Anda di halaman 1dari 14

PAPER MATA KULIAH WAWASAN KEPENDIDIKAN

FIS120116

Sistem Pendidikan Makro Indonesia Pasca Pandemi COVID-19


Berdasarkan Tinjauan Aliran Progresivisme

Oleh
Made Devayana Krisna Pendit

Dosen Pengampu :
Dr. A. A. Istri Agung Rai Sudiatmika, M.Pd.
Putu Widiarini, S.Pd., M.Pd., M.Sc.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN FISIKA DAN PENGAJARAN IPA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................... i


BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
BAB II: Isi ....................................................................................................... 3
2.1.Landasan Teori .......................................................................................... 3
2.1.1. Sistem Pendidikan Makro di Indonesia ........................................ 3
2.1.2. Aliran Progresivisme dalam Sistem Pendidikan Indonesia .......... 5
2.2.Fakta Empiris ............................................................................................ 7
2.2.1. Aliran Progresivisme dalam Sistem Pendidikan Makro Indonesia 7
2.2.2. Perkembangan Sistem Pendidikan Makro di Indonesia Pasca
COVID-19 .....................................................................................
2.2.3. Keterlibatan Aliran Progresivisme dalam Pemulihan Sistem
Pendidikan Pasca COVID-19 ........................................................
BAB III: PENUTUP .......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
COVID-19 merupakan pandemi yang menjadi permasalahan
multidimensional di tengah berkembangnya era modern. Sektor pendidikan
merupakan salah satu sektor yang terdampak secara langsung. Hal in terjadi
karena pembelajaran yang biasanya diselenggarakan secara offline dalam
jaringan dimulai pasca diterbitkannya Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020
Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran
Coronavirus Disease (COVID-19) yang mengimbau bahwa proses
pembelajaran dilaksanakan di rumah masing-masing melalui pembelajaran
dalam jaringan (daring) atau jarak jauh dengan memanfaatkan jaringan internet
dalam proses pembelajarannya.
Walaupun demikian, pembelajaran yang tidak dilakukan dengan bertatap
muka tetap dampak signifikan terhadap proses pembelajaran. Hal tersebut
dikarenakan, pembelajaran secara utuh dibebankan kepada siswa untuk aktif
dalam mencari dan merangkum sumber-sumber bacaan yang terkait dengan
pembelajarannya. Bagi siswa yang bersungguh-sungguh, cara ini dapat lebih
menambah wawasan dibalik berkurangnya waktu berinteraksi dengan
lingkungan di luar rumah. Sebaliknya siswa yang tidak bersungguh-sungguh,
akan banyak menghabiskan waktu untuk berselancar di dunia maya yang tidak
memiliki relevansi dengan mata pembelajaran di sekolahnya.
Awal tahun 2022, di beberapa wilayah di Indonesia mengalami pelandaian
kasus COVID-19. Sehingga, mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB)
Empat Menteri Nomor 01/KB/2022, Nomor 408 Tahun 2022, Nomor
HK.01.08/MENKES/1140/2022, Nomor 420-1026 Tahun 2022 tentang Panduan
Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19, pembelajaran
tatap muka dapat dilakukan 50% hingga 100% kapasitas kelas dengan syarat
daerah PPKM level 1 dan 2 dengan tingkat vaksinasi dosis dua untuk pendidik
dan tenaga kependidikan di atas 80% dan lansia di atas 60%.

1
Tentunya dengan adanya kebijakan pembelajaran tatap muka terbatas ini,
mulai diberlakukan titik balik pemulihan di segala bidang, termasuk bidang
pendidikan. Walaupun masih dapat berjalan dengan cukup lancer, pembelajaran
dalam jaringan dirasa kurang efektif dalam meningkatkan daya kritis siswa. Hal
inilah yang melatarbelakangi penulis untuk membahas mengenai sistem
pendidikan makro di Indonesia pasca pandemic COVID-19 berdasarkan tinjauan
progresivisme. Peninjauan ini tentunya dibatasi dengan adanya waktu, dimulai
dengan masa transisi ke pembelajaran tatap muka hingga dimulainya pembuatan
paper ini.
1.2.Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana pengaruh aliran progresivisme dalam sistem pendidikan
makro di Indonesia?
1.2.2. Bagaimanakah perkembangan sistem pendidikan di Indonesia pasca
pandemi COVID-19?
1.2.3. Bagaimana keterlibatan aliran progresivisme dalam pemulihan sistem
pendidikan di Indonesia pasca COVID-19?

2
BAB II
ISI

2.1.Landasan Teori
2.1.1. Sistem Pendidikan Makro di Indonesia
Sistem merupakan suatu strategi, cara berpikir, dan model dari
pemikiran (Pidarta, 2007). Kemudian, pendidikan dapat diartikan
sebagai upaya seorang manusia yang belum dewasa menuju
kedewasaan (Langeveld, 1980). Kedewasaan seorang manusia
ditentukan oleh bagaimana seorang manusia memiliki mental, sikap,
emosional, dan kemampuan kognitif yang matang. Jadi, sistem
pendidikan dapat diartikan secara singkat sebagai strategi atau cara
berpikir unsur-unsur pendidikan dalam mengembangkan potensi-
potensi dalam diri manusia atau peserta didik menuju kedewasaan.
Sistem pendidikan makro di Indonesia dilakukan dalam lingkup
nasional, agar terwujud kemerataan pendidikan sesuai dengan amanat
pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 tentang hak dan kewajiban warga negara sekaligus kewajiban
pemerintah dalam memfasilitasi sistem pendidikan. Dengan kata lain,
sistem pendidikan makro di Indonesia dapat juga disebut dengan
sistem pendidikan nasional. Adapun, sistem pendidikan nasional
diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.
Menurut Rivai, dkk. (2010 dalam Junaid 2016), sasaran
pendidikan makro dapat diklasifikasikan menjadi sasaran kognitif
(pengembangan pengetahuan), sasaran psikomotorik (pengembangan
keterampilan dan kemampuan fisik), serta sasaran afektif
(pembentukan sikap dan karakter). Sasaran pendidikan makro ini
nantinya diperinci kembali dalam sasaran-sasaran mikro yang diukur
dari hasil belajar-mengajar yang telah dilakukan.
Dalam lingkup makro atau nasional, terdapat komponen-
komponen pendidikan yang harus saling terkait untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam pasal 3 Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003, yaitu mengembangkan potensi

3
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggungjawab. Menurut Rivai, dkk. (2010), komponen-
komponen dalam sistem pendidikan nasional, mencakup pendidik,
tenaga kependidikan, peserta didik, sarana dan prasarana pendidikan,
metode pembelajaran, kurikulum pendidikan, alat instruksi dan alat
penolong pendidikan, fasilitas pendidikan, anggaran pendidikan, serta
evaluasi pendidikan.
Pendidikan secara makro tentunya perlu sejalan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem pendidikan mikro.
Sistem pendidikan mikro merupakan sistem pendidikan yang
melingkupi sistem pendidikan yang dapat diolah secara langsung, baik
oleh lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan suatu individu
yang berbeda dengan individu lainnya. Hal ini terjadi agar dalam suatu
lingkungan masyarakat, terjadi keseimbangan antara kemampuan
spiritual (SQ), kemampuan intelegensi (IQ), dan kemampuan
emosional (EQ).
Perubahan-perubahan yang terdapat dalam lingkup pendidikan
makro menentukan perubahan dalam lingkup pendidikan mikro.
Sebaliknya, perubahan-perubahan dalam lingkup pendidikan mikro
dapat memengaruhi sistem pendidikan makro. Ini menandakan bahwa
perubahan pada sistem pendidikan makro perlu sejalan dengan
keadaan sistem pendidikan mikro. Adapun secara umum, perubahan
dalam sistem pendidikan nasional dipengaruhi oleh adanya saran-
saran dan masukan-masukan atas suatu keadaan yang berpotensi
mengancam keberlangsungan sistem pendidikan itu sendiri. Sehingga,
untuk dapat mewujudkan tujuan dari sistem pendidikan nasional,
setiap komponen pendidikan diharapkan tanggap dan mampu
menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam pendidikan.

4
2.1.2. Aliran Progresivisme dalam Sistem Pendidikan Indonesia
Aliran progresivisme, berasal dari akar kata progress yang
artinya kemajuan. Aliran progresivisme menghendaki adanya
kemajuan yang membawa suatu perubahan-perubahan secara cepat
(Muhmidayeli, 2011: 15 dalam Siti 2020). Aliran progresivisme
dipelopori oleh John Dewey yang mendefiniskan bahwa
progresivisme pendidikan dapat dikembangkan dari pengalaman
sebelumnya untuk kemudian mampu meningkatkan kemampuan
menyelesaikan masalah-masalah yang akan datang di kemudian hari.
Selain itu, dalam aliran ini John Dewey juga menghendaki adanya
fleksibiltas dalam dunia pendidikan karena pendidikan yang bersifat
otoriter akan mematikan potensi peserta didik.
Dalam prosesnya, aliran progresivisme berusaha menanggapi
secara positif pengaruh-pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam proses pengembangan dan penyempuranaan lingkungan. Hal
tersebut hanya dapat terjadi apabila manusia menerapkan
kecerdasannya dengan pemikiran ilmiah untuk menyelesaikan
permasalahan pribadi ataupun sosial disekitarnya. Aliran
progresivisme memiliki sifat yang terbuka, dinamis, fleksibel, dan
toleran. Dengan kata lain, aliran ini beranggapan bahwa ilmu
pengetahuan yang benar pada masa kini belum tentu benar di masa
depan. Dalam konteks ini, maka pendidikan akan berhasil jika para
peserta didik aktif dalam pembelajaran sehingga mendapatkan
pengalaman dan melatih kemampuan berpikir secara menyeluruh.
Kemampuan berpikir secara menyeluruh berdasarkan
pandangan progresivisme memiliki kaitan dengan kecerdasan yang
dimiliki oleh seorang manusia. Hal ini juga berkaitan erat dengan
multiple intelligences atau kecerdasan ganda. Dengan kata lain, untuk
mendukung terwujudnya kemampuan berpikir menyeluruh,
pengembangan kecerdasan tidak hanya berpusat pada hal yang
bersifat logis dan matematis, melainkan kecerdasan multidisiplin
lainnya. Adapun, macam-macam kecerdasan manusia (multiple

5
intelligences) dijelaskan oleh Howard Gardner ke sembilan jenis
kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logis-matematis,
kecerdasan visual-spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestesi,
kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan
naturalis, dan kecerdasan eksistensial.
Aliran progresivisme memberikan beberapa kelebihan dalam
proses pengembangan pendidikan di Indonesia, yaitu:
a. Memiliki nilai-nilai yang bersifat fleksibel dari adanya
perubahan, sehingga memotivasi adanya penelitian-penelitian
yang berpotensi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
b. Memiliki sifat yang toleran dan terbuka yang berprospek pada
kemajuan yang disertai tindakan konstruktif, inovatif, dan
reformatif.
c. Peserta didik diberikan suatu kebebasan secara fisik maupun
cara berpikir untuk dapat mengembangkan bakat dan
kreativitasnya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat
oleh orang lain.
d. Kualitas peserta didik terus maju untuk menjawab tantangan
zaman dan peradaban baru.
Namun dalam aliran progresivisme, terdapat beberapa
kelemahan yang perlu untuk diminimalisir dampaknya, yaitu:
a. Pendidikan terhadap individu terlalu ditekan, sehingga terjadi
pengelompokan-pengelompokan berdasarkan bakat dan minat.
Hal ini dapat diminimalisir dengan adanya pemerataan sarana
dan prasana yang mendukung perkembangan setiap jenis
kecerdasan yang dimiliki oleh manusia, sehingga tidak ada
kesenjangan dalam proses pengembangan antara satu jenis
kecerdasan dengan jenis kecerdasan yang lainnya.
b. Peserta didik diberikan kebebasan untuk dapat merencanakan
sesuatu sendiri namun dapat saja melepas tanggung jawab dari
tugas-tugasnya.

6
2.2.Fakta Empiris
2.2.1. Aliran Progresivisme dalam Sistem Pendidikan Makro Indonesia
Progresivisme merupakan aliran yang menghendaki adanya
fleksibililtas dalam dunia pendidikan dengan tujuan memajukan dunia
pendidikan itu sendiri. Dengan kata lain, pendidikan harus bersifat
terbuka dan bertumpu pada keaktifan siswa. Pembelajaran yang
bertumpu pada keaktifan siswa sebenarnya telah diberlakukan dalam
sistem pendidikan nasional dengan diluncurkannya kurikulum CBSA
(Cara Belajar Siswa Aktif) pada tahun 1984. Menurut Levinne (1985
dalam Siti 2020), terdapat lima hal yang dibutuhkan dalam proses
pendidikan, yaitu:
a. Pendidik atau guru tidak diperbolehkan berlaku otoriter,
melainkan sebagai fasilitator bagi peserta didik.
b. Proses pendidikan tidak eksklusif pada metode yang terlalu
fokus pada penggunaan buku.
c. Tidak menggunakan metode hafalan, karena berpotensi
menekan keaktifan siswa.
d. Pendidikan harus terbuka, bersifat luwes, dan sesuai dengan
kenyataan sosial sehingga ilmu pengetahuan dapat terus
mengalami pembaharuan.
e. Tidak memperkenankan hukuman fisik, karena berpotensi
menimbulkan ketakutan yang mengakibatkann peserta didik
tidak berkembang.
Hal-hal yang dibutuhkan dalam proses ini dianggap sejalan dengan
prinsip-prinsip aliran pendidikan progresivisme, sebagai berikut:
a. Peserta didik harus diberikan kebebasan untuk dapat
berkembang secara natural.
b. Pengalaman yang secara langsung didapat oleh peserta didik
merupakan stimulus untuk belajar.
c. Guru merupakan pemandu sekaligus fasilitator pendidikan.
d. Lembaga pendidikan harus dapat mengubah peserta didik.

7
e. Kerjasama peserta didik di lembaga pendidikan dan di rumah
terjalin dengan baik.
Aliran progresivisme tetap memiliki pengaruh dan relevan
dikembangkan hingga saat ini, khususnya pada kurikulum Merdeka
Belajar. Aliran progresivisme pada sistem pendidikan nasional, secara
eksplisit dalam empat kebijakan pokok Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia (2019: 1-5), sebagai berikut:
a. Ujian Nasional (UN) akan digantikan dengan Asesemen
Kompentensi Minimum dan Survei Karakter, dengan tujuan
menekankan kemampuan literasi dan numerasi. Asesmen
Kompetensi Minimum dilaksanakan di kelas 4, 8, dan 11 yang
mana hasilnya dijadikan sebagai masukan bagi lembaga
pendidikan untuk mengadakan perbaikan di proses
pembelajaran berikutnya.
b. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) diserahkan ke
sekolah. Sekolah diberikan kemerdekaan untuk menentukan
bentuk penilaian terhadap kemampuan peserta didik.
c. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
dimana RPP disederhanakan dengan harapan tidak ada waktu
dari seorang guru yang tersita untuk proses administrasi.
d. Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), sistem zonasi
diperluas di daerah 3T. Adapun untuk kewenangnan mengenai
hal ini secara teknis dilimpahkan kepada pemerintah daerah.
Dengan adanya kebijakan tersebut, sistem pendidikan nasional
di Indonesia dapat dikatakan mengikuti aliran progresivisme dalam
bidang pendidikan. Hal ini terbukti dari kurikulum merdeka belajar
yang memberikan kemerdekaan kepada lembaga-lembaga pendidikan
untuk mengeksplorasi kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh
peserta didik.

8
2.2.2. Perkembangan Sistem Pendidikan Makro di Indonesia Pasca
COVID-19
COVID-19 membawa banyak perubahan yang bersifat
multidisiplin. Begitu pula dampak COVID-19 yang dirasakan pada
sistem pendidikan nasional. Pandemi COVID-19 memaksa setiap
orang untuk membatasi sosialisasi luar ruang dengan tetap berdiam
diri di rumah. Begitupula dengan kegiatan belajar-mengajar yang
mengalami transformasi dari pembelajaran yang bersifat offline
menjadi pembelajaran yang bersifat online.
Dalam sistem pendidikan nasional, pembelajaran yang bersifat
online menjadi tantangan sendiri bagi pendidikan dasar. Kurang
optimalnya interaksi dengan pendidik dan ditambah dengan kesibukan
orang tua, membuat pembelajaran peserta didik sekolah dasar menjadi
tidak terarah, salah satunya adalah menurunnya tingkat kemampuan
siswa sekolah dasar dalam membaca. Hal ini diperkuat dengan data
tingkat buta aksara dalam rentang 2019-2022 menurut bps.go.id,
dimana untuk untuk siswa laki-laki mengalami kenaikan
2.2.3. Keterlibatan Aliran Progresivisme dalam Pemulihan Sistem
Pendidikan Pasca COVID-19

9
BAB III
PENUTUP

10
DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2021. Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Buta Huruf (Persen),
2019-2021. Diakses secara online melalui:
https://www.bps.go.id/indicator/40/539/1/penduduk-berumur-10-tahun-ke-
atas-yang-buta-huruf.html , pada 12 Desember 2022, pukul 21.30 WITA
Fitri, W., 2021. Dampak Penyebaran Covid-19 terhadap Dunia Pendidikan dan
Sanitasi Di Indonesia. Syntax, 3(1), hlm.56-72.
Gera, I.G., 2020. Analisis Pembelajaran E-Learning dalam Perspektif Aliran
Filsafat Pendidikan Progresivisme. Lisyabab, 1(2), hlm.167-178.
Junaid, H. 2016. Sumber, Azas dan Landasan Pendidikan (Kajian Fungsionalisasi
secara Makro dan Mikro terhadap Rumusan Kebijakan Pendidikan
Nasional). Sulesana: Jurnal Wawasan Keislaman, 7(2), 84-102.
https://doi.org/10.24252/.v7i2.1380
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2020. Surat Edaran
Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam
Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19). Diakses
secara online melalui https://pusdiklat.kemdikbud.go.id/surat-edaran-
mendikbud-no-4-tahun-2020-tentang-pelaksanaan-kebijakan-pendidikan-
dalam-masa-darurat-penyebaran-corona-virus-disease-covid-1-9/ , pada 10
Desember 2022, pukul 21.00 WITA.
Mustaghfiroh, S., 2020. Konsep “Merdeka Belajar” Perspektif Aliran
Progresivisme John Dewey. Jurnal Studi Guru Dan Pembelajaran, 3(1),
hlm.141-147.
Nanggala, A. & Suryadi, K., 2021. Analisis Konsep Kampus Merdeka dalam
Perspektif Aliran Filsafat Pendidikan Progresivisme dan Perenialisme.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(1), hlm.14-26.
Nurjanah, S. dkk., 2021. Mengintegrasikan Pendekatan STEM (Science,
Technology Engineering and Mathematics) dalam Pembelajaran IPA untuk
Meningkatkan Daya Pikir Kritis Siswa. PISCES: Proceeding of Integrative
Science Education Seminar (Vol. 1, No. 1, hlm. 24-32).

11
Pusdiklat Perpusnas. ---. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2004 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diakses secara online melalui
https://pusdiklat.perpusnas.go.id/regulasi/download/ , pada 10 Desember
2022, pukul 13.45 WITA.
Sari, W., dkk., 2020. Analisis Kebijakan Pendidikan terkait Implementasi
Pembelajaran Jarak Jauh pada Masa Darurat Covid 19. Jurnal Mappesona,
3(2).

12

Anda mungkin juga menyukai