Anda di halaman 1dari 182

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA BISNIS DALAM

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN EKONOMI PONDOK PESANTREN


(Studi Pada Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Kabupaten Probolinggo)

TESIS

Oleh
SYAIFUL ANAM
NIM : 0839218038

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SHIDDIQ
JEMBER
2022
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA BISNIS DALAM
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN EKONOMI PONDOK PESANTREN
(Studi Pada Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Kabupaten Probolinggo)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Master Ekonomi Syariah

Oleh
SYAIFUL ANAM
NIM : 0839218038

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


PASCASARJANA UNIVERSITAS KIAI HAJI AHMAD SHIDDIQ
JEMBER
2022

i
ii
iii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas

karunia dan limpahan rahmat-Nya, sehingga tesis dengan judul “Analisis Strategi

Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi

Pondok Pesantren (Studi Pada Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Kabupaten

Probolinggo),’’. ini dapat diselesaikan. Sholawat beserta salam senantiasa

tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang telah menuntun umatnya menuju agama

Allah sehingga tercerahkan kehidupan ini.

Dalam penyusunan tesis ini, banyak pihak yang terlibat dalam membantu

penyelesaiannya. Oleh karena itu patut diucapkan terima kasih teriring do’a

Jazaakallahu Ahsan Jaza kepada mereka yang telah banyak membantu,

membimbing, dan memberikan dukungan demi penulisan tesis ini.

1. Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE, MM., selaku Rektor Universitas Islam Negeri

(UIN) Kiai Haji Achmad Shiddiq Jember yang telah memberikan sarana yang

mencukupi dalam pengembangaan ilmu di Universitas Islam Negeri (UIN)

Jember.

2. Prof. Dr. Moh. Dahlan, M.Ag Selaku Direktur Pascasarjana Universitas Islam

Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Shiddiq Jember

3. Dr. Ahmadiono, M.E.I selaku Kaprodi yang telah memberikan arahan demi

terselesaikannya tesis ini

4. Dr. H. Misbahul Munir, M.M. selaku Penguji Utama yang telah meluangkan

waktu, pikiran dan perhatian untuk menguji tesis ini sehingga terlaksana

dengan baik, dan selalu memberikan semangat yang tinggi dalam

menyelesaikan penyusunan tesis.

iv
5. Dr. H. Abdul Rokhim, S.Ag, M.E.I. selaku Dosen Pembimbing I yang telah

banyak memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga penelitian ini berjalan

dengan lancar sampai selesai.

6. Dr. Nurul Widiyawati, IR, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah

banyak memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga penelitian ini berjalan

dengan lancar sampai selesai.

7. Seluruh Dosen Pascasarjana Universitas Islam Negeri Universitas Islam Negeri

(UIN) Kiai Haji Achmad Shiddiq Jember, yang telah banyak memberikan ilmu,

mendidik dan membimbing selama penulis menempuh pendidikan di

almamater tercinta.

8. Semua Jajaran Pengurus Pondok Pesantren Nurul Jadid, Utamanya, pengasuh,

Kepala pesantren, Sekretaris pesantren, bagian Perencanaan Pesantren dan

Semua Pengurus Lembaga Bisnis Pondok Pesantren Nurul Jadid yang telah

bersedia memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian di Pondok Pesantren

Nurul Jadid, sehingga penyusunan tesis ini terselesaikan dengan baik.

9. Kedua Orang tua bapak Asmal dan almarhumah ibu Sayani tercinta yang selalu

mendoakan kami, khusus almarhumah ibu, semoga diampuni segala dosanya

dan diterima amal baiknya. aaamin

10. Istri tercinta halimatus sa’diyah, yang selalu mendukung kami untuk

menyelesaikan tugas akhir tesis ini, serta putra-putra kami, ahmad salman

alfarisy, ahmad nasihul ibad dan ahmad zaini mun’im semoga dijadikan anak

yang sholeh berguna bagi agama dan bangsa. aaamin

v
11. Teman-teman seperjuangan di Pascasarjana U Universitas Islam Negeri (UIN)

Kiai Haji Achmad Shiddiq Jember yang senantiasa memberikan motivasi dan

dukungan hingga terselesaikannya tesis ini.

Semoga penyusunan tesis ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan

umumnya bagi pembaca

Jember, 10 Juni 2022

SYAIFUL ANAM

vi
ABSTRAK
Anam, Syaiful. 2021 Analisis Strategi Pengembangan Lembaga Bisnis
Dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok
Pesantren (Studi Pada Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton
Kabupaten Probolinggo), Tesis, Program Studi Ekonomi
Syariah, Pascasajana Universitas KH. Ahmad Shiddiq,
Jember, Pembimbing (I) Dr. Abdul Rokhim, S.Ag,
M.E.I,Pembimbing (II) Dr. Nurul Widyawati IR, S.Sos,
M.Si.
Kata Kunci : Strategi Pengembangan, Lembaga Bisnis, Kemandirian
Pesantren.
Pondok Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang cukup
tua keberadaannya di Indonesia, pada usia yang sudah tidak muda lagi,
Pondok pesantren Nurul Jadid, melakukan upaya penguatan ekonomi,
menuju pesantren mandiri dan berdaya saing. Penelitian ini, akan mengkaji
tentang Strategi Pengembangan Lembaga Bisnis untuk meningkatkan
Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren di Pondok Pesantren Nurul Jadid.
Penelitian ini difokuskan pada tiga hal, yang meliputi : Strategi
Perencanaan, Strategi Implementasi dan Evaluasi Strategi Pengembangan
Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok
Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton kabupaten Probolinggo.
Penelitian ini bertujuan, yaitu Menggambarkan dan menganalisa
Strategi Perencanaan , Implementasi dan Evaluasi Strategi Pengembangan
Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok
Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton kabupaten Probolinggo.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan Jenis
penelitian fenomenologis. Pendekatan fenomenologis–dalam penelitian ini–
bermakna dua; pertama, menentukan posisi penulis; dan kedua, struktur
kesadaran objek riset baik itu dari inisiator, pelaksana, dan objek strategi
pesantren. Sumber data dalam penelitian ini adalah gejala-gejala sebagaimana
adanya berupa perkataan, perilaku, dan pendapat dari pihak yang terkait
dalam objek penelitiannya. Data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi
dua bagian ; data primer dan data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa Analisis Strategi
Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi
Pondok Pesantren, di Pondok Pesantren Nurul Jadid, dilakukan dengan tiga
strategi , strategy formulation, strategy implementation dan strategy
evaluation. Strategy formulation, meliputi pertama, Perumusan Arah dan
Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kemandirian Pesantren, Kedua,
Pembentukan Struktural Koperasi Berbasis Kelompok Kerja Pesantren,
Ketiga, Proses Assesment dan Perumusan Desain Pengembangan Bisnis
Kelembagaan Bisnis Pesantren, Keempat, Penyusunan Program
Pengembangan Kelembagaan Bisnis Pesantren. Sementara itu, strategy
implementation dalam penelitian ini, meliputi, 1) Pengembangan
Kelembagaan Bisnis dalam Meningkatkan Autonomy Ekonomi Pesantren
Dilakukan, 2) Pengembangan Kelembagaan Bisnis dalam meningkatkan
Independcy Ekonomi Pesantren, 3) Pengembangan Kelembagaan Bisnis
dalam meningkatkan Self Reliency Ekonomi Pesantren.

vii
ABSTRACT

Anam, Syaiful. 2021, Analysis of the Strategy for Business Institution


Development in Improving the Economic Independency
of Pesantren (A Case Study of Pesantren Nurul Jadid,
Paiton, Probolinggo), Master Thesis, Sharia Economics,
Postgraduate Program of Universitas KH. Achmad
Siddiq, Jember, Supervisors: (I) Dr. Abdul Rokhim,
S.Ag, M.E.I, (II) Dr. Nurul Widyawati IR, S.Sos, M.Sc.

Keywords: Development Strategy, Business Institutions, Pesantren


Independency.
Pondok Pesantren (or ‘pesantren’ for short) is known as the
oldest Islamic educational institution in Indonesia. At the age of more
than seven decades, Pesantren Nurul Jadid has made efforts to strengthen
its economic capacity towards an independent and competitive pesantren.
This research examines the strategy for business institutional
development in improving the economic independency of Pesantren
Nurul Jadid.
This research is focused on three things: planning,
implementation, and evaluation of the strategy for business institutional
development in improving economic independency of Pesantren Nurul
Jadid, Paiton, Probolinggo.
The objectives of this research are to describe and analyze
planning, implementation, and evaluation of the strategy for business
institutional development in improving economic independency of
Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.
This research is a qualitative study with a phenomenological
approach. The phenomenological approach – in this study – implies
specific conditions in terms of the researcher’s position and the structure
of awareness of initiators, implementers, and the pesantren’s strategy as
the research’s object. The data of this research are classified into primary
and secondary data, sourced from words, behaviors, opinions from the
parties involved.
This study showed that in business institutional development
Pesantren Nurul Jadid has carried out strategy formulation,
implementation and evaluation. The strategy formulation includes (1) the
direction and policy for the development of the pesantren’s economic
independency, (2) the formation of a working group-based cooperative
structure, (3) the business development design and assessment, and (4)
the development programs. Furthermore, the strategy implementation
includes (1) business institutional development in improving the
pesantren’s economic autonomy, 2) business institutional development in
improving the pesantren’s economic independence, 3) Business
Institutional Development in improving the pesantren’s self-reliance.

viii
‫مستخلص البحث‬

‫األنام‪ ،‬سيف‪ ٠٢٠٢ ،‬م‪ ،‬تحليل إستراتيجات تطوير وكالة التجارة المالية في‬
‫تعزيز اقتصاد المعهد المستقل (دراسة الحالة بمعهد النور الجديد‬
‫اإلسالمي بيطان)‪ ،‬قسم اإلقتصاد الشرعي الدراسات العليا‪ ،‬رسالة‬
‫الماجستير في جامعة أحمد صديق اإلسالمية الحكومية جمبر‪،‬‬
‫المشرف األول د‪ .‬عبد الرحيم والمشرف الثاني دكتورة نور‬
‫الوياواتي‪.‬‬
‫الگلمات الرئسية ‪ :‬إستراتيجيات التطوير‪ ،‬وكالة التجارة المالية‪ ،‬المعهد المستقل‪.‬‬
‫يعد المعهد اإلسالمي من أقدم المؤسسات التربوية إسهاما والتعليمية‬
‫وزمانا في إندونيسيا وقد حاول معهد النور الجديد اإلسالمي بيطان بتعزيز‬
‫اإلقتصاد الهادف إلى أن يكون مستقال ومستعدا للمنافسة‪ .‬كان يدرس هذا البحث‬
‫عن إستراتيجيات تطوير وكالة تجارية مالية بتعزيز اإلقتصاد الهادف إلى أن‬
‫يكون معهدا مستقال في معهد النور الجديد اإلسالمي‬
‫هذا البحث بثالثة أسئلة هي إستراتيجات التخطيط وإستراتيجيات التطبيق‬
‫وإستراتيجيات تقويم تطوير وكالة التجارة المالية في تعزيز اإلقتصاد المعهد‬
‫بمعهد النور الجديد اإلسالمي المستقل‪.‬‬
‫هذا البحث إلى وصف إستراتيجات التخطيط وإستراتيجيات التطبيق‬
‫وإستراتيجيات تقويم تطوير وكالة التجارة المالية في تعزيز اإلقتصاد المعهد‬
‫بمعهد النور الجديد اإلسالمي المستقل‪.‬‬
‫هذا البحث المنهج الكيفي بالمدخل المظهري ولهذا المدخل معنيان أحدهما‬
‫تحديد موقف الباحث وثانيهما وعي المفحوص سواء كان صاحب الفكرة أو منفذا‬
‫أو إسراتيجيات المعهد‪ .‬ثم البيانات ومصادرها هي المظاهر الصادرة من‬
‫المبحوصين مثل األقوال واألفعال واآلراء وما إلى غير ذلك كما انتقسمت البيانات‬
‫إلى قسمين البيانات األساسية والبيانات الفرعية‪.‬‬
‫ّ‬
‫ومن نتائج البحث أن تحليل إستراتيجيات وكالة التجارة المالية يُرقى‬
‫استقالل المعهد حيث طبّق معهد النور الجديد اإلسالمي بيطان ثالث إستراتيجيات‬
‫وبيانها كالتالي‪ :‬صياغة اإلستراتيجية وتنفيذ اإلستراتيجية وتقييم اإلستراتيجية‪.‬‬
‫واشتملت صياغة اإلستراتيجية على أوال صيافة األهداف والسلطة لتطوير إقتصاد‬
‫المعهد‪ ،‬وثانيا تكوين الهيكل التنظيمي لوكالة التجارة المالية المبنية على جمعية‬
‫العمل للمعهد‪ ،‬وثالثا عملية التقويم وصياغة التصميم لتطوير وكالة التجارة المالية‬
‫للمعهد‪ ،‬ورابعا إعداد برامج وكالة التجارة المالية للمعهد‪ .‬ويضاف إلى أن ذلك أ‪،‬‬
‫تقييم اإلستراتيجية يحتوى على أن تطوير وكالة التجارة المالية في ترقية إقتصاد‬
‫المعهد المستقل وأن تطوير وكالة التجارة المالية في تعزيز إقتصاد المعهد المستقل‬
‫وكالة التجارة المالية المالية في تعزيز االعتماد على الذاتي قد تم عقده بتمام‪.‬‬

‫‪ix‬‬
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i


HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................. vi
DAFTAR ISI.............................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xii
TABEL GAMBAR .................................................................................................... xiii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB–LATIN ........................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Fokus Penelitian ..................................................................................... 14
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 14
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 15
E. Definisi Istilah ........................................................................................ 17
F. Sistematika Penulisan ............................................................................. 19
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................. 20
A. Penelitian Terdahulu .............................................................................. 20
B. Kajian Teori .......................................................................................... 37
1. Analisis Strategi Pengembangan ....................................................... 37
2. Kelembagaan Bisnis Pesantren ......................................................... 40
3. Kemandirian Ekonomi ...................................................................... 49
C. Kerangka Konseptual ............................................................................. 57
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 59
A. Pendekatan dan Jenis Penilitian ............................................................. 59
B. Lokasi Penelitian .................................................................................... 60
C. Kehadiran Peneliti .................................................................................. 60
D. Subjek Penelitian ................................................................................... 61
E. Sumber Data ........................................................................................... 62
F. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 64
G. Analisis Data .......................................................................................... 67
H. Keabsahan Data ..................................................................................... 69
I. Tahapan Penelitian .................................................................................. 70

x
BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA ....................................................... 71
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Nurul Jadid ............................... 71
B. Paparan dan Analisis Data ........................................................... 75
C. Temuan Penelitian ....................................................................... 102
BAB V PEMBAHASAN TEMUAN ..................................................................... 106
A. Formulasi Strategi Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan
Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren ........................................... 106
B. Implementasi Strategi Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan
Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren ........................................... 126
C. Evaluasi Strategi Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan
Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren ........................................... 142
BAB VI PENUTUP .................................................................................................. 153
A. Kesimnpulan ........................................................................................ 153
B. Saran ................................................................................................... 155
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 156

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Penjelasan Penelitian Terdahulu .................................................. 30


Tabel 3.1 : Tahapan Penelitian ....................................................................... 70
Tabel 4.1 : Struktur tugas Perencanaan Pengembangan Bisnis Pesantren ..... 77
Tabel 4.2 : Koperasi dan anggota Koperasi ................................................... 78
Tablel 4.3 : Visi, Misi dan Tujuan .................................................................. 81
Tabel 4.3 : Unit-Unit Bisnis tiga koperasi di Pondok Pesantren Nurul Jadid,
yang akan dikembangkan ............................................................ 82
Tabel 4.5 : Materi dan Pemateri Pelatihan ..................................................... 84
Table 4.6 : Modal sendiri pada tiga Koperasi ................................................ 84
Tabel 4.7 : Susunan Pengurus, Tugas Dan Wewenang Pengurus Koperasi .. 88
Tabel 4.8 : Dokumen Perencanaan Pengembangan Lembaga Bisnis ............ 91
Tabel 4.9 : Kerjasama Bisnis Pesantren ......................................................... 94
Tabel 4.10 : Contoh Neraca Koperasi .............................................................. 98
Tabel 4.11 : Salah Contoh Instrumen Evaluasi Mutu Kelembagaan ............... 100

xii
TABEL GAMBAR

Gambar 2.1 : Kerangka Teori Strategi Pengembangan Kelembagaan


Bisnis ...................................................................................... 40
Gambar 2.2 : Kerangka Konseptual Penelitian ................................................ 58
Gambar 4.1 : Misi Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo ........................ 73
Gambar 4.2 : Struktur Organisasi Pesantren Nurul Jadid Paiton
Probolinggo .............................................................................. 74
Gambar 4.3 : Gambaran Objek Pasar............................................................... 82
Gambar 4.4: Model Bisnis Pondok Pesantren Nurul Jadid.............................. 86
Gambar 5.1: SWOT Formulasi Pengembangan Lembaga Bisnis
Pesantren .................................................................................... 117
Gambar 5.2 : Konseptual Formulasi Strategi Pengembangan Kelembagaan
Bisnis dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi
Pesantren .................................................................................. 125
Gambar 5.3: Konseptual Implementasi Strategi Pengembangan Kelembagaan
Bisnis dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi
Pesantren .................................................................................. 142
Gambar 5.4: Konseptual Evaluasi Strategi Pengembangan Kelembagaan
Bisnis dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi
Pesantren ................................................................................... 152

xiii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB–LATIN

Berikut ini adalah skema transliterasi Arab-Indonesia yang ditetapkan

dalam pedoman ini.

No. Arab Indonesia Keterangan Arab Indonesia Keterangan

1 ‫ا‬ ‘ koma diatas ‫ط‬ t} te dg titik


dibawah
2 ‫ب‬ B Be ‫ظ‬ z zed

3 ‫ت‬ T Te ‫ع‬ ` koma diatas


terbalik
4 ‫ث‬ Th te ha ‫غ‬ gh ge ha

5 ‫ج‬ J Je ‫ف‬ f ef

6 ‫ح‬ h} ha dg titik ‫ق‬ q qi


dibawah
7 ‫خ‬ Kh ka ha ‫ك‬ k ka

8 ‫د‬ D De ‫ل‬ l el

9 ‫ذ‬ Dh de ha ‫م‬ m em

10 ‫ر‬ R Er ‫ن‬ n en

11 ‫ز‬ Z Zed ‫و‬ w we

12 ‫س‬ S Es ‫ه‬ h ha

13 ‫ش‬ Sh es ha ‫ء‬ ‘ koma diatas

14 ‫ص‬ s} es dg titik ‫ي‬ y ye


dibawah
15 ‫ض‬ d} de dg titik - -
dibawah

Untuk menunjukkan bunyi hidup panjang (madd) caranya dengan

menuliskan coretan horisontal (macron) di atas huruf ā, ī, dan ū (‫ او‬,‫ اي‬,‫)ا‬. Semua

nama Arab dan istilah teknis (technical terms) yang berasal dari bahasa Arab harus

ditulis dengan transliterasi Arab Indonesia. Di samping itu, kata dan istilah yang

berasal dari bahasa asing (Inggris dan Arab) juga harus dicetak miring atau

xiv
digarisbawahi. Karenanya, kata dan istilah Arab terkena dua ketentuan tersebut,

transliterasi dan cetak miring. Namun untuk nama diri, nama tempat dan kata Arab

yang sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia cukup ditransliterasikan saja.

Bunyi hidup dobel (diftong) Arab ditransliterasikan dengan menggabung dua huruf

ay dan aw.

Shay’, bayn, maymūn, ‘alayhim, qawl, d}aw’, mawd}ū’ah, mas}nū’ah,

rawd}ah.

Bunyi hidup (vocalization atau harakah) huruf konsonan akhir pada sebuah

kata tidak dinyatakan dalam transliterasi. Transliterasi hanya berlaku pada huruf

konsonan (consonant letter) akhir tersebut. Sedangkan bunyi (hidup) huruf akhir

tersebut tidak boleh ditransliterasikan. Dengan demikian, maka kaidah gramatika

Arab tidak berlaku untuk kata, ungkapan atau kalimat yang dinyatakan dalam

bentuk transliterasi latin.

Khawāriq al-‘ādah bukan khawāriqu al-‘ādati; inna al-dīn ‘inda Allāhi al-

Islām bukan inna al-dīna ‘inda Allāhi al-Islāmu;, wa hādhā shay’ ‘inda ahl

al-‘ilm fahuwa wājib bukan wa hādhā shay’un ‘inda ahli al-‘ilmi fahuwa

wājibun.

Sekalipun demikian dalam transliterasi tersebut terdapat kaidah gramatika

Arab yang masih difungsikan yaitu untuk kata dengan akhiran ta’ marbūţah yang

bertindak sebagai sifah modifier atau idāfah genetife. Untuk kata berakhiran tā’

marbūţah dan berfungsi sebagai mudāf, maka tā’ marbūţah diteransliterasikan

dengan “at”. Sedangkan tā’ marbūţah pada kata yang berfungsi sebagai mudāf

ilayh ditransliterasikan dengan “ah’. Ketentuan transliterasi seperti dalam

penjelasan tersebut mengikuti kaidah gramatika Arab yang mengatur kata yang

berakhiran tā’ marbūţah ketika berfungsi sebagai şifah dan idāfah.

xv
Sunnah sayyi’ah, nazrah ‘āmmah, al-la’āli’ al-maşnū’ah, al-kutub al-

muqaddah, al-ahādīth al-mawdū’ah, al-maktabah al-misrīyah, al-siyāsah

al-shar’īyah dan seterusnya.

Maţba’at Būlaq, Hāshiyat Fath al-mu’īn, Silsilat al-Ahādīth al-Sahīhah,

Tuhfat al-Tullāb, I’ānat al-Tālibīn, Nihāyat al-uşūl, Nashaat al-Tafsīr,

Ghāyat al-Wusūl dan seterusnya.

Maţba’at al-Amānah, Maţba’at al-‘Aşimah, Maţba’at al-Istiqāmah dan

seterusnya.

Penulisan huruf besar dan kecil pada kata, phrase (ungkapan) atau kalimat

yang ditulis dengan transliterasi Arab-Indonesia mengikuti ketentuan penulisan

yang berlaku dalam tulisan. Huruf awal (initial letter) untuk nama diri, tempat,

judul buku, lembaga dan yang lain ditulis dengan huruf besar.

Jamāl al-Dīn al-Isnāwī, Nihāyat al-Sūfi Sharh Minhāj alWuşūl ilā ‘Ilm al-

Uşūl (Kairo: Maţba’at al-Adabīyah 1954); Ibn Taymyah, Raf’

al-Malām ‘an A’immat al-A’lām (Damaskus: Manshūrat al-

Maktabah al-Islāmī, 1932).

Rābitat al-‘Ālam al-Islāmī, Jam’īya al-Rifq bi al-Hayawān, Hay’at Kibār

‘Ulamā’ Mişr, Munazzamat al-Umam al-Muttahidah,

Majmu’al-Lughah al-‘Arabīyah.

Kata Arab yang diakhiri dengan yā’ mushaddadah ditransliterasikan dengan

ī. Jika yā’ mushaddadah yang masuk pada huruf terakhir sebuah kata tersebut

diikuti tā’ marbūţāh, maka transliterasinya adalah īyah. Sedangkan yā’

mushaddadah yang terdapat pada huruf yang terletak di tengah sebuah kata

ditransliterasikan dengan yy.

xvi
Al-Ghazālī, al-Şunā’nī, al-Nawawī, Wahhābī, Sunnī Shī’ī, Mişrī, al-

Qushayirī Ibn Taymīyah, Ibn Qayyim al-Jawzīyah, al-

Ishtirākīyah, sayyid, sayyit, mu’ayyid, muqayyid dan seterusnya.

Kata depan (preposition atau harf jarr) yang ditransliterasikan boleh

dihubungkan dengan kata benda yang jatuh sesudahnya dengan memakai tanda

hubung (-) atau dipisah dari kata tersebut, jika kata diberi kata sandang (adāt al-

ta’rīf).

Fi-al-adab al-‘arabī atau fi al-adab al’arabī, min-al-mushkilāt al-

iqtişādīyah atau min al-mushkilt al-iqtişādīyah, bi-al-madhāhib al-arba’ah

atau bi al-madhāhib al-arba’ah.

Kata Ibn memiliki dua versi penulisan. Jika Ibn terletak di depan nama diri,

maka kata tersebut ditulis Ibn. Jika kata Ibn terletak di antara dua nama diri dan

kata Ibn berfungsi sebagai ‘atf al-bayān atau badal, maka ditulis bin atau b. Dalam

kasus nomor dua, kata Ibn tidak berfungsi sebagai predicative (khabar) sebuah

kalimat, tetapi sebagai ‘atf al-bayān atau badal.

Ibn Taymīyah, Ibn ‘Abd al-Bārr, Ibn al-Athīr, Ibn Kathīr, Ibn Qudāmah,

Ibn Rajab, Muhammad bin/ b. ‘Abd Allāh, ‘Umar bin/ b. Al-Khaţţāb, Ka’ab

bin/ b. Malik.

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diskursus tentang strategi pengembangan kelembagaan bisnis, tidak

pernah selesai sebagai kajian ekonomi. Berkembangnya kajian yang demikian

ini karena kegiatan ekonomi selalu sesuai dengan perkembangan sosial

masyarakat. Secara koseptual mendasar ekonomi merupakan proses manusia

memenuhi kebutuhannya, secara terminologis di sebut sebagai aturan rumah

tangga atau manajemen rumah tangga.1 Konsep dasar ini yang menjadi

perkembangannya diskursus ekonomi merupakan bagian dari perkembangan

komunal masyarakat.

Saat kondisi sosiologis masyarakat terintegrasi menjadi berkomunitas atau

berlembaga, diskursus ekonomipun juga berkembang menjadi lebih luas.

Dengan kata lain, yang awal dibicarakan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan

mikro menjadi diskursus kajian pengembangan makro. Pada sisi inilah proses

pengembangan komunal dalam sektor pemenuhan kebutuhan ekonomi

kelembagaan menjadi perbincangan. Yang dikaji tentu bukan lagi persoalan

personal kebutuhan manusia, namun lebih pada proses penguatan kebutuhan

masing-masing komunal. Pada proses tersebut, setiap kelembagaan bersaing

dan sekaligus mengadakan kerjasama dalam pemenuhan kebutuhan mereka

masing-masing. Setiap komunal berusaha menyusun strategi agar

1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta,Balai
Pustaka,2007)ini, 3

1
2

kebutuhannya terpenuhi dan tentu pada akhirnya agar dapat bertahan. Mereka

melakukan penilaian secara terus-menerus atas strategi bisnis menjadi

keharusan bagi setiap kelompok secara berkelanjutan. Analisis strategi bisnis

merupakan langkah penting dalam merancang model bisnis yang dapat

bertahan lama, sehingga berdampak pada hidup perusahaan yang berlangsung

lama pula.

Begitupun yang terjadi di Indonesia, perkembangan bisnis di Indonesia

belakangan ini semakin lama semakin ketat akan persaingan, perubahan dan

ketidakpastian, keadaan ini memicu persaingan yang tajam antar perusahaan,

baik karena persaing yang makin bertambah, volume produksi yang semakin

meningkat maupun makin pesatnya perkembangan teknologi. Oleh sebab itu

persaingan sangat penting bagi keberhasilan atau kegagalan suatu perusahaan.2

Konteks ini yang juga menjadi latar signifikansi strategi pengembangan

kelembagaan bisnis dikaji hingga dewasa ini.

Beberapa kelembagaan sosial dalam kontestasi yang berkembang

melahirkan dorongan pada setiap kelompok untuk saling menyusun strategi

pengembangan kelembagaannya, utamanya dalam pengembangan

kemandirianya. kemandirian itu sendiri adalah suatu konsep yang sering

dihubungkan dengan pembangunan. Menurut Desmita merupakan usaha untuk

melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya

melalui proses mencari identitas ego, yaitu merupakan perkembangan kearah

2
Michael E. Porter, "Keunggulan Bersaing: Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja
Unggul" , PT. Gramedia, Jakarta, 1993.
3

individualitas yang berdiri sendiri.3 Artinya, seluruh komunal atau

kelembagaan masyaakat mesti memiliki strategi pengembangan kelembagaan

dalam meningkatkan kemandirian ekonomi mereka.

Pada sisi ini, beberapa kelembagaan masyarakat tidak tekecuali

kelembagaan pendidikan dan beberapa yang dibentuk mayarakat mencoba hal

yang sama. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk bertahan dan bahkan

berkompetesi dalam menjaga kemandirian ekonominya. Tentu lembaga, tidak

terkecuali pesantren. Lembaga ini dianggap sebagai kelembagaan yang mandiri

karena lahir gotong royong masyarakat. Masyarakat memiliki ikatan kuat

karena pesantren merupakan lembaga yang setia malayani masalah keagamaan,

juga karena pesantren merupakan lembaga yang paling dekat dengan

masyarakat. Oepan dan Karcher menjelaskan bahwa tidak segan-segan

masyarakat memberikan hartanya secara cuma-cuma. Bahkan bentuknya bukan

hanya uang, namun juga berupa tanah untuk pengembangan atau berdirinya

pesantren.4 Sanada dengan Arifin, secara tegas menjelaskan bahwa satu-

satunya lembaga yang berdiri karena bantuan masyarakat secara ikhlas dan

gotong royong. Bentuknya bisa berupa wakaf, hibah atau donasi dari santri

sendiri. Ini yang kemudian melahirkan anggapan bahwa dalam hal

3
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2009), 18.
4
Ketidak engganan masyarakat berkorban demi kemajuan pesantren, karena pesantren
memang memiliki pengaruh di bidang agama sehingga dapat memupuk sifat sukarela.
Pengaruh keagamaan pesantren bahkan dapat mengarahkan way of life dan sikap
hidup mereka, khususnya yang tinggal daerah pedesaan. Lihat. Oepen & Wolfgang
Karcher, The Impact of Pesantren in Education and Community Development in
Indonesia (Jakarta:P3M,1988), 63.
4

ekonominya, kelembagaan pesantren telah sukses melahirkan selfstanding

(kemandirian).5

Pondok pesantren yang pada awalnya dianggap sebagai lembaga

pendidikan alternatif, dewasa ini sudah mengalami kenaikan kasta menjadi

lembaga pendidikan solutif dan substantif. Saat ini pondok pesantren dianggap

satu-satunya lembaga pendidikan yang tetap eksis membentuk karakter dan

kepribadian (personality character) generasi penerus bangsa ini. Ada tiga

faktor yang berperan dalam sistem penyelenggaraan Pondok Pesantren, tiga

faktor ialah manajemen sebagai faktor upaya, organisasi sebagai faktor sarana,

dan administrasi sebagai faktor karsa. Ketiga faktor ini, yang memberikan arah

dan perpaduan dalam merumuskan, menjalankan dan mengendalikan seluruh

kegiatan yang dilakukan oleh pesantren, baik dalam bidang pendidikan, atau

kegiatan pesantren lainnya yang sesuai dengan tujuan didirikannya pesantren.

pesantren adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan Islam di Indonesia

yang mempunyai ciri-ciri tersendiri bahkan ada yang mendefinisikan sebagai

bentuk lembaga pendidikan khas dan asli Indonesia. Oleh karena itu pesantren

mempunyai pengertian yang bervariasi tergantung dari cara padang pada

subjek yang berbeda-beda, tetapi pada hakikatnya mengandung pengertian

yang sama6.

Pada catatan sejarah, Pondok Pesantren dikenal di Indonesia sejak zaman

Walisongo. Ketika itu Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan di Ampel

5
Muhammad Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Umum dan Agama) (Semarang: Toha
Putra, 1981), 116.
6
Fatimah Zuhroh, Literatur Kitab Kuning di Pesantren (Medan: Perdana Mulya, 2013),
14
5

Surabaya dan menjadikannya pusat pendidikan di Jawa. Para santri yang

berasal dari pulau Jawa datang untuk menuntut ilmu agama. Bahkan di antara

para santri ada yang berasal dari Gowa dan Talo, Sulawesi7

Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan kegaamaan yang

didirikan dan dikelola oleh kyai/yayasan dengan sumber pembiayaan dari

pesantren sendiri, uang bulanan syahriyah santri dan bantuan masyarakat dalam

bentuk zakat, shodaqoh, infaq serta sedikit hibah dan waqaf. Oleh karena itu

pondok pesantren merupakan praktik pendidikan berbasis masyarakat

(community based education). Walaupun demikian pembiayaan pondok

pesantren bisa didapatkan dari dana hibah yang berasal dari pemerintah,

misalnya dari kementerian Agama8.

Secara garis besar penggunaan dana atau pembiayaan pendidikan di

Pondok Pesantren dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) pengeluaran

operasional (revenue expenditure), yaitu pengeluaran yang dilakukan untuk

semua kegiatan yang mendukung proses kegiatan mengajar, gaji guru dan

dewan pengurus pondok, penyusutan aktiva tetap, biaya listrik dan telepon, 2)

dan pengeluaran modal (capital expenditure) merupakan pengeluaran yang

dilakukan untuk membiayai barang modal aktiva tetap seperti membeli tanah,

membangun lokal pesantren atau sekolah dan membeli peralatan perlengkapan

pendidikan9.

7
Sulthon dan Khusnur Ridho, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta, Diva, 2003, 8.
8
Amin Haedari & Ishom Elha, Manejemen Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah,
Jakarta: Diva Pustaka, 2004.18.
9
Amin Haedari & Ishom Elha, Manejemen Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah, 87.
6

Sumber dana pondok pesantren yang berasal dari partisipasi masyarakat

antara lain: 1) Dewan pendidikan, 2) Komite sekolah, 3) Persatuan orang tua

siswa, 4) Perkumpulan olah raga, 5) Perkumpulan kesenian, 6) Organisasi-

organisasi lain. Sedangkan bidang partisipasi antara lain: (1) Kurikulum lokal,

(2) Alat-alat belajar, (3) Dana, (4) Material atau bangunan, (5) Auditing

keuangan, (6) Mengawasi kegiatan-kegiatan sekolah. Adapun cara

berpartisipasi: (1) Ikut dalam pertemuan, (2) Datang ke sekolah, (3) Lewat

surat, (4) Lewat telepon, (5) Ikut malam seni, (6) Ikut bazar10.

Permasalahan dana dalam lembaga pendidikan khususnya pondok

pesantren, menurut Manfred Oepen dapat diatasi dengan cara: 1) mengadopsi

manajemen modern, 2) membuat wirausaha, 3) melakukan pelatihan

kewirausahaan, 4) membuat network ekonomi, 5) Teknologi Tepat Guna

(TTG), perkoprasian (pre cooperative movement), dan pengembangan industri

kecil (small bussines development) yang dapat meningkatkan pendapatan

(income generating program)11.

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan Pondok Pesantren menurut

Sulthon adalah sebagai berikut: 1) Menyusun Rencana Sumber Atau Target

Penerimaan dan Pendapatan Pesatren dalam Satu Tahun, 2) Menyusun Rencana

Penggunaan Keuangan dalam Satu Tahun12.

10
K.A. Rahman, “Peningkatan Mutu Madrasah melalui Penguatan Partisipasi
Masyarakat”, Jurnal Pendidikan Islam, Volume I, Nomor 2, Desember, 2012/1434.
11
Manfred Oepen (ed), Dinamika Pesantren....., 153
12
Sulthon dan Khusnur Ridho, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta, Diva, 2003, 262-
263.
7

Kementerian agama menyatakan bahwa sumber dana pendidikan dapat

digali dari dua sumber, yaitu dana yang berasal dari lembaga pendidikan

(pesantren) itu sendiri, intern, seperti SPP atau syahriyah, uang pendaftaran

santri, uang gedung, bunga deposito koperasi pesantren dan usaha mandiri

(wiraswasta), dan dana berasal dari luar lembaga, ekstern, seperti sumbangan

dari yayasan, masyarakat, pinjaman bank, hibah dan wakaf, sumbangan

alumni, donatur dan zakat serta shodaqoh13. Perhatian pemerintah untuk

menumbuh kembangkan sifat kewirausahaan di pondok pesantren semakin

tampak jelas, dapat dilihat dengan diluncurkannya berbagai program menuju

kearah tersebut, semua itu dilakukan agar mutu keilmuan yang menjadi pokok

utama pengelola pondok pesantren dapat benarbenar terealisasi di masyarakat

setelah santri-santriwati menyelesaikan pendidikan mereka dipontren

bersangkutan.

Berdasar pada kajian teori yang dipaparkan diatas, pondok pesantren

dituntut professional dalam pengelolaan keuangan, hal ini dapat terwujud

apabila sumber daya keuangan pondok pesantren mampu menuhi segala

program – program dan kegiatan – kegiatannya, walaupun kebijakan tertinggi

pondok pesantren (top manajer) ada pada seorang kyai. Menurut Hasbullah

paling tidak ada 3 persoalan pokok dalam pengelolaan keuangan, yaitu: 1)

financing, menyangkut dari mana sumber pembiayaan di peroleh, 2) budgeting,

bagaimana dana pendidikan dialokasikan, dan 3) accountablity, bagaimana

13
Depag RI, In Service Training KKM MTS/MI (Jakarta: PPIM, 2001), 86
8

dana yang diperoleh digunakan dan dipertanggungjawabkan14. Oleh Karena itu

pondok pesantren dituntut untuk melakukan perencanaan keuangan dan

menentukan sumber – sumber dana dan pengeluaran pondok pesantren,

sehingga keuangan pesantren dapat memenuhi program – program yang dibuat

oleh pondok pesantren yang mengacu pada visi dan misi Pondok Pesantren.

Pondok Pesantren dengan segala keunikannya diharapkan menjadi

penopang berkembangnya lembaga pedidikan di Indonesia, disamping karena

keaslian dan kekhasan pesantren, juga merupakan penyangga pilar pendidikan

untuk melahirkan pemimpin yang bermoral. Azyumardi Azra menilai

ketahanan Pondok Pesantren disebabkan oleh kultur jawa yang mampu

menyerap budaya luar, melalui proses interiorisasi tanpa kehilangan

identitasnya15. Signifikasi professionalisme manajemen pendidikan menjadi

sebuah keniscayaan di tengah dahsyatnya industrialisasi dan perkembangan

teknologi modern16.

Sementara itu, fungsi utama pesantren yang senantiasa diemban, yaitu:

1) Sebagai pengkaderan pemikir-pemikir agama (Center of Excellence), 2)

Sebagai lembaga yang mencetak sumber daya manusia (human resource), dan

3) sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan melakukan pemberdayaan pada

masyarakat (Agent of Development). Pesantren juga dipahami sebagai bagian

15
Azyumardi azra, Surau di Tengah Krisis : Pesantren dan Perspektif Masyarakat,
dalam Raharjo (ed), Pergulatan Dunia Pesantren Membanuan dari bawah, (Jakarta:
lp3es, 1985,) 173
16
Ainurrafiq Dawam dan Ta’arifin, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren,
(Listafariska Putra, 2005) 18
9

yang terlibat dalam proses perubahan sosial (sosial change) ditengah

perubahan yang terjadi17.

Pada catatan sejarah, Pondok Pesantren dikenal di Indonesia sejak

zaman Walisongo. Ketika itu Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan di

Ampel Surabaya dan menjadikannya pusat pendidikan di Jawa. Para santri

yang berasal dari pulau Jawa datang untuk menuntut ilmu agama. Bahkan di

antara para santri ada yang berasal dari Gowa dan Talo, Sulawesi18. Pesantren

ampel, yang terletak dijawa timur, merupakan merupakan cikal bakal

berdirinya Pesantren – Pesantren di tanah air.

Islam meng istilahkan managemen dengan sebutan at-tadbir

(Pengaturan), kata ini di nukil dari salat ayat dalam Al-Qura’an Surat As-

Sajdah, Ayat 5 :

ِ ‫س َم ۤا ِء اِلَى ااْلَ ار‬


َ‫ض ثُ َّم يَ اع ُر ُج اِلَ اي ِه فِ اي يَ او ٍم َكان‬ َّ ‫ يُ َدبِّ ُر ااْلَ ام َر ِمنَ ال‬...

َ َ‫ِم اقدَا ُر ٓٗه اَ الف‬


َ‫سنَ ٍة ِّم َّما تَعُد اُّون‬

Artinya : ia mengatur segala urusan dari langit ke bumi, kemudian


(urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang
kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut
perhitunganmu (Qs.Sajdah, 5)19

Salah satu Pondok Pesantren yang usianya cukup tua, adalah Pondok

Pondok Pesantren Nurul Jadid yang didirikan pada tahun 1948 oleh KH. Zaini

17
A. Halim. Menggali Potensi Ekonomi Pondok Pesantren. Yogyakarta: Pustaka
Pesantren. 2005. Hal.243
18
H. Muhammad Jamhuri, Lc. MA,Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Islam di
Indonesia,(Tangerang: Sekolah Tinggi Agama Islam Asy-Syukriyyah,1990), 1
19
As-Sajdah.5
10

mun’im, yang terletak di desa karanganyar kabupaten probolinggo20, yang

hingga saat ini berusia 70 tahun. Pada usia yang tidak muda lagi, untuk

mempertahankan exestensinya, pondok pesantren juga melakukan inovasi–

inovasi dalam membangun sumber–sumber keuangan, inovasi yang dilakukan

dengan mendirikan unit-unit bisnis Pesantren. Dalam waktu lima tahun terakhir

telah berdiri unit-unit usaha Pesantren, yaitu toko ritail (enjemart),

keterampilan (unit usaha garment), percetakan, unit usaha toko bahan

bangunan dan unit usaha property.

Bisnis yang telah dikembangkan di Pondok Pesantren Nurul Jadid, tidak

hanya dikembangkan secara sederhana. Berdasar observasi awal yang

dilakukan, seluruh usaha bisnis di pesantren ini terorganisasir dan dapat

terbilang terlembagakan, yaitu disatukan dalam satu badan hukum Kopontren,

yang didirikan pada 28 oktober 1991.21 Beberapa unit usaha yang disebutkan

diawal digerakkan oleh Kopontren (Koperasi Pondok Pesantren). Lembaga

inilah yang menaungi beberapa usaha bisnis yang dijalankan. 22 Artinya,

Pondok Pesantren Nurul Jadid dalam konteks telah mampu membangun usaha

bisnis yang mapan, yang dibuktikan dengan terbentuknya satuan kerja yang

yang bertugas sebagai pelaksana usaha dalam hal ini adalah bidang usaha, dan

Inkubasi bisnis pesantren yang bertugas untuk melakukan kajian usaha dan

penyiapan sumber daya manusia (SDM). Kelembagaan inilah yang menjadi

20
https://www.nuruljadid.net/sejarah-pesantren ((Diakses tanggal 14 Agutus 2021)
21
Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Koperasi Propinsi Jawa Timur
nomor : 7146/bangwas II/91 tentang pengesahan Koperasi sebagai Badan Hukum.
22
Obeservasi Awal, Kelembagaan Bisnis Pondok Pesantren Nurul Jadid Tanggal
02/02/2021
11

cikap bakal pengembangan usaha pesantren guna meningkatkan kemandirian

pesasantren dalam hal usaha bisnisnya.

Najiburahman, Ketua Kapontren Nurul Jadid, menjelaskan,

“fungsi KOPONTREN ini untuk mengembangkan kemandirian


pesantren. Fungsi KOPONTREN kan sebenarnya ingin membesarkan
pesantren juga. Kita berusaha agar pesantren bisa mandiri. Seluruh
usaha bisnis yang dijalankan pesantren terpusat atau terkordinasi di
Kapontren ini. Jadi persoalan managemen bisnis ini, memang dari kami
yang bertanggung jawab tad”.23

Uniknya Koperasi yang dibentuk, merupakan formulasi upaya

pengembangan ekonomi Pesantren yang mandiri. Untuk membentuk

kemandiriannya, pengembangan koperasi dilakukan dengan menfokuskan pada

stakeholder pengelolah. Ada tiga kapontren yang dibentuk, ada kapontren yang

dibentuk guna mengembangkan kemandirian kelompok kepenurusan pesantren,

para guru/keryawan dan juga kelompok keluarga kiai.24

Islam meng istilahkan managemen dengan sebutan at-tadbir

(Pengaturan), kata ini di nukil dari salat ayat dalam Al-Qura’an Surat As-

Sajadah, Ayat 5 :

Berdasarkan paparan diatas, sudah dapat dipahami bahwa telah ada

strategi managemen pengembangan kelembagaan bisnis di Pondok Pesantren

Nurul Jadid. Bahkan telah dikembangan dengan sangat baik. Indikatornya,

kelembagaan bisnis tersebut telah memiliki aturan legas, sebagaimana

organisasi binis pada umumnya. Aturan yang dimaksud diantaranya seperti,

Peraturan Kepala Pesantren Nomor 28 Tahun 2021. Di dalamnya dijelaskan,

23
Wawancara awal, Najiburrahman (Ketua Kapontren Nurul Jadid) tanggal 21/02/2021
24
Dokumentasi, Pengembangan Program Pesantren Mandiri tahun 2021
12

secara legal Kapontren membawahi unit-unit usaha milik pesantren.25 Adapun

unit-unit usaha pondok pesantren adalah unit usaha perdagangan yang terdiri

dari toko bangunan, enjemart dan mandiri logistic, dan unit usaha jasa yang

terdiri dari percetakan, garment dan Bekal Santri (layanan belanja santri

dengan menggunakan kartu).26

Seluruh fakta dari pesantren Nurul Jadid di atas, tentu merupakan hal

unik, utamanya sebagai potret model pengembangan kelembagaan bisnis guna

meningkatkan kemandirian pesantren. Adapun beberapa pertimbangan yang

menjadikan pesantren ini unik untuk diteliti adalah pertama, pesantren Nurul

Jadid memiliki misi penguatan kemandirian ekonomi pesantren. Hal demikian

ini terlihat dalam rencana kerja program pengembangan pesantren. Pesantren

mandiri dimasukkan sebagai agenda prioritas pemberdayaan masyarakat

dirumuskan oleh yayasan pesantren.27 Kedua, pesantren Nurul Jadid telah

sukses menginisiasi dan mengakomodir gerak pengembangan ekonomi melalui

pengembangan kelembagaan ekonomi pesantren. Hal demikian ini terlihat dari

terciptanya tiga kelembagaan yang secara formal mendorong pengembangan

unit usaha pesantren. Ketiga, pesantren Nurul Jadid berupaya mengembangkan

menejemen kelembagaan bisnis pendorong ekonomi mandiri. Tentu fakta ini

ditemukan dalam observasi yang dilakukan peneliti. Peneliti melihat adanya

upaya pengembangan menjemen kelembagaan dengan baik.

Berdasar penjelasan diatas, dapat tergambarkan bahwa Pondok

25
Dokumentasi Awal, Peraturan Kepala Pesantren Nomor 28 Tahun 2021 tentang Badan
Usaha Pesantren
26
Profi bidang usaha pondok pesantren nurul jadid tahun 2020
27
Dokumentasi, Pengembangan Program Pesantren Mandiri tahun 2021
13

Pesantren Nurul Jadid, berupaya menciptakan ekonomi yang mandiri,

sehingga dapat menopang keuangan pesantren. Untuk itu peneliti, bermaksud

melakukakan penelitian dengan judul “Analisis Strategi Pengembangan

Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok

Pesantren (Studi Pada Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Kabupaten

Probolinggo)”. Judul ini akan didekati dengan konsepsi teoretis tentang

strategi pengembangan. Yang dalam hal ini, salah satu konsep teoretiknya

sebagaimana diperkenal R. David. Ia mengatakan strategies are the means by

which long-term objectives will be achieved.28

Proses penyusunannya dapat dilakukan dengan beberapa tahapan.

Pertama, strategy formulation atau dapat disebut juga dengan tahapan

perencanaan. Babarapa diantara tahapannya adalah penyusunan visi dan misi,

internal dan eksternal asesment, strategi in action, analisis dan choice.29

Kedua, strategy implementation disebut juga sebagai langkah-langkah

pelaksanaan. Beberapa prosesnya terdiri dari menajemen pelaksanaannya,

pembiayaan hingga pemasaran yang dilakukan.30 Ketiga, strategy evaluation.

Bisa disebut juga sebagai tahapan penilaian kerja pengembangan strategi.

Langkah-langkagnya terdiri dari review, penilaian hingga pola kontrol

usahanya.31 Ketiga hal inilah yang akan dijadikan dasar sub fokus kajian

penelitian ini. Penggambaranya ketiganya diharapkan dapat meberkan

28
Fred R. David, Strategic Management Concepts and Cases,(USA.Prentice
Hall,2011),13
29
Hal tersebut meliputi The Business Vision and Mission, The External
Assessment,Internal Assessment dan Strategies in Action. Ibid, 40-172
30
Hal tersebut meliputi Management and Operations, Implementing Strategies:
Marketing, Finance/ Accounting, R&D, dan MIS. Ibid, 210-250
31
Hal tersebut meliputi Strategy Review, Evaluation, dan Control. Lihat. Ibid, 284
14

gambaran objektif pengembangan kelembagaan usaha dalam meingkatkan

kemandirian pesantren.

B. Fokus Penelitian
Berdasar pada konteks penelitian tersebut, maka penelitian ini

difokuskan pada Analisa Sumber Keuangan Pondok Pesantren. Fokus

penelitian ini diuraikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana Strategi Perencanaan Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam

Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok Pondok Pesantren Nurul

Jadid Paiton kabupaten Probolinggo?

2. Bagaimana Strategi Implementasi Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam

Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok Pondok Pesantren Nurul

Jadid Paiton kabupaten Probolinggo?

3. Bagaimana Evaluasi Strategi Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam

Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok Pondok Pesantren Nurul

Jadid Paiton kabupaten Probolinggo?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan ketiga fokus penelitian di atas, memunculkan tujuan yang

akan diacapai melalui penelitian ini. Adapun tujuan-tujuannya tersebut adalah

sebagaimana di bawah ini.

1. Menggambarkan dan menganalisa Strategi Perencanaan Pengembangan

Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok

Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton kabupaten Probolinggo


15

2. Menggambarkan dan Menganalisa Implementasi Strategi Pengembangan

Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok

Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton kabupaten Probolinggo

3. Menggambarkan dan Menganalisa Evaluasi Strategi Pengembangan

Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok

Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton kabupaten Probolinggo

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Secara teoritis, penelitian akan bermanfat pada hal-hal

sebagaimanan berikut ini:

a. Adanya kajian ilmiah terkait strategi pengembangan lembaga bisnis dalam

meningkatkan kemandirian ekonomi pondok pesantren

b. Menghasilkan temuan subtantif, sehingga menambah wacana baru dalam

tataran stategi pengembangan Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan

Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren.

c. Memberikan informasi profetik dalam Pengembangan Lembaga Bisnis

Dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren,

khususnya pondok pesantren di kabupaten probolinggo.

2. Secara Praktis

Adapun secara praksis, penelitian ini diharapkan memberikan

manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan meliputi:


16

a. Pengelola Pesantren yang diteliti

Bagi Pengelola Pesantren, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

membantu dalam menganalisis pengembangan lembaga bisnis dalam

meningkatkan kemandirian ekonomi pondok pesantren. Sehingga hasil

penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk

mengambil kebijakan lebih lanjut, terutama bagi pengelola pesantren yang

dikaji pada khususnya, dan pengelola pesantren di Indonesia pada

umumnya.

b. Pemerintah

Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan dan

membuat peraturan perundang-undangan mengenai langkah yang harus

ditempuh sehubungan dengan hal-hal yang mempengaruhi strategi

pengembangan lembaga bisnis dalam meningkatkan kemandirian ekonomi

pondok pesantren.

c. Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

tambahan ilmu dalam mempelajari ekonomi syariah dan menjadi

sumbangan ilmiah. Penelitian ini diharapkan dapata menjadi tambahan

informasi untuk dijadikan dasar dalam melakukan penelitian lebih lanjut

tentang strategi pengembangan lembaga bisnis dalam meningkatkan

kemandirian ekonomi pondok pesantren.


17

E. Definisi Istilah

1. Strategi Pengembangan Lembaga Bisnis

Strategi pengembangan didefinisikan sebagai suatu proses penentuan

rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang

organisasi, disertai suatu penyusunan, cara atau upaya bagaimana agar

tujuan tersebut dapat dicapai. Strategi adalah suatu proses pengevaluasian

kekuatan dan kelemahan perusahaan dibandingkan dengan peluang dan

ancaman yang ada dalam lingkungan yang dihadapi dan memutuskan

strategi pasar produk yang menyesuaikan kemampuan perusahaan dengan

peluang lingkungan.

Sedangkan yang dimaksud dengan lembaga bisnis, sebuah kegiatan

yang berorientasi pada tercapai keinginan yang dibutuhkan. Dengan

demikian, secara sederhana dapat didifinisikan sebagai sebuah kegiatan

yang memiliki tujuan mencari laba atau keuntungan. Pada penelitian ini

tentu yang dimaksud adalah kegiatan yang dilakukan oleh pesantren yang

berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan Lembaga tersebut.

Jadi yang dimaksud dengan strategi pengembangan lembaga bisnis

merupakan penyatuan dua terminilogi di atas. Terminologi strategi dan

juga lembaga sebagai objek dari strategi tersebut. Sehingga, istilah pada

tema besar yang dimaksud adalah upaya pengelolaan secara objectif

menegerial kelembagaan usaha pengembangan ekonomi.


18

2. Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren

Kemandirian ekonomi merupakan proses pengembangan usaha

pemenuhan kebutuhan secara bebas dalam mengambil ide, mengatasi

rintingan dan semacamnya. Jadi dalam penelitian ini, terma yang dibangun

adalah proses yang berhubungan dengan upaya pemenuhan kebutuhan

secara independen atau melalui daya Lembaga pesantren sendiri. Jadi

dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan kemandirian ekonomi adalah

pemenuhan lembaga pesantren secara mandiri.

Sedangkan pondok pesantren merupakan kelembagaan pendidikan

agama yang khas di Indonesia. Sebagaimana umum dipahami bahwa

pesantren di Indonesia adalah lembaga yang memliki akar budaya kuat

cenderung bersifat tradisional agama. Mereka berdiri pra kolinial hingga

saat ini.

Jadi kemandirian ekonomi pesantren yang dimaksud adalah upaya

pembentukan finansial dan pemenuhan kebutuhannya sendiri.

Kemandirian yang dimaksud tentu berhubungan seluruh yang berkiat

dengan pemenuhan ekonomi. Rigitnya, kemandirian ekonomi pesantren

adalah pemenuhan kebutuhan ekonomi lembaga pesantren yang khas

secara otonom, independen dan berdaya

Strategi pengembangan Lembaga bisnis dan kemandiri ekonomi

Pondok Pesantren adalah proses atau rencana yang berorentasi pada profit,

yang bertujuan pemenuhan lembaga pesantren secara mandiri.


19

F. Sistematika Penulisan

Penyusunan penelitian ini terdiri dari beberapa bab. Tiap bab terdiri

dari beberapa sub bab sesuai dengan keperluan penelitian yang akan dilakukan.

Bab I, merupakan Bab Pendahuluan yang menguraikan tentang begitu

signifakannya penelitian ini dilakukan. Selain itu, dalam bab ini juga memuat

fokus penelitian yang dibahas, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian pustaka,

kerangka teori, kerangka konseptual, dan sistematika pembahasan. Bab II,

berisi Landasan Teori tentang Strategi, lembaga bisnis pesantren hingga

kerangka teoretis kemandirian ekonomi.

Bab III, berisi Metode Penelitian yang membahas pendekatan dan jenis

penelitian, lokasi penelitian, kehadiran peneliti, subjek penelitian, sumber data,

teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan keabsahan data penelitian.

Bab IV, berisi Paparan Data dan Analisis yang membahas kondisi objektif

strategi pengembangan lembaga bisnis pesantren yang diteliti dan temuan

penelitian berkaitan strategy pengembangan lembaga bisnis pesantren dalam

meningkatkan kemandirian ekonomi pesantren. Bab V, berisi Pembahasan yang

berisi temuan penelitian berkaitan strategi pengembangan lembaga bisnis

pesantren. Bab VI, adalah Bab Penutup yang berisi kesimpulan dan

rekomendasi hasil penelitian dari beberapa kajian yang dilakukan.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini adalah tentang strategi pengembangan kelembagaan bisnis

pesantren yang secara utuh ingin menggambarkan strateginya, sepanjang

penelusuran yang dilakukan oleh penulis masih belum ditemukan. Beberapa

penelitian banyak yang terfokus pada satu aspek saja, misal hanya pada aspek

produk atau pemasarannya saja. Ada satu yang hampir sama dengan penelitian

yang dilakukan dan hampir sama dengan penelitian ini. Artinya, ada beberapa

penelitian yang hampir senada dengan penelitian ini. Adapun diantaranya ialah

sebagaimana di bawah ini:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Bayu Dewi Cahyono dengan

judul “Manajemen Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan Guna Peningkatan

Kecakapan Hidup Bagi Santri di Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 2

Ponorogo. Penelitian yang berjenis kualitatif ini dilakukan pada tahun 2017.

Hasil pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini menyimpulkan

bahwa menejemen dilakukan dengan meningkatkan personal skill, social skill

dan thinking skill. Manajemennya adalah dengan meningkatakan kemampuan

melihat peluang, keberanian dan bertanggung jawab pada usahanya.32

32
Bayu Dewi Cahyono, “Manajemen Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan Guna
Peningkatan Kecakapan Hidup Bagi Santri di Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 2
Ponorogo (Tesis, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, Program Studi

20
21

Penelitian ini, meneliti pengembangan entrepreneur santri guna

peningkatan kecapakan hidup mereka. Sementara penelitian saat ini, fokus pada

strategi pengembangan kelembagaan bisnis pesantren dalam meningkatkan

kemandirian ekonomi. Persamaanya adalah sama membahas tentang

pengembangan kemandirian kelembagaan.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Slamet Widodo, dengan judul

“Model Pemberdayaan Pondok Pesantren dalam Pengembangan Budaya

Kewirausahaan”. Penelitian kualitatif ini dilakukan pada tahun 2016.

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa Secara kelembagaan,

pondok pesantren memiliki peluang untuk dikembangkan dan diberdayakan

dalam pengembangan budaya kewirausahaan. Jumlah pondok pesantren

mencapai lebih dari 27 ribu dengan jumlah santri lebih dari 3 juta orang adalah

sumberdaya yang patut diperhitungkan. Model pemberdayaan harus melibatkan

seluruh stakeholder dan meliputi tahapan yang terstruktur dan sistematis. Tahap

pemberdayaan antara lain, (i) identifikasi potensi usaha; (ii) kapitalisasi

permodalan; (iii) peningkatan kapasitas pengelola; dan (iv) pendidikan

kewirausahaan. Terdapat peluang transformasi kelembagaan pondok pesantren,

sebagai lembaga keuangan mikro syariah dan Pusat Pelatihan Pertanian dan

Pendidikan Islam Konsentrasi Manajemen Kebijakan Pendidikan Islam YOGYAKARTA,


2017), 181.
22

Pedesaan Swadaya (P4S).33

Penelitian ini, fokus Pembudayaan kewirausahaan yang dilakukan di

pesantren. Penelitian saat ini, sementara penelitian saat ini fokus pada strategi

pengembangan kelembagaan bisnis pesantren dalam meningkatkan kemandirian

ekonomi. Namun juga ada persamaanya, yakni juga sama mambahas tentang

pengembangan ekonomi pesantren untuk mandiri.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Miftahul Jannah dengan judul

“Strategi Pembudayaan Entrepreneurship dalam Membangun Usaha Bisnis

Pesantren Berbasis Alumni Network Forum (Studi Kasus Pondok Pesantren

Darul Ulum Banyuanyar Madura)”. Penelitian kualitatif ini dilakukan pada tahun

2020.

Penelitian terdahulu ini membuktikan secara teoritis bahwa Pesantren

memiliki potensi pengembangan ekonominya. Salah satunya adalah dengan

mengembangkan alumni-alumni. Potensi tersebut dapat disebut sebagai potensi

sosial pesantren. Temuan penelitian memberikan model pengembangan

perkonomian pesantren yang didasarkan jaringan alumni.34

Peneliatian ini, mengkaji tentang model usaha yang dikembangkan

pesantren. Adapun penelitian peneliti saat ini, fokus pada pengembangan

33
Slamet Widodo, “Model Pemberdayaan Pondok Pesantren dalam Pengembangan Budaya
Kewirausahaan, (Tesis, Program Studi Magister dan Doktor Penyuluhan Pembangunan/
Pemberdayaan Masyarakat, Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2016),
189.
34
Miftakhul Jannah, “Strategi Pembudayaan Entrepreneurship dalam Membangun Bisnis
Pesantren Berbasis Alumni Network Forum (Studi Kasus Pondok Pesantren Darul Ulum
Banyuanyar Pamekasan)” (masters, Institut Agama Islam Negeri Jember, 2019),
http://digilib.iain-jember.ac.id/1891/.
23

lembaga bisnis pesantren. Adapun persamaanya adalah sama berkaitan upaya

pengembangan ekonomi pesantren.

Keempat, penelitian yang dilakukan Kartika Zaini Hafid dengan judul

Pesantren dan Kemandirian Perekonomian: Studi tentang Kewirausahaan di

Pondok Pesantren Ar-Risalah Cijantung IV Ciamis”. Penelitian kulitatif ini

dilakukan pada tahun 2018.

Penelitian memperoleh konklusi yang menyatakan bahwa Pondok

pesantren Ar-Risalah sebagai lembaga pendidikan bercorak khalafiah dimana

disana terintegrasi antara kurikulum persekolahan dan pesantren yang bersinergi

di bawah naungan pesantren. Berdiri sejak tahun 2001 hingga saat ini pesantren

Ar-Risalah berkembang dengan sangat pesat yang mana dalam kurun waktu yang

singkat tersebut, pesantren ini sudah mempunyai lembaga pendidikan

konferhensip dimulai dari SD hingga Perguruan Tinggi. Sejak pertama kali

didirikan, pesantren Ar-Risalah sudah bergerak dalam usaha agribisnis, posisi

pesantren yang strategis serta visi kiai yang visioner dan didukung pula kondisi

sosio-kultural masyarakat yang memiliki kesamaan orientasi usaha dengan

pondok pesantren sehingga bisa terbangun sebuah kondisi yang saling

menguntungkan.35

Fokus penelitian ini, mengkaji tentang upaya kamandirian ekonomi

pesantren melalui usahanya. Sementara fokus penelitian saat ini mengkaji

35
Zaini Hafid, “Kemandirian Perekonomian: Studi tentang Kewirausahaan di Pondok
Pesantren Ar-Risalah Cijantung IV Ciamis”, Manageria: Jurnal Manajemen Pendidikan
Islam Volume 3, Nomor 2, November 2018/1440 2018, 266.
24

tentang upaya alumni untuk kamandirian ekonomi pesantren melalui usahanya.

Sedangkan persamaanya, adalah sama mengkajian model pengembangan

kemandirian.

Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Herdis Herdiansyah dan teman-

temannya dengan judul “Eco-Pesantren as A Basic Forming of Environmental

Moral and Theology”. Penelitian kulitatif ini dilakukan pada 2018.

Penelitian ini memberikana konklusi bahwa upaya pengembangan

lingkungan dapat dilakukan melalui pendekatan proyek dan pendekatan motivasi.

Pendekatan terhadap motivasi ini dapat dilakukan dalam pola pendidikan

pesantren. Kesadaran akan keseimbangan lingkungan yang timbul dari

pemahaman dasar tentang masalah dan implikasi bagi kesejahteraan ukhrawi dan

dunia dapat ditanamkan dan dikembangkan melalui pendidikan di lingkungan.

Upaya memberdayakan siswa untuk kesehatan lingkungan dimulai dengan

melibatkan siswa dalam proses pelestarian dan pengelolaan air bersih,

perumahan bersih, menjaga kebersihan toilet umum, pengelolaan limbah, dan

partisipasi kebersihan lingkungan yang lebih luas tidak hanya di sekolah tetapi

juga cakupan yang lebih luas di masyarakat sekitar.36

Kajian dalam penelitian ini, mengkaji tentang penguatan ekonomi

pesantren melalui pendidikan moral dan teologinya. Sementara kajian dalam

penelitian saat ini adalah mengkaji strategi pengembangan kelembagaan bisnis

36
Herdis Herdiansyah, dkk.“Eco-Pesantren as A Basic Forming of Environmental Moral
and Theology”, Jurnal KALAM, Volume 12, Nomor 2, Desember 2018, 232.
25

pesantren dalam meningkatkan kemandirian ekonomi. Dan persamaan dalam

penilitian ini, yaitu sama membahas ekonomi pesantren

Keenam, penelitian yang dilakukan Siti Nur Azizah dengan judul

“Manajemen Unit Usaha Pesantren Berbasis Ekoproteksi (Studi Kasus di Pondok

Pesantren Al-Ihya Ulumuddin Kesugihan Cilacap)”. Penelitian kualitatif ini

dilakukan pada tahun 2016.

Kesimpulan dalam penelitian ini menyatakan bahwa pengelolaan

ekonomi dan ekoproteksi di Pondok Pesantren yang telah dipaparkan secara

keseluruhan, maka dapat disimpulkan bahwasanya secara keseluruhan kegiatan-

kegiatan unit usaha ekonomi berbasis ekoproteksi di pondok pesantren menjadi

penting adanya. Terlebih Mayoritas masyarkat Indonesia beragama Islam, serta

posisi bangsa ini ialah menjadi bangsa yang tengah mengembangkan

perekonomiannya ke kancah dunia sehingga menjadi suatu hal yang wajib untuk

memiliki nilai-nilai kepondokpesantrenan yang kokoh, yang nantinya mampu

menjadi basis perubahan sosial, kondisi sosial ekonomi yang masih dalam tahap

berkembang tersebut. Dasar itu menjadi perlindungan yang kuat. Hal tersebut

selaras dengan 3 pilar pengembangan unit usaha ekonomi, yaitu menciptakan

iklim yang memungkinkan potensi masyarakat pesantren berkembang,

memperkuat potensi yang dimiliki masyarakat pesantren dan melindungi unit

usaha ekonominya.

Proses manajemen unit usaha ekonomi di Pondok Pesantren serta

pengembangannya memiliki dampak yang sangat positif untuk mencapai


26

kesejahteraan bersama. Dampak positif tersebut secara nyata dapat dilihat pada

beberapa hal; a) terciptanya pola kader umat (santri dan masyarakat) yang

mandiri dalam bidang ekonomi, b) terbentuknya pesantren yang mandiri dalam

bidang ekonomi, c) menjadikan pesantren sebagai patner pemerintah, dan d)

mampu mengangkat ekonomi umat (ekonomi masyarakat sekitar pesantren

maupun masyarakat secara luas).37

Penelitian ini, meneliti tentang strategi mengelolaan bisnis pondok

pesantren, sementara penelitian saat ini, fokus strategi pengembangan lembaga

bisnis pesantren dalam meningkatkan kemandirian pesantren. Adapun

persamaanya adalah senada mengkaji upaya pengembangan mandiri

kelembagaan.

Ketujuh, penelitian yang dilakun oleh Haryanto dengan judul

“Menumbuhkan Semangat Wirausaha Menuju Kemandirian Ekonomi Umat

Berbasis Pesantren (Studi Kasus Di PP Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan)”.

Penelitian kualitatif ini dilakukan pada tahun 2017.

Konklusi dalam penelitian ini memaparkan bahwa pengembangan

kewirausahaan di dunia pesantren menjadi salah satu catatan penting dalam dunia

pendidikan saat ini. Pesantren banyuanyar memiliki program peningkatan

kewirausahaan. Beberapa bentuk usaha yang dijalankan seperti bidang

perkantoran, jasa, dan bahkan keuangan. Dijelaskan juga pesantren ini mandiri

37
Siti Nur Azizah, “Manajemen Unit Usaha Pesantren Berbasis Ekoproteksi (Studi Kasus di
Pondok Pesantren Al-Ihya Ulumuddin Kesugihan Cilacap)”, (Jurnal Al-Tijary Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Islamac Vol. 2, No. 1, 2016), 94.
27

karena memiliki departement store.38

Penelitian ini, fokus pada kajian tentang kewirausahaan santri (santri

preneur). Penelitian saat ini, mengkaji strategi pengembangan lembaga bisnis

pesantren dalam meningkatkan kemandirian ekonomi pesantren. Persamaannya,

sub kajian juga mempersoal upaya peningkatan kemandirian ekonomi.

Kedelapan, penelitian yang dilakukan oleh Anton Bawono, dengan judul

“Creative Economic Development of Pesantren”. Penelitian kualitatif ini

dilakukan pada tahun 2018.

Berdasarkan analisis yang telah ditemukan, penelitian terdahulu

menyimpulkan bahwa jumlah tradisi yang tertanam, sumber daya teknologi dan

jumlah ustadz dapat menggambarkan perkembangan ekonomi kreatif di

pesantren. Variabel jumlah tradisi tertanam, sumber daya teknologi, dan jumlah

ustadz memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap perkembangan

ekonomi kreatif. Variabel yang paling dominan yang menggambarkan

perkembangan ekonomi kreatif adalah sumber daya teknologi, sedangkan

persentase terkecil dari variabel dalam menggambarkan perkembangan ekonomi

kreatif di sekolah asrama adalah jumlah ustadz.39

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yang fokus pada

pengembangan ekonomi kreatif pesantren. Penelitian saat ini, fokus pada strategi

38
Rudy Hariyanto, “Menumbuhkan Semangat Wirausaha Menuju Kemandirian Ekonomi Umat
Berbasis Pesantren (Studi Kasus Di PP Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan),” NUANSA:
Jurnal Penelitian Ilmu Sosial Dan Keagamaan Islam 14, no. 1 (August 4, 2017): 185–212.
39
Anton Bawono, “Creative Economic Development of Pesantren”, (Shirkah Journal of
Economics and Business Vol. 3, No. 1, January-April, 2018), 43.
28

pengembangan bisnis pesantren dalam meningkatkan kemandirian ekonomi

pesantren. Persamaan dengan penelitian ini adalah pengembangan ekonomi.

Kesembilan, penelitian yang dilakukan oleh Hudaefi dan Heryani, dengan

judul “The practice of local economic development and Maqāṣid al-Sharī‘ah:

Evidence from a Pesantren in West Java, Indonesia”. Penelitian yang berjenis

kualitatif ini dilakukan pada tahun 2019.

Kesimpulan akhir dalam penelitian ini menuturkan bahwa peran

wirausahawan dan stimulator terlihat dari Pesantren yang telah memberdayakan

ekonomi lokal dan masyarakat kurang mampu. Selanjutnya, karena konsep

fundamental pembangunan ekonomi lokal sejalan dengan Maqāṣid al-Syar'ah,

bukti dari Pesantren sampel juga mewakili perannya dalam

mengaktualisasikannya. Kajian ini relevan bagi akademisi, pemerintah daerah di

Indonesia dan pemangku kepentingan terkait lainnya.40

Penelitian ini, mengkaji implimentasi ekonomi pesantren berbasis

maqosidus syari’ah. Sementara fokus penelitian saat ini, adalah strategi

pengembangan lembaga bisnis pesantren dalam meningkatkan kemandirian

ekonomi pesantren. Persamaanya, peneltiian terdahulu juga bagian dari fokus

kedua penelitian ini yakni implementasi pengembangan ekonomi pesantren.

Kesepuluh, penelitian yang dilakukan Fadloli,dkk, dengan judul

“Mosque-Based Islamic Cooperative for Community Economic Development”.

40
Ayahabuddin, dengan judul “Memupuk Kemandirian Dengan Kewirausahaan Sosial (Studi
Kewirausahaan Sosial Pesantren Al-Bayan, Majenang Kabupaten Cilacap)”, (Laporan
Reseach, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto,2015), 65.
29

Penelitian ini berjenis kualitatif. Dilakukan pada lokasi yang sama dengan

penelitian ini pada tahun 2019.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk membudayakan semangat

ekonomi atau semangat wirausaha masyarakat, ada hal penting yang harus

diperhatikan. Hal tersebut adalah komitmen dan integritas, konsistensi dan fokus,

kemampuan yang baik, kapasitas dan manajemen profesional, dan akuntabilitas

dan transparansi. Keempat hal ini akan memungkinkan masjid untuk

mengembangkan kepercayaan masyarakat terhadap penjaga masjid. Berdasarkan

kepercayaan ini, potensi ekonomi masjid dapat diberdayakan melalui

pembentukan koperasi Islam. Untuk memungkinkan penerapan konsep tersebut,

disarankan agar pengurus masjid menyelenggarakan ceramah dengan topik yang

berfokus pada ekonomi dasar Islam sebagai dasar untuk meningkatkan kesadaran

masyarakat.41

Penelitian ini, fokus mengkaji pembudayaan entrepreneur yang dilakukan

dimasjid. Fokus penelitian saat ini adalah strategi pengembangan lembaga bisnis

pesantren dalam meningkatkan kemandirian ekonomi pesantren. Persamaanya,

kajian ini juga berhubunagan dengan pengembangan kemandirian usaha bisnis

atau interpreneur pesantren.

Beberapa penejelasan di atas secara sederahana dijelaskan dalam table di


bawah ini.

41
Fadloli, dkk, “Mosque-Based Islamic Cooperative for Community Economic Development”,
(Jurnal Integrative Business and Economics Research, Vol. 8, Supplementary Issue 2, 2019),
196.
30

Tabel 2.1 : Penjelasan Penelitian Terdahulu


N Hasil Perbedaan
Judul Peneliti
o Penelitian Terdahulu Sekarang
1 “Manajemen Bayu Dewi Manajemen Meneliti Penelitian
Pengembangan Cahyono, dilakukan dengan pengenmbangan ini fokus
Pendidikan 2017 meningkatkan entrepreneur santri pada strategi
Kewirausahaan Guna personal skill, guna peningkatan pengembang
Peningkatan social skill dan kecapakan hidup an
Kecakapan Hidup Bagi thinking skill. mereka. kelembagaan
Santri di Pondok Manajemennya bisnis
Modern Darussalam adalah dengan pesantren
Gontor Kampus 2 meningkatakan dalam
Ponorogo (Tesis, kemampuan meningkatka
Fakultas Ilmu Tarbiyah melihat peluang, n
dan Keguruan UIN keberanian dan kemandirian
Sunan Kalijaga, bertanggung ekonomi
Program Studi jawab pada
Pendidikan Islam usahanya
Konsentrasi
Manajemen Kebijakan
Pendidikan Islam
YOGYAKARTA,
2017)
2 Model Pemberdayaan Slamet Secara Pembudayaan Penelitian
Pondok Pesantren Widodo, kelembagaan, kewirausahaan ini fokus
dalam Pengembangan 2016 pondok pesantren yang dilakukan di pada strategi
Budaya memiliki peluang pesantren. pengembang
Kewirausahaan, (Tesis, untuk an
Program Studi dikembangkan kelembagaan
Magister dan Doktor dan diberdayakan bisnis
Penyuluhan dalam pesantren
Pembangunan/ pengembangan dalam
Pemberdayaan budaya meningkatka
Masyarakat, kewirausahaan. n
Pascasarjana Jumlah pondok kemandirian
Universitas Sebelas pesantren ekonomi
Maret Surakarta, mencapai lebih
2016). dari 27 ribu
dengan jumlah
santri lebih dari 3
juta orang adalah
sumberdaya yang
patut
diperhitungkan.
Model
pemberdayaan
harus melibatkan
seluruh
stakeholder dan
meliputi tahapan
31

yang terstruktur
dan sistematis.
Tahap
pemberdayaan
antara lain, (i)
identifikasi
potensi usaha; (ii)
kapitalisasi
permodalan; (iii)
peningkatan
kapasitas
pengelola; dan
(iv) pendidikan
kewirausahaan.
Terdapat peluang
transformasi
kelembagaan
pondok pesantren,
sebagai lembaga
keuangan mikro
syariah dan Pusat
Pelatihan
Pertanian dan
Pedesaan
Swadaya (P4S)
3 “Strategi Pembudayaan Miftahul Kajian tentang Penelitian
Model
Entrepreneurship Jannah, model usaha yang ini fokus
pengembangan
dalam Membangun 2020 dikembangkan pada strategi
usaha pesantren
Usaha Bisnis Pesantren pesantren pengembang
yang didasarkan
Berbasis Alumni an
pada potensi
Network Forum (Studi kelembagaan
alumni. Jaringan
Kasus Pondok bisnis
alumni
Pesantren Darul Ulum pesantren
merupakan
Banyuanyar Madura)”. dalam
instrumen
meningkatka
pengembangan
n
kemandirian
kemandirian
pesantren
ekonomi
4 “Kemandirian Zaini Pondok pesantren Kajian tentang Kajian
Perekonomian: Studi Hafid, Ar-Risalah upaya kamandirian tentang
tentang Kewirausahaan 2018 sebagai lembaga ekonomi pesantren upaya
di Pondok Pesantren pendidikan melalui usahanya. alumni
Ar-Risalah Cijantung bercorak untuk
IV Ciamis”, khalafiah dimana kamandirian
Manageria: Jurnal disana terintegrasi ekonomi
Manajemen Pendidikan antara kurikulum pesantren
Islam Volume 3, persekolahan dan melalui
Nomor 2, November pesantren yang usahanya.
2018/1440 2018. bersinergi di
bawah naungan
pesantren. Berdiri
32

sejak tahun 2001


hingga saat ini
pesantren Ar-
Risalah
berkembang
dengan sangat
pesat yang mana
dalam kurun
waktu yang
singkat tersebut,
pesantren ini
sudah mempunyai
lembaga
pendidikan
konferhensip
dimulai dari SD
hingga Perguruan
Tinggi. Sejak
pertama kali
didirikan,
pesantren Ar-
Risalah sudah
bergerak dalam
usaha agribisnis,
posisi pesantren
yang strategis
serta visi kiai
yang visioner dan
didukung pula
kondisi sosio-
kultural
masyarakat yang
memiliki
kesamaan
orientasi usaha
dengan pondok
pesantren
sehingga bisa
terbangun sebuah
kondisi yang
saling
menguntungkan.
5 “Eco-Pesantren as A Herdis Upaya Kajian tentang Penelitian
Basic Forming of Herdiansya pengembangan penguatan ekonomi ini fokus
Environmental Moral h, dkk, lingkungan dapat pesantren melalui pada strategi
and Theology”, Jurnal 2018 dilakukan melalui pendidikan moral pengembang
KALAM, Volume 12, pendekatan dan teologinya an
Nomor 2, Desember proyek dan kelembagaan
2018. pendekatan bisnis
motivasi. pesantren
Pendekatan dalam
33

terhadap motivasi meningkatka


ini dapat n
dilakukan dalam kemandirian
pola pendidikan ekonomi
pesantren.
Kesadaran akan
keseimbangan
lingkungan yang
timbul dari
pemahaman dasar
tentang masalah
dan implikasi bagi
kesejahteraan
ukhrawi dan
dunia dapat
ditanamkan dan
dikembangkan
melalui
pendidikan di
lingkungan.
6 “Manajemen Unit Siti Nur Secara Kajian Kajin
Usaha Pesantren Azizah, keseluruhan kemandirian tentang
Berbasis Ekoproteksi
2016 kegiatan- usaha bisnis usaha
(Studi Kasus di kegiatan unit pesantren bisnis
Pondok Pesantren usaha ekonomi alumni
Al-Ihya Ulumuddin berbasis untuk
Kesugihan Cilacap)”, ekoprteksi di kemandiria
(Jurnal Al-Tijary pondok n pesantren
Jurnal Ekonomi dan pesantren
Bisnis Islamic Vol. menjadi penting
2, No. 1, 2016). adanya.
Sedangkan
proses
manajemen unit
usaha ekonomi
di Pondok
Pesantren serta
pengembangann
ya memiliki
dampak yang
sangat positif
untuk mencapai
kesejahteraan
bersama.
7 “Menumbuhkan Haryanto, Pesantren Kajian tentang Penelitian
Semangat Wirausaha 2017 menjalankan kewirausahaan ini fokus
Menuju Kemandirian banyak santri pada
Ekonomi Umat penguatan skill strategi
34

Berbasis bisnis pada pengemban


Pesantren(Studi santri. Beberapa gan
Kasus Di PP Darul yang kelembagaa
Ulum Banyuanyar dikembangkan n bisnis
Pamekasan)”. seperti bidang pesantren
usaha, dalam
perkantoran meningkatk
hingga jasa an
kemandiria
n ekonomi
8 “Creative Economic Anton Jumlah tradisi Kajin tentang Penelitian
Development of Bawono, yang tertanam, pengembangan ini fokus
Pesantren”, (Shirkah 2018 sumber daya ekonomi kreatif pada
Journal of teknologi dan pesantren dan strategi
Economics and jumlah ustadz merupakan kajian pengemban
Business Vol. 3, No. dapat kuantitaf gan
1, January-April, menggambarkan kelembagaa
2018). perkembangan n bisnis
ekonomi kreatif pesantren
di pesantren. dalam
Variabel jumlah meningkatk
tradisi tertanam, an
sumber daya kemandiria
teknologi, dan n ekonomi
jumlah ustadz
memiliki
hubungan positif
dan signifikan
terhadap
perkembangan
ekonomi kreatif.
Variabel yang
paling dominan
yang
menggambarkan
perkembangan
ekonomi kreatif
adalah sumber
daya teknologi,
sedangkan
persentase
terkecil dari
variabel dalam
menggambarkan
perkembangan
ekonomi kreatif
35

di sekolah
asrama adalah
jumlah ustadz.
9 “The practice of Hudaefi Analisis Penelitian
local economic dan implementasi ini fokus
development and Heryani, ekonomi pada
Penelitian ini
Maqāṣid al-Sharī‘ah: 2019 pesnantrren strategi
menemukan
Evidence from a berbasis pengemban
bahwa proses
Pesantren in West maqosidus gan
pengembangan
Jawa, syari’ah kelembagaa
bisnis di lokal
n bisnis
economi
pesantren
pesantren talah
dalam
sesuai dengan
meningkatk
prinsip
an
kemandiria
n ekonomi
10 “Mosque-Based Fadloli, Untuk Kajian Penelitian
Islamic Cooperative dkk, 2019 membudayakan pembudayaan ini fokus
for Community semangat entrepreneur yang pada
Economic ekonomi atau dilakukan di strategi
Development”, semangat masjid pengemban
(Jurnal Integrative wirausaha gan
Business and masyarakat, ada kelembagaa
Economics Research, hal penting yang n bisnis
Vol. 8, harus pesantren
Supplementary Issue diperhatikan. dalam
2, 2019). Hal tersebut meningkatk
adalah an
komitmen dan kemandiria
integritas, n ekonomi
konsistensi dan
fokus,
kemampuan
yang baik,
kapasitas dan
manajemen
profesional, dan
akuntabilitas
dan
transparansi.
Keempat hal ini
akan
memungkinkan
masjid untuk
mengembangka
36

n kepercayaan
masyarakat
terhadap
penjaga masjid.
Berdasarkan
kepercayaan ini,
potensi ekonomi
masjid dapat
diberdayakan
melalui
pembentukan
koperasi Islam.
Untuk
memungkinkan
penerapan
konsep tersebut,
disarankan agar
pengurus masjid
menyelenggarak
an ceramah
dengan topik
yang berfokus
pada ekonomi
dasar Islam
sebagai dasar
untuk
meningkatkan
kesadaran
masyarakat.
Sumber : diolah Peneliti
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dipaparkan di atas, nampak jelas

perbedaaanya dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Penelitian

terdahulu juga banyak yang membahas tentang upaya pesantren dalam

membangun unit usaha ekonomi atau melakukan strategi pembudayaan

intrepreuneurship. Akan tetapi, mayoritas penelitian terdahulu tidak ada yang

membahas tentang hal yang berkaitan atau mengintegarasikan strategi

pengembangan Lembaga bisnis pesantren dalam peningkatan kemandirian.


37

B. Kajian Teori

1. Analisis Strategi Pengembangan

Banyak yang mengemukakan bahwa strategi bisnis berdekatan bahkan

selaras dengan apa yang dimaksud dengan manajamen strategi. Manajemen

Strategi sendiri adalah seni dan pengetahuan dalam merumuskan,

mengimplementasikan, serta mengevaluasi keputusan-keputusan lintas

fungsional yang memampukan sebuah organisasi mencapai tujuannya.

Manajemen strategis berfokus pada usaha untuk mengintegrasikan

manajemen, pemasaran, keuangan atau akuntansi, produksi atau operasi,

penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi komputer untuk

mencapai keberhasilan organisasional.42

Sedangkan menurut Thomas L Wheelen dan J. David Hunger, Strategic

management is that set of managerial decisions and actions that determines

the long-run performance of a corporation. Artinya, manajemen strategis

adalah seperangkat keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan

kinerja jangka panjang suatu perusahaan. Ini mencakup pemindaian

lingkungan (baik eksternal maupun internal), perumusan strategi (perencanaan

strategis), implementasi strategi, dan evaluasi dan kontrol. Studi manajemen

strategis karena itu menekankan pemantauan dan evaluasi peluang eksternal

dan ancaman mengingat kekuatan dan kelemahan perusahaan untuk

42
Fred R. David, Strategic Management Concepts and Cases,(USA.Prentice Hall,2011),5
38

menghasilkan dan menerapkan arah strategis baru untuk suatu organisasi.43

Hal demikian sebagaimana yang diungkapkan oleh Aime DKK,

manajemen strategi adalah kesatuan proses manajemen pada suatu organisasi

yang berulang-ulang dalam menciptakan nilai serta kemampuan untuk

menghantar dan memperluas distribusinya kepada pemangku kepentingan

ataupun pihak lain yang berkepentingan. Terdapat 5 tugas dalam manajemen

strategi, yakni:44

a. Mengembangkan visi dan misi

b. Menetapkan tujuan dan sasaran

c. Menciptakan suatu strategi mencapai sasaran

d. Mengimplementasikan dan melaksanakan strategi

e. Mengevaluasi strategi dan pengarahan

Terkait dengan manajemen strategy ini, sebenarnya banyak

pendekatan yang dirumuskan oleh beberapa tokoh. Ada pendekatan klasik

yang digagas Fayol dan Weber, ada pendekatan SDM oleh Maslow, ada

pendekatan sistem yang disebut resources-based view (RBV) dan banyak

lagi pendekatan lainnya. Namun ada beberapa hanya pendekatan atau

model yang dipakai sebenarnya. Hal tersebut sebagaimana yang oleh

43
Thomas L Wheelen dan J. David Hunger, Essentials of Strategic Management,
(USA:Prentice Hall,2011), 1.
44
Aime Heene, Dkk. Manajemen Strategik Keorganisasian Publik, (Jakarta: Refika
Aditama,2010),10.
39

David adalah profit-maximizing dan competition-based theory, resource-

based theory, survival-based theory, human resource-based theory,

agency theory dan contingency theory.45

Tipikal pendekatan inilah kemudian akan dipakai untuk

menganalisa fokus masalah dalam penelitian ini. Hal ini menjadi senada

sebab Fokus penelitian yang disusun oleh peneliti berdasarkan apa yang

telah disampaikan oleh David dalam bukunya. Ia mengatakan bahwa

manajemen strategy meliputi strategy formulation,46 strategy

implementation47 dan strategy evaluation.48

Strategy formulation meliputi visi dan misi, internal dan eksternal

asesment, strategi in action, analisis dan choice. Strategy implementation

meliputi menajemen pelaksanaannya, pembiayaan, pemasaran dan

sebagainya. Sedangkan strategy evaluation meliputi review, penilaian dan

kontrol usahanya. Beberapa gagasan inilah kemudian melahirkan strategi

analisis sebagaimana di bawah ini:

45
Penjelasannya lebih lengkapnya baca, Fred R. David, Strategic Management .....,1-290
46
Hal tersebut meliputi The Business Vision and Mission, The External Assessment,Internal
Assessment dan Strategies in Action. Ibid, 40-172
47
Hal tersebut meliputi Management and Operations, Implementing Strategies: Marketing,
Finance/ Accounting, R&D, dan MIS. Ibid, 210-250
48
Hal tersebut meliputi Strategy Review, Evaluation, dan Control. Lihat. Ibid, 284
40

Gambar 2.1 Kerangka Teori Strategi Pengembangan Kelembagaan Bisnis

FORMULATION

Visi dan Misi Kelembagaan IMPLAMENTATION

Ectrernal Assessment Lembaga Managemnet dan Pelaksanaan EVALUATION

Internal Assessment Lembaga Pembiyaan, Pemasaran, dan Review, penilaian dan kontrol Usaha
Pesantren Penghitunagan, Pengembangan dan Pesantren
Manjemen komunikasi Lembaga
bisnis Pesantren
Strategy In Action Lembagaa Bisnis
Pesantren

Sttrategy Analisis and Choice Usaha


Pesantren Alumni Network Forum

2. Kelembagaan Bisnis Pesantren

1. Pengertian Kelembagaan Bisnis Pesantren

Bisnis adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan

memperoleh hasil berupa keuntungan, upah, atau laba usaha. usaha adalah

kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk

mencapai suatu maksud pekerjaan (perbuatan, prakarsa, ikhtiar, daya

upaya) untuk mencapai sesuatu.49 Sedangkan terkait dengan arti bisnis

sendiri, ditujukan pada sebuah kegiatan berorientasi profit yang

memproduksi barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Bisnis juga dapat diartikan sebagai suatu lembaga yang menghasilkan

barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat.50 Kata “Bisnis” sendiri

memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya- penggunaan singular kata


49
KBBI online diakses pada tanggal 17 Mei 2018.
50
Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. (Bandung: Alfabeta,2007),4
41

bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum),

teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan.

Bisnis dalam arti luas adalah istilah umum yang menggambarkan semua

aktivitas dan institutusi yang memproduksi barang/jasa dalam kehidupan

sehari-hari.51

Berdasarkan difinisi di atas, kelembagaan bisnis merupakan dua

kata yang memiliki kesamaan makna, yakni sebuah kegiatan yang

berorientasi pada tercapai keinginan yang dibutuhkan. Dengan demikian,

secara sederhana dapat didefinisikan sebagai sebuah kegiatan yang

memiliki tujuan mencari laba atau keuntungan. Pada penelitian ini tentu

yang dimaksud adalah kegiatan yang dilakukan oleh sesuatu yang

berhubungan proses peningkaran kemandirian ekonomi pesantren..

2. Historitas Kelembagaan Bisnis Pesantren

Pondok Pesantren (Ponpes) adalah salah satu lembaga pendidikan

Islam tertua di Indonesia, keberadaan dan perannya dalam mencerdaskan

kehidupan bangsa telah diakui oleh masyarakat. Dalam

perkembangannya, Pondok Pesantren berfungsi sebagai pusat bimbingan

dan pengajaran ilmu-ilmu agama Islam yang telah banyak melahirkan

ulama, tokoh masyarakat dan mubaligh. Seiring dengan laju

pembangunan dan tuntutan zaman serta perkembangan ilmu pengetahuan

51
Abdul Aziz, Etika Bisnis …, 2
42

dan teknologi, Ponpes telah melakukan berbagai inovasi untuk

meningkatkan peran dan sekaligus memberdayakan potensinya bagi

kemaslahatan lingkungannya.

Semula pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam yang

dipergunakan sebagai tempat untuk menyebarkan agama Islam dan

mendalami ajaran-ajarannya, yang tumbuh di masyarakat dengan sistem

asrama, sekaligus bersifat independent dalam segala hal.52 Kendati

kebanyakan pesantren memposisikan dirinya hanya sebagai lembaga

pendidikan dan keagamaan. Namun sejak tahun 1970-an beberapa

pesantren telah berupaya untuk melakukan reposisi dalam menyikapi

berbagai persoalan sosial, ekonomi dan politik.

Dalam kehidupan sosial, kebanyakan pesantren sangat jarang hadir

dalam pembahasan persoalan ekonomi. Bahkan seringkali pesantren

seolah menjadi beban ekonomi tersendiri menyangkut hubungan antara

penyediaan lapangan kerja dengan tenaga santri.53 Hal tersebut dapat

dilihat dari arus globalisasi dan kapitalisme pasar yang menerjang seluruh

sendi kehidupan sehingga ada asumsi yang mengatakan bahwa minat

masyarakat untuk masuk ke dalam lembaga pendidikan pesantren menjadi

semakin berkurang.

52
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan …, 240
53
Amin Haedari (ed), Khazanah Intelektual Pesantren, (Jakarta: CV. Maloho Jaya Abadi,
2008), 182
43

Pada perkembangannya, mulai banyak yang sadar pesantren bukan

hanya sekadar pusat pendalaman ilmu agama saja. Pesantren juga

memiliki potensi pengembangan ekonomi.54 Potensi yang ada di dalam

pesantren meliputi asset-asset ekonomi, ajaran agama dan ikatan antara

Kiai, santri, keluarga santri, alumni, dan masyarakat sekitar menjadi

modal sosial yang penting dalam sebuah kegiatan perekonomian.

Marwan Saridjo, seorang pemerhati pesantren menyebutkan, seiring

dengan lajunya pembangunan dan tuntutan zaman serta perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Jenis-jenis Pondok pesantren yang

sederhana itu mulai melakukan berbagai inovasi untuk meningkatkan

keterampilan dan sekaligus memberdayakan potensi bagi kemaslahatan

lingkungan sekitar.55 Banyak pesantren yang mengembangkan unit

usahanya.

Keberadaan unit usaha di kalangan pesantren sebenarnya bukanlah

cerita baru, sebab pendiri koperasi pertama di bumi nusantara adalah

Patih Wiriatmadja, seorang muslim yang sadar dan menggunakan dana

masjid untuk menggerakan usaha simpan pinjam dalam menolong

jama’ah yang membutuhkan dana. Tumbuhnya unit usaha di kalangan

54
Asrori S. Karni, Etos Studi Kaum Santri; Wajah Baru Pendidikan Islam, (Bandung: PT
Mizan Pustaka, 2009), 221.
55
Pada pemebahasananya ia juga memebahas tentang perkemabangan pesantren dalam aspek
pembangunan infrastrukturnya. Lihat. Marwan Saridjo, et.al., Sejarah Pondok Pesantren di
Indonesia, (Jakarta: Dharma Bhakti, 1979), 10.
44

santri pada awalnya adalah koperasi. Hal ini merupakan salah satu bentuk

perwujudan dari konsep ta’awun (saling menolong), ukhuwwah

(persaudaraan), tholabul ‘ilmi (menuntut ilmu) dan berbagai aspek ajaran

Islam lainnya.56

Tumbuhnya unit usaha pesantren yang berbentuk koperasi ini

sebenarnya tidak terlepas dari adanya dorongan pemerintah yang kala itu

mengeluarkan kebijakan aturan pendirian usaha koperasi. Pemerintah

secara tegas menetapkan bahwa dalam rangka pembangunan nasional

dewasa ini, koperasi harus menjadi tulang punggung dan wadah bagi

perekonomian rakyat.57 Koperasi sendiri merupakan suatu bentuk

kerjasama dalam lapangan perekonomian. Kerjasama ini diadakan oleh

individu-indivudu yang memiliki kesamaan jenis kebutuhan hidup

mereka. Setiap orang bersama-sama mengusahakan kebutuhan sehari-hari

yang mereka butuhkan. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan kerjasama

yang akan berlangsung terus. Oleh sebab itu, dibentuklah suatu

perkumpulan sebagai bentuk kerjasama itu.58

Usaha pesantren yang berjenis kopersi ini, sebagaimana koperasi

pada umumnya juga bersifat terbuka. Tumbuh berdasarkan kekeluargaan.

56
Azyumardi Azra, “Pesantren, Kontinuitas dan Perubahan”, dalam Nurcholish Madjid, Bilik-
bilik Pesantren …, 1.
57
Sebagaimana penjelasan UUD 1945 tersebut diungkapkan bahwa membangun usaha yang
sesuai adalah koperasi. Lihat. Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi,
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), 9.
58
Ibid, 1.
45

Orang miskin dan kaya bersatu dan bekerja sama memperbaiki nasib dan

meningkatkan taraf hidup mereka bersama.59 Hal inilah yang kemudian

membuat pesantren juga terdorongan mengembang unit usahanya dengan

membentuk koperasi.

Unit usaha pesantren yang berbentuk koperasi ini berkembang

begitu pesat, sebab asas koperasi sejalan dengan syari’ah Islam yakni,

berdasarkan konsep gotong royong dan tidak dimonopoli oleh salah satu

orang pemilik modal. Begitu pula dalam hal keuntungan yang diperoleh

maupun kerugian yang diderita harus dibagi secara sama rata dan

proporsional. Asas tersebut telah sesuai dengan firman Allah SWT dalam

al- Qur’an Surat Al-maidah ayat 2:

‫دو ِۚ ِن‬ ٰۖ
َ َٰ ‫ثم َوٱل ُع‬
ِ ‫اونُو ْا َعلَى ٱلبِ ِّر َوٱلتَّق َو َٰى َو ََل تَ َعا َونُو ْا َعلَى ٱ ِإل‬
َ ‫ َوتَ َع‬...

ِ ‫ش ِدي ُد ٱل ِعقَا‬
‫ب‬ َّ َّ‫ٱَّللَ إِن‬
َ َ‫ٱَّلل‬ َّ ‫َوٱتَّقُو ْا‬

Artinya: “…Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)


kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada
Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya.”60

Berdasarkan pada ayat al-Qur’an di atas kiranya dapat dipahami

bahwa tolong-menolong dalam kebajikan dan dalam ketakwaan

dianjurkan oleh Allah. Koperasi merupakan tolong-menolong, kerjasama,

59
Ninik Widiyanti, Koperasi dan Perekonomian Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), 4.
60
QS. Al-Maidah: 2
46

dan saling menutupi kebutuhan. Menutupi kebutuhan dan tolong-

menolong dalam kebajikan adalah salah satu wasilah untuk mencapai

ketakwaan yang sempurna.

Selain historitas perkembangan koperasi di pesantren di atas, ada

histori yang berbeda yang dijelaskan oleh para tokoh. Ada sejumlah tokoh

yang menyebutkan bahwa santri-santri pondok pesantren sejak awal

memang sudah melakukan usaha bisnis yang sangat signifikan dalam arus

perkembangan perekonomian negara ini. Para santri memang diakui

memiliki etos kerja bisnis yang baik. Lanca Castle di Kudus, misalnya

menunjukkan bahwa santri pengusaha dan pedagang memiliki etos kerja

keras, sikap hemat, jujur dan disiplin. Mereka lebih unggul jika

dibandingkan dengan golongan priyayi dan abangan, meskipun mereka

tertinggal dengan golongan cina, terutama dalam pengembangan

organisasi usaha dan peningkatan produksi. Nakamura mengatakan

bahwa kemajuan dagang yang dicapai santri pengusaha Kotagede, selain

disebabkan karena hasil usahanya sendiri, juga dicapai dengan ada

kebijakan Kesultanan yang meminimalisasi kompetitor (larangan bagi

orang Cina untuk berdagang disana), dan kebijakan monopoli yang

diberikan oleh pemerintah Kolonial kepada pengusaha Kotagede.

Nakamura menyebutkan bahwa santri pengusaha Kotagede jauh lebih

maju dalam perdagangan ketimbang golongan lainnya, yakni abangan dan


47

komunis.61

Maka menjadi tidak heran, jika hari ini banyak pesantren yang

memiliki unit usaha maju. Sepanjang penelusuran yang dilakukan penulis,

beberapa pesantren di jawa timur banyak yang sudah memiliki unit usaha

yang maju. Salah satunya contonya Pondok Pesantren Sidogiri di

Pasuruan Jawa Timur juga selangkah lebih maju dan telah berhasil

mengembangkan perekonomian berbasis koperasi dan tersebar seantero

nusantara. ponpes ini telah memiliki beberapa unit usaha seperti Koperasi

BMT Syariah Muamalah Masholihul Ummah (MMU) dengan dimulai

modal awal 13.500.000,- dan berkembang hingga sekarang dengan

jumlah asest yang fantastis. Selain juga ada pesantren Al-Qodiri Jember

yang memiliki usaha bisnis AMDK dan pom bensin. Omesetnya tentu

juga fantastis.

3. Model Pengembangan Usaha Bisnis Pesantren

Kalau mencermati prilaku ekonomi di lingkungan pesantren pada

umumnya, kita dapat menerka kemungkinan model apa yang sedang

berjalan dalam usaha- usaha tersebut. Setidaknya ada empat macam

kemungkinan pola usaha ekonomi di lingkungan pesantren, yaitu:62

Pertama, usaha ekonomi yang berpusat pada kiai sebagai orang

61
Nakamura Mitsuo, Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin, (Yogyakarta, Gadjah
Mada University Press, 1983).
62
Mursyid, ‘Dinamika Pesantren Dalam Perspektif Ekonomi’, (Jurnal Millah Vol. XI, No 1,
Agustus 2011), 180-181.
48

yang paling bertanggungjawab dalam mengembangkan pesantren.

Misalnya seorang kiai mempunyai perkebunan cengkeh yang luas. Untuk

pemeliharaan dan pemanenan, kiai melibatkan santri-santrinya untuk

mengerjakannya. Maka terjadilah hubungan mutualisme saling

menguntungkan: kiai dapat memproduksi perkebunannya, santri

mempunyai pendapat tambahan, dan ujungnya dengan keuntungan yang

dihasilkan dari perkebunan cengkeh, maka kiai dapat menghidupi

kebutuhan pengembangan pesantrennya.

Kedua, usaha ekonomi pesantren untuk memperkuat biaya

operasional pesantren. Contohnya, pesantren memiliki unit usaha

produktif seperti menyewakan gedung pertemuan, rumah dsb. Dari

keuntungan usaha-usaha produktif ini pesantren mampu membiayai

dirinya, sehingga seluruh biaya operasional pesantren dapat ditopang oleh

usaha ekonomi ini.

Ketiga, usaha ekonomi untuk santri dengan memberi ketrampilan

dan kemampuan bagi santri agar kelak keterampilan itu dapat

dimanfaatkan selepas keluar dari pesantren. Pesantren membuat program

pendidikan sedemikian rupa yang berkaitan dengan usaha ekonomi

seperti pertanian dan peternakan. Tujuannya semata-mata untuk

membekali santri agar mempunyai ketrampilan tambahan, dengan

harapan menjadi bekal dan alat untuk mencari pendapatan hidup.


49

Keempat, usaha ekonomi bagi para alumni. Pengurus pesantren

dengan melibatkan para alumni, menggalang sebuah usaha tertentu

dengan tujuan untuk menggagas suatu usaha produktif bagi individu

alumni, keuntungannya dapat dipergunakan untuk menambah pendapatan

santri selebihnya dapat digunakan untuk mengembangkan pesantren.

Namun, prioritas utama untuk pemberdayaan para alumni santri.

3. Kemandirian Ekonomi

1. Terma Kemandirian

Untuk mencari terma yang pas dalam mengistilah kemandirian

ekonomi adalah dengan cara mencari makna setiap kata yang menyusun

kata tersebut. Secara susunan dan dasar kata, kemandirian bersal dari kata

mandiri dengan awalan ke dan akhiran an. Mandiri sendiri merupakan

perkembangan kata dari kata diri. Jadi, maknanya tidak akan jauh dari

kajian tentang perkembangan diri. Sebagaimana yaang disampaikan oleh

Carl Rogers. Kemandirian bersumber dari kata self karena diri itu

merupakan inti dari kemandirian itu sendiri.63

Selanjutnya makna tersebut diperjalasn oleh JP. Chaplin yang

menulis kamus psikologi dan menjelaskan bahwa kemandirian berasal

dari kata “independence” yang diartikan sebagai suatu kondisi dimana

seseorang tidak tergantung pada orang lain dalam menentukan keputusan

63
Dijelaskan dalam Ali M. & M. Asrori, Psikologi Remaja...,109
50

dan adanya sikap percaya diri.64 Yang perlu digaris bawahi ini adalah

terkait dengan ketidak tergantungan pada orang lain. Arinya kemandirian

adalah keterlepasan pada peran orang lain dalam melakukan sesuatu.

Agak senada dengan Parker yang mengistilahkan kemandirian

sebagai self reliance. Maksudnya kemandirian adalah kemampuan untuk

mengelola semua yang dimiliki, tahu bagaimana mengelola waktu,

berjalan dan berpikir secara mandiri disertai dengan kemampuan

mengambil resiko dan memecahkan masalah. Individu yang mandiri tidak

membutuhkan petunjuk yang detail dan terus menerus tentang bagaimana

mencapai produk akhir, ia bisa bersandar pada diri sendiri. Kemandirian

berkenaan dengan tugas dan keterampilan bagaimana mengerjakan

sesuatu mencapai sesuatu dan bagaimana mengelola sesuatu.65

Ia juga mengemukakan mengemukakan bahwa kemandirian juga

berarti adanya kepercayaan terhadap ide diri sendiri. Kemandirian

berkenaan dengan kemampuan menyelesaikan suatu hal sampai tuntas.

Kemandirian berkenaan dengan dimilikinya tingkat kompetensi fisikal

tertentu sehingga hilangnya kekuatan atau koordinasi tidak akan pernah

terjadi ditengah upaya seseorang mencapai sasaran. Kemandirian berarti

tidak adanya keragu-raguan dalam menetapkan tujuan dan tidak dibatasi

64
J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011), 343.
65
Deborah K. Parker, Developing Children.., 226.
51

oleh kekuatan akan kegagalan.66

Ada banyak istilah yang berdekatan dengan kemandirian. Mislanya,

ada self efficacy yang lebih bermkna psikologis. Difinisinya adalah

keyakain indvidu bahwa ia merasa mampu berpikir dan memotivasi

sendiri dirinya untuk melakukan sesuatu.67 Ada yang yang disebut

sebagai self empowering. Artinya mampu melakukan pemberdayaan

sendiri. Dalam persepektif pengorgnisiran kelompok sosial dapat

dikatakan sebagai community self-reliance yang dilakukan sendiri yakni

memberdayakan daya kelompok untuk terciptanya kemandirian

bersama.68

Berdasarkan beberapa komponen itulah kemudian ada beberapa

ciri-ciri atau aspek kamandirian lokal dalam pengeloaan. Menurut Parker,

pertama, tanggung jawab, yakni memiliki tugas untuk menyelesaikan

sesuatu dan diminta pertanggungjawaban atas hasil kerjanya. Individu

tumbuh dengan pengalaman tanggungjawab yang sesuai dan terus

meningkat. Sekali seorang dapat meyakinkan dirinya sendiri maka orang

tersebut akan bisa meyakinkan orang lain dan orang lain akan bersandar

kepadanya. Oleh karena itu individu harus diberi tanggungjawab dan

berawal dari tanggungjawab untuk mengurus dirinya sendiri.

66
Ibid, 227
67
A. Bandura, Self-efficacy.., 71-81.
68
Abu Huraerah, Pengorganisasian & Pengembangan Masyarakat, (Bandung: Humaniora,
2008), 87
52

Kedua, Indepedensi, yakni merupakan kondisi dimana seseorang

tidak tergantung pada otoritas dan tidak membutuhkan arahan dari orang

lain, indepedensi juga mencakup ide adanya kemampuan mengurus diri

sendiri dan menyelesaikan masalah sendiri.

Ketiga, Otonomi dan kebebasan untuk menentukan keputusan

sendiri, yakni kemampuan menentukan arah sendiri (self determination)

berarti mampu mengendalikan atau mempengaruhi apa yang akan terjadi

kepada dirinya sendiri. Dalam pertumbuhannya, individu seharusnya

menggunakan pengalaman dalam menentukan pilihan, tentunya dengan

pilihan yang terbatas dan terjangkau yang bisa mereka selesaikan dan

tidak membawa mereka menghadapi masalah yang besar.69

Adapun jika dikontekskan pada diskursus ekonomi, definisinya

adalah sebagaimana yang dikemukan oleh beberapa pakar di bawah ini;

i. Menurut Mu’tadin, kemandirian berarti suatu keadaan ketika

seseorang memiliki keinginan bersaing untuk melangkah demi

kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan insiatif untuk

mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki percaya diri dalam

mengerjakan tugas, dan bertanggung jawab atas yang dilakukannya.

ii. Menurut Johnson, kemandirian merupakan salah satu ciri

kematangan yang memungkinkan seseorang berfungsi untuk berdiri

69
Deborah K. Parker, Developing Children..,233.
53

sendiri dan berusaha ke arah hasil yang telah dicapai.

iii. Menurut Waston, kemandirian memiliki arti kebebasan untuk

mengambil ide, mampu mengatasi rintangan, melakukan sesuatu

dengan tepat, tangguh dalam berusaha, dan melakukan segala

sesuatu dengan sendiri tanpa bantuan orang lain.

Bedasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

Kemandirian ekonomi merupakan proses pengembangan usaha

pemenuhan kebutuhan secara bebas dalam mengambil ide, mengatasi

rintingan dan semacamnya. Dengan kata lain, kemandirian ekonomi

berhubungan usaha pemenuhan kebutuhan dengan daya sendiri.

2. Konsep Kemandirian Ekonomi

Berbicara tentang kemandirian lokal sebuah kelompok, termasuk di

dalam pesantren, dapat secara langsung mengintegrasikan konsep

kemandirian psikis, menjadi kontruksi kemandirian sosial. Atau secara

mendasar memahami kontruks dasarnya. Maroritas pakar sebenarnya

bersepakat bahwa ada tiga konsep istilah yang memiliki arti kemandirian,

yakni aotonomy, indepedency, dan self-relience.70 Autonomy oleh

Wolman diistilah dengan sebutan automonomy drive. Maksudnya,

kemandirian adalah tendensi untuk mencapai sesuatu yang menjadi

70
Beberapa pakar tersebut seperti Berzonsky, Bhatia, Fitzgerald dan Wolman. Dapat dibaca
penjelasannya dalam, Masrun,Dkk. Studi Mengenai Kemandirian Pada Penduduk di
Tengah Suku Bangsa, (Yogyakarta:Universutas Gadjah Mada, 1986), 8.
54

harapan sendiri. Menurutnya, tendensi tindakannya adalah dengan

bersikap secara bebas dan original.71 Artinya, kelompok dengan

autonomy ini akan selalu bersikap bebas dan memiliki pengelolaan yang

otentik.

Indepedency menurut pendapat Bhatia, merupakan perilaku yang

aktivitasnya diarahkan kepada diri sendiri, tidak mengaharapkan arahan.

Bahkan, semua masalahnya akan dipecahkan oleh dirinya sendiri tanpa

sedikit pun minta bantua orang lain.72

Pada pembahasan terkait kemandirian yang disebut sebagai

independency ini, dalam padangan pakar psikologi ada dua macam.

Pertama, volitional independency. Orang yang mandiri secara volitional

tidak akan bergantung kepada orang lain. Mereka labih percaya pada

kekuatannnya sendiri. Kedua, executive independency. Kemandirian

executive adalah melakukan tindakan dengan dengan orientasi harapan

dan kemauan yang ingin dicapai sendiri. Kedua tipe independency sama

akan berguna pada terciptanya kemandirian yang utuh pada sebuah

kelompok masyarakat.73

Selanjutnya kajian kemandirian yang dikonsep setarakan dengan

71
Benjamin B Wolmen, Victim of Success:Emotional Problem of Executive, (New
York:Quandrangle, 1973), 37.
72
HR. Bhatia, A Text Book of Eductional Psychology,(New Delhi:The MCMillan
Company,1977), 554
73
Kedua tipe ini Berzonsky disebut akan menciptakan self-govermence. Lihat. M.D.
Berzonsky, Adolecent Developmet,(New York:MacMilan,1991), 101.
55

independency diklasifikan untuk mendifrensiasi ketidak mandirian dan

kemandirian. Misalnya sebagaimana dikemukan oleh Anastasi yang

mengatakan ada field independent dan field dependent.74

Selain itu, ada juga istilah self-relience–sebagaimana dijelaskan

sebelumnya–adalah kemandirian ini berkenaan dengan tugas dan

keterampilan bagaimana mengerjakan sesuatu mencapai sesuatu dan

bagaimana mengelola sesuatu. Berzonsky mengatakan, merasa mampu

mengontrol tindakannnya sendiri dan penuh inisiatif. Pada konteks

pengelolalaan lembaga pendidikan, adalah melakukan tindakan dengan

berdasarkan inovasi kemampuan kelompok itu sendiri.75

Berdasarkan beberapa pandangan para tokoh, sedikitnya ada empat

kompenan yang menyusun sebuah kemandirian kelompok. Keempatnya

yakni, pertama, bebas. Komponen ini ditunjukkan dengan tindakan yang

dilakukan atas kehendak bebas dirinya sendiri. Artinya, bukan lagi oleh

orang lain. Kedua, progresif dan ulet. Komponen ini diindikasikan dengan

adanya upaya mengejar prestasi dengan penuh ketekunan dalam

merencanakan sesuatu yang menjadi harapannya. Ketiga, inisiatif.

Komponen ini meliputi kemampuan dan kemauan untuk berfikir dan

74
Dijelaskan bahwa Field Dependent adalah sikap yang mudah terpancing dan dikontrol oleh
orang lain. Sedangkan Field Independent adalah sikap yang cenderung menghindari
informasi dari orang lain sebab dikahwatirkan kenerannya. Lihat. Fitzgerald, Dkk,
Programmed Learning Aid for Development Psychology, (Ontario:Learning System
Company,1972),108-109.
75
M.D. Berzonsky, Adolecent Developmet..., 102-103.
56

bertindak secara original, kreatif dan penuh gagasan. Keempat,

kemantapan diri. Komponen ini meliputi kepercayaan diri dan kepuasan

terhadap usahanya sendiri.76

Sebagai hasil dari proses belajar pencapaian kemandirian

dipengaruhi oleh banyak faktor, secara umum dapat digolongkan dalam

dua kelompok yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi

segala sesuatu yang dibawa anak sejak lahir yang merupakan bekal dasar

bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya meliputi bakat,

potensi intelektual dan potensi pertumbuhan tubuhnya. Faktor eksternal

adalah semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya, sering

disebut dengan faktor lingkungan.77

Robert Havighurst membedakan kemandirian atas empat bentuk

kemandirian, yaitu:

a. Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri dan

tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain.

b. Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendiri

dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi kepada orang lain.

c. Kemandirian intalektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi berbagai

76
Empat komponen ini sebenarnya didasarkan pada komponen kemandirian yang dipaparkan
oleh beberapa tokoh psikologi dalam tinjauan penulis.
77
Hasan Basri, Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan solusinya), Yogyakarta: 2000,
53-54.
57

masalah yang dihadapi. 4) Kemandirian social, yaitu kemampuan

untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung

pada aksi orang lain.

Sementara itu, Steiberg membedakan karakteristik kemandirian atas

tiga bentuk, yaitu: pertama, Kemandirian emosional, yakni aspek

kemandirin yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional

antar individu, seperti hubungan emosional peserta didik dengan guru

atau orang tuanya. Kedua, Kemandirian tingkah laku, yakni suatu

kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan tanpa tergantung pada

orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab. Ketiga,

Kemandirian nilai, yakni kemampuan memaknai seperangkat prinsip

tentang benar dan salah, tentang apa yang penting dan apa yang tidak

penting.78

C. Kerangka Konseptual

Pada penelitian ini, kerangka konseptualnya berawal dari kesuksesan pesantren

dalam meningkatkan kemandirian ekonominya. Tentunya upaya yang demikian,

dilakukan melalui pengembangan kelembagaan bisnis. Penelitian ini akan menyoroti

strategi pengembangan kelembagan bisnisnya tersebut. Sehingga konseptual teoretik

yang dibangun dalam penelitian inni adalah sejumlah konsepsi teori startegi dan

kemandirian ekonomi. Adapun kerangka yang dibuat peneliti dibawah ini:

78
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2016), 25.
58

Gambar 2.2 : Kerangka Konseptual Penelitian

IMPLIKASI PRAKTIS

1. Bagaimana Strategi Perencanaan Pengembangan Lembaga Bisnis


Dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren
Nurul jadid Paiton kabupaten Probolinggo?
2. Bagaimana Strategi Implementasi Pengembangan Lembaga Bisnis
Dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren
Nurul jadid Paiton kabupaten Probolinggo?
3. Bagaimana Implikasi Strategi Perencanaan Pengembangan
Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi
Pondok Pesantren Nurul jadid Paiton kabupaten Probolinggo?

Strategi Pengembanga (Fred R David)


Indikator:
ANALISIS 1. Formulasi
STRATEGI 2. Implementasi

TEMUAN PENELITIAN
PENGEMBANGAN 3. Evaluasi
LEMBAGA BISNIS Teori Kelembagaan Bisnis Pesantren (Mursyid)
DALAM Indikator;
MENINGKATKAN 1. Berpusat Pada kiai
KEMANDIRIAN 2. Memperkuat Biaya Operasional Lembaga Metode Penleitian
EKONOMI 3. Memperkirakan Kemampuan Skill Santri Kualitatif Deskriptif
PONDOK 4. Melibatkan Alumni Pesantren
PESANTREN Toeri Kemandirian Ekonomi (Berzonsky)
(Studi Pada Pondok Indikator;
Pesantren Nurul 1. Bebas
jadid Paiton 2. Progresif dan ulet
kabupaten 3. Inisiatif.
Probolinggo) 4. Kemantapan diri.

1. Menggambarkan dan menganalisa Strategi Perencanaan


Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan
Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren Nurul jadid Paiton
kabupaten Probolinggo
2. Menggambarkan dan Menganalisa Implementasi Strategi
Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan
Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren Nurul jadid Paiton
kabupaten Probolinggo
3. Menggambarkan dan Menganalisa Implikasi Strategi
Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan
Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren Nurul jadid Paiton
kabupaten Probolinggo

IMPLIKASI PRAKTIS
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penilitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah kajian kualitatif tentang

strategi pengembangan lembaga bisnis pesantren dalam meningkatkan

kemandirian ekonominnya. Pendekatan kualitatif digunakan karena

mempertimbangkan dua hal. Adapun dua hal tersebut adalah pertama, kajian

dalam penelitian ini akan menggambarkan makna dari suatu tindakan atau

apa yang berada di balik tindakan seseorang atau peristiwa. Kedua, tindakan

individu sosial dalam menghadapi lingkungan sosialnya secara adaptif

memakai strategi bertindak yang tepat, sehingga memerlukan analisis

mendalam dan koprehensif.79

Jenis penelitian dalam penelitian ini ialah fenomenologis.80 di mana

seorang peneliti berusaha memahami perilaku manusia dari segi kerangka

berpikir maupun cara bertindak orang-orang itu sendiri. Dalam pandangan

fenomenologi bermakna memahami peristiwa dalam kaitannya dengan orang

dalam situasi tertentu. Hal ini sebagaimana pendapat Bogdan menyatakan

bahwa, “untuk dapat memahami makna peristiwa dan interaksi orang,

79
Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Sanapiah Ismai. Lihat Sanapiah
Ismail, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, (Malang: YA3, 1990), 2
80
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D (Bandung; Alfabeta, 2010), 300-301.

59
60

digunakan orientasi teoritik atau perspektif teoritik dengan pendekatan

fenomenologik (phenomenological approach)”.81

Pendekatan fenomenologis–dalam penelitian ini–bermakna dua;

pertama, menentukan posisi penulis; dan kedua, struktur kesadaran objek

riset baik itu dari inisiator, pelaksana, dan objek strategi pesantren..

Berdasarkan pendekatan fenomenologis, posisi penulis ialah berada pada

posisi moderat-pastisipant (insider as observer). Artinya, penulis tidak

memiliki keterikatan ideologis/teologis terhadap objek riset. Sedangkan pada

posisi objek riset, maka posisi informan dan data yang penulis dapatkan akan

dipergunakan/ditampilkan sesuai dengan ungkapan (statement), data

dokumentasi, dan informasi lainnya, sebagaimana adanya (an sich). Penulis

tidak akan melakukan reduksi dan reformulasi pada sajian data tersebut.

B. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi dalam penelitian ini adalah Pondok Pesantren Nurul

Jadid Paiton Probolinggo. Pesantren ini memiliki lokasi yang berada di

kabupaten Probolinggo.

C. Kehadiran Peneliti

Menjadi suatu kewajiban, peneliti untuk hadir dalam melakukan

penelitian kualitatif. Sebab, peneliti merupakan instrumen utama penelitian

dalam pengumpulan data di lapangan. Untuk itu, peneliti melakukan upaya

untuk menjalin komunikasi yang baik kepada para pelaku unit usaha

81
Robert C. Bogdan dan Sari Knopp Biklen, Qualitative Research for Education: An
Introduction to Theory and Methods, (Boston: Aliyn and Bacon, Inc., 1998), 31
61

pesantren itu. Untuk memudahkan penelitian ini, peneliti sebagai instrumen

kunci terlebih dahulu menggali data awal melalui studi pendahuluan menemui

direktur unit usaha pesantren tersebut. Setelah itu, baru secara resmi, peneliti

beberapa kali hadir di lokasi penelitian melakukan penggalian data utama

berkaitan dengan strategy pengembangan lembaga bisnis pesantren.

D. Subjek Penelitian

Penentuan subjek dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik

purposive. Tehnik demikian merupakan strategi pemilihan atau pengembilan

sumber data melalui beberapa pertimbangan yang rasional. Pertimbangan

rasional yang dimaksud itu salah satunya memilah dan memilih sumber yang

paling kuat memahami dan bahkan mengasai fenomena strategi kelembagaan

yang diteliti. Pada sisi metode ini, penulis mempertimbangkan peran

informan dalam proses strategi pengembangan kelembagaan bisnis pesantren

dalam mengembangkan kemandirian. Sehingga aspek yang dipertimbangkan

dalam menentukan subjek penelitian adalah jabatan publik fungsional

struktural yang berhubungan dengan tema yang diteliti. Adapun beberapa

fungsional adalah kiai, direktur lembaga bisnis, pengurus pesantren dan

bebeapa subjek lain yang memiliki keterkaitan dengan subjek inti dan kasus

yang diteliti.

Sedangkan objek penelitian adalah fokus kajian yang dianggkat.82

Adapun objek dari penelitian ini adalah kebijakan dan keberpihakan anggaran

82
Lihat Sugiyono, Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), (Bandung: Alfabeta, 2014),
302.
62

pemerintah daerah. Tentunya dalam hal ini adalah berkaitan dengan fokus

yang akan dikaji. Sehingga secara menyeluruh, subjek dan objek penelitian

ini dapat dijelaskan memiliki ikatan penting dalam menggambarkan fokus

kajian yang sedang dianggkat. Adapun subjek penelitian dalam reseach ini

yakni :

a. Pelaku bisnis usaha, Ketua KOPONTREN: Najiburrahman

b. Sekretaris Kopontren : Agus Mulyanto

c. Bendahara Kopontren : Dul Kamar

d. Pengelola Usaha: Ahmad Agus Fanani, M.Pd,

e. Kabag. Perencanaan, Evaluasi, Advokasi dan Hukum : Miftahul Huda,

SHI

f. Kepala Seksi Perencanaan Lembaga Bisnis, Moh. Rofiq Nasihuddin

g. Kepala Seksi SDM, Nailul Abror, SP

E. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah gejala-gejala sebagaimana

adanya berupa perkataan, perilaku, dan pendapat dari pihak yang terkait

dalam objek penelitiannya. Hal ini sebagai yang disampaikan oleh Nasution.

Ia mengatakan bahwa sumber data dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata

(data verbal), dan tindakan (data non verbal) selebihnya adalah data tambahan

seperti dokumen dan lain-lain. Lebih lanjut dijelaskan bahwa, kata-kata dan

tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber


63

data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman tape

recorder, pengambilan foto, atau film.83

Penentuan informan dilakukan melalui teknik sampling purposive

(sampel bertujuan) untuk mengarahkan pengumpulan data sesuai kebutuhan

melalui penyeleksian dan pemilihan informan yang benar-benar menguasai

permasalahan secara mendalam serta dapat dipercaya menjadi sumber data

yang mantap. Dengan sampling purposive, peneliti mewakilkan informasi

kepada informan secara mendalam dan relevan, bukan kepada populasi. Tentu

saja, pemilihan sampel didasarkan pada kebutuhan tema yang muncul di

lapangan.

Sebagaimana mestinya penelitian kualitatif umumnya, data dalam

penelitian ini dikelompokkan menjadi dua bagian. Ada hal tersebut yaitu ;

pertama, data primer. Data ini diperoleh dalam bentuk kata-kata atau lisan

(verbal) dan perilaku subjek (informan) berkaitan strategi pengembangan

lembaga bisnisnya.

Kedua, data sekunder. Data ini diperoleh dari dokumen-dokumen,

foto, dan benda-benda yang dapat digunakan sebagai pelengkap data primer.

Data ini berupa sejarah unit usaha pondok pesantren yang diteliti,

kelembagaan dan organisasi pesantren, dan sarana-prasarana, profil kiai

pesantren, dan lain-lain.

83
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. (Bandun: TARSITO, 2003),
69
64

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yakni: pertama,

studi empiris (lapangan) yang dilakukan untuk mendapatkan data primer

langsung dari sumbernya. Diantaranya seperti direktur dan seluruh pengelola

usaha bisnis Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, sehingga bisa

diketahui realitas model bisnis yang ada. Kedua, studi kepustakaan (literatur),

yakni peneliti mengumpulkan data-data sekunder yang diperlukan yang

terdiri dari karya-karya yang ditulis oleh para intelektual dan pakar ekonomi

dalam buku maupun laporan-laporan jurnalistik berkaitan unit usaha yang

diteliti. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara triangulasi

(gabungan), analisis data bersifat induktif /kualitatif, dan hasil penelitian

kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.84 Sedangkan

adapun cara untuk mendapatkan data yang terpada dan nyata, penilitian ini

menggunakan tiga tehnik yakni berikut ini:

a) Wawancara

Peneliti melaksanakan wawancara dengan menggunakan beberapa

langkah dalam melaksanakan wawancara, seperti halnya yang disarankan

oleh Sanapiah, antara lain seperti: menetapkan kepada siapa wawancara itu

dilakukan, menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan

pembicaraan dan lain sebagainya.85

84
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung; Alfabeta, 2008). 145.
85
Lengkapnya lihat, James P Spradley, The Ethnographic Interview. (New York: Holt
Rinehart dan Winston, 1979), 86-88.
65

Jenis wawancara yang digunakan penulis adalah kombinasi antara

wawancara terstruktur dan dan wawancara tak berstruktur (bebas).

Wawancara dilakukan penulis terhadap jajaran pengurus, dewan

pengawas, direktur, dan perwakilan pengelolah usaha bisnisn kedua

pesantren yang diteliti untuk mendapatkan berbagai data yang

menunjukkan strategi pengembangan lembaga bisnis pesantren. Hasilnya

dicatat sebagai informasi penting dalam penelitian.

b) Observasi Partisipatif

Teknik observasi digunakan untuk melengkapi dan menguji hasil

wawancara yang diberikan oleh informan yang mungkin belum

menggambarkan situasi yang dikehendaki atau bahkan melenceng.

Sejatinya peneliti menggunakan observasi partisipan untuk mendapatkan

data tentang fenomena yang terjadi di lapangan, tetapi karena alasan

teknis, pada akhirnya peneliti menggunakan observasi pasif (passive

observation). Jadi dalam hal ini, penulis hadir di tempat kegiatan subjek

penelitian, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Dalam rangka

memperoleh data dengan cara di atas, seorang peneliti atau pengamat

(observer) berusaha menceburkan diri dalam kehidupan masyarakat dalam

hal ini masyarakat seluruh pengelola unit lembaga bisnis pondok pesantren

dan situasi di mana mereka penelitian (riset). Peneliti berbicara dengan

bahasa mereka, bergurau dengan mereka, menyatu dengan mereka dan

sama-sama terlibat dalam pengalaman yang sama.


66

Observasi dalam penelitian ini difokuskan pada suatu situasi sosial,

yaitu; gambaran keadaan tempat dan ruang suatu situasi sosial

berlangsung, dalam hal ini lingkungan pesantren yang disebut sebelumnya.

Observasi yang akan dilakukan yakni peneliti memulainya dengan

malakukan observasi deskriptif (descriptive observations) dan observasi

terfokus (focused observations) serta observasi selektif (selective

observations) dan seterusnya, sampai mendapatkan data yang diharapkan

yaitu untuk menjadi bagian dari jawaban dari masalah yang telah

dirumuskan.86

c) Studi Dokumentasi

Dokumen biasanya menjadi pelengkap penggunaan teknik

wawancara dan observasi, sehingga seringkali kurang mendapat perhatian.

Padahal, data hasil observasi dan wawancara akan lebih valid dan kredibel

jika didukung oleh data dokumen, misalnya sejarah pesantren, peraturan,

foto dan video kegiatan yang relevan dengan fokus penelitian. Dokumen

merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk

tulisan, gambar, atau karya monumental dari seseorang. Dokumen yang

berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera,

biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen berupa gambar misalnya foto,

gambar hidup, sketsa, bagan, dan lain-lain.87

86
Sugiyono, Penelitian Kombinasi (Mixed Methods)..,311
87
Sugiyono, Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 326.
67

G. Analisis Data

Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan

yang dapat dikelola, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa

yang dapat diceritakan kepada orang lain.88 Dalam penelitian ini analisis data

dilakukan sejak pengumpulan data awal sampai terkumpul data secara

keseluruhan. Bogdan dan Taylor menganjurkan beberapa petunjuk, di mana

analisis data tersebut adalah meneliti catatan di lapangan, memberikan kode

pada beberapa judul pembicaraan tertentu, menyusun secara tipologi,

membaca kepustakaan yang ada kaitannya dengan masalah dan latar

penelitian.

Analisis data dalam penelitian ini, merupakan upaya mencari tata

hubungan secara sistematik antara catatan hasil lapangan, hasil wawancara

mendalam untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang strategi

pengembangan lembaga bisnis pesantren yang diteliti. Dalam proses

analisisnya, data penelitian ini adalah menggunakan logika induktif abstraktif,

suatu logika yang bertitik tolak dari khusus ke umum, bukan logika deduktif

verifikatif, yaitu pola logika dari umum ke khusus yang biasa digunakan

dalam tradisi penelitian kuantitatif.

88
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung: Remaja Rosda Karya,
2006)248.
68

Analisis data kualitatif yang dipakai dalam penelitian lapangan ini

menggunakan secara umum, menggunakan model Miles dan Huberman.

Model tersebut dilakukan dengan sistemati dan kontunue. Adapun menurut

Miles dan Huberman yakni: 1) Mereduksi data, menyajikan data, dan

mengambil kesimpulan.89

Selain menggunakan proses analisis data sebaimana dijelaskan di atas,

analisis penelitian ini juga akan menggunakan analisis SWOT (Strenghts,

Weakness, Opportunities, Threaths). Analisis ini untuk menemukan dua

factor, Internal (kekuatan dan kelemahan) dan External (peluang dan

tantangan).90 Ada tiga langkah dalam melakukan analisis SWOT, yaitu:

1. Mengklasifikasi data, factor kekuatan dan kelemahan, sebagai factor

internal dan peluang dan ancaman sebagai factor ekternal, dengan

klasifikasi data ini akan menghasilkan tabel SWOT.

2. Membandingkan factor internal dan factor ekternal, perbandingan ini

dengan menggunakan matric SWOT.

3. Membuat diagram SWOT, yang dapat menghasilkan factor analisis dari

factor internal dan ekternal, dengan analisis ini akan menghasilkan

bagaimana situasi sebenarnya, dan bagaimana perusahaan bisa

memanfaatkan dan mengatasi dari kedua factor tersebut.

89
Matthew B. Miles and A. Michael Huberman tentang Qualitative Data. dikutip dalam
Sugiyono, Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 334.
90
Z Nisak, Analisis SWOT untuk memenuhi strategi kompetitif, (Jurnal Ekbis,
2013).hal. 6
69

H. Keabsahan Data

Untuk melakukan proses pengabsahan data, pada penelitian kualitatif

ini melakun beberapa hal yang meliputi; pertama, uji kredibilitas. Hal ini

dilakukan melalui teknik triangulasi, yakni pengecekan data dari berbagai

sumber, cara dan waktu. Dengan demikian ada triangulasi sumber, triangulasi

teknik pengumpulan data, dan triangulasi waktu. Dengan metode ini,

keabsahan data akan diperoleh dari berbagai informan.

Kedua, Uji transferabilitas. Untuk itu, agar orang dapat memahami

dan menerapkan hasil penelitiannya, maka peneliti dalam laporan

penelitiannya memberikan uraian secara rinci, jelas, sistematis dan dapat

dipercaya.

Ketiga, Uji dependabilitas. Dependabilitas adalah reliabilitas.

Penelitian dikatakan reliabel apabila orang lain dapat mengulangi/mereplikasi

proses penelitian tersebut. Uji reliabilitas dilakukan dengan cara mengaudit

keseluruhan proses penelitian.

Kempat, uji konfirmabilitas. Konfirmabilitas adalah uji objektivitas

penelitian. Penelitian dikatakan objektif jika hasil penelitian telah disepakati

banyak orang. Menguji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian,

dikaitkan dengan proses yang dilakukan.91

I. Tahapan Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan melalui lima tahapan, yaitu

sebagaimana tabel berikut ini:


91
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2008), 276-277.
70

Tabel 3.1 : Tahapan Penelitian

No Tahapan Proses Target Hasil


1 Perencenaan Penelitian Pendahuluan Pra Proposal
2 Penyusunan Proposal Pembuatan Diajukan Awal
3 Validasi Revisi Proposal Proposal Valid
4 Pelasaksanaan Penelitian dan Laporan Bab II –Bab IV
5 Evaluasi Revisi Hasil Penelitian Temuan Penilitian
BAB IV

PAPARAN DATA DAN ANALISIS

A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Nurul Jadid

Pondok Pesantren Nurul Jadid diiniasisi oleh KH. Zaini Mun’im.

Pendidirianya sekitar tahuan 1950 M. Sedangkan lokasinya berada di Tanjung,

Paiton Probolinggo.. Secara historis, datangnya KH. Zaini Mun’im sekutur

tahun 1948 M di daerah tersebut, untuk melakukan upaya perlawanan kepada

kolinial.92 Namun kerena beberapa sebab akhirnya beliau memilih untuk

mendampingi masyarakat sekitar. Pendampingan yang dimaksud tentu guna

meningkatkan pengetahuan dan moral keagamaan mereka. Ia memutuskan

untuk fokus mengembangkan dan mendidikan lembaga pendidikan pesantren.

Upaya ini waktu demi waktu berkembang pesat hingga saat ini.

Perkembangan pesantren ini cukup pesat, dan tentu telah mendapatkan

pengakuan dari sejumlah kalangan. Tahun demi tahun pesatren ini berkembang

dengan sangat pesant. Bahkan dalam data, beberapa sanri bukan hanya berasal

dari dalam negeri, ada banyak santri yang berasal dari luar negeri seperti dari

negara Singapura dan Malaysia.93

Adapun terkait dengan nama pesantren “Nurul Jadid”. Juga memiliki

historis tertentu. Nama ini sebenarnya hasil dari para ulama’ yang memiliki

hubungan dekat dengan pendiri. diantaranya, putra guru beliau (KH. Abd.

Majid) bernama KH. Baqir. Selain dirinya, juga ada usalan dari Habib

92
Dokumentasi, Profil Pesantren Nurul Jadid Tahun 2021
93
Dokumentasi, Data Santri Pesantren Nurul Jadid Tahun 2021

71
72

Abdullah bin Faqih. Habib Abdullah mengusulkan nama “Nurul Hadis”. Dua

nama ini kemudian diistigharohi oleh pendiri. Hasil pendidiri memilih nama

“Nurul Jadid”.94

Adapun lokasinya, pesantren ini secara geografis terletak pada 7˚ 40ʼ LS,

113˚ 3ʼ BT berjarak kurang lebih 33 KM arah timur kota Probolinggo atau 133

KM arah timur Surabaya. Pondok Pesantren Nurul Jadid berdiri di atas tanah

seluas ± 20 Ha bertempat di JL. KH. Zaini Mun’im Desa Karanganyar

Kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo Jawa Timur.95

Sebagai lembagan pendidikan yang cukup profesional, lembaga

pendidikan pesantren Nuru Jadid telah menyusun visi, misi dan tujuan secara

jelas. Adapuun tujuannya, secara formal, diantaranya,

a. Terbentuknya pripadu saleh, mandiri berilmu, berjuang dan berbakti

kepada agama, masyarakat dan bangsa

b. Terwujudnya masyarakat mandiri, sejahtera lahir batin di dunia akhirat

dibawah ridla dan ampunan Allah SWT

Berasakan tujuan diatas visi dalam dokumentasi dijelaskan, “menjadi

pesantren unggul dan mandiri melalui pengembangan Pendidikan,

pengkaderan, dakwah dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka

membentuk peribadi yang salih, mandiri, berilmu, berjuang dan berbakti serta

mewyjudkan masyarakat yang mandiri, sejahtera lahir batin di dunia akhirat”.

94
Dokumentasi, Falsafah Nama Pesantren Nurul Jadid Tahun 2021
95
Dokumentasi, Data Santri Pesantren Nurul Jadid Tahun 2021
73

Berdasarkan misi ini kemudian dirumuskan, misinya sebagaimana gambar

dokumentasi di bawah ini;96

Gambar 4.1 Misi Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo

Untuk menggapai beberapa tujuan, visi dan misi di atas, pesantren

membangun falsafah yang berisi tentang orientasi nilai-nilai pesantren dan

panca prinsip bagi para santrinya. Nilai pesantren dikenal dengan “trilogi

santri” yang berisi ‫( االهتمام بالفروض العينية‬Memperhatikan kewajiban –

kewajiban Fardlu’ain), ‫( حسن االداب مع هللا ومع الخلق‬Berbudi luhur kepada

Allah dan kepada sesama), dan ‫(االهتمام بتركالكبائر‬Mawas diri dengan

meninggalkan dosa-dosa besar). Sedangkan panca kesadaran, yakni Kesadaran

Beragam, Kesadaran Berilmu, Kesadaran Bermasyarakat, Kesadaran

Berbangsa dan Bernegara dan Kesadaran Bermasyarakat. 97

96
Dokumentasi, Profil Pesantren Nurul Jadid Tahun 2021
97
Dokumentasi, Profil Pesantren Nurul Jadid Tahun 2021
74

Adapun masalah birokrasi kerjanya, struktural pesantren dibagai menjadi

beberapa bagian penting sesuai dengan sub kerja yang dibutuhkan. Adapun

struktural adalah sebagaimana berikut ini; 98

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Pesantren Nurul Jadid Paiton

Probolinggo

Terakhir, terkair dengan kondisi demografisnya, pesantren Nurul Jadid

Saat ini memiliki jumlah kurang lebih. 7.310 orang. Sementara itu masyarakat

santri di Pondok Pesantren Nurul jadid, terdiri dari Peserta Didik yang

Mondok, Peserta didik yang tidak mondok, dalam arti hanya sekolah saja di

pesantren tapi tidak menetap di pesantren, dan peserta didik yang hanya

mondok saja tidak sekolah yang di istilahkan dengan khorijin. Dari kelompok

98
Dokumentasi, Struktur Pesantren Nurul Jadid Tahun 2021
75

santri, diangkat sebagai pengurus atau Pembina santri sebagai bentuk

kaderisasi pengelola di Pesantren Nurul Jadid.

B. Paparan dan Analisis Data

Paparan data dan analisis merubahan penjelaskan yang mempaparkan

rincian hasil dari pengumpulan dan analisis data. Di dalamnya akan

memperinci beberapa data yang dihasilkan dari proses pengelolaaan hasil data,

baik dari proses observasi, wawancara dan dokumentasi. Jadi bentuk data pada

bab ini juga telah dihasilkan dari proses analisis data. Sebagaimana dijelaskan

di bab sebelumnya bahwa proses analisis dilakukan dengan mengunakan

kondensasi dan display data. Sebab ada dua situs dan metode analisis yang

dipakai adalah lintas kasus penggambaran akan dilakukan berdasar pada fokus

sub fokus yang diangkat. Sebagaiamana dijelaskan di awal bahwa ada tiga

fokus yang dianggkat, yakni formulasi, implementasi dan evaluasi strategi

lembaga bisnisi dalam meningkatkan kemandirian ekonomi pondok pesantren.

Untuk itu, paparan data akan diklasifikasikan sebagaimana di bawah ini;

1. Formulasi Strategi Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam

Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren Nurul Jadid

Paiton kabupaten Probolinggo Kelembagaan Bisnis Pesantren

Strategi Pengembangan Lembaga bisnis di Pondok Pesantren,

menjadi salah satu focus utama program Pondok Pesantren Nurul Jadid

secara umum, mengingat salah satu misi Pondok Pesantren Nurul Jadid

adalah Melakukan usaha-usaha untuk mencapai Kemandiri Pesantren,

khususnya bidang ekonomi.


76

KH. Najiburrahman wahid, Wakil Kepala Pondok Pesantren


menjelaskan :

“Pengembangan bisnis saat ini menjadi salah satu focus utama


pesantren, dalam rangka kemandirian pesantren, walaupun demikian
banyak hal yang perlu pesantren siapkan, tapi kita tetap berupaya
untuk mencapai pesantren yang mandiri dalam ekonomi, sehingga
nantinya laba usaha menjadi salah satu sumber utama pesantren.99

Untuk mencapai program kemandirian Ekonomi Pesantren,

diperlukan Formulasi strategi pengembangan lembaga bisnis dalam

meningkatkan kemandirian ekonomi pesantren tentu juga memiliki tahapan

menegerial tertentu. Proses formulasi adalah upaya perencanaan yang

dilakukan dalam rangka memberikaan pedoman atau laksanakan pelaksanan

yang terarah. Setelah penelitian pengumpulan data, ada beberapa tahapan

formulasi yang dilakukan kepengurus pesantren dalam rangka

mengembangan lembaga bisnsinya.

Adapun tahapannya, pertama, perumusahan arah kebijakan

pengembangan ekonomi pesantren, perumusan ini berdasar pada Arah

kebijakan Umum Pesantren (AKUP) yang disampaikan oleh Pengasuh.

Dalam AKUP, disebutkan : Penguatan Usaha Ekonomi Menuju Pesantren

Mandiri dan Berdaya Saing. Program ini yang dijadikan acuan dalam

penyusunan Strategi Pengembangan Bisnis di Pondok Pesantren Nurul

Jadid.100

99
Wawancara, KH. Najiburrahman, Wakil Kepala Pondok pesantren Nurul Jadid,
Wawancara, (Paiton, 15 Januari 2022)
100
Dokumen AKUP tahun 2021 Pondok Pesantren Nurul Jadid
77

Dalam perumusan arah kebijakan umum ini melibatkan beberapa

elemen kerja pesantren, Bagian Perencanaa Pesantren, Pengurus Usaha

Pesantren, dan perwakilan dari keluarga pesantren.

Tabel 4.1 : Struktur tugas Perencanaan Pengembangan Bisnis Pesantren


Satuan Kerja Tugas
1. Menjelaskan AKUP Pesantren
Bagian Perencanaan 2. Memberikan arahan terhadap penyusunan
Pesantren program
3. Menerima program yang telah disusun
1. Melakukan identifikasi rencana kegiatan yang
akan disusun
Pengurus Usaha
2. Menyusun rencana kegiatan sesuai program yang
Pesantren dan perwakilan
tertera pada AKUP
Keluarga pesantren
3. Melaporkan Rencana Kegiatan Kepada Bagian
Perencanaan

Pada AKUP tahun 2022, Program Penguatan usaha ekonomi menuju

pesantren mandiri dan berdaya saing, disampaikan lagi oleh Pengasuh, mengingat

penguatan ekonomi pesantren menjadi program prioritas di Pondok Pesantren

Nurul Jadid, Kasubag. Perencanaan Pesantren, Bapak Haris Firdaus,

Menyampaikan: “Program Penguatan usaha ekonomi menuju pesantren

mandiri dan berdaya saing, dimunculkan lagi pada tahun 2022, karena

penguatan ekonomi, untuk menjadi pesantren yang mandiri menjadi

program prioritas pesantren’101

Kedua, pembentukan struktural kelembagaan bisnis berbasis pada

kelompok pengelolah Pesantren. Pada tahapan ini, seluruh kepengurusan

pesantren bermusyawarah guna mempersiapkan tim pengembangan

kelembagaan unit usaha.

101
Bapak Haris Firdaus, Kasubag. Perencanaan Pesantren, wawancara (Paiton, 17
Januari 2022)
78

Pembentukan didasarkan pada ragam kelompok pengelola

pendidikan pesantren. Kelompok ada tiga macam yakni pengelola dari unsur

kepengurusan pesantren, guru/karyawan dan keluarga pesantren. Bapak

miftahul huda, kepala bagian perencanaan dan tata kelola pesantren

menyebutkan :

“Dalam Pengelolaan Bisnis di Pondok Pesantren Nurul Jadid,


kami bagi tiga kelompok, yakni pengelola dari unsur
kepengurusan pesantren, guru/karyawan dan keluarga pesantren,
dari hasil musyawarah, dibentuklah tiga koperasi, Keluarga,
pesantren dan koperasi guru dan karyawan:102

Sementara itu Bentuk usaha yang dikembangkan adalah Koperasi

pesantren. Koperasi yang dibentuk menjadi identitas dari masing-masing

unit bisnis yang akan dikelola, dengan demikian perlu dilakukan pemetaan

lembaga bisnis yang akan dijalankan. Dari hasi musyawarah diikuti oleh

tiga unsur diatas, menghasilkan tiga koperasi, Koperasi keluarga, Koperasi

Pondok Pesantren (KOPONTREN) dan koperasi Guru dan Karyawan.

Koperasi keluarga beranggotakan para keluarga pesantren,

Koperasi Pondok beranggotakan Keluarga yang menjadi pengurus Pesantren

dan pengurus ex Officio Pesantren, koperasi Guru dan Karyawan

beranggotakan guru, karyawan dan dosen pondok pesantren Nurul Jadid.

Tabel 4.2 : Koperasi dan anggota Koperasi

Koperasi Anggota
Keluarga Keluarga Pesantren
(Pengasuh dan anggota Majlis
Pengasuh)
Pondok Pesantren (KOPONTREN) Pengurus Pesantren dari Keluarga

102
Bapak Miftahul Huda, Kabag. Perencanaan, Evaluasi, Advokasi dan Hukum Pondok
Pesanttrem Nurul Jadid, wawancara (paiton, 20 Januari 2022)
79

Pesantren dan Pengurus ex officio


Pesantren
Guru dan Karyawan - Guru
- Karyawan
- Dosen

Ketiga, proses Assesment dan pengembangan bisnis, meliputi

internal dan external. Assessment internal meliputi, kelemahan (Weakneses)

dan kekuatan (strength) dan external, peluang (opportunities) dan tantangan

(trheats).

Dalam pembetukan tiga koperasi diatas terdapat beberapa kelemahan

yang sama, yaitu Sistem produksi bisnis masih lemah, Minimnya Alat

Produksi, Minimnya Pendidikan Tenaga Profesional Bisnis, Tidak Memilik

Platform Bisnis Online, Belum ada produk Bisnis yang khas, Sampah

Pesantren Menumpuk, Minimnya dana Pengembangan Usha Bisnis, hal ini

sesuai dengan disampaikan oleh Bapak Rofiq Nashihuddin, Kepala Seksi

Perencanaan Bisnis Pesantren:

“terdapat kelemahan di pesantren dalam pengembangan bisnis,


diantaranya, Sistem produksi bisnis pesantren masih lemah,
Minimnya Alat Produksi, Minimnya Pendidikan Tenaga Profesional
Bisnis, Tidak Memilik Platform Bisnis Online, Belum ada produk
BIsnis yang khas, Sampah Pesantren Menumpuk, Minimnya dana
Pengembangan Usha Bisnis:103

Namun demikian keberadaan Tiga Koperasi diatas diuntungkan

keberadaannya berkaitan dengan pesantren, sehingga menjadi kekuatan bagi

pengembangan bisnis di Pondok Pesantren Nurul Jadid, kekutan dimaksud

meliputi : Pesantren Memiliki akun ofificial, Jumlah santri Ribuan,

103
Bapak Moh. Rofiq Nashuddin, Kepala Seksi Perencanaan Bisnis Pesantren,
Wawancara (Paiton, 21 Januari 2022)
80

Memiliki Bisnis Ritel, Memiliki Bisnis Bidang Jasa (Percetakan dan

Germen), Adanya BLK Otomotif, Pesantren Miliki Lahan Perkebunan dan

Pertanian, Pesantren merupakan Produsen Air Minum, Moh. Rofiq

Nasihuddin, Menambahkan:

“Pengembangan Bisnis pesantren masih mempunyai kekuatan,


diantara, Pesantren Memiliki akun ofificial, Jumlah santri Ribuan,
Memiliki Bisnis Ritel, Meemiliki Bisnis Bidang Jasa (Percetakan
dan Germen), Adanya BLK Otomotif, Pesantren Miliki Lahan
Perkebunan dan Pertanian, Pesantren merupakan Produsen Air
Minum:104

Dengan bermodal factor internal ini, perlu di susun analisis strategi

pengembangan bisnis di Pondok Pesantren Nurul Jadid untuk mencapai

kemandirian ekonomi pesantren, langkah dasar yang dibuat oleh pengurus

pesantren adalah dengan menyusun visi, misi dan tujuan, Hal ini

disampaikan oleh bapak miftahul huda, ketika di wawancara oleh peneliti,

“kami melakukan analisis strategi pengembangan bisnis dalam penyusunan

program yang akan dijalankan, yang meliputi visi, misi dan tujuan

kelembagaan Bisnis’.105

Secara umum, visi, misi dan tujuan pembentukan kelembagaan

bisnis tidak ada perbedaan, karena kelembagaan bisnis yang dipilih adalah

Koperasi, adapun visi, misi dan tujuan tiga lembaga bisnis diatas, sebagai

berikut :106

104
Moh. Rofiq Nashuddin, Wawancana, (Paiton, 22 Januari 2022)
105
Bapak Miftahul Huda, Wawancana (paiton, 23 Januari 2022)
106
Akta Pendirian Masing-Masing Koperasi
81

Table 4.3 : Visi, Misi dan Tujuan

Visi Meningkatkan kesejahteraan anggota serta membantu


memajukan pertumbuhan ekonomi Pondok Pesantren.

Misi a) Meningkatkan layanan kebutuhan pokok (konsumen)/


meningkatkan nilai tambah produksi
(Produsen)//meningkatkan nilai tambah pemasaran barang
dan jasa (Pemasaran)//pelayanan jasa yang dibutuhkan (jasa)
//yang dibutuhkan anggota;
b) Meningkatkan sumber daya ekonomi anggota dan pondok
pesantren
c) Meningkatkan kerja sama antar koperasi dan pondok
pesantren
Tujuan a) Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan Anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan
perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan;
b) Koperasi bertujuan untuk membantu meningkatkan sumber
pendapatan keuangan Pesantren

Kemudian factor berikutnya dalam penyusunan Strategi

Pengembangan lembaga bisnis, adalah factor external, yang meliputi

peluang (opportunities) dan tantangan (trheats). Factor Opportunities,

meliputi, Lokasi pesantren dekat dengan perusahan besar (PJB dan POMI),

Pesantren Memiliki Jaringan Politik, Pesantren Memiliki Komunitas

Alumni, SDM Alumni Mempuni, Pesantren Telah Dikenal di tengah

masyarakat, hal ini disampaikan oleh bapak Moh. Rofiq Nasihuddin.

“Pondok Pesantren masih meliki peluang dalam melakukan


pengembangan lembaga bisnis, meliputi, Lokasi pesantren dekat
dengan perusahan besar (PJB dan POMI), Pesantren Memiliki
Jaringan Politik, Pesantren Memiliki Komunitas Alumni, SDM
Alumni Mempuni, Pesantren Telah Dikenal di tengah masyarakat:107

107
Moh. Rofiq Nashuddin, Wawancana, (Paiton, 23 Januari 2022)
82

Gambar 4.3 : Gambaran Objek Pasar

Oleh karena itu, kesempatan pesantren untuk melakukan

pengembangan bisnis sangat besar, mengingat objek market, jaringan

kerjasama pemasaran dan SDM sudah dimiliki oleh Pesantren. Akan tetapi

factor external berikutnya adalah tantangan (Trheats), yang meliputi :

Persaingan Harga Produk Usaha Bisnis Pesantren, Banyak kontestasi Bisnis

Online, Perkembangan Tekhnologi Sangat Pesat. Hal ini yang perlu

dilakukan antispasi oleh para pengelola bisnis pesantren. Dengan demikian

pengembangan bisnis, berjalan sesuai dengan yang di harapkan.

Adapun unit bisnis yang akan dikembangkan oleh masing-masing

Koperasi berdasar pada 2 faktor tersebut, adalah :

Tabel 4.3 : Unit-Unit Bisnis tiga koperasi di Pondok Pesantren Nurul Jadid,
yang akan dikembangkan

Koperasi Unit Bisnis


Koperasi Keluarga 1. Sinar Sejahtera, Unit Bisnis yang bergerak
dibidang penyediaan Bahan Pokok, sperti
beras, Air Minum, dan Gas Elpiji
2. Tunas Harapan, Unit bisnis, yang bergerak
dibidang ternak Sapi dengan sistem
83

penggemukan dan briding


Koperasi Pondok 1. Perdagangan Ritel
Pesantren 2. Perdagangan Jasa, yang terdiri dari Unit
usaha Garmen Nurul Jadid dan Percetakan
Mandiri Digital Printing
3. Produksi Air Minum Dalam Kemasan
4. E Bekal, Unit Bisnis yang bergerak dibidang
penyedia layanan keuangan non tunai
(chasless) yang peruntukan untuk santri dan
wali santri
Koperasi Guru dan Baitul Maal Wattamwil (BMT) Tanjung, Unit
Karyawan Bisnis yang bergerak dibidang jasa keuangan
simpan Pinjam berbasis Syariah

Keempat, Penyusunan Program Pengembangan kelembagaan bisnis

yang meliputi, Sumber Daya Manusia, sumber daya Keuangan dan

kerjasama. Langkah yang untuk mempersiapkan pengembangan Sumber

Daya Manusia, dilakukan dengan melaksanakan pelatihan. Adapun materi

dalam pelatihan ini, terdiri materi tentang perkoperasian dan sistem

keuangan dalam koperasi, kegiatan ini diikuti oleh para pengurus koperasi

dan pengelola unit usaha koperasi. Hal ini disampaikan oleh Kepala Seksi

Sumber daya Manusia Pengelola bisnis pesantren, Bpak Nailul Abror, :

“Dalam meningkatkan anmanusia di koperasi-koperasi pesatren,


kami melakukan program pelatihan kepada pengurus koperasi dan
pengelola unit usaha koeprasi, dengan materi perkoperasian dan
keuangan:108

Adapun pemateri dalam kegiatan ini, terdiri dari unsur pemerintah

dalam hal ini dinas Koperasi dan usaha kecil mengengah kabupaten

probolinggo, alumni dan professional.

108
Bapak Nailul abror, Kepala seksi Sumber daya Manusia, Wawancara (Paiton, 25
Janurai 2022)
84

Tabel 4.5 : Materi dan Pemateri Pelatihan

Materi Pemateri Peserta


Perkoperasian Dinas Koperasi dan Pengurus harian
Usaha kecil menengah koperasi dan
kabupaten probolinggo pengawas
(Bapak Iqbal)
Manajemen Sumber Unsur professional - Pengurus Harian
Daya Manusia (bapak Sunarto) kepala Koperasi Dan
akademi PJB Pengawas
- Pengelola Unit
Usaha
Sistem Keuangan Alumni Pesantren Pengelola Unit usaha
(Bapak Ubaidillah)
Berkaitan dengan sumber daya keuangan, pengacu pada peraturan

menteri koperasi nomor 09 tahun 2018, modal koperasi terdiri dari modal

sendiri, modal pinjaman dan modal penyertaan :109

a. Modal Sendiri

Modal sendiri diperoleh atas partipasi anggota dalam koperasi,

yang terdiri dari simpanan pokok dan simpanan wajib. Adapun besaran

dari modal sendiri disepakati dalam rapat anggota tahuan koperasi.

Kemudian dituangkan dalam akta pendirian koperasi. Adapun besaran

modal pada tiga koperasi diatas, sebagai berikut :110

Table 4.6 : Modal sendiri pada tiga Koperasi

Koperasi keluarga
Simpanan Nominal
Pokok 1.000.000.-
Wajib 20.000,-

109
Peraturan menteri koperasi dan usaha kecil menengah rebuplik indonesia, nomor 09
tahun 2018
110
AKta Pendirian Masing-masing Koperasi
85

Koperasi Pondok Pesantren :


Simpanan Nominal
Pokok 200.000,-
Wajib 50.000

Koperasi Guru dan Karyawan :


Simpanan Nominal
Pokok 200.000.-
Wajib 20.000,-

b. Modal Pinjaman

Modal pinjaman adalah sejumlah uang yang dibersumber dari

anggota koperasi, bank dan non bank atau pihak lain, yang diperoleh

sesuai dengan perjanjian dan ketentuan pinjaman dari para pihak.111

Berdasar pada catatan keuangan tiga koperasi diatas, tidak ada modal

pinjaman yang diperoleh oleh koperasi.

c. Modal Penyertaan

Modal penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal

yang dapat dinilai dengan sejumlah uang yang ditanamkan oleh pemodal

untuk menambah dan memperkuat struktur pemodalan koperasi dalam

meningkatkan kegiatan usaha. Pada modal penyertaan ini, hanya dimiliki

oleh Koperasi Pondok Pesantren (KOPONTREN).112

Pondok Pesantren Nurul Jadid yang diwakili oleh kepala biro

pengembangan, melakukan perjanjian modal penyertaan Koperasi, sesuai

dengan peraturan menteri koperasi dan usaha kecil dan menengah nomor

111
Pasal 1 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia nomor 09 tahun 2018
112
Laporan pertanggung jawaban pengurus dan pengawas KOPONTREN Mandiri
tahun 2021, tanggal 15 Maret 2022
86

09 tahun 2018, bahwa Pemilik modal penyertaan dapat ikut terlibat aktif

dalam kegiatan manajemen dan kegiatan usaha, yang dibiaya dari modal

penyertaan tersebut sesuai dengan perjanjian.113

Berdasar pada struktur modal diatas dapat disimpulkan bahwa

kegiatan saha yang dijalankan oleh Koperasi Pondok Pesantren Nurul

Jadid, adalah milik anggota dan milik pesantren.

Sementara itu, model bisnis yang digunakan oleh pondok

pesantren Nurul Jadid, menggunakan model bisnis dengan sistem canvas,

sebagai digambarkan pada gambar berikut :

Gambar 4.4 : Model Bisnis Pondok Pesantren Nurul Jadid

113
Pasal 131 poin (3) Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia nomor 09 tahun 2018
87

2. Implementasi Strategi Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam

Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok Pondok Pesantren

Nurul Jadid Paiton kabupaten Probolinggo Kelembagaan Bisnis

Pesantren

Dalam tahapan implementasi perencanaan lembaga bisnis, pondok

pesantren Nurul Jadid, melakukan strategi pelaksanaan, yang dilakukan

dengan beberapa tahapan. Pertama, Pengembangan Kelembagaan Bisnis

dalam meningkatkan otonomi . Otonomi yang dimaksud adalah pelaksanan

kerja yang dipasrahkan secara bebas pada struktur pelaksana. Kemandirian

otonomi ekonomi dalam arti otonomi merupakan proses pelaksanaan kerja

yang dipasrah pada kelembagaan bisnisnya.

Adapaun temuan pada upaya pelaksanaan mencipatakan otonomu

ada beberapa macam upaya. Salah satunya dengan melakukan penugasan

kerja pelaksanaan pada masing-masing Struktur Koperasi secara delagatif-

partisipatif. Sebagaimana lembaga bisnis koperasi pada umumnya, bahwa

Pengurus koperasi mempunyai hak penuh untuk menjalankan bisnisnya, hal

ini didasarkan karena secara formal, kepemilikan koperasi, dimiliki oleh

banyak orang, tidak hanya terbatas pada pengurus saja.

Dalam struktur koperasi Rapat Anggota Tahunan(RAT), menjadi

menentu kebijakan sistem kerja koperasi, sesuai hal yang dihasilkan dalam

RAT, harus dijalankan oleh pengurus koperasi, termasuk penentuan

pengurus koperasi. Dalam aturan pengelolaan koperasi yang berhak menjadi

pengurus adalah anggota koperasi dengan ketentuan tertentu yang sudah di


88

atur adalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi, dalam

kepengurusan koperasi dibagi menjadi 2, pertama, pengurus harian terdiri

dari ketua, sekretaris dan bendahara, kedua, pengawas, khusus koperasi

syariah ditambah, dewan Pengawas syariah (DPS).114

Tabel 4.7 ; Susunan Pengurus, Tugas Dan Wewenang Pengurus Koperasi

Jabatan Tugas dan wewenang


1. Mengelola Koperasi berdasarkan Anggaran
Dasar;
2. Mengajukan rancangan rencana kerja dan
Pengurus harian rancangan rencana anggaran pendapatan dan
(ketua, sekretaris belanja Koperasi;
dan bendahara) 3. Menyelenggarakan rapat anggota;
4. Mengajukan laporan keuangan dan pertanggung
jawaban pelaksanaan tugas;
5. Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan
inventaris secara tertib;
1. Mewakili koperasi didalam maupun diluar
pengadilan;
2. Memutuskan penerimaan anggota baru,
penolakan anggota serta pemberhentian anggota
sesuai ketentuan dalam Anggaran Dasar;
3. Melakukan tindakan dan upaya bagi
kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai
Pengawas dengan tanggung jawabnya;
4. Melakukan tindakan hukum atau upaya lain
untuk kepentingan anggota dan kemanfaatan
koperasi sesuai tanggung jawab dan keputusan
Rapat Anggota;
5. Memberikan penjelasan, saran atau masukan
kepada anggota pada rapat anggota dalam
rangka kelancaran pelaksanaan tugas.
1. Melakukan Pengawasan terhadap bisnis yang
Dewan pengawas dijalankan koperasi
syariah 2. Memberikan arahan terhadap bisnis yang dijalan
oleh koperasi

Senada dengan hal tersebut, dilakukan oleh lembaga koperasi

yang didirikan oleh Pondok Pesantren Nurul Jadid, berikut hasil

114
Dokumen Akta pendiri koperasi
89

wawancara peneliti, dengan sekretaris Koperasi Pondok Pesantren Nurul

Jadid, Bapak Agus Mulyanto:

“Dalam Pendirian Koperasi di Pondok Pesantren Nurul Jadid,


kami mengacu pada peraturan perkoperasian, baik dalam
penentuan pengurus maupun lainnya, hal ini dilakukan sesuai
dengan identitas kelembagaan yang ada. Proses ini dilakuan
pada setiap koperasi mas. Bukan hanya koperasi ini:115

Dengan terbentuknya pengurus pada lembaga koperasi,

mempunyai hak tugas dan wewenang, tanpa harus ada intervensi dari

pihak manapun, termasuk pengurus pesantren. Secara kelembagaan

pondok pesantren Nurul Jadid dan koperasi dipisah, pesantren sebagai

lembaga dakwah, pendidikan dan pemberdayaraan, sementara itu

koperasi adalah badan usaha yang mempunyai unit-unit usaha yang di

jalankan, dengan beranggotakan orang dan badan.116

Kemudian proses di atas, dilanjutkan dengan,upaya pemberian

Wewenang Pengembangan Keuangan Pada masing-masing Struktural

Koperasi. Kelembagaan koperasi mempunyai sumber modal tersendiri,

yang terdiri, modal sendiri, modal pinjaman dan modal penyertaan,

modal sendiri diperoleh dari anggota koperasi yang terdiri dari simpanan

Pokok, Simpanan Wajib. Sementara Modal pinjaman bersumber dari

pihak lain atau anggota sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.

Adapun modal penyertaan diperoleh dari pihak lainnya dengan

pe Janjian kedua belah pihak, dengan ketentuan yang disepakti dari

115
Bapak Agus Mulyanto, Sekretaris Koperasi Pondok Pesantren Nurul jadid,
wawancara, (Paiton, 2 Februari, 2022)
116
Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah Republic Indonesia, Nomor
09 Tahun 2018
90

kedua belah pihak, bedanya dengan modal pinjaman, orang atau lembaga

yang memberikan modal penyertaan diberi hak untuk ikut aktif dalam

pengelolaan bisnis yang dijalankan oleh koperasi.117

Pada kelembagaan bisnis yang dibentuk oleh Pondok Pesantren

Nurul Jadid, dalam pengelolaan keuangan dipisah dari pesantren,

pengurus koperasi diberikan hak dan wewenang untuk melakukan

pengembangan keuangan koperasi sendiri. Dalam pengelolaan bisnis

yang dijalankan oleh kelembagaan bisnis Pesantren Nurul Jadid,

pesantren memperoleh prosentase laba dari laba usaha yang peroleh

selama tahun buku, berikut wawancara peneliti dengan bapak dul kamar,

sebagai bendahara koperasi pondok pesantren:

“lembaga bisnis pesantren, mempunyai struktur modal tersendiri


yang diperoleh dari anggota, dan pihak lain. oleh karena itu
pengelolaan keuangan usaha, menjadi wewenang pengurus dan
anggota koperasi, akan tetapi lembaga bisnis mengalokasikan
laba usaha tahunan kepada pesantren, sebagai bentuk partisipasi
koperasi menuju kemandirian ekonomi pesantren:118

Langkah terakhir setelah proses, kedua upaya didukung dengan

proses pemberian wewenang bebas dalam pengembangan unit bisnis.

Rapat anggota tahunan (RAT) merupakan penguasaan tertinggi dalam

pengambilan keputusan koperasi, dengan prinsip, domokrasi,

transparansi dan akuntabilitas. RAT berwenang menetapkan kebijakan

umum koperasi, baik dibidang organisasi, manajemen dan usaha serta

117
Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah Republic Indonesia, Nomor
09 Tahun 2018
118
Bapak Dul Qomar, Bendahara Koperasi Pondok Pesantren (KOPONTREN),
wawancara (Paiton, 10 Februari, 2022)
91

keuangan koperasi.119 Hal ini pula yang dilakukan oleh kelembagaan

bisnis Pondok Pesantren Nurul Jadid, pengurus lembaga bisnis,

mempunyai hak dan wewenang dalam pengembangan bisnis.

Peran pesantren dalam hal ini, adalah memberikan panduan

penyusuan rencana pengembangan bisnis, formulasi yang dibentuk oleh

pesantren, meliputi; Pain AKUP, bentuk program, outpun dan outcome

dan penanggung jawab.120

Table 4.8 : Dokumen Perencanaan Pengembangan Lembaga

Bisnis

Poin Bentuk
Output Outcome PIC
AKUP Program
Pembentukan Terbentuk Terlaksananya
Lembaga
Badan nya badan usaha yang
Bisnis
Hukum Usaha hukum usaha, legal
Terbentuknya
Penguatan unit usaha, e
Pembentukan Meningkatkan Lembaga
usaha bekal dan
Unit Usaha laba usaha Bisnis
ekonomi Mandiri
menuju Logistik
pesantren Bimtek Meningkatkan
mandiri tentang pengetahuan
Peningkatan Lembaga
dan perkoperasian pengurus dan
SDM bisnis
berdaya oleh dinas anggota tentang
saing koperasi koperasi
Terorganisirnya
Terbentuknya
Penyusunan kelembagaan Lembaga
regulasi
regulasi usaha bisnis di Bisnis
usaha
pesantren

119
Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah Republic Indonesia, Nomor
09 Tahun 2018, pasal 77 dan 78
120
Pedoman Penyusnan Program Pondok Pesantren Nurul Jadid
92

Bapak Agus Fanani, menyebutkan :

“pengelola unit bisnis di pondok ini, mempunyai hak dan


wewenang dalam mengembangkan unit bisnis masing-masing,
namun demikian pesantren memberikan formulasi dalam
penyusunan rencana pengembangan yang akan dilakukan oleh
pengelola:121

Kedua, selain mengembangan otonomi, juga megembangkan

indepedensi ekonomi Pesantren, Independensi Ekonomi Pesantren yang

dimaksud dalam hal ini, adalah bahwa pengembangan pengelolaan bisnis

di pondok pesantren Nurul Jadid, tidak ada intervensi pihak manapun

dalam kebijakan, pesantren memberikan arahan sesuai arah kebijakan

Umum pesantren (AKUP), sementara pengelola bisnis, menjalankan

bisnisnya sendiri, misal penyusun target market dan keuangan serta

SDM, dalam melaksakan strategi ini, meliputi: Penyusunan Kebijakan

Sektor Unit Bisnis, Memberikan Kebebasan Untuk Pemilihan Struktur

Koperasi dan Unit Bisnisnya dan Memberikan Kebebasan Untuk

Melakukan Kerjasama Bisnis. Begitu yang disampaikan bapak Moh.

Rofiq, Kepada Peneliti, “Dalam menjalankan bisnis pesantren, pengelola

bisnis diberikan wewenang atau kebebasan untuk melakukan

pengembangan bisnis, misal penentuan objek market, keuangan serta

SDM, mengingat di dilembaga bisnis ada pengawas tersendiri”122

Salah satu langkah pengupyaan idependensi adalah penyusunan

Kebijakan Sektor Unit Bisnis, dalam hal ini pengurus lembaga bisnis,

membuat kebijakan-kebijakan pengelolaan bisnis. Saat ini terdapat 2 Unit

121
Bapak Agus Fanani, Wawancara (Paiton, 17 Februari 2022)
122
Moh. Rofiq, Wawancara (Paiton, 20 Februari 2022)
93

Bisnis yang sedang dikembangkan oleh lembaga bisnis, unit perdagangan

ritel dan unit jasa. Bapak Agus Fanani Menjelaskan, “ Terdapat 2 unit

yang saat ini kami kembangkan, unit retail dan unit jasa, hal ini

dilakukan atas inisiatif dari pengurus lembaga bisnis yang ada di pondok

pesantren kami’.123

Selanjutnya prosesnya ditambah dengan pemberian kebebasan

untuk pemilihan struktur koperasi dan unit bisnisnya. Penyediaan dan

pengembangan SDM koperasi dan pengelola unit bisnis, merupakan

wewenang dari pengurus lembaga bisnis. Pemelihan pengurus dalam

koperasi menjadi wewenang anggota yang akan disampaikan dalam

Rapat Anggota Tahunan (RAT), sementara wewenang pengurus adalah

memilih pengelola unit bisnis koperasi.124

RAT koperasi dapat dilaksanakan setelah pengurus dan

pengawas koperasi membuat laporan, sebagai materi yang akan

disampaikan dalam rapat RAT. Pelaksanaan RAT melibatkan beberapa

unsur, terdiri pemerintah dalam hal ini dinas koperasi, pengurus dan

anggota koperasi.

Menjadi lebih lengkah upaya di atas dengan pemeberian

kebebasa dalma hal melakukan Kerjasama Bisnis. Pengelola bisnis dalam

hal ini pengurus mempunyai wewenang untuk melakukan kerjasama

dengan pihak lain dalam menjalan unit bisnisnya, beberapa kerja sama

123
Bapak Agus Fanani, Wawancara (Paiton, 20 Februari 2022)
124
Akta Pendirian Koperasi Pondok Pesantren Nurul Jadid
94

yang telah dilakukan oleh lembaga bisnis pondok pesantren Nurul Jadid,

adalah : 125

Table 4.9 : Kerjasama Bisnis Pesantren

No Perusahaan Bidang kerja sama


Kerjasama Produksi Sarung
1 PT. BEHAESTEX
Santri
PT. Teknologi Kartu Indonesia Kerjasama Sistem Chasless
2
Pintar Payment
Koperasi Sarekat Bisnis
3 Kerjasama Pemasaran Produk
Pesantren
Kerjasama Pembayaran Pajak
4 Bank Jatim Syariah Jawa Timur
Kendaraan Bermotor

Ketiga, pelaksanan juga diupayakan guna peningkatan daya

ekonomi Pesantren.. Pada poin ini yang dimaksud mupakan salat satu alat

untuk mengukur kemandirian, dalam hal ini kemandirian ekonomi

pesantren. Dalam pelaksanaan pengembangan lembaga bisnis, dilakukan

dengan beberapa langkah, diantaranya, Pemberian Pelatihan dan

Pengembangan Sesuai dengan Potensi unit Bisnis yang dikembangkan.

Dalam pemberian pelatihan berfokus pada pelatihan sumber daya manusia

dan pengelolaa keuangan. Pelatihan sumber daya manusia peruntukan bagi

para pengelola unit bisnis koperasi, para pengela unit bisnis koperasi

terdiri dari, kepala unit, kasir, pramuniaga dan pergunakan. Sebagaimana

yang disampaikan oleh bapak Nailul Abror:

“lembaga bisnis, melakukan tahapan pelatihan SDM dan keuangan


bagi unit bisnis yang akan dikembangkan, sesuai dengan struktruk
kerja unit usaha, yang terdiri dari: kepala unrit, Kasir, pramuniaga
dan pergudangan. Seluruhnya ikut berpartisipasi dalam acara ini,.
Ini acara untuk mengembangkan mutu tad,126

125
Dokumen Laporan Lembaga Bisnis Pesantren Tahun 2021
126
Bapak Nailul Abror, Wawancara, (Paiton, 25 Januari 2022)
95

Selain pelatihan juga adalah upaya penguatan nilai dan norma

dalam kesadaran bisnis pelaku usaha pesantren, hal penting untuk

dilakukan untuk membentuk krakter bisnis pada pengelola usaha dengan

memperhatikan norma, baik agama maupun social, sehingga tercermin

tanggung jawab yang baik dalam pengelolaan bisnis. Penguatan nilai dan

norma bisnis dapat dilakukan dengan cara melakukan pendidikan karekter

dan juga pengembangan tradisi agama pesantren.

Pondok Pesantren merupakan tempat menuntut ilmu agama dan

menempa diri dalam bidang keagamaan. Disamping itu, Pondok Pesantren

juga sangat memerhatikan urusan ekonomi, sosial, politik dan aspek-aspek

kehidupan yang lain. Hal ini juga dilakukan oleh Pondok Pesantren Nurul

Jadid Paiton Probolinggo yang secara spesifik memberikan pendidikan dan

pelajaran tentang kemandirian ekonomi atau jiwa kewirausahaan.

Sehingga dari pendidikan kemandirian ekonomi ini, maka terbentuklah

karakter kemandirian ekonomi. pembentukan karakter kemandirian

ekonomi tidak hanya dilakukan kepada santri akan tetapi juga dilakukan

kepada pengelolaan bisnis di pesantren. bapak shidqi, karyawan unit usaha

menyatakan, “ Penanaman karakter kemandirian ekonomi terhadap

pengelola unit usaha pesantren, sangat dibutuhkan, dalam rangka untuk

membentuk karakter kemandirian ekonomi terhadap pengelola unit

usaha”:127

127
Bapak shidqi, Karyawan Unit Usaha, Wawancara, (Paiton, 5 Maret 2022)
96

Ada juga kegiatan pelatihan kewirausahaan, pada kegiatan ini,

melibatkan professional dalam bidang sumberdaya Manusia, bapak Narto

selaku Akademi PJB dijadikan sebagai pemateri dalam kegiatan ini,

dengan menekankan pada kedisiplinan bagi seluruh pengelola usaha.

Bapak nailul Abror menambahkan, “kegiatan ini dilaksankan guna untuk

memberikan motovasi dan meningkatkan kedisiplinan kerja pada

pengelola usaha, oleh karena itu, kami mengungdang orang professional

dalam melaksanakan pelatihan ini:128

Selain cara di atas, optimaslisasi daya ekonomi juga dilakukan

dengan pengembangan jaringan alumni. Jaringan alumni yang dimiliki

oleh Pondok Pesantren Nurul Jadid sangat banyak dan luas, hal ini

menjadi modal bagi pesantren untuk melakukan pengembangan lembaga

bisnis. Berdasar pada kegiatan haloqoh alumni yang diikuti langsung

peneliti, yang dilaksanakan pada akhir bulan Pebruari 2022, tema dalam

haloqoh alumni ini adalah optimalisasi peran alumni dalam pelayanan

masyarakat, yang salah satu focus pembahasan dalam kegiatan tersebut,

Penguatan jaringan kerjasama pesantren dengan dunia usaha dan .

Pengembangan potensi alumni dalam pemberdayaan ekonomi

keumatan.129 Hal ini, menunjukkan bahwa dukungan alumni pesantren

sangat besar perannya dalam pengembangan kemandirian ekonomi

pesantren.

128
Bapak Nailul Abror, Wawancara, (Paiton, 5 Maret 2022)
129
Dokumen, Materi halaqoh alumni pondok pesantren Nurul Jadid, tahun 2022
97

3. Evaluasi Strategi Perencanaan Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam

Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok Pondok Pesantren

Nurul Jadid Paiton kabupaten Probolinggo Kelembagaang Bisnis

Pesantren

Proses evaluasi merupakan tahapan terakhir dalam menejemen

strategi. Tahapan ini dilakukan duntuk mengukur sejauh mana perembangan

target tercapai. Ada beberapa langkah yang dilakukan oleh pesantren.

Langkah tersebut dijelaskan menurut ruang lingkup dan tahapannya.

Adapun yang demikian diantaranya, pertama, evaluasi Keuangan dan Aset

dilakukan dengan tahapan laporan

Untuk mengukur ketercapaian perencanaan Pengembangan Lembaga

Bisnis oleh Pondok Pesantren Nurul Jadid, diperlukan melakukan langkah

evaluasi, hal ini dilakukan untuk mempermudah bagi pemangku kebijakan

di pondok pesantren. Langkah evaluasi dilakukan setelah mendapatkan

laporan dari pengelola bisnis pesantren. Membuat laporan kerja dan laporan

program dalam kelembagaan bisnis koperasi dilakukan oleh pengurus dan

pengawas, hasil laporan tersebut dilaporkan kepada anggota dalam rapat

anggota tahunan (RAT). Ketentuan dalam penyusunan laporan lembaga

bisnis, sebagai berikut:130

a) Laporan berbentuk angka sebagai ukuran aset dan keuangan.


b) Laporan terdiri dari modal ekuitas, modal luar, kualitas usaha, aset
adminitrasi usaha, jumlah simpan-pinjam, pinjaman bermasalah, buku
pokok dan buku penunjang

130
Akta Badan Usaha Pondok Pesantren Nurul Jadid
98

Kedua laporan diatas harus sesuai dengan standart laporan akuntansi

koperasi, hal ini diatur dalam peraturan menteri koperasi dan usaha kecil

menengah nomor 12/per/M.kukm/ix/2015, tentang pedoman umum

akuntansi koperasi sector rill.131 Dari peraturan tersebut dapat disimulasikan

dalam bentuk neraca dan laba rugi usaha, sebagai berikut :

Table 4.10 : Contoh Neraca Koperasi

No. No.
Uraian Uraian
Akun Akun
Aset Kewajiban
1 Aset Lancar 3 Kewajiban Jangka Pendek
1.1 Kas 3.1 Utang Usaha
1.2 Bank 3.2 Utang Bank
1.3 Persediaan Barang 3.3 Utang Pajak
1.4 Piutang

2 Aset Tetap 4 Ekuitas


2.1 Tanah 4.1 Simpanan Pokok
2.2 Peralatan 4.2 Simpanan Wajib
2.3 Perlengkapan 4.3 Hibah
5 SHU
Total

Elemen gambaran pelaporan diatas, dapat menggambarkan potensi

dan kelemahan Keuangan dan aset. Kelemahan tersebut tnampak terlihat

ketika telah dihubungkan dengan target umum yang direncanakan

sebelumnya. Inti dari laporang keuangan ini guna menilai aset dan modal

yang bergerak. Dari oberservasi yang dilakukan evaluasi ini merupakan

konten yang pertam kali dibahas dalam RAT.132

131
Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Nomor
12/Per/M.KUKM/Ix/2015
132
Obrservasi pada Rapat Anggota Tahunan Tahun Tanggal 15 Maret 2022
99

Kedua, evaluasi mutu pengembangan kelembagaan. Tentu juga

banyak tahapan dalam melaksanakan eveluasi ini. Proses awal, adalah

pelaporan. Berbeda dengan apa proses evaluasi keuangan. Gambarannya

sebagaimana yang disamapai, ketua Kapontren Pengurus sebegaimana di

bahwa ini,

“berbeda tad, tak padhe ten tat. Kalua pemeriksaan itu


dilaksanaakan sejak awal ada waktunya. Sudah ditetapkan secara
priodik tad. Proses pelaporannya itu yang dicatat dari hasil
pemeriksaan itu. Bentuknya pada kualitatif tad. Tapi semuanya
dinilai dari proses pelaksanaan hingga perencaan strategi.
Semuanya pokoknya itu ada datanya. Pokoknya yang dinilai itu
masalah standar mutu pengembangan kelembagaan bisnis
pesantren. Namua semua laporan nanti sama, dikaji di RAT tad”.133

Proses evaluasi yang demikian ini nampaknya merupakan salah

penilain yang berbentuk data kualitatif. Hasilnya penilainya

mennggembarkan kondisi mutu pengembangan. Banya hal yang dinilai,

mulai dari tahapan perencanaan, hingga strategi eveluasi bisnis yang

dilakukan selama satu tahun. Salah satu dokumentasi yang ditemukan

terkait dengan hal demikian adalah sebagaimana berikut ini; 134

Table 4.11 : Salah Contoh Instrumen Evaluasi Mutu Kelembagaan

133
Wawancara, KH. Najiburrahman, Wakil Kepala Pondok pesantren Nurul Jadid,
Wawancara, (Paiton, 3 maret 2022)
134
Dokumentasi, Intrumen permeriksaan Rapat Anggota Tahunan 2022
100

Berdasarkan obervasi yang dilakukan dalam rapat RAT pada bulan

Meret 2020. Hasil dari penilaian laporan pemeriksaan dikaji bersama

dalam rapat. Yang menjadi acuan adalah target mutu yang telah disusun

pada tahun awal rapat yakni RAT tahun 2021. Pertemuan hasil dan target

yang dicatat oleh sekertaris rapat.135

Ketiga, pemaduan hasil evaluasi internal. Proses yang ketiga ini

masih dilakukan pada tahap RAT. Seluruh koperasi juga mengadakan

melakukan pola yang sama. Hal ini sebagaimana diungkapkan kepala

pesantren Nurul Jadid sendiri,

135
Obrservasi pada Rapat Anggota Tahunan Tahun Tanggal 15 Maret 2022
101

“seluruh koperasi wajib melaksankan nam, bukan saya yang


mengwajibkan tapi aturan dan selayaknya mutu pengembangan
profesional itu demikian nam. Jika tidak dilakukan bukan hanya
melanggar aturan namun, juga kelambagan koperasi tidak dikelola
dengan baik. Kamu kuliah jurusan ekonomi. Pasti bagaimana cara
mengevaluasi dengan baik. Apalagi itu tesimu masalah menejemen
strategi. Dalam proses evaluasi bisnis, itu ada dua aspek yang
saling berhubungan perlu dipadukan. Yakni penilaian aset dan juga
mutu pengelolaannya. Ini berhubungan kalau pengelolaan aset
lemah berarti ada yang salah pengembangan menejemen mutunya.
Itu kenapa dalam RAT ada tahapan pemaduah hasil penilaian
laporan dan mutu pengelolaan bisnis”.136

Berdasarkan hasil observasi pada rapat, pemaduan hasil penilaian

ini nampak dibicarakan untuk dikirim ke pengeurus pusat dan juga

dijadikan pandangan awalah dalam mengembangan formulasi internal

strategi koperasi. Beberapa hal penting menjadi kelamahan dicatat oleh

sekretaris sebagai masalah.137 Proses ini merupakan proses akhir dari

RAT yang diselenggarakan di masing-masing koperasi.

Terakhir, evaluasi terpadu seluruh unit bisnis. Evaluasi ini tidak

lagi diadakan dalam rapat RAT. Namun dilaksanakan secara partisipatif

dalam rapat pesantren pusat. Proses dilakukan sebagai tindak-lanjut dari

evaluasi termunal. Pada evaluasi ini, dilakukan dengan memadukan dan

memandingkan seluruh hasil laporan RAT masing-masing koperasi.

Penjabaran tentang evaluasi ini disampaikan oleh Kepala pesantren

juga yakni sebagaimana berikut ini;

“seluruh evaluasi termasuk kelembagaan koperasi dilakukan secara


bersama. Bahkan diikuti oleh seluruh pihak termasuk elemen
alumni. Semua bisa urun rembuk. Dalam rapat evaluasi terpadu ini,
kami, pengurus pesantren membacakan hasil evaluasi RAT masing-

136
Wawancara, KH. Abdul Hamid (Kepalas Pesantren Nurul Jadid) Tanggal 17
Desember 2021
137
Obrservasi pada Rapat Anggota Tahunan Tahun Tanggal 15 Maret 2022
102

masing koperasi rinci. Bahkan evaluasi unit juga dibahas dalam


evaluasi ini. Prosesnya tentu sama dengan evaluasi internal, namun
lebih luas. Kalau yang dipengurusan pesantren itu memadukan
seluruh laporan masing-masing koperasi. Hasilnya akan diukur,
apakah sesuat target utama tidak. Semean baca kan nam? Di AKUP
itu, misi kita menciptakan pesantren mandiri. Itu ada standar, kalau
hasil evaluasi secara menyeluruh tidak tercapai pada target. Ya
tentu itu kelemahan dan akan dikaji untuk merumuskan kembali
strategi pengembangan kelembagaanya”.138

Bedasarkan paparan KH Abdul Hamid di atas, proses evaluasi

terakhir nampaknnya merupakan evaluasi yang dilakukan dengan

hubungan hasil evaluas RAT dengan target yang telah dirumuskan

AKUP. Jika terjadi kelamahan, akan dijadikan dasar perumusan kembali

strategi pengembangan kelambagaan yang lebih baik. Namun jika tidak

ditemukan strategi yang dipakai akan terus dilanjutkan.

C. Temuan Penelitian

Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, setelah melukan

penelitian di pondok pesantren Nurul Jadid paiton probolinggo jawa timur,

dapat dijelaskan sebagai berikut ini:

1. Formulasi Strategi Pengembangan Kelembagaan Bisnis dalam Meningkatan

Kemandirian pesantren dilakukan dengan beberapa tahapan sebagaimana

berikut ini;

a. Perumusan arah dan kebijakan umum Pengembangan Pesantren

mandiri didasarkan pada harapan kiai dan berbentuk visi dan misi

b. Pembentukan kelompok struktural koperasi berbasis kelompok kultural

pengelola pesantren

138
Wawancara, KH. Abdul Hamid (Kepala Pesantren Nurul Jadid) Tanggal 17
Desember 2021
103

c. Analisis internal-eksternal dan penyusunan desain canva bisnis

pesantren

d. Penyusunan alaternatif program pengembangan SDM dan Kerjasama

2. Implementasi Strategi Pengembangan Kelembagaan Bisnis dalam

Meningkatan Kemandirian pesantren dilakukan dengan beberapa pola

sebegaimana berikut ini;

a. Pengembangan Kelembagaan Bisnis dalam meningkatkan otonomi

Ekonomi Pesantren Dilakukan dengan;

1) Penugasan kerja pelaksanaan pada masing-masing Struktur Koperasi

secara delagatif-partisipatif

2) Pemberian Wewenang Pengembangan Keuangan Pada masing-masing

Struktural Koperasi

3) Memberikan Wewenang Bebas dalam Pengembangan Unit Bisnis

b. Pengembangan Kelembagaan Bisnis dalam meningkatkan Independensi

Ekonomi Pesantren

1) Tidak mencampuri urusan Kebijakan Sektor Unit Bisnis

2) Memberikan Kebebasan Untuk Pemilihan Struktur Koperasi dan Unit

Bisnisnya

3) Memberikan Kebebasan Untuk Melakukan Kerjasama Bisnis

c. Pengembangan Kelembagaan Bisnis dalam meningkatkan Self Reliency

Ekonomi Pesantren

1) Pemberian Pelatihan dan Pengembangan Sesuai dengan Potensi unit

Bisnis yang dikembangkan


104

2) Penguatan Nilai dan Norm dalam kesadaran bisnis pelaku usaha

pesantren

3) Pengembangan Prinsip Partisipatif antar anggota serta Kelompok

Struktur Unit Bisnis dan Koperasi

3. Evaluasi Strategi Pengembangan Kelembagaan Bisnis dalam Meningkatan

Kemandirian pesantren dilakukan dengan beberapa pola sebegaimana

berikut ini;

a. Evaluasi keuangan dan aset dilakukan dengan tahapan pelaporan dan

penilaian.

1) Laporan berbentuk angka sebagai ukuran aset dan keuangan.

2) Laporan terdiri dari modal ekuitas, modal luar, kualitas usaha, aset

adminitrasi usaha, jumlah simpan-pinjam, pinjaman bermasalah, buku

pokok dan buku penunjang

3) Penilaian dilakukan dengan kuantitatif

4) Merupakan gambaran potensi dan kelemahan Keuangan dan aset

b. Evaluasi mutu pengembangan dilakukan dengan tahapan pelaporan hasil

pemeriksaan dan penilaian.

1) Laporan merupakan hasil pemeriksaan mutu SDM, perangkat dan

sistem pengembangan

2) Penilaian dilakukan pada hasil perimeriksaan secara priodik

3) Merupakan gambaran potensi dan kelemahan mutu pengelolaan

kelembagaan keuangan
105

c. Evaluasi internal terpadu dilakukan dengan ketentuan;

1) Pemaduan Hasil Penilaian Pengelolaan aset dan modal serta mutu

yang dilakukan sebelumnya dalam RAT

2) Hasil evaluasi terpadu di semua rapat diukur dengan target yang

direncanakan dan dibuat dasar reformulasi strategi pengembangen

kelembagaan bisnis internal koperasi

3) Melibatkan unsur ekternal profesional

d. Evaluasi terpadu Pesantren dilakukan dengan ketentuan;

1) Pemaduan Hasil Penilaian RAT semua koperasi

2) Hasil evaluasi terpadu di semua rapat diukur dengan target AKUP

yang direncanakan dan dibuat dasar reformulasi strategi

pengembangen kelembagaan bisnis umum

3) Rapat dilakukan secara partisipatif terbuka


BAB V

PEMBAHASAN TEMUAN

Pembahasan temuan ini adalah penjelasan terkait temuan yang dikaji

secara teoretis. Penjelasan akan mengurai masing-masing temuan yang telah

disusun di awal. Sehingga, seluruh penjelasan akan dibahas dalam

pengelompokan temuan pada masing-masing fokus penelitian. Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya bahwa secara spesifik, kajian akan dekati dengan kontruksi

menejemen strategi Freed R David. Ia menjelaskan bahwa tahapan pengembangan

strategi pengembangan bisnisi tediri strategy formulation, strategy

implementation dan strategy evaluation.138 Ketiga tahap ini secara mendetail

dapat akan tergambarkan strategi dalam usaha peningkatan kemandirian

pesantren. Pembahasan satu persatu langkah ini diharapkan dapat memberikan

pandangan dalam penyusunan strategi pengembangan kelembagaan binis dalam

meningkatkan kemandirian pondok pesantren.

A. Formulasi Strategi Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam

Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren

Formulasi strategi merupakan proses awal guna menetapkan arah,

tujuan bahkan tehnis strategi yang akan dikembangkan. Sebenarnya telah

banyak pakar yang menjelaskan dan menawarkan beberapa langkah taknis

yang dapat dilakukan dalam proses formulasi strategi. Salah satu pakar yang

menjelaskan hal demikian adalah J. David Hunger & Thomas L. Wheelen.

138
Fred R. David, Strategic Management .....,1-290

106
107

Menurut keduanya, proses formulasi terdiri dari permusan tujuan, visi, misi

dan aturan kerja jangka panjang, pengindentifikasian peluang dan ancaman,

kekuatan dan kelemahan kelembagaan bisini, pengembangan alternatif-

alternatif strategi dan penentuan strategi yang sesuai untuk diadopsi.139 Selain

dia, R.David juga menjelaskan bahwa formulasi biasanya mengatur tentang

hal yang berkaitan dengan strategy review, evaluation, dan control.140

Pada temuan penitian yang telah disusun nampak adanya beberapa hal

yang berbeda dengan teori yang disusun oleh sejumlah pakar sebelumnya.

Proses perencanaan pengembangan kelembagaan bisnis dalam peningkatan

kemandirian pondok pesantren nampaknya lebih komplek. Ada banyak ragam

yang tahapan yang dilakukan. Untuk memperincinya ragam tahapan yang

ditemukan peneliti akan menjelaskannya satu persatu dan hubunganya dengan

peningkatan kemandirian pesantren.

1. Perumusan Arah dan Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kemandirian

Pesantren

Perumusan arah dan kebijakan yang dimaksud adalah penyusunan

target holistik yang menjadi tujuan utama dilakukannya strategi

pengembangan kelembagaan. Perumusan arah kebijakan ini dilakukan

berasarkan perumusan visi pesantren dan misi yang telah dirumuskan oleh

pendiri pesantren Nurul Jadid sendiri. Pada sisi ini yang sebenarnya

139
J. David Hunger dan Thomas L. Wheelen, Manajemen Strategis, Terj.
Julianto Agung (Yogyakarta: Andi Ofset, 2003), 5
140
J. David Hunger dan Thomas L. Wheelen, Manajemen Strategis.., 284
108

membedakan formulasi strategi umum yang terdahuku dirumuskan oleh

beberapa pakar.

Formulasi strategi di pondok pesantren Nurul Jadid tidak dapat

dilepaskan dari falsafah atau kepentingan pendiri pesantren untuk

mengembangan kelembagaanya. Walaupun pesantren ini merupakan

pesantren modern atau khalaf, sosok pendiri pesantren masih kuat sebagai

sumber nilai dan arah pengembangan pesantren ke depan. Begitupun

dalam menetapakan pengembangan kelembagaan bisnisnya, tujuan

utamanya tentu tidak akan pernah dilepaskan dari sosok kiai sebagai

founder dan sourcer keorganisasian pesantren.

Adanya temuan bukan berarti program pengembangan bisnis

pesantren seperiti varian model yang disusun oleh Mursyid dalam

penelitianya. Ia mengemukakan bahwa bisnis pesantren yang dijalankan

ada yang didasarkan pada aset dan kemampuan modal kiainya sebagai

pengasuh. Misalnya seorang kiai mempunyai perkebunan cengkih yang

luas. Untuk pemeliharaan dan pemanenan, kiai melibatkan santri-santrinya

untuk mengerjakannya. Maka terjadilah hubungan mutualisme saling

menguntungkan untuk menciptakan kemandirian secara bersama.141

Temuan tidak demikian, kiai lebih sebagai sources peremusan tujuan

utama. Bukan merumuskan sistem usaha atas dasar modalnya.

141
Kiai dapat memproduksi perkebunannya, santri mempunyai pendapat
tambahan, dan ujungnya dengan keuntungan yang dihasilkan dari
perkebunan cengkeh, maka kiai dapat menghidupi kebutuhan pengembangan
pesantrennya. Lengkapnya baca, Mursyid, ‘Dinamika Pesantren Dalam
Perspektif Ekonomi’, Jurnal Millah, Vol. XI, No 1, Agustus 2011, 180-181.
109

Posisi kiai dalam hal pengembangan arah kebijakan adalah sebagai

sumber falsafah yang sifatnya umum. Secara hal demikian ini, dapat

disenadakan dengan formulasi umum para pakar yang berpendapat strategi

perlu diawali dengan perumusan visi dan misi pesantren. Jadi dengan

penjelasan beberapa kajian penelitian yang ditulis oleh Aimee, Dkk,142 dan

R. David143. Mereka menjelaskan proses formulasi terdiri dari penyusunan

visi dan misi sebagai pedoman untuk melakukan asesment aleternatif

strategi.

Namun ada yang membedakan dari konsepsi yang dibangun oleh

beberapa pakar yang disebutkan di atas, visi dan misi pesantren

berbubungan dengan keinginan atau harapan pengasuh pada kelembagaan

pesantrennya. Jika visi dan misi yang dimaksud kedua tokoh sebelumnya

adalah tujuan utama yang dirumuskan secara profesional. Di pesantren

tidak hanya demikian, juga ada peran pengasuh sebagai autocratic founder

di pesantren. Jadi dalam hal ini formalasi strategi yang dikembangkan

pesantren masih ada kaitan dengan peran kepemimpinan kiai dalam

budaya organisasi pesantren. Pada perspektif inilah, strategi yang

dikembangkan dalam meningkatkan kemandirian pesantren tak bisa

dilepaskan dari pengelolaan budaya organisasi. Di titik demikian konsep

Schein,144 terkait dengan strategi pengembangan program berbasis budaya

142
Aime Heene, Dkk. Manajemen Strategik...10
143
David menjelaskan ada tahapan The Business Vision and Mission. Baca, red
R. David, Strategic Management .....,40-170
144
Edgar H. Schein, Organizational Culture and Leadership Second Edition
(New York: Jossey-Bass Publishers, 1986), 106
110

masuk sebagai konsepsional teoretis strategi pengembangan kelembagaan

bisnis pesantren.

Visi atau perintah pengembangan yang mengandung nilai dan

falsafah pandangan kiai ini menjadi dasar dalam penyusunan Arah

Kebijakan Umum Pesantren (AKUP). Di dalamnya ada amanah untuk

melakukan pengembangan pesantren dan pemberdayaan masyarakat. Salah

satunya dapat dilakukan dengan “penguatan usaha ekonomi menuju

pesantren mandiri dan berdaya saing”. Dari sub misi inilah, gerak

pengembangan kelembagaan bisnis pesantren digerakkan unutk

meningkatkan kemandirian pesantren.

2. Pembentukan Struktural Koperasi Berbasis Kelompok Kerja Pesantren

Pasca penyusunan visi dan misi (the business vision and mission)

selesai dirumuskan dan diyakini di dalamnya mengandung harapan atau

kepentingan kiai sebagai founder pesantren, baru kemudian dilanjutkan

tahapan selanjutnya. Pasca permusan visi dan misi, kepengurusan

pesantren melakukan proses formalisi kelompok pengelola pesantren

untuk dijadikan agensi atau struktural amanah dari visi dan misi yang telah

disusun.

Pembentukan struktural ini dilakukan dengan berdasarkan

pembacaan pada kelompok sosial pengelolah pesantren. Pesantren sebegai

sebuah kelembagaan tentu memiliki kelompok kerja. Dalam tubuh

kelembagaan pesantren ada beberapa kelompok yang menjadi sosok

sentral atau memiliki peran penting melaksanakan fungsinya. Kelompok


111

yang dimaksud tentu adalah seluruh pengelola yang selama ini membantu

pengembangan pesantren.

Kelompok pengembang atau pengelola pesantren hanya ada dua

yakni kelompok tenaga pendidik dan kependidikan serta kelompok kiai

yang dalam UU Pesantren dapat disenadakan dengan Dewan Masayikh.145

Namun nampak sebagaimana kelompok yang disebutkan dalam aturan.

Kelompok pengelola yang dimaksud dalam temuan berdasarkan sub unit

kerja budaya organisasi pesantren.

Sebagaimana lumrah dipahami bahwa secara menejerial pengelola

pesantren menurut tanggung jawabnya terdiri dari kelompok pengembang

kegiatan keasramaan di luar pendidikan formal, di dalam pendidikan

formal dan kelompok keluarga besar pengasuh pesantren. Ketiganya

memiliki budaya interaksi dan tugas kerja yang berbeda. Walaupun ketiga

kelompok ini tidak disatukan dalam satu sub divisi struktural kerja formal,

namun keberadaannya secara kultural tidak dapat dipungkiri berbeda.

Kelompok kepengurusan pesantren secara kultural memiliki

intensitas komunikasi dengan pihak yang sama mengembangan kegiatan

keasramaan pesantren. Intensitas komunikasi mereka disebabkan adanya

tugas yang sema secara formal yakni sama mengembangkan kegiatan di

luar pendidikan formal. Adapun kelompok tenaga pendidik dan

kependidikan pun juga sama. Mereka juga berkelompok secara kultural

karena memiliki tugas formal yang sama yakni mengurusi kegiatan

145
Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren
112

pengembangan pendidikan formal pesantren. Berbeda dengan kelompok

kerja keluarga kiai. Mereka berkelompok disebabkan status nasab yang

secara formal tidak pasti memiliki tugas kerja, namun secara kultural

merupakan pihak yang paling bertanggung jawab pada pengembangan

pesantren.

Tiga kelompok di atas yang menjadi dasar pengembangan

struktural unit bisnis pesantren. Sekali lagi, walaupun ketiganya bukan

dikelompokkan secara formal, namun merupakan peran sangat besar

dalam budaya organisasi pesantren. Pada titik inilah, formulasi strategi

pengembagan kelembagaan pesantren nampak mengoptimalkan modal

sosial pesantren. Optimalisasi modal sosial ini tentu mengembangan

argumentasi yang menyatakan bahwa modal usaha pengembangan

dikembangkan cara penguatan social capital dan human capital.146 Nah,

dalam proses penyusunan struktur perencanaan strategi pengembangan

kelembagaan pesantren terbukti dilakukan dengan optimalisasi salah

keduanya, yakni social capital.

Selain dari pada itu, secara teoretis perencanaan strategi

pengembangan sosial, langkah ini terbilang telah mendasari pada

keniscayaan society pesantren sendiri. Formulasi demikian tidak

melepaskan diri dari perkembangan kondisi society umumnya.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Harskamp bahwa society merupakan

sekumpulan individu yang terbentuk maupun dibentuk berdasarkan

146
Suryana, Kewirausahaan: Kiat dan Proses Menuju Sukses (Jakarta: Salemba
Empat, 2013), 84
113

kesamaan pandangan, aturan, dan tujuan yang sama.147 Dalam realitas

kehidupan sosialnya, masyarakat sering kali muncul perbandaan

pandangan, kepentigan dan lain sebagainya. Hal ini yang umumnya

disebut sebagai konflik sosial. Konflik sosial timbul karena adanya

pertentangan atau pun perjuangan atas nilai-nilai dan klaim-klaim atas

status, kekuasaan, dan sumber daya.

Berdasarkan hal ini menjadi sangat tapat jika pesantren

berdasarkan penyusunan birokrasi struktural dengan berdasarkan

kelompok society pesantren berbeda. Langkah ini cukup jitu untuk

menghindari konflik sosial dalam pengembagan kelembagaan bisnis guna

meningkatkan kemandirian pesantren. Apalagi dari hasil musyawarah

ketiga kelompok ini diputuskan untuk mengembangkan struktural kerja

yang masing-masing berbeda. Keputusan mengembangkan kelembagaan

koperasi bisnis yang masing-masing memiliki modal, cara pengembangan

dan pengelolan aset yang juga berbeda, merupakan cara tepat untuk

menhindari adanya konflik kepentingan ekonomi setiap kelompok.

Koperasi sendiri merupakan suatu bentuk kerjasama dalam

lapangan perekonomian. Kerjasama ini diadakan oleh individu-individu

yang memiliki kesamaan jenis kebutuhan hidup mereka. Setiap orang

bersama-sama mengusahakan kebutuhan sehari-hari yang mereka

butuhkan. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan kerjasama yang akan

berlangsung terus. Oleh sebab itu, dibentuklah suatu perkumpulan sebagai

147
Anton Van Harskamp, Conflicts in Social Science (London: Routledge,
1996), 5
114

bentuk kerjasama itu.148 Kerjasama yang dimaksud dalam prasisnya juga

dapat dilakukukan dengan sharing modal pembiyaan unit usaha yang

sedang dikembangkan. Dalam hal ini unit usaha yang dikembangkan oleh

masing-masing kapontren.

Pada aspek pencapaian kemandirian, cara penyusunan struktural

kelembagaan sebagaimana dijelaskan di atas, merupakan langkah konkrit

untuk mencapai kemandirian pesantren atas dasar kemandirian sub

kelompok kultural. Proses ini dalam konteks pengembangan kemandirian

dapat disebut sebagai “community self-reliance”. Sebagaimana yang

dijelaskan oleh Huraerah. Ia menjelaskan bahwa istilah tersebut

menurutnya ditujukan kepada proses pemberdayaan kelompok untuk

terciptanya kemandirian bersama.149

3. Proses Assesment dan Perumusan Desain Pengembangan Bisnis

Kelembagaan Bisnis Pesantren

Pasca pembentukan tim struktural tentu yang dirumuskan

selanjutnya adalah desain program bisnis struktural kelembagaan yang

telah dibentuk. Sebagaimana dijelaskan di awal bahwa ada tiga kapontren

yang yakni kepontren kepengurusan pesantren, guru/pegawai dan Keluarga

Kiai. Ketiga kapontren ini tentu terkordinasi menjadi satu bagian bentuk

upaya penguatan kemandirian ekonomi pesantren. Artinya dalam proses

assessment dimusyawarahakkan secara terpadu. Dengan kata lain, seluruh

tiga struktural kapontren bersama-sama melakukan assessment.


148
Ibid, 1.
149
Abu Huraerah, Pengorganisasian & Pengembangan Masyarakat, (Bandung:
Humaniora, 2008), 87
115

Adupaun asessment yang dilakukan terdiri dari aspek internal dan

eksternalnya. Konsepsi analisis yang demikian tentu senada dengan apa

yang dianjurkan oleh David. Ia menjelaskan pasca visi dan misi, tahapan

formulasi dalam dilakukan dengan cara melakukan pada penilaian internal

dan eksternal dalam rangka upaya pengembangan ekonomi.150 Penilaian

internal dilakukan dilakukan untuk memahami secara mendasar kondisi

kelembagaan. Sedangkan penilaian yang dilakukan pada ruang lingkup

ekternalnya, diharapkan dapat menggambarkan kondisi cakupan dan

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jalannya usaha pengembangan

ekonomi pesantren.

Praktek peniliaian dalam formulasi yang dilakukan dalam

pengembangan lembaga bisnis pesantren Nurul Jadid nampak telah sesuai

dengan prosedural ideal penilaian pasca perumusan bisnis. Apalagi

beberapa temuan menggambarkan adanya upaya pengembangan analisis

SWOT dilihat dari analisis yang telah dilakukan. Sebagaimana yang

dijelaskan oleh Hunt, Dkk, proses assessment yang dilakukan dengan

tehnik SWOT dapat menjadi “facilitating managerial action”.151 Artinya

desain kerja yang disusun berdasarkan hasil tersebut dapat secara penuh

terukur dan berdasar pada kondisi yang riil. Senada dengan penjelasannya,

proses desain bisnis pesantren Nurul Jadid nampak juga dilakukan

150
Fred R. David, Strategic Management .....,40
151
Shelby D. Hunt dan Sreedhar Madhavaram, “Managerial action and
resource‐ advantage theory: conceptual frameworks emanating from a
positive theory of competition,” ed. oleh Thomas Brashear, Journal of
Business & Industrial Marketing 27, no. 7 (1 Januari 2012): 582–91.
116

demikian, artinya melakukan pengembangan atas dasar kondisi internal

dan eksternal.

Selain dari pada pemakaian proses analisis SWOT sebagaimana

yang telah dilakukan dalam perencanaan strategi pengembangan lembaga

bisnis pesantren dapat dianggap sebagai upaya pengembangan program

atas dasar sosioeconomi organsasi. Hal demikian sebagaimana yang

diungkapkan oleh Vlados. Ia menjelaskan jika menejemen strategi

dikembangkan dengan SWOT maka organisasi mementing relasi kerjanya

dengan pihak lain. Artinya ada dasar sosio organsasi yang dikembangkan.

Jika strategi yang dijalankan adalah strategi ekonomi, metode tersebut

akan menjadi program yang dirumuskan berbasis sosioeconomic.152

Dengan demikian pola assessment yang dilakukan oleh pesantren Nurul

Jadid dalam tahapan pengembangan desain bisnis didasakan kepentingan

sosioekonominya.

Adapun terkait dengan hasil analisis yang dilakukan, nampaknya

secara komprahensif model SWOT telah dijalankan. Walaupun hasilnya

tidak terdokumentasikan secara tekstual. Penulis meinventarisir hasil

analisisnya sesuai dengan pengumpulan data yang telah dilakukan yakni

sebagaimana berikut ini;

152
Charis Vlados, “On a correlative and evolutionary SWOT analysis,” Journal
of Strategy and Management 12, no. 3 (1 Januari 2019): 347–63.
117

Gambar 5.1 SWOT Formulasi Pengembangan Lembaga Bisnis


Pesantren
Weakneses Internal Strength
• Sistem produksi bisnis pesantren masih lemah • Pesantren Memiliki akun ofificial
• Minimnya Alat Produksi • Jumlah santri Ribuan
• Minimnya Pendidikan Tenaga Profesional Bisnis • Memiliki Bisnis Ritel
• Tidak Memilik Platform Bisnis Online • Memiliki Bisnis Bidang Jasa (Percetakan dan Germen)
• Belum ada produk bisnis yang khas • Adanya BLK Otomotif
• Sampah Pesantren Menumpuk • Pesantren Miliki Lahan Perkebunan dan Pertanian
• Minimnya dana Pengembangan Usaha Bisnis • Pesantren merupakan Produsen Air Minum

ASSESSMENT
Opportunities Threats
• Lokasi pesantren dekat dengan perusahan besar (PJB • Persaingan Harga Produk Usaha Bisnis Pesantren
dan POMI) • Banyak kontestasi Bisnis Online
• Pesantren Memiliki Jaringan Politik • Perkembangan Tekhnologi Sangat Pesat
• Pesantren Memiliki Komunitas Alumni
• SDM Alumni Mempuni
• Pesantren Telah Dikenal di tengah masyarakat

Eksternal

Berdasarkan gambar di atas, assessment internal meliput

kelemahan dan kekuatan. Artinya, hal yang dinilai dari kondisi intenal ada

keadaan modal atau kondisi yang lemah dan potensi yang dimiliki oleh

kelembagaan pesantren. Sedangkan dalam hal asessment eksteernalnya

terdiri tantangan dan peluang yang ada di luar pesantren. Penggambungan

keduanya sebagai dasar perumusan desain program bisnis pesantren akan

dapat sesuai dengan pembaca sosioekonomi pesantren.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, desain program

pengembangan usaha bisnis pesantren nampaknya membaca betul

kelamahan dan potensi kondisi pengembangan ekonomi internalnya. Pada

proses analisis kelamahannya (weaknesses), para pengurus pesantren

mampu menyadari kelemahan disektor produksi, bentuk produk,

tekhnologi informasi, lingkungan hingga soal pembiayaan dibutuhkan.


118

Begitupun pada sisi kekuatan (strenght) yang dimiliki, mereka

dapat menginventersir semua potensi yang dimilikinya. Beberapa

diantaranya mulai aspek kemajuan pengelolaan akun official pesantren,

segmentasi pasar internal, unit bisnis yang sudah dikembangan hingga

lahan produktif yang dimiliki. Melihat hal demikian ini tentu telah sesuai

dengan Oritis jelaskan bahwa analisis internal harus dilakukan pada

physical Resources, human Resources, organisazional Resources.153

Baberapa data di atas, telah mencukupi bahkan lebih dari apa yang

disyaratkan.

Pada sisi asessment ekstenalnya pun demikian, beberapa hal yang

menyangkut tentang peluang dan tantang dapat dibaca secara

komprahensif. Pada aspek peluang, hasilnya berhubungan tingkat jaringan

sosial bisnisnya hinggan keuntungan geografis sebagai dasar segmentasi

pasat telah digambarkan. Begitupun dengan tantangan yang dibaca,

beberapa hal seperti kontestasi yang terjadi dan perkembangan market

nampak telah digambarkan secara utuh.

Pada kesemuanya varian yang dibaca, ada pembacaan ekosistem

bisnis yang berhubungan dengan proses pengembangan bisnis pesantren.

Hal ini diistilahkan oleh Pohjola sebagai upaya analisis “Dynamic Nature

of Business Environment”.154 Artinya pembaca pada sistem bisnis yang

153
Ermin Ortiz, “The Internal Assessment,” Jurnal Functional Areas of Business
Vol 4 (2018): 12.
154
Riitta Pohjola, “Market Potential Analysis of Value Propositions Related to
Projector-Sensor Technology in Hospitality Environment”. Master’s Thesis
119

sedang terjadi dan di masyarakat. Tidak heran jika dalam perumusan

desain pengembangan bisnis pesantren disusun dengan model canva.

Desain tersebut merupakan konsep pengembangan rencana bisnis

terlengkap. Beberapa elemen bisnis dibaca secara keseluruhan.

Sebagaiamana yang dijelaskan oleh para pakar, model

perencanaan dalam desain canva merupakan pembacaan menyeluruh pada

kondisi desain bisnis profesional. Oterwalder dan Pigneur menjelaskan

bahwa kerangka konseptual tersebut berisi tentang seluruh hal yang

berhubungan dengan elemen bisnis secara sempurna, mulai key parteners,

activity, resouces, relation, segment, cost stucture hingga revenue, akan

dapat jelas tergambarkan. Itu alasan konsep tersebut tidak hanya

dikembangkan sebagai proses perencanaan saja. Namun, juga dicanangkan

sebagai elemen penting information system.155

4. Penyusunan Program Pengembangan Kelembagaan Bisnis Pesantren

Penyusuan program pengembangan kelembagaan ini tentu

disesuaikan dengan desain program yang telah dicanangkan. Namun tidak

dilakukan guna proses kerja operasional. Lebih pada peningakatan sistem

kelembagaan dan pengembangan tenaga profesional yang ada. Akan tetapi

yang demikian ini masih ada hubungannya dengan assessment yang

dilakukan pada tahapan sebelumnnya.

Department of Marketing, Oulu Business School University of Oulu, 2014,


11-25
155
Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur, “Designing Business Models and
Similar Strategic Objects: The Contribution of IS,” Journal of the
Association for Information Systems 14, no. 5 (28 Mei 2012).
120

Lebih rincinya sebenarnya proses pengembangan ini mengacu

kepada aspek hal-hal yang dirasa lemah agar optimal dan tidak menjadi

hambatan dalam pengembangan lembaga bisnis guna peningkatan

kemandirian ekonomi pesantren. Secara teoretis proses pengembangan ini

merupakan hal berhungan dengan upaya pengembangan modal penting

pengembangan bisnis. Dalam konteks ini tentu adala pengembangan

kekuatan internal dalam hal peningkatan ekonomi mandiri pesantren.

Beberapa variannya tentu ada beberapa ragam hal yang dapat

dikelompokan menjadi modal SDM, finansial dan network. Sebenarnya

oleh para pakar ketiganya disebut sebagai elemen penting dalam mengatasi

kelemahan usaha bisnisi masyarakat. Salah satunya, sebagaimana yang

disampaikan oleh Santos bahwa pengembagan ketiganya merupakan cara

yang dapat dilakukan dalam pengembangan bisnis kaum rentan, khususnya

perempuan.156 Demikian juga yang nampak disususun dalam program

pengembangan kelembagan bisnis dalam hal meningkatkan kemandirian

pesantren.

Pada aspek program pengembangan human capitalnya, dirumuskan

dengan bentuk pendidikan dan pembelajaran bisnis. Sedikitnya ada empat

hal jadi fokus program yang dirumuskan yakni, kapasitas sosial,

intelektual, moral dan motivasi bisnisnya. pertama, aspek sosial. Yang

demikian merupakan upaya pengembangan kapasitas modal sosial (social

156
Francisco J. Santos, “Women entrepreneurs across racial lines: issues of
human capital, financial capital and network structures,” International
Entrepreneurship and Management Journal 5, no. 3 (1 September 2009):
341–44.
121

capital) para anggota ketiga kapontren. Secara teoretis yang

dikembangkan di antaranya, kejujuran, integritas, menepati janji,

kesetiaan, menghormati orang lain, taat hukum dan bertanggung jawab.

Kedua, kapasitas intelektual. Hal demikian dapat disebut sebagai modal

intelektual (intellectual capital). Ragam bentuk program diarahkan untuk

mengembangkan pengetahuan dan keterampilan para anggota

kelembagaan. Ketiga, kasitas moral. Programnya tentu berbentuk modal

moral. Modal ini merupakan kekuatan tekad biasnya demi adanya

keberanian menghadapi risiko, keberanian menghadapi tantangan,

keberanian menghadapi perubahan, keberanian mengadakan pembaruan,

keberanian untuk menjadi lebih unggul. Keempat, kapasitas dukungan.

Yang demikian ini erat kaitanya dengan rasa semangat bisnis para

anggota.157

Membangun usaha bisnis ada banyak kecakapan yang dibutuhkan.

Sedikitnya ada tiga macam sumber daya manusia yang dibutuhkan. Agar

semuanya tercapai nampaknya ada tiga langkah yang dilakukan. Pelatihan

dan pengembangan ini dilaksanakan dengan beberapa langkah strategi.

Beberapa langkah itu meliputi penugasan beberapa pihak untuk

mengadakan studi, baik studi berupa pelatihan maupun studi banding ke

beberapa institusi agar mereka mampu mengembangkan skill bisnis.

Dalam hal ini utamanya dalam kerangka pegembangan teknis, teoritis,

157
Suryana, Kewirausahaan: Kiat..., 84
122

konseptual dan moral di bidang jasa kuangan.158 Selain itu, nampaknya

dalam beberapa pelatihan bukan hanya diorientasikan untuk

pengembangan skill usaha bisnis keuangan. Di beberapa kesempatan skill

komunikasi bisnis juga sepertinya dikembangkan juga. Semua usaha yang

dilakukan ini nampak orientasinya adalah berpaikan sumber utama strategi

yang akan dilakukan.

Adapun dalam hal pengembangan finansial modal, tentu pada

aspek ini pesantren mengalami kesulitan. Selain masih minimnya

pembiayaan, juga terkendala dengan kapasitas aturan pengelolaan yang

masih bermutu. Dari analisis kelemahan yang ditemukan, beberapa

program pengembangan modal finansial tentu perlu dirumuskan. Adapun

program yang dilakukan ada dua yakni pengembangan sistem perencanaan

keuangan dengan masing-masing kapontren. Untuk Kapontren Kepurusan

pesantren sistem pembiayakan direncakan berasal dari kas pesantren

sendiri. Kedua lainya berasal dari patungan modal anggota. Walaupun

berbeda semuanya nerapkan pengembangan unit bisnis berbasis

penyertaan modal. Kapontren kepengurusan pesantren dilakukan atas

penyertaan modal organisasi induk pesantren, sedangkan kapontren

keluarga kiai dan guru/karyawan diadakan dengan penyertaan modal

anggota. Proses ini tentu merupakan program alternatif yang dipilih untuk

menngatasi persoalan yang ditemukan pada proses assessment.


158
Langkah ini terbilang tepat. Sebab menurut Hasibuan melalu pelatihan dan
pengembangan dapat secara komprhensf melatih individu terkait untuk
mengembangkan ilmu binis secara teknis, teoritis, konseptual, bahkan moral.
Lihat dalam, M Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta:
Bumi Aksara, 2003), 68
123

Adapun terkait dengan program kerjasama, tentunya juga

dilakukan atas dasar yang sama, yakni kelemahan modal yang dimiliki

dalam pengembangan kelembagaan bisnis guna meningkatkan

kemandirian pesantren. Kegiatan kerjasama ini tentu juga untuk

memaksimal potensi yang ada. Ada beberapa kerjasama yang dilakukan

oleh pesantren dalam upaya tersebut, yakni perumusan program kerjasama

yang dilakukan untuk mengembangkan human resources dan tentu juga

financial resources. Jadi kerjasama dilakukan untuk pengembangan mutu

SDM dan juga peningkatan finansial lembaga bisnis. Jadi lembaga sasaran

kerjasama ada dua yakni lembaga yang dapat membantu pengembangan

sumber daya manusia dan juga lembaga yang dapat berkolaborasi dalam

dalam hal peningkatan income bisnis yang dijalankan.

Jika dipandang dari teori kerjasama yang dalam hal ini diistilahkan

oleh Archer dan Cameron sebagai partnership. Keduanya menjelaskan ada

lima pola kerjasama yang terjadi antar kelembagaan yakni private sector

partnerships, public sector partnerships, public–private partnerships, not-

for-profit collaborations dan self-organizing collaborations.159 Mungkin

dari kelimanya, ada dua fitur yang dijalankan oleh pesantren Nurul Jadid

dalam Program pengembanganya yakni private sector partnerships dalam

pengembangan kemandirian ekonomi pesantren.

159
David Archer dan Alex Cameron, Collaborative Leadership: How to Succeed
in an Interconnected World, 1st edition (Oxford: Butterworth-Heinemann,
2009). 18
124

Pola private sector partnerships merupakan pola kemitraan yang

terjadi di sektor private. Pola ini berbentuk ventura dalam bisnis swasta

tertentu. Pada pola ini, setiap kapontren memiliki kepentingan dan standar

kepuasan sendiri. Begitupun kelembagaan yang diajak bermitra. Sehingga

bentuk kemitraan yang terjadi adalah mutual benefit, dimana setiap

lembaga menginginkan untung.160

Pola demikian di pesantren dijalankan dengan dua orientasi benifit,

ada yang diupayakan sebagai dukungan pembiayaan atau pendapat income

dan ada yang diharapkan dapat memberikan peningkatan keilmuan bisnis

anggota kapontren. Contoh konkrit pola dalam mutual benefit ekonomi

adalah kerja sama pesantren dalam bisnis dengan perusahaan dan unit

bisnis mikro masyarakat. Sebagaimana dinyatakan dalam paparan data,

bentuk kerjasamanya seperti yang dengan PT Dinamika Daya Segara, PT

Bahaestex dan Bank Indonesia lain sebagainya. Sedangkan pola yang

dilakukan guna peningkatan SDM adalah kerjasama dengan instansi

kepemerintahan baik pemerintah daerah provinsi hingga kabupaten.

Berdasarkan panjang di atas, penyusunan program aternatif

pengembangan dilakukan juga berasarkan hasil analisis SWOT. Adapun

bentuk programnya disusun dalam tiga ruang lingkup pengembangan.

Ketiganya adalah program pengembangan kualitas SDM Kapontren,

pengembangan kualitas keuangan dan kerjasama dalam meningkatkan

kedua hal tersebut.

160
Ibid, 11
125

Beberapa pembahasan di atas, menggambarkan adanya beberapa

tahapan yang dilakukan pada proses formulasi strategi pengembangan

kelembagaan bisnis pesantren dalam peningkatan kemandirian

ekonominya. Peneliti mengkerangkakan koseptualisasi penjelas sedari

awal sebagaimana berikut ini;

Gambar 5.2 Konseptual Formulasi Strategi Pengembangan


Kelembagaan Bisnis dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi
Pesantren

Perumusan Arah dan Kebijakan Umum Pengembangan Ekonomi Mandiri Pesantren

Didasarkan Pada Harapan Kiai Berbentuk sub misi turunan dari visi besar Pesantren

Penyusunan Struktural Koperasi Berbasis Kelompok Cultural Kerja Pesantren


Koperasi Pendidik/tenaga
Koperasi Pengurus Pesantren Kependidikan Koperasi Keluarga Kiai

Proses Assessment dan Penyusunan Desain Bisnis

Assessment Internal dan Eksternal Penyusunan Model Canva Bisnis Pesantren

Penyusunan Program Alternatif Pengembangan

Program Pengembangan Kualitas SDM Pengembangan Kerjasama

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa formulasi strategi

pengembangan kelembagaan pesantren diawali dengan proses perumusan

arah dan kebijakan pengembangan ekonomi mandiri pesantren. Kebijakan

tersebut diikuti dengan pembentukan struktural unit usaha. Dalam hal ini

dibentuk berdasarkan kelompok kerja kultural pesantren.

Setelah terbentuk, seluruh tim melakukan analisis internal dan

eksternal. Hasilnya dijadikan dasar desain usaha yang dapat dijabarkan


126

dengan model canva bisnis pesantren. Untuk meningkatkan kebutuhan agar

desain usaha dapat direncanakan dengan baik, tentu membutuhkan perumusan

alternatif program yang berhubungan dengan pengembangan SDM dan

kerjasama peningkatan kualitas modal serta pelaku bisnisnya. Langkah

demikian diharapkan dapat menciptakan kemandirian ekonomi pesantren.

B. Implementasi Strategi Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam

Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren

Pasca formulasi telah selesai disusun, tahapan selanjutnya adalah

tahapan pelaksanaan. Pada tahapannya tentu merupakan proses implementasi

seluruh perencanaan, pada tahapan ini akan jelas semua upaya pengembangan

kelembagaan bisnis pesantren guna mengembangkan aspek-aspek

kemandirian ekonomi pesantren. Dalam hal ini, proses pelaksanaan akan

dibaca dari dua sisi yakni teoretis strategi menejemen dan efektifitasnya

terhadap peningkatan ekonomi pesantren.

Pada perspektif teori menejemen strategi, ada beberapa yang

semestinya dikaji. Menurut David, Pada tehapan ini hal yang dikaji biasanya

berkaitan dengan pola menejemen, pelaskan, pemasaran, keuangan/akuntansi,

Reseach & Development (R&D), dan Management Infomation System

(MIS).161 Tentunya teori yang susun oleh Namun tidak berbeda jauh. Dalam

161
R. David mengatakan, “finance/accounting, R&D, and management
information systems (MIS) issues that are central to effective strategy
implementation. Special topics include market segmentation, market
positioning, evaluating the worth of a business, determining to what extent
debt and/or stock should be used as a source of capital, developing projected
financial statements, contracting R&D outside the firm, and creating an
information support system.”. Baca dalam, Fred R. David, Strategic
Management.....,252
127

penelusan peneliti, R David juga dalam bukunya dijelaskan bahwa

sebenarnya yang terpenting dalam implementasi strategi adalah berkenaan

dengan garapan strategi.162 Jadi jika garapannya memiliki tujuan holisitik

peningkatan kemandirian, maka beberapan tahapan tidak hanya berkaitan

dengan langkah umum tersebut. Namun, lebih juga harus memasukkan

orientasi garapan pengembang sub kemandirian ekonomi pesentren.

Jadi untuk kontruski peningkatan kemandirian ekonomi, tentu

beberapa hal yang perlu dipertimbangkan adalah beberapa kontruksi dalam

hal pengembangan kualitas kemandirian itu sendiri. Kemandirian sendiri

dikelompokan menjadi tiga bentuk sikap yakni aotonomy, indepedency, dan

self-relience.163 Autonomy mengacu kepada sikap yang bebas atas dasar

refleksi sendiri.164 Indepedency mengaca pada sikap yang lepas dari arahan. 165

Sedangkan self-relience lebih proses pengeloaan potensi sendiri agar lebih

optimal. Seluruh hal ini disebutkan oleh sebagai adolecent development,

yakni pemberdaya kualitas dengan beberapa berupaya mutu bebas, penuh

insiatif, progresifitas-ulet, dan kemantapan diri.166

Untuk lebih jelasnya penulis akan mengelompokkan pembahasan

sesusai dengan bentuk-bentuk kemandirian yang dicapai dalam tahapan

pelaksanaan ini. Tentunya dengan tetap menghubungkan sub pelaksanaan

162
Fred R David dan Forest R David, Strategic Managemen.... 286.
163
Beberapa pakar tersebut seperti Berzonsky, Bhatia, Fitzgerald dan Wolman.
Dapat dibaca penjelasannya dalam, Masrun,Dkk. Studi Mengenai
Kemandirian ..., 8.
164
Benjamin B Wolmen, Victim of Success..., 37.
165
HR. Bhatia, A Text Book of Eductional..., 554
166
M.D. Berzonsky, Adolecent Developmet..., 102-103.
128

strategi pengembangan yang dilakukan. Artinya, pendekatan kajian

pembahasan ini tetap memadukan sudut pandang sub pelaksanaan program

dengan konseptual peningkatan kemandirian ekonomi pesantren. Adapun

beberapa pembahasan adalah sebagaimana berikut ini;

1. Pengembangan Kelembagaan Bisnis dalam Meningkatkan Autonomy

Ekonomi Pesantren Dilakukan

Proses pengembangan autonomy ekonomi dalam pengembangan

lembaga bisnis pesantren ini merupakan hal yang penting dalam tahapan

pelaksanaan strategi guna kemandirian ekonomi pesantren. Autonomy

merupakan salah satu bentuk kemandirian dalam sebuah organisasi

maupun personal pelaku bisnis. Autonomy disitilah oleh Wolman sebagai

automonomy drive. Artinya, proses dilakukan dengan memeberikan

kebebesan kepada para pelaku bisnis atau pengurus kelompok untuk

bersikap menurut pengetahuan dan kemampuannya sendiri.167 Yang

demekian demi terciptanya usaha yang bebas dan kreatifitas yang otentik.

Ada tiga hal penting yang terjadi dalam tahapan pelaksanaan

strategi pengembangan kelemaaahn pesantren proses pengembangan

otonomi ekonomi. Pertama, penugasan kerja pada masing-masing

koperasi dalam pelaksanaan pelaksana program pengembangan secara

delegatif-partisipatif. Maksudnya, beberapa program alternatif yang

direncanakan sejak awal, dipasrahkan secara penuh pada struktural

masing-masing koperasi. Yang demikian disebut penugasan kerja

167
Benjamin B Wolmen, Victim of Success...., 37.
129

delagatif. Sedangkan disebut partisipatif, kerena secara bersama dilakukan

kelompok struktur masing-masing koperasi. Jadi delagatif dan partisipatif

merupakan sifat dari penugasan pelaksanaan program pengembangan

bisnis di masing-masing koperasi.

Model pedelegasian kerja demikian memberikan dampak

maksimalnya mutu kerja yang dimiliki kepengurusan Koperasi. Artinya ada

upaya pemberian kebebasan potensi para pengurus agar berkembang. Dalam

situasi inilah, mereka sebenarnya telah mendapatkan dorongan untuk

melakukan kerja yang otonom. Mereka akan memiliki pandangan kritis

dalam hal peningkatan ekonomi pesantren sebab dirasa dipercaya dan

diyakini memiliki kapasitas untuk mendukung otonomi ekonomi pesantren.

Langkah ini sebenarnya banyak ditawarkan oleh Zimmerman dalam

mengupayakan pemberdayaan kemandirian masyarakat. Dalam

pandangannya, pemberdayaan harus menciptakan kesadaran pengembangan

kesadaran kritis.168

Jadi proses proses pelaksanaan dengan cara penugasan kerja secara

delegatif akan membentuk kesadaran kritis dan merdeka untuk

menyelenggarakan upaya pengembangan ekonomi pesantren secara mandiri.

Jika seluruh koperasi telah mampu menyelenggarakan program dengan

kreatifitasnya, akan secara kuat mendukung adanya unit bisnis pesantren

yang mendiri. Pelaksanaan demikian tentu nampak sesuai dengan tujuan

168
Marc A. Zimmerman, “Empowerment Theory,” dalam Handbook of
Community Psychology, ed. oleh Julian Rappaport dan Edward Seidman
(Boston, MA: Springer US, 2000), 43–63. 60
130

utama yang disusun pada tahap perencanaan di awal. Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya bahwa pengembangan kelembagaan bisnis pesantren

diupayakan untuk membentuk kemandirian ekonomi pesantren. Langkah

pendelegasian kerja diharapkan dapat menjadi jalan pencapaian

pembentukan koperasi yang dapat dijadikan sebagai indikator suksesnya

pengembangan ekonomi pesantren.

Ketiga, pemberian wewenang pada struktural koperasi dalam

pengelolaan keuangan yang baik. Bukan hanya pelaksanaan pengembangan

program saja. Namun juga pada sektor keuangannya, pengurus keperasi

dapat secara merdeka melaksanakan pencatatan keuangannya. Aritinya

setiap koperasi dengan bebas dan kratif untuk memilih sistem pencatatan

keuangan yang baik.

David mengatakan salah satu upaya pada tahapan pelaksanaan yang

paling urgen adalah pada tahapan pencatatan akuntansi keuangannya.169

Tahapan dalam pengembangan autonomy kemandirian ekonomi pesantren

Nurul Jadid dilakukan dengan memberikan memberikan tugas secara bebas

pada kepengurusan koperasi. Titik ini merupakan sebenarnya adalah upaya

penguatan otonomi kelembagaan bisnis pesantren agar dapat kuat mencapai

kemandiriannya.

T.H Jones dan Polansky menjelasan terkait dengan temuan ini.

Dalam pendanganya adalah pelaksanaan keuangan sebenarnya proses

169
Fred R David dan Forest R David, Strategic Managemen... 286.
131

accounting.170 Divisi keuangan dalam prpses pelaksanaan memliki tanggung

jawab untuk mencatat apapun tentang keluar masukkanya keunagan.

Beberapa yang hal penting yang perlu dicatat misalnya adalah per pupil

expenditure, pupil services, maximum teacher salary, minimum salary dan

pembiayan program khusus program.171 Varian demikian ini, yang secara

merdeka dapat dikembangkan oleh struktural koperasi.

Secara sederhana, otonomi dalam hal pelaksanaan pengelolaan

kueangan kelembagaan pesantren ini adalah pengelolaan pencataan dan

sistem keuangan dengan tanpa terikat dengan mengoptimalkan kapisitas

SDM yang dimiliki masing-masing koperasi. Upaya ini demi terciptanya

pola pengembangan keuangan mikro yang didasarkan pada potensi yang

SDM Struktural yang ada. Hal demikian yang oleh beberapa pakar disebut

sebagai medium peningikatan kemandirian kapasitas ekonomi pesantren.

Sala satu yang menyebutkan penting cara ini sebagai jalan

pengembangan kapasitas ekonomi pesantren adalah Slamet Widodo. Ia

meneliti strategi pemberdayaan bisnis pesantren. Dalam padanganya,

indikatornya kuatnya kapasitas bisnis apabila telah ada usaha mikro yang

telah berdiri secara otonom.172 Hal demikian ini, tentu yang juga diupayajan

di pesantren Nurul Jadid.

170
Jones.. 22
171
Thomas H. Jones dan Harvey B. Polansky, The Relationship of Selected
Financial Variables to the Organizational Health of High Schools (New
York: Macmillan Publishing Company Jones, 1987).
172
Slamet Widodo, “Model Pemberdayaan..., 189.
132

Ketiga, memberikan kebebasan dalam pengembangan unit bisni

koperasi. Sebagaimana dikemukaan sebelumnya bahwa unit usaha koperasi

dilakukan dengan cara menelisik potensi yang ada baik SDM maupun

finasialnya. Jadi sebenarnya yang ketiga ini masih ada hubungnya dengan

proses kreatifitas keuangan. Salah satu pengelolaan keuangan yang adalah

pengelolaan pengembangan modal usaha. Dalam sisi ini tentu pengeluaran

atau modal usaha yang akan dikelolah oleh unit bisni koperasi.

Pada sekto ini bukan hanya masalah petimbangan penglolaan usaha

binis, namun juga pertimbangan sektor bisnis yang akan dikembangkan.

Beberapa sektor bisnis tentu dikembangkan dengan potensi keunagan dan

SDM yang dimiliki koperasi. Pemberian wewenang dalam hal

pengembangan unit bisnis ini dapat dianggap sebagai proses pemberdayaan.

Kabeer menjelaskan bahwa proses pemberdayaan ekonomi tidak

hanya dapat dilakukan dengan proses pengembangan skill atau

pengembangan kualitas manusia yang tidak terukur secara kuantitatif.

Namun juga ada beberapa pembiayaan yang perlu dikembangkan melalui

pelaksanaan unit bisnis. Dengan demikian perlu ada biaya yang dianggap

sebagai modal pemberdayaan dalam dukungan usaha ekonomi sesuai

dengan kebutuhan pengembangan kemampuan masyarakatnya.173 Menurut

Golla, Dkk, pelaksanaan pemberdayaan bisa dengan tiga pola. Ketiganya,

adalah proses pelatihan kejuruan, keuangan mikro, dan bantuan tunai.

173
Naila Kabeer, “Gender Equality and Women’s Empowerment: A Critical
Analysis of the Third Millennium Development Goal,” Gender &
Development 13 (March 1, 2005): 13–24
133

Ketiganya merupakan bentuk kegiatan penting sering dilakukan dalam

proses pemberdayaan minoritas atau konsep pengembangan unit usaha

potensial masyarakat.174

Seluruh tahapan di atas dilakukan guna mengembangan otonomi

koperasi. Proses pendelegasian kerja pelaksanaan program, keuangan dan

pengembangan unit bisnis dapat membentuk kebebasan pengembangan

kelembagaan bisnis secara merdeka. Kebebasan ini akan memberikan

ruang pada para pengelola untuk bersama meningkatkan ekonomi

pesantren secara kreatif. Inisiatif gagasan pengembangan akan lebih

banyak muncul dengan pola pelaksanaan yang demikian.

2. Pengembangan Kelembagaan Bisnis dalam meningkatkan Independcy

Ekonomi Pesantren

Pelaksanaan pengembangan bisnis pesantren dalam hal

menciptakan indepedency ini adalah berhubungan dengan relasi struktural

kepengurusan pesantren pusat dan struktural koperasi. Artinya

pembahasan akan membahasan tentang hubungan otoritas kerja dalam

membentuk kemandirian ekonomi pesantren.

Sebenarnya dalam hal ini, sikap independensi sejak awal telah

dimiliki kelembagan pesantren. Semula pesantren dikenal sebagai lembaga

pendidikan Islam yang dipergunakan sebagai tempat pendidikan agama

174
Golla AM Dkk., Understanding and Measuring Women’s Economic
Empowerment - Definition, Framework and Indicators (USA: International
Center for Research on Women (ICRW)., 2011)., 18
134

Islam saja, sekaligus bersifat independent dalam segala hal.175 Independen

yang dimaksud dalam sisi keterikatan pembiayaan dan politik dengan

kelambagaan lain.

Pada sektor ini-beberapa hal terkait pelaksanaannya-terkait dengan

upaya peningkatan independensi ekonomi bisnis pesantren, nampak

dilakukan dilakukan dengan beberapa pola pelaksanaan. Pertama,

pemberian kebebasan penyusunan kebijakan sektor unit bisnis. Proses ini

tentu berhubungan dengan kapasitas pemahaman kepengurusan pesantren

kondisi bisnis yang dijalankan oleh masing-masing koperasi yang dibentuk

oleh pesantren.

Proses pemberian wewenang mandiri pada proses penyusunan

kebijakan pengelolaan unit bisnis, tidak dapat diartikan sebagai pemutusan

power struktural pusat pada pengembangan koperasi pesantren. Namun

dapat dianggap sebagai proses pengembangan independensi sistem

pengembangan lembaga keuangan pesantren. Intervensi pada wilayah

pengembangan unit usaha malah dapat nampak terasa arogan dan tidak

berupaya pengembangan potensi secara baik. Sebab, unit usaha selelu

disusun atas dasar pemahaman kondisi modal dan potensi atau peluang

bisnis dibaca masing-masing koperasi. Tentu, setiap berbeda dalam hal

kondisi keduanya. Karena itu, agak lebih optimal perlu kebijakan harus

sepenuh didasari atas musyawarah setiap struktural koperasi di internalnya

masing-masing.

175
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan …, 240
135

Kedua, pemberian kebebasan dalam penyusunan struktur koperasi

dan unit. Pada tahapan ini tentu juga sebagai cara pengembangan

independensi dalam hal birokrasi. Meskipun dalam pandangan umum

birokrasi struktural tidak dapat terpisah dalam hal otoritas dan wewenang.

Namun dalam pengembangan kemandirian, cara fungsional hirarki perlu

dibatasi. Pada temuan ini, salah satunya adalah intervensi struktural

pengembangan masing-masing koperasi yang telah dibentuk pesantren.

Memang pada tahap perencanan awal dijelaskan bahwa ada proses

pembentukan struktural yang dikumpulkan berdasarkan kelompok

pengelola pesantren. Pembentukan yang dimaksud pada tahapan

perencanan adalah langkah formal saja, bukan proses pelaksanaan

struktural kerja. Pada pelaksanaannya, ada proses perpindahan devisi kerja

dan semacamnya. Nah, proses ini terjadi pada saat pelaksanaannya. Yang

demikian, yang peneliti maksud tidak diintervensi oleh kepengurusan

pesantren. Kepengurusan kembali dipilih pada Rapat Anggota Tahunan

(RAT) Koperasi.

Begitupun dalam hal struktural unit bisnisnya. Juga ditentukan saat

RAT. Bahkan dari awal memang, penyusunannya tidak dilakukan secara

partisipatif dalam rapat internal koperasi. Penyeleksian tenaga kerja

bahkan karyawa diseleksi sendiri dan didasarkan pada standar mutu

sendiri. Upaya ini tentu juga merupakan bentuk pengembangan

indepedensi pengembangan ekonomi berbasis koperasi. Sebab secara


136

struktur mereka dipilih dan diberhentikan dalam rapat internal yang

diadakan, tidak diintervensi oleh kepengurusan pesantren pusat.

Penyusunan struktural sebagaimana dilakukan di atas sebenarnya

merupakan penguatan ekonomi berdasarkan subsidiaritas pelaku usaha

masing-masing koperasi. Setiap koperasi memiliki budaya organisasisi dan

iklim bisnis sendiri. Secara teoretis Azizah menjelaskan bahwa ada tiga

pilar yang secara dapat dilakukan guna meningkatkan daya ekonomi, salah

satunya adalah menciptakan iklim yang memungkinkan potensi

masyarakat pesantren berkembang.176 Pola penyusunan struktur

kelembagaan koperasi di Pesantren Nurul, tentu juga diharapkan dapat

menguatkan daya ekonomi masing-masing koperasi dengan pada iklimnya

sendiri.

Ketiga, pemberian kebebasan dalam melakukan kerjasama bisnis.

Cakupan proses pelaksanaan dengan pola ini adalah berhubungan dengan

pola interaksi struktural kelembagaan bisnis pesantren. Struktural

organisasi bersifat fungsional biasanya tidak dapat secara bebas

menentukan relasi organisasinya dengan pihak lain. Namun pada guna

meningkatkan independensi ekonomi, tentu yang demikian tidak berlaku

pada relasi kepengurusan pesantren dengan koperasi. Temuan menjelaskan

bahwa kerjasama pengembangan masing-masing koperasi pesantren,

dipasrahka pada struktural internalnya.

176
Siti Nur Azizah, “Manajemen Unit...64
137

Apalagi secara teoretis memang disebutkan bahwa koperasi

merupakan perkumpulan anggota. Bentuknya adalah usaha bersama yang

dibiaya bersama dan dilaksanakan secara bersama-sama.177 Untuk itu,

termasuk dalam pelaksanaan kerjasama juga demikian, dilakukan dengan

musyawarah internal tanpa ada intervensi dari kepengurusan pesantren.

Selain itu, sebagaimana dikemukakan sebelumnya, kerjasama

dilakukan untuk proses pengembangan profit atau finansial dan juga

kompetensi SDM pelaku usaha. Dalam hal ini yang paling mengerti

kondisi finansial dan SDM tentu adalah kepengurusan internal. Proses

kerjasama pengembangan lebih efektif jika diputuskan secara internal

tanpa campur tangan kepengurusan pesantren pusat.

Seluruh proses yang dijelaskan di atas merupakan cara

pengembangan indepedensi ekonomi pesantren. Kenapa demikian? Pola

yang dilaksanakan terlihat menciptakan indepedensi pengembangan

koperasi bahkan pengembangan unit usaha secara mandiri. Melalui

terciptanya kelembagan yang mandiri tentu pesantren akan juga mandiri

dalam hal ekonominya.

3. Pengembangan Kelembagaan Bisnis dalam meningkatkan Self Reliency

Ekonomi Pesantren

Secara teoretis, self reliency merupakan kapasitas guna mengelola

semua potensi yang ada. Secara taktis, kelompok atau orang yang memiliki

kapasitas demikian-umumnya-tahu bagaimana mengelola waktu, memiliki

177
Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi...,1
138

pikiran yang mandiri, dan memiliki mental untuk menghadapi masalahnya

sendiri dengan sesuatu yang dimilikinya. Mereka biasanya tidak

membutuhkan petunjuk yang detail dan terus-menerus.178

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk kapasitas

tersebut adalah dengan cara mengupayakan pengembangan pengetahuan,

sikap dan keterampilannya. Hal demikian ini yang juga dilakukan pada

proses pelaksanaan strategi pengembangan kelembagaan bisnis pesantren

Nurul Jadid. Prakteknya dilakukan dengan banyak pola, yakni pertama,

pelaksanaan dan pengembangan berdasarkan sektor unit bisnis yang

dikembangkan. Pada aspek ini yang dilakukan pertama kali adalah

mengumpulkan sejumlah SDM internal dan eksternal seperti alumni yang

telah dapat diakses dan kemudian mendorong usaha bisnis potensial dan

sesuai dengan keinginan serta kebutuhan mereka.

Untuk pengembangan dan pelatihan skill ini, sebagaimana

direncanakan sejak awal bahwa seluruh pelaku bisnis usaha pesantren

yang sudah dapat diakses didorong untuk mengikuti pelatihan dan

pengembangan ekonomi pesantren. Yang demikian terutama skill bisnis

jasa keuangan. Dalam prosesnya hal demikian ini dapat menjadi bekal

pengembangan mutu sistem dan inovasi pengembangan kelembagaan

bisnis pesantren. Jadi pada sisi ini pengembangan dan pelatihan berisi

tentang materi teoretis dan praksis pengembangan bisnis pesantren.

178
Deborah K. Parker, Menumbuhkan kemandirian dan harga diri anak
(Yogyakarta: Prestasi Pustakarya, 2005). 226
139

Secara teoretis proses ini merupakan langkah pemberdayaan.

Zimmerman menyarankan agar pemberdayaan mempertimbangkan mutu

personal dari manusianya. Dalam hal pemberdayaan membutuhkan tiga

aspek muu yang perlu dijamin yakni decision making skill, human

resources development, dan jaminan mau bekerjasama. Baginya,

pengembangan komponen individual pelaku. Sebenarnya ada tiga bagian

penting, yakni berhubungan dengan komponen interpersonal, tindakan dan

interaksionalnya. Komponen interpersonal yang dimaksud adalah

penggunaan kontrol diri. Komponen tindakan meliputi skill pengambilan

keputusan. Sedangkan sisi intraksionalnya adalah kemampuan individu

untuk bekerjasama.179 Ini juga yang menjadi target pengembangan

kelembagaan bisnis pada sisi pembentukan self reliencynya.

Kedua, penguatan nilai sebagai basis kesadaran pelaku usaha bisnis

pesantren. Bentuk praksisnya pelaksanaannya pada sisi ini adalah

pengembangan ajaran agama dan tradisi pesantren sebagai kegiatan khusus

bersama. Hal demikian ditujukan sebagai penanaman nilai agama guna

penguatan sikap atau moral pelaku bisnis unit kerja semua koperasi.

Pada proses ini pelaksanaan nampak mengarah kepada elemen

pengembangan sikap atau moralitas. Elemen ini tentu sangat penting.

Suryana menjelaskan bahwa modal mental dan moral adalah modal

keberanian yang dilandasi agama. Modal mental merupakan kekuatan

tekad dalam melakukan sesuatu secara bertanggung jawab seperti

179
Zimmerman, “Empowerment Theory.” 60
140

keberanian menghadapi risiko, keberanian menghadapi tantangan,

keberanian menghadapi perubahan, keberanian mengadakan pembaruan,

keberanian untuk menjadi lebih unggul.180 Elemen ini dikembangkan

melalui penanaman pemahaman dan kesadaran agama pada struktural

koperasi dan pelaku unit bisnis pesantren Nurul Jadid.

Salah satu manfaat dari pelaksanaan kegiatan berbasis pada nilai-

nilai pesantren ini adalah penghindaran para pelaku dari perbuatan curang

dalam berbisnis. Aspek yang urgen membutuhkan elemen nilai ini adalah

keuangan. Sebagaimana dikatakan Hasibuan bahwa hal yang penting

dalam polaksanaan adalah kesadaran moral pelaksananya.181 Jadi jelas,

pengembangan self reliency mengarah pada terciptanya kontrol pribadi

pengelolah dan pelaku kelembagaan bisnis pesantren.

Ketiga, dukungan jaringan bisnis. Proses penguatan self reliency

juga didukung dengan penguatan jaringan. Salah satunya adalah

optimalisasi jaringan alumni. Pengoptimalan ini bertujuan untuk

pengembangan social capital dan organization capital. Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya bahwa dua modal ini masih lemah. Pada tahap ini,

yang diupayakan adalah pembudayaan konstruksi kesadaran para pelaku

usaha bisnis pesantren.

Salah satu yang dilakukan pada proses ini adalah komunikasi

pengembangan koperasi pada beberapa alumni. Proses komunikasi yang


180
Suryana, Kewirausahaan: Kiat dan Proses Menuju Sukses (Jakarta: Salemba
Empat, 2013), 84
181
M Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: Bumi Aksara,
2003), 68
141

dilakukan oleh pihak terkait merupakan tahap sosialisasi pemberdayaan.

Hal ini didasarkan pada penjelasan Rohendi yang mengatakan bahwa

sosialisasi dapat terdifinisikan dalam dua titik pandang, yakni kelompok

masyarakat dan individu. Pada titik asumsi kelompok masyarakat,

sosialisasi dipandang sebagai upaya penyeragaman individu masyarakat

menjadi satu seragam.182 Dalam konteks ini tentu yang dimaksud

keseragaman nilai yang menjadi basis pengembangan segmentasi sebagai

peluang pembedayaan ekonomi pesantren.

Pengoptimalan kelompok alumni di beberapa daerah nampaknya

dapat dijadikan sebagai potensi atau daya usaha koperasi-koperasi.

Beberapa alumni pada koteks ini diharapkan dapat menjadi marketting

agent, bahkan dapat menjadi market segmentationnya. Jaringan alumni

usaha bisnis pesantren di beberapa daerah secara terpadu dapat membantu

optimalisasi sumberdaya usaha pesantren. Bukan hanya itu, jaringan

alumni nampaknya juga mampu sebagai agen rekrutmen sumber daya

manusia. Atau dalam sitilah lain, penguatan jaringan alumni dapat

mendukung tercipatanya sumberdaya SDM organisasi yang baik.

Untuk memperjelas penjelasan di atas, Secara komprehensif peneliti

memberikan menyusun kerangka proses implementasinya sebagaimana di

bawah ini,

182
Dijelaskan juga bahwa pada aspek titik pandang individu, sosialisasi
merupakan penyerapan dan tranformasi sebuah pemahaman, inspirasi dan
lain sebagainya.Tjetjep Rohendi Rohidi, Pendekatan Sistem....,12.
142

Gambar 5.3 Konseptual Implementasi Strategi Pengembangan


Kelembagaan Bisnis dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi
Pesantren
PELAKSANAAN STRATEGI

KEMANDIRIAN EKONOMI
PESANTREN
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

implementasi strategi dalam pengembangan kemandirian ekonomi dilakukan

dalam tiga ruang lingkup yakni penguatan autonomy, independency dan self

reliency. Dalam hal membentuk autonomy kelembagaan pengurus pesantren

melakukan penugasan kerja secara delagatif-partispatif. Dalam penguatan

independencynya, pengurus pesantren menjamin tindak adanya intervensi

pada penyusunan kebijakan pengembangan unit usaha, struktur dan kerjasama

kelembagaan bisnis. Sedangkan untuk membentuk self reliency dilakukan

dengan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai dan jaringan pelaku dan

struktural bisnis. Beberapa langkah ini, berorientasi pada terbentuknya

kemandirian bisnis sebagai indikator kemandirian ekonomi.

C. Evaluasi Strategi Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan

Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren

Proses evaluasi merupakan penilaian dari pelaksanaan strategi yang

dilakukan selama kurun waktu tertentu. Jika prosesnya dilakukan sesuai

waktu yang tepat akan secara efisien dalam segera menyelesaikan masalah
143

sebelum berasa pada situasi kritis. Beberapa tokoh bersepakat bahwa

merupakan proses manajemen strategis guna mempertahankan dan bahkan

mengembangkan strategi secara berkelanjutan. Oleh karena itu, sebagian

besar ahli strategi sepakat bahwa evaluasi strategi sangat penting untuk

perjalanaan pengembangan organisasi. Apalagi jika dikontekskan dalam

penelitian ini. Evaluasi strategi merupakan cara pengembangan kelembagaan

bisnis terus-menerus guna semakin meningkatkan kualitas kemandirian

pesantren.

Tentu ada beberapa substansi proses yang penting dalam tahapan

evaluasi strategi. Aime Hanee menjelaskan yang dievaluasi dari sebuah

strategi menejemen adalah pelaksanaan strategi dan arahannya.183 Sedangkan

menurut Wheelen dan Hunger, evaluasi peluang eksternal dan ancaman

mengingat kekuatan dan kelemahan perusahaan untuk menghasilkan dan

menerapkan arah strategis baru untuk suatu organisasi.184 Seluruh sub

penilaian demikian menurut David dilakukan dengan varian diantaranya,

review, penilaian dan kontrol.185 Proses dan varian penjelasan beberapa pakar

ini tentu berbeda dengan temuan dalam penelitian ini.

Evaluasi strategi dalam penelitian ini dilakukan dengan terpadu baik

dalam hal metoda, ruang lingkup hingga pihak pelaksananya. Namun lebih

menyederhanakan pembahan akan mengelempokkanya menjadi dua bahasan

yakni evaluasi strategi dalam pengelolaan keuangan dan kualitas

183
Aime Heene, Dkk. Manajemen Strategik...,10.
184
Thomas L Wheelen dan J. David Hunger, Essentials of Strategic..., 1.
185
Fred R. David, Strategic Management .....,1-290
144

pengembangan SDM dan Sistem pengelolaannya. Hal demikian ini seusia

dengan klasifikasi pembahasan dalam rapat RAT yang ditemukan. Jadi guna

pembahasan di awal dengan dua tersebut satu persatu, baru kemudian

dilanjutkan dengan pola pemaduannya.

1. Evaluasi Strategi Pengelolaan Keuangan dan Aset

Proses penilaian strategi pengelolaan keuangan dilakukan dengan

beberapa tahap pelaporan dan penilaian secara seksama. Pelaporan yang

dimaksud tentu adalah data terakhir dan perkembangan keuangan dan aset

yang dimiliki oleh kelembagaan bisnis pesantren. Seluruh hal yang

berhubungan dengan kondisi keuangan dan aset secara kuantitatif disajikan

dengan sistamatis dirinci.

Adapun beberapa konten dari susunan terdiri dari modal yang

berupa keuangan dan aset. Beberapa diantaranya, modal ekuitas, modal

luar, kualitas usaha, aset adminitrasi usaha, jumlah simpan-pinjam,

pinjaman bermasalah, buku pokok dan buku penunjang. Seluruh disajikan

dengan bentuk data kauntatitaf. Artinya, penyajian laporan disajikan

dengan berbentuk angka dan dapat diukur secara pasti.

Paska pelaporan dirasa lengkap atau rampung, baru kemudian

dilakukan penilaian terhadap isi laporan. Penilaian yang dimaksud tentu

untuk mengukur kesehatan bisnis dan produktifitas pengelolaan

keuangannya secara kuantitatif. Proses penilaian ini, yang banyak diistilah

sebagai auditing. Auditing merupakan penilaian aset modal dan sejauh


145

mana finansial income yang dihasilkan dari proses usaha bisnis yang

diselenggarakan.

Pada sisi pelaporannya, pesantren mempertanggung jawabkan

keuangan yang dipakai berdasarkan pada kebiasaan-kebiasaan masyarakat

sekitar. Pelaporan keuangan pesantren cenderung administratif apabila

uang tersebut bersumber dari pemerintah/pemerintah daerah. Pesantren

akan menyesuaikan sebagai implikasi dari financial governances (tata

kelola keuangan berbasis pemerintahan), semisal membuat progress

penggunaan, peruntukan, dan audit terhadap pelaksanaan kegiatan

tersebut.

Langkah taktis yang dilakukan pada pada proses auditing adala

melihat bagaimana pelaksanaan program dan produktifitas program

pengelolaan keuangan dan aset dilakukan . Dalam tahapan ini, evaluasi

tidak difokuskan mengkaji catatan keuangan saja, akan tetapi memastikan

program berjalan sesuai target atau sesuai dengan yang rencanakan. Jadi

bentuk evaluasi jenis ini adalah rapat evaluasi secara terpadu pada yang

bukan hanya fokus nilai angka aset dan finansial tapi ditambah dengan

proses pembancaan pada proses yang kira-kira berhubungan dengan angka

tersebut.

Jadi dalam proses penilaiain aset dan keuangan dilakukan dengan

dua ruang lingkup yakni, pertama, Pertama, proses evaluasi efektifitas

program keuangan. Bentuk evaluasi demikian difokuskan pada

sejauhmana program efektifitas pelaksanaan program berjalan dengan


146

efektif. Utamanya sebagai penyokong utama program kerja yayasan, baik

dalam unit sentra yayasan hingga pada kerja sub unit yang ada. Posisi

evalusinya adalah sebagai evaluai sentra atau keseluruhan program yang

ada.

Kedua, proses evaluasi efesiensi keuangan. Bentuk proses evaluasi

yang dilakukan bertujuan untuk mengaudit catatan arus keuangan. Baik

dari kas penerimaan, pengeluaran hingga kondisi asetnya. Jadi proses

dilakukan fokus pada pelaksanaan akunting. Sehingga hasilnya adalah

pertimbangan financial materil dan menjadi dasar dirumuskan program

anggaran pada tahun berikutnya.

Hal yang menarik dalam evaluasi yang dilakukan ini adalah pada

pihak evaluatornya. Sebagaimana dijabarkan pada bab sebelumnya, audit

tata kelola keuangan kelembagaan Bisnisi pesantren Nurul Jadid dilakukan

oleh pihak internal (seluruh pengeurus pesantren) dan ekternal (pakar audit

lembaga keuangan koperasi). Sisi ini dianggap menarik, karena merupakan

temuan yang membedakan dan perkembangan managemen keuangan

pesantren yang sangat profesional. Tentunya yang sebelumnya, masih

tidak sama sekali digambarkan oleh para peneliti terdahulu.

Ali Mufron misanya, dalam penelitian tentang keuangan pesantren

hanya mengatakan evaluasi dilakukan secara profesional. Profesional yang

dimaksud dalam pandanganya adalah karena dilakukan untuk penguatan

efisiensi dan efektifitas. Dia sama sekali tidak membahas urgensi

pertimbangan auditor. Padahal dalam karya Messier, Glover, dan Prawitt


147

dijelaskan posisi auditor yang berasal dari eksternal itu memiliki

independensi yang kuat.186 Independensi ini dianggap penting sebab akan

membentuk apa yang mestinya ada dalam pelaksanaan keuangan.

Sebagaimana dijelaskan oleh Albrecht, Dkk. Ia mengatakan, “creating a

culture of honesty, openness, and assistance) serta mengeliminasi peluang

terjadinya tindakan kecurangan (eliminating fraud opportunities)”.187 Pada

sisi inilah, secara teoretis pesantren yang melakukan hal ini telah satu

tapak lebih maju. Sebab, telah memiliki cara profesional untuk melakukan

evaluasi laporan keuangan yang profesional.

Secara keseluruhan format evaluasi dilakukan memadukan dua

bentuk proses. Proses evaluasi yakni evaluasi efektifitas program dan

efesiensi keuangan. Keduannya saling berhubungan dan saling

menyempurnkan untun membentuk efisiensi dan efektfitas sebagai bagian

dari good corporate tata kelola keuangan. Laporan keuangan yang telah

dievaluasi efisiensinya, kemudian di bawah ke evaluasi program untuk

dijadikan acuan reformulasi yang sebenarnya merupakan tahapan

perencanaan kembali (fincancial planning).

Dengan demikian, jika teori dihubungkan dengan teori

sebelumnnya, dua proses ini adalah kontekstualisasi model evaluasi umum

keuangan profit pada lembaga seperti pesantren. Evaluasi yang fokus pada

the return on invested capital dan economic value added adalah fokus

186
Mereka menyusun konsep audit yang objektif. Lengkapnya, Messier Jr,
William F. Glover, Steven M. dan Prawitt, Douglas F.. Jasa Audit &
Assurance: Pendekatan Sistematis, Terjemahan Nuri Hinduan. (Jakarta:
Penerbit Salemba Empat. 2006)
187
W. Steve Albrecht dkk., Fraud Examination (Cengage Learning, 2015). 120
148

utama dalam auditing laoporan keuangan. Sedangkan market value added

dan intrinsic value adalah konten fokus dalam evaluasi efektifitas program.

2. Evaluasi Strategi Program Pengembangan Kelembagaan Bisnis

Ada beberapa aspek penilaian yang perlu dilakukan dalam proses

pengembangan kelembagaan bisnis pesantren. Selain menilai gerak aset

dan keuangan perkembangan usaha bisnis yang dikembangkan. Beberapa

diantara yang dinilai pada aspek ini adalah penilaian kerja pengembang

dan pengembangan mutu bisnis masyarakat yang dinilai terdiri dari

perkembangan mutu individu pelaku pengembangan bisnisnya. Secara

teoretis, proses evaluasi banyak dijelaskan Kebeer. Ia mengatakan bahwa

proses penilaian ini dilakukan pada pengembangan pengelola dan

struktural bisnis. Indikitornya adalah kematangan dalam melakukan usaha

ekonomi secara mandiri.188

Jika dikontekskan dalam teori yang disusun oleh Zimmerman,

proses penilian ini dilakukan untuk menilai target psychology

empowerment. Sederhananya ia menjelaskan bahwa satu dimensi yang

mendasari yang menggabungkan ukuran yang berbeda dari kontrol yang

dirasakan dapat ditafsirkan sebagai komponen intrapersonal pemberdayaan

psikologis, karena membedakan kelompok yang ditentukan oleh tingkat

partisipasi mereka dalam organisasi dan kegiatan masyarakat (bahavior

component).189

188
Golla AM Dkk., Understanding and Measuring...., 18
189
Zimmerman dkk., “Further explorations in empowerment theory.” 2
149

Proses penilaian yang dilakukan di Pesantren Nurul Jadid dalam

demikian di atas, dilaksanakan dengan bentuk laporan. Namun tidak pada

sebagaimana laporan keuangan dan aset. Bentuk kualitatif terus disusun

atas dasar proses pemeriksaan secara priodik.

Sebagaimana disampaikan dalam temuan data bahwa RAT juga

membahas dokumen hasil permiraksaan yang dilakukan pada beberapa

koperasi. Adapun beberapa hal yang diperiksa, diantaranya hal yang

berkenaan mutu perencanaan, pelaksanaan, proses adminitrasi, kompetensi

karyawan, dan semacamnya. Seluruhnya dilaporkan dibahas bersama di

masing-masing koperasi.

Proses evaluasi ini sebenarnya lebih lebih pada penilain kembali

hal masih lemah dan telah kuat diselenggarakan. Artinya, penilain

demikian berusaha mengungkapkan kembali mutu yang dihasilkan dari

beberapa program yang dikambangkan. Jadi secara teoretis, berusaha

mengungkapkan mutu holisitik kerja pengembangan kelembagaan bisnis

pesantren. Dalam hal ini sebagaimana proses strategi yang dijeaskan oleh

Wheelen dan Hunger, yakni pembacaan kembali pada kerja

pengembangan kualitas kelembagaan.190 Pada konteks penelitian ini

dilakukan penilaian dilakukan dengan pembacaan kembali pada proses

pengembangan kelembagaan koperasi dan unit-unit bisnisnya.

190
Thomas L Wheelen dan J. David Hunger, Essentials of Strategic.., 1.
150

3. Pemaduan Hasil Penilain Sebagai Reformulasi Strategi

Pemaduan hasil penilaian yang dimaksud adalah menghubungkan

antara jenis penilain pada peloporan dan perkembangan kerja mutu

pengelolan koperasi dan unit bisnis. Artinya kedua proses yang disebutkan

di atas kemudian dinilai secara holistik. Bukan memadukan jenisnya

penilaian namun juga ruang lingkupnya. Artinya proses pemaduan ini

dilakukan dalam dua proses. Keduanya adalah pemaduan antar jenis

penilain dikelembangan di internal koperasi dan pemaduan penilaian

masing-masing dalam rapat kepengurusan pesantren.

Adapun proses pemaduan pada tingkat internal dilakukan dengan

cara menghubungkan proses penilaian aset dan modal serta hasil penilain

pada pemeriksaan mutu strategi pengelolaan kelembagaan. Artinya kedua

hasili evaluasi di atas saling berhubungan, Jika hasil auditing finansial dan

aset lemah berarti disebabkan kondisi pencapaian strategi mutu agensi dan

pengelolaan kelembagaannya lemah.

Keduanya kemudian dianalisis dengan cara mempertemukan pada

terget mutu yang awal ingin dicapai. Jika ada ketimpangan, maka

pertemuan keduanya akan menjadi dasar reformulasi menejemen strategi

berkelanjutan. Masing-masing koperasi melakukan proses ini dalam setiap

RAT yang diadakan. Hasilnya kemudian dilaporkan kepada kepengurusan

pesantren pusat.

Pada proses eveluasi yang dilakukan secara terpadu antar hasil

evaluasi kelembagaan bisnis yang ada. Cara ini yang hampir senada
151

dengan apa yang jelaskan oleh R. David. menjelaskan,

Managemt Evaluation is ensure that stated objectives are being


achieved. Strategists need to create an organizational culture
where strategy evaluation is viewed as an opportunity to make the
firm better, so the firm can compete better, so everyone in the firm
can do better, sharing in the firm’s increased profitability. In
many organizations, strategy evaluation is simply an appraisal of
how well an organization has performed. Have the firm’s assets
increased? Has there been an increase in profitability? Have
sales increased? Have productivity levels increased? Have profit
margin, return on investment, and earnings-per-share ratios
increased? Some firms argue that their strategy must have been
correct if the answers to these types of questions are
affirmative.191

Sebagaimana yang dijelaskan di atas, proses evaluasi bertujuan

untuk memastikan bahwa tujuan yang dinyatakan tercapai. Ahli strategi

perlu menciptakan budaya organisasi di mana evaluasi strategi dipandang

sebagai peluang untuk membuat perusahaan lebih baik, sehingga

perusahaan dapat bersaing lebih baik, sehingga semua orang di

perusahaan dapat melakukan lebih baik, berbagi dalam peningkatan

profitabilitas perusahaan. Begitupun dalam rapat evaluasi kepengurusan

pusat. Seluruh hasil penilaian di internal kelembagaan koperasi dinilai

dengan kata target umum telah ditetapkan.

Pembahasan panjang di atas jika disimpulkan dapat disusun

kerangka sebagaimana gambar konseptual di bawah ini;

191
Fred R. David, Forest R. David, Strategic Management ....,361.
152

Gambar 5.4 Konseptual Evaluasi Strategi Pengembangan Kelembagaan


Bisnis dalam Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pesantren

Rapat Anggota Tahunan



Rapat Tahunan Pengurus Pesantren

Berdasarkan gambar di atas, evaluasi dilakukan dengan banyak

tahapan. Pada intinya, evaluasi dilakukan untuk menilai keuangan, aset

dan pengembangan kelembagaan bisnis. Hasil evaluasi keuangan dan

modal dilakukan pada laporan tahunan di RAT. Begitupun dengan

evaluasi pengembangan kelembagan dilakukan pada hasil pemeriksaan di

RAT juga. Kedua laporan dipadukan dan hasil dibandingkan dengan

target internal kelembagaan koperasi dan dijadikan dasar reformalasi

strategi internal. Hasil dari rapat RAT masing kelembagaan dikaji di

rapat kepengurusan pesantren dan dibandingan dengan tujuan holistik

yang sebelumnya dirumuskan. Hasil dijadikan dasar reformulasi strategi

holitik dalam peningkatan kemandirian ekonomi pesantren secara

berkelanjutan.
BAB VI

PENUTUP

Pada bab ini penjelasan argumen penutup. Tentunya ada dua hal yang

penting untuk dijelaskan yakni konklusi temuan dan rekomendasi penting untuk

beberapa pihak. Jadi secara keseluruhan merupakan intisari dan saran-saran yang

didasarkan pada temuan penelitian.

A. Kesimpulan

Kesimpulan merupakan penutup seluruh penjelasan yang dijelaskan

pada bab fokus kajian sebelumnya. Untuk itu sebagaimana pengelompokan

pada pembahasan temuan dan fokus penelitian, ada tiga hal yang penting dalam

penelitian. Ketiganya merupakan fokus yang disusun sejak awal untuk menjadi

peneliti dalam pengelompokan bahasan. Konklusi akan disusun sesuai dengan

ketiganya,

1. Formulasi Strategi Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan

Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren

Proses formulasi strategi pengembangan kelembagaan guna

meningkatkan kemandirian ekonomi dilakukan dengan beberapa tahapan.

Adapun tahapan pertama, perumusan arah kebijakan umum yang

didasarkan pada harapan kiai dan berbentuk visi dan misi umum. Kedua,

penyusuan struktural didasarkan komunal pengelolaan. Penyusunan

dibentuk menjadi tiga dalam bentuk struktural koperasi yakni koperasi

pengurus pesantren, guru/karyawan dan keluarga kiai. Ketiga, assessment

153
154

dan penyusunan desain bisnis. Proses dilakukan dengan assesment

internal, eksternal dan perumusan canva bisnis model pesantren. Keempat,

penyusunan alternatif pengembangan. Program dirumuskan pada dua

ruang lingkup yakni pengembangan SDM dan kerjasama.

2. Implementasi Strategi Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam

Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dilakukan dengan

berorientasi pada pembentukan tipe kemandirian ekonomi pesantren.

Beberapa pola pelaksanaannya dilakukan dalam tiga ruang lingkup yakni

penguatan autonomy, independency dan self reliency. Dalam hal

membentuk autonomy kelembagaan pengurus pesantren melakukan

penusan kerja secara delagatif-partisipatif. Dalam penguatan

independencynya, pengurus pesantren menjamin tindak adanya intervensi

pada penyusunan kebijakan pengembangan unit usaha, struktur dan

kerjasama kelembagaan bisnis. Sedangkan untuk membentuk self reliency

dilakukan dengan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai dan jaringan

pelaku dan struktural bisnis. Beberapa langkah ini, berorientasi pada

terbentuknya kemandirian bisnis sebagai indikator kemandirian ekonomi.

3. Evaluasi Strategi Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan

Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, evaluasi dilakukan untuk

menilai keuangan, aset dan pengembangan kelembagaan bisnis. Hasil

evaluasi keuangan dan modal dilakukan pada laporan tahunan di RAT.

Begitu pun dengan evaluasi pengembangan kelembagaan dilakukan pada


155

hasil pemeriksaan di RAT juga. Kedua laporan dipadukan dan hasil

dibandingkan dengan target internal kelembagaan koperasi dan dijadikan

dasar reformulasi strategi internal. Hasil dari rapat RAT masing-masing

kelembagaan dikaji di rapat kepengurusan pesantren dan dibandingkan

dengan tujuan holistik yang sebelumnya dirumuskan. Hasil dijadikan dasar

reformulasi strategi holistik dalam peningkatan kemandirian ekonomi

pesantren secara berkelanjutan.

B. Saran

Berdasarkan beberapa temuan yang ada, penulis juga menyusun

saran-saran sebagaimana di bawah ini;

1. Beberapa temuan tentu penting bagi pengembangan atau kepengurusan

pesantren. Utamanya dalam hal pengembangan kelembagaan guna

peningkatan kemandirian ekonomi Pesantren.

2. Bagi para pakar dan peneliti selanjutnya, penelitian ini tentu memiliki

kelemahan dan keterbatasan. Dalam hal studi pengembangan kebijakan

pengembangan kelembagaan bisnis guna kemandirian ekonomi, penulis

menyadari belum sepenuhnya dapat dijadikan model ideal peningkatan

ekonomi Pesantren.

3. Juga bagi Universitas Kiai Haji Ahmad Shiddiq Jember , utamanya

Pascasarjana prodi Ekonomi, hasil penelitian ini bisa menjadi salah satu

bahan sumbangan akademis bagi pengembangan keilmuan yang

berhubungan manejemen strategi pengembangan kelembagaan bisnis

pesantren.
156

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional.2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia,


Jakarta,Balai Pustaka.

Desmita, 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik,Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Anoraga, Pandji dan Widiyanti, Ninik. 2007 Dinamika Koperasi, Jakarta: PT.
Rineka Cipta.

Ansori. 2014 ,“Model Pengembangan Kewirausahaan Santri Melalui Pondok


Pesantren Berbasis Budaya Agribisnis Tanaman Palawija”. (Jurnal
Ilmiah STKIP Siliwangi Bandung, VOLUME 8, NOMOR 1.

Ayahabuddin, 2015 dengan judul “Memupuk Kemandirian Dengan


Kewirausahaan Sosial (Studi Kewirausahaan Sosial Pesantren Al-Bayan,
Majenang Kabupaten Cilacap”, (Laporan Reseach, INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN).

azra, Azyumardi.1985. Surau di Tengah Krisis : Pesantren dan Perspektif


Masyarakat, dalam Raharjo (ed), Pergulatan Dunia Pesantren
Membanuan dari bawah, Jakarta: lp3es.

Azwar, Saefuddin. 2014 Metode Penelitian, Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Basri, Hasan. 2000. Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan solusinya),


Yogyakarta.

Bawono, Anton. 2018 “Creative Economic Development of Pesantren”, (Shirkah


Journal of Economics and Business Vol. 3, No. 1.

Bungin, Burhan . 2005. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Cahyono, Bayu Dewi. 2017. “Manajemen Pengembangan Pendidikan


Kewirausahaan Guna Peningkatan Kecakapan Hidup Bagi Santri di
Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 2 Ponorogo Tesis, Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, Program Studi
Pendidikan Islam Konsentrasi Manajemen Kebijakan Pendidikan Islam
YOGYAKARTA.

Chaplin, J.P. 2011. Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: Rajagrafindo Persada.

David, Fred R. 2011 Strategic Management Concepts and Cases,USA.Prentice


Hall.
157

Dawam, Ainurrafiq dan Ta’arifin, 2005. Manajemen Madrasah Berbasis


Pesantren, Listafariska Putra.

Depag RI, 2001. In Service Training KKM MTS/MI Jakarta: PPIM.

Desmita, 2016. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya.

Arifin , Muhammad, 1981. Kapita Selekta Pendidikan (Umum dan Agama).Semarang: Toha Putra.

Dkk, Masrun, 1986. Studi Mengenai Kemandirian Pada Penduduk di Tengah


Suku Bangsa, Yogyakarta:Universutas Gadjah Mada.

Fadloli, dkk, 2019 “Mosque-Based Islamic Cooperative for Community Economic


Development”, (Jurnal Integrative Business and Economics Research, Vol.
8, Supplementary Issue 2.

Fasa, Muhammad Iqbal. 2014 “Manajemen Unit Usaha Pesantren (Studi Kasus
Pondok Pesantren Darussalam Gontor I Ponorogo)”, Tesis, Muhammad
Iqbal Fasa dengan judul “Manajemen Unit Usaha Pesantren (Studi Kasus
Pondok Pesantren Darussalam Gontor I Ponorogo.

Haedari, Amin & Elha, Ishom. 2004. Manejemen Mutu Terpadu Pesantren dan
Madrasah, Jakarta: Diva Pustaka.

Hafid, Zaini 2018 “Kemandirian Perekonomian: Studi tentang Kewirausahaan di


Pondok Pesantren Ar-Risalah Cijantung IV Ciamis”, Manageria: Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam Volume 3, Nomor 2

Heene, Aime, Dkk.2010 Manajemen Strategik Keorganisasian Publik, (Jakarta:


Refika Aditama.

Herdiansyah, Herdis. 2018 dkk.“Eco-Pesantren as A Basic Forming of


Environmental Moral and Theology”, Jurnal KALAM, Volume 12, Nomor
2.

Huraerah, Abu . 2008. Pengorganisasian & Pengembangan Masyarakat,


Bandung: Humaniora.

Jamhuri, Muhammad. 1990. Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Islam di


Indonesia,Tangerang: Sekolah Tinggi Agama Islam Asy-Syukriyyah.

Karni, Asrori S. 2009. Etos Studi Kaum Santri; Wajah Baru Pendidikan Islam,
(Bandung: PT Mizan Pustaka.

KBBI. 2018. online diakses pada tanggal 17.


158

Miles, Matthew B. and Huberman, A. Michael. tentang Qualitative Data. dikutip


dalam Sugiyono, Penelitian Kombinasi (Mixed Methods)

Mitsuo, Nakamura . 1983. Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin,
Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.

Moleong, Lexy J . 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja


Rosda Karya.

Mulyasa, E. .2006. Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mursyid, 2011. ‘Dinamika Pesantren Dalam Perspektif Ekonomi’, Jurnal Millah


Vol. XI, No 1

Nasution, S.2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandun: TARSITO.

Nur, Azizah, Siti. 2016. “Manajemen Unit Usaha Pesantren Berbasis Ekoproteksi
(Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Ihya Ulumuddin Kesugihan
Cilacap)”, (Jurnal Al-Tijary Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islamac Vol. 2

QS. : 2 Al-Maidah

Rahman, K.A. 2012. “Peningkatan Mutu Madrasah melalui Penguatan Partisipasi


Masyarakat”, Jurnal Pendidikan Islam, Volume I, Nomor 2, Desember.

Saridjo, Marwan. 1979. Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, Jakarta: Dharma


Bhakti.

Sudrajat, Akhmad.2013. Konsep dasar manajemen keuangan sekolah, Pustaka


Rizki Putra

Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D Bandung:


Alfabeta.

Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung; Alfabeta.

Sulistyorini, 2009. Manajemen Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras

Sulthon dan Ridho, Khusnur. 2003. Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta, Diva.

Wheelen, Thomas L dan Hunger, J. David. 2011 Essentials of Strategic


Management, (USA:Prentice Hall.

Widiyanti, Ninik. 1989. Koperasi dan Perekonomian Indonesia, Jakarta: Bina


Aksara.

Widodo, Slamet. 2016 “Model Pemberdayaan Pondok Pesantren dalam


Pengembangan Budaya Kewirausahaan, Tesis, Program Studi Magister
159

dan Doktor Penyuluhan Pembangunan/ Pemberdayaan Masyarakat,


Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Wolmen, Benjamin B.1973. Victim of Success:Emotional Problem of Executive,


(New York:Quandrangle.

Zuhroh, Fatimah.2013. Literatur Kitab Kuning di Pesantren. Medan: Perdana


Mulya.

Sekretariat PP. Nurul Jadid, 2018, Selayang Pandang Pondok Pesantren Nurul
Jadid (Mengenal Sejarah, Organisasi , Lembaga Pendidikan Dan Profil
Singkat Masyayikh), Paiton: Bagian Humas Pondok Pesantren Nurul Jadid

PERMENKOP RI, Nomor 09 Tahun 2018, tentang Penyelengaraan dan


Pembinaan Perkoprasian

PERMENKOP RI, Nomor 12/Per/M.KUMK/IX/2015, tentang Pedoman koperasi


Sektor Riil

Mursyid, 2011 ‘Dinamika Pesantren Dalam Perspektif Ekonomi’, , Vol. XI, No 1,


Jurnal Millah

.Schein, dgar H, 1986, Organizational Culture and Leadership Second Edition


(New York: Jossey- Bass Publishers

Suryana, 2013, Kewirausahaan: Kiat dan Proses Menuju Sukses Jakarta:


Salemba Empat

Anton Van Harskamp, 1986 Conflicts in Social Science London: Routledge

Abu Huraerah, 2008, Pengorganisasian & Pengembangan Masyarakat, Bandung:


Humaniora

.Hunt, Shelby D dan Madhavaram, Sreedhar, 2012 “Managerial action and


resource‐ advantage theory: conceptual frameworks emanating from a
positive theory of competition,” ed. oleh Thomas Brashear, Journal of
Business & Industrial Marketing

Vlados, Charis, 2019 “On a correlative and evolutionary SWOT analysis,”


Journal of Strategy and Management

Santos, Francisco J, 2009 “Women entrepreneurs across racial lines: issues of


human capital, financial capital and network structures,” International
Entrepreneurship and Management Journal
JURNAL KEGIATAN PENELITIAN
“Analisis Strategi Pengembangan Lembaga Bisnis Dalam Meningkatkan Kemandirian
Ekonomi Pondok Pesantren
(Studi Pada Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Kabupaten Probolinggo)”

NO TANGGAL TOPIK PEMBAHASAN

1 21 Februari 2021 Ovservasi Awal Peneliti

2 21 Desember 2021 Penyerahan Surat Permohonan Izin Penelitian

3 8 Januari 2022 Penyerahan Dokumen Profil Pondok Pesantren Kepada Peneliti


Wawancara dengan KH. Najiburrahman, Wakil Kepala Pondok pesantren
4 15 Januari 2022 Nurul Jadid, tentang Strategi Pengembangan Lembaga Bisnis Pondok
Pesantren Nurul Jadid
Wawancara dengan Bapak Miftahul huda Kabag. PEPHA dan
5 17 Januari 2022 Bapak Haris Firdaus, Kasubag. PEPHA, tentang Formulasi
Perencanaan Pondok Pesantren Nurul Jadid
Wawancara dengan Moh. Rofiq Nasihuddin, Kepala Seksi
6 21 Januari 2022 Perencanaan Usaha PPNJ, Tentang Strategi Perencanaan Lembaga
Bisnis PPNJ
Wawancara dengan Bapak Nailul Abror, Kepala Seksi Sumber
7 25 Januari 2022 Daya Manusia (SDM), Tentang program Sumber daya Manusia
bagi Pengelola Pesantren
Wawancara dengan Bapak Agus Mulyanto, Sekretaris Koperasi
8 2 Februari 2022
Pondok pesantren Nurul Jadid Mandiri, tentang Koperas
Wawancara dengan bapak Dul Qomar, Bendahara Koperasi Pondok
9 10 Februari 2022 Pesantren Nurul Jadid Mandiri, Tentang Macam-macam Modal
Koperasi
Wawancara dengan Bapak Agus Fanani, Pengelola Bisnis PPNJ,
10 20 Februari 2022
tentang Pengelolaan Bisnis PPNJ
Wawancara dengan Bapak Moh. Rofiq Nasihuddin, tentang
11 03 Maret 2022 Evaluasi Perencanaan Lembaga Bisnis Pondok Pesantren Nurul
Jadid
Paiton, 27 Sya’ban 1443 H
31 Maret 2022 M
An. Kepala
Sekretaris,

H. FAIZIN SYAMWIL, M.Pd


NIUP : 31820500078
RIWAYAT HIDUP PENELITI

Syaiful Anam, dilahirkan di Probolinggo Jawa Timur, pada tanggal 21 Agustus 1986,
anak pertama dari dua bersaudara, pasangan Bapak Asmal dan Ibu Almahumah Ibu Sayani.
Alamat Dusun Gesengan, RT 010, RW 004 Desa Dandang Kecamatan Gading Kabupaten
Probolinggo, email syaifulanamnurja@gmail.com, Nomor Hand Phone: 0813 5852 1022.
Pendidikan Dasar MI. Nurul Yaqin Kertosono Gading Tahun 1993 – 1999, MTs Nurul Jadid
Lulus Tahun 2022, Madrasah Aliyah Nurul Jadid, Lulus Tahun 2005 dan Institut Agama Islam
Nurul Jadid Lulul tahun 2009.
Sejak 2009 hingga saat ini mengabdikan dirinya di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton
Probolinggo, sebagai Pengurus Pesantren dan Tenaga Pengajar Madrasah Diniyah, saat ini
menjabat sebagai Sekretaris Biro Pengembangan PP. Nurul Jadid.
Pada tahun 2010 menikah dengan Halimatus Sa’diyah yang baru menyelesaikan
pendidikan S1 di Institus Agama Islam Nurul Jadid Paiton probolinggo. Mereka kini telah
dikaruniai tiga putra : Ahmad Salman Al farisy, Ahmad Nasihul Ibad dan Ahmad Zaini Mun’im

Anda mungkin juga menyukai