Anda di halaman 1dari 16

MODEL-MODEL NONDISKONTO

Model dasar keputusan investasi modal dapat diklasifikasi ke dalam dua kategori
utama, yaitu: model nondiskonto dan model diskonto. Model nondiskonto (non-discounting
model) mengabaikan nilai waktu uang (time value of money), sementara model diskonto
(discounting model) mempertimbangkan nilai waktu uang secara eksplisit. Meskipun model
nondiskonto memiliki kelemahan dibandingkan model diskonto karena mengabaikan nilai
waktu uang, tetapi banyak perusahaan yang masih menggunakan model tersebut dalam
pembuatan keputusan investasi modal. Namun demikian, pada kenyataannya penggunaan
model diskonto telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir dan hanya sedikit perusahaan
yang benar-benar hanya menggunakan satu model-banyak perusahaan yang menggunakan
kedua model tersebut secara bersamaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua kategori
model memberi informasi yang berguna bagi manajer pada waktu mereka membuat
keputusan investasi modal.

Metode Periode Pengembalian

Salah satu jenis model nondiskonto adalah metode periode pengembalian (payback
period). Metode ini mempertimbangkan waktu yang diperlukan oleh suatu perusahaan untuk
memperoleh kembali investasi awalnya. Sebagai contoh, seorang dokter gigi melakukan
investasi pada seperangkat alat bor baru seharga Rp160.000.000. Arus kas bersih (arus kas
masuk dikurangi arus kas keluar) yang dihasilkan oleh penggunaan peralatan tersebut adalah
sebesar Rp80.000.000 per tahun. Jadi, periode pengembaliannya adalah selama dua tahun
(Rp160.000.000/Rp80.000.000). Apabila arus kas suatu proyek diasumsikan tetap jumlahnya,
maka rumus berikut ini dapat digunakan untuk menghitung periode pengembalian.

Periode pengembalian = Investasi awal / Arus kas tahunan

Apabila arus kas tidak sama jumlahnya, maka periode pengembalian dihitung dengan
cara menambahkan arus kas tahunan sampai pada waktu ketika investasi awal dapat diperoleh
kembali. Apabila pembagian untuk setiap tahun diperlukan, maka diasumsikan bahwa jumlah
arus kas yang terjadi adalah merata setiap tahun. Sebagai contoh, sebuah fasilitas baru mesin
pencuci mobil memerlukan investasi sebesar Rp200.000.000 dan memiliki umur lima tahun
dengan ekspektasi arus kas bersih tahunan sebagai berikut: Rp60.000.000, Rp80.000.000,
Rp100.000.000, Rp120.000.000, dan Rp140.000.000. Dengan demikian, periode
pengembalian proyek tersebut adalah 2,6 tahun yang dihitung sebagai berikut: Rp60.000.000
(1 tahun) + Rp80.000.000 (1 tahun) + Rp60.000.000 (0,6 tahun). Pada tahun ketiga, ketika
hanya diperlukan sebesar Rp60.000.000 untuk menutup investasi dan dihasilkan arus kas
sebesar Rp100.000.000, maka waktu yang diperlukan untuk memperoleh Rp60.000.000
adalah melalui pembagian jumlah yang dibutuhkan dengan arus kas tahunan
(Rp60.000.000/Rp 100.000.000). Peraga berikut ini menjelaskan tentang analisis di atas.

Salah satu cara untuk menggunakan metode periode pengembalian adalah dengan
menetapkan periode pengembalian maksimum untuk seluruh proyek dan menolak setiap
proyek yang melewati batas periode yang ditetapkan. Sebagai contoh, ditetapkan bahwa
periode pengembalian maksimum adalah 4 tahun. Suatu usulan proyek akan ditolak apabila
dari hasil perhitungan diketahui bahwa periode pengembaliannya adalah lebih dari 4 tahun.
Mengapa perusahaan menggunakan metode periode pengembalian dalam membuat keputusan
menerima atau menolak keputusan suatu usulan proyek? Periode pengembalian dapat
digunakan sebagai ukuran kasar risiko dengan pengertian bahwa semakin lama suatu proyek
menghasilkan uang, semakin berisiko proyek tersebut. Demikian pula, perusahaan dengan
arus kas yang lebih berisiko membutuhkan periode pengembalian yang lebih pendek dari
biasanya. Selain itu, perusahaan yang sedang menghadapi masalah likuiditas akan lebih
tertarik dengan proyek yang periode pengembaliannya cepat. Pertimbangan kritis lainnya
adalah mengenai keusangan. Pada beberapa industri, risiko keusangan adalah tinggi.
Perusahaan-perusahaan dalam industri seperti ini akan lebih tertarik dengan pengembalian
dana yang cepat.

Alasan lain yang kurang begitu penting bagi perusahaan menyangkut masalah
pekerjaan. Banyak manajer yang berwenang membuat keputusan investasi modal akan
memilih investasi dengan periode pengembalian yang cepat berdasarkan kepentingan pribadi.
Apabila kinerja seorang manajer diukur dengan menggunakan kriteria jangka pendek, seperti
misalnya laba bersih (net income), maka kemungkinan ia akan memilih proyek dengan
periode pengembalian yang cepat untuk menunjukkan peningkatan laba bersih secepat
mungkin. Sebagai contoh, manajer divisi sering bertanggung jawab terhadap pembuatan
keputusan investasi modal dan dievaluasi berdasarkan laba divisi. Masa jabatan manajer
divisi biasanya tidak lama-rata-rata 3 sampai 5 tahun. Akibatnya, manajer sering menghindari
investasi yang menjanjikan pengembalian dalam jangka panjang bagi perusahaan dan lebih
tertarik dengan investasi yang menjanjikan pengembalian dalam jangka pendek.

Periode pengembalian juga dapat digunakan untuk memilih alternatif-alternatif proyek


yang saling meniadakan. Menurut pendekatan ini, investasi dengan periode pengembalian
terpendek lebih disukai daripada investasi dengan periode pengembalian yang lebih panjang.
Bagaimanapun, penggunaan model periode pengembalian kurang baik digunakan karena
mengandung dua kelemahan utama, yaitu: (1) mengabaikan kinerja investasi setelah
melewati periode pengembalian, dan (2) mengabaikan nilai waktu uang.

Kedua kelemahan tersebut dapat diilustrasikan berikut ini. Diasumsikan bahwa suatu
perusahaan sedang mempertimbangkan investasi dalam dua jenis sistem yang berbeda-sistem
A dan sistem B. Setiap sistem membutuhkan dana investasi awal sebesar Rp300.000.000,
memiliki umur 5 tahun, dan memiliki arus kas tahunan sebagai berikut.

Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa kedua alternatif pilihan investasi tersebut
memiliki periode pengembalian dua tahun. Periode pengembalian investasi pada sistem A
selama 2 tahun dihitung berdasarkan jumlah arus kas selama 2 tahun, yaitu sebesar
Rp180.000.000 pada tahun ke-1 dan Rp120.000.000 pada tahun ke-2, sehingga dapat
menutup dana investasi awal sebesar Rp300.000.000. Periode pengembalian investasi pada
sistem B selama 2 tahun dihitung berdasarkan jumlah arus kas selama 2 tahun, yaitu sebesar
Rp80.000.000 pada tahun ke-1 dan Rp220.000.000 pada tahun ke-2, sehingga dapat menutup
dana investasi awal sebesar Rp300.000.000. Jadi, apabila seorang manajer menggunakan
periode pengembalian untuk memilih di antara alternatif investasi yang bersaing, kedua
investasi tersebut akan sama-sama menarik. Namun dalam kenyataannya, sistem A akan lebih
disukai daripada sistem B karena dua alasan. Pertama, sistem A memberikan pengembalian
rupiah yang lebih besar selama tahun-tahun setelah periode pengembalian (Rp300.000.000
dibanding Rp150.000.000). Kedua, sistem A mengembalikan Rp180.000.000 pada tahun
pertama, sementara sistem B hanya Rp80.000.000. Selisih sebesar Rp100.000.000
(Rp180.000.000 Rp80.000.000) yang dihasilkan sistem A selama tahun pertama dapat
digunakan untuk tujuan produktif, misalnya diinvestasikan dalam proyek lain. Bagi
perusahaan akan lebih menguntungkan untuk mendapatkan rupiah sekarang daripada satu
tahun dari sekarang karena rupiah di tangan dapat diinvestasikan untuk menghasilkan
penerimaan kas pada tahun yang akan datang.

Singkatnya, metode periode pengembalian memberi informasi kepada manajer yang


dapat digunakan sebagai berikut.

1. Membantu mengendalikan risiko yang berhubungan dengan ketidakpastian arus kas di


masa depan.
2. Membantu meminimalkan dampak investasi terhadap masalah likuiditas Masa jabatan
perusahaan.
3. Membantu mengendalikan risiko keuangan.
4. Membantu mengendalikan pengaruh investasi terhadap ukuran kinerja.

Selain itu, metode periode pengembalian juga memiliki kelebihan, yaitu sederhana
perhitungannya dan mudah untuk diaplikasikan. Namun, metode periode pengembalian
mengandung kelemahan signifikan, yaitu mengabaikan kinerja investasi setelah melewati
periode pengembalian dan nilai waktu uang. Meskipun perhitungan periode pengembalian
mungkin bermanfaat bagi seorang manajer, tetapi hanya mengandalkan pada hal itu saja
dalam keputusan investasi modal akan kurang bijaksana.
Metode Tingkat Pengembalian Akuntansi

Tingkat pengembalian akuntansi (accounting rate of return) merupakan model


nondiskonto kedua yang lazim digunakan. Tingkat pengembalian akuntansi mengukur
kelayakan suatu proyek dengan menggunakan laba, bukan arus kas proyek. Tingkat
pengembalian akuntansi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Tingkat pengembalian akuntansi = Laba rata-rata/Investasi awal atau investasi rata-rata

Laba tidak ekuivalen dengan arus kas karena adanya faktor akrual dan penanggulan
(deferral) yang digunakan dalam perhitungannya. Laba rata-rata dari suatu proyek diperoleh
dengan cara menjumlahkan laba bersih setiap tahun selama umur proyek, dan kemudian
membagi laba bersih total tersebut dengan jumlah tahun. Laba bersih rata-rata suatu proyek
dapat ditaksir dengan cara mengurangkan depresiasi rata-rata dari arus kas rata-rata. Apabila
semua pendapatan yang diperoleh dalam satu periode dikumpulkan dan depresiasi merupakan
satu-satunya biaya nonkas, maka taksiran yang dibuat tersebut adalah tepat.

Cara perhitungan laba bersih dan arus kas dapat dirumuskan dalam suatu formula
sederhana sebagai berikut.

AK = LB + D atau LB = AK - D

Keterangan:

AK = Arus kas

LB = Laba bersih

D = Depresiasi

Untuk mengilustrasikan perbedaan perhitungan laba bersih dan arus kas diasumsikan
bahwa suatu investasi pembelian mesin baru memerlukan pengeluaran awal (initial outlay)
sebesar Rp80.000.000. Investasi tersebut menjanjikan penerimaan arus kas total sebesar
Rp120.000.000 selama 5 tahun ke depan (sesuai umur mesin). Berdasarkan data tersebut,
maka dapat dihitung laba bersih dan arus kas sebagai berikut.

1. Arus kas rata-rata selama lima tahun adalah sebesar Rp24.000.000 (Rp120.000.000 +5).

2. Depresiasi rata-rata selama lima tahun adalah sebesar Rp16.000.000 (Rp80.000.000 +5).

3. Laba bersih adalah sebesar Rp8.000.000 yang diperoleh dari hasil pengurangan depresiasi
terhadap arus kas sesuai formula yang ditunjukkan sebelumnya, atau Rp24.000.000
Rp16.000.000.

Investasi dapat didefinisikan sebagai investasi awal atau sebagai investasi rata-rata.
Sebagai contoh, I adalah investasi awal, S adalah nilai sisa, dan diasumsikan bahwa investasi
dikonsumsi secara merata, maka investasi rata-rata dapat didefinisikan sebagal berikut.

Investasi rata-rata = 1+S/2

Untuk mengilustrasikan perhitungan tingkat pengembalian akuntansi, diasumsikan


bahwa suatu investasi memerlukan pengeluaran awal sebesar Rp200.000.000. Umur investasi
adalah 5 tahun dengan arus kas adalah sebesar Rp60.000.000, Rp60.000.000, Rp80.000.000
Rp60.000.000, dan Rp100.000.000. Diasumsikan pula bahwa aset tersebut tidak memiliki
nilai sisa setelah 5 tahun dan semua pendapatan yang diperoleh dalam satu tahun tertagih
dalam tahun tersebut. Arus kas total selama 5 tahun adalah Rp360.000.000 yang berart arus
kas rata-rata adalah Rp72.000.000 (Rp360.000.000/5). Depresiasi rata-rata adalah
Rp40.000.000 (Rp200.000.000/5). Laba bersih rata-rata adalah selisih di antara kedua angka
tersebut, yaitu Rp32.000.000 (Rp72.000.000 Rp40.000.000). Dengan menggunakan laba
bersih rata-rata dan investasi awal akan diperoleh tingkat pengembalian akuntansi sebesar
16% (Rp32.000.000/Rp200.000.000). Apabila investasi rata-rata yang digunakan sebagai
pengganti investasi awal, maka tingkat pengembalian akuntansi akan menjadi 32%
(Rp32.000.000/Rp 100.000.000).

Sering kali kontrak utang mensyaratkan bahwa perusahaan diharuskan


mempertahankan rasio akuntansi keuangan tertentu yang dapat dipengaruhi oleh laba yang
dilaporkan dan tingkat aset jangka panjang. Dengan demikian, tingkat pengembalian
akuntansi dapat digunakan sebagai ukuran penyaringan untuk memastikan bahwa setiap
investasi baru tidak akan membawa pengaruh yang bertentangan dengan rasio tersebut. Selain
itu, karena bonus untuk para manajer sering kali didasarkan pada laba akuntansi atau
pengembalian atas aset, maka mereka mungkin memiliki kepentingan pribadi dalam hal
bahwa setiap investasi baru berkontribusi secara signifikan terhadap laba bersih. Seorang
manajer yang sedang berusaha memaksimalkan keuntungan pribadi akan memilih investasi
yang menghasilkan laba bersih tertinggi dari setiap rupiah yang diinvestasikan.

Tidak seperti metode periode pengembalian, metode tingkat pengembalian akuntansi


benar-benar mempertimbangkan profitabilitas proyek. Metode tingkat pengembalian
akuntansi memiliki kesamaan dengan metode periode pengembalian, yaitu keduanya
mengabaikan nilai waktu uang. Pengabaian nilai waktu uang juga merupakan kelemahan
metode tingkat pengembalian akuntansi karena metode ini dapat mendorong seorang manajer
untuk memilih investasi yang tidak memaksimalkan laba. Oleh karena mengabaikan nilai
waktu uang, maka baik metode periode pengembalian maupun metode tingkat pengembalian
akuntansi disebut sebagai model nondiskonto. Model diskonto menggunakan arus kas yang
didiskontokan (discounted cash flow), yaitu dengan cara arus kas masa depan dinyatakan
dalam nilai sekarang. Penggunaan model diskonto memerlukan pemahaman tentang konsep
nilai sekarang (present value concept). Tabel nilai sekarang disajikan dalam lampiran pada
akhir bab ini. Tabel tersebut dirujuk dan digunakan dalam seluruh bab ini.

MODEL-MODEL DISKONTO

Model diskonto secara eksplisit mempertimbangkan nilai waktu uang dan


memasukkan konsep diskonto arus kas masuk dan arus kas keluar. Dua model diskonto akan
dibahas, yaitu metode NPV (net present value-nilai sekarang bersih) dan metode IRR
(internal rate of return-tingkat pengembalian internal). Metode NPV akan dibahas terlebih
dahulu, sedangkan metode IRR akan dibahas pada bagian berikutnya.

Metode NPV (Net Present Value)

NPV (net present value-nilai sekarang bersih) merupakan selisih antara nilai sekarang
arus kas masuk dan nilai sekarang arus kas keluar yang berhubungan dengan suatu proyek
Persamaan 1 berikut ini dapat menjelaskan tentang definisi NPV.
NPV digunakan untuk mengukur kinerja atau kelayakan suatu investasi. Apabila NPV
suatu proyek adalah positif, hal itu berarti terjadi peningkatan kekayaan. Bagi suatu
perusahaan, hal ini berarti bahwa besarnya nilai positif NPV mengukur terjadinya
peningkatan nilai perusahaan yang dihasilkan dari suatu investasi. Dalam menggunakan
metode NPV, tingkat pengembalian yang disyaratkan (required rate of return) harus
didefinisikan. Tingkat pengembalian yang disyaratkan merupakan tingkat pengembalian
minimum yang dapat diterima. Tingkat pengembalian minimum yang diterima juga disebut
sebagai tingkat diskonto (discount rate), hurdle rate, dan biaya modal (cost of capital).

Apabila NPV positif, hal tersebut menandakan bahwa: (1) investasi awal telah tertutup,
(2) tingkat pengembalian yang disyaratkan telah berhasil dipenuhi, dan (3) tingkat
pengembalian yang melebihi butir (1) dan (2) telah diterima. Jadi, apabila NPV lebih besar
daripada nol, maka dapat disimpulkan bahwa investasi menguntungkan dan investasi dapat
diterima. Apabila NPV sama dengan nol, maka pengambil keputusan dapat menerima atau
menolak investasi tersebut. Akhirnya, apabila NPV lebih kecil daripada nol, maka investasi
sebaiknya ditolak.

Berikut ini ditunjukkan ilustrasi tentang pengertian NPV untuk memberikan gambaran
secara jelas. Sebagai contoh, PT Berlian Indah sedang mengembangkan komponen baru
untuk Tablet PC yang diyakini lebih unggul dibandingkan dengan produk yang sudah ada di
pasar. Manajer pemasaran tertarik dengan prospek produk baru tersebut setelah
menyelesaikan studi pasar secara mendalam yang mengungkapkan bahwa pendapatan kas
tahunan diharapkan mencapai Rp300.000.000. Tablet PC memiliki proyeksi siklus hidup
produk selama lima tahun. Peralatan untuk membuat Tablet PC akan membutuhkan biaya
sebesar Rp640.000.000, Setelah lima tahun, peralatan tersebut dapat dijual dengan harga
Rp80.000.000. Di samping peralatan, modal kerja diperkirakan akan bertambah sebesar
Rp80.000.000 karena meningkatnya persediaan dan piutang. Perusahaan berharap dapat
memperoleh kembali investasi dalam modal kerja pada akhir umur proyek. Biaya operasi kas
tahunan diperkirakan sebesar Rp360.000.000 dengan asumsi bahwa tingkat pengembalian
yang diperlukan adalah 12 persen. Apakah perusahaan sebaiknya memproduksi komponen
baru tersebut?

PERAGA 11.2
Dalam menjawab pertanyaan di atas, perlu ditempuh dua langkah berikut: (1) arus kas
setiap tahun harus diestimasi, dan (2) NPV harus dihitung dengan menggunakan arus kas
yang diperoleh dari langkah 1. Solusi masalah di atas dijelaskan dalam Peraga 11.2.
Perhatikan bahwa langkah 2 menawarkan dua pendekatan untuk menghitung NPV
Pendekatan 2A menghitung NPV dengan menggunakan faktor diskonto dari Tabel 1.
Pendekatan 2B menyederhanakan perhitungan dengan menggunakan faktor diskonto tunggal
dari Tabel 2 untuk arus kas sama yang dihasilkan pada tahun ke-1 sampai ke-4.

Metode IRR (Internal Rate of Return)

Model diskonto lainnya adalah metode IRR (internal rate of return-tingkat


pengembalian internal). IRR didefinisikan sebagai tingkat bunga yang menentukan nilai
sekarang dari arus kas masuk proyek sama dengan nilai sekarang dari biaya proyek tersebut.
Dengan kata lain, IRR adalah tingkat bunga yang menjadikan NPV proyek sama dengan nol.
Persamaan 2 berikut ini dapat digunakan untuk menentukan IRR proyek.

Sisi kanan persamaan merupakan nilai sekarang dari arus kas masa depan dan sisi
kirinya merupakan investasi. Apabila data I, CF, dan t diketahui, maka IRR (tingkat bunga i
dalam persamaan) akan dapat diketahui dengan menggunakan cara coba-coba (trial and
error). Segera setelah IRR suatu proyek dihitung, IRR tersebut kemudian dibandingkan
dengan tingkat pengembalian yang disyaratkan perusahaan (firm's required rate of return).
Apabila IRR lebih besar daripada tingkat pengembalian yang disyaratkan, maka proyek
tersebut dapat diterima; apabila IRR sama dengan tingkat pengembalian yang disyaratkan.
maka proyek dapat diterima atau ditolak; dan apabila IRR lebih kecil daripada tingkat
pengembalian yang disyaratkan, maka proyek ditolak.

Arus Kas Seragam. Untuk mengilustrasikan perhitungan IRR dalam situasi


multiperiode, diasumsikan bahwa suatu perusahaan memiliki peluang investasi sebesar
Rp240.000.000 pada suatu teknologi baru yang akan menghasilkan arus kas masuk bersih
sebesar Rp99.900.000 pada setiap akhir tahun selama tiga tahun. IRR adalah tingkat bunga
yang menyamakan nilai sekarang dari tiga penerimaan kas sebesar Rp99.900.000 dengan
investasi sebesar Rp240.000.000. Oleh karena rangkaian arus kasnya seragam, maka faktor
diskonto tunggal dari Tabel 2 dapat digunakan untuk menghitung nilai sekarang anuitas
tersebut. Dengan df sebagai faktor diskonto dan CF sebagai arus kas tahunan, maka dapat
dibuat persamaan sebagai berikut.

I = CF (df)

Dengan menghitung df, maka akan didapatkan:

df = I/CF

= Investasi/Arus kas tahunan

Segera setelah faktor diskonto dihitung , selanjutnya temukan baris yang berhubungan
dengan umur proyek tersebut, kemudian berpindah di sepanjang baris tersebut sampai faktor
diskonto yang dihitung ditemukan. Tingkat bunga yang berhubungan dengan faktor diskonto
inilah yang disebut IRR.

Sebagai contoh, faktor diskonto pada investasi perusahaan di atas adalah 2,402
(Rp240.000.000/Rp99.900.000). Apabila umur investasi tersebut adalah 3 tahun, selanjutnya
harus ditemukan baris ketiga dalam Tabel 2 dan kemudian bergerak di sepanjang baris
tersebut sampai ditemukan angka 2,402. Tingkat bunga yang berhubungan dengan 2,402
adalah 12 persen yang merupakan IRR.

Tabel 2 tidak menyediakan faktor diskonto untuk setiap kemungkinan tingkat bunga.
Sebagai ilustrasi, diasumsikan bahwa arus kas masuk tahunan yang ditaksir oleh perusahaan
adalah sebesar Rp102.000.000. Faktor diskonto yang baru adalah 2,353 (Rp240.000.000/
Rp102.000.000). Sekali lagi, kembali ke baris ketiga dalam Tabel 2, maka akan ditemukan
bahwa faktor diskontonya adalah terletak di antara 12 persen dan 14 persen. Dimungkinkan
untuk menghitung IRR dengan cara interpolasi (interpolasi menghitung IRR sesungguhnya
dengan mengasumsikan bahwa IRR merupakan jarak proporsional yang sama antara 12
persen dan 14 persen karena faktor diskonto sesungguhnya dari 2,353 terletak di antara
faktor-faktor diskonto tabel).

Agar pemahaman tentang interpolasi menjadi lebih jelas, berikut ini ditunjukkan contoh
perhitungannya. Sebagai contoh, Nona Dania adalah seorang manajer perusahaan otomotif
yang sedang mempertimbangkan untuk melakukan investasi dalam pembelian peralatan
perakitan mobil. Untuk mendapatkan peralatan baru tersebut diperlukan pengeluaran dana
awal (initial outlay) sebesar Rp60.000.000. Dana tersebut dapat diperoleh dari dua sumber,
yaitu (1) dana deposito milik perusahaan yang ada di bank sebesar Rp30.000.000 dengan
tingkat bunga deposito sebesar 13 persen, dan (2) pinjaman perusahaan kepada bank sebesar
Rp30.000.000 dengan tingkat bunga pinjaman sebesar 15 persen. Biaya modal (cost of
capital) rata-rata merupakan discount rate yang akan digunakan sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan investasi. Nona Dania memperkirakan bahwa dengan dimilikinya
peralatan perakitan mobil yang baru tersebut, perusahaan akan dapat memperoleh penerimaan
kas (cash inflow) sebesar Rp10.000.000 per tahun. Nona Dania berharap peralatan baru
tersebut dapat digunakan oleh perusahaan selama 20 tahun.

Berdasarkan data di atas, maka untuk menentukan nilai IRR diperlukan langkah-
langkah sebagai berikut.

1. Menghitung faktor diskonto. Faktor diskonto dihitung dengan cara membagi investast
(initial outlay) dengan arus kas mask, atau Rp60.000.000/Rp10.000.000 = 6
2. Menentukan nilai IRR (I dalam tabel) berdasarkan besarnya nilai faktor diskonto yang
diperoleh dari perhitungan pada langkah sebelumnya.
3. Dari Tabel 2 diketahui bahwa berdasarkan nilai faktor diskonto sebesar 6, IRR terletak
di antara 14 persen dan 16 persen (gunakan baris tahun ke-20).
4. Oleh karena IRR terletak di antara i (14%) dan i (16%), maka penentuan nilai IRR
perlu dilakukan dengan cara interpolasi. Perhitungan interpolasi dapat dilakukan
melalui dua cara berikut ini.

Interpolasi 1
a. Berdasarkan nilai i (14%) dalam tabel, diketahui bahwa nilai faktor diskonto adalah
sebesar 6,623.
b. Berdasarkan nilai i (16%) dalam tabel, diketahui bahwa nilai faktor diskonto adalah
sebesar 5,929.
c. Selisih i di antara 14% dan 16% adalah sebesar 2%.
d. Selisih faktor diskonto di antara 6,623 dan 5,929 adalah sebesar 0,694.
e. Selisih faktor diskonto 6,623 dan 6,000 adalah sebesar 0,623.
f. Berdasarkan kedua selisih di atas, maka dapat dihitung IRR dengan cara menambah i
(terendah) dengan rasio kedua selisih: 14% + (0,623/0,694) 2% = 15,7953%.

Interpolasi 2

a. Berdasarkan nilai i (14%) dalam tabel, diketahui bahwa nilai faktor diskonto adalah
sebesar 6,623.
b. Berdasarkan nilai i (16%) dalam tabel, diketahui bahwa nilai faktor diskonto adalah
sebesar 5,929.
c. Selisih i di antara 14% dan 16% adalah sebesar 2%.
d. Selisih faktor diskonto di antara 6,623 dan 5,929 adalah sebesar 0,694.
e. Selisih faktor diskonto 5,929 dan 6,000 adalah sebesar 0,071.
f. Berdasarkan kedua selisih di atas, maka dapat dihitung IRR dengan cara mengurangi i
(tertinggi) dengan rasio kedua selisih: 16% - (0,071/0,694) 2% 15,7953%.

Arus Kas Tidak Seragam. Apabila arus kas setiap tahun jumlahnya tidak sama
(seragam). maka harus digunakan Persamaan 3. Dalam situasi multiperiode, Persamaan 3
dapat dipecahkan melalui teknik coba-coba atau dengan menggunakan kalkulator bisnis atau
paket software seperti Microsoft Office Excel. Untuk mengilustrasikan solusi dengan teknik
coba-coba (trial and error), diasumsikan bahwa investasi Rp20.000.000 pada sistem PC
menghasilkan penghematan aktivitas klerikal sebesar Rp12.000.000 dan Rp14.400.000 per
tahun selama dua tahun. IRR-nya adalah tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari
kedua arus kas masuk sama dengan Rp20.000.000, yaitu:
Untuk memecahkan persamaan ini dengan menggunakan teknik coba-coba, dimulai
dengan menetapkan nilai yang memungkinkan untuk i. Berdasarkan percobaan yang pertama,
nilai sekarang arus kas masa depan dapat dihitung dan kemudian dibandingkan dengan
investasi awal. Apabila nilai sekarang lebih besar daripada investasi awal, berarti tingkat
bunga tersebut terlalu rendah; apabila nilai sekarang lebih kecil daripada investasi awal,
berarti tingkat bunganya terlalu tinggi. Coba-coba berikutnya kemudian disesuaikan.

Diasumsikan bahwa percobaan dengan tingkat bunga yang pertama adalah 18 persen.
Dengan menggunakan i sama dengan 0,18, Tabel 1 menghasilkan faktor diskonto berikut:
0,847 (Periode 1) dan 0,718 (Periode 2). Faktor diskonto ini menghasilkan nilai sekarang
pada kedua arus kas masuk sebagai berikut:

P = (0,847 x Rp 12.000.000) + (0,718 x Rp14.400.000) = Rp20.504.000

Apabila P lebih besar daripada Rp20.000.000, berarti tingkat bunga yang ditetapkan
terlalu rendah. Oleh karena itu, perlu digunakan tingkat bunga yang lebih tinggi. Apabila
coba-coba berikutnya adalah dengan tingkat bunga 20 persen, maka akan diperoleh hasil
sebagai berikut:

P = (0,833 x Rp12.000.000)+(0,694 x Rp14.400.000) = Rp19.990.000

Apabila nilai ini cukup mendekati angka Rp20.000.000, maka dapat dikatakan bahwa
IRR adalah 20 persen. Sebenarnya dengan IRR 20 persen adalah sudah tepat; nilai sekarang
tersebut sedikit lebih kecil daripada investasi karena adanya pembulatan dalam faktor
diskonto yang terdapat pada Tabel 1.
Daftar pustaka
Siregar B,dkk. (2013). AKUNTANSI MANAJEMEN. Jakarta Selatan: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai