soal 2.5. ................................................... 85
Gambar 2.10. Prosedur Perhitungan Dimensi Pondasi
Memikul Beban Eksentris dengan Metode Luas
Efektif. .......................................................................... 100
Gambar 2.11. Kurva Nc vs Nilai-- ........................................ 107
Gambar 2.12. Kurva Nq vs Nilai- ........................................ 107
Gambar 2.13. Kurva N vs Nilai-.......................................... 108
Gambar 2.14. Kurva Nc(ei) vs Nilai-, pada nilai 
tertentu........................................................................ 109
Gambar 2.15. Kurva Nq(ei) vs Nilai-, pada nilai 
tertentu........................................................................ 110
Gambar 2.16. Kurva N(ei) vs Nilai-, pada nilai 
tertentu........................................................................ 110
Gambar 2.18. Ilustrasi posisi muka air tanah di bawah
pondasi ........................................................................ 112
Gambar 2.19. Ilustrasi posisi muka air tanah di atas
dasar pondasi............................................................... 113
Gambar 2.20. Penyebaran Tegangan pada Zona Plastis
Bawah Pondasi di Permukan Lereng ........................... 117
Gambar 2.21. Variasi faktor daya dukung Meyerhof
Ncq untuk tanah kohesif murni Pondasi pada
lereng) .......................................................................... 119
Gambar 2.22 Variasi faktor daya dukung Meyerhof Nq
untuk tanah berbutir murni (pondasi pada lereng). ... 119
Gambar 2.23. Pondasi Dangkal pada Puncak Lereng............ 120
Gambar 2.24. Faktor daya dukung Meyerhof Ncq untuk
tanah kohesif murni (pondasi di puncak lereng) ......... 121

xiv | Rekayasa Pondasi Dangkal


Gambar 2.25. Faktor daya dukung Meyerhof Nγq untuk
tanah granular (pondasi di puncak lereng) ................. 122
Gambar 3.1. Reologi penurunan ........................................... 128
Gambar 3.2. Faktor pengaruh IF untuk dasar pondasi
pada kedalaman D. Gunakan lebar dasar aktual B
dengan rasio D/B ......................................................... 136
Gambar 3.3. Faktor A1 dan A2 untuk penurunan pada
lempung jenuh (Cristian-Carrier) ................................. 141
Gambar 3.4. Menentukan parameter umum untuk
digunakan dalam persamaan penurunan elastik
Mayne & Poulos. .......................................................... 143
Gambar 3.5. Variasi Nilai IG dengan β .................................. 144
Gambar 3.6. Variasi faktor IF dengan faktor fleksibilitas K ... 144
Gambar 3.7. Variasi faktor IE dengan Df/Be ......................... 145
Gambar 3.8. Hubungan tegangan vs regangan hasil uji
triaxial .......................................................................... 146
Gambar 3.9. Koefisien penurunan versus koefisien
tekanan pori untuk pondasi lingkaran pondasi
menerus (Skempton dan Bjerrum, 1957) .................... 152
Gambar 3.10. Sketsa contoh soal 3.2.................................... 155
Gambar 3.11. Konsep Definisi Parameter untuk .......................
Penurunan Diferensial ................................................. 162
Gambar 3.12. Sketsa contoh soal 3.4.................................... 168
Gambar 3.13. Rotasi pada Pondasi Menerus ........................ 170
Gambar 3.14. Proses Heave Pada Galian Tanah Kohesif ...... 171
Gambar 3.15. Sketsa contoh soal 3.6.................................... 175
Gambar 3.16. Diagram pengaruh regangan akibat air
tanah ............................................................................ 177
Gambar 3.17. sketsa contoh soal 3.8 .................................... 188
Gambar 3.18. Faktor Regangan Schmertmann untuk
semua tipe pondasi (1970) .......................................... 191
Gambar 3.19. Faktor Regangan Schmertmann untuk
tipe pondasi berbeda (1978) ................................................ 192
Gambar 3.20. Grafik hubungan Izp dengan kedalaman
Penetrasi ...................................................................... 193
Gambar 4.1. Rotasi Pondasi Dangkal .................................... 198

Rekayasa Pondasi Dangkal | xv


Gambar 4.2. Tegangan Dasar Pondasi akibat Beban
eksentris....................................................................... 200
Gambar 4.3. Tegangan Dasar Pondasi akibat Beban
Lateral dan Beban Eksentris ................................. 202
Gambar 4.4. Sketsa contoh soal 4.1 .................................... 204
Gambar 4.5. Pergeseran Pondasi .......................................... 210
Gambar 4.6. Sketsa Contoh Soal 4.2 .................................. 213
Gambar 5.1. Contoh stratigrafi tanah hasil uji Boring
& SPT ............................................................................ 222
Gambar 5.2. Sketsa perhitungan stabilitas pondasi ........... 226
Gambar 5.3. Sketsa perhitungan tulangan lentur pondasi ... 229
Gambar 5.4. Sketsa perhitungan tulangan geser pondasi .... 232
Gambar 6.1. Pemasangan Tulangan Pondasi Rakit............... 237
Gambar 6.2. Tipe-tipe Pondasi Rakit (a) Pelat Datar;
(c) Pelat Menebal; (c) Pelat Balok; (d) Pelat Pedestel ;
dan (e) Lantai Berdinding Basement ............................ 249
Gambar 6.3. Rasio qc(CPT)/N(SPT) (Robertson dkk (1983)
dan lsmael dan Jeragh (1986) ...................................... 256
Gambar 6.4. Reduksi Momen Lentur Bangunan Atas
oleh Pondasi Rakit ...................................................... 260
Gambar 6. 5.Sketsa contoh soal 6.2..................................... 266
Gambar 6.6. Sketsa Contoh soal 6.3 .................................... 271
Gambar 6.8. Sketsa data modulus elastisitas tanah setiap
kedalaman tanah ......................................................... 274

xvi | Rekayasa Pondasi Dangkal


BAB–I
PENDAHULUAN

Rekayasa Pondasi Dangkal | 1


1.1. Pengertian Pondasi
Pembuatan konstruksi adalah salah satu aktivitas manusia
yang paling tua. Pengetahuan tentang pendirian bangunan mulai
mendalam dimiliki sekitar 12.000 tahun yang lalu di Swiss yang
dilakukan oleh penduduk Neolitik. Mereka membangun rumah-
rumah mereka di atas tumpukan kayu yang panjang dan tinggi
untuk menghindari binatang-binatang buas dan berbahaya, lalu
rumah-rumah mereka didorong ke dalam danau yang dangkal.
Bertahun-tahun kemudian, barulah orang Babilonia menemukan
sistem tumpuan (umpak) untuk bangunan rumah yang diletakkan
tenggelam ke dalam lapisan tanah untuk memikul beban
konstruksi.
Perkembangan spektakuler dalam teknik pondasi dimulai oleh
masyarakat di Roma kuno, di mana aturan-aturan tertentu mulai
diberlakukan dan beton pozzolan mulai digunakan. Namun pada
tahun-tahun berikutnya banyak bangunan yang runtuh karena
gempa bumi, perang, serta bencana alam lainnya, dan yang selamat
akan mengalami retakan dan masalah lainnya. Sejak saat itu
menjadi sangat penting untuk memiliki pondasi bangunan yang
kuat.
Uraian di atas menggambarkan bahwa sejak manusia
mengenal bangunan yang didirikan di atas permukaan tanah, maka
sejak itu pula kebutuhannya akan elemen bangunan yang berfungsi
meneruskan beban dari bangunan atas ke lapisan tanah sudah
mulai menggugah intuisi bagi kalangan cendekiawan. Ketika
manusia purba mendirikan rumah dari tumpukan batu, atau
bendungan dari tumpukan tanah dan batuan, maka permasalahan
alami yang selalu dihadapi adalah persoalan material yang
mengantarai bangunan (superstructure) dengan tanah pendukung.
Oleh karena problema ini telah berulang kali dialami, dipikirkan,

2 | Rekayasa Pondasi Dangkal


maka akhirnya dapat mengembangkan intuisi manusia untuk
menyiapkan konstruksi khusus yang terletak antara bangunan
supertructure dengan tanah pendukung untuk meneruskan beban
bangunan ke dalam lapisan tanah, yang kemudian dikenal sebagai
bangunan bawah (substructure) yang diistilahkan dengan nama
“pondasi” (foundation).
Beberapa ahli geoteknik telah mengemukakan penjelasan
mengenai pengertian pondasi, yang pada umumnya sejalan yaitu
dengan melihat eksistensi dan fungsi dari elemen pondasi itu
sendiri. Adapun rumusan definisi yang telah dikemukakan oleh
beberapa ahli, diantaranya :
1. Terzaghi, Karl (1943) ; Pondasi adalah elemen struktur yang
menghubungkannya ke tanah, mentransfer beban dari
struktur ke tanah.
2. Encyclopaedia Britannica (1968) ; Pondasi adalah bagian dari
sistem struktur yang menopang dan menyangga struktur atas
suatu bangunan dan menyalurkan bebannya langsung ke
tanah.
3. Braja M. Das (1983) ; Pondasi adalah bagian terendah dari
suatu struktur yang meneruskan beratnya ke tanah atau
batuan di bawahnya.
4. Sardjono (1988) ; Pondasi adalah salah satu dari konstruksi
bangunan yang terletak di bagian bawah sebuah konstruksi,
pondasi mempunyai peran penting terhadap sebuah
bangunan, dimana pondasi menanggung semua beban
konstruksi bagian atas ke lapisan tanah yang berada di bagian
bawahnya.
5. Gunawan (1991) ; Pondasi adalah suatu bagian dari konstruksi
bangunan yang bertugas meletakkan bangunan dan

Rekayasa Pondasi Dangkal | 3


meneruskan beban bangunan atas (upper structure/super
structure) ke dasar tanah yang cukup kuat mendukungnya.
6. Hardiyatmo (2002) ; Pondasi adalah komponen struktur
terendah dari bangunan yang meneruskan beban bangunan
ke tanah atau batuan yang berada di bawahnya.
Oleh karena begitu tegas eksistensi pondasi yang terletak di
bawah bangunan, dan juga sudah demikian jelas fungsinya yaitu
menyalurkan beban dari bangunan atas (upper structure) ke dalam
lapisan tanah, maka terlihat bahwa hampir semua ahli memberikan
terminologi pondasi dengan rumusan yang sejalan.
Dalam bidang teknik sipil, pondasi pada umumnya dapat
didefinisikan sebagai bagian dari struktur yang menyalurkan beban
langsung ke tanah dan/atau batuan di bawahnya dengan aman. Ini
juga kadang-kadang disebut bangunan bawah, karena bangunan
atas membawa beban ke pondasi, atau bangunan bawah. Istilah
tanah pondasi biasanya digunakan untuk menggambarkan material
di bawahnya di dalam zona yang berdekatan yang akan dipengaruhi
oleh struktur bawah dan bebannya. Ini juga kadang-kadang disebut
tanah pendukung, atau lapisan dasar, karena struktur total akan
bertumpu di atasnya.
Sebagaimana diketahui bahwa untuk melakukan kajian yang
mendalam terhadap suatu bidang ilmu, pengertian terhadap
terhadap hakikat keberadaan (ontologi) dari bidang ilmu tersebut
harus jelas. Untuk kepentingan tersebut maka setiap bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi seharusnya memiliki terminologi yang
spesifik, sehingga secara ilmiah dapat dijelaskan esensi dan
eksistensi bidang ilmu tersebut.
Pada hakikatnya ruang lingkup bidang ilmu tentang struktur
pondasi tidak hanya terbatas pada posisi (eksistensi) dan fungsi
saja, tetapi juga meliputi aspek pelaksanaan dan pembiayaannya.

4 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Dengan demikian maka penulis merumuskan pengertian pondasi
yang didefinisikan bahwa : “Pondasi adalah elemen struktur yang
berperan meneruskan beban dari bangunan di atasnya untuk
didistribusikan ke dalam lapisan tanah dan/atau batuan yang
berada di bawahnya sebagai lapisan pendukung, sehingga
dihasilkan bangunan yang aman dan ekonomis”.
Dari definisi yang dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa
seorang insinyur pondasi haruslah memahami dengan baik tentang
parameter, karakteristik, dan perilaku lapisan tanah/batuan. Hal ini
sangat dibutuhkan untuk dapat merancang bentuk, dimensi, dan
estetika pondasi yang efisien dan ekonomis, untuk mendukung
bangunan yang berada di atasnya agar dapat berfungsi secara
aman dan langgeng. Target capaian pondasi untuk menjamin
bangunan aman dan langgeng untuk menopang bangunan, baik
dalam kondisi beban statis maupun ketika menerima spektrum
dinamis yang bekerja pada bangunan atas tersebut. Dengan kata
lain seorang insinyur pondasi (foundation engineer) haruslah
memahami secara mendalam tentang ilmu mekanika tanah,
sekaligus mengetahui secara mendetail tentang ilmu mekanika
konstruksi serta ilmu material, sehingga dapat memilih jenis dan
tipe pondasi yang diaplikasikannya sehingga dihasilkan sistem
konstruksi bangunan yang stabil (aman), efektif (waktu), efisien
(proses), dan ekonomis (biaya).
Untuk menghasilkan struktur pondasi yang dapat memenuhi
syarat stabilitas dan keamanan dengan waktu pelaksanaan yang
efektif, serta proses pelaksanaannya yang mudah dengan biaya
yang murah, maka diperlukan proses rekayasa pondasi dengan
mengerahkan pengetahuan dan kepakaran perencana yang
menguasai berbagai bidang ilmu dan teknologi. Secara umum
pengertian rekayasa pondasi adalah penerapan mekanika tanah

Rekayasa Pondasi Dangkal | 5


dan mekanika batuan (geotechnical engineering) dalam desain
elemen pondasi pada konstruksi.

1.2. Klasifikasi Pondasi


Secara umum, semua pondasi dibagi menjadi dua kategori,
yakni ; (1) Pondasi Dangkal (shallow foundation), dan (2) Pondasi
Dalam (deep foundation). Istilah Pondasi Dangkal dan Pondasi
Dalam mengacu pada kedalaman tanah di mana dasar pondasi
ditempatkan. Pada umumnya, jika lebar pondasi lebih besar dari
kedalamannya, maka disebut sebagai “Pondasi Dangkal”. Pondasi
yang tidak terpenuhi dengan syarat tersebut dikategorikan sebagai
“Pondasi Dalam”.
Pengertian di atas sejalan dengan pendapat Terzaghi (1943),
yang mengemukakan pendapatnya bahwa pondasi secara luas
dapat diklasifikasikan atas dua kelompok , yakni :
 Df 
(a) Pondasi Dangkal :  1
 B 
 Df 
(b) Pondasi Dalam :  1
 B 
Jadi menurut Terzaghi, suatu pondasi dikatakan dangkal jika
kedalamannya (Df) sama dengan atau kurang dari lebarnya (B).
Pondasi Dalam adalah pondasi dengan kedalamannya (Df) sama
dengan atau lebih besar dari lebarnya (B).
1. Pondasi Dangkal
Dari sudut pandang desain, pondasi dangkal dapat dibedakan
atas beberapa tipe, yakni :
1) Pondasi Setempat (Spread footings)
2) Pondasi Kombinasi (Combined footings)
3) Pondasi Lajur (Strap footings)

6 | Rekayasa Pondasi Dangkal


4) Pondasi Rakit atau Pondasi Tikar (Raft foundation or Mat
Foundation)
Untuk menggambarkan bentuk dan skema dari masing-
masing tipe pondasi dangkal dapat ditunjukkan dengan
gambar di bawah ini.

Gambar 1.1. Berbagai Jenis Pondasi Dangkal (Terzaghi, 1943)

2. Pondasi Dalam
Pondasi dalam dapat dibedakan atas beberapa tipe, antara
lain :
1) Pondasi Persegi atau Pondasi Lajur yang Dalam (Deep
strip, rectangular or square footings).
2) Pondasi Tiang (Pile foundation)

Rekayasa Pondasi Dangkal | 7


3) Pondasi Bor atau Pier (Pier foundation or drilled caisson
foundation).
4) Pondasi Sumuran (Well foundation or caissons).
Pada dasarnya menurut Terzaghi bahwa pondasi strip,
persegi panjang atau bujur sangkar biasa termasuk dalam
kategori pondasi dalam, ketika kedalaman pondasi lebih dari
lebar pondasi. Sedangkan tipe pondasi sumur umumnya
diterapkan untuk pondasi pada pilar jembatan atau dermaga,
dan bukan digunakan untuk pondasi bangunan gedung.
Pengklasifikasian pondasi yang lebih sederhana dikemukakan
oleh beberapa ahli, diantaranya adalah menurut Gunawan (1991),
bahwa pondasi bangunan biasa dibedakan sebagai pondasi dangkal
(Shallow Foudations) dan pondasi dalam (Deep Foundations),
tergantung dari perbandingan kedalaman pondasi dan lebar
pondasi, dan secara umum digunakan patokan :
1) Jika kedalaman dasar pondasi dari muka tanah adalah kurang
atau sama dengan lebar pondasi maka disebut Pondasi
Dangkal (D ≤ B).
2) Jika kedalaman pondasi dari muka tanah adalah lebih dari
lima kali lebar pondasi maka disebut Pondasi Dalam (D > 5B).
Selanjutnya menurut Hardiyatmo (2002), bahwa berdasarkan
tingkat kedalaman pondasi di kedalaman tanah, makan pondasi
dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Pondasi Dangkal (Shallow Foundations).
Pondasi dangkal ialah jenis pondasi yang mendukung beban
secara langsung, seperti :
1) Pondasi memanjang. Pondasi memanjang adalah
pondasi yang digunakan untuk mendukung dinding
memanjang atau digunakan untuk mendukung kolom

8 | Rekayasa Pondasi Dangkal


sederhana yang berjarak dekat sehingga bila dipakai
pondasi telapak sisi-sisinya akan berimpit satu sama lain.
2) Pondasi telapak. Pondasi telapak merupakan pondasi
yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom.
3) Pondasi rakit (raft fundation). Pondasi rakit merupakan
pondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan
yang terletak pada tanah lunak atau digunakan bila
susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat di
semua arahnya, sehingga bila dipakai pondasi telapak,
sisi-sisinya berimpit satu sama lain. Jenis pondasi ini
umumnya diterapkan untuk tanah yang mempunyai daya
dukung tanah yang sangat kecil.
2. Pondasi dalam (Deep Foundation).
Pondasi dalam ialah pondasi yang meneruskan beban
bangunan ke tanah keras yang terletak pada kedalaman yang
sangat dalam, seperti :
1) Pondasi sumuran (pier foundation). Pondasi ini
merupakan peralihan antar pondasi dangkal dan pondasi
dalam, digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak
pada kedalaman sekitar 10 m, atau relatif dalam, dimana
pondasi sumuran nilai kedalaman (Df) dibagi lebarnya (B)
lebih besar dari nilai 4, sedangkan pondasi dangkal Df/B
≤1
2) Pondasi tiang (pile foundation). Pondasi tiang digunakan
bila tanah pondasi pada kedalaman yang normal tidak
mampu mendukung bebannya dan tanah kerasnya
terletak pada kedalaman yang sangat dalam. Pondasi
tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih
panjang dibandingkan dengan pondasi sumuran.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 9


1.3 Syarat Pertimbangan Perancangan Pondasi

Setiap konstruksi pondasi harus memenuhi syarat-syarat


stabilitas dan deformasi, yang ditentukan sebagai berikut :
1. Kedalaman pondasi harus memadai, sehingga tidak
memungkinkan pergerakan lateral dari tanah di bawah pondasi,
terutama pada pondasi tapak atau pondasi rakit.
2. Kedalaman pondasi harus berada di bawah daerah perubahan
volume musiman yang diakibatkan oleh berbagai faktor, seperti
pertumbuhan tanaman, pembekuan dan pencairan es atau salju
(daerah 4-musim), atau kemarau dan musim hujan, terutama
pada pondasi yang berada lapisan tanah ekspansif.
3. Konstruksi harus aman terhadap : Guling, Geser (lokal), Gelincir
dan Rotasi (global).
4. Konstruksi harus aman terhadap korosi atau kerusakan yang
disebabkan bahan berbahaya.
5. Konstruksi harus mampu beradaptasi terhadap perubahan
geometrik atau perubahan selama pelaksanaan, dan mudah
dimodifikasi bila perlu dilakukan perubahan konstruksi.
6. Metode dan biaya pelaksanaan pondasi harus se-efisien dan se-
ekonomis mungkin.
7. Pergerakan tanah seperti penurunan dan pergerakan
differensial harus mampu ditolerir oleh pondasi dan elemen
superstructure secara bersama-sama.
8. Konstruksi pondasi harus memenuhi standard untuk
perlindungan terhadap lingkungan.
Setiap perencanaan bangunan senantiasa harus memper-
timbangkan dua hal pokok, yakni menghasilkan struktur konstruksi
yang “ekonomis” dan “aman”. Demikian pula halnya dalam
perencanaan konstruksi pondasi, maka kedua faktor tersebut harus
senantiasa mendapatkan perhatian serius. Akan tetapi sejalan

10 | Rekayasa Pondasi Dangkal


dengan perkembangan penelitian dan formulasi saintific yang amat
pesat, maka untuk perencanaan suatu pondasi dapat dilakukan
dengan berbagai cara, yang menghasilkan bentuk dan dimensi
pondasi yang sangat berbeda. Sehingga untuk menilai hasil
perencanaan pondasi, maka pemilik proyek perlu senantiasa
menggunakan indikator perencanaan yang menghasilkan
konstruksi yang ekonomis dari segi biaya, dan aman dari segi fungsi
konstruksinya.
Untuk dapat mewujudkan kedua faktor utama tersebut maka
didalam perencanaan pondasi beberapa hal yang harus
dipertimbangkan antara lain :
1. Apakah identifikasi tanah yang dilakukan telah memadai
dan komprehensif ?
2. Apakah pemilihan tipe dan dimensi pondasi sudah
disesuaikan dengan karakteristik beban bangunan atas, dan
parameter tanah pendukung ?
3. Apakah kriteria penurunan yang terjadi dapat ditolerir
sesuai standar yang diizinkan untuk bangunan yang
dirancang ?
4. Apakah perencana sanggup memikul tanggung jawab atas
keselamatan manusia dan lingkungan dari konsekwensi
kegagalan pondasi ?
5. Apakah biaya pelaksanaan pondasi tersebut sudah sesuai
dengan budget yang disiapkan oleh pemilik proyek ?
6. Apakah konstruksi tersebut dapat dilaksanakan dengan
dukungan tenaga kerja dan peralatan yang mampu
diadakan di tempat di mana pondasi dibuat ?
7. Apakah tenaga insinyur pelaksana mampu secara teknik
melaksanakan pekerjaan pembuatan pondasi tersebut ?

Rekayasa Pondasi Dangkal | 11


Kegagalan pondasi yang diakibatkan penghematan biaya yang
konservatif, akan mengakibatkan resiko teknik yang lebih tinggi.
Kegagalan yang diakibatkan karena keinginan pemilik menekan
biaya sekecil-mungkin, maka tanggung jawab moral dan hukum
lebih memberatkan pihak pemilik. Hampir semua pelaksanaan yang
menekankan keuntungan finansial absolut, selalu menghasilkan
faktor keamanan pondasi yang sangat rendah. Oleh sebab itu maka
seorang insinyur pondasi harus selalu profesional dalam
pengertian, bekerja secara cermat memperhitungkan segala
sesuatunya dengan benar, dan mampu mempertanggung jawabkan
hasil perencanaannya tanpa bisa dipaksakan oleh kepentingan
penghematan finansial oleh pihak pemilik.

1.4. Kriteria Pondasi Dangkal

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian klasifikasi


pondasi bahwa pondasi dangkal menyalurkan beban ke lapisan
dekat permukaan, yang ditempatkan pada kedalaman yang
dangkal. Menurut Terzaghi (1943) bahwa suatu pondasi dikatakan
dangkal jika dimensi terkecil (biasanya lebar B) dari dasar struktur
sama dengan atau lebih besar dari kedalaman pondasi Df. Akan
tetapi menurut Braja M.Das (2011), bahwa kriteria ini masuk akal
hanya untuk pondasi dangkal normal, akan tetapi tidak memuaskan
untuk pondasi sempit atau sangat lebar. Oleh karena itu beberapa
peneliti telah menyarankan bahwa Df bisa sebesar 3-4B, yang mana
Df adalah jarak vertikal dari permukaan tanah ke tingkat di mana
bagian bawah dasar struktural berada. Level kedalaman dasar
struktur ini biasanya dikenal sebagai level pondasi. Akan tetapi
penentuan kriteria semacam ini masih memberikan kebingungan
dalam penentuan tipe pondasi yang memiliki kondisi dimensi
dengan Df > 3-4B, namun tidak memiliki tahanan kulit (skin friction).

12 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Ada pula beberapa ahli yang menyatakan bawah pondasi
dangkal adalah yang ditemukan di dekat permukaan tanah, yang
umumnya memiliki kriteria dimana kedalaman pondasi (Df) kurang
dari lebar pondasi (B), dan kurang dari 3 m. Kriteria ini akan
membingungkan para perencana untuk menentukan tipe pondasi
dengan B < Df < 3 m atau yang terjadi bahwa B > Df > 3 m.
Demikian pula ada kriteria lain yang menyatakan bahwa jika
kedalaman dasar pondasi dari muka tanah adalah kurang atau sama
dengan lebar pondasi (Df ≤ B), maka disebut Pondasi Dangkal, dan
jika kedalaman pondasi dari muka tanah adalah lebih dari lima kali
lebar pondasi (Df > 5B), maka disebut Pondasi Dalam. Kriteria ini
akan menimbulkan kebingungan untuk menentukan tipe pondasi
dengan B < Df < 5B.
Penetapan kriteria pondasi dangkal yang terlihat rancuh
seperti yang diuraikan di atas, cukup membingungkan para
perencana pondasi di dalam menentukan tipe dan jenis pondasi
yang dirancangnya. Penentuan tipe pondasi semacam ini terkait
dengan pemilihan formula yang akan diterapkan di dalam
perancangan pondasi, baik untuk formula daya dukung, stabilitas,
maupun penurunan pondasi.
Oleh karena itu penulis menyarankan suatu kriteria yang
dapat dipertimbangkan untuk menjadi pedoman di dalam
menentukan jenis dan tipe pondasi yang dirancang oleh para
perencana pondasi (foundation engineer). Yaitu bahwa kriteria
pondasi dangkal adalah pondasi yang ditempatkan dengan
melakukan pemindahan tanah/batuan (earth moving), baik
berupa penggalian maupun urugan kembali, sehingga mobilisasi
tahanan kulit (skin frection) sangat kecil dan harus diabaikan.
Dengan demikian maka pada perancangan pondasi dangkal,
daya dukung pondasi hanya memperhitungkan daya dukung dasar

Rekayasa Pondasi Dangkal | 13


pondasi (end bearing), karena pondasi dangkal tidak memiliki daya
dukung kulit. Kriteria ini sangat memudahkan para perencana untuk
menentukan batasan antara pondasi dangkal dan pondasi dalam.
Sebagai contoh pada jenis pondasi sumuran, sering menimbulkan
kebingungan bagi para perencana untuk menentukan apakah
merupakan pondasi dangkal atau pondasi dalam. Dengan kriteria di
atas maka penentuan tipe pondasi sumuran yang ditempatkan
dengan melakukan ekskapasi tanah sebelum menempatkan casing
sumuran, dikategorikan sebagai “pondasi dangkal”. Sedangkan
pondasi sumuran yang dimasukkan ke dalam lapisan tanah melalui
tekanan, dimana tidak dilakukan gangguan pada lapisan tanah yang
berada di luar casing sehingga terjadi mobilisasi tahanan kulit pada
dinding luar sumuran, maka pondasi sumuran semacam itu
dikategorkan sebagai “pondasi dalam”.

1.5. Tekanan Tanah di bawah Pondasi


Permasalahan tekanan tanah yang mendukung pondasi
dangkal sangat penting diperhatikan, terutama yang meliputi :
1) Tekanan Kontak dan Bidang Kontak Penurunan (Contact
Pressure and Contact Settlement).
2) Tekanan Kontak di bawah Beban Eksentris (Contact Pressure
under Eccentrically Loaded).
Kedua hal ini sangat mempengaruhi kapasitas daya dukung
dan penurunan yang akan terjadi pada setiap pondasi. Untuk lebih
memahami kedua hal ini berikut akan diuraikan penjelasannya
sebagai berikut :
1.5.1. Tekanan Kontak dan Bidang Kontak Penurunan
Tekanan vertikal pada permukaan kontak antara dasar
pondasi dan bahan dasarnya (tanah atau batuan) disebut tekanan

14 | Rekayasa Pondasi Dangkal


kontak (contact pressure), dan induksi penurunan yang terjadi
disebut bidang kontak penurunan (contact settlement).
Distribusi tekanan kontak dan bidang kontak penurunan di
bawah pondasi dangkal yang dibebani secara simetris merupakan
fungsi dari jenis bahan dasar, konsistensi atau densitas, dan kualitas
dari tanah atau batuan sebagai lapisan pendukung pondasi, serta
kekakuan relatif dari bahan dasar dan pondasi. Untuk kasus pondasi
dengan kekakuan terbatas, yaitu pondasi lentur sempurna atau
pondasi kaku sempurna, maka distribusi tekanan kontak dan bidang
kontak penurunan untuk tanah tak kohesi (pasir) dan tanah kohesif
(lempung), adalah sebagai berikut:
1) Untuk pondasi lentur (flexible footings) yang memikul beban
yang terdistribusi secara merata di atas permukaan tanah
tanpa kohesi (non-cohesive), dapat dilihat seperti pada
gambar berikut :

Gambar 1.2. Distribusi tekanan kontak dan bidang kontak


penurunan di bawah pondasi fleksibel yang dibebani seragam
bertumpu pada tanah non-cohesive.
Pada gambar di atas, terlihat bahwa distribusi tekanan kontak
yang terjadi seragam, sedangkan bidang kontak penurunan
tidak seragam. Tepi luar pondasi mengalami penurunan yang
relatif besar dibandingkan dengan yang di tengah, seperti
yang ditunjukkan oleh kurva putus-putus. Di bawah pusat
pondasi penurunannya kecil, karena tanah segera mengem-

Rekayasa Pondasi Dangkal | 15


bangkan kekuatan dan kekakuan setelah menerima beban
dari pondasi.
2) Untuk pondasi kaku (rigid footings) yang bertumpu pada
permukaan tanah tanpa kohesi (non-cohesive), penurunan
yang terjadi adalah seragam. Pada tanah tanpa kohesi, agar
penurunan seragam dapat terjadi, harus ada tekanan yang
relatif besar di bawah pusat dan tidak ada tekanan di tepi
pondasi. Kondisi lain yang memungkinkan terjadi penurunan
yang seragam adalah jika tekanan rata-rata relatif kecil atau
jika lebar pondasi telapak besar, sehingga distribusi tekanan
yang tidak seragam agak lebih merata di atas bagian tengah
pondasi. Untuk menggambar kedua kondisi ini dapat dilihat
pada gambar berikut :

Gambar 1.3. Bidang kontak penurunan kontak dan distribusi tekanan


di bawah pondasi kaku di permukaan tanah (a) Beban Titik di Pusat
Pondasi, (b) Lebar Pondasi Besar.

3) Untuk pondasi kaku yang ditempatkan di dalam lapisan tanah


tanpa kohesi di bawah permukaan tanah, terdapat beberapa
kekuatan di bawah tepi pondasi, oleh karena itu tekanan di
tepi pondasi tidak nol. Untuk menggambarkan kondisi ini
dapat ditunjukkan pada gambar berikut :

16 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Gambar 1.4. Bidang kontak, penurunan kontak dan distribusi
tekanan di bawah pondasi kaku di bawah permukaan tanah
(ada galian)

Sedangkan untuk pondasi yang sangat kaku di atas pasir,


distribusi tekanan kontak akan lebih mirip fenomenanya
dengan yang terjadi pada pondasi kaku di tanah kohesif.
Selanjutnya untuk jenis pondasi lentur (flexible footings) yang
berada di atas lapisan tanah kohesif, dan menerima beban
seragam, maka distribusi tekanan kontak yang terjadi seragam,
tetapi bidang kontak penurunan yang terjadi menunjukkan pola
piringan (dish pattern) dengan penurunan maksimum terjadi di
bagian tengah pondasi. Hal ini disebabkan karena tegangan yang
lebih besar terjadi di bawah pusat pondasi (bagian tengah),
sehingga menyebabkan regangan tekan yang lebih besar di area
tersebut. Gambaran kondisi semacam ini dapat diperlihatkan pada
gambar berikut :

Rekayasa Pondasi Dangkal | 17


Gambar 1.5. Distribusi tekanan kontak dan bidang kontak penurunan
di bawah pondasi lentur pada permukaan tanah yang sangat kohesif

Untuk pondasi kaku yang berada di atas lapisan tanah yang


sangat kohesif, bidang kontak penurunan yang terjadi seragam,
sedangkan distribusi tekanan kontak tidak seragam. Tekanan
kontak yang terjadi jauh lebih besar di tepi daripada di tengah.
Kondisi ini dapat diperlihatkan pada gambar berikut :

Gambar 1.6. Distribusi tekanan kontak dan bidang kontak penurunan


di bawah pondasi kaku pada permukaan tanah yang sangat kohesif.

18 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Dalam teori elastisitas, untuk bahan elastis dengan kekuatan
tak terbatas, penggambaran distribusi tekanan kontak ditunjukkan
dengan kurva putus-putus panjang yang menunjukkan tegangan tak
terbatas pada tepi pondasi. Akan tetapi sebenarnya tegangan tak
terbatas tidak dapat terjadi tanah pendukung pondasi, akan tetapi
memang tegangan yang terjadi di tepi mungkin jauh lebih besar
daripada di pusat.
Dalam prakteknya, pondasi telapak (spread footings)
biasanya memiliki kekakuan dari tingkat menengah sampai sangat
tinggi, sehingga distribusi tekanan kontak yang sebenarnya tidak
seragam. Sehingga analisis daya dukung dan penurunan serta
desain struktur pondasi berdasarkan distribusi tersebut akan sangat
kompleks. Oleh karena itu, merupakan praktik umum untuk
menggunakan asumsi bahwa tekanan kontak yang terdistribusi
secara merata di bawah pondasi telapak yang dibebani terpusat,
seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 1.7. Asumsi distribusi tekanan kontak seragam di bawah


pondasi telapak (spread footings)

Hasil dari beberapa pengukuran di lapangan menunjukkan


bahwa penyederhanaan dalam desain pondasi telapak tidak
menimbulkan kesalahan yang serius, dan asumsi tersebut di atas
dapat dianggap memadai. Namun, setelah desain disiapkan atas
dasar ini, disarankan agar para perancang dapat meninjau dan

Rekayasa Pondasi Dangkal | 19


memperkuatnya di lokasi di mana distribusi tekanan kontak yang
aktual memberikan nilai yang lebih besar daripada yang diberikan
oleh distribusi tekanan kontak yang diasumsikan. Oleh karena itu
baja tulangan tambahan diperlukan untuk memikul momen yang
lebih besar.
Pada pondasi rakit (raft foundation), masalah distribusi
tekanan kontak dan deformasi sangat berbeda dengan masalah
yang terjadi pada pondasi telapak. Biasanya pada pondasi rakit
memiliki rasio ketebalan terhadap lebar yang jauh lebih kecil, dan
dengan demikian lebih fleksibel daripada pondasi telapak. Oleh
karena itu, asumsi kekakuan tidak diperlukan di dalam perancangan
pondasi rakit. Jika asumsi distribusi tekanan kontak yang terjadi
berbentuk linier, hal itu kemungkinan salah kecuali bahan
pendukungnya adalah lumpur atau gambut atau tanah lunak. Di
area dengan beban berat, seperti kolom dan dinding maka rakit
akan mengalami penurunan yang lebih besar daripada di lokasi
dengan beban yang relatif ringan karena tekanan di bawah zona
beban berat akan lebih besar pula. Penyebaran tekanan kontak di
bawah pondasi rakit seperti yang digambarkan berikut :

Gambar 1.8. Distribusi tekanan kontak di bawah pondasi rakit

Gambar di atas menunjukkan bahwa distribusi tekanan


kontak di bawah pondasi rakit yang bertumpu pada batuan dasar

20 | Rekayasa Pondasi Dangkal


yang kuat, maka beban kolom ditransmisikan ke batuan pada area
yang relatif kecil langsung di bawah kolom (Gambar-a). Sedangkan
pondasi rakit yang bertumpu pada tanah kaku, beban kolom
didistribusikan ke tanah pendukung di area yang lebih luas
(Gambar-b). Dan pondasi rakit yang bertumpu pada tanah lunak
mendekati bentuk distribusi planar (Gambar-c).
1.5.2. Tekanan Kontak di bawah Beban Eksentris
Untuk beberapa kasus tertentu, seperti pada pondasi dinding
penahan tanah, atau pondasi yang dikenai beban eksentrik,
resultan dari semua beban dan momen yang bekerja sering berada
di luar pusat area dasar pondasi. Biasanya, kondisi pembebanan
semacam ini disebabkan dari beban vertikal eksentrik (atau
resultan dari beban vertikal), atau dari beban konsentris ditambah
momen dalam satu arah atau lebih. Secara umum, setiap kombinasi
beban vertikal dan momen dapat diwakili oleh beban vertikal yang
digeser ke lokasi fiktif (titik imajiner) dengan eksentrisitas (e), relatif
terhadap pusat massa dari area dasar, seperti yang ditunjukkan
pada gambar berikut :

Gambar 1.9. Pondasi Telapak yang Memikul Beban Eksentris

Jarak titik eksentrisitas tersebut dapat dihitung sebagai berikut:


1) Untuk pondasi dengan kolom dan pelat kaku yang menerima
beban vertikal eksentrik tanpa momen,

Rekayasa Pondasi Dangkal | 21


Vxev
e= ................................................................... (1.1)
V + Wf

2) Untuk pondasi telapak yang menerima beban vertikal


eksentrik tanpa momen,
V 
 .ev
e= L ..................................................... (1.2)
( )
V + Wf 
L  L

3) Untuk pondasi dengan kolom dan pelat kaku yang menerima


beban vertikal konsentris dengan momen,
M
e= ................................................................... (1.3)
V + Wf

4) Untuk pondasi telapak yang menerima beban vertikal


konsentris dengan momen,
M 
 
e=  L ...................................................... (1.4)
( )
V + Wf 
L  L

Yang mana :
e = eksentrisitas dari beban vertikal yang dihasilkan
V = beban vertikal yang diterapkan
ev = eksentrisitas beban vertikal yang diterapkan
M = momen total yang diterapkan
Wf = berat pondasi
L = panjang pondasi menerus

Tekanan kontak di bawah pondasi telapak persegi panjang


yang dibebani secara eksentris dapat digambarkan berikut :

22 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Gambar 1.10. Tekanan kontak di bawah pondasi telapak persegi
panjang dibebani secara eksentris dengan jarak kern B/6 dan L/6

Beban eksentris yang bekerja pada pondasi dangkal akan


menghasilkan distribusi tekanan kontak yang tidak seragam di
bawah pondasi. Untuk tujuan desain praktis, distribusi tekanan
kontak biasanya diasumsikan linier, seperti yang ditunjukkan pada
gambar (a) di atas. Tekanan kontak dihitung dengan
mengasumsikan aksi elastis linier dalam tekan, melintasi bidang
kontak antara pondasi dan tanah. Eksentrisitas dari resultan beban
R yang lebih besar dari B/6 atau L/6 seperti yang diperlihatkan pada
gambar (b) di atas, akan menyebabkan sebagian pondasi akan
terangkat dari tanah (yaitu tanah dalam tarik), karena bidang
kontak (interface) tanah-pondasi tidak dapat menahan tegangan.
Dimensi B dan L masing-masing adalah lebar dan panjang
sebenarnya dari permukaan dasar pondasi. Untuk pondasi persegi
panjang, jarak B/6 dan L/6 disebut jarak kern.
Resultan beban yang diterapkan di dalam kern, yaitu area
yang diarsir pada gambar (b), akan menyebabkan kompresi di
seluruh area di bawah pondasi, dan tekanan kontak (q) di bawah

Rekayasa Pondasi Dangkal | 23


pondasi telapak kaku dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan lentur umum berikut :
R My Mx
q=  .x  . y ................................................ (1.5)
A Iy Ix

Yang mana :
q = tekanan kontak yang terdistribusi di dasar pondasi.
Ix = momen inersia penampang dasar pondasi terhadap
sumbu-x
Iy = momen inersia penampang dasar pondasi terhadap
sumbu-y
x = jarak dari titik beban ke sumbu-y
y = jarak dari titik beban ke sumbu-x
Mx = momen akibat resultan beban (R) terhadap sumbu-y
My = momen akibat resultan beban (R) terhadap sumbu-x
Untuk pondasi persegi panjang dengan dimensi lebar (B) dan
panjang (L), maka persamaan di atas dapat dituliskan sebagai :
R  6e x 6e y 
q= 1    ............................................. (1.6)
B.L  B L 

Yang mana :
ex = eB = eksentrisitas R dalam arah-x (jarak R ke sumbu-y)
ey = eL = eksentrisitas R dalam arah-y (jarak R ke sumbu-x)
Hal yang perlu diperhatikan bahwa persamaan tersebut di atas
hanya berlaku jika :
 6eB 6eL 
    1,00 ..................................................... (1.7)
 B L 
Apabila resultan beban yang bekerja pada pondasi jatuh di
luar area kern, maka penerapan persamaan (1.5) maupun
persamaan (1.6) tidak akan dipenuhi. Namun, resultan reaksi tanah

24 | Rekayasa Pondasi Dangkal


tetap sama dan berlawanan arah dengan resultan R, seperti yang
ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 1.11. Tekanan kontak di bawah pondasi telapak yang dibebani


secara eksentris dengan resultan beban yang jatuh di luar kern.

Pada umumnya distribusi tekanan seperti yang digambarkan


di atas dimana R jatuh di luar kern tidak dapat diterima karena akan
membuat penggunaan beton untuk pondasi yang boros dan
cenderung membebani lapisan tanah pendukung. Oleh karena itu,
pondasi dengan beban dan/atau momen eksentris harus memiliki R
yang selalu berada di dalam kern. Untuk itu jika hal semacam itu
terjadi maka perencana perlu melakukan prancangan ulang.
Untuk tipe pondasi melingkar disyaratkan jarak kern adalah
r/4 dimana r adalah jari-jari dari luas alas lingkaran, seperti yang
ditunjukkan pada gambar berikut :

Rekayasa Pondasi Dangkal | 25


Gambar 1.12. Tekanan kontak di bawah pondasi telapak melingkar
yang menerima beban secara eksentris

r  R  4e 
Untuk e  ; maka q =  1   ; dimana A = πr2 ...... (1.8)
4  A  r 

r R
Untuk e  ; maka q maks = k .  ..................................... (1.9)
4  A
Nilai konstanta (k) dapat dilihat pada tabulasi di bawah ini :
Tabel 1.1. Nilai konstanta (k)
e/r 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75 0,80 0,90
k 2,00 2,20 2,43 2,70 3,10 3,55 4,22 4,92 5,90 7,20 9,20 13,0 80,0

1.6. Tegangan Vertikal dalam Massa Tanah akibat Beban


Pondasi
Di dalam rekayasa pondasi pengetahuan tentang tegangan
pada suatu titik di dalam suatu massa tanah diperlukan, untuk
analisis penurunan pondasi, analisis stabilitas massa tanah, dan
penentuan tekanan tanah. Tegangan dalam deposit tanah
disebabkan oleh berat tanah itu sendiri, yang dapat disebut
tegangan geostatik, dan karena beban eksternal yang bekerja

26 | Rekayasa Pondasi Dangkal


seperti pada beban pondasi, sehingga tegangan geostatik juga bisa
disebut tegangan induksi. Dalam masalah rekayasa tanah dan
pondasi, tegangan geostatik cukup signifikan, dan tidak seperti
banyak masalah di dalam bidang teknik sipil lainnya, dimana
tegangan akibat berat sendiri relatif kecil, seperti dalam desain
superstruktur baja. Dalam massa tanah yang dibebani, tegangan
normal () dan tegangan geser () akan terjadi. Tegangan horizontal
normal biasanya dituliskan dengan variabel x dan y , dan
tegangan vertikal normal dinyatakan oleh z. Tegangan normal,
pada kenyataannya, hampir selalu berupa tegangan tekan. Para
insinyur dalam bidang rekayasa geoteknik biasanya menotasikan
tegangan tekan adalah positif (+), sedangkan tegangan tarik adalah
negatif (-).
Dalam rekayasa pondasi tegangan induksi yang sangat
penting diperhatikan adalah tegangan geostatik tekan pada arah
vertikal (z). Tegangan total vertikal z dan tegangan efektif ’z
pada kedalaman z di bawah permukaan tanah dapat dihitung
sebagai berikut :
z = .z ............................................................................. (1.10)

’z = z – u = ’.z ............................................................... (1.11)

Yang mana :
u = tekanan air pori tanah
 = berat satuan total rata-rata tanah
’ = berat satuan efektif.
Pada umumnya berat satuan dari lapisan tanah alami
meningkat seiring dengan peningkatan kedalaman yang
diakibatkan oleh berat tanah yang ada di atasnya. Oleh karena itu,
berat satuan tanah tidak dapat dianggap konstan, sehingga
tegangan vertikal geostatik dapat dinyatakan sebagai :

Rekayasa Pondasi Dangkal | 27


Z
 Z =   .d Z .................................................................... (1.12)
0

Untuk tanah berlapis dengan berat satuan yang bervariasi,


tegangan vertikal dapat dinyatakan sebagai :
 Z =  1 z1 +  2 z 2 + ....... +  n z n =   .z .............. (1.13)

Beberapa kondisi beban pondasi yang mempengaruhi


tegangan vertikal di dalam lapisan tanah pendukung akan diuraikan
selanjutnya.
1.6.1. Tegangan Vertikal Akibat Beban Terkonsentrasi
Tegangan normal dan tegangan geser pada suatu titik di
dalam massa tanah homogen, isotropik dan elastis semi tak
berhingga, akibat beban titik terpusat pada permukaan massa, akan
meningkatkan tegangan vertikal (z) pada setiap titik A karena
adanya beban titik terpusat di permukaan (V). Hal ini dijabarkan
oleh Boussinesq (1883), seperti yang digambarkan berikut ini :

Gambar 1.13. Tegangan pada titik A dengan kedalaman z di bawah


permukaan tanah akibat beban titik.
Peningkatan tegangan vertikal z pada setiap titik A akibat
beban titik permukaan (V), dapat dituliskan sebagai berikut :

28 | Rekayasa Pondasi Dangkal


3V 1 3V
Z = = .(I ) ........................ (1.14)
2

2 .z 1 + (r / z )2 5/ 2
2 .z 2

1
I=
1 + (r / z ) 
............................................................ (1.15)
2 5/ 2

Yang mana :
V = beban terpusat
I = faktor pengaruh Boussinesq
z = kedalaman titik A dari permukaan.
r = jarak titik A ke sumbu garis kerja beban terpusat.
Persamaan di atas secara umum dikenal persamaan Boussinesq.
Untuk beberapa titik yang berbeda, akan memberikan nilai
tegangan vertikal z yang berbeda dengan kedalaman z yang
bervariasi, dan r = 0, diilustrasikan pada gambar berikut :

Gambar 1.14. Variasi tegangan vertikal z akibat beban titik.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 29


Pada gambar di atas, kurva pada sisi kiri menunjukkan variasi
z dengan z pada titik sepanjang garis gaya beban titik V bekerja
(r = 0). Sedangkan pada sisi kanan gambar menunjukkan variasi z
dengan tiga kedalaman titik (z) yang berbeda. Akan tetapi dalam hal
ini gambaran tegangan-tegangan vertikal di atas tidak termasuk
tegangan-tegangan vertikal akibat berat sendiri dari tanah penutup
(overburden soil).
1.6.2. Tegangan Vertikal Akibat Beban Garis
Berdasarkan teori Boussinesq yang telah dijelaskan di atas
dapat digunakan untuk menjabarkan tegangan vertikal dalam
massa tanah akibat beban garis vertikal.

Gambar 1.15. Tegangan vertikal akibat beban garis dengan panjang


tak terhingga

Pada gambar di atas menunjukkan beban garis dengan


panjang tak hingga yang memiliki intensitas V per satuan Panjang,
yang bekerja pada permukaan massa tanah yang semi tak hingga.
Peningkatan tegangan vertikal (z) yang terjadi pada titik A yang
terletak pada kedalaman (z) dengan jarak dari sumbu beban (x),
dapat dituliskan sebagai berikut :
2V z3
Z = ........................................................ (1.16)
 (x 2 + z 2 )2

30 | Rekayasa Pondasi Dangkal


1.6.3. Tegangan Vertikal Akibat Beban Terbagi Rata
Berbagai kondisi dan bentuk beban terbagi rata yang bekerja
pada struktur pondasi dangkal dapat diperlihatkan pada gambar
berikut :

Gambar 1.16. (a, b) Tegangan vertikal akibat beban terbagi rata dengan
panjang tak terhingga. (c) Tegangan vertikal akibat beban segitiga
dengan panjang tak terhingga
Pada gambar (a) di atas, tegangan vertikal di titik A akibat
beban terbagi rata per satuan luas (q) yang bekerja pada bidang
jalur fleksibel dengan lebar B dan panjang tak hingga, diberikan
dalam sudut  dan sudut , dengan formula sebagai berikut :
q
 Z =  + sin  cos( + 2 ) ...................................... (1.17)

Rekayasa Pondasi Dangkal | 31


Tegangan vertikal pada titik-titik di bawah pusat pondasi,
seperti yang terlihat di titik A pada gambar (b), dituliskan dengan
formula sebagai berikut :
q
 Z =  + sin   ........................................................... (1.18)

Tegangan vertikal pada titik A akibat beban segitiga yang
meningkat secara linier dari nol ke q pada bidang pondasi dengan
lebar B dan panjang tak terhingga, diberikan dalam sudut  dan
sudut , dengan formula sebagai berikut :
qx 1 
Z =   − sin 2  ................................................ (1.19)
 B 2 
Apabila titik yang ditinjau terletak di dalam lebar B di bawah
area yang dibebani, maka nilai  negatif.
1.6.4. Tegangan Vertikal Akibat Beban Terbagi Rata Lingkaran
Bentuk distribusi tegangan vertical pada lapisan tanah yang
memikul beban terbagi rata lingkaran dapat diperlihatkan pada
gambar berikut :

Gambar 1.17. Tegangan vertikal di bawah pusat area melingkar dengan


beban terbagi rata.

32 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Dari gambar di atas terlihat bahwa tegangan-tegangan yang
terjadi pada suatu titik akibat beban terbagi rata lingkaran dengan
intensitas q dapat diperoleh dengan membagi luasan yang dibebani
menjadi banyak elemen kecil, masing-masing dengan luas dA dan
beban terpusat kecil di pusatnya sama dengan :
dV = q.dA ......................................................................... (1.20)

Selanjutnya berdasarkan persamaan Boussinesq yang


menjabarkan tegangan vertikal akibat beban titik terpusat, maka
tegangan vertikal di titik A akibat dV adalah :
3( dV ) 1 3q 1
d Z = =
   
.dA ... (1.21)
2 2 5/ 2 2 2 5/ 2
2 .z 2 . z
1 + (r / z ) 1 + (r / z )

Sehingga selanjutnya peningkatan tegangan vertikal (z)


pada titik A dapat dijabarkan dengan mengintegrasikan persamaan
di atas. Jika kita mempertimbangkan tegangan vertikal pada setiap
kedalaman z di bawah pusat area yang dibebani dengan radius R,
maka dapat dituliskan sebagai berikut :
2 R
3q 1
Z =
2  z
0 0
2
1 + (r / z )  2 5/ 2
.r.d .dr ......................... (1.22)

Yang mana :
r.dθ.dr = dA
Dengan menyelesaikan persamaan integral di atas dengan
memasukkan nilai-nilai batas integralnya, maka akan diperoleh
persamaan berikut :

 1 

 Z = q.1 − 3/ 2 
= q.I c ................................ (1.23)

 1 + (R / z )  2


Persamaan di atas dapat digunakan secara langsung untuk
memperoleh tegangan vertikal pada kedalaman z di bawah pusat

Rekayasa Pondasi Dangkal | 33


pondasi lingkaran yang lentur yang memikul beban yang terbagi
rata dengan radius R. Faktor pengaruh (Ic) merupakan fungsi dari
rasio R/z. Untuk nilai R/z yang dipilih, nilai I c dapat dengan mudah
dihitung dan ditabulasi, atau dapat pula diperoleh dari rasio 2R/z
yang kemudian diplot pada kurva factor pengaruh yang
digambarkan seperti dibawah ini.

Gambar 1.18. Kurva Faktor Pengaruh Ic untuk menghitung tegangan


vertikal di bawah pusat akibat beban terbagi rata lingkaran

1.6.5. Tegangan Vertikal Akibat Beban Terbagi Rata Persegi


Panjang
Untuk mengetahui peningkatan tegangan vertikal yang
terjadi pada kedalaman z di bawah pondasi lentur yang memikul

34 | Rekayasa Pondasi Dangkal


beban merata persegi Panjang, dapat diperoleh dengan
menggunakan teknik integrasi dari persamaan Boussinesq. Hal ini
dapat digamabrkan seperti yang diperlihat di bawah ini.

Gambar 1.19. Tegangan vertikal (z) pada kedalaman z di bawah sudut


yang memikul beban merata persegi panjang

Dari gambar di atas dapat dituliskan bahwa luas elemen dA =


dx dy pada area persegi panjang yang dibebani. Jika beban per
satuan luas adalah q, maka beban total pada luas elemen adalah :
dV = q. A = q.dx.dy .......................................................... (1.24)

Beban elemen dV ini dapat diperlakukan sebagai beban titik


yang menyebabkan peningkatan tegangan vertikal dσz di titik A.
Dengan demikian Persamaan Boussinesq dari beban titik tersebut
dapat ditulis sebagai berikut :
3V z3
Z = ...................................................... (1.25)
(
2 r 2 + z 2 )5/ 2

Yang mana r2 = x2+ y2, maka persamaan untuk beban titik elemen
tersebut dapat ditulis sebagai berikut :

Rekayasa Pondasi Dangkal | 35


3.q(dx.dy ) z3
d Z = ............................... (1.26)
2 (
x2 + y2 + z2 ) 5/ 2

Nilai z di titik A yang dipengaruhi oleh beban persegi panjang


dari luasan yang berdimensi B x L, maka tegangan vertikal yang
terjadi dapat diperoleh dengan mengintegrasikan persamaan di
atas sebagai berikut :
L B
3.q(dz.dy).z 3
Z =  
y =0 x =0 2 (x 2 + y 2 + z 2 )
5/ 2
= q.I r ......................... (1.27)

Faktor pengaruh Ir merupakan fungsi dari dua variabel yakni m dan


n, yang mana :
B L
m= dan n = ......................................................... (1.28)
z z
Dengan demikian dari kedua persamaan di atas jelas bahwa
setiap besaran kedalaman z, tegangan vertikal (z) hanya
bergantung pada rasio m dan n dan intensitas beban permukaan q,
karena Ir hanya ditentukan oleh nilai rasio m dan n.
Bervariasinya nilai Ir tergantung pada m dan n, yang mana
variable tersebut diperlukan untuk menghitung tegangan vertikal
(z) yang terjadi di bawah sudut area yang menerima beban terbagi
rata persegi panjang.
Dalam penerapan persamaan tegangan vertical pada kondisi
pembebanan seperti ini, dapat digunakan grafik Fadum (1948),
gambar 1.20, dimana pada grafik tersebut nilai Ir, tertulis dengan
notasi Igr. Selain itu nilai Ir, dapat pula diambil dari tabel Newmark
(1935) seperti yang disajikan pada tabel berikutnya.

36 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Gambar 1.20. Grafik Nilai Ir (Igr) dari Fadum (1948)

Rekayasa Pondasi Dangkal | 37


Tabel 1.2. Tabel Nilai Ir dari Newmark (1935)

38 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Tabel Nilai Ir (lanjutan tabel 1.2)

Selanjutnya untuk mendapatkan nilai tegangan vertikal pada


suatu titik yang tidak terletak di bawah sudut, dapat digunakan
persamaan (1.27) di atas. Area persegi panjang, yang membawa
tekanan seragam q, dibagi menjadi empat persegi panjang
sedemikian rupa sehingga setiap persegi panjang memiliki sudut
pada titik di mana tegangan vertikal diperlukan. Selanjutnya
digunakan prinsip superposisi digunakan untuk menentukan
tegangan vertikal pada titik tersebut, seperti yang digambarkan
berikut ini.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 39


Gambar 1.21. Tegangan vertikal di bawah luasan persegi panjang yang
memikul beban terbagi rata.

Pada gambar (a) di atas menunjukkan letak titik P pada area


persegi panjang yang menerima beban terbagi rata EFGH. Persegi
panjang ini dibagi menjadi empat persegi panjang yang lebih kecil
yaitu EIPL, IFJP, PJGK dan LPKH. Persegi panjang (kecil) ini masing-
masing memiliki faktor pengaruh I1, I2, I3 dan I4. Tegangan vertikal
pada titik A dengan kedalaman z di bawah titik P akibat beban
terbagi rata bekerja pada luasan persegi panjang EFGH adalah :
 Z = q.(I1 + I 2 + I 3 + I 4 ) .................................................. (1.29)

Pada gambar (b) di atas menunjukkan letak titik P di luar


daerah yang dibebani EFGH. Selanjutnya dalam hal ini, EIPJ adalah
persegi panjang yang digambar sedemikian rupa sehingga titik P

40 | Rekayasa Pondasi Dangkal


adalah salah satu titik sudut. Oleh karena itu, tegangan vertikal
pada titik A dengan kedalaman z di bawah titik P akibat beban
terbagi rata bekerja pada luasan persegi panjang EFGH adalah :
 Z = q.(I1 − I 2 − I 3 + I 4 ) .................................................. (1.30)

Yang mana :
I1 = Pengaruh pada persegi panjang EIPJ.
I2 = Pengaruh pada persegi panjang FIPL.
I3 = Pengaruh pada persegi panjang HKPJ.
I4 = Pengaruh pada persegi panjang GKPL.
Nilai I1, I2, I3, I4 ; dapat dibaca pada Grafik Fadum atau diambil
dari Tabel Newmark.
Selanjutnya pada gambar (c) di atas menunjukkan letak titik P
yang terletak di tepi area yang dibebani EFGH. Untuk mencari
tegangan vertikal pada titik A dengan kedalaman z di bawah titik P,
luas tersebut dibagi menjadi dua persegi panjang yang lebih kecil
EFPJ dan JPGH. Sehingga didapat :
 Z = q.(I1 + I 2 ) ................................................................. (1.31)

Yang mana :
I1 = Pengaruh pada persegi panjang EFPJ.
I2 = Pengaruh pada persegi panjang JPGH.
1.6.6. Metode 2V : 1H
Ada juga cara untuk menghitung tegangan vertikal di bawah
beban terbagi rata dengan metode perkiraan, yang disebut sebagai
metode 2V : 1H. Metode ini digunakan untuk memperkirakan
tegangan vertikal yang disebabkan oleh beban pondasi, seperti
yang digambarkan di bawah ini.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 41


Gambar 1.22. Metode 2V : 1H, Metode Perkiraan Distribusi Tegangan
Vertikal di bawah Beban Merata Persegi Panjang.

Dalam metode ini, beban pondasi diasumsikan menyebar di


dalam tanah pendukung dengan kemiringan dua arah vertikal dan
satu ke arah horizontal. Akan tetapi karena metode ini hanya
memberikan nilai tegangan vertikal dalam bentuk perkiraan kasar,
maka metode ini tidak banyak digunakan para perencana pondasi.
Pada penerapan metode ini, beban vertikal V didistribusikan
sebagai beban merata (q) yang bekerja di atas area pembebanan
seluas B × L , akan menyebabkan peningkatan tekanan z yang
terjadi pada kedalaman z, dengan luasan area yang menerima
tekanan tersebut memiliki dimensi yang lebih besar yakni lebarnya
= (B + z) dan panjang = (L + z). Sehingga didapatkan :
V BxL
Z = ;...atau.... Z = q. .......... (1.32)
(B + z )(L + z ) ) (B + z )(L + z )
Penerapan metode 2V : 1H ini, menurut Bowles (2001) cukup
baik dibandingkan dengan metode teoretis yang menganggap nilai
z sama dengan B, yang diberlakukan sampai pada kedalaman z
42 | Rekayasa Pondasi Dangkal
antara B sampai 4B, akan tetapi digunakan untuk nilai z antara 0
dan nilai B.
1.6.7. Metode Bagan Newmark untuk Menentukan Tegangan
Vertikal
Dari persamaan tegangan vertikal yang telah dituliskan
sebelumnya, yakni :

 1 

 Z = q.1 − 3/ 2 
= q.I c ................................ (1.33)

 1 + (R / z )  2


Dapat disederhanakan yang dapat ditulis dalam bentuk
berikut:
−2 / 3
R   
= 1 − z  − 1 ..................................................... (1.34)
z  q 

Yang mana :
R/z = ukuran relatif dari area melingkar yang menerima beban
merata (besaran non-dimensi)
z/q = rasio tekanan unik pada elemen tanah dengan
kedalaman z (besaran non-dimensi)
Selanjutnya nilai R/z yang sesuai dengan berbagai rasio
tekanan dapat dihitung dan ditabulasi, seperti yang ditunjukkan di
bawah ini :
Tabel 1.3. Nilai R/z berdasarkan nilai z/q

z/q 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0.9 1,0

R/z 0,000 0.270 0.400 0.518 0.637 0.766 0.918 1.110 1.387 1.908 

Berdasarkan nilai R/z dan z/q di atas, selanjutnya Newmark


(1942) mengembangkan Teori Boussinesq sehingga menghasilkan
suatu diagram pengaruh, yang dapat digunakan untuk menentukan
Rekayasa Pondasi Dangkal | 43
tekanan vertikal z di bawah titik x pada area yang lentur (flexible)
yang menerima beban merata dalam bentuk apa pun, seperti
diagram yang ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 1.23. Diagram pengaruh untuk menghitung tegangan vertikal


berdasarkan Teori Boussinesq (Newmark, 1942).

Diagram pengaruh berguna dalam kasus di mana akses ke


komputer tidak praktis dan ada beberapa pondasi dengan tekanan
kontak yang berbeda atau di mana pondasi berbentuk tidak
beraturan dan z diinginkan untuk sejumlah titik.
Diagram pengaruh terdiri dari lingkaran konsentris dan garis
radial (Gambar 1.23). Jari-jari lingkaran sama dengan nilai R/z,
sesuai dengan z/q = 0, 0,1, 0,2 … 1,0 (perhatikan bahwa pusat
lingkaran adalah z/q = 0, R/z = 0, dan untuk z/q = 1, R/z = , jadi
sembilan lingkaran ditampilkan). Satuan panjang untuk

44 | Rekayasa Pondasi Dangkal


menggambar lingkaran adalah panjang garis skala AB. Lingkaran
dibagi oleh beberapa garis radial yang berjarak sama. Nilai
pengaruh I bagan diberikan oleh 1/N, di mana N sama dengan
jumlah elemen dalam bagan. Pada grafik Gambar 23 di atas,
sebenarnya terdapat 200 elemen ; maka digunakan nilai pengaruh
I = 0,005.
Langkah-langkah prosedur untuk memperoleh tegangan
vertikal z pada titik di kedalaman z di bawah area yang menerima
beban merata dalam bentuk apa pun adalah sebagai berikut :
1) Tentukan kedalaman z di bawah area yang dibebani dengan
beban merata di mana tegangan vertikal diperlukan.
2) Plot denah area yang memikul beban pada kertas transparan
ke skala sedemikian rupa sehingga panjang garis skala AB
mewakili kedalaman z dimana tegangan vertikal z yang
dicari. Pada denah yang Digambar tersebut, selanjutnya
tentukan titik x, yang mana akan dapat ditentukan tegangan
vertikal z.
3) Tempatkan denah rencana pondasi tersebut di atas diagram
pengaruh, dengan titik x terletak di pusat diagram pengaruh.
4) Hitung jumlah elemen M yang ditempati oleh denah rencana
pondasi yang memikul beban tersebut.
5) Tegangan vertikal pada titik yang ditinjau akan diberikan oleh
persamaan berikut :
 Z = q.I .M ..................................................................... (1.35)

Yang mana :
q = beban terbagi rata
I = 0,005 (nilai pengaruh)
M = jumlah elemen yang ditempati oleh denah rencana
pondasi.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 45


1.6.8. Metode Tekanan Isobar untuk Menentukan Tegangan
Vertikal
Dengan menggunakan persamaan Boussinesq, maka
tegangan vertikal di bawah pondasi menerus (strip), persegi
panjang (rectangular) , bujur sangkar (square) dan lingkaran
(circuler) dapat dihitung. Sebagai contoh, hasil perhitungan untuk
pada pondasi bujur sangkar dan pondasi lingkaran yang memikul
beban merata dapat ditunjukkan pada gambar-gambar berikut :

Gambar 1.24. Isobar tekanan berdasarkan persamaan Boussinesq


untuk pondasi bujur sangkar dan pondasi menerus. Berlaku hanya di
sepanjang garis ab (dari pusat ke tepi dasar pondasi) (Bowles, 2001).

46 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Gambar 1.25. Kontur tegangan vertikal yang sama: (a) di bawah
pondasi menerus, (b) di bawah pondasi bujur sangkar (Knappett &
Craig, 2012)

Besarnya tegangan vertikal pada berbagai titik dalam suatu


massa tanah diberikan dalam bentuk tekanan kontak merata qo
pada Gambar 24 dan q pada Gambar 25. Pada gambar 24 garis
isobar memberikan nilai q/qo, dan tegangan vertikal diambil dari
nilai q. Garis isobar tekanan adalah garis tegangan vertikal yang
sama yang diperoleh dengan membangun profil tegangan vertikal
pada titik-titik tertentu di sepanjang lebar pondasi B dan titik-titik
interpolasi terhadap intensitas tegangan vertikal.
Konsep ini mengacu bahwa ukuran isobar tekanan
bergantung pada pilihan besaran tegangan yang diambil di mana
nilai tegangan lain dianggap berpindah dari nilai yang signifikan ke
nilai yang tidak berarti (diabaikan). Nilai tegangan vertikal dianggap
besarannya tidak berarti (diabaikan), ketika tegangan tersebut lebih
kecil dari 20% dari tekanan kontak merata pada permukaan
pembebanan, sehingga garis isobar (kontur tegangan) berlabel 0.2
pada Gambar 24, dan berlabel 0.2 q pada Gambar 25.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 47


Akan tetapi untuk pondasi lingkaran (circular footings) oleh
beberapa perencana mengambil zona isobar sampai pada nilai 0,1.
Zona di luar isobar tekanan ini diasumsikan memiliki tegangan
vertikal yang tidak berarti lagi sehingga dapat diabaikan.
Pemahaman tentang isobar tekanan ini sangat berguna untuk
menentukan pengaruh beban pondasi terhadap tegangan vertikal
pada berbagai titik dalam lapisan tanah sebagai lapisan pendukung.
Oleh karena isobar tekanan di dalam lapisan tanah memiliki efek
yang signifikan pada penurunan struktur. Juga, sangat penting
dalam eksplorasi bawah permukaan mengenai kedalaman pondasi,
kedalaman pengeboran, dan lain sebagainya.
1.6.9. Tegangan Vertikal Rata-rata Akibat Beban Terbagi Rata
Persegi Panjang
Nilai tegangan rata-rata dalam tanah akibat beban terbagi
rata persegi panjang, dari permukaan tanah hingga kedalaman
tertentu dapat dihitung dengan analisis seperti yang diillustrasikan
pada gambar 1.26.
Dari gambar 1.26, tegangan vertikal rata-rata, dengan batas
kedalaman z = 0 hingga z = H, di bawah sudut pondasi yang memikul
beban merata persegi Panjang, dapat dihitung sebagai berikut :
H
1
 Z ,av =
H  (q.I )dz =q.I
0
a ................................................ (1.36)

Yang mana :
Ia = faktor pengaruh Griffiths) :
B L
I a = f (m, n);....m = ... & ...n = ............................. (1.37)
H H

48 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Gambar 1.26. Tegangan vertikal rata-rata di bawah sudut pondasi
lentur yang memikul beban merata persegi panjang.

Selanjutnya oleh Griffiths (1984) digambarkan kurva


hubungan antara Ia dengan m dan n yang ditunjukkan pada gambar
berikut :

Gambar 1.27. Faktor pengaruh Griffith (Ia)

Rekayasa Pondasi Dangkal | 49


Apabila lapisan tanah pendukung yang menerima distribusi
tegangan dari beban merata pondasi, maka tegangan vertikal rata-
rata di bawah sudut pondasi lentur yang memikul beban merata
persegi panjang diillustrasikan oleh Griffiths seperti pada gambar
berikut :

Gambar 1.28. Tegangan vertikal rata-rata antara z = H1 dan z = H2 di


bawah sudut pada pondasi lentur yang memikul beban merata
persegi panjang.

Jadi apabila kedalaman lapisan tanah pendukung yang


menerima distribusi tegangan adalah antara z = H1 dan z = H2 ,
seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas, maka tegangan
vertikal rata-rata di bawah sudut pondasi lentur yang memikul
beban merata persegi panjang dapat ditentukan sebagai berikut
(Griffiths, 1984) :

50 | Rekayasa Pondasi Dangkal


 H 2 I a ( H 2 ) − H 1 I a ( H1 ) 
 av = q.  ....................................... (1.38)
 H 2 − H1 
Yang mana :
Untuk lapisan dari z = 0 sampai z = H2 :
 B L 
I a ( H 2 ) = I a = f  m = ,n =  ................................ (1.39)
 H2 H 2 

Untuk lapisan dari z = 0 sampai z = H1 :


 B L 
I a ( H1 ) = I a = f  m = ,n =  ................................. (1.40)
 H1 H 1 

Ada metode lain yang cukup sederhana dan cukup akurat


untuk menentukan nilai tegangan vertikal rata-rata av dalam suatu
lapisan tanah pendukung, yang dikenal dengan Metode Simpson.
Metode ini dapat digunakan apabila nilai tegangan vertikal yang
terjadi pada lapisan atas, lapisan tengah dan lapisan bawah sudah
diketahui, maka formula Simpson dituliskan sebagai berikut :
1
 av = ( Zt + 4 Zm +  Zb ) ............................................ (1.41)
6
Yang mana :
Zt = Tegangan vertikal pada lapisan atas.
Zm = Tegangan vertikal pada lapisan tengah.
Zb = Tegangan vertikal pada lapisan bawah.
1.6.10. Formula Westergaard’s
Menurut Westergaard, bahwa massa tanah di lapangan
sebenarnya mungkin tidak homogen dan isotropik seperti yang
diasumsikan oleh solusi Boussinesq, terutama pada jenis lapisan
tanah sedimen pada umumnya anisotropik. Lapisan tanah liat yang
khas biasanya memiliki bagian atau lensa tipis dari bahan yang lebih

Rekayasa Pondasi Dangkal | 51


kasar dan lebih kaku yang diapit di dalam lapisan tanah liat tersebut.
Lensa atau lembaran tipis ini adalah penyebab peningkatan
resistensi yang sangat besar terhadap regangan lateral.
Oleh karena itu Westergaard (1938) menurunkan persamaan,
untuk menghitung tegangan vertikal z , berdasarkan kondisi yang
hampir serupa dengan kondisi ekstrim yang ada dalam kenyataan
di lapangan. Solusi elastis dari Westergaard ini dapat memberikan
perkiraan yang lebih akurat tentang nilai tegangan vertikal pada
jenis tanah sedimen yang sebenarnya dan juga pada massa tanah
yang terdiri dari lapisan berlapis bahan halus dan kasar.
Persamaan Westergaard untuk tegangan vertikal yang
disebabkan oleh beban titik permukaan Q adalah :
1 1 − 2
Q
2 2 − 2
Z = 3/ 2
....................................... (1.41)
2 (1 − 2  )
 r 
2

z  +  
 (2 − 2 )  z  

Jika kita perhatikan persamaan Westergaard di atas, maka


tidak seperti variabel yang digunakan pada persamaan Boussinesq.
Formula Westergaard ini memperhitungkan variabel angka Poisson
(Poisson ration, ).
Selanjutnya oleh Westergaard persamaan di atas
disederhanakan yang dituliskan sebagai berikut :
1 1 − 2
2 2 − 2
Iw = 3/ 2
............................................ (1.42)
 (1 − 2  )  r  2 
 +  
 (2 − 2  )  z  

52 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Sehingga dapat dituliskan :
Q
 Z = 2 I w ...................................................................... (1.43)
z
Yang mana :
Iw = Koefisien Pengaruh Westergaard.
Dengan menggunakan persamaan di atas untuk nilai  = 0,30, maka
dapat diperoleh nilai-nilai Iw berikut:
Tabel 1.4. Nilai Iw untuk nilai angka poisson lapisan tanah,  = 0,30.

r/z 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,75 1,0 1,5 2,0
Iw 0,557 0,529 0,458 0,369 0,286 0,217 0,109 0,058 0,021 0,010

Menurut Taylor (1948), untuk kasus beban titik dengan r/z


kurang dari 0,8 dengan asumsi  = 0, maka persamaan Westergaard
di atas, memberikan nilai tegangan vertikal yang kira-kira sama
dengan 2/3 dari nilai yang diberikan oleh persamaan Boussinesq.
Sehingga menurut Taylor bahwa hasil ini lebih rasional untuk
digunakan dalam analisis tegangan vertikal, karena memberikan
kurva paling datar pada variasi tegangan vertikal, dengan
kedalaman dan kurva datar yang logis untuk kasus kekangan lateral
yang besar.
Apabila kondisi asumsikan  = 0, maka persamaan Westergaard
dapat dituliskan :
1
Q
2 Q
Z = 3 / 2
= 2 .I w ................................... (1.44)
 z
r 
2

z 2 1 + 2.  
  z  

Persamaan Westergaard di atas dapat diintegrasikan untuk


pondasi lingkaran dan pondasi persegi panjang yang menerima

Rekayasa Pondasi Dangkal | 53


beban merata. Tegangan vertikal z untuk beban-beban tersebut
dapat dituliskan :
1) Untuk pondasi lingkaran ;
 
 
 a 
 Z = q.1 − 2  = q.I wc ...................................... (1.45)
  
r 
   +a 
  
z 
Yang mana :
1 − 2
a= ...................................................................... (1.46)
2 − 2

2) Untuk pondasi persegi panjang, tegangan vertikal di sudut ;

1/ 2
−1   1  2 1 
Z =
q
cot  a m 2 +
1
2 +a 2 2
=
q
IWr ( ) ...... (1.47)
2   n  m n  2

Untuk  = 0, maka :
1/ 2
q  1 1 1 
Z = cot−1  2 + 2 + ...................... (1.48)
2  2m 2n 4m 2 n 2 

Yang mana :
Faktor m dan n, dapat diambil dari grafik Newmark, tabel
Newmark atau diagram Fadum.
Dalam praktik perencanaan pondasi, sering ditemukan bahwa
estimasi penurunan yang diperoleh dengan menggunakan
persamaan Boussinesq, memberikan angka penurunan yang lebih
besar daripada penurunan yang diamati. Hal ini memberikan
indikasi bahwa persamaan Boussinesq memberikan nilai tegangan
vertikal yang relatif besar. Oleh karena itu maka persamaan
Westergaard cenderung lebih diterima dan lebih banyak digunakan

54 | Rekayasa Pondasi Dangkal


oleh banyak insinyur dalam memprediksi penurunan yang terjadi
pada tanah pendukung pondasi dari lapisan tanah sedimen.

Contoh Soal 1.1


Diketahui :
Sebuah pondasi menerus dengan lebar 1,5 m, menerima beban
vertikal terpusat sebesar V = 200 kN/m dan momen My = 40
m.kN/m yang bekerja secara lateral melintasi pondasi, seperti yang
ditunjukkan dalam gambar. Muka air tanah berada pada kedalaman
yang sangat dalam. Berat satuan volume beton = 24 kN/m 3.

Gambar 1.29. Sketsa soal 1.1


Diminta :
1) Tentukan apakah resultan gaya pada pondasi telapak
bekerja di dalam sepertiga tengah
2) Hitung tekanan kontak maksimum dan minimum.
Penyelesaian :
1) Wf = 0 5×1 5×1 0 × 24 = 18 kN m
Jarak eksentrisitas beban pada sumbu vertikal ;
My 40
eX = L = 1 = 0,183 m.
V W 200 18
+
f
+
L L 1 1

Rekayasa Pondasi Dangkal | 55


B 1,5
Zona kern = = = 0,25 m > e = 0,183 m (aman karena
6 B
rusaltan gaya berada dalam zona kern).
2) Perhitungan Tekanan Kontak
Karena muka air tanah berada pada kedalaman yang sangat
dalam, sehingga muka air tanah tidak berpengaruh terhadap
tekanan kontak, maka :
R  6e 6e  ( 200 + 18)  6 x0,183 
q= 1  x  y  = 1   0

BL  B 
L  1,5 x1  1,5 
q = 145,33  106,56
qmaks = 145,33 + 106,56 = 251,89 kPa
qmaks = 145,33 − 106,56 = 38,77 kPa

Contoh Soal 1.2


Diketahui :
Sebuah pondasi persegi seperti yang ditunjukkan pada gambar.
Pondasi tersebut memikul beban terpusat sebesar V = 300 kN
dan momen M = 50 kN.m, yang bekerja searah jarum jam
terhadap sumbu diagonal AD. Tebal pondasi 0,6 m, kedalaman
dasar sebesar 0,6 m dan muka air tanah ditemukan pada
kedalaman yang sangat dalam.

56 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Gambar 1.30. Sketsa Contoh Soal 1.2
Diminta :
1) Tentukan apakah gaya resultan jatuh di dalam zona kern
pada dasar pondasi?
2) Hitung tekanan kontak yang terjadi pada titik sudut A, B, C
dan D.
Penyelesaian :
1) Kontrol Resultan Gaya terhadap Zona Kern
Beban vertikal yang bekerja dapat dihitung sebagai berikut :
R = V+Vol.Beton x beton= 300+0 6×1,7×1,7×24 = 341,62 kN
Eksentrisitas dimunculkan oleh Momen yang bekerja, yang
dapat dihitung :
M 50
e= = = 0,15 m.
R 341,62
Selanjutnya eksentrisitas akibat momen terurai pada sumbu-x
dan sumbu-y ;
( )
ex = e. cos45o = 0,15 x0,707 = 0,11m( B / 6 = (1,7) / 6 = 0,283 m.
ey = e.(sin 45 ) = 0,15 x0,707 = 0,11m( B / 6 = (1,7) / 6 = 0,283 m.
o

2) Perhitungan Tekanan Kontak

Rekayasa Pondasi Dangkal | 57


Gambar 1.31. Sketsa Tekanan Kontak

6.eB 6.eL 6 x0,11 6 x0,11


+ = + = 0,39 + 0,39 = 0,78  1 (Resultan
B L 1,7 1,7
R berada dalam kern)
Dengan menggunakan persamaan :
R  6.e X 6.eY 
q= 1   
BL  B L 
Sehingga tekanan kontak pada setiap titik (A, B, C, D) dapat
dihitung sebagai berikut :
R  6.e X 6.eY  341,62  6 x0,11 6 x0,11 
qA = 1 − + = 1 − + 
BL  B L  1,7 x1,7  1,7 1,7 
q A = 118,21x(1 − 0,39 + 0,39) = 118,21kPa
q B = 118,21x(1 + 0,39 + 0,39) = 210,41kPa
qC = 118,21x(1 − 0,39 − 0,39) = 26,01kPa
q D = 118,21x(1 + 0,39 − 0,39) = 118,21kPa


58 | Rekayasa Pondasi Dangkal
B A B – II
DAYA DUKUNG
PONDASI DANGKAL

Rekayasa Pondasi Dangkal | 59


2.1. Pengertian Daya Dukung Pondasi Dangkal
Terminologi tentang pondasi dangkal menurut beberapa ahli
sudah diuraikan pada Bab I, dan dari pengertian-pengertian
tersebut dapat diketahui tentang apa yang dimaksudkan dengan
daya dukung pondasi dangkal.
Dalam perancangan suatu struktur pondasi ada 2 syarat
teknis yang harus terpenuhi untuk mengevaluasi kinerja pondasi,
yakni; (1) syarat daya dukung, dan (2) syarat penurunan dari
struktur pondasi. Untuk mengetahui Batasan dari syarat teknis
tersebut, dapat dilihat pada uraian penjelasan di bawah ini :
1) Tegangan geser yang ditransmisikan dari beban kerja ke
dalam lapisan tanah pendukung harus lebih kecil dari pada
kekuatan geser yang dimiliki oleh lapisan tanah
pendukungnya. Perbandingan dari kedua unsur tersebut
harus memenuhi syarat rasio antara 2,5 sampai 3,0. Angka
inilah yang dikenal sebagai faktor keamanan pondasi.
2) Penurunan pondasi harus dapat ditoleransi (batas izin), dan
khusus untuk penurunan diferensial tidak dibolehkan
menyebabkan kerusakan yang tidak dapat ditolerir atau
sampai mengganggu fungsi struktur. Permasalahan ini akan
dibahas pada bagian selanjutnya.
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa keruntuhan geser
tanah pendukung disebut keruntuhan daya dukung. Asumsi ini
disebabkan mungkin karena pengamatan terhadap perilaku
pondasi dangkal mengungkapkan bahwa kegagalan daya dukung
biasanya terjadi karena keruntuhan geser lapisan tanah
pendukungnya. Sehingga para ahli pondasi sejak awal membuat
analisis terhadap daya dukung pondasi dangkal berdasarkan pola
perkiraan keruntuhan lapisan tanah pendukungnya.

60 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Perjalanan invensi pada ahli pondasi untuk merumuskan
formula daya dukung pondasi dangkal cukup Panjang. Diawali
dengan pendapat Prandtl (1920), yang merumuskan formula daya
dukung pondasi dengan berdasarkan prinsip keseimbangan plastis
(plastic equilibrium) pada tipe pondasi menerus (long footings).
Prinsip keseimbangan plastis tersebut oleh Prandtl digambarkan
dalam diagram Pola Keruntuhan seperti diperlihatkan berikut :

Gambar 2.1. Pola Keruntuhan Prandtl (1920)

Pada diagram pola keruntuhan Prandtl di atas, diassumsikan


bahwa pada zone-1, material tanah tidak mengalami kerusakan
saat keruntuhan terjadi karena menjadi bagian dari dasar pondasi.
Pada zone-2, tanah akan mengalami tegangan plastis yang besar
dan disalurkan ke zone berikutnya melalui bidang runtuh yang
berbentuk spiral logaritme. Sedangkan pada zone-3, merupakan
daerah pasif yang dianalogikan oleh Prandtl sama dengan daerah
pasif Rankine, dengan bidang runtuh yang berbentuk garis lurus.
Selanjutnya dengan assumsi bahwa kohesi tanah di bawah
pondasi yang berada dalam ketiga zone tersebut di atas dapat
termobilisasi, maka Prandtl mengusulkan suatu formula untuk
menghitung kapasitas daya dukung pondasi dangkal sebagai
berikut :
 ( ) 
qu = c.cot. tan 2 45o +  / 2 .e . tan −1 .......................... (2.1)

Rekayasa Pondasi Dangkal | 61


Apabila kita cermati formula Prandtl di atas, terlihat bahwa
apabila jenis tanah pendukung merupakan tanah non-kohesif,
dimana c = 0, maka daya dukungnya pondasi yang dihasilkan dari
formula tersebut adalah sebesar 0 (nol). Sementara pada
kenyataannya tidak akan pernah ada pondasi dengan kapasitas
daya dukung sama dengan nol.
Dengan realitas semacam ini Taylor (1924), memperbaiki
formula Prandtl tersebut di atas dengan memobilisasi potensi
overburden pressure yang pada dasarnya dimiliki oleh semua jenis
lapisan tanah yang menjadi lapisan pendukung pondasi, baik pada
tanah kohesif maupun tanah non kohesif. Formula Taylor ini
dirumuskan sebagai berikut :

qu = c. cot  +

 .B
2
o

. tan (45 +  / 2 ) . tan (45 +  / 2 ).e
 2 o


 tan

− 1 ... (2.2)

Yang mana :
qu = kapasitas daya dukung pondasi dangkal
c = kohesi tanah
 = sudut geser dalam tanah
 = berat volume tanah
B = lebar pondasi (sisi terkecil)
Setelah Prandtl menggambarkan pola keruntuhan pondasi
dengan formula yang masih dianggap oleh para insinyur kurang
tepat, mendorong para ahli membuat analisis yang lebih matematis
yang diawali oleh Terzaghi (1943), Meyerhof (1955), Hansen (1969),
Vesic (1975) dan beberapa ahli yang lain.

62 | Rekayasa Pondasi Dangkal


2.2. Perhitungan Daya Dukung Pondasi Dangkal Berdasarkan
Parameter Uji Laboratorium

2.2.1. Teori Terzaghi (1943)


Terzaghi adalah seorang guru besar mekanika tanah yang
pertama kali melakukan riset secara menyeluruh (comprehensive
study) terhadap kapasitas daya dukung pondasi dangkal. Dengan
mengembangkan pola keruntuhan dari Prandtl, selanjutnya pada
tahun 1943 Terzaghi menggambarkan diagram Pola Keruntuhan
dengan menambahkan assumsi bahwa keruntuhan yang terjadi
pada long footing adalah keruntuhan geser global (global shear
failure). Selain itu Terzaghi juga memobilisasi faktor overburden
pressure yang bekerja pada dasar pondasi akibat adanya galian
sedalam jarak permukaan tanah ke dasar pondasi tersebut.
Diagram pola keruntuhan dari Terzaghi dapat dilihat pada gambar
berikut :

Gambar 2.2. Pola Keruntuhan Terzaghi

Pada pola keruntuhan Terzaghi di atas, dapat dilihat bahwa :


o Zona-I sebagai daerah elastis yang berbentuk baji, yang mana
tekanan tanah pada zone-I merupakan tekanan aktif yang
dianalogkan sama dengan tekanan aktif Rankine.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 63


o Zone-II merupakan daerah geser radial, yang mana tegangan yang
bekerja merupakan tegangan plastis sebagaimana yang
diassumsikan oleh Prandtl.
o Zone-III merupakan daerah geser linear dan merupakan daerah
zone pasif Rankine.
Pada kondisi keruntuhan geser umum dengan beban yang
bekerja berupa beban per satuan luas, maka tekanan pasif Pp akan
bekerja pada permukaan bidang baji (zone-I), dan permukaan baji
dianggap bekerja sebagai dinding (walls) yang mendorong lapisan
tanah di belakangnya. Perlawanan dari tanah pada zone-II dan
zone-III ini yang akan menimbulkan tekanan pasif Pp yang bekerja
pada permukaan baji dengan membentuk sudut terhadap garis
normal pada bidang baji sebesar . Sudut  ini merupakan sudut
gesek permukaan baji. Karena gesekan pada bidang baji adalah
antara tanah dengan tanah, maka pada prinsipnya sudut  = .
Bila diinventarisir semua gaya yang bekerja pada diagram
Terzaghi di atas, terdapat 2 kelompok gaya, yakni :
1. Gaya “aksi”, yang terdiri atas beban luar yang bekerja
selebar pondasi, dan berat tanah yang ada pada zone-I.
2. Gaya “reaksi”, yang terdiri atas gaya kohesi yang bekerja
pada bidang baji, dan tekanan pasif tanah.
Untuk menjabarkan formula kapasitas daya dukung pondasi
dangkal, maka Terzaghi membuat persamaan keseimbangan antara
gaya aksi dengan gaya reaksi sebagai berikut :
1 B   B/2
qu .B +  .B. tan   = 2.Pp + 2.c. . sin  ................. (2.3a)
2 2   cos 

1 B   B/2
qu .B +  .B. tan   − 2.Pp − 2.c. . sin  = 0 ............ (2.3b)
2 2   cos 
1
qu .B +  .B 2 tan  − 2.Pp − B.c. tan  = 0 ............................. (2.3c)
4

64 | Rekayasa Pondasi Dangkal


1
qu .B = 2.Pp + B.c. tan  −  .B 2 . tan  .................................. (2.3d)
4

Bila diperhitungkan secara total, semua komponen P p yang


terjadi pada diagram tersebut yakni :
- Akibat dari berat sendiri tanah.
- Akibat dari kohesi tanah.
- Akibat dari beban terbagi rata.
Maka tekanan pasif total adalah sebagai berikut :
Pp = Ppc + Ppq + Pp ............................................................... (2.4)

Dengan mensubtitusi nilai Pp total ke persamaan (2.3), maka dapat


dituliskan persamaan sebagai berikut :
1 2
qult .B = 2.Ppc + 2.Ppq + 2.Pp + B.c. tan  −  .B . tan  ....... (2.5a)
4

 1 2 
( )
qult .B =  2 Pp −  .B . tan   + 2 Ppc + B.c. tan  + 2 Ppq ... (2.5b)
 4 
Persamaan tersebut selanjutnya disederhanakan oleh Terzaghi
dengan mengintrodusir Faktor Daya Dukung sebagai berikut :
1 1
2 Pp −  .B 2 . tan  = B.  .B.N  ........................................ (2.6a)
4 2
2Ppc + B.c. tan  = B.c.N c ...................................................... (2.6a)

2Ppq = B.q.N q ........................................................................ (2.6a)

Sehingga persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :


1
qult .B = B.  .B.N + B.c.N c + B.q.N q
2
1
qult = c.N c + q.N q +  .B.N  ............................................... (2.7)
2

Rekayasa Pondasi Dangkal | 65


Yang mana :
c = kohesi tanah.
 = berat volume tanah
q = overburden pressure (.D)
D = kedalaman dasar pondasi
B = lebar pondasi.
Nc, Nq, N = faktor daya dukung pondasi dangkal (Terzaghi) :
a2
Nq = ...................................................... (2.8a)
 2  
2 cos  45 − 2 
o

  

a = e(0,75 − / 2 ). tan
N c = (Nq − 1). cot  ............................................................... (2.8b)

1  K p .  
N = tan  .  − 1 .................................................. (2.8c)
2  cos 2  

K p = tan 2 (45o +  / 2)
Persamaan tersebut lebih dikenal dengan nama Persamaan
Terzaghi, yang dijabarkan dari bentuk pondasi menerus. Dan
selanjutnya oleh Terzaghi dibuat persamaan untuk penyesuaian
beberapa bentuk pondasi dangkal, sebagaimana tabel berikut :
Tabel 2.1. Formula Terzaghi untuk berbagai tipe dan bentuk pondasi.

No. Formula Kapasitas Daya Dukung


Bentuk Pondasi
Urut Pondasi
1 Menerus qult = c. Nc + q. Nq + 0,5..B. N
Empat Persegi
2 Panjang atau Bujur qult = 1,3.c. Nc + q. Nq + 0,4..B. N
Sangkar.
3 Lingkaran qult = 1,3.c. Nc + q. Nq + 0,3..B. N

66 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Tabel 2.2. Faktor Daya Dukung dari Terzghi (1943)

 Nc Nq N  Nc Nq N
0 5.70 1.00 0.00 25 25.13 12.72 8.34
1 6.00 1.10 0.01 26 27.09 14.21 9.84
2 6.30 1.22 0.04 27 29.24 15.90 11.60
3 6.62 1.35 0.06 28 31.61 17.81 13.70
4 6.97 1.49 0.10 29 34.24 19.98 16.18
5 7.34 1.64 0.14 30 37.16 22.46 19.13
6 7.73 1.81 0.20 31 40.41 25.28 22.65
7 8.15 2.00 0.27 32 44.04 28.52 26.87
8 8.60 2.21 0.35 33 48.09 32.23 31.94
9 9.09 2.44 0.44 34 52.64 36.50 38.04
10 9.61 2.69 0.56 35 57.75 41.44 45.41
11 10.16 2.98 0.69 36 63.53 47.16 54.36
12 10.76 3.29 0.85 37 70.01 53.80 65.27
13 11.41 3.63 1.04 38 77.50 61.55 78.61
14 12.11 4.02 1.26 39 85.97 70.61 95.03
15 12.86 4.45 1.52 40 95.66 81.27 115.31
16 13.68 4.92 1.82 41 106.81 93.85 140.51
17 14.60 5.45 2.18 42 119.67 108.75 171.99
18 15.12 6.04 2.59 43 134.58 126.50 211.56
19 16.57 6.70 3.07 44 151.95 147.74 261.60
20 17.69 7.44 3.64 45 172.28 173.28 325.34
21 18.92 8.26 4.31 46 196.22 204.19 407.11
22 20.27 9.19 5.09 47 224.55 241.80 512.84
23 21.75 10.23 6.00 48 258.28 287.85 650.87
24 23.36 11.40 7.08 49 298.71 344.63 831.99
25 25.13 12.72 8.34 50 347.50 415.14 1072.80

Rekayasa Pondasi Dangkal | 67


Contoh Soal 2.1
Diketahui : Suatu pondasi menerus dengan penampang seperti
yang tergambar.

Gambar 2.3. Sketsa soal 2.1

Diminta : Hitung kapasitas daya dukung pondasi tersebut dengan,


a. Formula Prandtl
b. Formula Taylor
c. Formula Terzaghi
Penyelesaian :
a. Formula Prandtl :
 ( ) 
qu = c.cot. tan 2 45o +  / 2 .e . tan −1
qu = 16. cot(24)tan (45 + 24 / 2).e
2 o  . tan24

−1
qu = (25,94) x2,37 + 4,05 − 1
qu = 309,03 kN/m’
b. Formula Taylor :

qu = c. cot  +

 .B
2
o  2 o



. tan (45 +  / 2 ) . tan (45 +  / 2 ).e
 tan
−1 

qu = 16. cot(24) +

18, 2 x1
( o
)  (
 2 o
)
. tan 45 + 24 / 2 . tan 45 + 24 / 2 .e
 tan 24

−1
2 
qu = 35,94 + (9,1x1,54) x(2,37 x4,05) − 1
qu = 58,55 kN/m’

68 | Rekayasa Pondasi Dangkal


c. Formula Terzaghi :
dengan  = 24o → Tabel FDD Terzaghi, didapat nilai sebagai
berikut :
Nc = 23,36 Nq = 11,4 N = 8,58
q = .D = 18,2 x 1,00 = 18,2 kN/m2
1
qult = c.N c + q.N q +  .B.N 
2
1 
qult = (16 x 23,36) + (18,2 x11,4) +  x18,2 x1,00 x8,58 
2 
qult = 659,30 kN/m’

2.2.2. Teori Meyerhof (1951, 1955)


Pada tahun 1951 Meyerhof memperkenalkan diagram pola
keruntuhan yang berbeda dengan diagram Terzaghi maupun
diagram Prandtl. Meyerhof menggunakan assumsi bahwa sudut
baji lebih besar dari pada sudut geser dalam tanah ( > ), sehingga
bentuk baji (conus) yang terbentuk di bawah dasar pondasi lebih
dalam dibandingkan dengan bentuk baji pada diagram Terzaghi.
Menurut Meyerhof bahwa zone keruntuhan pada tanah di
bawah pondasi menjalar dari dasar pondasi ke arah atas sampai
mencapai permukaan tanah. Dengan demikian maka tahanan geser
di atas pondasi harus diperhitungkan, dengan memobilisasinya
dalam bentuk faktor kedalaman (deep factor).

Rekayasa Pondasi Dangkal | 69


Gambar 2.4. Pola Keruntuhan Meyerhof

Pembagian daerah tegangan menurut Meyerhof terdiri dari


zone-I adalah daerah zone elastis sama dengan anggapan Terzaghi.
Zone-II merupakan zone geser radial, namun berbeda dengan
assumsi Terzaghi karena daerah geser radial oleh Meyerhof
digambarkan berada di atas garis batas dasar pondasi.
Zone-III merupakan daerah geser gabungan (geser radial dan
geser bidang), yang mana Terzaghi berassumsi bahwa sampai ke
daerah yang mendekati permukaan tanah masih terjadi geser radial
disamping geser bidang, walaupun semakin ke atas tegangan geser
radial semakin mengecil, sedangkan tegangan geser bidang
semakin dominan.
Berdasarkan prinsip diagram tegangan seperti yang
digambarkan oleh Meyerhof, maka Meyerhof merumuskan formula
kapasitas daya dukung pondasi dangkal sebagai berikut :
(1) Untuk pondasi dengan beban vertikal ;
1
qult = c.N c .d c .sc + q.N q .d q .sq +  .B.N  .d  , s .................. (2.9)
2
(2) Untuk pondasi dengan beban miring dan/atau horizontal (ada
inklinasi beban) ;
1
qult = c.N c .d c .sc .ic + q.N q .d q .sq .iq +  .B.N .d , s .i ....... (2.10)
2

70 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Yang mana :
Nc, Nq, N = faktor daya dukung Meyerhof
dc, dq, d = faktor kedalaman pondasi
sc, sq, s = faktor bentuk pondasi
ic, iq, i = faktor inklinasi beban
Meyerhof memberikan nilai faktor daya dukung dengan formula
sebagai berikut :
 
N q = e tan . tan 2  45 0 +  ................................................. (2.11a)
 2

N c = (N q − 1). cot .............................................................. (2.11b)

N = ( N q − 1). tan(1,4 ) ..................................................... (2.11c)

Oleh karena menurut Meyerhof  > , maka nilai faktor daya


dukung yang diberikan oleh Meyerhof lebih kecil dari pada faktor
daya dukung Terzaghi. Akan tetapi karena Meyerhof
memperhitungkan faktor kedalaman pondasi maka kapasitas daya
dukung pondasi diberikan dari formula Meyerhof akan lebih besar.
Sedangkan nilai-nilai faktor bentuk (shape factor), factor
kedalaman (deep factor), factor inklinasi beban (inclination factor),
dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 2.3. Rumusan Faktor Daya Dukung Meyerhof

Nilai  Faktor Bentuk Faktor Kedalaman Faktor Inklinasi


2
Semua B D    
= 1 + 0, 2 K   K   = 1 − 
0 
s d = 1 + 0, 2 i =i
nilai  c p L  c p B  c q
  90 
 = 0o sq = s = 1,0 dq = d = 1,0 i = 1,0
2
B D    
  10os =s = 1 + 0,1K   d =d = 1 + 0,1 K   i = 1 −   
q  p L  q  p B 
   

Rekayasa Pondasi Dangkal | 71


Yang mana :
Kp = Koefisien tekanan pasif tanah ; Kp = tan2(45+/2)
B = Lebar pondasi
D = Kedalaman dasar pondasi
 = sudut yang terbentuk antara resultante (R) antara gaya V
dan H terhadap sumbu vertikal.
Apabila garis kerja beban pondasi (V) menimbulkan
eksentrisitas terhadap titik berat pondasi, oleh Meyerhof
disarankan untuk melakukan koreksi terhadap lebar pondasi
sebagai berikut :
B’ = B – 2.ey → ey = eksentrisitas arah sumbu-x
L’ = L – 2.ex → ex = eksentrisitas arah sumbu-y

Gambar 2.5. Sketsa Eksentrisitas terhadap titik berat pondasi

Menurut Meyerhof bahwa sudut geser dalam tanah yang


mengalami regangan bidang (plane strain) sebagaimana halnya
regangan lapisan di bawah dasar pondasi lebih besar 10% dari nilai
sudut geser dalam tanah yang diuji dengan alat triaxial (sample
finite). Oleh karena itu Meyerhof menyarankan bahwa untuk nilai
sudut geser dalam tanah yang digunakan dalam menghitung factor
daya dukung diambil nilai sebesar :
B
 ' = (1,1 − 0,1 ).tr ............................................................... (2.12)
L

72 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Yang mana :
tr = sudut geser dalam tanah hasil pengujian triaxial

Tabel 2.4. Faktor Daya Dukung Meyerhof (1955)

 Nc Nq N  Nc Nq N
0 5.14 1.00 0.00 26 22.25 11.85 8.00
1 5.38 1.09 0.002 27 23.94 13.20 9.46
2 5.63 1.20 0.01 28 25.80 14.72 11.19
3 5.90 1.31 0.02 29 27.86 16.44 13.24
4 6.19 1.43 0.04 30 30.14 18.40 15.67
5 6.49 1.57 0.07 31 32.67 20.63 18.56
6 6.81 1.72 0.11 32 35.49 23.18 22.02
7 7.16 1.88 0.15 33 38.64 26.09 26.17
8 7.53 2.06 0.21 34 42.16 29.44 31.15
9 7.92 2.25 0.28 35 46.12 33.30 37.15
10 8.35 2.47 0.37 36 50.59 37.75 44.43
11 8.80 2.71 0.47 37 55.63 42.92 53.27
12 9.28 2.97 0.60 38 61.35 48.93 64.07
13 9.81 3.26 0.74 39 67.87 55.96 77.33
14 10.37 3.59 0.92 40 75.31 64.20 93.69
15 10.98 3.94 1.13 41 83.86 73.90 113.99
16 11.63 4.34 1.38 42 93.71 85.38 139.32
17 12.34 4.77 1.66 43 105.11 99.02 171.14
18 13.10 5.26 2.00 44 118.37 115.31 211.41
19 13.93 5.80 2.40 45 133.88 134.88 262.74
20 14.83 6.40 2.87 46 152.10 158.51 328.73
21 15.82 7.07 3.42 47 173.64 187.21 414.32
22 16.88 7.82 4.07 48 199.26 222.31 526.44
23 18.05 8.66 4.82 49 229.93 265.51 674.91
24 19.32 9.60 5.72 50 266.89 319.07 873.84
25 20.72 10.66 6.77

Contoh Soal 2.2


Diketahui : Suatu pondasi menerus dengan penampang seperti
yang tergambar.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 73


Gambar. 2.6. sketsa soal 2.2
Diminta : Hitung kapasitas daya dukung pondasi tersebut dengan
formula Meyerhof.
Penyelesaian :
Untuk nilai ’ = 24o ; dari Tabel FDD Meyerhof didapat nilai-nilai :
Nc = 19,32 Nq = 9,60 N = 5,72
q = .D = 18,2 x 1,00 = 18,2 kN/m2
Inklinasi beban tidak ada, maka :
ic = iq = i = 1,00
Kp = tan2(45+/2) = tan2(45+24/2)
= tan2(57)o
= 2,37
Faktor Bentuk dapat dihitung sebagai berikut :
sc = 1 + 0,2.Kp.(B/L)
= 1 + 0,2 x 2,37 x (1/20) = 1,02
sq = 1 + 0,1.Kp.(B/L)
= 1 + 0,1 x 2,37 x (1/20) = 1,01
s = sq = 1,01
Faktor Kedalaman dapat dihitung sebagai berikut :
dc = 1 + 0,2. K p .( D / B )

= 1 + 0,2 x 2,37.(1 / 1) = 1,31


dq = 1 + 0,1. K p .( D / B )

= 1 + 0,1 x 2,37.(1 / 1) = 1,15

74 | Rekayasa Pondasi Dangkal


d = dq = 1,15
Dengan mensubtitusi nilai-nilai variable tersebut ke dalam
formula kapasitas daya dukung pondasi dangkal dari Meyerhof,
didapat :
qult = c.Nc.dc.sc.ic+ q.Nq.dq.sq.iq+ ½.B.N.d.s.i
qult = [16x19,32x1,31x1,02x1,00] + [18,2x9,60x1,15x1,01x1,00]
+ [½x18,2x1,00x5,72x1,15x1,01x1,00]
= 412,62 + 202,94 +52,57
= 668,13 kN/m.
Bandingkan dengan hasil dari formula Terzaghi (qult = 659,30
kN/m), perbedaan nilai kapasitas daya dukung dengan pondasi
yang sama tidak terlalu besar, namun formula Meyerhof senantiasa
memberikan hasil perhitungan yang lebih besar dari pada hasil dari
formula Terzaghi.
2.2.3. Teori Hansen (1969)
Brinch Hansen adalah seorang ahli pondasi yang mencoba
mengakomodir pendapat Terzaghi dan pendapat Meyerhof secara
akumulatif. Pada tahun 1970 Hansen mengemukakan teori dengan
dasar assumsi sebagai berikut :
- Pola keruntuhan pondasi, menganut assumsi dari Terzaghi.
- Faktor-faktor pengaruh yang diperhitungkan oleh Meyerhof
diadopsi, kecuali nilai N yang oleh Hansen dimodifikasi.
- Hansen menambahkan factor-faktor lain yang
mempengaruhi kapasitas daya dukung pondasi dangkal,
yakni : Inklinasi dasar pondasi (base inclination) dan
Kemiringan permukaan tanah (slope of ground).
Faktor inklinasi dasar pondasi, oleh Hansen diperhitungkan
karena beliau berpendapat bahwa kemiringan dasar pondasi akan
mengakibatkan distribusi beban pondasi tidak merata pada

Rekayasa Pondasi Dangkal | 75


permukaan dasar pondasi, dan permasalahan ini sangat
mempengaruhi kapasitas daya dukung pondasi secara keseluruhan.
Sedangkan factor kemiringan permukaan tanah, oleh Hansen
diperhitungkan karena hal tersebut akan mempengaruhi besaran
overburden pressure yang bekerja pada dasar pondasi, karena
adanya perbedaan kedalaman dasar pondasi dari permukaan
tanah.
Berdasarkan assumsi-assumsi yang dianut oleh Hansen, maka
formula yang diajukannya dapat dituliskan sebagai berikut :
1
qu = c. N c .d c .sc .ic . g c + q. N q .d q .iq .bq . g q + B. N  .d  .s .i .b . g  .... (2.13)
2

Yang mana :
 
N q = e tan tan 2  45o +  ....................................................... (2.14a)
 2

Nc = ( Nq −1). cot ................................................................... (2.14b)

N = 1,5.( N q − 1). tan  ............................................................. (2.14c)

Perhatikan persamaan faktor daya dukung dari Hansen :


Untuk nilai Nq dan Nc, diambil sama dengan faktor daya
dukung dari Meyerhof.
Untuk nilai N Hansen mengusulkan formula yang tidak sama
dengan formula sebelumnya.

76 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Tabel 2.5. Rumusan Faktor Daya Dukung Hansen
Faktor
Pengaruh-c Pengaruh-q Pengaruh-
Pengaruh
Faktor
sc = 1+0,2.B/L sq = 1+0,2.B/L s = 1-0,4B/L
Bentuk
( Untuk D  B ;
D
d q = 1 + 2  (
 tan  1−sin 
2 )
dc
D
= 1 + 0, 4 
B d = 1,00
Faktor B
d q = 1 + 2. tan  (1−sin ) .S
Kedalaman ( Untuk D > B ; 2
− 1 D 
d = 1,00
d c = 1 + 0, 4. tan   S = arc. tan(D / B)
B
Faktor
 (1−iq )   H 
ic = i q − iq = 1 −   i = iq2
Inklinasi
 ( N q −1) 
   (V + B ' L '.c.cot ) 
Beban

 
Faktor
bq = (1-.tan)2
bc = 1 − 2.
Inklinasi
( + 2)  = Inklinasi dasar b = bq
Dasar
pondasi (</4)
Pondasi
Faktor
gq = (1 – tan )2
Inklinasi
gc = gq −
 (1− gq )   = kemiringan permukaan g = gq
Permukaan  ( Nc .tan ) 
tanah (</4)
Tanah

Menurut Hansen bahwa faktor kedalaman (deep factor)


sangat valid untuk diterapkan pada kasus pondasi yang mengalami
keruntuhan pada arah memanjang (sisi-L). Dengan demikian
Hansen menekankan keharusan untuk menggunakan faktor
kedalaman dasar pondasi pada penerapan tipe pondasi menerus
atau pondasi persegi panjang dan pondasi bujur sangkar.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 77


Tabel 2.6. Nilai Faktor Daya Dukung Hansen

 Nc Nq N
0 5,10 1,00 0,00
2 5,63 1,20 0,01
4 6,19 1,43 0,05
6 6,81 1,72 0,11
8 7,53 2,06 0,22
10 8,34 2,47 0,39
12 9,28 2,97 0,63
14 10,37 3,59 0,97
16 11,63 4,34 1,43
18 13,10 5,26 2,08
20 14,83 6,40 2,95
22 16,88 7,82 4,13
24 19,32 9,60 5,75
26 22,25 11,85 7,94
28 25,80 14,72 10,94
30 30,14 18,40 15,07
32 35,49 23,18 20,79
34 42,16 29,44 28,77
36 50,59 37,75 40,05
38 61,35 48,93 56,18
40 75,32 64,20 79,54
42 93,71 85,38 113,96
44 118,37 115,31 165,58
46 152,10 158,51 244,65
48 199,27 222,31 368,68
50 266,89 319,07 568,59

78 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Contoh Soal 2.3
Diketahui : Suatu pondasi menerus dengan penampang seperti
yang tegambar.

Gambar 2.7. Sketsa Soal 2.3

Diminta : Hitung kapasitas daya dukung pondasi tersebut dengan


formula Hansen.
Penyelesaian :
Untuk nilai  = 24o ; dari Tabel FDD Hansen didapat nilai-nilai :
Nc = 19,32 Nq = 9,60 N = 5,75
q = .D = 18,2 x 1,00 = 18,2 kN/m2
Faktor Bentuk dapat dihitung sebagai berikut :
sc = 1 + 0,2.(B/L)
= 1 + 0,2 x (1/20) = 1,01
sq = sc = 1,01
s = 1 – 0,4.(B/L)
= 1 – 0,4 x (1/20) = 0,98
Faktor Kedalaman dapat dihitung sebagai berikut :
dq = 1 + [2.(D/B).tan.(1-sin)2
= 1 + [2x(1/1)xtan(24o)x(1-sin24o)2 = 1,31
dc = dq – [(1-dq)/(Nq.tan)]
= 1,31 – [(1-1,31)/(9,6.tan24o)]
= 1,31 – [-0,31 / 4,27] = 1,38
d = 1,00

Rekayasa Pondasi Dangkal | 79


Inklinasi beban tidak ada, maka Faktor Inklinasi didapat :
ic = iq = i = 1,00
Inklinasi dasar pondasi tidak ada, maka Faktor Inklinasi dasar
pondasi didapat :
bc = bq = b = 1,00
Kemiringan permukaan tanah tidak ada, maka Faktor
kemirinagn tanah didapat :
gc = gq = g = 1,00
Dengan mensubtitusi nilai-nilai variable tersebut ke dalam
formula kapasitas daya dukung pondasi dangkal dari Brinch Hansen,
didapat :
1
qult = c. N c .d c .sc .ic .g c + q.N q .d q .iq .bq .g q + B.N .d .s .i .b .g
2
qult = [16x19,32x1,38x1,01x1x1x1] +
[18,2x9,60x1,31x1,01x1x1x1] +
[½ x18,2x1,00x5,75x0,98x1,00x1x1x1]
= 430,85 + 231,17 +51,28 = 713,30 kN/m
Bandingkan dengan hasil dari formula Terzaghi dan Meyerhof,
terlihat bahwa hasil perhitungan dengan formula Hansen lebih
besar dari hasil kedua formula sebelumnya.
2.2.4. Teori Vesic (1973, 1975)
Vesic adalah seorang ahli pondasi yang menjadi murid dari
Terzaghi. Pada tahun 1973 Vesic melakukan serangkaian penelitian
terhadap daya dukung pondasi dangkal, dengan mengambil
assumsi dasar pada diagram pola keruntuhan yang digambarkan
oleh Terzaghi (1943).
Ada beberapa hal pokok yang dikemukakan oleh Vesic sebagai
koreksi dan penyempurnaan terhadap berbagai formula kapasitas
daya dukung pondasi dangkal yang telah dikemukakan para ahli
sebelumnya. Akan tetapi assumsi dasar yang tetap dipegang teguh
80 | Rekayasa Pondasi Dangkal
oleh Vesic adalah diagram Terzaghi. Adapun pengembangan teori
Vesic dibandingkan teori-teori sebelumnya adalah :
- Faktor kedalaman (deep factor) telah terakomodasi pada
komponen overburden pressure, sehingga bila
diperhitungkan secara terpisah berarti terjadi double
calculated.
- Faktor kemiringan permukaan tanah diantisipasi dengan
pengambilan kedalaman pondasi dari angka terkecil, dan
factor inklinasi dasar pondasi tidak pernah terjadi karena
dasar pondasi selalu dibuat rata di atas lapis tanah dasar.
Berdasarkan asumsi dan argumentasi tersebut di atas, maka Vesic
mengemukakan formula kapasitas daya dukung pondasi dangkal
sebagai berikut :
qu = c.Nc.sc.ic + q.Nq.sq.iq + ½.B.N.s.i................................. (2.15)

Yang mana :
Nc, Nq, N = FDD Terzaghi
Tabel 2.7. Rumus Faktor Daya Dukung Vesic

Bentuk Pondasi Pengaruh - c Pengaruh - q Pengaruh - 

Menerus sc = 1,00 sq = 1,00 s = 1,00

Persegi Panjang sc = [1+(B/L).(Nq/Nc)] sq = [1+(B/L).tan s=[1-0,4(B/L)]

Bujur Sangkar &


sc = [1+(Nq/Nc)] sq = (1+tan)  = 0,60
Lingkaran

Sedangkan faktor inklinasi beban oleh Vesic dirumuskan sebagai


berikut :
 (1 − iq ) 
ic = iq −   ........................................................ (2.16a)
 ( N c . tan  ) 

Rekayasa Pondasi Dangkal | 81


m
 H 
iq = 1 −   ........................................... (2.16b)
 (V + B'.L'.c. cot ) 
m +1
 H 
i = 1 −   ........................................ (2.16c)
 (V + B'.L'.c. cot ) 
Yang mana :
B’ = B – 2e L’ = L – 2e
Untuk tinjauan pada sisi pendek (B)

 (2 + B / L) 
m=  ............................................................... (2.17a)
 (1 + B / L) 
Untuk tinjauan pada sisi pendek (B)

 (2 + L / B) 
m=  ............................................................... (2.17b)
 (1 + L / B) 
Tinjauan m, disesuaikan dengan arah inklinasi beban yang terjadi.
Selanjutnya Vesic menganjurkan untuk memperhitungkan
factor multi-layer, dengan memasukan factor Kc, bila pondasi
berdiri di atas lapisan tanah dengan jenis lapisan yang lebih dari
satu macam. Sehingga formula Vesic dapat pula dituliskan sebagai
berikut :
qu = c.Nc.Kc.sc.ic + q.Nq.sq.iq + ½.B.N.s.i............................. (2.18)

Yang mana :
 (2.( B + L).H1  Cu2
Kc =   + Cu ............................................ (2.19)
 ( B .L. Nc )  1

H1 = ketebalan lapis teratas.


Cu1 = kekuatan geser undrained pada lapisan atas.
Cu2 = kekuatan geser indrained pada lapisan ke-2.

82 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Contoh Soal 2.4
Diketahui : Suatu pondasi menerus dengan penampang seperti
yang tegambar.

Gambar 2.8. Sketsa Soal 2.4.

Diminta : Hitung kapasitas daya dukung pondasi tersebut dengan


formula Vesic.
Penyelesaian :
Untuk nilai  = 24o ; dari Tabel FDD Terzaghi didapat nilai-nilai :
Nc = 23,36 Nq = 11,4 N = 8,58
q = .D = 18,2 x 1,00 = 18,2 kN/m2
Faktor Bentuk untuk pondasi menerus didapat :
sc = sq = s = 1,00
Dengan mensubtitusi nilai-nilai variable tersebut ke dalam
formula kapasitas daya dukung pondasi dangkal dari Vesic, maka
didapat :
qult = c.Nc.sc.ic + q.Nq.sq.iq + ½.B.N.s.i
qult = [16x23,36x1x1] + [18,2x11,4x1x1] +
[½ x18,2x1x8,58x1x1]
= 373,76 + 207,48 + 78,08
= 659,30 kN/m

Perhatikan bahwa hasil yang didapatkan dari formula Vesic sama


dengan hasil perhitungan dari formula Terzaghi (Contoh Soal-1).

Rekayasa Pondasi Dangkal | 83


2.2.5. Permasalahan Khusus
Keberadaan lapisan tanah keras (bed rock) di dalam lapisan
tanah pendukung mempengaruhi daya dukung pada pondasi
dangkal dan akan menimbulkan perbedaan yang signifikan bila
dibandingkan dengan daya dukung pada tanah yang homogen dan
isotropik.
A. Pengaruh Ketebalan Penetrasi pada Kondisi Finite Layers
(Lapisan Terbatas)
Pada tahun 1969 Mandel dan Salencon meneliti pengaruh
ketebalan lapisan penetrasi yang sangat tipis (finite layer). Dari hasil
penelitian mereka mengusulkan untuk memperhitungkan “faktor
ketebalan lapisan penetrasi” pada perhitungan kapasitas daya
dukung pondasi dangkal. Hal ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa bila tegangan yang didistribusikan ke dalam lapis penetrasi
dapat mencapai bed rock, maka kemampuan pondasi akan
bertambah dengan nilai significan, karena adanya peredaman gaya
geser pada lapisan bed rock yang bersifat kokoh.
Dengan mengabaikan semua faktor pengaruh yang telah
diperdebatkan oleh para ahli pondasi sebelumnya, oleh Mandel
Salencon dirumuskan formula kapasitas daya dukung pondasi
dangkal yang berdiri di atas lapisan penetrasi dengan ketebalan
terbatas, dengan formula sebagai berikut :
qult = c.Nc.hc + q.Nq.hq + ½.B.N.h ...................................... (2.20)

Yang mana :
hc, hq, h = faktor pengaruh ketebalan lapis penetrasi.

Faktor ketebalan lapisan penetrasi ini disajikan oleh Mandel dan


Salencon dalam tabel berikut ini :

84 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Tabel 2.8. Faktor Pengaruh Ketebalan Lapis Penetrasi Pada Pondasi
Dangkal
Nilai Rasio B/H (Lebar/Tebal)
Faktor  1 2 3 4 5 6 7 8
0 1,00 1,02 1,11 1,21 1,30 1,40 1,59 1,78
10 1,00 1,11 1,35 1,63 1,95 2,33 3,34 4,77
hc 20 1,01 1,39 2,12 3,29 5,17 8,29 22,00 61,00
30 1,13 2,50 6,36 17,50 50,00 150,00 1400,00 14800,00
0 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
10 1,00 1,07 1,21 1,37 1,56 1,79 2,39 3,25
hq 20 1,01 1,33 1,95 2,93 4,52 7,14 19,00 52,00
30 1,12 2,42 6,07 16,60 47,00 140,00 1370,00 14000,00
0 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
10 1,00 1,00 1,00 1,00 1,01 1,04 1,12 1,36
h 20 1,00 1,00 1,07 1,28 1,63 2,20 4,41 9,82
30 1,00 1,20 2,07 4,23 9,90 25,00 180,00 1450,00

Menurut Mandel & Salencon, Bila B < H, maka tidak ada


pengaruh bed rock.

Contoh Soal 2.5


Diketahui : Suatu pondasi menerus dengan penampang seperti
yang tegambar.

Gambar 2.9. Sketsa soal 2.5.

Diminta : Hitung kapasitas daya dukung pondasi tersebut dengan


formula Mandel & Salencon bila dianggap lapis bed rock
terletak pada kedalaman 0,8 m di bawah dasar pondasi
(H = 0,8 m).

Rekayasa Pondasi Dangkal | 85


Penyelesaian :
Untuk nilai  = 24o ; dari grafik FDD Terzaghi didapat nilai-nilai :
Nc = 23,36 Nq = 11,4 N = 8,58
q = .D = 18,2 x 1,00 = 18,2 kN/m2
Dengan nilai B/H = 1/0,8 = 1,25; dan nilai  = 24o
Dari Tabel Mandel & Salencon, dapat dilakukan interpolasi
sebagai berikut :
hc = [1,01+0,25(1,39-1,01)] + 4/10[{1,13+0,25(2,5-1,13)} –
{1,01+0,25(1,39-1,01)}]
= 1,105 + 4/10[1,473-1,105] = 1,252
hq = [1,01+0,25(1,33-1,01)] + 4/10[{1,12+0,25(2,42-1,12)} –
{1,01+0,25(1,33-1,01)}]
= 1,09 + 4/10[1,445-1,09] = 1,232
h = [1,00+0,25(1,00-1,00)] + 4/10[{1,00+0,25(1,20-1,00)} –
{1,00+0,25(1,00-1,00)}]
= 1,00 + 4/10[1,05-1,00] = 1,020
Dengan mensubtitusi nilai-nilai variable tersebut ke dalam
formula kapasitas daya dukung pondasi dangkal dari Mandel &
Salencon, didapat :
qult = c.Nc.hc + q.Nq.hq + ½.B.N.h
qult = [16x23,36x1,252] + [18,2x11,4x1,232] +
[½ x18,2x1,00x8,58x1,020]
= 467,95 + 225,62 + 79,64
= 803,21 kN/m
Apabila nilai B/H semakin besar (ketebalan lapis penetrasi
semakin kecil), maka semakin besar pula kapasitas daya dukung
pondasi yang didapatkan.

86 | Rekayasa Pondasi Dangkal


B. Teori Daya Dukung Davis & Brooker
Penelitian terhadap kapasitas daya dukung pondasi dangkal,
terus dilakukan oleh para ahli rekayasa pondasi. Pada tahun 1973
oleh Davis dan Booker dilakukan penelitian terhadap kapasitas daya
dukung pondasi dangkal yang berdiri di atas lapisan tanah non-
homogeneous.
Dari hasil penelitian mereka dikemukakan suatu faktor
koreksi (F), yang nilainya tergantung pada rasio antara perkalian
undrained strength () dengan lebar pondasi (B) terhadap
overburden pressure (qo) atau sebaliknya. Formula yang
dirumuskan oleh Davis & Brooker untuk kapasitas daya dukung
pondasi dangkal di atas lapisan tanah yang non-homogeneous
adalah sebagai berikut :
qult = F.(5,14.qo + ¼ .B) ..................................................... (2.21)

Yang mana :
F = Faktor koreksi, yang nilainya sesuai dengan tabel berikut :
Tabel 2.9. nilai F berdasarkan perkalian B)/qo

(B)/qo 0 4 8 12 15 20
Nilai F 0 1,50 1,62 1,71 1,75 1,77

Tabel 2.10. nilai F berdasarkan perkalian q o/(B)

qo/(B) 0,04 0,03 0,02 0,01 0,00


Nilai F 1,77 1,77 1,75 1,66 0,00

2.3. Perhitungan Daya Dukung Pondasi Dangkal Berdasarkan


Parameter Uji Lapangan
Dalam praktik sehari-hari, sering ditemukan kesulitan untuk
menemukan parameter teknis tanah dari pengujian laboratorium.
Hal semacam ini dapat disebabkan oleh karena keterbatasan

Rekayasa Pondasi Dangkal | 87


peralatan atau juga karena mahalnya biaya soil investigasi yang
lebih lengkap.
Oleh karena itu sering para perencana pondasi menggunakan
parameter tanah dari hasil pengujian lapangan yang lebih
sederhana dan murah pelaksanaannya, seperti uji Standard
Penetration Test (SPT) atau Cone Penetrometer Test (CPT atau
Sondir).

2.3.1. Daya Dukung Berdasrkan Data N-SPT


Beberapa formula perhitungan kapasitas daya dukung
pondasi dangkal yang dikembangkan dari parameter hasil uji
lapangan yaitu parameter N-SPT, antara lain :
1. Persamaan Meyerhof (1974)
Meyerhof memberikan formula kapasitas daya dukung izin yang
dibedakan terhadap batasan lebar pondasi (B) dan sistim satuan
yang digunakan dalam perhitungan.
Pada sistim satuan internasional (SI) ; satuan q a (kN/m2)
Untuk B  1,22 m ;

qa = 12.Nspt.Kd ; Kd = 1 + 0,33.(D/B)  1,33 ............. (2.22)


Untuk B > 1,22 m ;

qa =8.Nspt.[(B+0,305)/B]2.Kd; Kd = 1 + 0,33.(D/B)1,33 .. (2.23)


Pada sistim satuan british (FPS) ; satuan qa (kips/ft 2)
Untuk B  4 feet ;

qa = ¼ .Nspt.Kd ; Kd = 1 + 0,33.(D/B)  1,33 ................... (2.24)


Untuk B > 4 feet ;
qa =1/6 .Nspt.[(B+1)/B]2.Kd ; Kd = 1 + 0,33.(D/B)  1,33 ....... (2.25)

88 | Rekayasa Pondasi Dangkal


2. Persamaan Bowles (1982)
Bowles memberikan formula kapasitas daya dukung pondasi
dangkal dengan menggunakan parameter dari Nspt, dengan
memodifikasi koefisien persamaan dari Meyerhof karena dinilai
terlalu konservatif, sebagai berikut :
Pada sistim satuan internasional (SI) ; satuan q a (kN/m2)
Untuk B  1,22 m ;

qa =20.Nspt.Kd ; Kd = 1 + 0,33.(D/B)  1,33 .................... (2.26)


Untuk B > 1,22 m ;
qa =12,5.Nspt.[(B+0,305)/B]2.Kd; Kd = 1+0,33.(D/B)  1,33 (2.27)9

Pada sistim satuan britis (FPS) ; satuan qa (kips/ft2)


Untuk B  4 feet ;

qa =0,4.Nspt.Kd ; Kd = 1 + 0,33.(D/B)  1,33 ................... (2.28)


Untuk B > 4 feet ;

qa = ¼ .Nspt.[(B+1)/B]2.Kd ; Kd = 1 + 0,33.(D/B)  1,33 ... (2.29)

3. Persamaan Parry (1977)


Untuk jenis tanah non kohesif, oleh Parry disarankan
menggunakan formula kapasitas daya dukung pondasi dangkal
dengan persamaan berikut :

qult = 30.Nspt (kPa); Syarat Df  B ................................. (2.30)


Dalam hal ini Parry menyarankan untuk menggunakan nilai Nspt
pada titik sedalam 0,75 B di bawah dasar pondasi.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 89


2.3.2. Daya Dukung Berdasarkan Data CPT
Selain parameter N-SPT, data CPT (sondir) sebagai parameter
yang di dapatkan dari pengujian lapangan juga dapat digunakan
untuk memperkirakan daya dukung pondasi dangkal. Beberapa
formula perhitungan kapasitas daya dukung pondasi dangkal yang
diprediksi dari nilai parameter CPT, antara lain :
1. Persamaan Meyerhof (1965)
Selain memberikan formula sederhana dengan menggunakan
parameter Nspt, Meyerhof juga memberikan formula
sederhana untuk perhitungan kapasitas daya dukung pondasi
dangkal dari parameter sondir, dengan mengassumsikan
penurunan izin yang terjadi sampai 25 mm (2,5 cm), dengan
formula berikut :

qa = qc/30 (kPa); Untuk B  F4 ......................................... (2.31)

qa = qc/50.[(B+F3)/B]2 (kPa); Untuk B  F4 ..................... (2.32)


Yang mana :
qc = tahanan konus sondir (kPa).
F3 & F4 = Faktor satuan yang diambil pada tabel berikut :
Tabel 2.11. Nilai F3 dan F4 Persamaan Meyerhof

Satuan SI, m Satuan FPS, ft


F1 0,05 2,50
F2 0,08 4,00
F3 0,30 1,00
F4 1,20 4,00

90 | Rekayasa Pondasi Dangkal


2. Persamaan De Beer (1952)
De Beer memberikan rekomendasi untuk jenis pondasi dangkal
yang memikul beban kecil sampai sedang, diatas lapisan tanah
lempung atau lempung kepasiran, dengan formula sebagai
berikut :
qa = 0,20.qc ........................................................................ (2.33)
Yang mana :
qc = tahanan konus sondir (kg/cm2).
3. Persamaan L’Herminier (1953)
L’Herminier memberikan rekomendasi untuk jenis pondasi
dangkal yang memikul beban besar yang duduk di atas lapisan
tanah berpasir padat, dengan formula sebagai berikut :
qa = 0,10.qc ........................................................................ (2.34)
Yang mana :
qc = tahanan konus sondir (kg/cm2).
4. Persamaan Schmertmann (1978)
Menurut Schmertmann (1978), bahwa nilai q c (kg/cm2) dapat
dirata-ratakan selama interval kedalaman berada dari sekitar B/2 di
atas hingga 1,1 B di bawah dasar pondasi. Dengan nilai qc rata-rata
tersebut dapat dipergunakan untuk memprediksi daya dukung
pondasi dangkal dengan persamaan sebagai berikut :
Untuk tanah tanpa kohesi (non cohesive soil) :
Pondasi Menerus ;
qult = 28 − 0,0052(300−qc)1,5 (kg/cm2) ............................ (2.35)
Pondasi Telapak ;
qult = 48 − 0,009(300−qc)1,5 (kg/cm2)................................. (2.36)

Rekayasa Pondasi Dangkal | 91


Untuk tanah berkohesi (cohesive soil) :
Pondasi Menerus ;
qult = = 2 + 0,28.qc (kg/cm2) ............................................ (2.37)
Pondasi Telapak ;
qult = = = 5 + 0,34.qc (kg/cm2) .......................................... (2.38)
Selain itu menurut Schmertmann, bahwa tekanan konus dari
CPT dapat dipergunakan menghitung faktor daya dukung (FDD)
untuk persamaan daya dukung Terzaghi, yang dapat diperkirakan
sebagai berikut :
0,8Nq = 0,8N = qc, sehingga dapat dituliskan ;
Nq = N = 1,25 qc ; Syarat nilai D/B  1,5 .............................. (2.39)

Selain formula-formula sederhana yang menggunakan


parameter N-spt atau qc-sondir seperti yang diuraikan di atas,
masih cukup banyak formula lainnya yang diajukan oleh beberapa
ahli pondasi. Namun satu hal yang perlu diperhatikan sebelum
menggunakan setiap formula sederhana semacam ini, adalah
bahwa setiap formula ada kondisi tanah dan/atau kondisi pondasi
yang sesuai untuk menggunakan formula tersebut. Jadi tidak semua
formula tepat digunakan untuk semua jenis tanah dan/atau kondisi
pondasi yang direncanakan.

2.3.3. Daya Dukung Berdasarkan Data Uji Beban Pelat


Walaupun pada dasarnya penggunaan data hasil uji beban
pelat (Plate Load Test) masih dipertanyakan dan diragukan oleh
beberapa insinyur, namun ada beberapa formula yang sudah
diajukan oleh para ahli. Alasan para insinyur meragukan penerapan
data ini, karena biasanya ukuran pelat uji yang digunakan relatif
kecil yakni 30x30, 60x60, dan maksimum 75x75 cm2. Sehingga

92 | Rekayasa Pondasi Dangkal


mereka menganggap bahwa data itu terlalu beresiko untuk
diekstrapolasikan ke pondasi ukuran penuh, yang mungkin 1,5x1,5
sampai 4x4 atau 5x5 m2.
Terlepas dari masih diragukannya oleh beberapa praktisi di
lapangan, beberapa formula yang telah disarankan penggunaannya
di antaranya :
1. Metode Standard
Bahwa ekstrapolasi dari hasil uji beban ke pondasi ukuran
penuh bukanlah keharusan. Untuk tanah lempung (c-soil) perlu
dicatat bahwa nilai B.N = 0, sehingga dapat dikatakan bahwa q ult
tidak tergantung pada ukuran penuh dari pondasi, sehingga pada
kasus semacam ini dapat diberikan persamaan :
qult (pondasi) = qult (load test) ........................................... (2.40)

Pada tanah non kohesif (cohesive soil) dan common soil (c- soil)
maka berlaku persamaan sebagai berikut :

B pondasi
qult ( pondasi) = M + N ........................................ (2.41)
Bload−test

Yang mana :
M = Nc atau Nq
N = N
B pondasi = lebar pondasi ukuran penuh
B load test = lebar pelat uji beban
Secara praktis, untuk mengekstrapolasi uji beban pelat untuk
pasir (yang sering dalam konfigurasi sehingga suku Nq sangat kecil
sehingga diabaikan), maka digunakan persamaan yang berikut ini :

B pondasi
qult ( pondasi) = qload−test x ..................................... (2.42)
Bload−test

Rekayasa Pondasi Dangkal | 93


Penggunaan persamaan ini tidak dianjurkan kecuali jika
Bfondasi/Bload test tidak lebih dari rasio 3. Bila rasionya berada pada
nilai 6 sampai 15 atau lebih, ekstrapolasi dari uji beban pelat akan
memberikan hasil yang lebih besar dari sebenarnya. Untuk kondisi
semacam itu disarankan menggunakan korelasi SPT atau CPT yang
setidaknya akan memberikan hasil perhitungan yang lebih akurat.

2. Metode Housel’s
Housel (1929) dan Williams (1929), keduanya memberikan
persamaan untuk menggunakan hasil uji beban pelat untuk
mendapatkan beban yang diijinkan (Ps) sebagai berikut :

PS = A.q1 + p.q2 ; (kPa atau ksf) ......................................... (2.43)

Yang mana :
A = luas pelat yang digunakan untuk uji beban, m 2 atau ft2
p = keliling pelat uji beban, m atau ft
q1 = tekanan bantalan zona interior pelat, kPa atau ksf
q2 = geser tepi pelat, kN/m atau k/ft
Untuk dapat menerapkan persamaan Housel’s dengan prosedur
sebagai berikut:
1) Lakukan dua kali atau lebih uji beban dengan menggunakan
ukuran pelat beban yang berbeda. Plot kurva baik beban
tekan (P) versus penurunan (H).
2) Pada penurunan yang diizinkan, dan diplot pada kurva P vs
(H), sehingga dihasilkan nilai beban yang menyebabkan
penurunan yang diizinkan (Ps). Nilai penurunan izin dapat
juga diambil pada alternatif angka penurunan 6 mm, 10 mm,
atau 15 mm. Jika penurunan izin tidak ditentukan, maka nilai
Ps dapat diambil sebesar ½ Pult.

94 | Rekayasa Pondasi Dangkal


3) Dengan menggunakan nilai Ps, serta luas dan keliling pelat
yang diketahui dari dimensi pelat uji, maka dengan dua
persamaan yang dihasilkan, selanjutnya nilai q 1 dan q2 akan
didapatkan. Apabila uji beban pelat dilakukan lebih dari dua
kali, dapat dibuat beberapa simulasi solusi sebanyak
mungkin, dan hasil q1 dan q2 dirata-ratakan.
Contoh Penerapan
Dari dua kali pengujian beban pelat, dihasilkan data uji beban
sebagai berikut :
Tabel 2.12. Contoh hasil pengujian beban pelat

No.
B (m) A (m2) p(m) Ps (kN)
Test
1 0,45 (0.45)2 = 0.2025 4 x 0,45 = 1.8 30,4
2
2 0,60 (0.60) = 0.3600 4 x 0,60 = 2.4 45,1

Dari tabel di atas dapat disusun dua persamaan sebagai berikut :


(1) 0,2025 q1 + 1,8 q2 = 30,4 x (2,4/1,8)
(2) 0,3600 q1 + 2,4 q2 = 45,1
Perkalikan persamaan (1) dengan faktor (2,4/1,8), didapat :
(1) 0,2700 q1 + 2,4 q2 = 40,5
(2) 0,3600 q1 + 2,4 q2 = 45,1 (-)
– 0,09 q1 = – 4,6
q1 = (– 4,6)/( – 0,09) = 51,11 kPa.
Selanjutnya dengan persamaan (1), dapat hitung nilai q2 :
0,2025 x 51,11 +1,8 q2 = 30,40
1,8 q2 = 30,40 – 10,35 = 20,05
q2 = (20,05)/(1,8) = 11,14 kN/m.
Sekarang diperlukan untuk memecahkan dengan percobaan
untuk menemukan dimensi pondasi ukuran penuh untuk beban

Rekayasa Pondasi Dangkal | 95


desain yang diberikan. Berikut ini menggambarkan pendekatan
tersebut dilakukan .
Pa yang diijinkan untuk pondasi berukuran 3x3 m adalah :
Pa = (3x3).51,11 + (4x3).11.14 = 459,99 + 133,68 = 593.67 kN
Jadi beban izin dari pondasi yang dirancang dengan ukuran 3 x 3 m 2
adalah sebesar = 593,67 kN.
Metode ini umumnya disebut metode Housel, yang banyak
digunakan sampai awal 1950-an. Meskipun Terzaghi (1929) tidak
menyetujuinya dan bahkan tidak menyebutkannya dalam buku
Terzaghi (1943), pada saat mana metode daya dukung Terzaghi
pertama kali diperkenalkan.
2.4. Daya Dukung Pondasi dengan Beban Miring (Inclinated
Loads)
Sebuah pondasi yang mengalami pembebanan miring akan
menyebabkan penurunan kapasitas daya dukungnya. Pembebanan
miring dapat terjadi pada pondasi dinding penahan tanah yang
dibebani dengan beban horizontal (tekanan tanah lateral) dan
beban vertikal dari bangunan di atasnya. Selain itu beberapa
struktur bertingkat banyak yang menerima beban angin sebagai
horizontal, dan beban gravitasi dari bangunan atas sebagai beban
vertikal, akan menimbulkan resultante gaya yang akan menjadi
beban miring terhadap struktur pondasi. Dengan kata lain bahwa
pondasi yang menerima beban vertikal dan beban horizontal secara
bersamaan, akan memikul beban miring (inclined loads). Pengaruh
pembebanan miring terhadap daya dukung pondasi dangkal dapat
diperhitungkan melalui faktor-faktor kemiringan, seperti yang
ditunjukkan pada tabel-tabel berikut :

96 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Tabel 2.13. Faktor bentuk, kedalaman, dan kemiringan beban, untuk
digunakan dalam persamaan daya dukung Meyerhof.

Tabel 2.14. Faktor kemiringan beban, faktor tanah dan dasar untuk
digunakan dalam persamaan daya dukung Hansen.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 97


Tabel 2.15. Faktor kemiringan beban, faktor tanah dan dasar untuk
digunakan dalam persamaan daya dukung Vesic.

Dari beberapa formula yang telah dibahas sebelumnya,


persamaan Terzaghi tidak memiliki ketentuan langsung untuk
memperhitungkan pengurangan daya dukung pondasi akibat
adanya kasus beban miring.
Formula Meyerhof sudah memperhitungkan pengaruh beban
miring dengan memberikan faktor kemiringan untuk menghitung
daya dukung pondasi dangkal seperti yang terlihat pada Tabel 2.13.
Akan tetapi formula Meyerhof tidak memperhitungkan arah beban
horizontal baik pada arah sisi pendek atau sisi panjang (HB, HL).
Formula Vesic telah memperhatikan arah beban (HB, HL)
dalam menghitung eksponen m, seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 2.15. Menurut Vesic, faktor bentuk (s) dihitung terlepas dari
faktor kemiringan (i).
Formula Hansen dalam menghitung faktor kemiringan
mempertimbangkan arah beban (HB, HL), dengan prosedur sebagai
berikut :
1) Hitung faktor kemiringan menggunakan persamaan yang
diberikan pada Tabel 8, dan menggunakan eksponen yang
diberikan dalam tabel itu 2 ≤ α1 ≤ 5 and 2 ≤ α2 ≤ 5), atau yang

98 | Rekayasa Pondasi Dangkal


disarankan oleh Bowles (2 ≤ α1 ≤ 3 and 3 ≤ α2 ≤ 4). Dengan
demikian, untuk:
HB = 0; i’c,B = 0 dan ic,B, iq,B, iγ,B = 1,0 (semuanya)
HL = 0; i’c,L = 0 dan ic,L, iq,L, iγ,L = 1,0 (semuanya)
2) Selanjutnya faktor kemiringan yang dihitung di atas, dapat
digunakan untuk menghitung faktor bentuk Hansen, sebagai
berikut :

s'c, B = 0,2Bic, B / L .............................................................. (2.44a)

s'c, L = 0,2Bic, L / B .............................................................. (2.44b)

N q B' ic , B
sc , B = 1,0 + . ....................................................... (2.44c)
N c L'

N q L ' ic , L
sc , L = 1,0 + . ........................................................ (2.44d)
N c B'

sq,B = 1 + sin .B' iq,B / L' .................................................... (2.44e)

sq,L = 1 + sin .L' iq,L / B' .................................................... (2.44f)

s ,B = 1 − 0,4.B' i ,B / L' i ,L ................................................. (2.44g)

s ,L = 1 − 0,4.L' i ,L / B' i ,B ................................................. (2.44h)

Batasan: sj > 0,6 (jika kurang dari 0,6 gunakan 0,60)

2.5. Daya Dukung Pondasi dengan Beban Eksentris


Beban eksentris akan timbul apabila titik tangkap dari
resultante gaya (R) dari beban-beban super structure tidak jatuh di
titik pusat pondasi. Jarak dari titik pusat pondasi ke titik tangkap
resultante gaya disebut dengan eksentrisitas (sumbu-x dan sumbu-

Rekayasa Pondasi Dangkal | 99


y). Bila pondasi mengalami pembebanan eksentrik akan mengalami
penurunan daya dukung.
Estimasi daya dukung batas pada pondasi telapak yang
memiliki eksentrisitas, dapat diperoleh dari beberapa metode yang
akan dibahas berikut :
1) Metode Luas Efektif (Meyerhof, 1953, 1963; Hansen, 1970).

Gambar 2.10. Prosedur Perhitungan Dimensi Pondasi Memikul Beban


Eksentris dengan Metode Luas Efektif.

100 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Tabel 2.16. . Nilai Ratio Pada Pondasi Lingkaran yang Memikul Beban
Eksentris (Highter dan Anders, 1985)

Prosedurnya dilakukan seperti yang dijelaskan di bawah ini :


(a) Tentukan dimensi pondasi efektif B’ dan L’ menggunakan
persamaan :
B’ = B−2 eB di mana eB adalah eksentrisitas sejajar
dengan B.
L’ = L−2 eL di mana eL adalah eksentrisitas sejajar
dengan L.
Yang mana B’ adalah lebar efektif pondasi, dan L’ adalah
Panjang efektif pondasi.
Luas efektif pondasi adalah A' = B' x L' .
Luas efektif ekivalen A' dan lebar efektif B' untuk pondasi
telapak melingkar yang dibebani secara eksentrik diberikan
dalam bentuk nondimensi (Highter dan Anders, 1985),
seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas sehingga,
panjang efektif dapat dihitung sebesar L' = A'/B' . Yang perlu
diingat bahwa dalam kasus pondasi lingkaran di bawah
beban eksentris, maka eksentrisitas selalu satu arah (arah-r)
(b) Gunakan dimensi pondasi efektif yaitu B' dan L' dalam
menghitung faktor bentuk (shape factor).
(c) Gunakan dimensi B dan L aktual dalam menghitung faktor
kedalaman (depth factor).

Rekayasa Pondasi Dangkal | 101


(d) Gunakan persamaan daya dukung umum untuk
mendapatkan qult.
Selanjutnya beban batas (ultimate load) yang dapat dipikul
oleh pondasi dapat dihitung sebagai berikut :
Qult = qult × A = qult (B’L’) ................................................ (2.45)
Faktor keamanan terhadap kegagalan daya dukung dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Qult
SF = .......................................................................... (2.46)
R
Yang mana : R adalah resultante gaya-gaya yang dipikul
oleh pondasi.

2) Metode Faktor Reduksi dari Meyerhof.


Pada metode ini, daya dukung batas dihitung untuk kondisi
pembebanan konsentris dengan menggunakan persamaan
daya dukung Meyerhof pada pada tabel berikut ini :

102 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Tabel 2.17. Persamaan Daya Dukung dari Beberapa Ahli Pondasi

Daya dukung batas yang dihitung dengan persamaan dari


tabel di atas adalah qult(c) kemudian dikurangi dengan faktor
reduksi (Re), untuk mendapatkan daya dukung batas aktual
pada kondisi pembebanan eksentris yang dituliskan sebagai
berikut :
qult(e) = qult(c) × Re

qult (e) = qult (c) − Re ..................................................... (2.47)

Rekayasa Pondasi Dangkal | 103


Yang mana :
Re, nilainya didapatkan dari kurva reduksi (Metode
Meyerhof), atau dengan menggunakan persamaan yang
dikonversi dari kurva Meyerhof (Bowles, 1982) sebagai
berikut :

2.e
Re = ; tanah kohesif ........................................... (2.48)
B
1/ 2
e
Re =   ; tanah non-kohesif & 0 < e/B < 0,3 ...... (2.49)
B
Untuk eksentrisitas dua arah (ex, ey), maka dua faktor reduksi
digunakan untuk setiap jenis tanah. Menurut metode ini,
bahwa daya dukung batas yang dapat dipikul oleh pondasi
dapat dihitung sebagai berikut :
Qult = qult(e) × A = qult(e) (B.L) ...................................... (2.50)

3) Metode Faktor Reduksi dari Purkaystha and Char (untuk


tanah granuler).
Purkaystha dan Char (1977) telah melakukan analisis
stabilitas pondasi menerus di bawah beban vertikal eksentris
yang didukung oleh lapisan tanah pasir, dengan
menggunakan metode irisan. Dari analisis yang mereka
lakukan menghasilkan faktor reduksi eksentrisitas sebagai
berikut ;

qult ( e )
Rk = 1 − .............................................................. (2.51)
qult ( c )
k
e
Rk = a.  ................................................................ (2.52)
B

104 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Yang mana :
Rk = faktor reduksi eksentrisitas
qult(e) = daya dukung ultimit pondasi strip di bawah beban
vertikal eksentrik
qult(c) = daya dukung ultimit pondasi strip di bawah beban
vertikal pusat
a & k = fungsi rasio embedment Df/B, nilainya dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 2.18 Nilai faktor reduksi a dan k. dari Purkaystha and
Char

Apabila nilai k disubtitusikan pada persamaan di atas, maka :

 e 
k

qult ( e ) = qult ( c ) (1 − Rk ) = qult ( c ) 1 − a   ................. (2.53)


  B  

Yang mana :

1
qult ( c ) = q.N q .d qd +  .N  .d d .................................... (2.54)
2
Faktor kedalaman dqd dan dd dihitung dengan persamaan
dari tabel berikut :

Rekayasa Pondasi Dangkal | 105


Tabel 2.15. Faktor bentuk dan kedalaman untuk persamaan
Hansen dan Vesic

Beban batas per satuan panjang pondasi menerus dapat


diberikan sebagai :
Qult = B.qult (eksentris) ....................................................... (2.55)

4) Metode Prakash dan Saran


Menurut Prakash dan Saran (1971), bahwa beban batas per
satuan panjang dari fondasi menerus yang dibebani secara
eksentris dan vertikal dapat diperkirakan sebagai berikut :

 1 
Qult = B.c' N c ( e ) + q.N q ( e ) +  .N  ( e )  ...................... (2.56)
 2 

106 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Yang mana :
Nc(e), Nq(e), N(e), adalah faktor daya dukung, yang nilainya
masing-masing dapat diambil dari kurva faktor daya dukung
berikut :

Gambar 2.11. Kurva Nc vs Nilai-

Gambar 2.12. Kurva Nq vs Nilai-

Rekayasa Pondasi Dangkal | 107


Gambar 2.13. Kurva N vs Nilai-

Untuk fondasi persegi panjang yang dibebani secara eksentrik


dan vertikal, beban ultimit dapat diperkirakan dengan
persamaan sebagai berikut :

 1 
Qult = BL. c ' N c (e) .scs (e) + q. N q (e) .s qs (e) +  . N (e) .ss (e)
  2  . (2.57)

Yang mana :
Scs(e), Sqs(e), dan Ss(e), faktor bentuk yang dapat
ditentukan sebagai berikut :

 L
scs (e) =  1, 2 − 0,025.   1 ................................................... (2.58a)
 B

s qs (e) = 1 ............................................................................. (2.58b)

2
 2e B   3  e   B 
ss (e) = 1,0 +  − 0,68  + 0, 43 −   .  ............ (2.58c)
B L   2  B   L 

Catatan : ss (e) (persamaan 2.58.c); untuk lapisan pasir padat.


ss (e) = 1 ; untuk lapisan pasir lepas.

108 | Rekayasa Pondasi Dangkal


5) Metode Analisis Saran dan Agarwal
Saran dan Agarwal (1991), membuat kajian terhadap daya
dukung pondasi menerus yang mengalami beban miring
eksentris. Mereka mengusulkan persamaan daya dukung
untuk pondasi menerus yang terletak pada kedalaman D f, di
bawah permukaan tanah yang memikul beban eksentris
(eksentrisitas beban = e), dengan sudut kemiringan ()
terhadap vertikal :
 1 
Qult = B.c' N c ( ei ) + q.N q ( ei ) +  .N ( ei )  ......................... (2.59)
 2 
Persamaan ini memberikan nilai daya dukung batas per
satuan panjang pada pondasi menerus (strip footings).
Faktor daya dukung Nq(ei) , Nc(ei) dan N(ei), masing-masing
dapat diperoleh dari kurva berikut ini :

Gambar 2.14. Kurva Nc(ei) vs Nilai-, pada nilai  tertentu

Rekayasa Pondasi Dangkal | 109


Gambar 2.15. Kurva Nq(ei) vs Nilai-, pada nilai  tertentu

Gambar 2.16. Kurva N(ei) vs Nilai-, pada nilai  tertentu

110 | Rekayasa Pondasi Dangkal


2.6. Pengaruh Muka Air Tanah pada Daya Dukung Pondasi
Dangkal
Letak muka air tanah dalam lapisan tanah pendukung, sangat
mempengaruhi daya dukung pondasi dangkal. Hal ini disebabkan
karena berat satuan volume efektif (’) pada tanah dasar akan
mengalami pengurangan yang signifikan (’ = sat - w), sehingga
tekanan overburden menjadi lebih kecil. Sebagaimana diketahui
bahwa berat satuan volume efektif pada tanah yang terendam akan
berkurang hingga hampir setengahnya. Selain itu, akibat tanah
terendam akan menyebabkan hilangnya sebagian potensi kohesi
tanah, yang disebabkan meningkatnya tegangan kapiler dalam
tanah, sehingga mengakibatkan ikatan sementasi antar partikel di
dalam tanah akan melemah.
Dengan demikian akibat perendaman, akan mereduksi
sekaligus dua parameter di dalam lapisan tanah, yakni ; (1) kohesi
tanah menurun, dan (2) berat volume efektif mengecil. Oleh karena
itu, dalam analisis daya dukung pondasi sangat penting dilakukan
dengan asumsi letak muka air tanah yang setinggi mungkin, agar
umur teknis yang diharapkan dari struktur yang bersangkutan dapat
tercapai. Hal ini penting terutama apabila lokasi pondasi yang
dirancang tersebut berada di wilayah yang rawan terhadap banjir.
Berat satuan volume efektif yang diperlukan dalam persamaan
daya dukung dapat ditentukan sebagai berikut :
(1) Nilai berat satuan volume efektif yang diperlukan untuk
perhitungan daya dukung, ada tiga kemungkinan kasus, yang
dapat diilustrasikan pada gambar berikut :

Rekayasa Pondasi Dangkal | 111


Gambar 2.18. Ilustrasi posisi muka air tanah di bawah pondasi

a) Muka air tanah tertinggi terdapat pada permukaan


pondasi atau di atas pondasi, yaitu z w = 0, dimana zw
adalah kedalaman muka air tanah di bawah permukaan
pondasi. Jika tanah dasar pondasi terendam; maka, berat
satuan efektif ’ adalah berat satuan apung (terendam) b.
Karena itu, maka :

 ' =  b =  sat −  w .......................................................... (2.60)


b) Muka air tanah tertinggi terdapat pada kedalaman 0 < zw
 B. Rata-rata berat satuan efektif dapat ditentukan
sebagai berikut :
zw 
 ' = (2 H − z w )  + b2 (H − z w )2 ....................... (2.61)
2 wet
H H
Yang mana :

 
H = 0,5.B tan  45 −   B ......................................... (2.62)
 2
wet = berat satuan volume basah tanah pada kedalaman zw
Sehingga berat satuan volume efektif, juga dapat
ditentukan sebagai :

112 | Rekayasa Pondasi Dangkal


zw
 '=  b + ( wet −  b ) .................................................. (2.63)
B
c) Muka air tanah tertinggi ada secara permanen pada
kedalaman jauh di bawah permukaan pondasi, yaitu zw >
B. Maka rata-rata berat satuan volume efektif dapat
ditentukan sebagai berikut :

 ' =  wet .......................................................................... (2.64)


(2) Nilai berat satuan volume efektif yang diperlukan untuk
perhitungan tekanan beban tambahan efektif, q’ (effective
overburden), ada tiga kemungkinan kasus :

Gambar 2.19. Ilustrasi posisi muka air tanah di atas dasar pondasi

a) Muka air tanah tertinggi terdapat pada permukaan


pondasi atau di bawah permukaan pondasi, yaitu d w > Df ,
dimana dw adalah kedalaman muka air tanah di bawah
permukaan tanah. Oleh karena itu, berat satuan volume
efektif rata-rata pada tanah urugan ditentukan sebagai
berikut :
 ' =  wet
Sehingga :

q' =  wet .D f ........................................................ (2.65)

Rekayasa Pondasi Dangkal | 113


b) Muka air tanah tertinggi terdapat pada kedalaman
0 < dw < Df. Dalam hal ini, ’ = wet digunakan untuk tanah
di kedalaman dw dan b = (sat – w), digunakan untuk tanah
di kedalaman (Df – dw). Sehingga didapat ;

q' =  wet .d w +  b (D f − d w ) ................................. (2.66)


c) Muka air tanah tertinggi ada pada atau di atas permukaan
tanah, yaitu dw = 0. Tanah urugan di atas pondasi
terendam; maka, berat satuan efektif ’ adalah berat
satuan apung (terendam) b. Karena itu :

 ' =  b =  sa −  w ................................................ (2.67)


Sehingga didapat :

q' =  b (D f )......................................................... (2.68)


Sebagai catatan bahwa semua formula di atas dapat
digunakan apabila sesuai dengan asumsi bahwa gaya
rembesan yang bekerja di dalam lapisan tanah
pendukung pondasi tidak ada atau dapat diabaikan. Jika
terdapat aliran rembesan air tanah yang signifikan di
dalam lapisan tanah, akan mempengaruhi kapasitas daya
dukung pondasi. Rembesan air tanah di bawah pondasi
dapat mengakibatkan erosi internal tanah (quick soil),
sehingga akhirnya akan membentuk rongga kosong di
dalam lapisan tanah (piping). Apabila diyakini atau ada
keraguan bahwa di dalam lapisan tanah dasar terjadi
rembesan, maka perlu dipertimbangkan untuk
melakukan analisis daya dukung secara khusus.

114 | Rekayasa Pondasi Dangkal


2.7. Pengaruh Kompresibilitas Tanah Terhadap Daya Dukung
Pada umumnya formula untuk menghitung kapasitas daya
dukung pondasi dangkal yang didasarkan pada asumsi bahwa
material tanah adalah inkompresibilitas hanya dapat diterapkan
untuk kasus-kasus di mana pola keruntuhannya adalah geser
umum. Untuk pola keruntuhan untuk tanah yang kompresibel,
menurut Terzaghi (1943) bahwa pengaruh kompresibilitas tanah
akan terantisipasi dengan menggunakan pola keruntuhan geser
lokal.
Namun, menurut Vesic (1973), bahwa pendekatan seperti itu
tidak selalu memuaskan, dan sebagai gantinya, Vesic mengusulkan
menggunakan faktor kompresibilitas (ζic), yang nilainya selalu lebih
kecil dari 1,00.
Untuk Ir < Ir(cr) :
Untuk  = 0 ;
B
 cc = 0,32 + 0,12 + 0,60 log I r .............................. (2.69)
L
Untuk  > 0 ;

1 −  qc
 cc =  qc − ................................................. (2.70)
N c tan 

 B  (3,07 sin  )(log 2.I r )  


 qc =  c = exp  − 4, 4 + 0,6  tan  +    . (2.71)
 L  1 + sin  
Untuk Ir  Ir(cr) :

 cc =  qc =  c = 1 ............................................. (2.72)
Gs
Ir = .................................................... (2.73)
c + q ' tan 

Rekayasa Pondasi Dangkal | 115


1  B    
I r (cr ) = exp  3,30 − 0,45. . cot 45 −   ..... (2.74)
2  L  2  
Yang mana :
Ir = Indeks kekakuan tanah pada kedalaman kira-kira B/2
di bawah permukaan pondasi.
Gs = modulus geser tanah
q = tekanan efektif overburden pada kedalaman Df + B/2
Ir(cr) = Indeks kekakuan kritis tanah
Nilai Ir(cr) dengan beberapa rasio (B/L) diberikan pada tabel
sebagai berikut :
Tabel 2.16. Nilai indeks kekakuan kritis tanah.

2.8. Pengaruh Inklinasi Permukaan Tanah Terhadap Daya


Dukung Pondasi Dangkal
Membuat pondasi pada sebuah lereng sering tidak dapat
dihindarkan, yang disebabkan karena keterbatasan lahan dan/atau
kondisi topografi lokasi pembangunan yang memang terletak pada
lereng. Pondasi dangkal yang didirikan di atas lahan yang berbentuk

116 | Rekayasa Pondasi Dangkal


lereng akan mengalami distorsi daya dukung. Hal ini disebabkan
karena berkurangnya area penyebaran tegangan di dalam lapisan
tanah.
Kasus pondasi dangkal yang terletak pada permukaan tanah
yang miring, biasanya berbentuk dalam 2-kemungkinan, yakni :
1) Pondasi dangkal terletak di permukaan lereng.
2) Pondasi dangkal terletak di atas lereng.
2.8.1. Pondasi Dangkal pada Permukaan Lereng
Meyerhof (1957) mengusulkan solusi teoretis untuk
menentukan daya dukung batas pada sebuah pondasi dangkal yang
terletak di permukaan lereng, yang digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.20. Penyebaran Tegangan pada Zona Plastis Bawah Pondasi


di Permukan Lereng

Pada gambar di atas menunjukkan sifat zona plastis yang


menyebar di dalam tanah di bawah pondasi menerus (lebar = B)
yang terletak di permukaan lereng. Area penyebaran tegangan abc
adalah zona elastis, acd adalah zona geser radial, dan ade adalah
zona geser campuran. Tegangan normal dan tegangan geser pada
bidang ae berturut-turut adalah po dan so. Perhatikan bahwa
kemiringan membentuk sudut  dengan bidang horisontal.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 117


Parameter kuat geser tanah adalah c dan , dan berat satuannya
sama dengan . Sehingga persamaan daya dukung batas dapat
dinyatakan sebagai berikut :
1
qult = c.N c + po .N q +  .B.N  .......................................... (2.75)
2
Untuk tanah kohesif dan  kecil persamaan ini dinyatakan
sebagai berikut :
1
qult = c.N cq +  .B.N q ...................................................... (2.76)
2
Yang mana :
Ncq, Nq = faktor daya dukung.
Untuk tanah kohesif murni (yaitu,  = 0), daya dukung dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

qult = c.N cq .......................................................................... (2.77)


Untuk mendapatkan nilai Ncq untuk kenis tanah kohesif
murni, dapat diambil dari grafik dengan menggunakan nilai sudut
kemiringan lereng () dan angka kestabilan lereng (Ns), seperti yang
diperlihatkan pada gambar 2.21 di bawah :
Pada gambar di atas menunjukkan variasi nilai N cq dan sudut
kemiringan () dan angka kestabilan lereng Ns. Perhatikan bahwa
 .H
Ns = ............................................................................ (2.78)
c
Yang mana :
Ns = angka kestabilan lereng
H = tinggi lereng
Dengan cara yang sama, untuk tanah granular (c = 0), daya dukung
didapat :

118 | Rekayasa Pondasi Dangkal


1
qult =  .B.N q ................................................................... (2.79)
2
Untuk mendapatkan nilai Nq (untuk c = 0), yang digunakan
pada persamaan di atas, dapat diambil pada gambar 2.22 di bawah.

Gambar 2.21. Variasi faktor daya Gambar 2.22 Variasi faktor daya
dukung Meyerhof Ncq untuk dukung Meyerhof Nq untuk
tanah kohesif murni tanah berbutir murni
(pondasi pada lereng) (pondasi pada lereng).

Rekayasa Pondasi Dangkal | 119


2.8.2. Pondasi Dangkal di Puncak Lereng
Pondasi di atas lereng adalah pondasi yang berada di puncak
lereng, yang dapat digambarkan seperti berikut :

Gambar 2.23. Pondasi Dangkal pada Puncak Lereng

Untuk menghitung daya dukung pondasi dangkal yang


terletak di puncak lereng, dapat dianalisis dengan metode
Meyerhof dan Metode Hansen & Vesic.
1. Metode Meyerhof
Pada gambar di atas menunjukkan pondasi yang terletak di atas
lereng dengan tinggi H. Terletak pada jarak b dari tepi lereng.
Maka daya dukung batas pondasi dapat dinyatakan dengan
persamaan sebagai berikut :
1
qult = c.N cq +  .B.N q ...................................................... (2.80)
2
Meyerhof mengembangkan variasi teoritis Ncq untuk tanah
kohesif murni ( = 0) dan Nq untuk tanah granular (c = 0), seperti
ditunjukkan pada gambar-gambar berikut :

120 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Gambar 2.24. Faktor daya dukung Meyerhof Ncq untuk tanah
kohesif murni (pondasi di puncak lereng)

Perhatikan pada gambar di atas, bahwa untuk tanah


kohesif murni, daya dukung pondasi yang duduk di puncak
lereng adalah :

qult = c.N cq ..................................................................... (2.81)

Rekayasa Pondasi Dangkal | 121


Gambar 2.25. Faktor daya dukung Meyerhof Nγq untuk tanah
granular (pondasi di puncak lereng)

Perhatikan pada gambar di atas, bahwa untuk tanah non


kohesif murni, daya dukung pondasi yang duduk di puncak
lereng adalah :
1
qult =  .B.N q .............................................................. (2.82)
2

2. Metode Hansen & Vesic


Dengan mengacu pada kondisi jarak pondasi ke tepi (b = 0),
yaitu ketika pondasi terletak tepat di tepi lereng, maka
Hansen mengusulkan untuk daya dukung batas dari pondasi
menerus, dengan formula sebagai berikut :
122 | Rekayasa Pondasi Dangkal
1
qult = c.Nc.c + q.Nq.q +  .B.N  . .................... (2.83)
2
Yang mana :
c = kohesi tanah
 = berat satuan tanah
q = .Df
Nc, Nq, N = faktor daya dukung
c, q,  = faktor kemiringan permukaan tanah
Menurut Hansen, bahwa :
1
qult = c.Nc.c + q.Nq.q +  .B.N  . .................... (2.84a)
2
Untuk tanah dengan ( > 0)

N q .(q − 1)
c = ................................................ (2.84b)
Nq −1
Untuk tanah dengan ( = 0)

 2 
c = 1 −   ................................................. (2.84c)
 + 2
Sedangkan menurut Vesic, bahwa dengan tidak adanya beban
akibat kemiringan, maka yang mendapat pengaruh adalah
faktor daya dukung (N), dan memiliki nilai negatif yang dapat
diberikan sebagai berikut :

N = −2 sin  ....................................................... (2.85)


Jadi, untuk kondisi  = 0 ; Nc = 5,14 dan Nq = 1, sehingga
persamaan daya dukung pondasi dangkal di atas dalam bentuk
:
1
qult = c.Nc.c + q.Nq.q +  .B.N  .
2

Rekayasa Pondasi Dangkal | 123


termodifikasi menjadi :

 2 
 +  .D f (1 − tan  ) −  .B. sin  (1 − tan  ) .. (2.86)
2 2
qult = c.(5,14 ). 1 −
 5,14 

( ) (
qult = 5,14 − 2  .c +  .D f 1 − tan  )2 −  .B. sin  (1 − tan  )2 ......... (2.87)

124 | Rekayasa Pondasi Dangkal


B A B – III
PENURUNAN
PONDASI DANGKAL

Rekayasa Pondasi Dangkal | 125


3.1. Mekanisme Penurunan pada Pondasi Dangkal

Pada suatu bangunan bila terjadi perpindahan vertikal ke


bawah pada permukaan tanah atau dengan kata lain terjadi
perpindahan vertikal ke bawah dari suatu struktur disebut
“penurunan” (settlement). Hal ini biasanya disebabkan oleh
penerapan langsung beban struktural pada pondasi, yang pada
gilirannya menyebabkan kompresi pada lapisan tanah pendukung
(tanah atau batuan).
Namun, selain penurunan akibat beban, penurunan pondasi
juga dapat terjadi karena beberapa atau kombinasi dari penyebab
lain, sebagai berikut :
1) Pembengkakan dan penyusutan musiman pada tanah
ekspansif.
2) Penurunan muka air tanah atau penurunan muka air tanah.
Penurunan muka air tanah yang berkepanjangan pada tanah
berbutir halus dapat menyebabkan penurunan akibat
konsolidasi. Penurunan dan kenaikan muka air yang berulang-
ulang pada tanah berbutir lepas cenderung memadatkan
tanah dan menyebabkan penurunan. Memompa air atau
mengalirkan air dengan pipa atau ubin dari tanah berbutir
tanpa bahan penyaring yang memadai sebagai perlindungan
dalam jangka waktu tertentu dapat mencuci dan membawa
partikel halus dalam jumlah yang cukup dari tanah dan
menyebabkan penurunan.
3) Erosi bawah tanah. Hal ini dapat menyebabkan terbentuknya
rongga-rongga pada lapisan tanah yang pada saat keruntuhan
terjadi pengendapan.
4) Perubahan di sekitarnya. Jika ada perubahan di sekitar
properti seperti penimbunan baru-baru ini, penggalian,
konstruksi struktur baru, terowongan bawah tanah atau

126 | Rekayasa Pondasi Dangkal


penambangan dan sebagainya, penurunan dapat terjadi
karena peningkatan tegangan.
5) Getaran dan guncangan. Getaran akibat pemancangan tiang
atau mesin osilasi serta goncangan akibat peledakan atau
gempa menyebabkan penurunan terutama pada tanah
berbutir.
6) Pergerakan tanah di lereng bumi. Jika erosi permukaan, creep
lambat atau tanah longsor terjadi, mungkin ada masalah
pemukiman.
Secara teoritis, tidak ada kerusakan yang terjadi pada
bangunan atas jika pondasi mengendap secara merata. Namun,
penurunan yang melebihi batas tertentu dapat menyebabkan
gangguan pada utilitas seperti saluran pipa air, saluran
pembuangan, saluran telepon; juga masalah dalam konfigurasi
drainase permukaan dan akses dari jalan. Terkadang bangunan
harus bergabung dengan struktur yang ada, dan lantai dari kedua
bangunan tersebut harus berada pada tingkat yang sama. Jika
bangunan baru mengendap secara berlebihan, lantai tidak akan lagi
berada pada tingkat yang sama, menyebabkan masalah kemudahan
servis yang serius. Selain semua insiden yang tidak menguntungkan
ini, penurunan yang berlebihan dapat menyebabkan masalah
estetika jauh sebelum ada ancaman terhadap integritas struktural
atau kemudahan servis. Masalah yang lebih serius dapat terjadi
karena penurunan diferensial yang berlebihan. Penurunan
diferensial dapat dihitung sebagai perbedaan penurunan antara
dua titik yang berdekatan. Dari pengamatan aktual dari berbagai
bangunan yang ada ditemukan bahwa penurunan diferensial jarang
melebihi 75% dari total penurunan maksimum. Sebenarnya, pada
sebagian besar konstruksi, lapisan tanah tidak homogen dan beban
yang dipikul oleh berbagai pondasi dangkal dari suatu struktur
Rekayasa Pondasi Dangkal | 127
tertentu dapat sangat bervariasi. Akibatnya, penurunan dari
berbagai tingkat di berbagai bagian struktur diharapkan.
Dalam perencanaan pondasi, ada persyaratan penurunan
tertentu yang harus dipenuhi. Persyaratan biasanya dinyatakan
dalam persamaan penurunan total yang diizinkan, dan penurunan
diferensial total yang diizinkan, sebagai berikut :

ST  STa ....................................................................... (3.1a)


ST  STa .................................................................. (3.1b)
Yang mana :
ST = penurunan total
STa = penurunan total yang diizinkan.
ΔST = penurunan diferensial total
ΔSTa = penurunan diferensial total yang diizinkan

3.2. Reologi Penurunan Pondasi Dangkal


Perilaku penurunan pondasi dangkal dapat lebih mudah
dipahami dengan membuat analogi melalui model reology yang
digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1. Reologi penurunan

128 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Reologi Proses Penurunan :
1. Mula-mula yang bekerja adalah C, yang ditandai dengan
berdisipasinya air dari pori tanah.
2. Kemudian secara bersama bekerja Kc dan C, karena saat air
pori berdisipasi, butiran tanah akan mulai terdistorsi
mempersempit pori dalam massa tanah.
3. Setelah butiran makin rapat, maka Kc dan C berhenti
bekerja. Kemudian beban dialihkan kepada S dan Ks.
4. Peredaman sekunder S mulai bekerja setelah air kristal
berdisipasi, kemudian lama kelamaan butiran terfraksi.
Setelah butiran berfraksi maka massa tanah failure, dan
penurunan terjadi tak terkontrol lagi (runtuh).
Dari model reology yang digambarkan di atas, maka dapat
dirumuskan persamaan penurunan pada pondasi dangkal dengan
pendekatan deformasi tanah sebagai berikut :

ST = S i + S c + S s ......................................................... (3.2)
Yang mana :
ST = penurunan total/akhir (Final settlement).
Si = penurunan seketika (Immidiate settlement).
Sc = penurunan konsolidasi (Consolidation settlement).
Ss = Penurunan rangkak (Creep).
Penurunan seketika disebabkan oleh proses berdisipasinya air
pori (C), dan proses awal terdistorsinya butiran massa tanah (Kc)
yang akan memperkecil pori-pori tanah, dan kepadatan tanah
bertambah.
Penurunan sekunder disebabkan oleh distorsi butiran
lanjutan (Ks), yang terjadi hingga semua beban terpikul oleh S dan
Ks.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 129


Penurunan rangkak disebabkan oleh berdisipasinya air kristal
dari partikel tanah sampai sebelum terjadinya fraksi butiran, yang
menandakan runtuhnya lapisan tanah dasar pondasi, sekaligus
batas berfungsinya konstruksi pondasi secara teknis.

3.3. Penurunan Seketika

Penurunan seketika (immediate settlement) prosesnya


mulai terjadi sejak beban awal bekerja di atas permukaan tanah
(masa pelaksanaan konstruksi), dan kadang-kadang masih
berlangsung hingga masa layanan konstruksi (purna konstruksi),
dan berhenti hingga tercapai kondisi keseimbangan awal dalam
massa tanah pada lapisan tanah dasar pondasi. Keseimbangan awal
tercapai apabila tekanan pori tanah dalam kondisi seimbang
dengan tekanan vertikal akibat penyebaran beban pondasi di dalam
lapisan tanah pendukung.
Jika tekanan pori tanah sudah maksimal, sementara tekanan
vertikal akibat beban pondasi maih terus bertambah, maka
deformasi tanah yang terjadi disebut penurunan konsolidasi
(consolidation settlement). Penurunan konsolidasi ini digambarkan
pada model reologi dengan mulai bekerjanya pegas (Ks) yang secara
bersamaan bekerja pula peredaman (S), yang keduanya berupakan
reaksi dari partikel tanah.
Berbagai teori yang dikembangkan para ahli pondasi, yang
didasarkan pada hasil pengalaman dan penelitian mereka. Tetapi
secara garis besar semua formula yang ditawarkan didasarkan pada
kondisi tertentu, dan assumsi yang ditetapkan oleh penelitinya.
Oleh karena itu di dalam penerapannya, harus diperhatikan kondisi
kasus yang dihadapi disesuaikan dengan assumsi dan kondisi yang
digunakan oleh para ahli di dalam mengembangkan teorinya.

130 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Beberapa teori yang sering digunakan dalam rekayasa pondasi
antara lain :
(1) Teori Elastis
Penurunan seketika biasa juga disebut penurunan elastik
(elastic settlement), oleh karena itu penrunan yang terjadi pada
suatu pondasi dangkal dapat diperkirakan dengan
menggunakan teori elastisitas. Penurunan di bawah sudut
pondasi persegi panjang atau pondsai bujur sangkar lentur
(flexsible) yang memikul beban merata dengan dimensi (B ×
L), atau pondasi lingkaran yang diubah menjadi pondasi bujur
sangkar ekivalen, dapat dihitung dengan formula sebagai
berikut :

(1 −  2 )
Si = q.B. .m.I s ................................................ (3.3)
Es
Yang mana :
Si = penurunan seketika
q = tekanan kontak
B = lebar pondasi (sisi terpendek)
Es = modulus Elastis tanah, kondisi undrained
 = angka poisson’s tanah, kondisi undrained.
m = jumlah sudut yang berkontribusi pada Si.
Untuk Si di pusat pondasi, diambil B/2 pengganti B, dan
L/2 pengganti L → m = 4.
Untuk Si di pojok pondasi, maka diambil B = B, dan L = L,
→ m = 1.
Is = faktor pengaruh dari Steinbrenner :
1 − 2
I s = I1 + I 2 ........................................................ (3.4)
1− 

Rekayasa Pondasi Dangkal | 131


I1 dan I2 ; adalah faktor yang diperoleh dari persamaan
Steinbrenner, yang tergantung pada nilai rasio
M dan rasio N, atau dapat diambil dari tabel
Steinbrenner.
M = L/B dan N = H/B → H = Ketebalan lapisan tanah, dalam
satuan B.
Tabel 3.1. Nilai I1 dan I2 ; untuk menghitung faktor Is Steinbrenner.

132 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Lanjutan tabel 3.1

(2) Teori Terzaghi


Melalui dengan publikasi Terzaghi pada tahun 1943, disamping
membahas tentang daya dukung pondasi dangkal, beliau juga
mengemukakan teori penurunan seketika untuk pondasi

Rekayasa Pondasi Dangkal | 133


dangkal. Dasar assumsi yang digunakan oleh Terzaghi dalam
merumuskan teori penurunan ini adalah bahwa tanah
homogen, isotropis, dan tanah merupakan material elastis.
Disamping itu ketebalan lapisan penetrasi juga diassumsikan tak
terhingga.
Teori penurunan Terzaghi ini lebih dikenal dengan nama Teori
Penurunan Elastis, yang diformulasikan sebagai berikut :

q.B.(1 −  2 )
Si = .Ip .................................................... (3.5)
Es
Yang mana :
Si = penurunan seketika
q = tekanan kontak
B = lebar pondasi (sisi terpendek)
Es = modulus Elastis tanah, kondisi undrained
 = angka poisson’s tanah, kondisi undrained.
Ip = faktor pengaruh Terzaghi, yang nilainya tergantung
pada bentuk dan ukuran pondasi yang ditinjau.

  L  
   
1 L  2
B +1  L L 
Ip =  .Ln 1 + + Ln +  
 B  L  B 2  ................... (3.6)
B + 1 
  
 B 
   
(3) Teori Fox
Menurut Fox (1948), bahwa penurunan akan berkurang ketika
lapisan tanah yang dibebani (dasar pondasi), ditempatkan pada
kedalaman tertentu di dalam tanah. Sehingga Fox menyarankan
mempertimbangkan faktor IF dalam perhitungan daya dukung
pondasi dangkal, dengan persamaan sebagai berikut :

134 | Rekayasa Pondasi Dangkal


(1 −  2 )
S i = q.B. .m.I s .I F ..................................................... (3.7)
Es
Yang mana :
Si = penurunan seketika
q = tekanan kontak
B = lebar pondasi (sisi terpendek)
Es = modulus Elastis tanah, kondisi undrained
 = angka poisson’s tanah, kondisi undrained.
m = jumlah sudut yang berkontribusi pada Si.
Untuk Si pusat pondasi, diambil B/2 pengganti B, dan
L/2 pengganti L (m = 4).
Untuk Si pojok pondasi, diambil B = B, dan L = L, (m = 1)
Is = faktor pengaruh dari Steinbrenner (sama Teori Elastis).
1− 
I s = I1 + I 2 .......................................................... (3.8)
1− 
IF = faktor pengaruh Fox, yang tergantung pada angka
poisson (), B/L atau L/B, dan D/B, dapat diperoleh dari
gambar atau dari tabel berikut :

Rekayasa Pondasi Dangkal | 135


Gambar 3.2. Faktor pengaruh IF untuk dasar pondasi pada kedalaman
D. gunakan lebar dasar aktual B dengan rasio D/B.

Tabel 3.2. Nilai IF dengan variasi B/L, D/B dan Angka Poisson (μ).

136 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Dari persamaan Fox di atas, efektif berlaku untuk pondasi
yang lentur (flexible footings). Dalam hal ini lapisan tanah dasar
juga disayaratkan terdiri atas material tak berkohesi dengan
kadar air tanah kohesif tak jenuh, tanpa mengandung material
organik yang sangat halus. Dalam praktiknya, sebagian besar
pondasi memang tidak dapat kaku secara sempurna. Bahkan
pondasi yang tebal pun dapat melendut di bawah beban
bangunan atas. Akan tetapi dalam perancangan bila pondasi
dianggap kaku, maka penurunan yang terjadi seragam dan
faktor Is akan berkurang sekitar 7%. Oleh karena itu, penurunan
seketika (Si) pada pondasi dasar kaku dapat diperkirakan
dengan persamaan sebagai berikut :

Si ( KAKU ) = 0,93.Si ( LENTUR ) ............................................ (3.9)

(4) Teori Janbu et.al.


Pada tahun 1956, Janbu dengan teman-temannya,
mengusulkan suatu formula penurunan seketika untuk pondasi
dangkal, untuk jenis pondasi yeng bersifat “lentur”, sebagai
berikut :
q'.B
Si = .I p .I D .......................................................... (3.10)
Eu
Yang mana :
Si = penurunan seketika
q’ = tekanan kontak efektif
B = lebar pondasi (sisi terpendek)
Eu = modulus Elastis tanah, kondisi undrained
Ip = faktor pengaruh Terzaghi.
ID = faktor koreksi kedalaman dari JANBU, nilainya
tergantung rasio D/B dan L/B.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 137


Tabel 3.3. Nilai Faktor Koreksi Kedalaman Janbu (I D) :

Nilai Nilai L/B


D/B 1 2 5 10 20 50 100
0,1 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
0,5 0,85 0,90 0,94 0,95 0,97 0,98 0,98
1,0 0,73 0,78 0,86 0,88 0,90 0,92 0,93
5,0 0,55 0,58 0,64 0,67 0,73 0,78 0,81
10,0 0,52 0,53 0,58 0,60 0,65 0,72 0,74

(5) Teori HARR


Dari hasil penelitian dan pengalaman lapangan, oleh Harr
mengusulkan suatu formula untuk memprediksi penurunan
pondasi dangkal yang didasarkan pada teori elastis yang
sebelumnya telah dikembangkan oleh Terzaghi. Adapun
formula yang diajukan oleh Harr pada tahun 1966 adalah
sebagai berikut :
q.B (1 −  2 )
Si = .I1 .................................................... (3.11)
Eu
Yang mana :
Si = penurunan seketika
q = tekanan kontak
B = lebar pondasi (sisi terpendek)
Eu = modulus Elastis tanah, kondisi undrained
 = angka poisson’s tanah, kondisi undrained
I1 = faktor koreksi dari Harr, yang nilainya dibedakan antara
pondasi “lentur” dan pondasi “kaku” (lihat table Harr)
Tabel 3.4. Faktor Pengaruh I1, Untuk Pondasi Fleksibel Berbentuk
Lingkaran, Bujur Sangkar, Persegi Panjang, dan Menerus.
Beban Merata, Lapisan Terbatas, Permukaan Dasar Pondasi
Halus, digunakan untuk Penurunan di Pusat Pondasi (Harr,
1966).

138 | Rekayasa Pondasi Dangkal


B.Sangkar Pondasi Persegi Panjang ( B x L )
(B) Menerus
H/B
Lingkaran L/B=1 L/B=1,5 L/B=2 L/B=3 L/B=5 L/B=10 (L/B = )
(D)
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10
0,25 0,26 0,26 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25
0,50 0,50 0,51 0,51 0,51 0,51 0,51 0,51 0,51
1,00 0,72 0,77 0,85 0,87 0,88 0,88 0,88 0,88
1,50 0,81 0,88 1,00 1,07 1,12 1,13 1,13 1,13
2,50 0,89 0,98 1,14 1,24 1,36 1,44 1,45 1,45
3,50 0,92 1,02 1,20 1,32 1,47 1,60 1,64 1,65
5,00 0,94 1,05 1,25 1,39 1,56 1,75 1,87 1,88
 1,00 1,12 1,36 1,52 1,78 2,10 2,53 

Tabel 3.5. Faktor Pengaruh I1, Untuk Pondasi Fleksibel Berbentuk


Lingkaran, Bujur Sangkar, Persegi Panjang, dan Menerus.
Beban Merata, Lapisan Terbatas, Permukaan Dasar Pondasi
Halus, Nilai ini digunakan untuk Penurunan di Titik Tengah Tepi
Pondasi pada Sisi Terpanjang (L). (Harr, 1966).
B.Sangkar Pondasi Persegi Panjang ( B x L )
(B) Menerus
H/B
Lingkaran L/B=1 L/B=1,5 L/B=2 L/B=3 L/B=5 L/B=10 (L/B = )
(D)
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,10 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
0,25 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12
0,50 0,23 0,26 0,26 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25
1,00 0,38 0,48 0,49 0,51 0,51 0,51 0,51 0,51
1,50 0,45 0,53 0,62 0,67 0,72 0,72 0,72 0,72
2,50 0,53 0,62 0,75 0,83 0,94 1,01 1,02 1,02
3,50 0,56 0,66 0,81 0,92 1,05 1,17 1,22 1,22
5,00 0,58 0,69 0,86 0,97 1,14 1,31 1,44 1,44
0,00 0,64 0,77 0,97 1,12 1,36 1,67 2,11 

Rekayasa Pondasi Dangkal | 139


Tabel 3.6. Faktor Pengaruh I1, Untuk Pondasi Kaku Berbentuk Lingkaran,
Bujur Sangkar, Persegi Panjang, dan Menerus. Beban Merata,
Lapisan Terbatas, Permukaan Dasar Pondasi Halus, Nilai ini
digunakan untuk Penurunan di semua Permukaan Dasar
B.Sangkar Pondasi Persegi Panjang ( B x L )
(B) Menerus
H/B
Lingkaran L/B=1 L/B=1,5 L/B=2 L/B=3 L/B=5 L/B=10 (L/B = )
(D)
0,00 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
0,10 0,096 0,096 0,098 0,098 0,099 0,099 0,099 0,100
0,25 0,225 0,226 0,231 0,233 0,236 0,237 0,238 0,239
0,50 0,396 0,403 0,427 0,435 0,441 0,444 0,446 0,452
1,00 0,578 0,609 0,698 0,727 0,748 0,757 0,764 0,784
1,50 0,661 0,711 0,856 0,910 0,952 0,964 0,982 1,018
2,50 0,740 0,800 1,010 1,119 1,201 1,238 1,256 1,323
3,50 0,776 0,842 1,094 1,223 1,346 1,402 1,442 1,532
5,00 0,818 0,873 1,155 1,309 1,475 1,556 1,619 1,758
 0,849 0,946 1,300 1,527 1,826 2,028 2,246 

Tabel 3.7. Pengaruh Faktor I2, untuk Rotasi Pondasi Rigid Berbentuk
Lingkaran, Bujur Sangkar, Persegi Panjang, dan Menerus.
Lapisan Tanah Pendukung Semi Tak Terbatas ( H  B ).
Persegi panjang untuk L/B
B.Sangkar (B) Menerus
H/B Pada Sisi Pendek (B) Pada Sisi Panjang (L)
Lingkaran (D) (L/B = )
10 5 2 1 1,5 2 5 10
- 6,00 1,59 2,29 3,33 3,70 4,12 4,38 4,82 4,93 5,06

(6) Teori Cristian & Carrier


Selanjutnya oleh Christian & Carrier (1978), melakukan
pengembangan atas teori Janbu et.al. Teori penurunan
Christian & Carrier memodifikasi faktor pengaruh yang
diperhitungkan terhadap prediksi penurunan pondasi dangkal
yang didukung lapisan lempung jenuh. Formula dari Christian &
Carrier ini kemudian diperkuat oleh hasil penelitian yang

140 | Rekayasa Pondasi Dangkal


dilakukan Taylor & Matyas (1983). Formula penurunan pondasi
dangkal dari Christian & Carrier dirumuskan sebagai berikut :
q'.B
Si = . A1. A2 .......................................................... (3.12)
Eu
Yang mana :
Si = penurunan seketika
q’ = tekanan kontak efektif
B = lebar pondasi (sisi terpendek)
Eu = modulus Elastis tanah, kondisi undrained
A1= faktor koreksi kedalaman dasar pondasi (Grafik
Cristian-Carrier)
A2 = faktor koreksi ketebalan lapisan penetrasi (Grafik
Cristian-Carrier)

Gambar 3.3. Faktor A1 dan A2 untuk penurunan pada lempung jenuh


(Cristian-Carrier)
Rekayasa Pondasi Dangkal | 141
(7) Teori Mayne & Poulos
Perhitungan penurunan elastik yang dikemukakan oleh Mayne
dan Poulos (1999), adalah persamaan yang memperhitungkan
peningkatan modulus elastisitas tanah dengan kedalaman,
kekakuan dasar, kedalaman penanaman pondasi dan lokasi
lapisan kaku pada kedalaman yang terbatas. Persamaan
tersebut memberikan penurunan elastik di bawah pusat
pondasi persegi panjang yang menerima beban merata dengan
diameter ekivalen Be, sebagai berikut :

Si =
qo .Be.I G .I F .I E
Eo
( )
1 −  S2 ..................................... (3.13)

Yang mana :
Si = Penurunan seketika
qo = Intensitas tekanan kontak dalam satuan Eo
Eo = Modulus elastisitas tanah yang dipertimbangkan pada
bidang kontak pondasi
Es = Eo + kz , seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4
IG = Faktor pengaruh untuk variasi Es dengan kedalaman
adalah :

 Eo H 
IG = f   = ,  ............................................ (3.14)
 k .Be Be 
Nilai IG dapat diperoleh dari Gambar 3.5
IF = Faktor koreksi kekakuan pondasi, diperoleh dari
Gambar 3.6
IE = Faktor koreksi penanaman pondasi, diperoleh dari
Gambar 3.7
s = Angka Poisson tanah
Be = Diameter setara; untuk alas persegi panjang :

142 | Rekayasa Pondasi Dangkal


4.BL
Be = ............................................................. (3.15)

Ef = Modulus elastisitas bahan pondasi
Df = Kedalaman dasar pondasi
t = Tebal pondasi

Gambar 3.4. Menentukan parameter umum untuk digunakan


dalam persamaan penurunan elastik Mayne & Poulos.

Pada gambar di atas menunjukkan kondisi pondasi dengan


diameter ekivalen Be, terletak pada kedalaman D f di bawah
permukaan tanah. Lapisan kaku terletak pada kedalaman H di
bawah dasar pondasi, dan variasi modulus elastis Es dengan
kedalaman juga ditampilkan.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 143


Gambar 3.5. Variasi Nilai IG dengan β

Gambar 3.6. Variasi faktor IF dengan faktor fleksibilitas KF.

144 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Gambar 3.7. Variasi faktor IE dengan Df/Be

Faktor koreksi kekakuan pondasi dapat dinyatakan sebagai :


 1
IF = +
 
................ (3.16)
4,6 + 10 E f /Eo + (Be.k / 2 ) 2.t / Be
4 3

Faktor koreksi penanaman pondasi dapat dinyatakan sebagai


berikut :
1
IE = 1−
 ( )(
3,5 exp 1,22  S − 0,4 . Be / D f + 1,6 )  ..................... (3.17)
Contoh Soal 3.1
Diketahui :
Suatu pondasi dangkal dengan penampang dasar berukuran
2m x 3m, menerima beban total vertical sebesar 600 kN.
Lapisan penetrasi adalah tanah lempung kondisi
Rekayasa Pondasi Dangkal | 145
overconsolidated, dengan hasil uji triaxial UU test seperti
pada table di bawah ini (tegangan mula konsolidasi sebesar
30 kPa). Tebal rata-rata lapis penetrasi 6 m, kedalaman
pondasi 2 m, angka poisson (v) sebesar 0,5.
Tabel 3.8. Contoh Hasil Uji Triaxial UU test
1 - 3 (kPa) 100 125 144 150 155 155
 (%) 1 2 4 6 8 12
Ditanyakan :
1. Hitung penurunan seketika (Si) pondasi tersebut dengan
Metode Harr.
2. Hitung penurunan seketika (Si) pondasi tersebut dengan
Metode Christian & Carrier.
Penyelesaian :
Untuk mengetahui nilai modulus elastis tanah, maka dibuat
grafik hubungan antara tegangan dan regangan yang
dihasilkan dari uji triaxial, sebagai berikut :
(1 - 3)maks = 155 kPa.
Jika diambil factor keamanan (SF) = 3, maka didapat :
(1 - 3)rata-rata = 155 / 3 = 52 kPa.
Nilai ini selanjutnya digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.8. Hubungan tegangan vs regangan hasil uji triaxial

146 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Pada grafik hubungan tegangan–regangan di atas, terlebih
dahulu nilai (1-3) rata-rata sebesar 52 kPa diplot pada
sumbu tegangan. Selanjutnya ditarik garis potong ke sumbu
regangan dan didapat nilai regangan izin sebesar 1 = 0,25%.
Maka nilai modulus elastis tanah didapat dengan formula
sebagai berikut :
Eu = (1-3) rata / 1
Eu = 52 / 0,25% = (52 x 100) / 0,25 = 20.800 kPa.
1) Metode HARR
Untuk Pondasi Kaku (Rigid Footing) ;
L/B = 3/2 = 1,50 & H/B = 6/2 = 3,00
Dari Tabel Harr didapat I1 = 1,05
Tegangan kontak q = P/A = 600 kN / (2x3) m2 = 100 kN/m2
Maka : Si = q.B.{(1-2)/Eu}.I1
Si = 100x2x{(1-0,52)/20800}.1,05
Si = 0,0076 m = 0,76 cm = 7,6 mm
2) Metode CHRISTIAN & CARRIER
Untuk D/B = 2/2 = 1,00 ; Dari grafik Christian & Carrier
didapat A1 = 0,98
L/B = 3/2 = 1,50 & H/B = 6/2 = 3,00 ;
Dari grafik Christian & Carrier di dapat : & A 2 = 0,80.
Tegangan kontak q = P/A = 600 kN / (2x3) m2
q = 100 kN/m2
Maka : Si = {(q.B)/Eu}.A1.A2
Si = {(100x2)/20800}x0,98x0,80
Si = 0,0075 m = 0,75 cm = 7,5 mm
Kesimpulan :
Kedua metode tersebut memberikan hasil perhitungan yang
hampir sama besar.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 147


3.4. Penurunan Konsolidasi
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa
penurunan konsolidasi atau biasa juga disebut penurunan
sekunder, adalah penurunan terjadi akibat adanya distorsi butiran
tanah yang mengakibatkan perubahan volume tanah (mampat)
sehingga massa tanah yang tertekan akan mengalami deformasi.
Proses ini digambarkan di dalam konsep reologi yang digambarkan
sebelumnya dengan bekerjanya peredaman sekunder (S) dan
kekakuan pegas sekunder (Ks).
Berbagai macam teori dan formula penurunan konsolidasi
yang telah dirumuskan para ahli rekayasa pondasi dengan berbagai
kondisi tanah dasar dan struktur pondasi yang biasa diterapkan di
lapangan, antara lain :
(1) Metode Konvensional
Penurunan sekunder dapat disimulasikan dengan pengujian
konsolidasi di laboratorium, dengan memobilisasi parameter
tanah seperti angka pori dan koefisien kompressi tanah.
Untuk jenis tanah lempung berkonsolidasi normal (normally
consolidated), maka penurunan sekunder dapat diprediksi
dengan persamaan sebagai berikut :

 C .H   P0 + Pav 
S c =  c . log   ................................... (3.18)
  (1 − e0 )   P0 
Untuk jenis tanah lempung berkonsolidasi berlebih (over
consolidated), maka penurunan sekunder dapat diprediksi
dengan persamaan sebagai berikut :


 Cc .H   Pc    C .H   P + Pav 
S =  . log   +  c . log  0  .... (3.19)
c

 (1 + e0 ) P0   (1 + e0 )
       P0 
 

148 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Yang mana :
Sc = Penurunan sekunder (konsolidasi)
Cc = Koefisien Kompressibilitas
H = Ketebalan lapis penetrasi
e0 = Angka pori awal
Pc = Tekanan pra-konsolidasi
P0 = Tekanan Efektif rata-rata
Pav = Penambahan tekanan rata-rata akibat beban
pondasi
Nilai Pav didapat dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
1
Pav = Pt + Pm + Pb  ............................................. (3.20)
6
Yang mana :
Pt = penambahan tekanan pada bagian atas lapis
tanah (top layer).
Pm = penambahan tekanan pada bagian tengah lapis
tanah (middle layer).
Pb = penambahan tekanan pada bagian bawah lapis
tanah (bottom layer).
(2) Metode Skempton & Bjerrum
Skempton dan Bjerrum (1957), melakukan pengamatan
terhadap peningkatan tekanan air pori akibat pembebanan,
ternyata juga mengakibatkan peningkatan tegangan efektif
vertikal pada setiap titik di bawah dasar pondasi. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut oleh Skempton dan Bjerrum
merumuskan formula untuk memprediksi penurunan pondasi
dangkal yang berdiri di atas tanah berlapis sebagai berikut :

Rekayasa Pondasi Dangkal | 149


N 
 ei  
S c =   .H i  ..................................................... (3.21)
i =1  1 + e0 i  
Yang mana :
Sc = Penurunan sekunder (konsolidasi)
ei = Perubahan angka pori lapis ke-i
e0i = Angka pori awal lapis ke-i
Hi = Ketebalan lapis ke-i
N = Jumlah jenis lapis penetrasi di bawah dasar pondasi
Oleh Skempton dan Bjerrum persamaan di atas lalu
dimodifikasi dalam bentuk sebagai berikut :
N
Sc =  mvi . vi .H i  .................................................... (3.22)
i =1

Yang mana :
Sc = Penurunan sekunder (konsolidasi)
vi = Perubahan tegangan efektif pada lapis ke-i
Hi = Ketebalan lapis ke-i
N = Jumlah jenis lapis penetrasi di bawah dasar
pondasi
mvi = Gradient modulus lapis ke-i, yang dirumuskan
sebagai berikut :

 (1 − 2 )(
. 1 +  )
mvi =   ................................ (3.23)
 Es.(1 −  ) 
 = Angka poisson’s tanah
Es = Modulus elastis tanah
Untuk pondasi di atas lapisan yang homogen, maka
penurunan konsolidasi Sc dapat dinyatakan sebagai :
H
S c =  mV . 1.dz .............................................................. (3.24)
0

150 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Dengan metode Skempton-Bejerrum, penurunan konsolidasi
dapat juga ditulisakan sebagai berikut :
H
S c =  mV .u.dz ................................................................ (3.25)
0

atau :
H
   3  
S c ( act) =  mV . 1. A +  (1 − A) .......................... (3.26)
0   1  
Yang mana :
u = 3 + A.(1 – 3) ......................................... (3.27)
A = koefisien angka pori
Apabila ingin menggunakan koefisien penurunan (), dimana :

Sc ( act) =  .Sc ........................................................... (3.28)

Sehingga , dapat dituliskan sebagai berikut :

H   3  
 mV .1. A +  (1 − A)


S c ( act ) 0  1  

= =
H
........ (3.29)
Sc
 mV .1.dz
0

Nilai  dapat diambil dari grafik atau dari tabel berikut :

Rekayasa Pondasi Dangkal | 151


Gambar 3.9. Koefisien penurunan versus koefisien tekanan pori
untuk pondasi lingkaran pondasi menerus (Skempton dan
Bjerrum, 1957)

Tabel 3.9. Nilai koefisien penurunan, 

Jenis Liat/Lempung 

Tanah liat yang sangat sensitif (lempung


1,0 – 1,2
aluvial lunak dan laut)

Tanah liat yang terkonsolidasi normal 0,7 – 1,0

Tanah liat yang terkonsolidasi berlebihan 0,5 – 0,7

Tanah liat yang terkonsolidasi sangat


0,2 – 0,5
berlebihan

152 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Jika diasumsikan bahwa mv dan A konstan dengan
kedalaman (sub-lapisan dapat digunakan dalam analisis),
maka  dapat dinyatakan sebagai :
 = A + (1 − A). .................................................... (3.30)
Yang mana :
H

  3 dz
= 0
H
........................................................... (3.31)

  dz
0
1

Dengan mengambil angka Poisson () sebesar 0,5 untuk


lempung jenuh selama pembebanan dalam kondisi tidak
terdrainase, nilai  hanya bergantung pada bentuk area yang
dibebani dan ketebalan lapisan lempung dalam kaitannya
dengan dimensi area yang dibebani dan dengan demikian 
dapat diperkirakan dari teori elastis.
Nilai tekanan air pori berlebih awal (u), secara umum
disesuaikan dengan kondisi tegangan di lapangan (in-situ).
Penggunaan nilai koefisien tekanan pori A yang diperoleh dari
hasil uji triaksial pada spesimen tanah liat silinder hanya
berlaku untuk kondisi simetri aksial, yaitu untuk kasus
penurunan di bawah pusat pondasi telapak atau pondasi
lingkaran. Namun, nilai A yang diperoleh akan berfungsi
sebagai perkiraan yang baik untuk kasus penurunan di bawah
pusat pondasi (persegi atau lingkaran).
Di bawah pondasi menerus, berlaku kondisi regangan bidang
(plane strain). Menurut Scott (1963) bahwa nilai u yang
sesuai dalam kasus pondasi menerus dapat diperoleh dengan
menggunakan koefisien tekanan pori (As) sebagai berikut :

Rekayasa Pondasi Dangkal | 153


As = 0,866. A + 0,211 ............................................. (3.32)
Koefisien As menggantikan nilai A (koefisien untuk kondisi
simetri aksial) dalam persamaan  untuk kasus pondasi
menerus, sedangkan formula untuk ekspresi () tidak
berubah. Dalam kasus seperti ini persamaan , dihitung :
 = As + (1 − As ). ................................................ (3.33)
Nilai koefisien penurunan  untuk pondasi melingkar dan
pondasi lingkaran, dengan nilai A dan rasio H/B, diberikan
pada grafik koefisien penurunan yang tergambar di atas. Nilai
koefisien penurunan () yang diberikan pada tabel di atas,
digunakan untuk berbagai jenis tanah lempung.

Contoh Soal 3.2


Diketahui :
Sebuah pondasi untuk tangki di atas pondasi berukutan 8 m x
12 m, dengan dasar pondasi berada pada kedalaman 2 m di
bawah permukaan tanah. Dari hasil penyelidikan tanah didapat
parameter tanah jenuh = 18 kN/m3, kedalaman lapisan
kompresibel = 16 m. Tekanan kontak (qn) = 100 kN/m2 (= 0,1
MPa). Untuk memperjelas posisi pondasi yang direncanakan
lihat gambar berikut :

154 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Gambar 3.10. Sketsa contoh soal 3.2

Diminta :
Hitung penurunan konsolidasi (Sc) dengan metode Skempton-
Bjerrum.

Penyelesaian :
Dengan pondasi yang dirancang seperti yang digambarkan di
atas dapat dihitung penurunan (per lapisan dan penurunan
total), sebagai berikut :
Cc P + P
S oed = H i log 0
1 + e0 P0
Yang mana :
Rekayasa Pondasi Dangkal | 155
Po = tekanan efektif overburden di tengah setiap lapisan
Cc = indeks kompresi setiap lapisan
Hi = ketebalan lapisan ke-i
e0 = angka pori awal setiap lapisan
P = tekanan berlebih di tengah setiap lapisan yang diperoleh
dari teori elastis
Selanjutnya perhitungan disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 3.10. Perhitungan Soed

Lapis P0 P P0 + P Soed
Hi (cm) Cc e0 log
ke 2
(kN/m ) (kN/m2) P0 (cm)
1 400 48,4 75 0,16 0,93 0,407 13,50
2 400 78,1 43 0,14 0,84 0,191 5,81
3 300 105,8 22 0,11 0,76 0,082 1,54
4 500 139,8 14 0,09 0,73 0,041 1,07
Total 21,92

Koefisien tekanan pori rata-rata (A), dihitung sebagai berikut :


A + A2 + A3 + A4 0,90 + 0,75 + 0,70 + 0,45
A= 1 = = 0,70
4 4
Unutk H/B = 16/8 = 2,00 dan A = 0,70 ; dari grafik koefisien
penurunan di dapat :
 = 0,80.
Maka penurunan konsolidasi (Sc), didapat :
Sc = .Soed
Sc = 0,80 x 21,92 = 17,536 cm = 175,36 mm.
(3) Metode Kekakuan
Penurunan pondasi dangkal juga dapat diprediksi dengan
menggunakan formulasi yang memobilisasi faktor kekakuan

156 | Rekayasa Pondasi Dangkal


pondasi, faktor koefisien kompresibiltas tanah dan perubahan
tegangan tanah akibat pembebanan pada pondasi. Formula
kekakuan tersebut dirumuskan sebagai berikut :

N ( ' '
 VO + V )m
S =  .C .H i . log 
c i =1 c '  vi. vi.H i  .......... (3.34)

 VO 

Yang mana :
Sc = Penurunan Sekunder (Konsolidasi)
 = Faktor Kekakuan Pondasi
Cc = Koefisien Kompressibilitas
Hi = Ketebalan Lapis ke-i
’vo = Tegangan efektif vertical awal (sebelum beban
bekerja)
v’ = Perubahan tegangan efektif vertical (setelah beban
bekerja)
N = Jumlah jenis lapisan tanah penetrasi.
Untuk mendapatkan nilai perubahan tegangan () di bawah
permukaan pondasi, dapat dihitung dengan berbagai teori
(Bussinenesq, Newmark, Westergaard, dan yang lain), seperti
yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya.
Contoh Soal 3.3
Diketahui :
Suatu pondasi lingkaran dengan diameter 8 m, terletak pada
lapisan tanah liat dengan ketebalan lapis penetrasi 4 m. Di
bawah lapisan tanah liat terdapat deposit pasir padat.
Tegangan yang bekerja pada pondasi sebesar 80 kPa.
Lapisan tanah liat mempunyai parameter sebagai berikut :
Eu = 5000 kPa Ed = 3000 kPa
u = 0,5 d = 0,2
Rekayasa Pondasi Dangkal | 157
Ditanyakan : Hitung penurunan seketika (Si) dan penurunan
konsolidasi (Sc), apabila :
a) Pondasi dianggap Lentur
b) Pondasi dianggap Kaku
Penyelesaian :
a) Bila pelat pondasi lingkaran dianggap “lentur” :
Dengan rasio H/B = 4/8 = 0,5 ; dari table Harr di dapat :
I1 = 0,23
Maka :
1) Penurunan Seketika (Si), dihitung dengan menggunakan
parameter undrained ;
Si = q.B.{(1-u2) / Eu} . I1
Si = 80.8.{(1-0,52) / 5000} . 0,23
Si = 0,022 m = 2,2 cm
2) Penurunan total akhir (ST) dihitung dengan menggunakan
parameter drained ;
ST = q.B.{(1-d2) / Ed} . I1
ST = 80.8.{(1-0,22) / 3000} . 0,23
ST = 0,071 m = 7,1 cm
Sehingga di dapat penurunan konsolidasi dengan formula
sebagai berikut :
ST = Si + Sc, atau ;
Sc = ST – Si
Sc = 7,1 – 2,2 = 4,9 cm.
b) Bila pelat pondasi lingkaran dianggap “kaku” :
Dengan rasio H/B = 4/8 = 0,5 ; dari table Harr di dapat
I1 = 0,396
Maka :
1) Penurunan Seketika (Si) dihitung dengan menggunakan
parameter undrained ;

158 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Si = q.B.{(1-u2) / Eu} . I1
Si = 80.8.{(1-0,52) / 5000} . 0,396
Si = 0,038 m = 3,8 cm
2) Penurunan total akhir (ST) dihitung dengan menggunakan
parameter drained
Stf = q.B.{(1-vd2) / Ed} . I1
Stf = 80.8.{(1-0,22) / 3000} . 0,396
Stf = 0,122 m = 12,2 cm
Sehingga di dapat penurunan konsolidasi dengan formula
sebagai berikut :
Stf = Si + Sc, atau ;
Sc = Stf – Si
Sc = 12,2 – 3,8 = 8,4 cm.
Perhatikan :
Penurunan yang terjadi pada pondasi kaku (rigid footing) lebih
besar dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada pondasi
lentur (flexible footing). Fenomena ini terlihat baik pada penurunan
seketika maupun pada penurunan konsolidasi, sehingga penurunan
total pada pondasi kaku lebih besar pula dibandingkan dengan
penurunan pada pondasi lentur.

3.5. Penurunan Rangkak


Penurunan Rangkak (Creep) terjadi setelah penurunan
konsolidasi telah mencapai titik optimal dan berhenti, sementara
tegangan vertikal efektif dalam keadaan konstan.
Apabila massa tanah yang menerima distribusi tegangan telah
mengalami pemampatan optimal, dan beban kerja masih
bertambah secara kontinu, maka massa tanah juga akan mengalami
perubahan volume (volum change) secara kontinu pula. Proses

Rekayasa Pondasi Dangkal | 159


semacam ini dimungkinkan terjadi karena adanya proses pecahnya
partikel tanah secara berkelanjutan yang diikuti dengan proses
kompressi pada partikel tanah sebagai suatu system.
Proses ini disebut kompressi sekunder (secondary
compression) dan deformasi yang terjadi disebut penurunan
kompressi sekunder (secondary compression settlement) atau
sering pula diistilahkan “CREEP” atau “rangkak”.
Besarnya penurunan rangkak merupakan fungsi dari variable
waktu pembebanan (t), dan nilai indeks kompressibilitas sekunder
(C).
Sangat jarang dilakukan penelitian dan pengamatan terhadap
penurunan rangkak ini. Hal ini disebabkan karena banyak ahli
rekayasa pondasi yang beranggapan bahwa sangat jarang ada
pondasi yang mengalami penurunan rangkak, dengan assumsi
bahwa lapisan tanah di bawah pondasi tidak pernah mengalami
proses fraksi (pecah) pada partikel tanah.
Oleh karena itu maka sering di dalam perancangan pondasi
tidak diprediksi penurunan rangkak. Kecuali untuk bangunan-
bangunan spesifik dan sensitive terhadap prilaku penurunan
dan/atau bangunan yang diperuntukkan jangka panjang, biasanya
diperhitungan penurunan rangkak.
Formula yang paling sering dipergunakan untuk memprediksi
penurunan rangkak adalah persamaan dari Buismann (1936),
sebagai berikut :

t 
Ss = C .H . log  1  ......................................................... (3.35)
 t2 
Yang mana :
Ss = Penurunan rangkak (creep)
C = indeks kompressibilitas sekunder

160 | Rekayasa Pondasi Dangkal


H = tebal lapisan penetrasi
t1 = waktu saat penurunan konsolidasi berhenti (Sc, stagnan)
t2 = t1 + t → t, waktu proses fraksi butiran yang sulit
diamati.
Untuk menghitung nilai C dapat dipergunakan persamaan sebagai
berikut :
e
C = ............................................................... (3.36)
log( t1 / t 2 )
Selanjutnya oleh Ladd (1976), beranggapan bahwa nilai
indeks kompressibilitas tidak dipengaruhi oleh ketebalan lapis
penetrasi, maka Ladd mengusulkan formula untuk menghitung nilai
C denganh persamaan sebagai berikut :
C = 4 s/d 6.Cr .................................................................... (3.37)
Cc
Cr = .................................................................... (3.38)
(1 + e0 )
Cr = angka kompressibilitas murni yang dihasilkan dari
pengujian konsolidasi.

3.6. Penurunan Diferensial

Penurunan diferensial adalah kasus terjadinya penurunan


yang tidak seragam pada dasar pondasi, atau dengan kata lain
penurunan diferensial adalah perbedaan penurunan yang terjadi
pada dasar suatu pondasi. Hal ini umumnya disebabkan karena
lapisan tanah tidak homogen dan beban yang dipikul oleh pondasi
dangkal tersebut sangat bervariasi. Sehingga dengan demikian

Rekayasa Pondasi Dangkal | 161


tingkat penurunan pada bagian-bagian pondasi (sudut, tepi dan
pusat) dapat berbeda.
Penurunan diferensial pada struktur pondasi dapat
menyebabkan kerusakan strkutur pada bangunan atas (super
structure). Oleh karena itu, sangat penting untuk menentukan
parameter tertentu untuk mengukur penurunan diferensial dan
mengembangkan nilai batas untuk parameter ini untuk mengetahui
kinerja struktur yang aman sesuai yang diizinkan. Burland dan
Worth merangkum parameter penting yang berkaitan dengan
penurunan diferensial, seperti yang digambarkan berikut :

Gambar 3.11. Konsep Definisi Parameter untuk Penurunan Diferensial


Pada gambar di atas menunjukkan suatu struktur dimana
berbagai pondasi pada A, B, C, D, dan E telah mengalami
penurunan. Penurunan di A adalah AA′, di B adalah BB′, di C adalah
CC′, di D adalah DD′, dan di E adalah EE′.
Berdasarkan gambar di atas dapat didefinisi beberapa
parameter berikut:
ST = total penurunan titik tertentu

162 | Rekayasa Pondasi Dangkal


ΔST = selisih antara penurunan total antara dua titik
(penurunan diferensial)
α = gradien antara dua titik yang berurutan
β = sudut distorsi = ΔST(ij) /lij (dimana: lij = jarak antara titik
i dan j)
ω = kemiringan dasar pondasi.
Δ = defleksi relatif (yaitu, gerakan dari garis lurus yang
menghubungkan dua titik referensi)
Δ/L = rasio defleksi
Batas nilai dari parameter penurunan diferensial, oleh
Skempton dan MacDonald (1956) mengusulkan nilai-nilai batas
yang akan digunakan untuk bangunan sebagai berikut :
- Penurunan maksimum,
- Penurunan diferensial maksimum, dan
- Distorsi sudut maksimum.
Usulan Skempton dan MacDonald (1956), sebagai berikut :
1) Penurunan maksimum ST(maks)
- Pondasi di atas lapisan pasir = 32 mm
- Pondasi di atas lapisan tanah liat = 45 mm
2) Penurunan diferensial maksimum S T(maks)
- Pondasi terisolasi di lapisan pasir = 51 mm
- Pondasi terisolasi di lapisan tanah liat = 76 mm
- Pondasi Rakit di atas lapisan pasir = 51 s/d 76 mm
- Pondasi Rakit di atas lapisan tanah liat = 76s/d 127
mm
3) Sudut Distorsi maksimum maks = 1/300 = 0,00333.
Berdasarkan pengalamannya, Polshin dan Tokar memberikan
rasio defleksi yang diijinkan untuk bangunan sebagai fungsi dari L/H
(L = panjang; H = tinggi bangunan), yaitu sebagai berikut :

Rekayasa Pondasi Dangkal | 163


Untuk L/H  2 →  / L = 0,0003 ........................................ (3.39a)

Untuk L/H = 8 →  / L = 0,0001 ........................................ (3.39b)

Ketentuan lain ada pula ketentuan yang digunakan di Uni


Soviet (Soviet Code of Practice), yang dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 3.11. Nilai /L menurut Soviet Code of Practice

Tipe Bangunan L/H /L


Bangunan bertingkat dan 3 0,0003
tempat tinggal sipil (lapisan pasir)
0,0004
(lapisan lempung)
5 0,0005
(lapisan pasir)
0,0007
(lapisan lempung)
Pabrik satu lantai - 0,001
(pasir dan lempung)

Selanjutnya Bjerrum merekomendasikan batasan distorsi


sudut (βmaks) untuk berbagai struktur, sebagai berikut :
Tabel 3.12. Nilai batas Distorsi Sudut (βmaks) menurut Bjerrum

Kategori Potensi Kerusakan βmaks


Batas aman untuk dinding bata fleksibel (L/H > 4) 1/150
Bahaya kerusakan struktural sebagian besar bangunan 1/150
Retak panel dan dinding bata 1/150
Kemiringan yang terlihat dari bangunan kaku tinggi 1/250
Retak pertama dinding panel 1/300
Batas aman untuk tidak ada retak bangunan 1/500
Bahaya untuk bingkai dengan diagonal 1/600

164 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Kemudian Grant dkk. mengusulkan nilai korelasi antara
penurunan diferensial (ST(maks)) terhadap maks untuk beberapa
bangunan dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 3.13. Korelasi antara (ST(maks)) dengan (βmaks) menurut Grant dkk.

Soil Type Foundation Type Correlation


Tanah pasir Pondasi dangkal ST(max) (mm) = 30,000 βmaks
terkekang
Tanah pasir Pondasi Rakit ST(max) (mm) = 35,000 βmaks
Tanah Pondasi dangkal ST(max) (mm) = 15,000 βmaks
lempung terkekang
Tanah Pondasi Rakit ST(max) (mm) = 18,000 βmaks
lempung

Dengan menggunakan korelasi di atas, jika nilai maksimum


yang diijinkan dari maks diketahui, besarnya ST(max) yang diijinkan
dapat dihitung.
Komite Eropa untuk Standarisasi (European Committee for
Standardization), memberikan nilai-nilai batas untuk tingkat batas
layan (serviceability limit states) dan gerakan pondasi maksimum
yang dapat diizinkan, diberikan pada tabel berikut :
Tabel 3.14. Nilai parameter berdasarkan tingkat layanan menurut
European Committee.

Item Parameter Magnitudo Comments


Nilai batas ST 25 mm Pondasi dangkal
untuk terkekang
kenyamanan 50 mm Pondasi Rakit
layanan ST 5 mm Struktur dengan
kerangka kaku
Rekayasa Pondasi Dangkal | 165
10 mm Struktur dengan
kerangka lentur
20 mm Kerangka terbuka
Gerakan  1/500 --
pondasi ST 50 Pondasi dangkal
maksimum terkekang
yang dapat ST 20 Pondasi dangkal
diizinkan terkekang
  1/500 --

3.7. Rotasi Pada Pondasi Dangkal


Selain deformasi vertikal pada pondasi yang biasa disebut
penurunan (settlement), ada suatu kasus yang tidak kalah
pentingnya untuk diperiksa pada tahap perancangan pondasi
dangkal, yaitu perputaran pondasi yang disebut “rotasi”. Rotasi
pada pondasi disebabkan oleh adanya eksentrisitas beban, yang
hampir tidak ada yang tidak mengalami eksentrisitas beban, akibat
beban lateral. Teori tentang pemeriksaan rotasi pada pondasi
dangkal jarang diuraikan oleh para penulis. Pada dasarnya analisis
rotasi pondasi tidak sama dengan analisis atau kontrol stabilitas
guling pada pondasi. Jika analisis stabilitas hanya bertujuan untuk
mendapatkan faktor keamanan pondasi (safety factor), sebagai
indikator aman/tidak amannya struktur pondasi secara global,
maka analisis rotasi pada pondasi dangkal adalah menghitung
besaran sudut rotasi pondasi, yang jika melampaui batas yang
diizinkan akan mengakibatkan miringnya bangunan atas yang
didukung oleh pondasi. Beberapa metode untuk menganalisis kasus
rotasi pada pondasi dangkal dapat dipakai teori-teori yang
diuraikan di bawah ini.

166 | Rekayasa Pondasi Dangkal


(1) Teori Rotasi Ian K. Lee
Formula untuk memprediksi besaran rotasi yang terjadi pada
pondasi dangkal telah diajukan oleh Ian K. Lee pada tahun
1963, yang kemudian formula tersebut diperkuat dengan hasil
penelitian Taylor (1967). Formula rotasi dari Lee tersebut dapat
dituliskan sebagai berikut :

M 1−  2
tan  = . .I  .................................................... (3.40)
B 2 .L Es
Yang mana :
 = sudut rotasi dasar pondasi
M = momen yang bekerja pada pondasi
B = lebar pondasi (sisi terpendek)
L = panjang pondasi (sisi terpanjang)
 = angka poisson’s tanah (undrained)
Es = modulus elastis tanah (undrained)
I = faktor pengaruh rotasi, yang nilainya tergantung pada
L/B, dapat diambil dari tabel Taylor (1967) berikut ini :
Tabel 3.15. Faktor Pengaruh I untuk menghitung Rotasi Pondasi

L/B Pondasi Lentur Pondasi Kaku


0,10 1,045 1,59
0,20 1,60 2,42
0,50 2,51 3,54
0,75 2,91 3,94
1,00 3,15 4,17
Lingkaran 3,00 5,53
1,5 3,43 4,44
2,00 3,57 4,59
3,00 3,70 4,74
4,00 3,77 4,87
10,00 3,81 4,98
100,00 3,82 5,06
Rekayasa Pondasi Dangkal | 167
Catatan : Untuk Pondasi Kaku I  = 16/.{(1+0,22B/L)}

Contoh Soal 3.4


Diketahui :
Sebuah pondasi persegi panjang dengan momen kolom
sebesar 90 kN.m dan beban P = 500 kN. Ukuran pelat
pondasi adalah 3 m x 2 m x 0,5 m. Parameter tanah adalah
Es = 10.000 kPa,  = 0,30. Ukuran kolom beton = 0,42 m X
0,42 m, dengan tinggi kolom 2,8 m, dan modulus elastis
beton (Ec) = 27,6 x 106 kPa (lihat gambar).

Gambar 3.12. Sketsa contoh soal 3.4.


Diminta :
1) Perkirakan Rotasi Pondasi dan
2) Hitung Momen Pondasi setelah rotasi dengan asumsi
ujung atas kolom tetap.
Penyelesaian :
1) Perhitungan rotasi pondasi :
L/B = 2/3 = 0,67
Dari tabel di atas didapat nilia I= 2,8 (interpolasi,
kolom lentur)
90 1 − 0,32
tan  = . .(2,8) = 0,001274 rad
32.2 10000
 = 0,073o

168 | Rekayasa Pondasi Dangkal


2) Perhitungan Momen setelah pondasi mengalami rotasi :
Dalam ilmu mekanika bahan bahwa hubungan antara rotasi
balok dan momen balok (apabila salah satunya tetap, dan
induksi M' = M/2), adalah :
M .L
=
4 .E .I
Sehingga persamaan momen di dapat :
4 .E .I
M= .
L
I adalah momen inersia penampang kolom, yang didapat :
bh3 b 4 0,42 4
I= = = = 2,593 .10 −3 m4.
12 12 12
Maka :

M =
4.E.I
. =
( 6
)(
4 x 27,6 x10 . 2,953x10
−3
)(0,001274) = 130 kN.m
L (2,8)
Oleh karena rotasi ekivalen memunculkan Momen sebesar
= 130 kN.m, yang berlawanan arah kerja dengan momen
awal M = 90 kNm, maka momen yang bekerja pada pondasi
setelah terjadi rotasi adalah Mactual = 130 – 90 = 40 kN.m.
(2) Rotasi Pondasi Dangkal akibat Penurunan Diferensial
Penurunan pondasi secara substansial dipengaruhi oleh
”kekakuan sistem” (k), yang diwakili oleh struktur pondasi dan
tanah pondasi yang diberikan oleh persamaan :

Edasar .t 3
k= ..................................................................... (3.41)
E Def ,avl 3
Yang mana :
Ebasic = modulus elastisitas pondasi
t = tebal pondasi

Rekayasa Pondasi Dangkal | 169


Edef,av = modulus deformasi rata-rata hingga kedalaman
zona pengaruh.
l = dimensi pondasi dalam arah mana kekakuan (k) yang
dihitung.
Untuk k > 1 :
Pondasi diasumsikan kaku dan sebagai titik perwakilan
untuk penentuan penurunannya diasumsikan titik
karakteristik (berjarak 0,37 kali dimensi pondasi dari
sumbunya).
Untuk k < 1 :
Struktur pondasi diasumsikan memenuhi dan sebagai titik
representatif untuk penentuan pondasi, penurunan
diasumsikan sebagai titik pusat pondasi.
Rotasi pondasi ditentukan sebagai penurunan diferensial dapat
digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.13. Rotasi pada Pondasi Menerus

S
S = S1 − S 2 maka : Rotasi = ....................................... (3.42)
b
Sehingga sudut rotasi pondasi adalah :
S
 = arctan (derajat) ............................................... (3.43)
b

170 | Rekayasa Pondasi Dangkal


3.8. Problema Heave Pada Pondasi Dangkal
Pada jenis tanah kohesif bila dilakukan penggalian, maka akan
terjadi pengurangan tegangan vertikal pada dasar galian, yang
diakibatkan oleh proses relaksasi yang dialami oleh lapisan tanah
yang terbebaskan dari overburden pressure. Akibat proses
pengurangan tegangan vertikal ini maka dasar galian akan
mengembang ke atas, dan proses ini disebut “Heave” (lihat
gambar).

Gambar 3.14. Proses Heave Pada Galian Tanah Kohesif

Kasus heave ini harus menjadi perhatian pada saat


pelaksanaan konstruksi pondasi dangkal, karena elevasi dasar
pondasi yang mengalami heave akan segera kembali pada posisi
semula ketika beban dari konstruksi pondasi sudah ada. Sehingga
elevasi dasar pondasi akan berada pada posisi tanpa heave, dan
penurunan heave ini biasanya diperhitungkan sebagai bagian dari
penurunan seketika (immediate settlement).
Dengan teori elastisitas, maka prediksi heave ini dapat
dihitung dengan formula sebagai berikut :
Heave Total (HT) :

(
 1 −  dr2 
H T =  .D.B.
)
.I1 ............................................. (3.44)
 Edr 
Rekayasa Pondasi Dangkal | 171
Heave Seketika (Hi) :

(
 1 − ur2
H i =  .D.B.
).I
 1 ............................................... (3.45)
 Eur 
Heave Konsolidasi (Hc) :

H c = H T − H i ................................................................ (3.46)
Yang mana :
HT = total heave yang terjadi
Hi = heave seketika
Hc = heave konsolidasi
 = berat volume tanah
D = kedalaman galian
B = lebar dasar pondasi
ur = angka poisson’s tanah kondisi undrained rebound
Eur = modulus elastis tanah kondisi undrained rebound
dr = angka poisson’s tanah kondisi drained rebound
Edr = modulus elastis tanah kondisi drained rebound
I1 = factor kekakuan dari Harr (lihat table Harr)

Contoh Soal 3.5


Diketahui :
Suatu galian tanah dengan ukuran lebar 20 m, panjang 30
m, kedalam 4 m. Lapisan tanah berupa tanah liat
berkonsolidasi normal (normally consolidated). Ketebalan
lapisan tanah liat tersebut adalah setebal 64 m. Berat
volume tanah () = 1,90 t/m3, angka poisson’s drained =
0,35, modulus elastis drained rebound = 8.000 kPa. Bila
diambil parameter undrained adalah sebesar dua kali dari
parameter drained, maka Eur = 2.Edr = 16.000 kPa dan vur =
2.vdr = 0,70.
172 | Rekayasa Pondasi Dangkal
Diminta : Hitung Heave Seketika (Hi), Heave Konsoliasi (Hc) dan
Heave Total Akhir (HT) ?
Penyelesaian :
L/B = 30/20 = 1,50 & H/B = (64-4)/20 = 3,00 ;
maka dari table Harr didapat I1 = 1,015
1) Heave Seketika (Hi), dihitung dengan menggunakan
parameter undrained.
(
 1 − ur2
H i =  .D.B.
).I
 1
 Eur 
(
 1 − 0,70 2
H i = (1,90 x9,8)kPa.(4 x 20 ).
).1,015

 16000 
H i = 0,048m = 4,8cm

2) Heave Total Akhir (HT), dihitung dengan menggunakan


parameter drained.
(
 1 −  dr2
H T =  .D.B.
).I
 1
 Edr 
(
 1 − 0,35 2
H T = (1,90 x9,8)kPa.(4 x 20 ).
).1,015

 8000 
H T = 0,165 m = 16,5cm
Sehingga Heave Kondolidasi (Hc) dapat dihitung sebagai
berikut ;
Hc = HT – Hi = 16,5 – 4,8 = 11,7 cm.

3.9. Pengaruh Muka Air Tanah Terhadap Penurunan Pondasi


Dangkal
Pengaruh kenaikan muka air tanah akan mempengaruhi
penurunan elastis pada lapisan tanah pendukung pondasi, yang
Rekayasa Pondasi Dangkal | 173
terdiri atas lapisan tanah berbutir kasar (granuler soil).
Sebagaimana diketahui bahwa kenaikan muka air tanah di bawah
pondasi pada lapisan tanah granular akan mengurangi kekakuan
tanah dan menghasilkan penurunan tambahan. Menurut Terzaghi
bahwa ketika permukaan air naik dari lapisan bawah ke lapisan
pendukung pondasi yang merupakan tanah granular, maka
penurunan akan berlipat ganda. Shahriar dkk. yang terakhir
melakukan beberapa uji model laboratorium dan pemodelan
numerik, untuk menunjukkan bahwa penurunan tambahan yang
dihasilkan oleh kenaikan muka air tanah di bawah pondasi, dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Aw
Setambahan = .Se ......................................................... (3.47)
At
Yang mana :
Setambahan = penurunan elastis tambahan akibat naiknya muka
air tanah.
Se = penurunan elastis yang dihitung pada tanah kering.
Aw = luas diagram pengaruh regangan terendam akibat
kenaikan muka air tanah.
At = luas total diagram pengaruh regangan.

174 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Contoh Soal 3.6
Diketahui :
Sebuah pondasi menerus berada di atas lapisan pasir, seperti
yang diilustrasi pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.15. Sketsa contoh soal 3.6

Lebar pondasi (B) = 2,00 m ; dan Kedalaman Dasar Pondasi


(Df) = 1,00 m.
Beban merata (q) = 175 kN/m2 ; dan Berat volume tanah ()
= 17 kN/m3.
Asumsikan waktu untuk creep adalah selama 10 tahun.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 175


Jika muka air tanah naik hingga 4 m di bawah dasar pondasi.
Diminta : Berapa penurunan elastis tambahan dari pondasi akibat
kenaikan muka air tanah ?
Penyelesaian :
Perhitungan penurunan dengan asumsi tidak ada air tanah
pada lapisan pendukung :
q = 175 kN/m2
q′ = γDf = (17)(1) = 17 kN/m2
qz(puncak) = 17 × 2 = 34 kN/m2
Pada z = 0 ; Iz = 0.2
Iz(puncak) berada di z = zp = B = 2 m
Iz = 0 berada di z = zo = 4B = 8 m
0,5
 q − q' 
I Z ( puncak) = 0,5 + 0,1. 
q 
 Z ( puncak) 
0, 5
 175 − 17 
I Z ( puncak) = 0,5 + 0,1.  = 0,716
 34 
Untuk pondasi menerus berlaku : Es = 3,5 x qc (sehingga nilai
Es seperti tergambar)

Tabel 3.16. Perhitungan (Iz/Es)xz

Lapis Es Iz z (Iz/Es)xz
1 8.000 0,329 1 4,11 x 10-5
2 10.000 0,537 1 5,37 x 10-5
3 10.000 0,597 2 11,94 x 10-5
4 9.000 0,418 1 4,64 x 10-5
5 13.500 0,179 3 1,33 x 10-5
Jumlah 27,39 x 10-5

176 | Rekayasa Pondasi Dangkal


C1 = faktor koreksi untuk kedalaman pondasi :

 q'   17 
C1 = 1 − 0,5.  = 1 − 0,5  = 0,946
 q − q'   175 − 17 

C2 = faktor koreksi untuk creep di tanah :

 waktu(tahun)   10 
C2 = 1 + 0,2.  = 1 + 0,2  = 1,40
 0,1   0,1 

Se = C1.C2 .(q − q')


IZ
Es
(
z = (0,946)(1,40)(175 − 17) 27,39 x10 −5 )
Se = 5731,5x10−5 m = 57,32mm

Dengan asumsi bahwa muka air tanah berada 4 m di bawah


dasar pondasi, maka dapat digambarkan diagram pengaruh
regangan sebagai berikut :

Gambar 3.16. Diagram pengaruh regangan akibat air tanah

Rekayasa Pondasi Dangkal | 177


Dari gambar di atas, dapat dihitung luas pengaruh regangan
terendam (Aw) dan luas total pengaruh regangan (At), sebagai
berikut :
Aw = ½ (4 x 0,477) = 0,954
At = ½ (0,2 x 0,716) x 2 + ½ [0,716 x (8-2)] = 3,064
Sehingga di hasilkan :
0,954
Se (tambahan) = .(76,26) = 27,74 mm
3,064

3.10. Perhitungan Penurunan Pondasi Dangkal Berdasarkan


Parameter Uji Lapangan
Pada praktik sehari-hari sering perencana diperhadapkan
pada minimnya data parameter tanah yang dimiliki. Hal ini biasanya
terjadi bila pihak owner tidak bersedia mengeluarkan biaya yang
memadai untuk pekerjaan soil investigation. Keengganan owner
mengeluarkan biaya soil investigation biasanya disebabkan ketidak-
pahaman akan pentingnya pekerjaan tersebut, atau karena
memandang bangunan yang akan dibangun cukup sederhana.
Untuk mengantisipasi kasus semacam ini maka perencana
harus mampu menggunakan formula-formula pendekatan dengan
menggunakan data parameter sederhana dari beberapa pengujian
lapangan yang dapat dilakukan dengan biaya yang relative murah,
seperti Standard Penetration Test (SPT) dan Cone Penetrometer
Test (CPT) yang lebih dikenal dengan Uji Sondir.
Dari kedua jenis pengujian lapangan yang sederhana
tersebut, telah dikembangkan beberapa formula untuk
memprediksi penurunan yang terjadi pada jenis pondasi dangkal.

178 | Rekayasa Pondasi Dangkal


3.10.1. Penurunan Berdasarkan Data N-SPT
Ada beberapa hubungan empiris untuk memperkirakan
penurunan elastis pondasi yang berdiri pada tanah granular yang
didasarkan pada korelasi antara lebar pondasi berukuran penuh
dengan tahanan penetrasi standar yang diperoleh dari lapangan.
(1) Teori Korelasi Terzaghi & Peck
Terzaghi dan Peck (1943) mengusulkan suatu formula korelasi
antara daya dukung yang diijinkan dengan nilai penetrasi
standar dengan rasio energi rata-rata 60% (N60), sebagai
berikut :
2
3q  B 
Se = .  .................................................... (3.48)
N 60  B + 0,3 
Yang mana :
Se = penurunan elastis pondasi dangkal
N60 = nilai NSPT dengan rasio energi rata-rata 60%
q = tekanan bantalan dalam kN/m2
B = lebar pondasi dalam m.
Jika koreksi elevasi muka air tanah (CW) dan koreksi
kedalaman pondasi (CD) diperhitungkan, maka persamaan di
atas dituliskan sebagai berikut :
2
3q  B 
S e = CW .C D . .  ........................................ (3.49)
N 60  B + 0,3 
Yang mana :
CW = koreksi muka air tanah :
Jika Df  2B, maka CW = 1
Jika Df  B, maka CW = 2
CD = koreksi kedalaman dasar pondasi = [1 – (Df/4B)]
Df = kedalaman penanaman
Rekayasa Pondasi Dangkal | 179
Nilai N60 yang digunakan dalam kedua persamaan di atas,
harus merupakan nilai rata-rata N60 hingga pada kedalaman
sekitar 3B sampai 4B yang diukur dari dasar pondasi.
(2) Teori Korelasi Meyerhof
Pada tahun 1956, Meyerhof mengusulkan formula hubungan
sebagai berikut :

Untuk B  1,22 m, maka :


2q
Se = ........................................................................ (3.50)
N 60
Untuk B > 1,22 m, maka :
2
3q  B 
Se = .  .................................................... (3.51)
N 60  B + 0,3 
Yang mana :
Se dalam satuan mm ;
B dalam satuan m ; dan
q dalam satuan kN/m2 .
Jika diperhatikan untuk dimensi B > 1,22 m, maka persamaan
Meyerhof tidak berbeda denga persamaan Terzaghi & Peck
(1943). Pada tahun 1965, setelah melakukan prediksi dan
pengamatan terhadap penurunan delapan bangunan
penurunan, lalu Meyerhof mengusulkan revisi persamaannya
sebagai berikut :

Untuk B  1,22 m, maka :


1,25q
Se = ..................................................................... (3.52)
N 60

180 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Untuk B > 1,22 m, maka :
2
2q  B 
Se = .  .................................................... (3.53)
N 60  B + 0,3 
Jika dibandingkan hasil perhitungan dengan menggunakan
formula Meyerhof yang pertama (1956) dengan yang kedua
(1965), maka untuk tingkat penurunan yang sama, formula
kedua memberikan tekanan yang diijinkan (q) yang 50% lebih
tinggi.
Jika koreksi elevasi muka air tanah (CW) dan koreksi kedalaman
pondasi (CD) diperhitungkan, maka persamaan di atas
dituliskan sebagai berikut :

Untuk B  1,22 m, maka :


1,25q
S e = CW .C D . ........................................................ (3.54)
N 60
Untuk B > 1,22 m, maka :
2
2q  B 
S e = CW .C D . .  ........................................ (3.55)
N 60  B + 0,3 
Yang mana :
CW = 1,0
CD = = 1 – (Df/4B)
(3) Metode Peck and Bazaraa.
Dalam penerapan persamaan Terzaghi dan Peck (1943) di
lapangan, maka ditemukan bahwa hasil yang dari persamaan
tersebut terlalu konservatif, yang mana penurunan yang
dihasilkan jauh di atas angka penurunan yang terjadi di
lapangan. Oleh karena itu maka Peck dan Bazaraa mengusulkan
persamaan sebagai berikut :
Rekayasa Pondasi Dangkal | 181
2
2q  B 
S e = CW .C D . .  ................................... (3.56)
(N1 )60  B + 0,3 
Yang mana :
Se dalam satuan mm, q dalam satuan kN/m2, dan B
satuandalam m.

 0 (pada 0,5 B di bawah dasar pondasi)


CW = ...... (3.57)
 ' 0 (pada 0,5 B di bawah dasar pondasi)
o = tekanan lapisan penutup total = .z
’0 = tekanan overburden efektif = ’.z
0,5
  .D f 
CW = 1 − 0,4.  ............................................... (3.58)
 q 
= berat satuan tanah
(N1)60 = nilai penetrasi standar setelah dikoreksi.
Hubungan untuk (N1)60 adalah sebagai berikut :

Untuk ’0  75 kN/m2, maka :


4.N 60
(N1 )60 = ................................................... (3.59)
1 + 0,04. ''0
Untuk ’0 > 75 kN/m2, maka :
4.N 60
(N1 )60 = ............................................. (3.60)
3,25 + 0,01. ''0
Yang mana :
’0 = tekanan overburden efektif = ’.z

182 | Rekayasa Pondasi Dangkal


(4) Metode Burland and Burbidge.
Untuk memprediksi penurunan elastis pada pondasi yang
berdiri di atas lapisan tanah berpasir, Burland dan Burbidge
(1985), mengusulkan suatu metode dengan menggunakan nilai
penetrasi standar lapangan (N60). Prosedur metode ini
diuraikan sebagai berikut :
1) Penentuan variasi angka penetrasi standar pada
kedalaman tertentu.
Tentukan nilai penetrasi standar di lapangan (N 60) dengan
kedalaman sampai pada lapisan yang mendapat pengaruh
di bawah pondasi. Selanjutnya dapat dihitung nilai
penetrasi penyesuaian (N60(a)), dengan memperhatikan
kondisi dan jenis lapisan tanah pendukung di lapangan :
Untuk kerikil atau kerikil berpasir; maka :

N 60( a ) = 1,25.N 60 .................................................. (3.61)


Untuk pasir halus atau pasir berlumpur di bawah muka
air tanah dan N60 > 15, maka :

N 60( a ) = 15 + 0,5( N 60 −15) .................................. (3.62)


Yang mana :
N60(a) = nilai N60 yang disesuaikan.
2) Penentuan kedalaman pengaruh tegangan, z′
Untuk menentukan kedalaman pengaruh tegangan, ada
tiga kemungkinan atau kasus yang bisa terjadi tergantung
kondisi lapangan, yakni :
Kasus-1 :

Rekayasa Pondasi Dangkal | 183


Jika N60, mendekati nilai yang konstan terhadap
pertambahan kedalaman, maka hitung z′ sebagai berikut :
0 , 75
z'  B 
= 1,4  ................................................ (3.63)
BR  BR 
Yang mana :
BR = lebar referensi = 0,3 m
B = lebar pondasi sebenarnya (m)
Kasus-2 :
Jika N60 nilainya bertambah seiring dengan pertambahan
kedalaman, maka untuk menghitung z’ tetap menggunakan
persamaan di atas (sama dengan yang konstan).
Kasus-3 :
Jika N60 nilainya berkurang dengan kedalaman, maka hitung
z′ = 2B dan juga hitung z′ = jarak dari dasar pondasi ke dasar
lapisan tanah lunak (=z′′).
Dihitung :
z′ = 2B
z′ = z′′ (digunakan nilai yang lebih kecil)

3) Penentuan faktor koreksi atau pengaruh kedalaman, 


Faktor koreksi kedalaman dapat dihitung sebagai berikut :

H H
=  2 −   1,00 ........................................ (3.64)
z'  z' 
Catatan : H = kedalaman lapisan tanah yang kompresibel.
4) Perhitungan penurunan elastis
Penurunan elastis pondasi (Se), selanjutnya dapat dihitung
sebagai berikut :
(a) Untuk tanah yang berkonsolidasi normal, maka :

184 | Rekayasa Pondasi Dangkal


 2 0,7 
S
e = 1,4  1,71  1,25(L / B )   B 
 
 q 
  .. (3.65)
BR

(
 N 60( a )
1,4
)  0,25 + L / B 
  B 
 R  Pa 

Yang mana :
Se = penurunan elastis pondasi
L = panjang pondasi.
BR = lebar referensi = 0,3 m
B = lebar pondasi sebenarnya (m)
Pa = tekanan atmosfer (≈100 kN/m2).
N60(a) = nilai N60 yang disesuaikan.
(b) Untuk tanah konsolidasi berlebih (q  ’c), di mana ’c =
tekanan konsolidasi berlebih, maka :

 2 0,7 
S
e = 0,047  0,57  1,25(L / B )   B 
 
 q 
  (3.66)
BR

 N 60(a ) ( )
1,4  0,25 + L / B 
  B 
 R  Pa 

(c) Untuk tanah konsolidasi berlebih (q > ’c), dimana ’c =
tekanan konsolidasi berlebih, maka :

 0, 7
S
 0,57  1,25(L / B ) 
2
 B   q − 0,67 c' 
e     (3.67)
(N 60(a) )1,4
= 0,14 
 0,25 + L / B  B   
BR   R  P a 

Contoh Soal 3.7


Diketahui :
Suatu pondasi dangkal berukuran 1,75 m × 1,75 m, berdiri di atas
lapisan pasir.
Df = 1 m; N60 nilainya meningkat seiring pertambahan kedalaman
(Kasus-2); Nilai rata-rata N60 pada kedalaman pengaruh

Rekayasa Pondasi Dangkal | 185


tegangan sebesar = 10 blow/ft ; dan q = 120 kN/m 2. Lapisan
tanah pendukung adalah tanah pasir berkonsolidasi normal.
Diminta :
(1) Perkirakan penurunan elastis pondasi, menggunakan
metode Burland dan Burbidge.
(2) Perkirakan penurunan elastis pondasi, menggunakan
metode Meyerhof.
Penyelesaian :
(1) Metode Burland dan Burbidge
Karena Kasus-2, maka kedalaman pengaruh tegangan dihitung
dengan persamaan :
0 , 75
z'  B 
= 1,4 
BR  BR 
0 , 75 0 , 75
 B  1,75 
z ' = 1,4.BR .  = 1,4 x0,3x  = 1,58 m.
 BR   0,3 
Karena tanah berkonsolidasi normal, maka Se dihitung dengan
persamaan :

Se  1,71  1,25(L / B )  2  B 0,7  q 


= 1,4      
 (N60( a ) )  0,25 + L / B   BR   Pa 
1, 4 
BR

 1,71  1,25(L / B )  2  B 0,7  q 


Se = 1,4 .BR 
(N )1, 4 
0, 25 + L / B   B   P 
 60( a )    R   a 
 1,71  1,25(1)   1,75   120 
2 0,7

Se = 1,4 x1,0 x0,3  0,25 + 1  0,3   100 


 (10 )
1, 4
     
Se = 0,0118 m = 1,18cm = 11,8 mm.

(2)Metode Meyerhof
Dengan nilai CW = 1

186 | Rekayasa Pondasi Dangkal


 Df   1 
C D = 1 −   = 1 −   = 0,86
 4B   4 x1,75 
Maka :
2 2
2q  B  2 x120  1,75 
Se = CW CD   = 1x0,86 x  
N 60  B + 0,3  10  1,75 + 0,3 
Se = 0,01504 m = 1,504cm = 15,04 mm.

Contoh Soal 3.8


Diketahui :
Sebuah pondasi telapak berbentuk bujur sangkar, memikul
beban sebesar 250.000 Lb. Dasar pondasi terletak pada
kedalaman 3 feet dari permukaan tanah. Penurunan
maksimum yang diizinkan 0,75 inch. Lapisan tanah di bawah
dasar pondasi terdiri dari pasir kelanauan yang
berkonsolidasi normal (normally consolidated). Muka air
tanah terletak pada kedalaman 15 feet dari permukaan
tanah. Data SPT N60 adalah sebagai berikut :
Tabel 3.17. Data SPT N60 setiap kedalaman
Kedalaman
4 7 10 13 16 20 25
(feet)
N60 (blow/ft) 15 12 19 23 27 32 30

Diminta : Hitung Lebar (B) dasar pondasi yang diperlukan, dengan


menggunakan formula Meyerhof (1965).
Penyelesaian :

Rekayasa Pondasi Dangkal | 187


Gambar 3.17. sketsa contoh soal 3.8
Dicari harga pendekatan B, dengan trail and error.
Dicoba mengambil tegangan kontak tanah sebesar qa’ = 4000 lb/ft 2,
maka :
B’ = P / qa' = 250.000 / 4.000 = 7,9 feet (B pendekatan).
2B = 2 x 7,9 = 15,8 feet (berada pada kedalaman antara 13
feet dgn 16 feet)
Cari nilai N60 pada kedalaman 15,8 feet, dengan persamaan (4.62)
sebagai berikut :
N60(15,8) = 15 + 0,5.{ N60(16) – 15}
= 15 + 0,5.{27-15} = 15 + 6 = 21 blow/feet.
Sehingga dapat dihitung Nspt rata-rata dari permukaan sampai
kedalaman 15,8 feet sebagai berikut :
N60rata-rata = (15+12+19+23+21) / 5 = 18
Kd = 1 + 0,33.(3 / 7,9) = 1,12
Subtitusi nilai-nilai tersebut ke dalam persamaan 4.63, didapat :
2
ST (0,68.q ' /  r )  B 
= .  ; Br = 1 feet (lebar acuan)
Br ( N 60 .K d )  ( B + Br ) 

 0,75  0,68 x 250 .000 / B 


2

     2
 12  =   2000   B 
. 
1 (18 x1,12 )  ( B + Br ) 

188 | Rekayasa Pondasi Dangkal


2
 B 
0,0148 B = 
2

 (B + 1)
B = 7,25 feet < 7,9 feet (B pendekatan)
Karena nilai B yang dihasilkan lebih kecil dari nilai B
pendekatan, maka estimasi tidak perlu diulangi.
Diambil : Nilai B-perlu diambil = 7,9 feet (B Pendekatan)

3.10.2. Penurunan Berdasarkan Data CPT


Selain dengan menggunakan nilai penetrasi dari pengujian
penetrasi stándar (SPT), penurunan pondasi dangkal juga dapat
diperhitungkan dengan menggunakan hasil uji lapangan berupa uji
penetrasi konus (sondir). Beberapa formula untuk memprediksi
penurunan pondasi dangkal yang telah dikembangkan dari hasil uji
sondir, antara lain :
(1) Formula Buisma-DeBeer (1965)
N
 '   ( ' +  vo 'i ) 
S T = 1,535. vo i . log  vo i . hi ........... (3.68)
i =1  qc 'i    vo 'i 
Yang mana :
ST = penurunan total akhir
N = jumlah jelas lapis penetrasi
qc’i = tekanan konus rata-rata pada lapis ke-i (kPa)
vo’i = tegangan efektif akibat lapisan tanah di atasnya
pada lapis ke-i (kPa)
vo’i = tegangan efektif vertical akibat lapisannya
sendiri pada lapis ke-i (kPa)
hi = tebal lapi ke-I (m)

Rekayasa Pondasi Dangkal | 189


(2) Formula Schmertmann (1970)
Dari penelitian awal yang dilakukan oleh Schmertmann pada
tahun 1970, diusulkan formula sebagai berikut :
N
 I zi 
S T = q n .  . hi ............................................... (3.69)
i =1  2,5.q c ' i 
Yang mana :
ST = penurunan total akhir
qn = beban luar tanpa didistribusi (kPa)
qc’i = tekanan konus rata-rata pada lapis ke-i (kPa)
hi = tebal lapi ke-I (m)
N = jumlah jelas lapis penetrasi
Izi = factor regangan pada lapis ke-i, nilainya
tergantung kedalaman lapisan
Dengan menggambarkan hubungan regangan vertical (z)
dengan tegangan netto (qo), selanjutnya dapat dihasilkan
nilai Izi, sebagai berikut :

190 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Gambar 3.18. Faktor Regangan Schmertmann untuk semua tipe
pondasi (1970)

(3) Formula Schmertmann (1978)


Dari hasil penelitian lanjutan, oleh Schmertmann pada tahun
1978 melakukan koreksi atas factor regangan yang telah
diajukannya pada tahun 1970. Faktor regangan yang baru
diajukan oleh Shmertmann adalah dengan mengambil puncak
grafik sebesar Izp = 0,5 + 0,1 (q n /  vp ' ) , sehingga didapatkan
grafik factor regangan terhadap jenis pondasi menerus dan
pondasi telapak sebagai berikut :

Rekayasa Pondasi Dangkal | 191


Gambar 3.19. Faktor Regangan Schmertmann untuk tipe pondasi
berbeda (1978)

Contoh Soal 3.9


Diketahui :
Sebuah pondasi telapak bujur sangkar ukuran 2,5 m x 2,5 m,
terletak pada kedalaman 2 m dari permukaan. Memikul
beban luar berupa tegangan total sebesar 215 kPa. Lapisan
tanah penetrasi adalah tanah pasir kasar dengan massa jenis
sebesar 2,041 t/m2. Muka air tanah terletak pada
kedalaman 2 m.
Hasil pengujian CPT (sondir) adalah sebagai berikut :
Tabel 3. 18. Hasil pengujian CPT (sondir)
Kedalaman
2 s/d 3 3 s/d 4 4 s/d 5 5 s/d 6 6 s/d 7 >7
(m)

qc (kPa) 4000 6000 8000 10000 12000 12000

192 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Diminta : Hitung penurunan total akhir (ST) yang terjadi pada
pondasi tersebut ?
Penyelesaian :
Overburden pressure (Po) = .D = .g.D = 2,041 x 9,81 x 2
= 40 kPa.
Tegangan Netto = qn = Teg.total – Po = 215 – 40 = 175 kPa.
Tegangan vertical maksimum (vp’) dapat dihitung :
vp’ = Po + B/D.(t - w).g
vp’ = 40 + (2,50 / 2).(2,401-1,00).9,81 = 52,7 kPa.
Selanjutnya Faktor Regangan Puncak (Izp) dapat dihitung sebagai
berikut :
Izp = 0,5 + 0,1 (q n /  vp ' ) = 0,5 + 0,1. (175 / 52,7 = 0,68
B = 2,50 m → B/2 = 1,25 m & 2B = 5,00 m.
Setelah nilai Izp diketahui, maka dapat dibuat grafik hubungan I zp
dengan kedalaman lapis penetrasi, sebagai berikut :

Gambar 3.20. Grafik hubungan Izp dengan kedalaman penetrasi

Rekayasa Pondasi Dangkal | 193


Untuk menghitung penurunan total akhir maka dapat dibuat table
sebagai berikut :
Tabel 3. 19. Tabel perhitungan penurunan total
hi qci Kedalaman S=qn.(Izi/2,5.qc’i).hi
Lapis ke Izi
(m) (kPa) rata2(m) (m)
2-3 1,00 4000 0,5 0,25 0,00437
3-4 1,00 6000 1,5 0,63 0,00735
4-5 1,00 8000 2,5 0,44 0,00385
5-6 1,00 10000 3,5 0,17 0,00238
Jumlah 0,01800

Jadi Penurunan Total Akhir (Stf) = 0,018 m = 1,80 cm.

194 | Rekayasa Pondasi Dangkal


3.10.3. Penurunan Berdasarkan Data Uji Beban Pelat
Terzaghi dan Peck (1967) mengusulkan hubungan empiris
antara penurunan elastis (Se) pada pondasi dengan ukuran penuh
dengan penurunan pelat uji dari hasil uji beban pelat (plate load
test) dengan intensitas beban yang sama. Korelasi empiris tersebut
dituliskan dengan persamaan sebagai berikut :
dari pondasi prototipe berukuran B × B dalam denah dan
penurunan pelat uji Se(1) berukuran B1 × B1 yang dibebani dengan
intensitas yang sama :
Se 4
= .......................................................... (3.70)
Se (1) 1 + (B1 / B )
4.Se (1)
Se = .............................................................. (3.71)
1 + (B1 / B )
Yang mana :
Se = penurunan pondasi berukuran penuh (prototipe)
Se(1) = penurunan yang terjadi pada pelat uji beban.
B = lebar pondasi ukuran penuh
B1 = lebar pelat uji beban (standard B 1 = 0,3 s/d 1,0 m)


Rekayasa Pondasi Dangkal | 195
B A B – IV
ANALISIS STABILITAS
DAN ANGKA KEAMANAN
PONDASI DANGKAL

196 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Dalam perancangan suatu pondasi dangkal disamping
memperhitungkan daya dukung yang diizinkan bekerja pada
pondasi, juga harus selalu mempertimbangkan aspek keamanan
pondasi yang meliputi :
- Penurunan pondasi yang terjadi harus lebih kecil dari
penurunan yang diizinkan.
- Pondasi harus aman terhadap bahaya pondasi berguling, yang
ditunjukkan dengan angka keamanan (safety factor).
- Pondasi harus aman terhadap bahaya pondasi bergeser, yang
ditunjukkan dengan angka keamanan (safety factor.
Perhitungan penurunan pondasi dan sebagian tentang rotasi
pondasi dalam buku ini telah dibahas pada Bab III. Oleh karena itu
pembahasan di dalam Bab IV dikhususkan pada permasalahan
tentang stabilitas pondasi terhadap guling dan geser.

4.1. Stabilitas dan Angka Keamanan Pondasi terhadap Guling

Stabilitas Guling suatu pondasi adalah keseimbangan antara


momen tahanan dengan momen guling. Momen guling merupakan
momen yang diakibatkan karena adanya beban lateral dan/atau
eksentrisitas beban yang bekerja pada pondasi. Sedangkan momen
tahanan adalah momen yang diakibatkan oleh beban vertikal dari
bangunan atas dan berat sendiri (body force) dari struktur pondasi.
Keberadaan beban yang dapat menimbulkan momen guling
yaitu beban lateral dan eksentrisitas beban, dalam kasusnya dapat
berupa :
- Beban lateral tanpa eksentrisitas beban.
- Eksentrisitas beban tanpa beban lateral.
- Beban lateral dan eksentrisitas beban bekerja secara
bersamaan.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 197


4.1.1. Stabilitas Guling Akibat Beban Lateral
Beban lateral akan menimbulkan momen guling terhadap
pondasi. Momen guling ini memiliki kecenderungan merotasi
konstruksi pondasi hingga terguling, oleh karena itu disebut momen
guling (overturning moment).
Sedangkan berat sendiri dari konstruksi pondasi akan
memberikan perlawanan berupa momen tahanan (stabilizing
moment).
Bila overturning moment lebih besar dari pada stabilizing
moment, maka pondasi akan mengalami rotasi sampai terguling.

Gambar 4.1. Rotasi Pondasi Dangkal


Persamaan keseimbangan momen pada kaki pondasi (titik-A),
didapat sebagai berikut :
Momen Guling (Mg) = H.h .................................................... (4.1)
B
Momen Tahanan (Ms) = V . ................................................ (4.2)
2
Untuk mencapai kondisi stabilitas guling yang baik, maka :
B
V .  H .h ........................................................................... (4.3)
2

198 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Perbandingan antara momen tahanan terhadap momen guling,
disebut faktor keamanan guling (SFg), yang dapat ditulis sebagai
berikut :
M V .(B / 2 )
SFg = s = .......................................................... (4.4)
Mg H .h
Yang mana :
SFg = faktor keamanan pondasi terhadap guling (1,5 s/d 3,0)
Ms = momen tahanan
Mg = momen guling
V = beban vertical
B = lebar dasar pondasi
H = beban lateral
h = jarak garis kerja beban lateral terhadap kaki pondasi

4.1.2. Stabilitas Guling Akibat Beban Eksentris


Selain beban lateral, momen guling juga dapat ditimbulkan
oleh eksentrisitas beban dari beban vertikal bekerja terhadap
sumbu netral (titik berat).
Bila terjadi kasus semacam ini maka pondasi dangkal juga
harus dikontrol terhadap stabilitas gulingnya, seperti yang
diperlihatkan berikut ini :

Rekayasa Pondasi Dangkal | 199


Gambar 4.2. Tegangan Dasar Pondasi akibat Beban Eksentris

Dari gambar di atas didapat persamaan keseimbangan


sebagai berikut :
V = 0
V – ½ (q1+q2).B = 0
V = ½ (q1+q2).B ........................................................................ (4.4)
M = 0
Mg – Ms = 0
B    B   1 B 
V . − e  − (q2 .B )  +  (q1 − q2 ).B.  
2    2   2 3 

 B    B   1 B 
V . − e  = (q2 .B )  +  (q1 − q2 ).B.   ............... (4.5)
2    2   2 3 

200 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Yang mana nilai q1 dan q2 dapat dihitung sebagai berikut :

 B 
2V 2 B − 3 − e 
 2 
q1 = 2
..................................................... (4.6)
B
 B  
2V 3 − e  − B 
2 
q2 =  2
 ....................................................... (4.7)
B
Sehingga angka perbandingan antara momen tahanan terhadap
momen guling yang disebut faktor keamanan guling (SF g), dapat
dirumuskan sebagai berikut :

 B (q −q ) B 
 q2 .B. + 1 2 .B. 
M 2 2 3
S .Fg = s =  ............................ (4.8)
Mg B 
V . − e 
2 
Yang mana :
SFg = faktor keamanan pondasi terhadap guling (1,5 s/d 2,0)
Ms = momen tahanan
Mg = momen guling
V = beban vertical
B = lebar dasar pondasi
e = eksentrisitas beban vertikal
q1 = tegangan maksimum yang terjadi pada tanah dasar
q2 = tegangan minimum yang terjadi pada tanah dasar

Rekayasa Pondasi Dangkal | 201


4.1.3. Stabilitas Guling Akibat Beban Lateral dan Beban Eksentris
Keberadan beban lateral yang bekerja secara bersamaan
dengan beban eksentris akibat beban vertikal yang tidak bekerja
sentris memperkecil angka keamanan pada struktur pondasi
dangkal., dan hal ini paling sering terjadi di lapangan. Untuk
memeriksa stabilitas guling pondasi dangkal yang memikul
kombinasi beban semacam ini harus dilakukan dengan
memperhitungkan momen guling dan momen tahanan bekerja
secara bersamaan pula.

Gambar 4.3. Tegangan Dasar Pondasi akibat Beban Lateral


dan Beban Eksentris

Dari gambar tegangan dasar pondasi, didapat momen


kombinasi sebagai berikut :

202 | Rekayasa Pondasi Dangkal


B 
Momen Guling (Mg) = H .h + V . − e  ................................ (4.9)
2 
B B (q − q2 ) B
Momen Tahanan (Ms) = V . + q2 .B. + 1 .B. ... (4.10)
2 2 2 3
Perbandingan antara momen tahanan terhadap momen guling
yang disebut faktor keamanan guling (SFg), dapat dirumuskan
sebagi berikut :

 B B (q −q ) B 
V . + q2 .B. + 1 2 .B. 
M 2 2 2 3
S .Fg = s =  .............. (4.11)
Mg B 
H .h + V . − e 
2 
Yang mana :
SFg = faktor keamanan pondasi terhadap guling (1,5 s/d 2,0)
Ms = momen tahanan
Mg = momen guling
V = beban vertikal
B = lebar dasar pondasi
H = beban lateral
h = jarak garis kerja beban lateral terhadap kaki pondasi
e = eksentrisitas beban vertikal
q1 = tegangan maksimum yang terjadi pada tanah dasar
q2 = tegangan minimum yang terjadi pada tanah dasar

Contoh Soal 4.1


Diketahui :
Suatu pondasi setempat berbentuk bujur sangkar dengan
ukuran 3m x 3m. Dasar pondasi terletak pada kedalaman 1,50
m dari permukaan tanah. Memikul beban Vertikal (V) sebesar
30 ton, dan beban Lateral (H) sebesar 15 ton. Garis kerja

Rekayasa Pondasi Dangkal | 203


beban horizontal berimpit dengan permukaan tanah
(h=1,50m), sedangkan garis kerja beban V berjarak 0,5m dari
sumbu utama pondasi (e=0,5m).
Diminta :
Periksa kestabilan guling pondasi tersebut.
Penyelesaian :

Gambar 4.4. Sketsa contoh soal 4.1.

(1) Akibat Beban Lateral


Momen tahanan (Ms)
Ms = V.(B/2) = 30 ton x (3,00/2) = 45 ton.m
Momen Guling (Mg)
Mg = H.h = 15 ton x 1,5 m = 22,5 ton.m
(2) Akibat Eksentrisitas Beban
 B 
2V 2 B − 3 − e 
 2 
q1 = 2
B

(3x30 )(2 x3) − 3x 3 − 0,5 


 2 
q1 = 2
3

204 | Rekayasa Pondasi Dangkal


60 x(6 − 3)
q1 = = 20 ton.m
9
 B  
2V 3 − e  − B 
q2 =  2  
2
B

(2 x30 )3 3 − 0,5  − 3


q2 =  2  
2
3
60 x(3 x1) − 3
q2 = = 0 ton.m
32
Momen tahanan (Ms) :
B (q − q ) B
M s = q2 .B. + 1 2 .B.
2 2 3
3 (20 − 0) 3
M s = (0 x3)x + x3 x
2 2 3
M s = 0 + (10 x3x1) = 30 ton.m
Momen Guling (Mg) :
B 
M g = V . − e 
2 
3 
M g = 30 x − 0,5  = 30 x1 = 30 ton.m
2 
Momen Total :
Ms = Ms(1) + Ms(2)g = 45 + 30 = 75 ton.m
Mg = Mg(1) + Mg(2) = 22,5 + 30 =52,5 ton.m
Sehingga Faktor Keamanan pondasi tersebut terhadap
bahaya guling adalah sebesar :

SFg =
M s
=
75
= 1,428  1,50 (Tidak Aman Guling)
M g 52,5

Rekayasa Pondasi Dangkal | 205


Apabila ditemukan kasus semacam ini, maka dapat ditempuh
salah satu dari dua cara :
1) Mengupayakan pengurangan beban luar, bisa berupa
pengurangan beban lateral (H) atau pengurangan jarak
eksentrisitas (e) dari beban vertikal.
2) Memperbesar dimensi penampang dasar pondasi,
terutama pada sisi pondasi yang searah dengan arah
beban lateralnya.
Dalam kasus pada soal ini, misalnya ditempuh alternative
menambah dimensi penampang dasar pondasi bujur sangkar
menjadi 4 m x 4 m, maka kontrol guling terhadap pondasi yang
dimensinya diubah dapat dilanjutkan sebagai berikut :
a) Akibat Beban Lateral
Momen tahanan (Ms)
Ms = V.(B/2) = 30 ton x (4,00/2) = 60 ton.m
Momen Guling (Mg)
Mg = H.h = 15 ton x 1,5 m = 22,5 ton.m
b) Akibat Eksentrisitas Beban
 B 
2V 2 B − 3 − e 
 2 
q1 = 2
B

(3x30 )(2 x4) − 3x 4 − 0,5 


 2 
q1 = 2
4
60 x8 − (3x1,5) 60 x3,5
q1 = = = 13,125 ton.m
16 16
 B  
2V 3 − e  − B 
q2 =  2  
B2

206 | Rekayasa Pondasi Dangkal


(2 x30 )3 4 − 0,5  − 4
q2 =  2  
2
4
60 x(3x1,5) − 4 (60 x0,5)
q2 = = = 1,875 ton.m
16 16
Momen tahanan (Ms) :
B (q − q ) B
M s = q2 .B. + 1 2 .B.
2 2 3
4 (13,125 − 1,875 ) 4
M s = (1,875 x 4)x + x4 x
2 2 3
 4
M s = (7,5 x 2) +  5,625 x 4 x 
 3
M s = 15 + 30 = 45 ton.m
Momen Guling (Mg) :
B 
M g = V . − e 
2 
4 
M g = 30 x − 0,5  = 30 x1,5 = 45 ton.m
2 
Momen Total :
Ms = Ms(1) + Ms(2)g = 60 + 45 = 105 ton.m
Mg = Mg(1) + Mg(2) = 22,5 + 45 =67,5 ton.m
Sehingga Faktor Keamanan pondasi tersebut terhadap
bahaya guling adalah sebesar :

SFg =
M s

M g

105
SFg = = 1,56  1,50 (Aman Guling)
67,5
Terlihat bahwa factor keamanan yang dihasilkan masih
relative sama dengan yang diizinkan. Jika seandainya penambahan

Rekayasa Pondasi Dangkal | 207


dimensi pondasi, dibarengi dengan memperkecil eksentrisitas
beba, maka hasilnya akan memberikan angka keamanan yang lebih
tinggi. Misalnya disamping memperbesar dimensi pondasi dari
(3x3) menjadi (4x4), dibarengi dengan memperkecil eksentrisitas
beban dari 0,5 m menjadi 0,2m, maka dapat dihitung angka
keamanan yang didapat adalah :
a) Akibat Beban Lateral

Momen tahanan (Ms)


Ms = V.(B/2) = 30 ton x (4,00/2) = 60 ton.m
Momen Guling (Mg)
Mg = H.h = 15 ton x 1,5 m = 22,5 ton.m
b) Akibat Eksentrisitas Beban

 B 
2V 2 B − 3 − e 
 2 
q1 = 2
B

(3x30 )(2 x4) − 3x 4 − 0,2 


 2 
q1 = 2
4
60 x8 − (3x1,8) 60 x5,4
q1 = = = 20,25 ton.m
16 16
 B  
2V 3 − e  − B 
q2 =  2  
2
B

(2 x30 )3 4 − 0,2  − 4


q2 =  2  
2
4
60 x(3x1,8) − 4 (60 x1,4)
q2 = = = 5,25 ton.m
16 16
Momen tahanan (Ms) :
208 | Rekayasa Pondasi Dangkal
B (q1 − q2 ) B
M s = q2 .B. + .B.
2 2 3
4 (20,25 − 5,25 ) 4
M s = (5,25 x 4)x + x4 x
2 2 3
 4
M s = (21x 2) +  7,5 x 4 x 
 3
M s = 42 + 40 = 82 ton.m
Momen Guling (Mg) :
B 
M g = V . − e 
2 
4 
M g = 30 x − 0,2  = 30 x1,8 = 54 ton.m
2 
Momen Total :
Ms = Ms(1) + Ms(2)g = 60 + 82 = 142 ton.m
Mg = Mg(1) + Mg(2) = 22,5 + 54 = 76,5 ton.m
Sehingga Faktor Keamanan pondasi tersebut terhadap
bahaya guling adalah sebesar :

SFg =
M s

M g

142
SFg = = 1,87  1,50 (Lebih Aman Guling)
76,5

4.2. Stabilitas dan Angka Keamanan Pondasi terhadap Geser


Pondasi dangkal akan mengalami pergeseran (translation),
apabila jumlah gaya-gaya lateral yang bekerja lebih besar dari pada
tahanan geser yang dimiliki oleh pondasi. Gaya lateral dapat berupa
beban langsung, tekanan tanah aktif, gaya gempa, gaya angin,dan
lain sebagainya.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 209


Tahanan geser pada pondasi dapat termobilisasi dari beberapa
komponen, yakni :
a. Akibat beban luar vertikal
b. Akibat berat sendiri pondasi
c. Akibat berat tanah di atas pondasi
d. Akibat gaya adhesi tanah dengan permukaan dasar
pondasi (khusus terjadi pada tanah kohesif).

Gambar 4.5. Pergeseran Pondasi

1) Tahanan Geser akibat Beban Luar Vertikal


Akibat beban luar vertikal, maka di dasar pondasi akan bekerja
tahanan horizontal yang besarnya tergantung pada sudut gesek
antara dasar pondasi dengan tanah. Tahanan geser akibat
beban luar vertikal dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rh1 = V . tan  ...................................................................... (4.12)


Yang mana :
Rh1 = tahanan geser akibat beban luar V
V = beban luar vertikal
 = sudut gesek antara dasar pondasi dengan tanah dasar
 = 1/3  ;  = sudut geser dalam tanah dasar.

210 | Rekayasa Pondasi Dangkal


2) Tahanan Geser akibat berat sendiri pondasi
Sebagaimana halnya dengan beban luar vertikal, akibat berat
sendiri dari konstruksi pondasi maka di dasar pondasi akan
bekerja tahanan horizontal yang besarnya tergantung pada
sudut gesek antara dasar pondasi dengan tanah. Tahanan geser
akibat berat sendiri pondasi dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rh2 = Wb . tan  ................................................................... (4.13)


Yang mana :
Rh2 = tahanan geser akibat berat sendiri pondasi
Wb = berat sendiri pondasi/kolom pondasi
 = sudut gesek antara dasar pondasi dengan tanah dasar
 = 1/3  ;
 = sudut geser dalam tanah dasar.
3) Tahanan Geser akibat berat tanah di atas pondasi
Akibat berat tanah di atas pondasi juga akan menimbulkan
tahanan geser pada dasar yang besarnya tergantung pula pada
sudut gesek antara dasar pondasi dengan tanah. Tahanan geser
akibat berat tanah di atas pondasi dapat dirumuskan sebagai
berikut :

Rh3 = W . tan  .................................................................... (4.14)


Yang mana :
Rh3 = tahanan geser akibat berat tanah di atas pondasi
W = berat total tanah di atas pondasi = .h.B
 = sudut gesek antara dasar pondasi dengan tanah dasar
 = 1/3  ;
 = sudut geser dalam tanah dasar.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 211


4) Tahanan Geser akibat gaya adhesi tanah dengan permukaan
dasar pondasi
Khusus pada jenis tanah dasar yang bersifat kohesif, maka
tahanan geser juga harus diperhitungkan sebagai akibat dari
gaya adhesi antara material permukaan pondasi dengan tanah
dasar pondasi. Tahanan geser akibat gaya adhesi pada tanah
kohesif dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rh4 = c.B ............................................................................ (4.15)


Yang mana :
Rh4 = tahanan geser akibat gaya adhesi material pondasi
dengan tanah
c = kohesi tanah dasar
B = lebar dasar pondasi pada arah beban kerja gaya H
Selanjutnya untuk mencapai stabilitas pondasi terhadap geser,
maka syaratnya adalah :

R h  H ........................................................................... (4.16)

Perbandingan antara tahanan geser terhadap gaya horizontal,


disebut factor keamanan geser (SF t), yang dapat dirumuskan
sebagai berikut :

SFt =
R h
........................................................................ (4.17)
H
Atau dapat pula dituliskan sebagai berikut :

SFt =
Rh1 + Rh2 + Rh3 + Rh4 
H

SFt =
(V + Wb + W ). tan  + c.B ...................................... (4.18)
H

212 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Contoh Soal 4.2
Diketahui :
Suatu pondasi telapak berbentuk bujur sangkar dengan
ukuran 2m x 2m, dengan ketebalan pelat pondasi 20 cm.
Dasar pondasi terletak pada kedalaman 1,5 m dari permukaan
tanah. Kolom pondasi berukuran 40 cm x 40 cm. Memikul
beban vertikal (V) sebesar 40 ton, dan beban lateral (H)
sebesar 5 ton. Tanah dasar di bawah permukaan pondasi
serta tanah urugan di atas pondasi merupakan tanah berpasir
dengan parameter  = 1,60 t/m3 dan  = 30o.
Diminta :
Periksa stabilitas geser pada pondasi tersebut ?
Penyelesaian :

Gambar 4.6. Sketsa Contoh Soal 4.2.

Dari gambar di atas, selanjutnya dapat dihitung beberapa


parameter pondasi sebagai berikut :
Berat sendiri pondasi (Wb), adalah sebesar :
Wb = Berat sendiri pelat + Berat sendiri kolom pondasi
= (2,00x2,00x0,20x2,4) + {0,40x0,40x(1,50-0,20)x2,4}

Rekayasa Pondasi Dangkal | 213


= 1,92 + 0,50 = 2,42 ton.
Berat sendiri tanah di atas pondasi (W), adalah sebesar :
W = [{2,00x2,00x(1,50-0,20)} – (0,40x0,40x1,3)] x 1,60
= [ 5,20 – 0,208 ] x 1,60 = 7,99 ton
 = 1/3  = 1/3 x 30o = 10o
tan  = tan 10o = 0,1763
Tahanan geser (Rh) dapat dihitung untuk jenis tanah non
kohesif, sebagai berikut :
Rh = (V + Wb + W).tan 
= (40 + 2,42 + 7,99) . 0,1763
= 8,88 ton
Faktor keamanan pondasi tersebut terhadap pergeseran
(stabilitas geser), dapat dihitung sebagai berikut :

SFt =
Rh

H
8,88
SFt = = 1,776  1,50 (Aman)
5

4.3. Konsep Faktor Keamanan Pondasi


Sampai saat ini penentuan angka referensi untuk faktor
keamanan (safety factor) pada pondasi belum jelas, dan nilai yang
menjadi acuan pada umumnya diperkirakan berdasarkan penilaian
subjektif dari fakta yang objektif. Angka faktor keamanan acuan
biasanya hanya ditentukan batasannya (range) yang rancuh, seperti
ditentukan 1,5 s/d 3, atau 2 s/d 3, dan lain sebagainya. Dan kadang
penentuan batasan semacam ini menghasilkan dimensi pondasi
yang sangat boros dan akan menghasilkan disain yang konservatif.
Pengambilan nilai faktor keamanan biasanya ditetapkan
secara prerogatif oleh perencana. Landasan para perencanan
dalam mengambil nilai referensi faktor keamanan pondasi

214 | Rekayasa Pondasi Dangkal


tergantung pada ukuran, bentuk dan kepentingan struktur atas,
dimana tingkat akurasi beban yang diterapkan dan kekuatan tanah
dapat diperkirakan.
Landasan filosofis dan isi dari konsep faktor keamanan
seyogianya mendapat kajian yang mendalam dalam pandangan
kemajuan teknologi pada profesi rekayasa. Penerapan dan
penggunaan faktor keamanan sampai saat ini hanya dapat
ditentukan berdasarkan pengalaman dari para perencana.
Jadi sampai sekarang konsep stabilitas (stability) dan
keamanan (safety) dalam perancangan pondasi masih agak ambigu
(ambiguous concept), Oleh karena itu harus didefinisikan secara
khusus. Merujuk pada konsep statika, bahwa jika sebuah sistem
yang terdiri dari gaya yang bekerja (F), atau ada dua gaya
berlawanan (F1 dan Fa), berada dalam kesetimbangan statis, maka
stabilitas atau keamanan terjadi apabila terpenuhi kondisi
kesetimbangan, yaitu :
V = 0 ; H = 0 ; M = 0 ................................................. (4.19)
Yang mana :
V = komponen gaya vertikal,
H = komponen gaya horizontal, dan
M = momen statis, dimana titik momen dapat dipilih secara
sembarang.
Faktor keamanan (SF), adalah rasio antara gaya atau momen
penahan (FR atau MR) dengan gaya atau momen penggerak (Fo
atau Mo), maka dengan prinsip kesetimbangan statis derajat
keamanan dapat dituliskan sebagai berikut :

V =
V R
 1,0 ................................................................. (4.20)
V D

Rekayasa Pondasi Dangkal | 215


H =
H R
 1,0 ............................................................... (4.21)
H D

M =
M R
 1,0 .............................................................. (4.22)
M D

Jika gaya-gaya di dalam sistem tidak seimbang, maka ada dua


kemungkinan nilai derajat keamanan yang terjadi, yakni :

 > 1,0 atau  < 1,0

Apabila  > 1,0 berarti sistem dalam keadaan “stabil”.

Apabila  < 1,0 berarti sistem dalam keadaan “tidak stabil”.

Dalam praktek desain atau rekayasa rasio  disebut faktor


keamanan (safety factor).

4.3.1. Angka Keamanan


Dari uraian di atas menjadi jelas bahwa stabilitas sulit diukur,
baik di lapangan atau di laboratorium. Paling-paling, insinyur
pondasi mencoba untuk menilai tingkat stabilitas sistem rekayasa,
juga sistem beban tanah-pondasi, dengan menerapkan faktor
keamanan () berdasarkan pengalaman dan intuisinya. Faktor
keamanan ini secara tradisional dihitung sebagai rasio, dan angka
ini merupakan buatan manusia yang murni bersifat bebas
(arbitrary), yang nilainya diambil karena telah dipergunakan untuk
waktu yang lama dan dibuktikan oleh fakta bahwa struktur yang
dibangun dengan menggunakan faktor keamanan tersebut telah
bertahan selama bertahun-tahun.
Jadi dalam perhitungan stabilitas pondasi selalu melibatkan
perhitungan terhadap dua set gaya atau momen, yakni :

216 | Rekayasa Pondasi Dangkal


(a) Yang cenderung menghasilkan kegagalan (gaya atau
momen dorong), dan
(b) Yang cenderung mencegahnya (gaya atau momen tahan)
Secara umum, dalam memperhitungkan faktor keamanan pada
pondasi juga harus memperhatikan dua factor kelemahan yang
mungkin terjadi, yakni :
(a) Ketidaksempurnaan pengamatan dan tindakan manusia
(ketidakpastian objektif), dan
(b) Ketidaksempurnaan konsep intelektual yang dirancang
untuk mereproduksi fenomena fisik (ketidaktahuan
subjektif).
Oleh karena itu beberapa orang menyebut faktor keamanan
sebagai "faktor ketidaktahuan” (factor of ignorance). Istilah yang
terakhir ini, bagaimanapun lebih banyak digunakan dalam konteks
ketidakpastian. Misalnya, ketika seorang insinyur tidak mengetahui
cukup banyak fakta, atau ketika pengetahuan yang tepat tentang
beberapa faktor dalam desain kurang dimilikinya. Dengan
demikian, faktor keamanan harus menyediakan kontingensi yang
mempengaruhi desain dan struktur pondasi.
Selain itu, pilihan antara keselamatan atau keamanan
konstruksi dan biaya pelaksanaan biasanya merupakan masalah
yang harus diatasi oleh para insinyur. Insinyur juga dihadapkan
pada masalah seberapa penting yang harus dipertimbangkan pada
keselamatan dan seberapa besar biaya yang diperlukan dalam
pelaksanaannya, sehingga diperkenalkan pula faktor ketidakpastian
lain di dalam perhitungan desain dan stabilitas pondasi. Sedangkan
istilah faktor keamanan () dari suatu sistem dapat dinyatakan
secara umum sebagai berikut :

Rekayasa Pondasi Dangkal | 217


jumlah yang menguntung kan
= .......................... (4.23)
jumlah yang tidak menguntung kan
gaya yang menguntung kan
atau :  = .............................. (4.24)
gaya yang tidak menguntung kan
momen yang menguntung kan
atau :  = ......................... (4.25)
momen yang tidak menguntung kan
Penggunaan definisi "menguntungkan" dan yang "tidak
menguntungkan", untuk merumuskan rasio yang memberikan nilai
“faktor keamanan”, sangat bervariasi. Sebagai contoh :
1) Faktor keamanan adalah “batas yang diperbolehkan untuk
kejadian yang tidak diharapkan yang dapat menyebabkan
ketidakstabilan atau kegagalan tanah dan/atau pekerjaan
tanah.”
2) Faktor keamanan adalah “rasio kekuatan yang menahan
kegagalan dengan kekuatan yang cenderung menyebabkan
kegagalan.”
3) Faktor keamanan adalah "rasio kekuatan batas (ultimate)
tanah terhadap tegangan maksimum yang yang terjadi akibat
beban yang bekerja.
Jadi secara teoritis, faktor keamanan adalah kekuatan
struktur dibagi dengan pembebanan. Bagaimanapun, faktor
keamanan harus menyediakan kemungkinan penyebab eksternal
yang dapat melemahkan daya dukung tanah, akibat beban sesaat
seperti gempa dan/atau badai.
Menurut Jumikis A.R. (1968), bahwa untuk menghindari
berbagai jenis keruntuhan tanah, faktor keamanan minimum
berikut biasanya digunakan:
(1) Faktor keamanan terhadap keruntuhan geser (sliding
failure) harus minimal 1,5.
218 | Rekayasa Pondasi Dangkal
(2) Faktor keamanan terhadap keruntuhan dalam (deep-
seated failure) harus minimal 1,5.
(3) Faktor keamanan terhadap keruntuhan geser dangkal
(shallow shear failure) harus minimal 2,0.
(4) Faktor keamanan terhadap rotasi (rotation) harus
minimal 1,5.

4.3.2. Mengimbangi Ketidakpastian dalam Perancangan


Salah satu persyaratan kinerja utama dari setiap struktur
adalah kekuatan. Sehubungan dengan pondasi, maka persyaratan
kinerja ini terdiri dari kekuatan lapisan tanah dan beban dari
struktur atas. Secara umum setiap jenis struktur dirancang
berdasarkan penentuan beban kerja (layan) dan kekuatan material,
yang kemudian diperbandingkan untuk mendapatkan nilai rasio
yang disebut faktor keamanan (SF; safety factor) dalam desain
geoteknik atau disebut faktor beban (LF; load factor) dalam desain
super-struktur. Faktor-faktor ini digunakan untuk mengimbangi
(compensate) banyaknya ketidakpastian yang biasanya terkait
dengan analisis dan desain struktur, khususnya pondasi. Dengan
demikian, desain yang andal dapat dikembangkan.
Dalam desain, faktor keamanan yang dipilih menentukan
perkiraan perancang tentang kompromi terbaik antara biaya dan
keandalan. Oleh karena itu, dalam pemilihan faktor keamanan yang
tepat, perancang harus mempertimbangkan banyak faktor atau
parameter, antara lain : pentingnya fungsi bangunan, kemungkinan
kegagalan dan konsekuensinya, ketidakpastian dalam parameter
material, beban yang diterapkan dan metode analisis, faktor rasio
antara biaya-manfaat dari bangunan juga penting untuk menjadi
bahan pertimbangan dalam desain.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 219


Dalam analisis dan desain pondasi, terdapat ikatan yang lebih
tidak pasti dibandingkan dengan analisis dan desain elemen
bangunan atas. Untuk alasan ini, faktor keamanan pada pondasi
biasanya diambil lebih besar daripada pada bangunan atas.
Menurut Baban T.M (2016), bahwa penyebab dari ketidakpastian
dalam analisis dan desain pondasi adalah :
a) Pengetahuan yang tidak memadai tentang kondisi bawah
permukaan,
b) Kurang tepatnya dalam penentuan yang akurat dari sifat-
sifat tanah,
c) Kompleksitas perilaku tanah dan interaksi antara tanah-
struktur,
d) Kurang tepatnya pemilihan dan penerapan metode analisis
dalam desain,
e) Kurangnya kontrol atas perubahan lingkungan setelah
konstruksi.
Coduto (2001) menyarankan beberapa parameter yang
diperlukan dan nilai tipikal faktor keamanan yang bisa
dipertimbangkan dalam desain yang memadai. Menurut Coduto
bahwa sebaiknya menggunakan SF antara 2,5 dan 3,5 untuk analisis
daya dukung dan stabilitas pada pondasi dangkal.
Tabel 4.1. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan faktor
keamanan desain dan nilai tipikal SF (diadaptasi dari Coduto,
2001).

Faktor Pertimbangan Indikator


Jenis Tanah Pasir Tanah Liat
Data Karakterisasi Ekspansif Minimal
Variabilitas Tanah Seragam Tdk Menentu

220 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Pentingnya struktur dan
Rendah Tinggi
konsekuensi kegagalan
Kemungkinan terjadinya
Rendah Tinggi
beban desain
Nilai ekstrem SF desain 2,0 4,0
Kisaran SF Tipikal 2,5 3,5

Sedangkan menurut Baban T.M. bahwa dimungkinkan


penentuan faktor keamanan antara 2,0 (minimum) sampai 4,0
(maksimum). Baban T.M. berpendapat bahwa faktor keamanan
sebenarnya mungkin lebih besar daripada faktor keamanan desain,
karena disebabkan oleh satu atau kombinasi dari beberapa alasan
berikut :
(1) Karena analisis penurunan selalu menjadi pengontrol akhir
dalam desain. Hal ini sering menyebabkan daya dukung aman
akan berkurang, yang pada gilirannya akan memperbesar nilai
faktor keamanan nyata.
(2) Data kekuatan geser biasanya ditafsirkan secara konservatif,
sehingga parameter kekuatan desain yakni kohesi (c) dan
sudut geser dalam (), secara implisit membutuhkan faktor
keamanan lain.
(3) Beban kerja (layan) yang nyata mungkin lebih kecil dari beban
rencana.
(4) Pondasi menerus biasanya dibangun agak lebih besar dari
dimensi rencana.
(5) Penggunaan faktor keamanan dalam desain yang sama untuk
pondasi telapak dan pondasi rakit, faktor keamanan (2,5−3,5).
Hal ini sebenarnya memberikan faktor keamanan yang terlalu
tinggi, karena biasanya pondasi rakit memerlukan keamanan
desain yang lebih rendah, yaitu faktor keamanan (2,0−2,5).
Rekayasa Pondasi Dangkal | 221
BAB–V
PROSEDUR PERANCANGAN
PONDASI DANGKAL
(Prosedur Desain)

222 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Dengan mempelajari serangkaian materi tentang jenis dan
tipe pondasi, beberapa formula daya dukung dan penurunan
pondasi, serta metode pemeriksaan stabilitas dan angka keamanan,
belum menjamin para pembaca untuk mampu mengaplikasikannya
dalam suatu perancangan pondasi dangkal yang sesungguhnya.
Dengan pertimbangan itu maka penulis melengkapi buku ini
dengan bagian yang membahas tentang prosedur desain atau
perancangan lengkap suatu tipe struktur pondasi dangkal.
Pembahasan di bawah ini menjelaskan Langkah-langkah yang
harus ditempuh oleh seorang perancang pondasi dalam praktik
dalam menjalankan profesinya.

5.1. Investigasi Daya Dukung Tanah Dasar


Sebagai langkah awal bagi setiap perancang pondasi setelah
menerima penugasan dari pemilik bangunan, adalah melihat lokasi
bangunan, menginvestigasi seoptimal mungkin karakteristik dan
parameter teknis lapisan tanah pendukung mulai dari permukaan
tanah eksisting sampai lapisan tanah keras (batuan). Penyelidikan
itu harus pula dilengkapi dengan diskripsi tentang stratifikasi
pelapisan tanah yang diinvestigasi.
Lingkup kegiatan investigasi ini sangat relatif, tergantung
pada tingkat urgensi dari bangunan yang akan didukung oleh
pondasi tersebut. Oleh karena itu pelaksanaan investigasi tanah
kadang-kadang ada yang harus dilakukan di lapangan dan di
laboratorium sekaligus, tapi sering juga investigasi cukup dilakukan
di lapangan (in-situ test).
Penentuan jenis pengujian yang dibutuhkan dalam suatu
kegiatan investigasi tanah sangat tergantung pada keputusan dari
perancang, yang biasanya dikaitkan dengan volume beban yang
akan dipikul oleh pondasi, dan juga prakiraan tipe pondasi yang
Rekayasa Pondasi Dangkal | 223
cocok digunakan untuk struktur yang direncanakan. Dalam hal ini
sudah dibutuhkan pemikiran awal untuk pemilihan tipe pondasi
yang akan diterapkan, sehingga pengalaman dan pengetahuan
seorang perancang sangat dibutuhkan, sehingga dapat dihasilkan
desain pondasi yang efektif dalam pelaksanaan, efisien dalam
pembiayaan, dan aman dalam pemanfaatan bangunannya.
Parameter tanah dasar yang dibutuhkan dalam perancangan
pondasi adalah parameter yang dibutuhkan di dalam perhitungan
daya dukung (bearing capacity) dan estimasi penurunan
(settlement) struktur pondasi. Berbagai parameter kekuatan tanah
seperti kohesi (c), sudut geser dalam (), berat volume (), koefisien
kompressi (Cc), angka poisson (), modulus elastis (E), dan lain
sebagainya. Kesemuanya tergantung pada karakteristik lapisan
tanah dasar yang ada dan tipe pondasi yang dirancang. Disamping
itu keberadaan muka air tanah juga sangat penting didiskripsikan
karena hal ini sangat mempengaruhi perhitungan daya dukung dan
estimasi penurunan yang akan terjadi pada struktur pondasi
tersebut.

5.2. Estimasi Beban Rencana


Daya dukung izin tanah dasar (qa) adalah sebesar daya dukung
batas (qult) dibagi dengan faktor keamanan (safety factor). Daya
dukung batas pondasi sebagaimana telah dijelaskan dengan
berbagai formula pada uraiannya sebelumnya, pada hakekatnya
adalah merupakan daya dukung batas tanah dasar (qult).
Di dalam perancangan pondasi dangkal, sebelumnya harus
diketahui beban kerja yang harus dipikul oleh pondasi, yaitu beban
yang dialihkan dari struktur atas (superstructure) kepada struktur
bawah (substructure). Sehingga urutan di dalam perancangan

224 | Rekayasa Pondasi Dangkal


pondasi harus dimulai dari perhitungan beban rencana yang akan
dipikul oleh struktur pondasi yang dihitung sebagai berikut :

Beban Rencana = Vmax = V atas x( FaktorBeban)  qa ........ (5.1)

Yang mana :
Vmax = beban rencana untuk beban pondasi
Vatas = beban yang diterima dari bangunan atas (beban mati
dan beban hidup)
Faktor beban = konstanta pengali terhadap beban kerja dari
bangunan atas.
qa = daya dukung izin lapisan tanah pendukung.
Berbagai formula untuk menghitung daya dukung lapisan
tanah pendukung pondasi telah diuraikan pada bagian sebelumnya.
Misalnya diambil salah satunya adalah formula Bowles yang
didasarkan pada hasil uji SPT, sebagai berikut :

 (B + 0,305 )
2

qa = 12,5.N r .  .K d .......................................... (5.2)


 B
Dengan diketahuinya Vmax dan qa, maka selanjutnya dimensi
pondasi akan dapat dihitung.

5.3. Pemilihan Tipe Pondasi Dangkal


Sebagaimana halnya dalam tahap investigasi tanah, maka
pada Langkah pemilihan tipe pondasi juga selalu berdasarkan
karakteristik lapisan tanah dasar dan karakteristik beban dari
bangunan atas yang dipikulnya. Dengan kata lain bahwa pemilihan
pondasi mendasari jenis investigasi yang harus dilaksanakan, dan
hasil investigasi memantapkan pilihan tipe pondasi yang akan
diterapkan. Sehingga nampaknya bahwa pemilihan tipe pondasi

Rekayasa Pondasi Dangkal | 225


dan investigasi tanah berjalan seiring. Berbagai tipe pondasi
dangkal yang dapat menjadi pilihan untuk mendukung suatu
bangunan mulai dari bangunan dengan beban ringan hingga beban
berat, baik pondasi setempat (lingkaran, bujur sangkar, persegi
panjang), maupun tipe pondasi menerus. Pemilihan tipe pondasi ini
didasarkan pada karakteristik beban bangunan atas dan lapisan
tanah pendukung.

5.4. Merancang Dimensi Pondasi


Sebagaimana diketahui bahwa pondasi adalah elemen
struktur yang berfungsi menyebarkan beban dari bangunan atas ke
lapisan tanah pendukung, maka diimensi suatu pondasi dangkal
ditentukan oleh dua faktor, yakni :
1. Besar beban rencana yang akan dipikul oleh pondasi.
2. Karakteristik dan parameter lapisan tanah dasar pondasi.
Disamping dimensi, pemilihan material pondasi harus
disesuaikan pula dengan bentuk dan besarnya gaya-gaya dalam
yang bekerja pada struktur pondasi, seperti gaya lentur, gaya tarik,
tegangan geser (pons), tekuk, dan lain sebagainya. Sehingga dengan
demikian maka semua bentuk gaya-gaya yang dialihkan dari
superstructure ke substructure mampu disalurkan ke dalam lapisan
tanah dasar, tanpa terjadinya kerusakan pada konstruksi pondasi
itu sendiri.
Bila gaya yang bekerja dari superstructure menimbulkan gaya
lentur dan gaya tarik pada konstruksi pondasi maka material
pondasi harus dirancang mampu memikul gaya-gaya tersebut,
sehingga konstruksi pondasi harus dibuat dari material yang lentur
pula, seperti konstruksi beton bertulang.
Dimensi pondasi dihitung berdasarkan formula daya dukung
yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya. Dan sebelum

226 | Rekayasa Pondasi Dangkal


dimensi pondasi diaplikasikan di lapangan, terlebih dahulu harus
dilakukan pemeriksaan atau kontrol stabilitas pada konstruksi
pondasi.

5.5. Memeriksa Stabilitas Pondasi


Setiap konstruksi pondasi dangkal yang dirancang, harus
dilakukan kontrol stabilitas terhadap berbagai kemungkinan
ketidakstabilan (unstability) yang bisa terjadi pada struktur pondasi.
Ada tiga factor yang senantiasa harus dikontrol pada pondasi
dangkal, yakni :
1) Kontrol penurunan (settlement) ; penurunan pondasi
dangkal tidak boleh melampaui penurunan diizinkan, yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada bangunan atas
dan/atau gangguan fungsi pada bangunan yang
didukungnya. Berbagai formula yang dapat digunakan
untuk memeriksa penurunan pondasi telah diuraikan
sebelumnya, baik yang didasarkan pada parameter tanah
dari uji laboratorium maupu dari uji lapangan. Misalnya kita
menggunakan formula Terzaghi yang didasarkan pada
parameter lapangan sebagai berikut :
0,8P
STF = 2
.CW C D ............................................ (5.3)
 2B 
Nr  
 (0,3 + B )
2) Kontrol terhadap guling (rotation) ; yang mana keberadaan
momen akibat gaya dari bangunan atas tidak boleh sama
sekali mengubah dan/atau merusak bentuk dan posisi
konstruksi pondasinya. Untuk itu maka setiap pondasi
dangkal harus dikontrol terhadap bahaya terguling, dengan

Rekayasa Pondasi Dangkal | 227


memperhitungkan angka keamanan guling dengan
persamaan keseimbangan sebagai berikut :

MomenTahanan
SFG = .................................................... (5.4)
MomenGuling
L
V.
SFG = 2 ........................................................................ (5.5)
H .D
3) Kontrol terhadap geser (translation) ; keberadaan beban
lateral baik akibat gaya bangunan atas maupun akibat
tekanan aktif tanah, tidak dibolehkan sama sekali mengubah
dan/atau merusak letak dan posisi konstruksi pondasinya.
Untuk itu maka setiap pondasi dangkal harus dikontrol
terhadap bahaya bergeser, dengan memperhitungkan
angka keamanan geser dengan persamaan keseimbangan
sebagai berikut :
Total Re aksiHoriso ntal
SFt = ......................................... (5.6)
BebanHorisontal
RhTOT
SFt = ....................................................................... (5.7)
H
Yang mana :

RhTOT = (Rhak.BebanDesain + Rhak.BrtPondasi + Rhak.BrtTanahUrug ) .. (5.8)


Tahapan pemeriksaan ini sangat menentukan dalam
perancangan suatu pondasi, karena apabila ternyata ditemukan
ketidakstabilan pada saat mengontrol ketiga faktor tersebut di atas,
maka harus dilakukan perancangan ulang (redesign), dengan cara
mengubah dimensi pondasi dan/atau memperbaiki kondisi tanah
dasarnya.

228 | Rekayasa Pondasi Dangkal


5.6. Perancangan Penulangan Pondasi
Untuk pondasi yang diperuntukkan mampu memikul gaya
tarik yang terjadi di dalam struktur pondasi, maka penggunaan
material beton bertulang harus diterapkan. Untuk sebuah
perancangan pondasi yang lengkap perencanaan penulangan beton
menjadi lingkup pekerjaan perencanaan tersebut. Untuk itu
seorang figur yang berprofesi sebagai foundation engineer harus
pula memahami bidang struktur beton.
Berbagai metode yang dikenal dalam mendesain penulangan
penampang beton yang dikembangkan oleh beberapa badan
standarisasi seperti PBI, ACI, JIS, dan lain sebagainya. Misalnya kita
memilih penyelesaian dengan metode beton elastis berdasarkan
aturan ACI, yang menggunakan formula penampang tulangan
sebagai berikut :

Mt
As = ............................................................... (5.9)
0,87. a .heff
Yang mana :
As = luas penampang tulangan yang diperlukan
Mt = momen lentur yang bekerja
a = tegangan elastis baja tulangan
heff = tinggi efektif penampang beton bertulang

5.7. Contoh Perancangan Pondasi Dangkal


Pekerjaan perancangan pondasi diawali dari penyelidikan
tanah secara representatif, dan akan lebih baik lagi bila menuju ke
penyelidikan tanah yang komprehensif.
Seringkali terjadi kesalahan perancangan pondasi hanya
disebabkan karena keterbatasan data tanah dasar, akibat

Rekayasa Pondasi Dangkal | 229


keengganan pihak owner untuk membiayai tahapan pekerjaan
penyelidikan tanah.
Suatu kekeliruan besar dari cara pandang Sebagian pihak
owner yang awam terhadap makna data tanah dasar di dalam
perancangan pondasi, ketika mereka menganggap bahwa data
tanah hanya sebagai pelengkap untuk merancang bentuk pondasi.
Padahal lebih jauh dari itu data tanah sangat menentukan langkah
seorang perancang pondasi dalam menetapkan bentuk, tipe, dan
dimensi pondasi yang akan diterapkannya.
Sehingga jelaslah bahwa data tanah sangat menentukan
dimensi pondasi, yang pada akhirnya mempengaruhi besarnya
biaya untuk konstruksi pondasi itu sendiri.
Untuk lebih memudahkan memahami tahapan dan langkah-
langkah perancangan pondasi dangkal, maka berikut ini akan
diberikan illustrasi dalam bentuk contoh perancangan lengkap,
sebagai berikut :

KASUS :
Sebuah gedung bertingkat-3 yang akan dibangun, yang mana telah
dilakukan analisis struktur atasnya, dengan data karakteristik
bangunan atas yang dihasilkan sebagai berikut :
- Dimensi kolom (bawah) = 40 cm x 40 cm.
- Beban Aksial Mati Maksimal (VD) = 60 ton
- Beban Aksial Hidup Maksimal (VL) = 18 ton
- Beban Lateral (H) = 6 ton

DIMINTA :
Insinyur Pondasi untuk merancang (lengkap) struktur
pondasi untuk menopang beban-beban tersebut, pada
lokasi yang ditunjukkan oleh pihak pemilik bangunan.

230 | Rekayasa Pondasi Dangkal


TAHAP PERANCANGAN PONDASI :

1) Tahap Penyelidikan Tanah


Untuk dapat merancangan pondasi yang diminta, maka
karakteristik dan parameter tanah dasarnya harus diungkap
melalui pekerjaan penyelidikan tanah. Pada kasus di atas
misalnya dibutuhkan penyelidikan lapangan dan penyelidikan
laboratorium.
a. Uji Lapangan, berupa ;
1) Boring ; dibutuhkan untuk mengidentifikasi dan
mendiskripsikan pelapisan tanah. Dari boring juga
dapat diambil sampel tanah pada kedalaman yang
diinginkan, yang dibutuhkan untuk pengujian di
laboratorium.
2) Standard Penetration Test (SPT) ; dibutuhkan untuk
mengetahui kekuatan penetrasi pada lapisan tanah
setiap kedalaman yang diinginkan.
b. Uji Laboratorium, berupa ;
1) Uji Soil Properties ; dibutuhkan untuk mengetahui
kadar air, berat volume tanah jenuh, dan berat
volume tanah kering.
2) Uji Triaxial ; dibutuhkan untuk mengetahui kohesi
(c) dan sudut geser dalam tanah ()
Catatan : Pemilihan jenis uji lapangan dan uji laboratorium tidak
bersifat mutlak, melainkan sangat tergantung pada
kondisi lapangan dan ketersediaan dana investigasi.
Dari pekerjaan penyelidikan tanah yang dirancang di atas,
misalnya dihasilkan data tanah sebagai berikut :
a) Hasil Uji Lapangan (Boring & SPT), digambarkan sebagai
beikut :
Rekayasa Pondasi Dangkal | 231
Gambar 5.1. Contoh stratigrafi tanah hasil uji Boring & SPT

b) Hasil Uji Laboratorium, adalah :


sat (urug) = 1,86 t/m3
dry (urug) = 1,66 t/m3
sat (pasir) = 1,80 t/m3
sat (batu) = 1,94 t/m3
 (urug) = 24o ; c (urug) = 0,16 kg/cm2
 (pasir) = 28o ; c (pasir) = 0,12 kg/cm2

2) Tahap Perhitungan Daya Dukung Tanah


Dari diskripsi lapisan tanah yang dihasilkan dari Boring Test,
maka dipilih menempatkan dasar pondasi pada elevasi –2,00 di
bawah permukaan tanah (muka air tanah). Hal ini dimaksudkan
untuk mengeliminir terjadinya kasus multi layer di bawah
permukaan dasar pondasi, sebagai akibat dari separasi yang
dibuat oleh batas permukaan air tanah.
Digunakan formula Bowles :
Sistem Satuan Internasional (SI)

232 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Lebar pondasi (B) > 1,22 m (Beban kerja cukup besar)
D = kedalaman dasar pondasi = 2,00 m (terletak pada level
batas muka air tanah.
Dicoba dengan mengambil lebar pondasi : B = D = 2 m, maka :
D
K d = 1+ 0,33
B
2
K d = 1 + 0,33 = 1,33
2
Menurut Bowles Daya Dukung Izin (qa) :
 (B + 0,305 )
2

qa = 12,5.N r .  .K d
 B
Dari data hasil uji SPT, dapat dihitung Nr sebagai berikut :

Nr =
(N
+ N2 + N3
1 )
3

Nr =
(20 + 30 + 35) = 28,33 blow/ft
3
Sehingga daya dukung izin dapat dihitung sebagai berikut :
 (2 + 0,305 )
2

qa = 12,5.28,33.  .1,33 = 571,62 kN/m2


 2 
571,62
atau : qa = = 58,27 ton/m2.
9,81

3) Tahap Perancangan Tipe & Dimensi Pondasi


Beban Aksial Maksimum yang bekerja (Vmax), adalah sebesar :
Vmax = 1,4 xVD + 1,6 xVL
Vmax = (1,4 x60) + (1,6 x18) = 112,80 ton
Luas penampang pondasi yang diperlukan (A perlu)
V
Aperlu = max
qa
Rekayasa Pondasi Dangkal | 233
112,80
Aperlu = = 1,94 m2
58,27
Bila dipilih tipe pondasi persegi panjang (B  L) dengan B = 2,00
m (sesuai asumsi di atas), maka panjang pondasi (L) dapat
dihitung sebagai berikut :
Aperlu
L=
B
1,94
L= = 0,97 m, diambil L = 1,5 m.
2
Sehingga ukuran pondasi dangkal yang dirancang berdimensi (2
m x 1,5 m) :
B = 1,50 m (sisi pendek) & L = 2,00 m (sisi panjang)
Untuk memudahkan pengangkeran tulangan kolom, diambil
Tebal Pelat = 40 cm.
Jadi dimensi pondasi (B x L x t) = 1,5 m x 2 m x 0,4 m.

4) Tahap Kontrol Stabilitas Konstruksi Pondasi


Untuk meyakinkan atas dimensi pondasi yang dihasilkan dalam
perancangan, maka harus dilakukan pemeriksaan atau control
terhadap stabilitas pondasi tersebut.
a. Kontrol Penurunan
Karena pelapisan tanah terdapat muka air tanah, maka
formula yang relevan dengan kondisi sistim pelapisan
semacam ini adalah formula Terzaghi :
0,8P
STF = 2
.CW C D
 2B 
Nr  
 (0,3 + B )
Yang mana :
B = Lebar pondasi (sisi terpendek) = 1,5 m = 5 feet

234 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Dw = 2 m = 1,3333.B
Nilai CW didapat (iterpolasi), sebagai berikut :
1 : 2 = (2 – 1,3333) : CW
2 x(2 − 1,3333)
Maka : CW = = 1,34
1
D
C D = 1 − 0,25. 
B
 2 
C D = 1 − 0,25.  = 0,67
 1,5 
P = Tegangan Kontak akibat beban luar
V
P = max
( BxL)
112,80
P= = 37,60 t/m2
(1,5 x 2,00)
Nr = 28,33 blow/ft (sesuai hasil hitungan sebelumnya)
Maka penurunan pondasi dapat dihitung sebagai berikut :
(0,8 x37,60)
STF = 2
x1,34 x0,67
 2 x1,5 
(28,33) 
 (0,3 + 1,5)

STF =
(30,08) x1,34 x0,67 = 0,27
inch
(100,85)
STF = 0,27 x 2,54 = 0,69 cm < 3 cm (aman)
Catatan : Untuk bangunan gedung biasa Sizin  3,00 cm.
b. Kontrol Stabilitas Guling
Pada kasus ini bahaya guling disebabkan oleh adanya beban
lateral H = 6 ton. Dalam perancangan dibuat dengan sisi
terpanjang searah dengan arah kerja beban lateral tersebut
(H tegak lurus sisi B).

Rekayasa Pondasi Dangkal | 235


Gambar 5.2. Sketsa perhitungan stabilitas pondasi

Momen Tahanan ( Ms) :


L
Ms = V .
2
Kondisi kritis guling pada saat hanya beban aksial mati yang
bekerja VD = 60 ton.
B 2
M s = VD . = 60. = 60 ton.m
2 2
Momen Guling (Mg) :
M g = H .D
M g = 6 x2 = 12 ton.m
Maka faktor keamanan terhadap bahaya guling didapat :
M
SFg = s
Mg
60
SFg = = 5,00 > 2,00 (aman)
12
Catatan : Faktor keamanan terhadap keruntuhan geser
dangkal (shallow shear failure) disarankan
antara 2,00 sampai 3,50.

236 | Rekayasa Pondasi Dangkal


c. Kontrol Stabilitas Geser
Gaya tahanan terhadap bahaya geser, terdiri atas :
a. Akibat beban aksial
Kondisi paling kritis geser, saat hanya beban mati
bekerja (VD = 60 ton)
Lihat kasus ini, dasar pondasi terletak pada lapis pasir
urug, dimana :
(urug) = 24o → didapat :  = 1/3 . 24o = 8o.
Maka didapat :
Rh(a) = Vmax . tan 
= 112,80 ton x tan 8o = 15,85 ton
b. Akibat berat sendiri pelat dan kolom
Berat Pelat (Wp)
Wp = (1,50 x 2,00 x 0,40) x 2,4 t/m3 = 2,88 ton
Berat Kolom (Wk)
Wk = (0,40 x 0,40 x 2,00) x 2,4 t/m3 = 0,768 ton
Maka didapat :
Rh(b) = (Wp+Wk) . tan 
= (2,88+0,768) ton x tan 8o = 0,51 ton
c. Akibat berat sendiri tanah di atas pelat pondasi
Wt = (1,50 x2,00 x1,6)x1,66 − (0,4 x0,4 x1,6)x1,66
= 8,39 ton
Maka didapat :
Rh(c) = Wt . tan 
= 8,39 ton x tan 8o = 1,18 ton
Gaya tahanan geser TOTAL :
RhTOT = Rh(a) + Rh(b) + Rh(c)
RhTOTt = 15,85 + 0,51 + 1,18 = 17,54 ton

Rekayasa Pondasi Dangkal | 237


Gaya geser yang bekerja = gaya lateral = H = 6 ton
Maka stabilitas terhadap geser dapat dihitung sebagai
berikut :
Rh
SFt = TOT
H
17,54
SFt = = 2,92 > 2,00 (aman)
6
Catatan : Faktor keamanan terhadap keruntuhan geser
dangkal (shallow shear failure) disarankan antara
2,00 sampai 3,50.
Oleh kerena hasil rancangan pondasi di atas sudah terbukti
aman terhadap semua stabilitas yang diperlukan (penurunan,
guling, dan geser), maka perancangan dapat dilanjutkan pada
perencanaan penulangan konstruksi pondasi.
5) Tahap Perencanaan Penulangan Pondasi
Perencanaan penulangan pondasi diawali dengan penentuan
material yang akan dipergunakan, sebagai berikut :
Digunakan : Beton K225 ; b = 75 kg/cm2
Baja U32 ; a = 1.750 kg/cm2

238 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Gambar 5.3. Sketsa perhitungan tulangan lentur pondasi

Tebal pelat pondasi = 40 cm


Selimut beton minimal diambil = 5 cm.
Jadi tinggi efektif = heff = 40-5 = 35 cm.
Kontrol tegangan geser di garis tepi kolom :
Vmax
VC =
Keliling Keliling xheff
Vmax 112,80
VC = =
(4.d )xheff (4 x 40 )x35
VC = 20,14 kg/cm2 < 0,8.b (= 0,8 x 75 = 60 kg/cm2)

Rekayasa Pondasi Dangkal | 239


Tegangan kontak maksimum akibat beban luar (q o) :
V
qo = max
A
112,80
qo = = 37,60 tom/m2.
(1,50 x 2,00)

Tulangan arah Sisi Terpanjang (L = 2,00 m)


Momen lentur yang bekerja pada pelat pondasi (Mt) :
1
Mt = (B.L1 ).qo . .L1
2
1
Mt = (1,50 x0,80 )x37,6 x x0,80 = 18,048 ton.m
2
Kontrol momen tahanan pada pelat beton (Mu) :
Mu = 0,156. b .b.d 2
Mu = 0,156 x75 x200 x(0,35) 2
Mu = 286,65 ton.m
Karena Mu >> Mt (safe) → Maka : dimensi pondasi aman
terhadap lentur.
Perhitungan pembesian untuk tulangan utama, dengan luas
penampang tulangan perlu (As), sebagai berikut :
Mt = 18,048 ton.m = 1.804.800 kg.cm
Mt
As =
0,87. a .heff
1.804 .800
As =
(0,87 x1.750 x35)
As = 33,87 cm2.
Berdasarkan luas penampang besi yang diperlukan, maka
disarankan menggunakan tulangan utama pada sisi searah
L, dengan 24-12,5 = 36,16 cm2 > 33,87 cm2.

240 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Tulangan arah Sisi Terpendek (B = 1,50 m)
Momen lentur yang bekerja pada pelat pondasi (Mt) :
1
Mt = (L.B1 ).qo . .B1
2
1
Mt = (2 x0,55).(37,6)  x0,55 = 11,374 ton.m
2
Kontrol momen tahanan pada pelat beton (Mu) :
Mu = 0,156. b .b.d 2
Mu = 0,156 x75 x150 x(0,35) 2
Mu = 241,99 ton.m
Karena Mu >> Mt (safe) → Maka : dimensi pondasi aman
terhadap lentur.
Pembesian dihitung untuk tulangan utama, dengan luas
penampang As :
Mt = 11,374 ton.m = 1.137.400 kg.cm
Mt
As =
0,87. a .heff
1.137 .400
As =
(0,87 x1.750 x35)
As = 21,34 cm2.
Berdasarkan luas penampang besi yang diperlukan, maka
disarankan menggunakan tulangan utama pada sisi searah
B, dengan 24-20 = 22,60 cm2 > 21,34 cm2.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 241


Kontrol Akhir Tegangan Geser Beton

Gambar 5.4. Sketsa perhitungan tulangan geser pondasi

Letak penampang kritis untuk geser adalah sejauh heff dari


tepi kolom.
Lebar penampang kritis adalah sebagai berikut :
Untuk arah sisi terpanjang :
b’ = 0,8 – 0,35 = 0,45 m = 45 cm.
Untuk arah sisi terpendek :
b’ = 0,55 – 0,35 = 0,20 m = 20 cm.
Untuk Sisi Terpanjang (b’ = 0,45 m)
Tekanan geser (Vc) :
VC = q0 .L.b' = 37,60𝑥2,00𝑥0,45
VC = 33,84 ton = 33.840 kg
Tegangan geser yang bekerja (v) adalah sebesar :
V
v= C
(
b.heff )
33.840
v=
(200 x35)
v = 4,83 kg/cm2 < izin (aman)
Catatan : Untuk beton mutu K225 ; izin = 7,5 kg/cm2.

242 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Untuk Sisi Terpendek (b’ = 0,20 m)
Tekanan geser (Vc) :
VC = q0 .L.b'
VC = 37,60 x2,00 x0,20
VC = 15,04 ton = 15.040 kg
Tegangan geser yang bekerja (v) adalah sebesar :
V
v= C
(
b.heff)
15.040
v=
(150 x35)
v = 2,86 kg/cm2 < izin (aman)
Catatan : Untuk beton mutu K225 ; izin = 7,5 kg/cm2.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 243


B A B – VI
PERANCANGAN
PONDASI RAKIT

244 | Rekayasa Pondasi Dangkal


6.1. Pengertian Pondasi Rakit

Pondasi rakit (raft foundation) biasa juga disebut pondasi


tikar (mat foundation) karena bentuk fisiknya yang terhampar
di atas permukaan tanah, sehingga menyerupai sebuah rakit
atau mirip dengan hamparan tikar. Berdasarkan bentuk yang
seperti itu maka secara umum pengertian pondasi rakit adalah
pondasi yang terdiri atas pelat beton yang berbentuk rakit
terhampar ke seluruh bagian dasar bangunan, yang digunakan
untuk meneruskan beban bangunan ke lapisan tanah dasar
sebagai lapisan pendukung yang terdapat di bawah pondasi.
Beberapa terminologi tentang pondasi rakit, baik dalam
pengertian umum maupun dalam pengertian yang khusus telah
dikemukakan oleh para ahli, antara lain :
(1) Menurut Bowles (1996), bahwa pondasi rakit adalah pelat
beton besar yang digunakan untuk menghubungkan satu
kolom, atau lebih dari satu kolom dalam beberapa baris,
dengan tanah dasar.
(2) Sementara Budhu (2011), menyatakan bahwa pondasi rakit
secara konvensional adalah pelat beton yang digunakan
ketika :
- Pondasi menyebar atau individual menutupi lebih dari
50% area pondasi karena beban kolom yang besar
dan/atau karena tanahnya lunak dengan daya dukung
yang rendah.
- Terdapat kantong-kantong tanah lunak.
- Struktur sensitif terhadap penurunan diferensial.
(3) Menurut Baban M.T. (2016), bahwa pondasi rakit adalah
pelat beton bertulang, relatif tebal dan dengan atau tanpa

Rekayasa Pondasi Dangkal | 245


depresi atau bukaan, mendukung susunan kolom dalam
beberapa garis dua arah.
Dari segi bentuk pondasi rakit memiliki lebar dasar bidang
kontak pondasi (B) cukup besar, dan jauh lebih besar
dibandingkan dengan kedalamannya (D). Oleh karena itu
pondasi rakit merupakan salah satu tipe dari pondasi dangkal
(D <<< B).
Biasanya sebuah pondasi rakit digunakan untuk
menopang tangki-tangki penyimpan atau biasa juga digunakan
untuk menopang beberapa bagian peralatan industry, seperti
pondasi untuk silo, cerobong, dan berbagai konstruksi bangunan
maupun menara.
Pondasi rakit pada umumnya digunakan apabila lapisan
tanah dasar mempunyai daya dukung yang rendah dan/atau
beban kolom dari bangunan atas yang cukup besar, sehingga
lebih dari 50 % luas area bangunan diperlukan untuk membuat
pondasi telapak yang konvensional agar dapat mendukung
pondasi. Dalam kasus semacam itu disarankan untuk
menggunakan pondasi rakit sebab akan memberikan hasil yang
lebih ekonomis dalam pelaksanaan, karena dapat menghemat
biaya penggalian (menyeluruh) dan penulangan beton
(menerus). Jadi pondasi rakit sering digunakan jika lapis tanah
memiliki kapasitas dukung tanah yang rendah, sehingga
jika menggunakan pondasi telapak (strip footings) dibutuhkan
galian per unit pondasi yang cukup luas sehingga pelaksanaannya
tidak efektif karena galian hampir bertindihan (overlap).
Pondasi rakit biasanya juga dipakai untuk ruang-ruang
bawah tanah (basement) yang dalam, untuk menyebarkan
beban kolom kedalam lapisan tanah sehingga menjadi tekanan
yang lebih seragam, dan dimaksudkan untuk memberikan lantai

246 | Rekayasa Pondasi Dangkal


buat ruang bawah tanah. Keuntungan khusus untuk ruang
bawah-tanah yang berada di bawah pelat pondasi rakit ialah
karena sekaligus merupakan penyekat air.

Gambar 6.1. Pemasangan Tulangan Pondasi Rakit

Bangunan bawah tanah yang lantainya terletak beberapa


meter di bawah level permukaan tanah asli, dibangun dengan
cara menggali tanah sampai kedalaman dasar pondasi. Berat
tanah yang digali untuk ruang bawah tanah ini, untuk setiap
pengurangan tekanan per satuan luas adalah sebesar 0,5 kg/cm 2
(50 kN/m2), yang kira-kira setara dengan bangunan kantor
berlantai 3 sampai 4. Jadi bangunan sebesar ini dapat didukung
oleh ruang bawah tanah yang tanah dasarnya yang terdiri dari
lempung sangat lunak yang muda mampat, maka secara teoritis
beban tersebut tidak lagi mengakibatkan penurunan pada
bangunan.
Pondasi rakit yang memikul beban yang cukup besar bisa
dikombinasi dan diberi penopang tiang-pancang. Alternatif
semacam ini biasa dilakukan apabila terjadi kondisi khusus

Rekayasa Pondasi Dangkal | 247


seperti air tanah yang tinggi (untuk mengontrol gaya apung)
atau bila lapisan tanah dasar sangat lunak sehingga mudah
terjadi penurunan yang cukup besar. Atau dengan kata lain
bahwa penggunaan penopang tiang pancang untuk pondasi
rakit biasanya terpaksa dilakukan apabila tegangan kontak
terlalu besar (akibat beban besar) dan/atau lapisan tanah
pendukung terlalu kompresibel.
Perencana harus memperhatikan bahwa sebagian dari
tegangan kontak pada dasar pondasi rakit akan menembus
lapisan tanah ke kedalaman yang lebih besar, atau mempunyai
intensitas yang lebih besar pada kedalaman yang lebih
dangkal.

6.2. Jenis Pondasi Rakit

Beberapa tipe pondasi rakit yang sering diterapkan oleh para


perencana di lapangan, yang dipilih berdasarkan konsep dan
keperluan struktur pondasi. Adapun tipe-tipe pondasi rakit yang
umum dipergunakan adalah seperti yang digambarkan berikut ini.
Dari kelima tipe pondasi rakit, yang paling umum digunakan
oleh para perancang pondasi adalah tipe pelat datar (tipe-a),
dengan tebal pelat antara 0,75 m hingga 2 m, dan tulangan pada
dua arah yang menerus atas dan bawah. Jenis pondasi ini
cenderung banyak digunakan oleh para perencanan karena tiga
alasan utama, yakni :
1) Metode analisis lebih mudah.
2) Pelaksanaannya lebih efektif, dan biayanya lebih efisien.
3) Margin angka keamanan pondasi lebih besar.
Dalam perkembangan selanjutnya pondasi rakit banyak
berkembang dan memunculkan beberapa tipe pondasi rakit yang
spesifik, seperti :
248 | Rekayasa Pondasi Dangkal
(1) Pondasi Cakar Ayam, yang merupakan pengembangan dari
tipe (b).
(2) Pondasi Sarang Laba-Laba, yang juga merupakan
pengembangan dari tipe (e).
Suatu kebanggan tersendiri bagi bangsa Indonesia bahwa
kedua tipe pondasi rakit yang spesifik tersebut dikembangkan oleh
putra-putra terbaik Indonesia, yakni Prof. DR. IR. Sudijatmo sebagai
penemu Sistem Pondasi Cakar Ayam (1961), dan IR. Soetjipto serta
IR. Ryantori keduanya merupakan penemu Sistem Pondasi Sarang
Laba-Laba (1979).

Gambar 6.2. Tipe-tipe Pondasi Rakit (a) Pelat Datar; (b) Pelat Menebal;
(c) Pelat Balok; (d) Pelat Pedestel ; dan (e) Lantai Berdinding Basement.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 249


6.3. Dimensi Pondasi Rakit

Disebut pondasi rakit karena pondasi jenis ini dalam


bekerja berfungsi seperti rakit, yang mana ketika pondasi
ditanam ke dalam tanah maka sebagian atau seluruh beban
akan dikompensasikan oleh tekanan overburden, sehingga
pondasi seakan mengapung di dalam lapisan tanah. Oleh
karena itu prinsip ini digunakan dalam perancangan pondasi
rakit untuk mengestimasi kedalaman pondasi rakit yang efektif
(D f), dari menggunakan tekanan overburden :

p0 =  .D f ........................................................................... (6.1)
Maka kedalaman dasar pondasi (D f) dapat dirumuskan
sebagai berikut :
p0
Df = ............................................................................. (6.2)

Misalkan tegangan vertikal rata-rata yang bekerja akibat
beban dari super struktur dan berat sendiri rakit adalah
sebesar (qs ) = 50 kPa, dan berat satuan tanah sebesar ( tanah ) =
20 kN/m 3. Untuk mendapatkan konpensasi penuh terhadap
tegangan akibat beban bangunan, maka harus terpenuhi syarat
: p 0 = q s, sehingga :
qs
Df = .............................................................................. (6.3)

50
Df = = 2,5 m.
20
Sehingga jika dasar pondasi rakit ditempatkan pada
kedalaman 2,5 m dari permukaan tanah, maka seluruh
tegangan vertikal akibat beban bangunan akan terkompensasi
100%. Misalnya pondasi rakit hanya ditanam sedalam 2 m,
250 | Rekayasa Pondasi Dangkal
maka kompensasi terhadap tegangan vertikal yang didapatkan
adalah :

 .D
Kompensasi = x100(%) ............................................ (6.4)
qs
20 x 2
Kompensasi = x100 = 80%
50
Jika muka air tanah levelnya masuk pada kedalaman galian,
maka kedalaman teoritis galian (Df) pada tanah berbutir halus
(tanah kohesif), diberikan oleh Bjerrum dan Eide (1956) sebagai
berikut :
 .D
Kompensasi = x100(%) ............................................ (6.5)
qs
Dan faktor keamanan terhadap heave di dasar pondasi adalah
sebesar :
Su
SF =
( .D f + q s ).N c ......................................................... (6.6)
Yang mana :

 D  Df
N c = 61 + 0,2 f  I c Untuk  2,5 (6.7) ................... (6.7)
 B  B

Df
N c = 9.I c ; Untuk  2,5 ............................................... (6.8)
B
B
I c = 0,84 + 0,16 .............................................................. (6.9)
L
su = kekuatan geser tanah tak terdrainase,
qs = tegangan vertikal rata-rata di dasar pondasi,
B & L = masing-masing adalah lebar dan panjang rakit.
Rekayasa Pondasi Dangkal | 251
Jika muka air tanah berada dalam kedalaman galian yang
memungkinkan dan galian dilakukan di bawah air, ganti  dengan
(sat - w) pada persamaan (6.6).

6.4. Daya Dukung Pondasi Rakit

Pondasi rakit harus stabil terhadap kegagalan geser dalam


(deep shear failure), yang dapat mengakibatkan kegagalan rotasi,
yang ditandai dengan kegagalan vertikal (punching). Menurut
White (1953) bahwa kegagalan vertical punching yang seragam
tidak akan berakibat yang terlalu serius, karena efeknya hanya akan
menjadi penurunan (settlement) yang lebih besar yang mungkin
bisa diatasi. Namun karena penurunan tidak mungkin seragam,
maka perencana harus selalu mempertimbangkan dan
memperhitungkan bahaya terhadap kegagalan geser dalam.

6.4.1. Daya Dukung Pondasi Rakit di atas Lapisan Tanah Kohesif


Persamaan daya dukung yang dapat digunakan untuk
menghitung kapasitas daya dukung lapisan tanah umum (c- soil) di
bawah pondasi rakit, misalnya :
1
qult = c.N c .s c .ic .d c +  .D.N q. s q .i q .d q +  .B.N  .s .i .d  ... (6.10)
2
atau untuk tanah lempung murni ( = 0), maka :

( )
qult = 5,14.Su 1 + sc' + d c' − ic' + q ........................................... (6.11)
Yang mana :
B = dimensi sisi rakit terkecil
D = kedalaman dasar pondasi rakit

252 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Menurut Bowles J.E. (1996) bahwa daya dukung tanah sesuai
dengan yang diijinkan dapat diperoleh dengan menerapkan faktor
keamanan yang sesuai seperti ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 6.1. Nilai Angka Stabilitas atau Faktor Keamanan (Bowles, 1996)

Model Jenis Pondasi, atau Faktor


Keruntuhan Pekerjaan dalam Tanah Keamanan (SF)

Pekerjaan tanah, bendungan,


Geser (Shear) 1,2 – 1,6
timbunan, dll.

Geser (Shear) Struktur dinding penahan 1,5 – 2,0

Geser (Shear) Penumpukan cofferdam 1,2 – 1,6

Penyangga galian sementara 1,2 – 1,5

Geser (Shear) Pondasi telapak 2,0 – 3,0

Pondasi rakit 1,7 – 2,5

Mengapung (Uplift) 1,7 – 2,5

Rembesan
Angkat, naik (Uplift, heaving) 1,5 – 2,5
(Seepage)

Pemipaan (Piping) 3,0 – 5,0

Sehingga daya dukung pondasi didapat dengan persamaan sebagai


berikut :
qult
qa = ................................................................................... (6.12)
SF
Selanjutnya menurut J.E. Bowles (1996), bahwa daya
dukung izin tersebut perlu dikoreksi dengan faktor reduksi (r )
dengan nilai yang diambil dari tabel berikut
Rekayasa Pondasi Dangkal | 253
Tabel 6.2. Nilai Faktor Reduksi (r) berdasarkan Lebar Pondasi
(Bowles, 1996)

B 2,0 2,5 2,0 3,5 4 5 10 20 100


(m)

r 1,0 0,97 0,95 0,93 0,92 0,90 0,82 0,75 0,57

Untuk mendapatkan nilai dengan lebar yang tidak sesuai


dengan tabel, maka dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :

B
r = 1 − 0,25. log  untuk B  2 m (6 ft)............................... (6.13)
K
Yang mana :
Untuk satuan SI ; K = 2,0
Untuk satuan fps ; K =6,0
Sehingga daya dukung izin yang terkoreksi dapat dihitung sebagai
berikut :

q'a = r .qa ................................................................................. (6.14)

6.4.2. Daya Dukung Pondasi Rakit di atas Lapisan Tanah Tanah


Berkohesi
Ketika daya dukung didasarkan pada uji penetrasi (misalnya,
SPT, CPT) di pasir dan kerikil berpasir, kita dapat menggunakan
persamaan (6.15) yang ditulis ulang (lihat Meyerhof, 1965), sebagai
berikut :

N 55  H a 
qa =  .K d (kPa) ................................................... (6.15)
0,08  25,0 

254 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Yang mana :
D
K d = 1 + 0,33  1,33 ......................................................... (6.16)
B
Ha = penurunan yang diijinkan seperti 25, 40, 50, 60 mm, dll.
Faktor 0,08 mengubah persamaan asli Meyerhof untuk
memungkinkan peningkatan 50 persen dalam daya dukung
dan untuk menghasilkan kPa. Rasio braket (AHa/25.0)
memungkinkan pembaca untuk menggunakan penurunan
tertentu, karena persamaan awal didasarkan pada
penurunan 25 mm (1 inchi). Untuk mat, rasio ((B + F 3)/B)2 =
1,0 dan diabaikan
Untuk CPT pada tanah non kohesif nilai qc (dalam kPa), dapat
dikonversikan menjadi N55 yang dapat digunakan dalam persamaan
di atas. Salah satu cara konversi adalah menggunakan persamaan
Meyerhof (1956) sebagai berikut :
qc
N 55 = ............................................................................... (6.17)
4
Menurut Robertson dkk (1983) dan lsmael dan Jeragh (1986),
bahwa untuk tanah non kohesif (granular soil) dengan ukuran butir
rata-rata (D50), maka hubungan dan rasio q c/N dapat diambil dari
grafik berikut ini :

Rekayasa Pondasi Dangkal | 255


q c ( CPT )
Gambar 6.3. Rasio
N ( SPT )
Robertson dkk (1983) dan lsmael dan Jeragh (1986)

Perhatikan bahwa nilai energi pukulan pada uji SPT (E r) yang


menjadi dasar hubungan pada grafik di atas adalah (E r = 45 – 55).
Contoh penggunaan grafik :
Jika dari hasil analisa saringan D 50 = 0,5 mm
Lalu dari hasil uji CPT didapat q c(av) = 60 kg/cm2 (6000 kpa)
Dibutuhkan Perkiraan nilai N55
Solusi :
Plot nilai D50 = 0,5 pada grafik, lalu proyeksikan ke arah vertikal
sampai ketemu garis kurva, kemudian selanjutnya proyeksikan
ke arah ketemu sumbu ordinat (qc/100.N 55), dan baca nilainya,
didapat :

256 | Rekayasa Pondasi Dangkal


qc
= 6,2
100.N 55
qc 6000
N 55 = =
100 .6,2 620
N 55 = 9,6  10 blow/ft.
Bandingkan dengan menggunakan persamaan Meyerhof (1956) ;
qc 60
N 55 = = = 15 blow/ft.
4 4
Kesimpulan : Jika kedua método digunakan, maka ambil nilai yang
terkecil untuk dipergunakan pada perhitungan daya
dukung pondasi rakit.
Sedangkan untuk tanah kohesif, nilai qc dapat dikonversikan
menjadi N55 dengan menggunakan persamaan berikut :

qc = N k .S u + p0 ..................................................................... (6.18)
Untuk mendapatkan nilai Su, maka :
qc − p0
Su = ......................................................................... (6.19)
Nk
Yang mana :
p0 = .z = tekanan overburden di titik mana qc diukur.
Parameter p0 sesuai satuan qc, dan jenis tekanan yang sama
(misal, jika q’c adalah tekanan efektif, maka gunakan pula
sebagai p'0)
Setelah nilai Su diketahui, selanjutnya dapat digunakan
persamaan daya dukung sebagai berikut :

( )
qult = 5,14.Su 1 + sc' + d c' − ic' +  .D ..................................... (6.20)

Rekayasa Pondasi Dangkal | 257


Cara lain untuk merumuskan daya dukung pondasi rakit yang
dibangun di atas lapisan tanah berkohesi (cohesive soil), dapat pula
dihitung dengan menggunakan langsung parameter qc sebagai
berikut :

qult = 5 + 0,34.qc .................................................................... (6.21)


Dalam kebanyakan kasus pondasi rakit ditempatkan pada
lapisan tanah kohesif, yang mana nilai q ult kebanyakan dihitung dari
hasil uji SPT atau CPT karena mudah, murah dan cepat pengambilan
datanya. Akan tetapi langkah perancangan pondasi yang baik,
adalah memanfaatkan sampel tanah yang pengambilannya
sekaligus dilakukan pada saat pengujian SPT, dan tersimpan dalam
tabung untuk melakukan pengujian laboratorium. Sehingga dapat
dilakukan uji laboratorium berupa uji tekan bebas (unconfined
compression test) atau uji triaxial (UU test atau CU test), untuk
mendapatkan parameter kekuatan lapisan tanah dasar yang pada
umumnya dianggap lebih andal.
Selain uji SPT dan CPT, sebagai alternatif, pengujian lapangan
(in situ test) dapat pula dilakukan, seperti pengukur dengan uji
tekanan (compression test) atau uji geser langsung (direct shear full
scale test) pada lubang bor, yang digunakan untuk mendapatkan
data parameter kekuatan desain. Semua método dan prosedur ini
membutuhkan keahlian dan pengalaman yang memadai, sehingga
parameter yang dihasilkan memiliki keakuratan dan keandalan
yang tinggi.

258 | Rekayasa Pondasi Dangkal


6.5. Penurunan Pondasi Rakit

Pondasi rakit harus dirancang untuk membatasi penurunan


hingga jumlah yang dapat ditoleransi. Penurunan pada pondasi
rakit dapat terdiri atas :
(1) Penurunan seketika atau penurunan elastis.
(2) Penurunan konsolidasi, termasuk efek sekunder apa pun.
(3) Kombinasi penurunan seketika dan penurunan konsolidasi.
Pondasi rakit biasanya digunakan di mana penurunan
menjadi permasalahan. Misalnya, pada kasus di mana lapisan tanah
banyak mengandung tanah endapan dari material yang sangat
kompresibel, atau terdapat lensa dari material batu-batuan besar
yang eksistensinya setempat-setempat, dan lain sebagainya.
Untuk mengendalikan penurunan pada pondasi rakit dapat
dilakukan beberapa hal sebagai berikut :
1. Penggunaan pondasi yang lebih luas untuk menghasilkan
tekanan kontak tanah yang lebih rendah.
2. Jumlah volume tanah yang dipindahkan akan menimbulkan
efek mengambang (flotation effect), yang secara teoritis jika
berat galian sama dengan berat dari gabungan struktur atas
dan pondasi rakit, maka pondasi akan "mengambang" dalam
massa tanah, sehingga tidak terjadi penurunan.
3. Efek Kekakuan Peralihan (bridging effects) yang disebabkan
oleh dua faktor, yakni :
a. Kekakuan pelat rakit.
b. Kekakuan struktur atas yang ditransfer ke pelat rakit.
Efek mengambang akan meredam (memperkecil) sebagian
besar penurunan pada pondasi rakit, bahkan jika penurunan
konsolidasi menjadi masalah, maka alternatif tiang pancang dapat

Rekayasa Pondasi Dangkal | 259


digunakan, dengan mengangambil patokan terhadap penurunan
konsolidasi yang dizinkan, yaitu antara 50 hingga 80 mm.
Permasalahan yang lebih serius untuk menjadi perhatian
adalah penurunan diferensial (differential settlement).

Gambar 6.4. Reduksi Momen Lentur Bangunan Atas oleh


Pondasi Rakit.

Pada gambar di atas terlihat bahwa momen lentur (M)


didasarkan pada penurunan diferensial antar kolom dan bukan
pada penurunan total. Sehingga momen lentur (6EI./L2), dan gaya
geser (12EI./L3) yang diinduksi dari bangunan atas bergantung
pada gerakan relatif () antara ujung-ujung balok. Kontinuitas dari
pelat rakit akan memberikan dampak terhadap penurunan
diferensial yang lebih rendah, dibandingkan dengan total
penurunan. Nilai penurunan total dan penurunan diferensial yang
diizinkan pada pondasi rakit dan pondasi telapak dapat dilihat pada
tabel sebagai berikut :

260 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Tabel 6.3. Perbandingan Penurunan Izin pada Pondasi Telapak dan
Pondasi Rakit

Penurunan Maksimum Penurunan Diferensial


Tipe pondasi
yang Diizinkan, mm yang diizinkan, mm
Telapak 25 20
Rakit 50 20

Dengan metode komputerisasi, yang dapat menggabungkan


interaksi antara struktur atas dengan pondasi memungkinkan untuk
memperkirakan penurunan total dan penurunan diferensial secara
cepat dan akurat. Namun tetap perlu diperhatikan bahwa
penurunan yang dihasilkan dari metode komputer akurasinya
tergantung pada data parameter tanah yang menjadi input dalam
proses perhitungan.
Penurunan diferensial dapat diambil secara acak. Jika total
penurunan (H) yang diharapkan tidak lebih dari 50 mm, dapat
didekati dengan menggunakan faktor kekakuan (Kr) yang
didefinisikan sebagai berikut [ACI-336 (1988)] :
EIb
Kr = ........................................................................... (6.22)
Es .B 3
Nilai EIb dapat dirumuskan sebagai :

Eah3
EI b = EI f +  EI bi +  ........................................... (6.23)
12
Yang mana :
EIb = kekakuan lentur dari superstruktur dan pondasi rakit
E = modulus komposit elastisitas pada rangka bangunan atas
EIf = kekakuan lentur pelat dasar
Es = modulus elastisitas tanah
B = lebar alas pondasi yang tegak lurus pada arah tarikan
Rekayasa Pondasi Dangkal | 261
 EI bi = kekakuan dari beberapa elemen pondasi yang
membentuk resistansi rangka yang tegak lurus
terhadap B.
Eah3
 12 = kekakuan efektif dinding geser tegak lurus terhadap B;
dimana : h = tinggi dan a = tebal dinding.
Komite ACI 336 menyarankan bahwa penurunan diferensial
pondasi rait terkait dengan total estimasi penurunan pondasi (H)
dan faktor kekakuan struktur (Kr) berikut:
Tabel 6.4. Nilai Penurunan Diferensial yang Diizinkan

Untuk Nilai Penurunan diferensial yang diizinkan


Kr
0 0,50 x H untuk dasar panjang
0,35 x H untuk dasar persegi atau rakit
0,5 0,10 x H
> 0,5 Rakit kaku; tidak ada penyelesaian diferensial

Analisis penurunan harus dilakukan di mana peningkatan


tekanan bersih melebihi tekanan overburden p'0 yang ada. Kondisi
seperti ini memungkin penurunan seketika (immediate settlement)
dan/atau penurunan (consolidation settlement) ditentukan oleh
nilai OCR (over consolidated ratio), dan tergantung pula pada
stratifikasi lapisan tanah dasar.
Permasalahn penting yang memerlukan perhatian adalah
penggalian dalam pada lapisan tanah liat. Apabila lapisan tanah liat
yang digali merupakan tanah ekspansif dan/atau terjadi aliran air
lateral pada saat pelaksanaan penggalian, sering mengakibatkan
kenaikan elevasi dasar galian. Fenomena semacam ini disebut
“heave”, yang sering dapat mencapai kenaikan level dasar galian
262 | Rekayasa Pondasi Dangkal
sebesar 25 mm sampai 50 mm, bahkan dilaporkan dalam beberapa
literatur bahwa heave dapat mencapai hingga 200 mm (sekitar 8
inchi). Dalam kondisi semacam ini akan sulit untuk menghitung
penurunan ketika heave telah terjadi.
Jalan keluarnya adalah secara teoritis adalah bahwa pada
semua kasus heave, kondisi lapisan tanah dasar harus dipulihkan
dengan menerapkan kembali tekanan oberburden (q0) yang bekerja
di dasar pondasi agar kembali sama dengan yang ada sebelumnya.
Dalam praktik di lapangan pemulihan tekanan oberburden tidak
terjadi, atau setidaknya tidak terjadi dengan kecepatan yang sama
dengan heave. Dalam praktik jika bagian dari heave terjadi akibat
dari aliran lateral yang dalam akan sangat sulit untuk memprediksi
jumlah total heave yang terjadi, sehingga sulit untuk dipulihkan
dengan proses rekompresi elastis. Pada umumnya apabila heave
terjadi, maka pengalaman yang cukup dan pertimbangan teknik
yang matang diperlukan dalam memperkirakan kemungkinan
respons tanah, karena sampai saat ini tidak ada teori yang dapat
diandalkan untuk masalah tersebut.
Ada beberapa ahli pondasi berpendapat bahwa metode
elemen hingga (finite elemen method) dengan asumsi perhitungan
kontinum elastis akan dapat menyelesaikan permasalahan. Namun
penggunaan metode tersebut cenderung spekulatif, karena
metode elemen hingga hanya mengakomodir parameter inpus
berupa Es dan . Padahal nilai Es yang digunakan dalam
perhitungan adalah nilai Es sebelum penggalian (Es awal),
sementara nilai Es tersebut akan berkurang selama dan setelah
penggalian di lakukan. Hal ini disebabkan karena berkurangnya dan
hilangnya tekanan overburden (p0) seiring dengan proses
penggalian yang dilakukan, dan seiring waktunya hal ini akan
menghasilkan heave.
Rekayasa Pondasi Dangkal | 263
Penggalian yang dalam pada lapisan tanah pasir juga akan
terjadi heave, tetapi biasanya sangat kecil. Biasanya heave tidak
menjadi pertimbangan pada sebagian jenis lapisan tanah apabila
penggalian hanya berada pada kedalaman 2 sampai 3 m, akan
tetapi akan menjadi masalah penting apabila penggalian mencapai
10 m sampai 20 m yang dilakukan pada lapisan tanah liat.

Contoh Soal 6.1


Diketahui :
Sebuah pondasi tangki berdiameter 10 m diperlukan untuk
menopang beban vertikal sentris 15.700 kN pada permukaan
deposit dalam dari lempung kaku dengan parameter tanah
antara lain su = 80 kPa dan sat = 20,8 kN/m3 .
Muka air tanah berada di permukaan tanah. Lantai kerja
padat setebal 75 mm akan ditempatkan di permukaan tanah
liat sebelum konstruksi pondasi tangki.
Diminta :
Hitung faktor keamanannya ?
Penyelesaian :
Strategi untuk menempatkan lantai kerja padat akan
memberikan kondisi yang kasar pada antarmuka tanah-
pondasi, tetapi hal ini tidak dipertimbangkan dalam
perhitungan daya dukung jangka pendek. Juga, pengaruh
lokasi air tanah tidak dipertimbangkan dalam perhitungan
daya dukung jangka pendek.
Langkah 1: Hitung daya dukung dan faktor geometris.
Fondasinya ada di permukaan galian. Atur semua
faktor kedalaman = 1.
B' = B = L = 10 m

264 | Rekayasa Pondasi Dangkal


B 10
S c = 1 + 0,2 = 1 + 0,2 = 1,2
L 10
Langkah 2: Hitung daya dukung jangka pendek.
qu = 5,14.S u .S c .d c
qu = 5,14 x80 x1,2 x1,0
qu = 493 kPa.
Langkah 3: Hitung faktor keamanan

( a )max = TotalBeban = TotalBeban


LuasPondasi  D2 
  
 4 
15.700
( a )max = = 200 kPa
 10 2 
  
 4 
qu
SF =
( a )max
493
SF = = 2,5
200

Rekayasa Pondasi Dangkal | 265


Contoh Soal 6.2
Diketahui :
Lapisan tanah dasar, dengan hasil uji lapangan seperti profil
yang digambarkan :

Gambar 6. 5. Sketsa contoh soal 6.2.

Diminta :
Hitung daya dukung yang diijinkan bekerja pada pondasi rakit
yang dasarnya ditempatkan pada kedalaman D = 1,5 m.
Penyelesaian :
Terlebih dahulu dapat diperkirakan daya dukung pondasi rakit
yang diijinkan berdasarkan qu, dan kemudian diperiksa
terhadap penurunan yang terjadi.

266 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Data seperti di atas biasanya merupakan data yang harus
dimiliki oleh insinyur perancang pondasi, yang dipergunakan
untuk membuat rekomendasi tekanan yang diizinkan.

Langkah 1 :
Hitung qa berdasarkan kekuatan saja dengan SF = 3 untuk
tanah liat, sebagai berikut :
1,3.c.N c
qa = ; yang mana : c = ½ qu
F
1,3.N c qu
qa = .
F 2
qu (rata2) = 300 kPa & Nc = 5,14
1,3.(5,14) 300
Maka : qa = . = 334,10 kPa > qa
3 2
Karena : qa  qu
diambil qa = qu = 300 kPa.

Langkah 2 :
Hitung qa berdasarkan asumsi penurunan sekitar 50 mm
a) Perhitungan Es rata-rata :
Kedalaman H dari dasar tikar ke batu adalah
H = (4.80 – 1,5) + 3,3 + 7 + 13,8 = 27.5 m
Es rata-rata pada masing-masing lapisan adalah :
1000 .qu
E s1 = (Nilai rata-untuk lapisan lempung)
2
q
Su = u )
2
1000 .300
E s1 = = 150 .000 kPa
2
Es 2 = 500 .( N 55 + 15) (persamaan paling konservatif)

Rekayasa Pondasi Dangkal | 267


Karena nilai SPT yang diketahui adalah N 70, maka
harus dikonversi ke N55 seperti pada perhitungan
berikut :
 70  
E s 2 = 500 . .N 70 + 15
 55  
 70  
E s 2 = 500 . .18 + 15 = 18.950 kPa
 55  
 70  
E s 3 = 500 . .22 + 15 = 22.000 kPa
 55  
 70  
E s 2 = 500 . .40 + 15 = 32.900 kPa
 55  
Es rata-rata tertimbang adalah :
( H .E ) + ( H 2 . E s 2 ) + ( H 3 . E s 3 ) + ( H 4 . E s 4 )
E s ( rata ) = 1 s1
H
(3,4 x150 .000 ) + (3,3 x18950 ) + (7,0 x 22 .000 ) + (13,8 x32 .900 )
E s ( rata ) =
27 ,5
1.180 .555
E s ( rata ) = = 42.930 kPa.
27,5
b) Dengan mengambil lebar rakit B = 14 m (B’ = 7m jarak ke
pusat rakit), maka :
H 27,5 L 14
N= = = 4,0 dan M = = = 1,0
B' 7 B 14
B = L (bujur sangkar)
Dengan nilai M dan N, dari tabel Steinbrenner, didapat
faktor pengaruh I1 dan I2 sebagai berikut :

268 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Tabel 6.5. Tabel Steinbrenner untuk mendapatkan faktor
pengaruh I1 dan I2 (M = L/B dan N = H/B’)

Dari tabel di atas didapat :


I1 = 0,408
I2 = 0,037

Rekayasa Pondasi Dangkal | 269


Diambil  = 0,3 dan berlaku untuk semua lapisan (lapis-1
sampai lapis-4), maka :
1 − 2
Is = I 1 + .I 2
1− 
1 − (2 x0,3)
Is = 0,408 + .(0,037 ) = 0,429
1 − 0,3
Asumsi : D/B = 0,1, maka akan diperoleh :
IF = 0,95 ; dan m = H/B’ = 4
Maka selanjutnya dapat dituliskan persamaan sebagai
berikut :
1−  2 
H = q0 .B'  .m.I s .I F
 Es 
H 1−  2 
= B'  .m.I s .I F
q0  Es 
H  1 − 0,32 
= 7,0. (4 x0,429 ).(0,9)
q0  42.930 
= 0,00024 m3/kN (di titik pusat)
Untuk penurunan H = 50 mm (0,050 m), dimana qa = qo,
sehingga diperoleh :
H
= 0,00024
qa
H
qa =
0,00024
0,050
qa = = 208 kPa
0,00024
Dengan nilai qa di atas harus membatasi penurunan
pondasi rakit maksimum 50 mm, yang merupakan nilai
penurunan yang diizinkan pada pondasi rakit tersebut.

270 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Contoh Soal 6.3
Diketahui :
Sebuah pondasi rakit mendukung 9 kolom seperti Digambar,
dengan ukuran kolom 50 cm x 50 cm yang mendukung beban-
beban sebagai berikut :
Q1 = Q3 = 400 kN
Q4 = Q5 = Q6 = 600 kN
Q2 = Q8 = 500 kN
Q7 = Q9 = 450 kN
Tebal pelat pondasi rakit = 1.5 m
Berat volume beton = 23 kN/m3

Sumbu-Y

Sumbu – X

Gambar 6.6. Sketsa Contoh soal 6.3

Diminta :
Tentukan tegangan di sudut-sudutnya pondasi tersebut (A,
B, C, D).

Rekayasa Pondasi Dangkal | 271


Penyelesaian :
1) Pusat penampang (O) di tengah-tengah,
B = 10,50 m
L = 15,50 m
A = 10,50 x 15,50 = 162,75 m2
2) Koordinat :
A(-5,25;7,75), B(5,25;7,75),
C( -5,25;-7,75), D(5,25; -7,75)
Total gaya vertikal (R), adalah :
R = (2x400) + (3x600) + (2x450) + (2x500) = 4500 kN
Momen pada arah-x :
My = – 5 x (400 + 600 + 500) + 0 + 5 x (400 + 600 + 450)
= – 250 kN.m
Momen pada arah-y :
Mx = – 7,5 x (500+500+450) + 0 + 7,5 x (400+450+400)
= – 1500 kN.m.
1
I y =   x(15,5) x(10,5) 3 = 1495,27 m4
 12 
1
I x =   x(10,5) x(15,5) 3 = 3258,39 m4
 12 
Jadi tegangan yang terjadi pada masing-masing titik dapat dihitung
sbb :
q = (1,5 x 23) = 34,5

=
 Q   My.X   Mx. y + q
A Iy Ix
Tegangan di titik A :
4500 250 x5,25 1500 x7,75
A = + − + 34,5
162,75 1495,27 3258,39
 A = 59,45 kN/m2.

272 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Tegangan di titik B :
4500 250 x5,25 1500 x7,75
B = − − + 34,5
162,75 1495,27 3258,39
 B = 57,70 kN/m2.
Tegangan di titik C :
4500 250 x5,25 1500 x7,75
C = + + + 34,5
162,75 1495,27 3258,39
 C = 60,60 kN/m2.
Tegangan di titik D :
4500 250 x5,25 1500 x7,75
D = − + + 34,5
162,75 1495,27 3258,39
 D = 64,84 kN/m2.

Contoh Soal 6.4


Diketahui :
Sebuah Bangunan bertingkat dirancang dengan
menggunakan pondasi rakit ukuran 20 m x 20 m. Tekanan
pada dasar fondasi bangunan total adalah 110 kN/m2. dasar
pondasi pada kedalaman 3 m, dan tanah di bawah fondasi
berupa lempung tidak homogen setebal 28,5 m yang terletak
pada lapis pasir berkerikil sangat padat. Variasi koefisien
perubahan volume (mv) tanah lempung adalah :
Tabel 6.6. Data contoh soal 6.4.
Kedalaman
0 – 4,5 4,5 – 10,5 10,5 – 16,5 16,5 – 22,5 22,5 – 28,5
(m)
mv (m2/kN 0,0002 0,0001 0,00005 0,00002 0,00001

Sudut gesek dalam () = 0, dan berat volume jenuh (sat) = 20


kN/m3 pada seluruh kedalaman lempung. Modulus elastis (E)
Rekayasa Pondasi Dangkal | 273
pada kedalaman 3–4,5m adalah 4000 kN/m2, E rata-rata
(pada kedalaman 4,5 – 28,5m) = 10000 kN/m2. Koefisien
konsolidasi tanah lempung rata-rata Cv = 18,25 m2/tahun.
Dan koefisien tekanan pori A = 0,8. Muka air tanah terletak
pada kedalaman 3 m.
Diminta:
Selidiki apakah kedalaman dan luas bangunan tersebut
memenuhi syarat faktor aman terhadap kapasitas dukung
dan penurunan toleransi.
Penyelesaian :

Gambar 6.8. Sketsa data modulus elastisitas tanah


setiap kedalaman tanah

1) Perhitungan Daya Dukung


Tekanan netto (q0)
q0 = q – .D = 110 – (20 x 3) = 110 – 60 = 50 kN/m2.
Nilai Ckhesi (c) per lapisan dihitung :
Kedalaman 3 – 4,5 m, kohesi rata-rata :
1
c1 =  (50 + 70 + 60 ) = 60 kN/m2.
3
274 | Rekayasa Pondasi Dangkal
Kedalaman 4,5 – 24 m, kohesi rata-rata :
140 + 110 + 100 + 120 + 140 
 1  
c2 =   + 100 + 130 + 110 + 130  = 120 kN/m2.
13
  
 + 110 + 100 + 120 + 130 
c2 120 B 20
= = 2,0 = = 13,33
c1 60 H (4,5 − 3)
Didapat : N m = 7,10
1
q s =  (c1 , N m ) +  .D f
F
1
q s =  (60 x7,10 ) + (20 x3)
 3
q s = 102 kN/m2 > q = 110 kN/m2 (OK)

2) Perhitungan Penurunan
a) Penurunan Seketika (Si)
Karena lapisan pendukung pondasi rakit adalah tanah
lempung jenuh ( m = 0,5), maka untuk menghitung
penurunan pondasi rakit dapat dipergunakan persamaan
Janbu et al. sebagai berikut :
 q .B 
S i = 1  0  n  ;
 E 
yang mana : qn = 50 kN/m2.
Penurunan pada lapisan lempung
- Kedalaman 3 – 4,5 m (H = 1,5 m)

E = 4000 kN/m2.
L 20 H 1,5
= = 1,0 = = 0,08
B 20 B 20

Rekayasa Pondasi Dangkal | 275


Df 3
= = 0,15
B 20
1 = 0,08 0 = 0,97
Didapat :
 q .B   50 x 20 
S i = 1  0  n  = 0,08 x0,97 x 
 E   4000 
S i = 0,0194 m = 1,94 cm.
- Kedalaman 4,5 – 28,5 m (H = 24 m)
Penurunan lapis setebal H2 = 28,5 – 3 = 25,5 m
E = 10000 kN/m2.
L 20 H 25,5
= = 1,0 = = 1,30
B 20 B 20
Df 3
= = 0,15
B 20
1 = 0,50 0 = 0,97
Didapat :
 q .B   50 x 20 
S i = 1  0  n  = 0,50 x0,97 x 
 E   10000 
S i = 0,049 m = 4,90 cm.
Penurunan lapis setebal H1 = 4,5 – 3 = 1,5 m
E = 10000 kN/m2.
L 20 H 1 1,5
= = 1,0 = = 0,08
B 20 B 20
Df 3
= = 0,15
B 20
1 = 0,08 0 = 0,97
Didapat :
 q .B   50 x 20 
S i = 1  0  n  = 0,08 x0,97 x 
 E   10000 

276 | Rekayasa Pondasi Dangkal


S i = 0,0078 m = 0,78 cm.
Penurunan aktual lapisan tanah lempung dari kedalaman
(4,5 – 28,5 m),
Dengan E = 10000 kN/m2.
Si = Si1 – Si2
Si = 4,90 – 0,78 = 4,12 cm.
Dengan faktor koreksi kekakuan = 0,80
Maka :
Penurunan seketika pondasi rakit adalah ;
Si aktual = 0,8 x Si = 0,8 x 4,12
Si aktual = 3,296 cm.
b) Penurunan Konsolidasi (Sc)
Untuk analisis penyebaran ke lapisan tanah di bawah
pondasi digunakan metode penyebaran 2V : 1H, maka :
qn .B 2
 = S c = mv .H . z
(B + z )2
Yang mana : qn = 50 kN/m2 ; dan z = jarak di tengah
lapisan dasar pondasi.
Tabel 6.7. Perhitungan penurunan konsolidasi (Sc)
Lapisan Kedalaman Z z H Mv
Sc (m)
(m) (m) (m) (kN/m2) (m) (m2/kN)
3 – 4,5 3,75 0,75 46,5 1,5 0,0002 0,014
4,5 – 10,5 7,5 4,5 33,3 6 0,0001 0,020
10,5 – 16,5 13,5 10,5 21,5 6 0,00005 0,0065
16,5 – 22,5 19,5 16,5 15,0 6 0,00002 0,0018
22,5 – 28,5 22,5 22,5 11,0 6 0,00001 0,0006
Jumlah 0,0430

Jadi penurunan konsolidasi adalah sebesar :


Sc(oed)= 0,0430 m = 4,30 cm.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 277


Karena penurunan jika koefisien tekanan pori (A = 0,8),
untuk pondasi bujur sangkar :
maka : ¼ .D2 = B2
Jadi :
4 .B 2
D =
2


4.B 4 x 20
D= =
 3,14
D = 22,56 m ; maka diperoleh  = 0,83
Maka penurunan terkoreksi sebagai berikut :
Sc = .Sc(oed) = 0,83 x 4,3 cm
Sc = 3,569 cm.
Penurunan Total :
ST = S i + Sc
ST = 3,296 cm + 3,569 cm
ST = 6,865 cm  69 mm < 100 mm (Aman)
Catatan :
Penurunan izin untuk pondasi rakit adalah 65 mm sampai
100 mm.


278 | Rekayasa Pondasi Dangkal
DAFTAR PUSTAKA
ACI 336.2R-88 (Reapproved 1993)”, ACI Manual of Concrete Practice, American
Concrete Institute, Farmington Hills, MI, pp. 336.2R-1 to 336.2R-21 plus
discussion.
ACI Committee 336 (1993), “Suggested Analysis and Design Procedures for
Combined Footings and Mats,
Baban T.M. (2016), “Shallow Foundations Discussions and Problem Solving”. This
edition first published © 2016 by John Wiley & Sons, Ltd.
Baban, Tharwat M. (1992), “The Required Depth of Soil Exploration for a Building
Foundation.” The Scientific Journal of Salahaddin University, Vol. 5, No. 3,
pp. 77–87.
Baguelin, F., Jezequel, J. F. and Shields, D. H. (1978), “The Pressuremeter and
Foundation Engineering.” Trans Tech Publications, Clousthal, Germany.
Baldi, G., Bellotti, R., Gionna, V. and Jamiolkowski, M. (1982), “Design Parameters
for Sands from CPT,” Proceedings, Second European Symposium on
Penetration Testing, Amsterdam, Vol. 2, pp. 425–438.
Baldi, G., et al. (1986), “Flat Dilatometer Tests in Calibration Chambers,” 14th
PSC, ASCE, pp. 431–446.
Barron, R. A. (1948), “Consolidation of Fine-Grained Soils by Drain Wells”,
Transactions ASCE, 113, pp. 718–742.
Bjerrum, L. (1963),“Discussion on Compressibility of soils”, Proceedings of the
European Conference on Soil Mechanics and Foundation Engineering,
Wiesbaden, Vol. 2, pp. 16–17.
Bjerrum, L. (1967), “Engineering Geology of Norwegian Normally Consolidated
Marine Clays as Related to Settlement of Buildings”, Geotechnique, 17,
pp. 83–118.
Bjerrum, L. (1972), “Embankments on Soft Ground,” Proceedings of the Specialty
Conference, ASCE, Vol. 2, pp. 1–54. BOCA (1996), National Building Code,
Building Officials and Code Administrators International, Inc., Country
Club Hills, IL.
Bjerrum, L. and Eide, O. (1956), “Stability of Strutted Excavations in Clay”,
Geotechnique, 6, pp. 32–47.
Boussinesq, M. J. (1883), Application Des Potentials à l’Étude de l’Équilibre et du
Movvement Des Solides Elastiques, Gauthier-Villars, Paris (in French).
Bowles J.E. (2007), “Foundation Analysis and Design”, 5th Edition © 1996, by
McGraw-Hill Companies, Inc.
Bowles, J. E. (1976), “Mat Foundations” and “Computer Analysis of Mat
Foundations”, Proceedings, Short Course-Seminar on Analysis and Design
of Building Foundations (Lehigh University), Envo Press, Lehigh Valley, pp.
209–232 and 233–256.
Bowles, J. E. (1986), “Mat Design”, Journal of American Concrete Institute, Vol.
83, No. 6, Nov/Dec, pp. 1010–1017.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 279


Buisman, A. K. (1943), Grondmechanica (Soil Mechanics), 2nd edn, 281 pp.,
Waltman, Delft, Netherlands.
Burland, J, B. and Burbidge, M. C. (1985), “Settlement of Foundations on Sand
and Gravel”, Proceedings, Institute of Civil Engineers, Part I, Vol. 7, pp.
1325–1381.
Burland, J, B., Broms, B. B. and De Mello, V. F. B. (1977),“Behaviour of
Foundations and Structures”, Proceedings of the 9th ICSMFE, Tokyo, Vol.
2, Japanese Society SFME, pp. 495–538.
Burland, J. B. and Wroth, C. P. (1974), “Review Paper: Settlement of Buildings and
Associated Damage”, Proceedings of the Conference on Settlement of
Structures, Pentech Press, Cambridge, pp. 611–654.
Casagrande, A. (1936), “The Determination of the Preconsolidation Load and Its
Practical Significance”, Proceedings of the 1st ICSMFE, Vol. 3, pp. 60–64.
Chandler, R. J. and Davis, A. G. (1973),“Further Work on the Engineering
Properties of Keuper Marl”, Construction Industry Research and
Information Association Report No. 47, England. 262 Shallow Foundations
Christian, J. T. (1976), “Soil–Foundation–Structure Interaction”, Proceedings,
Short Course-Seminar on Analysis and Design of Building Foundations
(Lehigh University), Envo Press, Lehigh Valley, pp. 149–179.
Christian, J. T. and Carrier, W. D. (1978), “Janbu, Bjerrum and Kjaernsli’s chart
reinterpreted”, Canadian Geotechnical Journal, 15, pp. 123–128, and
discussion, 15, pp. 436–437.
Coduto, Donald P. (2001), Foundation Design: Principles and Practices, 2nd
edition, Prentice-Hall, New Jersey.
Cook, R. D. (1974), Concepts and Applications of Finite Element Analysis, John
Wiley & Sons, Inc., New York, 402 pp.
Craig, R. F. (2004), Soil Mechanics, 7th edition, Chapman and Hall, London.
D’Appolonia, D. J., D’Appolonia, E. D. and Brissetta, R. F. (1970), “Closure
Settlement of Spread Footings on Sand”, Journal of Soil Mechanics and
Foundations Division, ASCE, Vol. 96, SM 2, March, pp. 561–584.
Das B. M. (2011), “Principles of Foundation Engineering”, SI 7th Edition © 2011
Cengage Learning.
Das B. M. (2017), “Shallow Foundations Bearing Capacity and Settlement”. 3rd
Edition © 2017 by Taylor & Francis Group, LLC.
Das, B. M. (1978), “Model Tests for Uplift Capacity of Foundations in Clay”, Soils
and Foundations, Vol. 18, No. 2, pp. 17–24.
Das, B. M. (1980), “A Procedure for Estimation of Uplift Capacity of Foundations
in Clay”, Soils and Foundations, Vol. 20, No.1, pp. 77–82.
Das, B. M. (2011), Principles of Foundation Engineering, 7th edition, CENGAGE
Learning, United States.
Das, B. M. and Jones, A. D. (1982), “Uplift Capacity of Foundations in Sand”,
Transaction Research Record 884, National Research Council,
Washington, D.C., pp. 54–58. 378 Shallow Foundations

280 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Das, Braja M. and Seeley, G. R. (1975), “Breakout Resistance of Horizontal
Anchors”, Journal of Geotechnical Engineering Division, ASCE, Vol. 101,
No. 9, pp. 999–1003.
DeBeer, E. E. (1963), “The Scale Effect in the Transposition of the Results of Deep
Sounding Tests on the Ultimate Bearing Capacity of Piles and Caisson
Foundations”, Geotechnique, 13, pp. 39–75.
DeBeer, E. E. (1965), “The Scale Effect on the Phenomenon of Progressive
Rupture in Cohesionless Soils”, Proceedings of the 6th ICSMFE, Vol. 2, pp.
13–17.
DeBeer, E. E. and Martens, A. (1957), “Method of Computation of an Upper Limit
for the Influence of Heterogeneity of Sand Layers on the Settlement of
Bridges”, Proceedings 4th International Conference on Soil Mechanics and
Foundation Engineering, London, Vol. 1, pp. 275–281, Butterworths,
London.
DeWolf, J. T., and Ricker, D. T. (1990), Column Base Plates, American Institute of
Steel Construction, Chicago, IL.
European Committee for Standardisation (1994a), Basis of Design and Actions on
Structures, Eurocode 1, Brussels, Belgium.
European Committee for Standardisation (1994b), Geotechnical Design, General
Rules-Part 1, Eurocode 7, Brussels, Belgium.
Fadum, R. E. (1948), “Influence Values for Estimating Stresses in Elastic
Foundations”, Proceedings of 2nd International Conference SFME,
Rotterdam, Vol. 3, pp. 77–84.
Fox, E. N. (1957), “The Mean Elastic Settlement of a Uniformly Loaded Area at a
Depth below the Ground Surface”, Proceedings 2nd International
Conference on Soil Mechanics and Foundation Engineering, London, Vol.
1, pp. 129–132, Rotterdam.
Ghali, A. and Neville, A. M. (1972), Structural Analysis: A Unified Classical and
Matrix Approach, Intext Educational Publishers (Now Harper and Row),
Chapters 17–20.
Graham, J., Andrews, M. and Shields, D. H. (1988), “Stress Characteristics for
Shallow Footing on Cohesionless Slopes”, Canadian Geotechnical Journal,
Ottawa, Vol. 25, No. 2, pp. 238–249.
Griffiths, D. V. (1984), “A Chart for Estimating the Average Vertical Stress Increase
in an Elastic Foundation below a Uniformly Rectangular Loaded Area”,
Canadian Geotechnical Journal, Vol. 21, No. 4, pp. 710–713.
Hansen, J. B. (1961), “A General Formula for Bearing Capacity”, Danish
Geotechnical Institute, Copenhagen, Bull. No. 11, pp. 38–46.
Hansen, J. B. (1970),“A Revised and Extended Formula for Bearing Capacity”,
Danish Geotechnical Institute, Copenhagen, Bull. No. 28, 21, pp.
(successor to Bull. No. 11) and Code of Practice for Foundation
Engineering, Danish Geotechnical Institute Bull. No. 32 (1978).

Rekayasa Pondasi Dangkal | 281


Hetenyi, M. (1946), Beams on Elastic Foundations, The University of Michigan
Press, Ann Arbor, MI, 255 pp.
Highter, W. H. and Anders, J. C. (1985), “Dimensioning Footings Subjected to
Eccentric Loads”, Journal of Geotechnical Engineering Division, ASCE, Vol.
111, No. GT5, pp. 659–665.
Hobbs, N, B. (1974), “General Report and State-of-the-Art Review”, Proceedings
of the Conference on Settlement of Structures, Pentech Press, Cambridge,
pp. 579–609.
Horvath, J. S. (1993), Subgrade Modeling for Soil–Structure Interaction Analysis
of Horizontal Foundation Elements, Manhattan College Research Report
No. CE/GE-93-1, Manhattan College, New York.
ICBO (1997), Uniform Building Code, International Conference of Building
Officials, Whittier, CA.
ICC (2000), International Building Code, International Code Council.
Knappett, J. A. and Craig, R. F. (2012), Soil Mechanics, 8th edition, Spon Press,
Abingdon, Oxon, United Kingdom.
Kosmatca, S. H., and Panarese, W. C. (1988), Design and Control of Concrete
Mixtures, 13th edn, Portland-Cement Association, Skokie, Illinois.
Kulhawy, F. H. and Goodman, R. E. (1980), “Design of Foundations on
Discontinuous Rock”, Structural Foundations on Rock, Balkema,
Rotterdam, pp. 209–220.
Leonards, G. A. (1976), Estimating Consolidation Settlement of Shallow
Foundations on Overconsolidated Clay, Special Report No. 163,
Transportation Research Board, Washington, D.C., pp. 13–16.
Liao, S. S. C. (1991), Estimating the Coefficient of Subgrade Reaction for Tunnel
Design, Internal Research Report, Parsons Brinkerhoff, Inc., New York.
MacDonald, D. H. and Skempton, A. W. (1955), “A Survey of Comparisons
between Calculated and Observed Settlements of Structures on Clay”,
Conference on Correlation of Calculated and Observed Stresses and
Displacements, ICE, London, pp. 318–337.
MacGregor, J. G., and Wight J. K. (2005), Reinforced Concrete: Mechanics and
Design, 4th edition, Pearson Prentice Hall, Upper Saddle River, New
Jersey, 1132 pp.
Mayne, P. W. and Poulos, H. G. (1999), “Approximate Displacement Influence
Factors for Elastic Shallow Foundations”, Journal of Geotechnical and
Geoenvironmental Engineering, ASCE, Vol. 125, No. 6, pp. 453–460.
Meigh, A. C. (1976),“The Triassic Rocks, with Particular Reference to Predicted
and Observed Performance of some Major Structures”, Geotechnique, 26,
pp. 393–451, London.
Merifield, R. S., Lyamin, A. and Sloan, S. W. (2003), “Three Dimensional Lower
Bound Solution for the Stability of Plate Anchors in Clay”, Journal of
Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, ASCE, Vol. 129, No. 3,
pp. 243–253.

282 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Mesri, G. (1973), “Coefficient of Secondary Compression”, Journal of the Soil
Mechanics and Foundations Division, ASCE, Vol. 99, No. SM1, pp. 122–
137.
Mesri, G. and P. M. Godlewski (1977), “Time and Stress-Compatibility
Interrelationship”, Journal of Geotechnical Engineering Division, ASCE,
Vol. 103, GT5, May, pp. 417–430.
Meyerhof, G. G. (1951), “The Ultimate Bearing Capacity of Foundations”,
Geotechnique, Vol. 2, No. 4, pp. 301–331.
Meyerhof, G. G. (1953), “The Bearing Capacity of Foundations under Eccentric
and Inclined Loads”, Third ICSMFE, Vol. 1, pp. 440–445.
Meyerhof, G. G. (1955), “Influence of Roughness of Base and Ground-Water
Conditions on the Ultimate Bearing Capacity of Foundations”,
Geotechnique, Vol. 5, pp. 227–242 (reprinted in Meyerhof, 1982).
Meyerhof, G. G. (1956), “Penetration Tests and Bearing Capacity of Cohesionless
Soils”, Journal of Soil Mechanics and Foundations Division, ASCE, Vol. 82,
SM1, pp. 1–19.
Meyerhof, G. G. (1957), “The Ultimate Bearing Capacity of Foundations on
Slopes”, Fourth ICSMFE, Vol. 1, pp. 384–387.
Meyerhof, G. G. (1963), “Some Recent Research on the Bearing Capacity of
Foundations”, Canadian Geotechnical Journal, Ottawa, Vol. 1, No. 1, Sept,
pp. 16–26.
Meyerhof, G. G. (1965), “Shallow Foundations”, Proceedings ASCE, 91, No. SM2,
pp. 21–31.
Meyerhof, G. G. (1974), “Ultimate Bearing Capacity of Footings on Sand layer
Overlying Clay”, Canadian Geotechnical Journal, Ottawa, Vol. 11, No. 2,
May, pp. 223–229.
Meyerhof, G. G. (1982), The Bearing Capacity and Settlement of Foundations,
Tech-Press, Technical University of Nova Scotia, Halifax.
Meyerhof, G. G. and Adams, J. I. (1968), “The Ultimate Uplift Capacity of
Foundations”, Canadian Geotechnical Journal, Ottawa, Vol. 5, No. 4, Nov,
pp. 225–244.
Meyerhof, G. G. and Hanna, A. M. (1978), “Ultimate Bearing Capacity of
Foundations on Layered Soil under Inclined Load”, Canadian Geotechnical
Journal, Ottawa, Vol. 15, No. 4, pp. 565–572.
Mikhejef, V. V., Ushkalor, V. P., Tokar, R. A. et al. (1961), “Foundation Design in
the USSR”, Fifth ICSMFE, Vol. 1, pp. 753–757.
Moe, J. (1961), Shearing Strength of Reinforced Concrete Slabs and Footings
under Concentrated Loads, Portland cement Association Bulletin D47,
Skokie, Illinois.
Newmark, N. M. (1935), Simplified Computation of Vertical Pressures in Elastic
Foundations, Engineering Experiment Station Circular No. 24, University
of Illinois, Urbana, Illinois.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 283


Newmark, N. M. (1942), Influence Charts for Computation of Stresses in Elastic
Foundations, University of Illinois Bulletin No. 338, University of Illinois,
Urbana, Illinois.
Olson, R. E. (1977),“Consolidation under Time-Dependent Loading”, Journal of
Geotechnical Engineering Division, ASCE, Vol. 102, No. GT1, pp. 55–60.
PCA (1991), “Durability of Concrete in Sulfate-Rich Soils”, Concrete Technology
Today, Vol. 12, No. 3, pp. 6–8, Portland Cement Association, New York.
Polshin, D. E. and Tokar, R. A. (1957), “Maximum Allowable Non-Uniform
Settlement of Structures”, Proceedings of the 4th ICSMFE, London, Vol. 1,
pp. 402–405.
Prakash, S. and Saran, S. (1971), “Bearing Capacity of Eccentrically Loaded
Footings”, Journal of the Soil Mechanics and Foundations Division, ASCE,
Vol. 97, No. SM1, pp. 95–117.
Prandtl, M. (1921), “On the penetrating strengths (Hardness) of plastic
construction materials and the strength of cutting edges], Zeitchrift für
angewandte Mathematik und Mechanik, Vol. 1, No.1, pp. 15–20.
Purkayastha, R. D. and Char, R. A. N. (1977), “Stability Analysis of Eccentrically
Loaded Footings”, Journal of Geotechnical Engineering Division, ASCE, Vol.
103, No. GT6, pp. 647–651.
Reissner, H., (1924), Zum Erddruckproblem”, (Concerning the earth-pressure
problem), Proceedings of the 1st International Congress of Applied
Mechanics, Delft, Netherlands, pp. 295–311.
Richart, F. E. (1948), “Reinforced Concrete Wall and Column Footings”, Journal of
the American Concrete Institute, Vol. 20, No. 2, pp. 97–127, and Vol. 20,
No. 3, pp. 237–260.
Saran, S. and Agarwal, R. B. (1991), “Bearing Capacity of Eccentrically Obliquely
Loaded Footing”, Journal of Geotechnical Engineering Division, ASCE, Vol.
117, No. 11, pp. 1669–1690.
Schmertmann, J. H. (1978), Guidelines for Cone Penetration Test: Performance
and Design, Report FHWA-TS-78-209, Federal Highway Administration,
Washington, D.C.
Schmertmann, J. H. and Hartman, J. P. (1978),“Improved Strain Influence Factor
Diagrams”, Journal of the Soil Mechanics and Foundations Division, ASCE,
Vol. 104, No. GT8, pp. 1131–1135.
Senneset, K., Sandven, R., Lunne, T. et al. (1988), “Piezocone Tests in Silty Soils”,
Proceedings 1st ISOPT, Vol. 2, pp. 955–966.
Shipp, J. G., and Haninger, E. R. (1983), “Design of Headed Anchor Bolts”,
Engineering Journal, Vol. 20, No. 2, pp. 58–69, American Institute of Steel
Construction, Chicago, IL.
Simons, N. A. (1974), “Review Paper: Normally Consolidated and lightly
Overconsolidated Cohesive Materials”, Proceedings of the Conference on
Settlements of Structures, Pentech Press, Cambridge, pp. 500–530.
Sivaram, B. and Swamee, P. (1977), “A Computational Method for Consolidation
Coefficient”, Soils and Foundations, Tokyo, Vol. 17, No. 2 pp. 48–52.

284 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Skempton, A. W. (1951), “The Bearing Capacity of Clays”, Proceedings Building
Research Congress, 1, pp. 180–189. London.
Skempton, A. W. and Bjerrum, L. (1957), “A Contribution to the Settlement
Analysis of Foundations on Clay”, Geotechnique, 7, pp. 168–178. Shallow
Foundations – Settlement 263
Skempton, A. W. and MacDonald, D. H. (1956), “The Allowable Settlement of
Buildings”, Proceedings of the Institute of Civil Engineering, Part 3, 5, pp.
727–784.
Stagg, K. G. and O. C. Zienkiewicz (1968), “Rock Mechanics in Engineering
Practice” (with 12 contributing authors), John Wiley & Sons, Inc., New
York, 442 pp.
Stuart, J. G. (1962), “Interference between Foundations with Special Reference
to Surface Footings in Sand”, Geotechnique, London, England, Vol. 12, No.
1, pp.15–22.
Sutherland, H. B. (1974), “Review paper: Granular Materials”, Proceedings of the
Conference on Settlement of Structures, Pentech Press, Cambridge, pp.
473–499.
Talbot, A. N. (1913), “Reinforced Concrete Wall Footings and Column Footings”,
Bulletin No. 67, University of Illinois Engineering Experiment Station,
Urbana.
Taylor, D. W. (1948), “Fundamentals of Soil Mechanics”, 1st edition, John Wiley
and Sons, Inc., New York.
Terzaghi, K. (1943), Theoretical Soil Mechanics, John Wiley & Sons, Inc., New
York, 510 pp. Shallow Foundations – Bearing Capacity 379
Terzaghi, K. (1955), “Evaluation of Coefficients of Subgrade Reaction”,
Geotechnique, Vol. 5, No. 4, pp. 297–326.
Terzaghi, K., Peck, R. B. (1967), Soil Mechanics in Engineering Practice, 2nd
edition, John Wiley & Sons, Inc., New York, 729 pp.
Tomlinson, M. J. (1995), Foundation Design and Construction, 6th edition,
Longman Scientific and Technical, Essex.
Tomlinson, M. J. (1995), Foundation Design and Construction, 6th edition,
Longman Scientific and Technical, Harlow, Essex.
Tomlinson, M. J. (2001), Foundation Design and Construction, 7th edition,
Pearson Education, Harlow, United Kingdom.
Vesic, A. S. (1969), “Effects of Scale and Compressibility on Bearing Capacity of
Surface Foundations”, discussion, Proceedings, 7th ICSMFE, Mexico City,
Mexico, Vol. 3, pp. 270–272.
Vesic, A. S. (1970),“Tests on Instrumented Piles, Ogeechee River Site”, Journal of
Soil Mechanics and Foundations Division, ASCE, Vol. 96, SM 2, March, pp.
561–584.
Vesic, A. S. (1973), “Analysis of Ultimate Loads of Shallow Foundations”, Journal
of the Soil Mechanics and Foundations Division, ASCE, Vol. 99, No. SM1,
Jan, pp. 45–73.

Rekayasa Pondasi Dangkal | 285


Vesic, A. S. (1973), “Bending of Beams Resting on Isotropic Elastic Solid”, Journal
of Engineering Mechanics Division, ASCE, Vol. 87, No. EM2, pp. 35–53.
Vesic, A. S. (1975), “Bearing Capacity of Shallow Foundations”, Foundation
Engineering Handbook, 1st edn, pp. 121–147,
Wahls, Harvey E. (1994), “Tolerable Deformations”, Vertical and Horizontal
Deformations of Foundations and Embankments, A. T. Yeung and G. Y,
Felio, Eds., Vol. 2, pp. 1611–1628, ASCE.
Wang, C. K. (1970), “Matrix Methods of Structural Analysis”, 2nd edition, Intext
Educational Publishers, Scranton, PA, 406 pp.
West, J. M. and Stuart, J. G. (1965), “Oblique Loading Resulting from Interference
between Surface Footings on Sand”, Proceedings, 6th ICSMFE, Montreal,
Canada, Vol. 2, pp. 214–217.
Westegaard, H. M. (1938), “A Problem of Elasticity Suggested by a Problem in Soil
Mechanics: Soft Material Reinforced by a Numerous Strong Horizontal
Sheets”, Contributions to Mechanics of Solids, Stephen Timoshenko 60th
Anniversary Volume, The Macmillan Company, New York.
Whitney, Charles S. (1957), “Ultimate Shear Strength of Reinforced Concrete Flat
Slabs, Footings, Beams, and Frame Members without Shear
Reinforcement”, Journal of the American Concrete Institute, Vol. 29, No.
4, pp. 265–298.
Winkler, E. (1867), Die Lehre von Elastizität und Festigkeit (On Elasticity and
Fixity), H. Dominicus, Prague.
Wyllie, D. C. (1991), Foundations in Rock, Spon, London.

286 | Rekayasa Pondasi Dangkal


INDEX

Pozzolan 2
Substructure 3, 224, 226
Upperstructure 3, 4
Superstructure 2, 3, 10, 99, 161, 114, 226
Shallow foundation 6, 8
Deep foundation 6, 8
Raft foundation 7, 20, 245
Mat Foundation 7, 280
Foundation engineer 5, 13, 229
Bearing Capacity 224
Daya dukung batas 106, 102, 103, 104, 109, 117, 118, 116, 122, 224
Beban izin 96
Beban batas 102, 106
Resultante 72, 96, 99, 102
Eksentrisitas 21, 22, 23, 24, 55, 57, 72, 99, 100, 101, 104, 105, 109, 165,
196, 198, 200, 202, 203, 205, 206, 207
Pola keruntuhan 61, 62, 63, 69, 70, 75, 80, 115
Spread footings 6, 19
Combined footings 6
Strap footings 6
Strip footings 149, 246
Square footings 7
Flexible footings 15, 17, 136
Rigid footings 16
Long footings 61
Deep strip 7
Pile foundation 7, 9
Pier foundation 8
Caisson foundation 8
Drilled caisson foundation 8
Well foundation 8
Reologi 128, 129, 130, 147
Immediate settlement 170, 262
Consolidation settlement 129, 130, 262
Final settlement 129
Elastic settlement 131
Differential settlement 260
Rekayasa Pondasi Dangkal | 287
Penurunan diferensial 60, 127, 128, 160, 161, 162, 164, 168, 169, 245,
261, 262, 263
Penurunan izin 90, 94, 261, 278
Creep 127, 129, 158, 159, 174, 176
Heave 165, 170
Piping 114, 253
Faktor kompresibilitas 115
Indeks kekakuan 116
Cohesive soil 91, 92, 93, 258
Granular soil 255
Normally consolidated 146, 171, 186
Over consolidated 158, 212
Over consolidated ratio 212
Poisson ratio 52
Angka poisson 52, 53, 131, 134, 135, 136, 138, 145, 152, 166, 171, 224
Modulus elastis 143, 146, 150, 166, 167, 171
Koefisien kompressi 148, 156, 224
Koefisien konsolidasi 274
Flotation effect 259
Bridging effects 259
Angka stabilitas 253
Angka keamanan 96, 201, 207, 208, 215, 223, 228, 248
Faktor daya dukung 65, 66, 67, 71, 73, 76, 77, 78, 81, 92, 107, 109, 118,
119, 121, 122, 123
Faktor reduksi 102, 103, 104, 105, 253, 254
Deep factor 69, 71, 77, 81
Shape factor 81, 101
Inclination factor 71
Load factor 218
Safety factor 165, 96, 213, 216, 218, 224
Foundation engineer 5, 13, 229
Skin friction 12, 13
End bearing 14
Contact pressure 14, 15
Contact settlement 14, 15
Non-cohesive 15, 16
Earth moving 13
Dish pattern 17
Kern 23, 24, 25, 56, 57, 58
Overburden soil 30

288 | Rekayasa Pondasi Dangkal


Overburden pressure 62, 63, 66, 76, 81, 87, 170, 92
Effective overburden 113
Plastic equilibrium 61
Inclinated Load 96
In-situ test 223
Plane strain 72, 153
Bed rock 94, 95
Sondir 88, 90, 91, 92, 177, 188, 191
Ultimate load 102

Rekayasa Pondasi Dangkal | 289


GLOSARIUM

ASTM = American Standard Testing of Material.


ACI = American Concrete Institute
ASCE = American Society Civil Engineering
ICSME = International Conference on Software Maintenance and
Evolution
ICBO = International Conference of Building Officials
UBC = Uniform Building Code
PCA = Principal Component Analysis
CBR = California Bearing Capacity
Cc = Coeficient Compressibility
FDD = Faktor Daya Dukung.
FOS = Factor of Safety
PI = Plasticity Index.
PL = Plastic Limit
LL = Liquid Limit
SPT = Standard Penetration Test.
UCS = Unconfined Compression Strength.
UU = Unconfined Undrained
CU = Confined Undrained
CD = Confined Drained

290 | Rekayasa Pondasi Dangkal


View publication stats

Anda mungkin juga menyukai