Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ETIKA

KLONING PADA HEWAN


Dosen Pembimbing : Dr. Eng. Idris Mandang, M.Si

DISUSUN OLEH :
Kelompok 4
Zhevanya Elisa Cleans Sihombing 2107046022
Saskia Zulfah 2107046023
Kevin Andaresta 2107046024
Hakim Maulana 2107046025
Gabriel Sihombing 2107046027
Arumi Prasetyaningrum 2107046028
Adeliana Putri Vinata 2107076001
Sasmitha 2107076002
Hadi Budiyanto Lenggono 2107076003
Rezky Darmawan 2107076004
Amelia Nur Sadrina 2107076005
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang hingga saat ini masih
memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga kami diberi kesempatan
yang luar biasa yaitu kesempatan untuk menyelesaikan makalah mengenai
Kloning pada Hewan ini.
Dalam penyusunan makalah ini, kami ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Eng. Idris Mandang, M. Si selaku dosen
pembimbing mata kuliah Etika dan kepada teman-teman sekalian yang telah
membantu dan terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah ini masih dapat ditemukan
banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
sangat berharap dengan dibuatnya makalah ini dapat bermanfaat bagi kami
maupun pembacanya.

Penyusun
ABSTRAK
Gen adalah bagian dari kromosom atau salah satu kesatuan kimia (DNA)
dalam kromosom yaitu dalam fokus yang mengendalikan ciri-ciri genetis dari
suatu makhluk hidup. Secara istilah bioteknologi terdiri dari bio (hidup), teknos
(penerapan) dan logos (ilmu), dapat didefinisikan ilmu yang menerapkan prinsip-
prinsip biologi.
Saat ini bioteknologi semakin berkembang dikarenakan banyaknya
kemajuan di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan yang ada saat ini. Salah
satunya adalah kloning gen pada makhluk hidup.
Kloning adalah sebuah penemuan baru yang menduplikat atau
menggandakan sel atau organisme dari suatu makhluk hidup dengan cara aseksual
dan sifatnya akan identik dengan induknya. Hans Spemann adalah orang yang
pertama kali mengusulkan eksperimen untuk mengganti inti telur sel dengan inti
sel lain yang nantinya akan menumbuhkan embrio dari telur itu. Dolly The Sheep
adalah kloning yang paling terkenal dan pembuatnya adalah Ian Wilmut dan Keith
Campbell.
Komponen kloning gen ada 5, yaitu, DNA donor, enzim restriksi atau
endonuklease restriksi, vektor, DNA ligase, dan sel inang. Tahap-tahap kloning
gen adalah, isolasi, fragmentasi, ligasi, transfeksi dan seleksi Kloning gen dapat
diterapkan pada tumbuhan, hewan dan manusia. Akan tetapi, kloning gen
memiliki keunggulan dan kelemahan. Salah satu dari keunggulannya adalah
konservasi terhadap hewan atau tumbuhan yang langka dan salah satu
kelemahannya adalah individu hasil kloning tersebut akan mudah terserang
penyakit.

Kata Kunci : Bioteknologi, DNA, Gen, Kloning.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada awal tahun 90-an, ada sebuah film fiksi ilmiah yang sangat terkenal
yaitu Jurasic Park yang menceritakan bahwa dinosurus dapat diperbanyak
melalui sel-sel darahnya yang terawetkan secara alami. Pada saat itu, film ini
dianggap khayalan atau fiksi yang tidak masuk akal sebab manusia tidak mungkin
membuat klon hewan yang berasal dari sel hewan dewasa. Pada saat itu, klon
hewan tingkat tinggi hanya dibuat dari sel toti/pluripoten yang berasal dari sel-sel
embrio. Tetapi pada tahun 1997, dunia hampir tertegun dan terhenyak dengan
ditemukannya teknologi transfer inti, dimana seekor domba Dolly lahir dari hasil
perbanyakan sel hewan dewasa oleh ilmuwan Skotlandia yang bernama Ian
Wilmut.
Teknologi kloning dengan menggunakan transfer inti menjadi suatu
teknologi yang sangat potensial prospektif untuk diaplikasikan dalam bidang
kedokteran dan peternakan. Penemuan teknologi ini membuat para peneliti
mendapatkan inspirasi untuk mengembangkan penelitian-penelitian di bidang
ESC dan teknologi transfer inti serta teknologi rekayasa genetika untuk dapat
menyelesaikan masalah kedokteran yang selama ini belum dapat diobati, misalnya
beberapa penyakit digeneratif permanen seperti diabetes mellitus, alzheimer,
parkinson, dan penyakit- penyakit kelainan genetis, bahkan 50 penyakit AIDS.
Tenriawaru (2013).
Pada hakekatnya penyakit-penyakit tersebut sudah dianggap penyakit yang
sudah tidak mungkin disembuhkan karena adanya kerusakan permanen dari sel-sel
tubuh manusia. Selain itu, teknologi kloning juga sangat bermanfaat untuk
memultiplikasi genotip hewan yang memiliki keunggulan tertentu dan preservasi
hewan yang hampir punah. Para ahli genetika dan biologi molekuler pun berusaha
untuk melakukan terobosan yang lebih spektakuler lagi, yaitu merancang kembali
makhluk hidup yang telah punah dari muka bumi. Keberhasilan membangkitkan
kembali harimau Jawa, serigala Tasmania, burung Dodo, mamooth, bahkan
dinosaurus bukan suatu hal yang mustahil lagi. Perkembangan teknologi kloning
memang cukup menghebohkan, bukan hanya dalam bidang/aspek sains dan
teknologi, tetapi juga dalam bidang atau aspek etika. Pembicaraan seputar
masalah kloning senantiasa menarik perhatian masyarakat dan sering kali menjadi
sumber berbagai inspirasi, praduga, fantasi, spekulasi, kekaguman, bahkan
ketakutan yang tidak hanya melanda masyarakat ilmiah tetapi juga merebak
hingga ke orang awam.
Besarnya daya tarik permasalahan kloning mengakibatkan munculnya
berbagai reaksi dari segala lapisan masyarakat. Sebagian masyarakat mendukung
praktek kloning. Sebagian lainnya mengecam praktek kloning dan
mempertanyakan sisi moral dan kemanusiaan dari teknologi kloning ini.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik mengkaji tentang teknologi kloning
pada hewan yang meliputi pengertian kloning, perkembangan kloning hewan,
manfaat kloning hewan, teknik kloning hewan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja manfaat dari Kloning hewan?
2. Bagaimana prosedur Kloning hewan?
3. Apa pengaruh Kloning pada kehidupan? Khususnya Kloning pada hewan.

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan definisi Kloning pada hewan.
2. Menjelaskan bagaimana teknik - teknik kloning yang pernah dilakukan.
3. Menjelaskan manfaat dan keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan
Kloning.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Digunakan sebagai bahan pembelajaran di bidang pendidikan maupun di
bidang penelitian.
2. Mampu memberikan pengetahuan lebih kepada pembaca tentang manfaat
kloning yang dilakukan pada hewan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kloning Pada Hewan

Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang


sama dengan sel induknya tanpa adanya proses suatu pembuahan. Hewan kloning
juga merupakan duplikat sama persis dari induknya, yang berarti juga memiliki
DNA yang sama. Kloning bisa disebut juga sebagai organisme yang secara
fisiknya sama, tetapi dalam genetik yang berbeda, berarti dalam organisme itu
tidak bisa dikatakan kloning. Sebaliknya,jika suatu organisme genetiknya sama,
maka penampakannya akan mirip, itulah yang disebut dengan kloning.
Kloning pada hewan merupakan proses duplikasi yang merogoh semua
informasi genetik yang berasal dari induk yang akan dikloningkan. Dalam perkara
ini, hasil dari kloning tadi nantinya akan membentuk individu yang tentunya
mempunyai informasi informasi genetik yang sama dengan induknya, termasuk
persamaan DNA, sifat, dan karakteristik, dan lain sebagainya. Pada umumnya,
perkara kloning ini sebenarnya sudah bisa kita temukan pada alam, hanya saja
baru terjadi pada beberapa makhluk hidup yang reproduksinya secara aseksual
saja. Maka dari itulah, bioteknologi kloning pada hewan mulai dipelajari, diteliti,
dan dipraktekkan.

Kloning mempunyai dua jenis yaitu :


Kloning Molekul
Kloning molekul adalah serangkaian metode yang bereksperimental
dalam biologi, molekul juga digunakan untuk mengumpulkan DNA rekombinan
dan untuk mengarahkan replikasi mereka dalam suatu organisme inang. Kloning
dilakukan dengan cara menggunakan bakteri dan plasmid. Plasmid merupakan
molekul DNA sirkular berukuran kecil, tetapi mempunyai ukuran sama atau
bahkan lebih besar dari ukuran bahan genetik utamanya (kromosom bakteri), dan
bereplikasi di dalam sel bakteri.
Kloning Organisme
Kloning organisme adalah suatu usaha untuk memberikan duplikat pada
suatu organisme yang melalui proses aseksual. Dengan kata lain kloning bisa
disebut juga sebagai pembuat "foto copy" atau penggandaan dari suatu makhluk
melalui cara-cara yang non seksual.Kloning organisme disebut juga sebagai
reproduksi yang bertujuan untuk menghasilkan organisme multisel yang identik
secara genetik. Proses kloning ini merupakan reproduksi aseksual dimana
didalamnya tidak terjadi fertilisasi.
Kloning alami mempunyai dua contoh yaitu:

Fragmentasi
Contoh fragmentasi adalah Cacing Platyhelminthes yang bentuknya pipih,
yaitu Planaria sp., menggunakan konsep kloning secara alami. Ia akan melakukan
regenerasi dengan cara membelah dirinya menjadi individu yang baru. karena
individu yang baru itu berasal dari satu genetik, maka bentuknya juga akan sama
seperti aslinya.
Partenogenesis
Contoh Partenogenesis adalah suatu organisme yang tumbuh tanpa adanya
pembuahan. contohnya lebah. Jadi, telur-telur lebah itu bisa menetas tanpa
dibuahi, mereka akan lahir menjadi individu baru dan menjadi lebah pekerja.

2.2 Sejarah Kloning Pada Hewan


Menurut Campbell & Reece pada tahun 2010, seiring dengan kemajuan
teknologi DNA, para ilmuwan telah mengembangkan dan memperbaiki metode-
metode untuk mengklon organisme multiseluler utuh dari satu sel. Penggunaan
teknologi kloning dapat menghasilkan satu atau lebih organisme yang secara
genetis identik dengan ‘induk’ yang mendonorkan sel tunggal. Ini sering disebut
dengan ‘kloning organisme’ (organismal cloning). Kata klon bermula dari kata
Yunani klon, yang berarti ‘ranting’. Percobaan pertama untuk mengklon
tumbuhan dan hewan telah dilakukan lebih dari lima puluh tahun lalu dalam
sejumlah percobaan yang dirancang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
biologi yang mendasar yang intinya adalah “apakah kloning organisme mungkin
dilakukan?".
Menurut maya sari pada tahun 2015, pada puluhan tahun yang lalu, kloning pada
hewan pertama kali diuji pada katak dengan cara mentransplantasi nukleus
sel yang terdapat di dalam telurnya. Sedangkan untuk pendonornya, mereka
menggunakan nukleus yang diambil dari sel somatik dengan konstruksi
perkembangan yang berbeda-beda tentunya. Hasil dari kloningnya adalah donor
sel nukleus yang diambol dari sel epitel usus kecebong tersebut ternyata masih
dapat membentuk suatu embrio yang tentunya kondisinya normal. Hal inilah yang
menjadi titik awal kloning pada hewan terjadi dan menjadikan beberapa peneliti
untuk tetap melanjutkan penelitian tersebut dan memikirkan tentang
kemungkinannya diterapkan pada hewan lain atau bahkan manusia.
( baca : Fungsi Sentriol )
Pada akhirnya pada tahun 1997, Dr. Ian Willmut berhasil melakukan
kloning pada hewan mamalia dewasa. Adapun metode yang beliau pakai
merupakan metode somaticell nuclean transfer (SNT). Hewan yang dikloning
tadi adalah hasil berdasarkan inti sel epitel kambing domba dewasa yang
sebelumnya dikultur terlebih dahulu pada sebuah medium. Setelah melalui proses
kultur, maka sel tadi segera pada transfer ke ovum domba dan akhirnya berhasil
membentuk keturunan baru, sampai ketika ini anak domba tadi dikenal menjadi
domba Dolly
( baca : Fungsi Kromatin )
Secara umum, kloning dalam fauna melibatkan dua pihak, yaitu pihak
pendonor sel somatis yang didapat menurut sel tubuh dan pendonor ovum yang
didapat menurut sel gamet. Ketika proses kloning terjadi, kehadiran menurut oleh
induk merupakan sesuatu yang absolut dan tidak bisa dihindari. Namun dalam
proses kloning fauna tak terjadi fertilisasi dan DNA rekombian gen yang asal
menurut oleh jantan dan betina misalnya yang terjadi dalam proses kloning dalam
manusia. Untuk lebih detail simak proses kloning berikut yang terjadi dalam
anjing
(Artikel terkait : Fungsi DNA dan RNA)
1. Persiapan
Tahap awal atau persiapan pada proses kloning dalam anjing merupakan
persiapan sel yang akan diambil atau dikloning, misalnya disini kita akan
merogoh bagian kulit anjing yang nantinya akan dijadikan menjadi sel donor.
Pada mulanya kulit anjing tadi diambil sedikit lalu sel kulit tadi dibiakkan ke pada
sebuah cawan. Jika telah dimasukkan ke cawan khusus, simpanlah dalam suhu
kurang lebih 150 derajat Celcius supaya cepat berkembang (Arkanda,2016).
( baca : Jaringan Ikat pada Hewan )
Selagi sel kulit tadi disimpan dan dibiarkan berkembang terlebih dahlu, kit
a akan mempersiapkan pengambilan sel telurnya. Sel telur yang akan diambil tadi
wajib memenuhi kondisi dan ketentuan eksklusif buat dikloning. Adapun cara mu
dahnya menggunakan melihat keadaan berdasarkan sel vagina yang hendak diamb
il dan berapa kadar hormon progesteron yang terdapat pada pada darah tadi
(Sari,2015).
(Artikel terkait : Bagian Bagian Sel)
2. Kloning dan Penyatuan
Agar sel telur bisa dikloning, maka wajib dihilangkan terlebih dahulu inti s
elnya. Setelah inti selnya dihilangkan, tentunya akan terjadi kekosongan dalam sel
telur tadi. Maka menurut itu kekosongan tadi akan diisi satu sel yang diambil men
urut sel donor yang sudah dibiakkan sebelumnya (Sari,2015).
( baca : Bagian Bagian Membran Embrio )
Setelah itu, proses kloning pada hewan merupakan termin penyatuan. Taha
p penyatuan adalah termin penyatuan antara sel kulit yang sudah diambil sebelum
nya menggunakan sel telur yang pada dasarnya suah dihilangkan dan diganti. Pad
a proses penyatuan ini membuntuhkan donasi menurut energi listrik sebanyak 3-3,
5 KV/cm. Proses ini dilakukan pada atas sebuah plat besi baja putih yang disejajar
kan dan tentunya permanen pada media manitol (Sari,2015).
(Artikel terkait : Fungsi Sentrosom – Fungsi Mikrofilamen)
3. Implantasi
Tahap terakhir merupakan termin implantasi atau termin memasukkan sel t
elur yang sudah dikloning dan disatukan. Pada termin ini wajib dilakukan menggu
nakan cara mengoperasi anjing betina, lalu hasil penyatuan sebelumnya akan dima
sukkan ke pada rahimnya. Pada proses ini setidaknya membutuhkan ketelitian dan
penempatan yang baik dalam rahimnya supaya persentase keberhasilannya lebih b
esar (Sari,2015).
( baca : Perkembangbiakan Hewan )
Setelah dimasukkan ke rahim, biarkan saja anjing tadi menjalani aktivitasn
ya seperti biasa, namun pula perlu diawasi bila masih ada tanda-tanda yg tidak nor
mal. Apabila telah menginjak 22 hari selesainya proses implantasi, maka anjing be
tina tadi wajib dicek kehamilannya menggunakan cara USG, apakah terdapat perk
embangan atau belum. Untuk memastikan lebih lanjut, tunggulah sampai 60 hari
dan lakukan USG ulang (Sari,2015).
(Artikel terkait : Cara Berkembang Biak Hewan)

2.3 Manfaat Kloning Pada Hewan


Menurut Rusda (2004), secara garis besar manfaat kloning adalah sebagai
berikut.
a. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
Manfaat kloning terutama dalam rangka pengembangan biologi,
khususnya
reproduksi-embriologi dan diferensiasi.
b. Untuk mengembangkan dan memperbanyak bibit unggul
Seperti telah kita ketahui, pada sapi telah dilakukan embrio transfer. Hal
yang serupa tentu saja dapat juga dilakukan pada hewan ternak lain,
seperti pada domba, kambing dan lain-lain. Dalam hal ini jika nukleus sel
donornya diambil dari bibit unggul, maka anggota klonnya pun akan
mempunyai sifat-sifat unggul tersebut. Sifat unggul tersebut dapat lebih
meningkat lagi, jika dikombinasikan dengan teknik transgenik. Dalam hal
ini ke dalam nukleus zigot dimasukkan gen yang dikehendaki, sehingga
anggota klonnya akan mempunyai gen tambahan yang lebih unggul.
c. Untuk tujuan diagnostik dan terapi
Sebagai contoh jika sepasang suami isteri diduga akan menurunkan
penyakit genetika thalasemia mayor. Dahulu pasangan tersebut dianjurkan
untuk tidak mempunyai anak. Sekarang mereka dapat dianjurkan
menjalani terapi gen dengan terlebih dahulu dibuat klon pada tingkat
blastomer. Jika ternyata salah satu klon blastomer tersebut mengandung
kelainan gen yang menjurus ke thalasemia mayor, maka dianjurkan untuk
melakukan terapi gen pada blastomer yang lain, sebelum dikembangkan
menjadi blastosit. Contoh lain adalah mengkultur sel pokok (stem cells) in
vitro, membentuk organ atau jaringan untuk menggantikan organ atau
jaringan yang rusak.
d. Menolong atau menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan
Manfaat yang tidak kalah penting adalah bahwa kloning manusia dapat
membantu/menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan. Secara
medis infertilitas dapat digolongkan sebagai penyakit, sedangkan secara
psikologis ia merupakan kondisi yang menghancurkan atau membuat
frustasi. Salah satu bantuan ialah menggunakan teknik fertilisasi in vitro.

2.4 Teknik Kloning Pada Hewan


Secara umum dikenal beberapa cara atau teknik untuk melakukan kloning:
• Artificial embryo twinning
Cara ini relatif lowtech, yang mencontohi proses alamiah terjadinya
kembar identik. Pada embrio yang masih dini dilakukan separasi secara manual
sehingga menghasilkan sel-sel individu, yang selanjutnya akan membelah dan
berkembang. Embrio ini diimplantasikan pada inang subtitusi sampai cukup bulan
dan kemudian dilahirkan. Oleh karena embrio-embrio klon ini berasal dari zigot
yang sama maka mereka secara genetik identik.

• Somatic cell nuclear transfer (SCNT)


Cara ini agak berbeda dengan artificial embryo twinning tetapi memberi
hasil yang relatif sama yaitu salinan genetik yang Sama. Sel somatik yang dipakai
adalah sel-sel di dalam tubuh selain sel sperma dan sel telur. Pada mamalia setiap
sel somatik mempunyai dua set kromosom yang lengkap. Inti sel somatik
ditransfer ke sel telur yang telah dilakukan enukleasi. Sel telur dengan inti baru ini
akan berlaku sebagai zigot, yang kemudian diimplantasikan ke inang subtitusi.
SCNT bertujuan utama untuk menghasilkan embrio yang akan digunakan pada
riset, terutama riset sel punca. Sel-sel ini kemudian dipanen untuk digunakan pada
riset bioteknologi dengan harapan dapat diaplikasikan bagi berbagai aspek yang
menunjang kesejahteraan manusia, termasuk aspek kesehatan dan pengobatan.
Teknik SCNT ini mengalami pengembangan, menjadi :
a. Teknik Roslin
Ian Wilmut dan Keith Campbell menggunakan teknik Roslin ini pada saat
mengkloning domba Dolly. Pada teknik Ini, sel donor diseleksi dari sel kelenjar
Mammae domba betina berbulu putih (Finn Dorset). Sel tersebut kemudian
dikultur secara in vitro dalam medium yang nutrisinya hanya cukup untuk
mempertahankan kehidupan sel. Hal ini Dimaksudkan agar sel menghentikan
seluruh gen yang aktif dan memasuki Stadium Gap Zero (G0). Selanjutnya sel
telur dari domba betina Blackface Dienukleasi dan diletakkan di sebelah sel
donor. Satu sampai delapan jam setelah pengambilan sel telur, diberikan kejutan
listrik untuk memfusikan kedua sel tersebut. Pada saat yang sama, pertumbuhan
embrio diaktifkan. Jika embrio ini dapat bertahan, embrio tersebut selanjutnya
ditransfer ke dalam uterus induk resipien. Induk resipien tersebut akan
mengandung hasil kloning tersebut hingga siap untuk dilahirkan.
b. Teknik Honolulu
Teknik ini terakreditasi atas nama Teruhiko Wakayama dan Ryuzo
Yanagimachi dari Universitas Hawai. Tim Ilmuwan dari Universitas Hawai
tersebut menggunakan teknik ini untuk menghasilkan tiga generasi tikus kloning
yang secara genetik identik pada bulan Juli 1998. Wakayama melakukan
pendekatan terhadap masalah sinkronisasi siklus sel yang berbeda dengan Wilmut.
Wakayama awalnya menggunakan tiga Tipe sel, yaitu sel sertoli, sel otak, dan sel
Cumulus sebagai sel donor. Sel sertoli dan sel otak berada dalam Stadium G0
secara alamiah dan sel Cumulus hampir selalu berada pada Stadium G0 ataupun
G1. Sementara itu, sel telur tikus yang tidak dibuahi digunakan sebagai sel
resipien. Setelah Dienukleasi, sel telur memiliki inti donor yang dimasukkan ke
dalamnya. Nukleus Donor diambil dari sel-sel dalam hitungan menit dari setiap
ekstrak sel tikus tersebut. Setelah satu jam, sel-sel telah menerima nukleus-
nukleus yang baru. Sel-sel tersebut kemudian ditumbuhkan dalam medium kultur
yang mengandung cytochalasin B. Cytochalasin B berfungsi untuk menghentikan
pembentukan badan polar. Sel-sel tersebut dibiarkan Berkembang menjadi
embrio-embrio. Embrio-embrio tersebut selanjutnya ditransplantasikan ke induk
resipien dan akan tetap berada di uterus sampai siap dilahirkan. Setelah terbukti
bahwa tekniknya dapat menghasilkan klon yang hidup, Wakayama membuat klon
dari klon dan membiarkan klon yang asli untuk melahirkan secara alamiah untuk
membuktikan bahwa mereka memiliki kemampuan reproduksi secara sempurna.
c. Teknik Lainnya
Ine (2004) mengemukakan bahwa metode terbaru yang lebih efisien untuk
kloning mencit telah dilakukan oleh Baguisi dan Overstrom (2000) dengan
menggunakan metode enuklease kimiawi yang dikombinasikan dengan injeksi
langsung inti donor untuk menghasilkan anak yang hidup. Namun, metode baru
ini masih memerlukan percobaan tambahan pada spesies lain untuk menentukan
efektivitasnya.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Kloning


Dewasa ini, terdapat beberapa hewan klon yang berhasil diproduksi dan
jumlahnya sudah cukup banyak, seperti kambing, domba, sapi, kelinci, dan lain
sebagainya. Namun tingkat keberhasilan pada beberapa jenis hewan seperti
anjing, ayam, kuda, dan primata tergolong masih rendah. Walaupun dengan
menggunakan teknik SCNT telah berhasil pada beberapa jenis spesies, namun
produksi hewan cloning masih sangat rendah, bahkan dengan tingkat efisiensi
kurang dari 1%. Yang menjadi tolak ukur untuk keberhasilan teknik SCNT adalah
kemampuan sitoplasma pada sel telur untuk memprogram inti dari sel donor dan
juga kemampuan sitoplasma untuk mencegah terjadinya perubahan secara
epigenetik selama dalam perkembangannya. Tercatat hanya sebagian kecil hasil
rekonstruksi yang dapat berkembang menjadi individu muda yang sehat dan rat-
rata laju keberhasilannya adalah kurang dari 4% (Setiawan, 2004).
Dalam jurnal Cloning Adult Far Animals disebutkan bahwa setidaknya ada
lima periode kegagalan dalam kloning hewan, yaitu:
1. Masa praimplitasi yang ditandai dengan 16>65% dari sel embrio gagal
berkembang menjadi moriula dan blastokista.
2. Usia fetus 30-60 hari dapat terjadi kematian 50-100% embrio yang
ditandai dengan adanya detak jantung embrio, plasenta hipoplastik, dan
sebagian berkembang dengan kotiledon rudimenter
3. Keguguran spontan pada trisemester kedua kehamilan yang disebabkan
oleh janin abnormal dan membran janin menebal dan menegalami edema;
4. Kematian janin hydrallantois dan terjadinya edema parah pada trisemester
ketiga;
5. Tingkat keberlangsunagn hidup yang rendah setelah kematian akibat
komplikasi
(Edwards, et. all, 2003).
Beberapa variabel yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan dari
teknik kloning adalah spesies, tipe sel donor inti, modifikasi genetik, ovum
resipien, perlakuan terhadap donor sebelum transfer inti, dan teknik dalam transfer
inti. Menurut Setiawan (2008), penyebab munculnya berbagai masalah dalam
teknik kloning hewan adalah adanya kesalahan saat pemrograman material
genetik dari sel donor. Sedangkan menurut HangBao (2004), faktor yang
menyebabkan ketidakefisienan kloning adalah tahapan siklus sel donor,
ketidaklengkapan pemrograman ulang nukleus, dan tipe sel donor yang
digunakan.

2.6 Pro Dan Kontra Kloning Pada Hewan


Pada dasarnya, semenjak berhasilnya kloning pada hewan domba, biotekn
ologi kloning menjadi bahan pembicaraan berbagai pihak, termasuk masyarakat d
an para peneliti. Banyak masyarakat yang pro dengan bioteknologi kloning terseb
ut, tetapi juga ada yang kontra dengan hal tersebut. Berikut ini adalah pro dan kon
tra yang masih sering dibicarakan oleh pihak-pihak tersebut.
1. Pro
Beberapa orang yg menentukan pro beranggapan bahwa kloning bisa mem
bentuk hewan yg sinkron menggunakan hasrat atau kebutuhan mereka, khususnya
para peternak. Dengan kloning, mereka jua bisa menghilangkan sifat negatif yg te
rdapat dan merubahnya menggunakan nilai positif yang diambil berdasarkan faun
a lainnya. Berikut merupakan beberapa poin berdasarkan mereka yang pro terhada
p kloning.
 Pergantian Organ – Pergantian organ yang dimaksud disini adalah bahwa
bagian tubuh hewan yang dikloning tersebut nantinya akan memiliki fungsi
tugas sebagai penyelamat. Maksudnya disini adalah apabila salah satu organ
tubuh hewan tersebut gagal berfungsi, maka ada kemungkinannya dapat
diganti dengan organ lain dengan cara mengkloningnya.
 Penelitian Genetika – Bioteknologi kloning hingga saat ini memiliki potensi
dalam penelitian genetika. Artinya, mereka dapat meneliti hasil rekayasa
genetika yang nantinya dapat digunakan untuk mencegah terserang penyakit
genetik.
 Sifat Khusus – Poin ketiga adalah mereka bisa menciptakan hewan dengan
sifat khusus seperti yang mereka mau dengan cara mengkloning antara hewan
satu dengan yang lainnya dengan mengambil kelebihan masing-masing.
Perubahan ini tentu menguntungkan beberapa pihak manusia.
( baca : Pengertian Genetika )
2. Kontra
Meskipun sampai ketika ini beberapa orang menentukan pro terhadap
kloning, akan tetapi tidak sedikit juga orang-orang yang kontra menggunakan
kloning tersebut. Mereka yang kontra beropini bahwa kloning bisa menyebabkan
menghilangnya keragaman yang terdapat pada alam. Beberapa poin kontra
kloning merupakan menjadi berikut:
 Malpraktrik – Proses rekayasa genetika yang tidak sesuai dengan aturan
yang ditetapkan dapat menimbulkan malpraktik dan resiko terbesarnya adalah
banyak hewan yang mati sia-sia karena malpraktik tersebut.
 Menentang Tuhan – Beberapa orang beranggapan bahwa kloning secara
agama berarti menentang apa yang Tuhan berikan dan merubah ciptaan
Tuhan.
 Keragaman Berkurang – Adanya kloning menyebabkan keragaman di alam
menjadi berkurang, selain itu makhluk hidup hasil kloning juga akan kesulitan
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
( baca : Keanekaragaman Hayati di Indonesia )
 Biaya Mahal – Seperti yang dijelaskan sebelumnya tentang proses kloning
pada hewan, bahwa proses tersebut membutuhkan teknologi yang adidaya
serta biaya yang tidak murah. Hal ini tentunya tidak efektif dan bukan
alternatif terbaik untuk menciptakan organisme baru dengan genetik khusus.
(Artikel terkait : Jenis Jenis Bioteknologi)
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Rusda, M. 2004. Kloning. Sumatera Utara: Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai