Anda di halaman 1dari 11

PEMBAHASAN

1. METODOLOGI UNTUK PERANCANGAN PENGUJIAN RINCI SALDO


Metodologi berkaitan langsung dengan kertas kerja perencanaan bukti yang untuk
pertama kalinya telah iperkenalkan pada Bab 9. Bukti yang tepat harus diperoleh dar
pengujian rinci saldo harus diputuskan atas dasar tujuan-demi-tujuan. Berhubung adanya
sejumlah interaksi yang mempengaruhi kebutuhan akan bukti dari pengujian rinci saldo,
maka keputusan audit ini bisa menjadi kompleks. Sebagai contoh, audit harus
mengevaluasi potensi terjadinya penyelewengan (fraud) dan juga harus
mempertimbangkan risiko bawaan, dengan berbagai macam tujuan, disamping harus
mempertimbangkan hasil pengujian pengendalian dan penetapan risiko pengendalian
yang bersangkutan. Selain itu auditor harus juga mempertimbangkan hasil pengujian
substantif atas penjualan dan penerimaan kas.
Dalam perancangan pengujian rinci saldo untuk piutang usaha, auditor harus
mendapatkan hasil yang memuaskan atas delapan tujuan audit saldo. Kedelapan tujuan
umum ini sama untuk semua akun. Untuk yang khusus diterapkan bagi piutang, tujuan
tersebut disebut tujuan audit saldo piutang usaha sebagai berikut:
a. Piutang usaha dalam daftar umur piutang cocok dengan jumlah dalam master file
yang bersangkutan, dan perjumlahannya sudah benar dan cocok dengan saldo di
buku besar (kecocokan saldo).
b. Piutang yang tercantum dalam pembukuan sungguh-sungguh ada (Keberadaan).
c. Semua piutang yang ada telah dicatat dalam pembukuan (Kelengkapan).
d. Piutang usaha telah dicatat dengan akurat (Ketelitian).
e. Piutang usaha telah digolongkan dengan benar (Penggolongan).
f. Pisah atas piutang usaha ditetapkan dengan benar (Pisah-batas).
g. Piutang usaha dinyatakan sebesar nilai yang bisa direalisasi.
h. Klien memiliki hak terhadap piutang usaha.
1.1. Mengidentifikasi Risiko Bisnis Klien yang Berhubungan dengan Piutang Usaha
(Tahap I)
Pengujian piutang usaha didasarkan pada prosedur penetapan maka resiko auditor
yang memberi pemahaman tentang bisnis dan bidang usaha klien. Sebagai bagian dari
proses mendapatkan pemahaman tersebut, auditor mempelajari bidang usaha klien dan
lingkungan eksternal dan mengevaluasi tujuan manajemen serta proses bisnis untuk
mengidentifikasi risiko bisnis klien yang signfikan yang dapat mempengaruhi laporan

1
keuangan, termasuk piutang usaha. Sebagai bagian dari proses mendapatkan pemahaman
ini pula, manajemen juga melakukan prosedur analitis pendahuluan yang mungkin
memberi petunjuk meningkatnya risiko kesalahan penyajian dalam piutang usaha.
Risiko bisnis klien yang mempengaruhi piutang usaha, dipertimbangkan dalam
evaluasi auditor tentang risiko bawaan dan rencana pengumpulan bukti untuk piutang
usaha. Sebagai contoh, sebagai akibat adanya penurunan dalam kondisi perekonomian,
auditor bisa menaikkan risiko bawaan untuk nilai bersih bisa direalisasi piutang usaha.
1.2. Menetapkan Kesalahan Penyajian Bisa Ditoleransi dan Risiko Bawaan
Auditor pertama-tama menetapkan pertimbangan materialitas pendahuluan untuk
keseluruhan laporan keuangan, dan kemudian mengalokasikan jumlah pertimbangan
pendahuluan tersebut ke setiap akun neraca yang signifikan. Pengalokasian ini disebut
menetapkan kesalahan penyajian bisa ditoleransi. Piutang usaha biasanya merupakan
salah satu akun paling material dalam laporan keuangan ada perusahaan yang melakukan
penjualan secara kredit. Walaupun saldo akhir berjumlah kecil, namun transaksi dalam
siklus penjualan dan pengumpulan piutang yang mempengaruhi saldo piutang usaha bisa
sangat signifikan.
Auditor menetapkan risiko bawaan untuk setiap tujuan audit untuk suatu akun seperti
halnya piutang usaha, dengan mempertimbangkan risiko bisnis kliem dam sifat klien
serta bidang usahanya. Auditor umumnya mengidentifikasi suatu risiko kecurangan
(fraud risk) tertentu untuk pengakuan pendapatan.
1.3. Menetapkan Risiko Pengendalian untuk Siklus Penjualan dan Pengumpulan
Piutang
Auditor biasanya menekankan tiga aspek pengendalian internal, yaitu:
a. Pengendalian untuk mencegah atau mendeteksi kesalahan dan kecurangan
b. Pengendalian terhadap pisah batas (cut off)
c. Pengendalian yang berkaitan dengan akun cadangan kerugian piutang
Ada dua aspek Hubungan antara tujuan audit transaksi untuk penjualan dan
pengumpulan piutang dengan tujuan audit saldo untuk piutang usaha yang perlu
mendapat perhatian khusus, yaitu:
a. Untuk penjualan, tujuan audit transaksi – keterjadian mempengaruhi tujuan audit
saldo – keberadaan. Namun untuk penerimaan kas, tujuan audit transaksi – keterjadian
mempengaruhi tujuan audit saldo – kelengkapan. Hubungan serupa terjadi untuk
tujuan audit transaksi – kelengkapan. Alasan terjadinya kesimpulan yang mengejutkan

2
ini karena kenaikan dalam penjualan otomatis akan menyebabkan kenaikan piutang
usaha; tetapi kenaikan dalam penerimaan kas akan mengurangi piutang usaha.
b. Tujuan audit saldo – nilai bersih bisa direalisasi dan hak, demikian pula tujuan audit
penyajian an pengungkapan, tidak terpengaruh oleh penetapan risiko pengendalian
untuk golongan transaksi. Untuk menetapkan risiko pengendalian di bawah
maksimum untuk tujuan-tujuan audit tersebut, auditor harus mengidentifikasi dan
menguji pengendalian lain yang mendukung tujuan-tujuan tersebut.
1.4. Merancang dan Melaksanakan Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif
Transaksi (Tahap II)
Bab 11 dan Bab 12 membahas perancangan prosedur audit untuk pengujian
pengendalian dan pengujian substantif transaksi, memutuskan ukuran sampel, dan
mengevaluasi hasil pengujain-pengujian tersebut. Hasil pengujian pengendalian
menentukan apakah penetapan risiko pengendalian untuk penjualan dan pengumpulan
piutang haus direvisi atau tidak. Auditor menggunakan hasil pengujian substantif
transaksi untuk menentukan seberapa besar risiko deteksi untuk memenuhi setiap tujuan
audit saldo piutang usaha.
1.5. Merancang dan Melaksanakan Prosedur Analitis (Tahap III)
Kebanyakan prosedur analitis yang dilaksanakan selama tahap pengujian detil
dilakukan setelah tanggal neraca tetapi sebelum pengujian detil saldo. Tidak banyak
manfaatnya bila auditor melakukan prosedut analitis sementar klien masih mencatat
transaksi yang terjadi tahun yang bersangkutan dan menyelesaikan laporan keuangannya.
Auditor melakukan prosedur analitis untuk keseluruhan siklus penjualan dan
pengumpulan piutang, tidak hanya piutang usaha. Hal ni penting, karena adanya
hubungan yang erat antara akun-akun laba rugi dengan akun-akun neraca. Apabila
auditor mengidentifikasi adanya kemungkinan kesalahan penyajian dalam penjualan atau
retur penjualan dengan menggunakan prosedur analitis, kemungkinan kesalahan
penyajian piutang usaha akan terkurangi.
Selain dengan menggunakan prosedur analitis, auditor juga harus mereview piutang
usaha bersaldo besar dan jumlahnya tidak biasa, akun piutang yang sudah lama tidak
dilunasi, piutang kepada perusahaan afiliasi, piutang kepada direksi dan staf perusahaan,
serta piutang bersaldo kredt. Untuk mengidentifikasi jumlah-jumlah tersebut auditor
harus mereview data umur piutang pertanggal neraca untuk menentukan akan piutang
mana yang harus diselidiki lebih lanjut.

3
Kesimpulan auditor tentang prosedur analitis substantif untuk penjualan dan
pengumpulan piutang dicantumkan dalam kertas kerja perencanaan bukti. Karena
prosedur analitis merupakan pengujian substantif, hasil analisis akan mengurangi luas
pengujian yang harus ilakukan auditor untuk melaksanakan pengujian detil saldo apabila
hasilnya menguntungkan.
1.6. Merancang dan Melaksanakan Pengujian Detil Saldo Piutang Usaha (Tahap IV)
Apabila prosedur analitis dalam siklus penjualan dan pengumpulan piutang
mengungkapkan adanya fluktuasi yang tidak biasa, auditor harus mengajukan pertanyaan
tambahan kepada manajemen. Jawaban dari manajemen harus dievaluasi dengan kritis
untuk menentukan apakah jawaban tersebut cukup menjelaskan fuktuasi tidak biasa
tersebut dan apakah diserta dengan bukti pendukung.
Tugas untuk memadukan faktor-faktor yang menentukan risko deteksi direncanakan
cukup kompleks karena pengukur setiap faktor tidak bisa dipresisi dan bobot yang
diberikan kepada faktor sangat subyektif. Sebalknya, hubungan antara setiap faktor dan
risiko deteksi direncakan ditetapkan dengan baik.
Jumlah bukti audit direncanakan berkebalikan dengan risiko deteksi direncanakan.
Setelah bukti audit direncanakan ditentukan apakah tinggi, medium, atau rendah,
selanjutnya auditor harus memutuskan prosedur audit, ukuran sampel, unsur yang harus
dipilih, dan saat yang tepat.

2. PERANCANGAN PENGUJIAN RINCI SALDO


Konfirmasi piutang usaha adalah pengujian rinci saldo piutang usaha yang paling
penting. Pengujian rinci saldo atas piutang usaha mengasumsikan dua hal:
1. Auditor telah menyelesaikan kertas kerja perencanaan bukti.
2. Auditor telah menetapkan risiko deteksi direncanankan untuk pengujian rinci untuk
setiap tujuan audit.
2.1. Kecocokan Saldo Dalam Catatan
Akun piutang usaha dan akun cadangan ekgiatan piutang akan didasarkan pada daftar
umum piutang. Daftar umum piutang adalah suatu daftar yang berisi saldo-saldo setiap
akun yang terdapat dalam master file piutang usaha per tanggal neraca.
Biasanya auditor menguji kecocokan informasi dalam daftar piutang sebelum
melakukan pengujian lain untuk memastikan bahwa populasi yang akanduji cocok
dengan buku besar dan master file piutang usaha. Auditor harus menelusur suatu sampel

4
dari saldo individual ke dokumen pendukung seperti misalnya duplikat faktur penjualan
untuk memastikan kebenaran nama pembeli, jumlah saldo, dan kebenaran penentuan.
Auditor juga sering menggunakan perangkat lunak audit untuk memeriksa
penjumlahan vertical dalam daftar umum piutang dan menghitung ulang umur piutang.
2.2. Keberadaan – Piutang Usaha
Konfrimasi saldo piutang adalah pengujian rinci saldo terpenting untuk menentukan
keberadaan piutang usaha sebagaimana tercantum dalam pembukuan.biasanya auditor
tidak memeriksa bukti pengiriman barang atau bukti penerimaan kas setelah tanggal
neraca untuk setiap akun yang dikonfirmasi, tapi hal ini baru dilakukan secara ekstensif
sebagai prosedur alternative untuk akun yang tidak memberi jawaban atas konfirmasi.
2.3. Kelengkapan – Piutang Usaha
Auditor mengalami kesulitan untuk menguju akun piutang yang dengan sengaja
dihilangkan (tidak dicantumkan) dari daftar umur piutang dan hanya mengandalkan pada
sifat keseimbangan yang dimiliki oleh master file piutang.
Apabila semua penjualan kepada seorang pelanggan dihilangkan dari jurnal penjualan,
kurang saji piutang usaha hamper tidak mungkin terungkap melalui pengujian rinci
saldo. Penjualan kepada pelanggan baru yang tidak dicatat, sulit diidentifikasi untuk
dikonfirmasi karena nama pelanggan baru tersebut tidak trcantum dalam master file.
Cara terbaik untuk menemukan kurang saji penjualan dan piutang usaha adalah
dengan pengujian substantive transaksi atas pengiriman barang yang tidak dicatat (tujuan
kelengkapan untuk pengujian transaksi penjualan) dan dengan prosedur analitis.
2.4. Ketelitian – Piutang Usaha
Konfirmasi akun-akun piutang usaha yang dipilih dari daftar umur piutang adalah
pengujian rinci saldo yang paling sering dilakukan untuk menguji ketelitian piutang
usaha. Auditor melakukan pengujian dengan memeriksa pendebatan dan pengkreditan
pada masing-masing akun pelanggan individual dengan membandingkannya pada
dokumen pendukung pengiriman barang dan penerimaan kas.
2.5. Penggolongan – Piutang Usaha
Dengan cara mereview daftar umum piutang dapat diketahui ada tidaknya piutang
kepada perusahaan afiliasi, piutang kepada pejabat dan staf perusahaan, atau piutang
kepada pihak-pihak berelasi yang material. Piutang bersaldo kredit yang signifikan telah
dikelompokkan sebagai utang usaha.
Untuk memenuhi tujuan audit saldo tentang penggolongan, auditor harus memastikan
bahwa klien telah menggolongkan piutang dengan tepat, dan piutang usaha dipisahkan

5
dari piutang lainnya. Untuk memenuhi tujuan penyajian dan pengungkapan, auditor
harus memastikan bahwa penggolongan telah disajikan dengan tepat dengan menentukan
apakah transaksi dengan pihak berelasi telah dicantumkan dengan benar selama tahap
penyelesaian audit.
2.6. Pisah Batas – Piutang Usaha
Kesalahan penyajian pisah batas terjadi apabila transaksi pada tahun ini dicatat pada
tahun berikutnya atau sebaliknya. Tujuannya adalah untuk memeriksa apakah transaksi
menjelang akhir tahun buku telah dicatat pada periode yang tepat. Untuk menentukan
kewajaran pisah batas, auditor melakukan pendekatan sebagai berikut :
a. Tetapkan criteria yang tepat untuk pisah batas
b. Evaluasi apakah klien telah menetapkan prosedur yang memadai untuk pisah batas
yang sewajarnya,
c. Ujilah apakah pisah batas telah dilakukan dengan benar.
2.7. Pisah Batas Penjualan
Adanya pemisahan tugas antara bagian pengiriman dan bagian pembuatan faktur juga
akan mempengaruhi terciptanya pencatatan transaksi pada periode yang tepat.
Pengendalian internal perusahaan klien cukup baik, auditor biasanya dapat memeriksa
pisah batas dengan meminta dokumen pengiriman barang yang terakhir yang dilakukan
pada akhir tahun buku dan membandingkan nomor bukti pengiriman barang ini dengan
penjualan tahun ini dan penjualan tahun berikutnya.
2.8. Pisah Batas Retur Penjualan
Standar akuntansi mensyaratkan retur penjualan bisa dibandingkan dengan penjualan
yang bersangkutan pada periode yang sama, apabila jumlahnya material. Ada juga
perusahaan yang membentuk cadangan, seperti cadangan kerugian piutang, yang
disediakan untuk retur yang diperkirakan terjadi periode berikutnya.
Auditor dapat memeriksa suatu sampel bukti pendukung retur penjualan yang terjadi
beberapa minggu setelah berakhirnya tahun buku untuk menentukan tanggal penjualan
yang berkaitan dengan retur tersebut.
2.9. Pisah Batas Penerimaan Kas
Pengujian kesalahan penyajian pisah batas penerimaan kas mudah dilakukan dengan
cara menelusur penerimaan kas ke setoran kas ke bank yang Nampak dalam laporan
bank pada periode berikutnya.
2.10. Nilai Bersih yang Bisa Direalisasi – Piutang Usaha

6
Sama dengan piutang bruto dikurangi dengan cadangan kerugian piutang. Untuk
menghitung besarnya cadangan, klien menaksir jumlah total piutang yang diperkirakan
tidak akan bisa ditagih.
2.11. Beban Kerugian Piutang
Untuk mudah memeriksa beban kerugian piutang dengan aasumsi bahwa:
a. Saldo awal dalam akun cadangan telah diperiksa sebagai bagian dari audit tahun yang
lalu.
b. Piutang tak tertagih yang telah dihapus telah diperiksa sebagai bagian dari pengujian
substantive transaksi.
c. Saldo akhir dalam akun cadangan telah diperiksa dengan berbagai cara.
2.12. Hak Klien atas Piutang
Pada umumnya tidak merupakan masalah dalam audit, karena piutang biasanya
memang merupakan milik klien. Untuk mengungkapkan situasi di mana klien telah
dibatasi haknya oleh piutang, auditor bisa mereview notulen rapat, membicarakannya
dengan klien, mengirim konfirmasi ke bank, memeriksa perjanjian pinjaman untuk
mencari konfirmasi tentang penggadaian atau penjaminan piutang, serta memeriksa arsip
korespondensi.
2.13. Penyajian dan Pengungkapan – Piutang Usaha
Pengujian atas keempat tujuan penyajian dan pengungkapan biasanya dilakukan
dengan sebagian dari tahap penyelesaian audit. Untuk menilai kecukupan penyajian dan
pengungkapan, auditor harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang persyaratan
yang di tetapkan dalam standar akuntansi keuangan tentang penyajian dan
pengungkapan.

3. KONFIRMASI PIUTANG USAHA


Konfirmasi piutang usaha adalah konsep tentang pengujian rinci saldo untuk piutang
usaha. Tujuan utama konfirmasi piutang usaha adalah untuk memenuhi tujuan
keberadaan, ketelitian dan pisah batas.
Konfirmasi adalah satu dari delapan jenis bukti audit. Konfirmasi eksternal adalah
bukti audit yang diperoleh sebagai suatu respons tertulis langsung kepada audit dari
pihak ketiga (pihak yang dikonfirmasi), baik dalam bentuk kertas atau secara elektronik
atau, media lainnya (SA 505.6) meskipun jawaban lisan juga merupakan bukti audit,
namun tidak bias disebut sebagai konfirmasi.
3.1. Ketentuan dalam Standar Audit
7
Standar audit (SA) 505 berhubungan dengan penggunaan prosedur konfirmasi
eksternal oleh auditor untuk memperoleh bukti audit berdasarkan ketentuan SA 330
(Respon Auditor terhadap Risiko yang Telah Dinilai) dan SA 500 (Bukti Audit)
SA 500 mengindikasikan bahwa kendala bukti audit dipengaruhi oleh sumber dan
sifatnya, dan ini tergantung pada kondisi individual dari bukti audit tersebut diperoleh.
Oleh karena itu, tergantung pada kondisi audit, bukti audit dalam bentuk konfirmasi
eksternal yang diperoleh auditor secara langsung dari pihak yang dikonfirmasi dapat
lebih andal dibandingkan dengan bukti audit dari pihak internal entitas, SA 505 bertujuan
untuk membantu auditor dalam mendesain dan melakukan prosedur konfirmasi eksternal
untuk memperoleh bukti audit yang relevan dan andal.
3.2. Jenis-Jenis Konfirmasi
Dalam melaksanakan prosedur konfirmasi eksternal, auditor pertama-tama harus
memutuskan jenis konfirmasi yang akan digunakan.
a. Konfirmasi Positif
Konfirmasi positif adalah suatu permintaan konfirmasi kepada pihak ketiga untuk
merespons secara langsung kepada audit yang menunjukan apakah pihak yang
dikonfirmasi setuju atau tidak setuju dengan informasi yang terdapat dalam
permintaan konfirmasi atau menyediakan informasi yang diminta. Dalam konfirmasi
positif, terdapat beberapa bentuk konfirmasi, yaitu:
i. Konfirmasi bentuk kosong, adalah sejenis konfirmasi positif tetapi konfirmasi
tersebut tidak menyebutkan jumlah rupiah melainkan meminta si penerima untuk
menyebutkan jumlah saldo atau menyampaikan informasi lainnya.
ii. Konfirmasi faktur, adalah jenis lain dari konfirmasi positif yang hanya minta
konfirmasi atas suatu faktur tertentu, tidak mengenai saldo piutang secara
keseluruhan.
b. Konfirmasi Negatif
Konfirmasi negative adalah permintaan konfirmasi kepada pihak ketiga untuk
merespons secara langsung kepada audit hanya jika pihak yang dikonfirmasi tidak
setuju dengan informasi yang terdapat dalam permintaan konfirmasi.
Penentuan tentang jenis konfirmasi mana yang akan digunakan merupakan keputusan
auditor, dan hal itu harus didasarkan pada keadaan yang dijumpai dalam audit yang
bersangkutan. Standar auditing menyatakan bahwa konfirmasi negative bias
digunakan untuk mengurangi risiko audit ketingkat yang dapat diterima jika,

8
gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian taksiran adalah rendah,
sebagian besara pun bersaldo kecil.
3.3. Saat Pengiriman Konfirmasi
Bukti paling bias dipercaya dari konfirmasi diperoleh apabila konfirmasi dikirimkan
sedekat mungkin dengan akhir tahun buku. Hal ini memungkinkan auditor untuk secara
langsung menguji saldo piutang usaha yang tercantum di neraca tanpa harus
memutahirkan saldo dengan transaksi yang terjadi antara tanggal konfirmasi dan tanggal
neraca.
3.4. Ukuran Sampel untuk Konfirmasi
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi ukuran sampel piutang yang akan dikirimi
konfirmasi meliputi, kesalahan penyajian bisa dioleransi, risiko bawaan, risiko
pengendalian, risiko deteksi yang dicapai dari pengujian substantive lain, jenis
konfirmasi.
Pada pelaksaaan prosedur konfirmasi, sering kali diperlukan stratifikasi piutang.
Dalam pendekatan yang biasa diperlukan untuk melakukan stratifikasi untuk memilih
saldo yang akan dikonfirmasi, auditor mempertimbangkan baik besarnya jumlah rupiah
saldo, maupun jangka waktu atau umur piutang.
3.5. Pemeriksaan Alamat dan Pengawasan atas Konfirmasi
Auditor harus melaksanakan prosedur untuk memeriksa alamat atau alamat e-mail
yang digunakan dalam konfirmasi. Sebagai contoh, auditor harus mempertimbangkan
untuk melakukan prosedur tambahan apabila alamat hanya berupa kotak pos atau apabila
alamat e-mail tidak sama dengan website pelanggan.
Untuk konfirmasi yang dikirim melalui pos, auditor harus melaksanakan pengawasan
atas konfirmasi sampai jawaban diterima dari debitur. Klien boleh membantu dalam
penyiapan konfirmasi, tetapi auditor bertanggungjawab untuk memastikan bahwa
konfirmasi sudah dikirim melalui pos diluar kantor klien. Alamat pengembalian surat
jawabanya itu alamat kantor akuntan sebaiknya sudah tertulis pada semua amplop
jawaban agar surat yang tidak sampai ke tujuan akhirnya dikirim kembali ke kantor
akuntan dan untuk memastikan bahwa semua jawaban dikirim langsung ke kantor
akuntan.
3.6. Tindak Lanjut atas Konfirmasi Tak Terjawab
Konfirmasi yang telah dikirim tetapi tidak dikembalikan debitur sebagai bukti audit
tidak dapat dikatakan signifikan. Contohnya, konfirmasi positif tidak berjawab tidak
boleh diperlakukan sebagai bukti audit. Begitu pula untuk konfirmasi negatif, auditor

9
jangan berkesimpulan bahwa debitur telah menerima permintaan konfirmasi dan
mencermati informasi yang diminta.
Apabila digunakan konfirmasi positif, standar auditing yang mengharuskan
dilakukannya prosedur tindak lanjut atas konfirmasi yang tidak dikembalikan oleh
konsumen. Dalam situasi demikian, auditor sering mengirim ulang konfirmasi kedua atau
bahkan sampai tiga kali. Jika setelah diupayakan hal-hal tersebut debitur tetapi tidak
member jawaban, maka auditor melakukan tindak lanjut dengan melakukan prosedur
alternatif. Untuk konfirmasi tidak berjawab, auditor bias memeriksa dokumen-dokumen
berikut untuk memeriksa keberadaan dan ketelitian transaksi penjualan individual yang
membentuk saldo akhir piutan gusaha. Diantaranya:
a. Penerimaan kas kemudian
b. Duplikat faktur penjualan
c. Dokumen pengiriman barang
d. Korespondensi dengan klien
3.7. Analisis Selisih
Jika permintaan konfirmasi dikembalikan oleh pelanggan, auditor harus menentukan
penyebab setiap perbedaan yang dilaporkan. Jenis perbedaan dalam konfirmasi yang
sering dilaporkan adalah:
a. Pembayaran telah dilakukan debitur
b. Barang belum diterima debitur
c. Barang telah dikembalikan (retur)
d. Kesalahan pencatatan atau kerancuan jumlah
3.8. Menarik Kesimpulan
Jika semua perbedaan telah diselesaikan, termasuk yang ditemukan dalam melakukan
prosedur alternative, auditor harus mengevaluasi ulang pengendalian internal.
Keputusan akhir mengenai piutang usaha dan penjualan adalah apakah bukti yang
mencukupi telah diproses melalui pengujian pengendalian dan pengujian substansif atas
transaksi, prosedur analitis, prosedur pisah batas, konfirmasi, dan pengujian substansif
lainnya untuk menjustifikasi penarikan kesimpulan mengenai kebenaran saldo yang
dinyatakan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Jusup, Al. Haryono. 2014. Auditing (Pengauditan Berbasis ISA). Edisi II. Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi: Yogyakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai