Anda di halaman 1dari 17

SISTEM PENDIDIKAN MAKRO INDONESIA PASCA PANDEMI

COVID-19 BERDASARKAN TINJAUAN ALIRAN PROGRESIVISME

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Wawasan Kependidikan

Oleh
Made Devayana Krisna Pendit (2213021005)

Dosen Pengampu:
Dr. A. A. Istri Agung Rai Sudiatmika, M.Pd.
Putu Widiarini, S.Pd., M.Pd., M.Sc.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN FISIKA DAN PENGAJARAN IPA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................... i


BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
BAB II: Isi ....................................................................................................... 3
2.1.Landasan Teori .......................................................................................... 3
2.1.1. Sistem Pendidikan Makro di Indonesia ........................................ 3
2.1.2. Aliran Progresivisme dalam Sistem Pendidikan Indonesia .......... 5
2.2.Fakta Empiris ............................................................................................ 7
2.2.1. Aliran Progresivisme dalam Sistem Pendidikan Makro Indonesia 7
2.2.2. Perkembangan Sistem Pendidikan Makro Indonesia di Era
Pandemi COVID-19 ...................................................................... 9
2.2.3. Keterlibatan Aliran Progresivisme dalam Pemulihan Sistem
Pendidikan Pasca COVID-19 ........................................................ 10
2.2.4. Implikasi Aliran Progresivisme dalam Meningkatkan Kualitas
Sistem Pendidikan Makro Pasca COVID-19 ................................ 11
BAB III: PENUTUP ....................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 14

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
COVID-19 merupakan pandemi yang menjadi permasalahan
multidimensional di tengah berkembangnya era modern. Sektor pendidikan
merupakan salah satu sektor yang terdampak secara langsung. Hal in terjadi
karena pembelajaran yang biasanya diselenggarakan secara offline dalam
jaringan dimulai pasca diterbitkannya Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020
Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran
Coronavirus Disease (COVID-19) yang mengimbau bahwa proses
pembelajaran dilaksanakan di rumah masing-masing melalui pembelajaran
dalam jaringan (daring) atau jarak jauh dengan memanfaatkan jaringan internet
dalam proses pembelajarannya.
Walaupun demikian, pembelajaran yang tidak dilakukan dengan bertatap
muka tetap dampak signifikan terhadap proses pembelajaran. Hal tersebut
dikarenakan, pembelajaran secara utuh dibebankan kepada siswa untuk aktif
dalam mencari dan merangkum sumber-sumber bacaan yang terkait dengan
pembelajarannya. Bagi siswa yang bersungguh-sungguh, cara ini dapat lebih
menambah wawasan dibalik berkurangnya waktu berinteraksi dengan
lingkungan di luar rumah. Sebaliknya siswa yang tidak bersungguh-sungguh,
akan banyak menghabiskan waktu untuk berselancar di dunia maya yang tidak
memiliki relevansi dengan mata pembelajaran di sekolahnya.
Awal tahun 2022, di beberapa wilayah di Indonesia mengalami pelandaian
kasus COVID-19. Sehingga, mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB)
Empat Menteri Nomor 01/KB/2022, Nomor 408 Tahun 2022, Nomor
HK.01.08/MENKES/1140/2022, Nomor 420-1026 Tahun 2022 tentang Panduan
Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19, pembelajaran
tatap muka dapat dilakukan 50% hingga 100% kapasitas kelas dengan syarat
daerah PPKM level 1 dan 2 dengan tingkat vaksinasi dosis dua untuk pendidik
dan tenaga kependidikan di atas 80% dan lansia di atas 60%.

1
Tentunya dengan adanya kebijakan pembelajaran tatap muka terbatas ini,
mulai diberlakukan titik balik pemulihan di segala bidang, termasuk bidang
pendidikan. Walaupun masih dapat berjalan dengan cukup lancer, pembelajaran
dalam jaringan dirasa kurang efektif dalam meningkatkan daya kritis siswa. Hal
inilah yang melatarbelakangi penulis untuk membahas mengenai sistem
pendidikan makro di Indonesia pasca pandemic COVID-19 berdasarkan tinjauan
progresivisme. Peninjauan ini tentunya dibatasi dengan adanya waktu, dimulai
dengan masa transisi ke pembelajaran tatap muka hingga dimulainya pembuatan
paper ini.
1.2.Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana pengaruh aliran progresivisme dalam sistem pendidikan
makro di Indonesia?
1.2.2. Bagaimanakah perkembangan sistem pendidikan makro Indonesia di
era pandemi COVID-19?
1.2.3. Bagaimana keterlibatan aliran progresivisme dalam pemulihan sistem
pendidikan di Indonesia pasca COVID-19?
1.2.4. Bagaimana implikasi aliran progresivisme dalam meningkatkan
kualitas sistem pendidikan makro pasca COVID-19?

2
BAB II
ISI

2.1.Landasan Teori
2.1.1. Sistem Pendidikan Makro di Indonesia
Sistem merupakan suatu strategi, cara berpikir, dan model dari
pemikiran (Pidarta, 2007). Kemudian, pendidikan dapat diartikan
sebagai upaya seorang manusia yang belum dewasa menuju
kedewasaan (Langeveld, 1980). Kedewasaan seorang manusia
ditentukan oleh bagaimana seorang manusia memiliki mental, sikap,
emosional, dan kemampuan kognitif yang matang. Jadi, sistem
pendidikan dapat diartikan secara singkat sebagai strategi atau cara
berpikir unsur-unsur pendidikan dalam mengembangkan potensi-
potensi dalam diri manusia atau peserta didik menuju kedewasaan.
Sistem pendidikan makro di Indonesia dilakukan dalam lingkup
nasional, agar terwujud kemerataan pendidikan sesuai dengan amanat
pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 tentang hak dan kewajiban warga negara sekaligus kewajiban
pemerintah dalam memfasilitasi sistem pendidikan. Dengan kata lain,
sistem pendidikan makro di Indonesia dapat juga disebut dengan
sistem pendidikan nasional. Adapun, sistem pendidikan nasional
diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.
Menurut Rivai, dkk. (2010 dalam Junaid 2016), sasaran
pendidikan makro dapat diklasifikasikan menjadi sasaran kognitif
(pengembangan pengetahuan), sasaran psikomotorik (pengembangan
keterampilan dan kemampuan fisik), serta sasaran afektif
(pembentukan sikap dan karakter). Sasaran pendidikan makro ini
nantinya diperinci kembali dalam sasaran-sasaran mikro yang diukur
dari hasil belajar-mengajar yang telah dilakukan.
Dalam lingkup makro atau nasional, terdapat komponen-
komponen pendidikan yang harus saling terkait untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam pasal 3 Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003, yaitu mengembangkan potensi

3
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggungjawab. Menurut Rivai, dkk. (2010), komponen-
komponen dalam sistem pendidikan nasional, mencakup pendidik,
tenaga kependidikan, peserta didik, sarana dan prasarana pendidikan,
metode pembelajaran, kurikulum pendidikan, alat instruksi dan alat
penolong pendidikan, fasilitas pendidikan, anggaran pendidikan, serta
evaluasi pendidikan.
Pendidikan secara makro tentunya perlu sejalan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem pendidikan mikro.
Sistem pendidikan mikro merupakan sistem pendidikan yang
melingkupi sistem pendidikan yang dapat diolah secara langsung, baik
oleh lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan suatu individu
yang berbeda dengan individu lainnya. Hal ini terjadi agar dalam suatu
lingkungan masyarakat, terjadi keseimbangan antara kemampuan
spiritual (SQ), kemampuan intelegensi (IQ), dan kemampuan
emosional (EQ).
Perubahan-perubahan yang terdapat dalam lingkup pendidikan
makro menentukan perubahan dalam lingkup pendidikan mikro.
Sebaliknya, perubahan-perubahan dalam lingkup pendidikan mikro
dapat memengaruhi sistem pendidikan makro. Ini menandakan bahwa
perubahan pada sistem pendidikan makro perlu sejalan dengan
keadaan sistem pendidikan mikro. Adapun secara umum, perubahan
dalam sistem pendidikan nasional dipengaruhi oleh adanya saran-
saran dan masukan-masukan atas suatu keadaan yang berpotensi
mengancam keberlangsungan sistem pendidikan itu sendiri. Sehingga,
untuk dapat mewujudkan tujuan dari sistem pendidikan nasional,
setiap komponen pendidikan diharapkan tanggap dan mampu
menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam pendidikan.

4
2.1.2. Aliran Progresivisme dalam Sistem Pendidikan Indonesia
Aliran progresivisme, berasal dari akar kata progress yang
artinya kemajuan. Aliran progresivisme menghendaki adanya
kemajuan yang membawa suatu perubahan-perubahan secara cepat
(Muhmidayeli, 2011: 15 dalam Siti 2020). Aliran progresivisme
dipelopori oleh John Dewey yang mendefiniskan bahwa
progresivisme pendidikan dapat dikembangkan dari pengalaman
sebelumnya untuk kemudian mampu meningkatkan kemampuan
menyelesaikan masalah-masalah yang akan datang di kemudian hari.
Selain itu, dalam aliran ini John Dewey juga menghendaki adanya
fleksibiltas dalam dunia pendidikan karena pendidikan yang bersifat
otoriter akan mematikan potensi peserta didik.
Dalam prosesnya, aliran progresivisme berusaha menanggapi
secara positif pengaruh-pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam proses pengembangan dan penyempuranaan lingkungan. Hal
tersebut hanya dapat terjadi apabila manusia menerapkan
kecerdasannya dengan pemikiran ilmiah untuk menyelesaikan
permasalahan pribadi ataupun sosial disekitarnya. Aliran
progresivisme memiliki sifat yang terbuka, dinamis, fleksibel, dan
toleran. Dengan kata lain, aliran ini beranggapan bahwa ilmu
pengetahuan yang benar pada masa kini belum tentu benar di masa
depan. Dalam konteks ini, maka pendidikan akan berhasil jika para
peserta didik aktif dalam pembelajaran sehingga mendapatkan
pengalaman dan melatih kemampuan berpikir secara menyeluruh.
Kemampuan berpikir secara menyeluruh berdasarkan
pandangan progresivisme memiliki kaitan dengan kecerdasan yang
dimiliki oleh seorang manusia. Hal ini juga berkaitan erat dengan
multiple intelligences atau kecerdasan ganda. Dengan kata lain, untuk
mendukung terwujudnya kemampuan berpikir menyeluruh,
pengembangan kecerdasan tidak hanya berpusat pada hal yang
bersifat logis dan matematis, melainkan kecerdasan multidisiplin
lainnya. Adapun, macam-macam kecerdasan manusia (multiple

5
intelligences) dijelaskan oleh Howard Gardner ke sembilan jenis
kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logis-matematis,
kecerdasan visual-spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestesi,
kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan
naturalis, dan kecerdasan eksistensial.
Aliran progresivisme memberikan beberapa kelebihan dalam
proses pengembangan pendidikan di Indonesia, yaitu:
a. Memiliki nilai-nilai yang bersifat fleksibel dari adanya
perubahan, sehingga memotivasi adanya penelitian-penelitian
yang berpotensi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
b. Memiliki sifat yang toleran dan terbuka yang berprospek pada
kemajuan yang disertai tindakan konstruktif, inovatif, dan
reformatif.
c. Peserta didik diberikan suatu kebebasan secara fisik maupun
cara berpikir untuk dapat mengembangkan bakat dan
kreativitasnya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat
oleh orang lain.
d. Kualitas peserta didik terus maju untuk menjawab tantangan
zaman dan peradaban baru.
Namun dalam aliran progresivisme, terdapat beberapa
kelemahan yang perlu untuk diminimalisir dampaknya, yaitu:
a. Pendidikan terhadap individu terlalu ditekan, sehingga terjadi
pengelompokan-pengelompokan berdasarkan bakat dan minat.
Hal ini dapat diminimalisir dengan adanya pemerataan sarana
dan prasana yang mendukung perkembangan setiap jenis
kecerdasan yang dimiliki oleh manusia, sehingga tidak ada
kesenjangan dalam proses pengembangan antara satu jenis
kecerdasan dengan jenis kecerdasan yang lainnya.
b. Peserta didik diberikan kebebasan untuk dapat merencanakan
sesuatu sendiri namun dapat saja melepas tanggung jawab dari
tugas-tugasnya.

6
2.2.Fakta Empiris
2.2.1. Aliran Progresivisme dalam Sistem Pendidikan Makro Indonesia
Progresivisme merupakan aliran yang menghendaki adanya
fleksibililtas dalam dunia pendidikan dengan tujuan memajukan dunia
pendidikan itu sendiri. Dengan kata lain, pendidikan harus bersifat
terbuka dan bertumpu pada keaktifan siswa. Pembelajaran yang
bertumpu pada keaktifan siswa sebenarnya telah diberlakukan dalam
sistem pendidikan nasional dengan diluncurkannya kurikulum CBSA
(Cara Belajar Siswa Aktif) pada tahun 1984. Menurut Levinne (1985
dalam Siti 2020), terdapat lima hal yang dibutuhkan dalam proses
pendidikan, yaitu:
a. Pendidik atau guru tidak diperbolehkan berlaku otoriter,
melainkan sebagai fasilitator bagi peserta didik.
b. Proses pendidikan tidak eksklusif pada metode yang terlalu
fokus pada penggunaan buku.
c. Tidak menggunakan metode hafalan, karena berpotensi
menekan keaktifan siswa.
d. Pendidikan harus terbuka, bersifat luwes, dan sesuai dengan
kenyataan sosial sehingga ilmu pengetahuan dapat terus
mengalami pembaharuan.
e. Tidak memperkenankan hukuman fisik, karena berpotensi
menimbulkan ketakutan yang mengakibatkann peserta didik
tidak berkembang.
Hal-hal yang dibutuhkan dalam proses ini dianggap sejalan dengan
prinsip-prinsip aliran pendidikan progresivisme, sebagai berikut:
a. Peserta didik harus diberikan kebebasan untuk dapat
berkembang secara natural.
b. Pengalaman yang secara langsung didapat oleh peserta didik
merupakan stimulus untuk belajar.
c. Guru merupakan pemandu sekaligus fasilitator pendidikan.
d. Lembaga pendidikan harus dapat mengubah peserta didik.

7
e. Kerjasama peserta didik di lembaga pendidikan dan di rumah
terjalin dengan baik.
Aliran progresivisme tetap memiliki pengaruh dan relevan
dikembangkan hingga saat ini, khususnya pada kurikulum Merdeka
Belajar. Aliran progresivisme pada sistem pendidikan nasional, secara
eksplisit dalam empat kebijakan pokok Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia (2019: 1-5), sebagai berikut:
a. Ujian Nasional (UN) akan digantikan dengan Asesemen
Kompentensi Minimum dan Survei Karakter, dengan tujuan
menekankan kemampuan literasi dan numerasi. Asesmen
Kompetensi Minimum dilaksanakan di kelas 4, 8, dan 11 yang
mana hasilnya dijadikan sebagai masukan bagi lembaga
pendidikan untuk mengadakan perbaikan di proses
pembelajaran berikutnya.
b. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) diserahkan ke
sekolah. Sekolah diberikan kemerdekaan untuk menentukan
bentuk penilaian terhadap kemampuan peserta didik.
c. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
dimana RPP disederhanakan dengan harapan tidak ada waktu
dari seorang guru yang tersita untuk proses administrasi.
d. Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), sistem zonasi
diperluas di daerah 3T. Adapun untuk kewenangnan mengenai
hal ini secara teknis dilimpahkan kepada pemerintah daerah.
Dengan adanya kebijakan tersebut, sistem pendidikan nasional
di Indonesia dapat dikatakan mengikuti aliran progresivisme dalam
bidang pendidikan. Hal ini terbukti dari kurikulum merdeka belajar
yang memberikan kemerdekaan kepada lembaga-lembaga pendidikan
untuk mengeksplorasi kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh
peserta didik.

8
2.2.2. Perkembangan Sistem Pendidikan Makro Indonesia di Era
Pandemi COVID-19
COVID-19 membawa banyak perubahan yang bersifat
multidisiplin. Begitu pula dampak COVID-19 yang dirasakan pada
sistem pendidikan nasional. Pandemi COVID-19 memaksa setiap
orang untuk membatasi sosialisasi luar ruang dengan tetap berdiam
diri di rumah. Begitupula dengan kegiatan belajar-mengajar yang
mengalami transformasi dari pembelajaran yang bersifat offline
menjadi pembelajaran yang bersifat online.
Dalam sistem pendidikan nasional, pembelajaran yang bersifat
online menjadi tantangan sendiri bagi pendidikan dasar. Kurang
optimalnya interaksi dengan pendidik dan ditambah dengan kesibukan
orang tua, membuat pembelajaran peserta didik sekolah dasar menjadi
tidak terarah, salah satunya adalah menurunnya tingkat kemampuan
siswa sekolah dasar dalam membaca pada siswa laki-laki dalam
rentang usia 10 tahun ke atas. Hal ini diperkuat dengan data tingkat
buta aksara dalam rentang 2019-2021 menurut bps.go.id, dimana pada
2021 untuk untuk siswa laki-laki mengalami kenaikan 0,08% dalam
angka buta aksara dibanding dengan tahun 2019.
Walaupun demikian, ditinjau dari sistematika ketanggapan
pemerintah pusat terhadap permasalahan pendidikan di era pandemi,
sistem pendidikan dapat dikatakan mengalami kemajuan-kemajuan
dari waktu ke waktu. Kemajuan tersebut dapat dilihat melalui upaya
pembelajaran yang dilakukan dari awal pandemi hingga akhir
pandemi. Pada awal pandemi, pembelajaran baik SD, SMP, dan SMA
dilakukan melalui saluran televisi dengan standar pembelajaran
nasional. Kemudian, media pembelajaran secara berangsur-angsur
mengalami perkembangan, seperti mulai digunakannya LMS
(Learning Management System) atau yang dapat disebut dengan e-
learning, penggunaan aplikasi-aplikasi google, penyediaan video
konferensi secara online, serta penggunaan website kuis untuk
penilaian (Safarati, 2020).

9
2.2.3. Keterlibatan Aliran Progresivisme dalam Pemulihan Sistem
Pendidikan Pasca COVID-19
Dimulainya kebijakan untuk tatap muka secara terbatas menjadi
titik terang, mengingat banyaknya tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanaan pendidikan secara nasional selama pandemi COVID-19.
Aliran progresivisme tetap memiliki keterlibatan dalam proses
pemulihan sistem pendidikan pasca COVID-19, salah satunya sebagai
dasar adanya perubahan-perubahan yang bersifat positif. Terlebih lagi,
kegiatan-kegiatan akademik telah kembali dilakukan.
Jika ditinjau berdasarkan aliran progresivisme, sistem
pendidikan makro di Indonesia mengalami perubahan yang mengarah
pada heterogenisasi. Pertama adalah heterogenisasi dalam model-
model pembelajaran. Menurut Rohana (2020), terdapat empat model
pembelajaran yang berkembang pasca pandemi COVID-19, sebagai
berikut.
a. Model daring, dimana pembelajaran dapat dilakukan dengan
memanfaatkan fasilitas di sekitar lingkungan tempat belajar
melalui sistem online. Model pembelajaran secara daring tetap
diberlakukan pada kawasan zona merah COVID-19. Model
pembelajaran daring dapat dilakukan dengan kelas maya
(Google Classroom), video, audio, video konferensi, hingga
sistem e-learning.
b. Model luring, merupakan model pembelajaran yang
dilakukan dengan bertatap muka dan memperhatikan protocol
Kesehatan yang berlaku. Saat ini, model pembelajaran luring
sudah dapat dilakukan secara penuh. Pembelajaran luring
cocok digunakan pada kawasan zona hijau yang kurang
mendukung pembelajaran daring. Selain itu, model belajar
luring biasa dipakai saat terdapat pembelajaran yang berkaitan
dengan praktikum secara langsung.
c. Project based learning, yaitu suatu model pembelajaran yang
bertujuan untuk memberikan pelatihan kepada peserta didik

10
untuk bisa berkolaborasi, gotong royong, dan memiliki rasa
empati dengan sesama. Model pembelajaran ini sering
diterapkan dalam kelompok kecil yang mengerjakan suatu
proyek inovatif yang berbasis eksperimen.
d. Blended learning, yaitu suatu model belajar yang
memanfaatkan pendekatan yang beragam dalam
pembelajaran, seperti menggunakan kombinasi antara
pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran berbasis
komputer secara offline dan online. Tujuan pembelajaran
secara blanded ini adalah membantu guru dan siswa
berkembang dalam proses belajar mengajar yang sesuai
dengan gaya belajar dan pilihan dalam belajar.
Selain heterogenisasi dalam model-model pembelajaran,
sumber-sumber belajar juga mengalami heterogenisasi. Dengan kata
lain, seorang siswa tidak hanya terpaku pada buku teks atau materi
yang diberikan oleh guru, namun dituntut untuk aktif dalam
menggunakan sumber-sumber belajar. Kemudian, dalam pemulihan
sistem pendidikan pasca COVID-19, proses belajar-mengajar menjadi
sangat fleksibel, sehingga siswa diharapkan dapat belajar kapan saja,
dimana saja, dan dengan siapa saja.
2.2.4. Implikasi Aliran Progresivisme dalam Meningkatkan Kualitas
Sistem Pendidikan Makro Pasca COVID-19
Aliran progresivisme memiliki ciri khas yaitu menghendaki
adanya kemajuan yang bermanfaat. Dalam bidang ilmu pengetahuan,
kemajuan pendidikan menjadikan pengetahuan yang kita dapatkan
pada masa sekarang, belum tentu tetap menjadi sebuah kebenaran di
masa yang akan datang. Sehingga dalam penerapannya aliran
progresivisme banyak diimplikasikan untuk menekankan pentingnya
pengembangan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
memecahkan masalah secara mandiri.
Dalam konteks pemulihan sistem pendidikan makro di Indonesia
pasca COVID-19, untuk meningkatkan kemajuan dari kualitas sistem

11
pendidikan makro di Indonesia, aliran progresivisme dapat
diimplikasikan dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Mengembangkan kurikulum yang lebih fleksbel terhadap
inovasi, dimana untuk meningkatkan kulitas sistem pendidikan
makro di Indonesia pasca COVID-19, memerlukan penyesuaian
kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan siswa dan
meningkatkan respon siswa terhadap perubahan di lingkungan
sekitarnya.
b. Meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis,
dimana aliran progresivisme menekankan pentingnya siswa
memiliki pemikiran yang kritis dan dapat menyelesaikan
masalahnya secara mandiri, termasuk pula berpikir secara kritis
untuk dapat beradaptasi kembali dengan pembelajaran tatap
muka. Salah satu strategi yang dapat diimplikasikan untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, yaitu dengan
memberikan pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran
berbasis kontekstual.
c. Meningkatkan partisipasi siswa dalam proses
pembelajaran, dimana pendidik mengajak siswa untuk terlibat
secara aktif dalam pembelajaran, utamanya sebagai langkah
perbaikan dari menurunnya keakifan akibat pengaruh
pembelajaran jarak jauh selama pandemic COVID-19.
d. Meningkatkan kemampuan adaptasi siswa terhadap
perubahan situasi, dimana pendidik bertanggungjawab untuk
membantu siswa dalam beradaptasi dan membangun
kemampuan siswa untuk belajar secara mandiri, khususnya bagi
siswa yang masih terdampak pada aspek teknologi
pembelajaran.

12
BAB III
PENUTUP

Aliran progresivisme bukanlah merupakan aliran baru yang digunakan dalam


sistem pendidikan makro di Indonesia. Pendidikan makro di Indonesia mencakup
pendidikan secara nasional serta melingkupi sistem pendidikan mikro di dalamnya.
Dewasa ini, implementasi aliran progresivisme pendidikan paling dirasakan pada
kurikulum merdeka belajar, aliran progresivisme nampak pada diberikannya
kemerdekaan kepada pendidik untuk mengeksplorasi kemampuan dan potensi yang
dimiliki oleh peserta didik.
Namun, implementasi aliran progresivisme dalam merdeka belajar nampak
kabur akibat terhambat oleh adanya COVID-19. Kabur bukan berarti aliran
progresivisme tidak berjalan, dikarenakan saat Indonesia dilanda pandemi COVID-
19, Indonesia terus mengalami perbaikan dalam sistem belajar mengajar. Hasilnya
adalah, pada saat penurunan kasus COVID-19, kebiasaan pembelajaran kembali
dilanjutkan, sehingga tedapat heterogenisasi dalam model pembelajaran, sumber
pembelajaran, serta fleksibilitas dalam hal waktu pembelajaran. Untuk
meningkatkan kemajuan dari kualitas sistem pendidikan makro di Indonesia, aliran
progresivisme dapat diimplikasikan dalam mengembangkan kurikulum yang lebih
fleksbel terhadap inovasi, meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis,
meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, meningkatkan
kemampuan adaptasi siswa terhadap perubahan situasi.
Sebagai tindak lanjutnya, untuk semakin mempercepat pemulihan COVID-19
pada sistem pendidikan makro di Indonesia, pendidik perlu bekerja lebih keras
untuk dapat menjaga motivasi siswa dalam belajar, salah satunya adalah tidak
terlalu berpatokan kepada buku teks dan memberikan pembelajaran berbasis proyek
agar para siswa dapat menggali informasinya sendiri. Selain itu, pemerintah juga
diharapkan untuk mengupayakan penyempurnaan sarana dan prasarana, agar para
mendukung rasa nyaman saat melaksanakan pembelajaran, serta mendukung
pengembangan bakat dan minat alami dari siswa.

13
DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2021. Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Buta Huruf (Persen),
2019-2021. Diakses secara online melalui:
https://www.bps.go.id/indicator/40/539/1/penduduk-berumur-10-tahun-ke-
atas-yang-buta-huruf.html , pada 12 Desember 2022, pukul 21.30 WITA
Fitri, W., 2021. Dampak Penyebaran Covid-19 terhadap Dunia Pendidikan dan
Sanitasi Di Indonesia. Syntax, 3(1), hlm.56-72.
Gera, I.G., 2020. Analisis Pembelajaran E-Learning dalam Perspektif Aliran
Filsafat Pendidikan Progresivisme. Lisyabab, 1(2), hlm.167-178.
Junaid, H. 2016. Sumber, Azas dan Landasan Pendidikan (Kajian Fungsionalisasi
secara Makro dan Mikro terhadap Rumusan Kebijakan Pendidikan
Nasional). Sulesana: Jurnal Wawasan Keislaman, 7(2), 84-102.
https://doi.org/10.24252/.v7i2.1380
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2020. Surat Edaran
Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam
Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19). Diakses
secara online melalui https://pusdiklat.kemdikbud.go.id/surat-edaran-
mendikbud-no-4-tahun-2020-tentang-pelaksanaan-kebijakan-pendidikan-
dalam-masa-darurat-penyebaran-corona-virus-disease-covid-1-9/ , pada 10
Desember 2022, pukul 21.00 WITA.
Mustaghfiroh, S., 2020. Konsep “Merdeka Belajar” Perspektif Aliran
Progresivisme John Dewey. Jurnal Studi Guru Dan Pembelajaran, 3(1),
hlm.141-147.
Nanggala, A. & Suryadi, K., 2021. Analisis Konsep Kampus Merdeka dalam
Perspektif Aliran Filsafat Pendidikan Progresivisme dan Perenialisme.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(1), hlm.14-26.
Nurjanah, S. dkk., 2021. Mengintegrasikan Pendekatan STEM (Science,
Technology Engineering and Mathematics) dalam Pembelajaran IPA untuk
Meningkatkan Daya Pikir Kritis Siswa. PISCES: Proceeding of Integrative
Science Education Seminar (Vol. 1, No. 1, hlm. 24-32).

14
Pusdiklat Perpusnas. ---. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2004 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diakses secara online melalui
https://pusdiklat.perpusnas.go.id/regulasi/download/ , pada 10 Desember
2022, pukul 13.45 WITA.
Rohana, S.R.S., 2020. Model Pembelajaran Daring Pasca Pandemi Covid-19. At-
Ta'dib: Jurnal Ilmiah Prodi Pendidikan Agama Islam, hlm.192-208.
Safarati, N. dkk, 2020. Pelatihan Inovasi Pembelajaran Mengahadapi Masa
Pandemic Covid-19. Community Development Journal: Jurnal Pengabdian
Masyarakat, 1(3), pp.240-245.
Sari, W., dkk., 2020. Analisis Kebijakan Pendidikan terkait Implementasi
Pembelajaran Jarak Jauh pada Masa Darurat Covid 19. Jurnal Mappesona,
3(2).

15

Anda mungkin juga menyukai