Anda di halaman 1dari 4

Nama: Syarif Hidayatullah

Kelas: KPI 2151 D

NIM : 2120501087

1. Taman Gordon (1912-2006)

Sebagai fotografer staf Afrika-Amerika pertama majalah Life, Parks mendokumentasikan


beberapa momen terpenting dalam Gerakan Hak Sipil Amerika. Dia memiliki akses ke para pemimpin
gerakan, termasuk Martin Luther King Jr. Dan Malcolm X, dan dia juga berbagi cerita tentang
keluarga sehari-hari yang tinggal di Amerika Serikat dari Harlem, New York hingga Mobile, Alabama
di Jim Crow South.

Foto-foto Taman menceritakan kisah-kisah pribadi, tetapi mereka juga melampaui hambatan dan
mengubah hati dan pikiran di seluruh negeri. Meskipun dia tidak dilatih secara formal, dia membuat
tanda permanen dalam sejarah fotografi; sebelum dia mencapai usia lima puluh, dia sudah dianggap
sebagai salah satu “Fotografer” paling berpengaruh di tahun-tahun pascaperang.” Seperti yang dia
katakan kepada The New York Times pada tahun 1997, “Saya seperti burung langka. Saya kira
banyak dari itu tergantung pada tekad saya untuk tidak membiarkan diskriminasi menghentikan
saya.”

2. Diane Arbus (1923-1971)

Mengalami puncak karirnya di tahun 1960-an, Arbus dikenal karena potretnya yang aneh dan
sering menghantui. Apakah dia sedang memotret anggota komunitas LGBTQ+, pekerja seks, pemain
sirkus, atau orang-orang dengan gangguan perkembangan atau cacat fisik, tatapannya sering tertuju
pada mereka yang telah diabaikan atau diasingkan ke pinggiran masyarakat.

Karena dia sendiri berasal dari pendidikan yang istimewa, foto-foto Arbus tentang orang-orang yang
terpinggirkan dan kurang beruntung telah diperdebatkan dengan hangat oleh para cendekiawan,
intelektual, dan publik tetapi kejujuran dan minatnya yang tak tergoyahkan pada human soul telah
membuatnya mendapatkan tempat khusus dalam sejarah fotografi. . Seperti yang pernah dikatakan
John Szarkowski, mantan direktur fotografi di Museum of Modern Art, “Arbus tidak mengalihkan
pandangannya.”

Arbus meninggal pada tahun 1971, meninggalkan ruang bawah tanah yang penuh dengan ratusan
rol film. The New York Times menerbitkan obituari untuknya tahun lalu, hampir lima puluh tahun
setelah kematiannya, sebagai bagian dari proyek mereka ‘Overlooked’ menegaskan kembali sifat
abadi karyanya.
3. Robert Frank (1924-2019)

Awal mula Frank sebagai fotografer komersial di Zurich (dan kemudian, sebagai fotografer
mode di AS) meletakkan dasar yang kokoh bagi fotografi jalanan yang membuatnya terkenal. Frank
memotret dengan emosinya, mencari komposisi yang menggugah daripada kesempurnaan teknis.
Meskipun persepsi “kecerobohan” ini dikomentari oleh para kritikus, kualitas persisnyalah yang
membedakan karyanya dari foto-foto dokumenter lainnya.

Koleksinya, The American, juga menerima kritik di Amerika Serikat karena penggambaran subjek
judulnya yang agak tidak menarik. Sekarang, The American secara luas dianggap sebagai mahakarya
dan tolok ukur yang digunakan oleh generasi fotografer untuk mengukur karya mereka. Frank
meninggal pada bulan September 2019 pada usia 94 tahun.

4. Peter Lindbergh (1944-2019)

Salah satu jenis fotografer komersial langka yang menghindari retouching, foto-foto
Lindbergh menunjukkan keindahan yang paling mentah. Karena permintaan akan potret selebriti
yang dipoles sempurna meningkat, karya fotografer Jerman ini menonjol karena keaslian dan
realismenya.

Lindbergh beralih ke fotografi seperti yang dilakukan banyak orang: setelah membeli kamera untuk
mengambil foto keluarga. Dia kemudian bekerja dengan selebriti seperti Helen Mirren, Tina Turner,
dan Meghan, Duchess of Sussex. Terlepas dari sikapnya yang anti-retouching, foto sampul Januari
1990-nya untuk British Vogue secara luas dikreditkan sebagai awal dari fenomena supermodel.
Dalam wawancara CNN 2016, dia menjelaskan, “Aturan pertama kecantikan adalah kebenaran.”
Lindbergh meninggal pada 3 September, kurang dari seminggu sebelum kematian Frank.

5. Darwis Triadi(1954-sekarang)

Sosok pria berdarah Jawa ini merupakan salah satu fotografer profesional di Indonesia. Dia
sudah menekuni bidang ini sejak tahun 1979. Kualitas hasil karyanya tidak perlu diragukan lagi. Ia
mendirikan sekolah fotografi bernama Darwis Triadi School of Photograph di beberapa kota di
Indonesia. Dia berkomitmen untuk selalu berbagi ilmu tentang fotografi kepada yang ingin belajar
dan melahirkan fotografer profesional yang idealis.

Pada tahun 1981, ia memamerkan hasil karyanya di Erasmus Huis Pusat Kebudayaan Belanda di
Jakarta yang berupa model dan peragawati. Kiprahnya di bidang fotografi pun semakin diakui ketika
ia berhasil melakukan pemotretan untuk majalah VOGUE edisi Juni 1991 pada artikel spesial
Indonesia, dilanjutkan dengan eksklusif fotografi untuk Index Art Directory for World Photographs
pada tahun 1990-1991. Bahkan ia sempat membuat karya pada Workshop for Commercial
Photographs yang diadakan di Stuttgart, Jerman pada Juli 1991. Darwis Triadi dipercaya untuk
mengisi kalender Broncolor oleh Bron Electronic AG dari Swiss di tahun 1997.Ia memiliki ciri khas
yaitu human interest dan landscape. Darwis Triadi lebih fokus memotret orang, khususnya model
perempuan. Ia sangat totalitas terhadap apa yang ia kerjakan. Contohnya ia bahkan sampai belajar
mengenai human sexology sampai anatomi. Dia mempelajari hal tersebut agar lebih memahami
perempuan. Alasan ia melakukan hal tersebut adalah supaya dapat menangkan ekspresi wajah dan
tubuh dengan lebih baik.

6. James Nachtwey

James lahir pada 14 Maret 1948, dikenal sebagai salah seorang foto-jurnalis dan fotografer
yang sering turun sendiri ke medan peperangan untuk mengabadikan berbagai momen penting
langsung dari medan laga. Tukang jepret berkebangsaan Amerika ini menghabiskan masa kecilnya di
negara bagian Massachusetts dan menamatkan pendidikan formal di Jurusan Sejarah Seni dan Ilmu
Politik, Dartmouth University pada 1970.

Nachtwey mulai tergerak dan tertarik pada dunia fotografi ketika ia menyaksikan berbagai foto
liputan Perang Vietnam dan gerakan hak asasi Amerika. Karirnya sebagai fotografer profesional
dimulai pada 1976, ketika Nachtwey mulai bekerja sebagai tukang foto untuk Albuquerque Journal di
New Mexico. Sepertinya, gambar-gambar Perang Vietnam yang dilihat semasa kecil membawa
pengaruh yang sangat besar bagi foto-jurnalis kelahiran kota Syracuse, New York ini. Terbukti ketika
Natchwey memutuskan untuk juga mulai berkarir sebagai fotografer lepas, bersamaan dengan
kepindahannya ke kota New York pada 1980, tugas pertama yang dipilihnya adalah mengabadikan
perjuangan rakyat Irlandia Utara untuk bertahan hidup dari wabah kelaparan pada 1981.

7. Nadav Kander

Nadav lahir pada 1 Desember 1961 di Tel Aviv, Israel. Dia dikenal sebagai masternya foto
lanskap. Karyanya yang paling terkenal adalah foto bertema Obama. Dia ditugasi
mendokumentasikan foto Obama oleh New York Times pada 2008. Karyanya dianggap sebagai foto
terbaik sepanjang 10 tahun.

8. Richard Kalvar

Ia lahir pada 14 November 1944 di New York, Amerika Serikat. Richard Kalvar adalah seorang
fotografer Amerika yang telah dikaitkan dengan Magnum Photos sejak 1975. Kalvar telah
mengadakan pameran tunggal di Maison européenne de la photographie di Paris.

Dia adalah masternya foto kontemporer. Kalvar telah berhasil mengangkat seni yang memadukan
keanehan dan kesenian itu sendiri. Dalam sebuah wawancara pada 2013 dengan Blakeandrews,
Kalvar menjelaskan metodenya. “Saya mencoba membuat drama kecil yang membuat orang-orang
berpikir, merasa, bermimpi, berfantasi, tersenyum. Ini lebih dari sekadar menangkap momen indah.
Saya ingin membuat orang takjub, terhipnotis,” katanya.

9. Hiroji Kubota

Kubota lahir pada 2 Agustus 1939 di Tokyo, Jepang. Kubota bergabung dengan Magnum
Photos, agensi jurnalis foto paling bergengsi sedunia, pada tahun 1965, dan menjadi anggota
rekanan pada tahun 1971 (anggota penuh sejak 1989). Selama pengembaraannya melintasi dunia,
Kubota telah menangkap berbagai peristiwa bersejarah, misalnya, Jatuhnya Da Nang, dan telah
membaktikan diri selama bertahun-tahun mendokumentasikan secara cermat tentang budaya dan
kehidupan sehari-hari di sejumlah negara, seperti Tiongkok, Burma (sekarang Myanmar), dan
Jepang. Kubota berhasil mendapatkan akses yang langka diperoleh, ke Kerajaan Petapa Korea Utara,
dan selama 40 tahun terakhir ia diperbolehkan menyusun rentetan kejadian yang berkenaan dengan
kepemerintahan, rakyat, dan bentang alamnya. Banyak karya foto Kubota yang mencengangkan,
yang ditangkap selama ia melakukan perjalanan kerja sebagai fotografer freelance, ditampilkan
sebagai foto historis yang langka.

Ia berhasil menjadi pemenang dalam Mainichi Art Prize pada 1980. Dia juga memperoleh
penghargaan tahunan fotografi masyarakat Jepang pada 1981. Kubota sudah pasti menjadi
fotografer legendaris di Asia karena deretan penghargaannya.

10. Dorothea Lange

Dorothea Lange dilahirkan dengan nama Dorothea Nutzhorn di Hoboken, New Jersey, 26
Mei 1895. Pendidikan fotografi diperoleh Lange di kelas fotografi yang diajar Clarence H. White di
New York City. Ia kemudian magang secara informal di beberapa studio foto di New York, termasuk
di studio milik Arnold Genthe. Pada 1918, ia pindah ke San Francisco, dan tahun berikutnya ia sudah
membuka studio potret yang sukses. Foto terbaik dari Lange adalah Migrant Mother (Ibu Migran).
Wanita yang dipotretnya bernama Florence Owens Thompson.

Dorothea Lange juga merupakan fotografer dunia yang banyak mengabadikan isu isu sosial.
Bersana dengan seorang professor dari University of California Berkeley, mereka mulai
mengabadikan para imigran yang menjadi pekerja pertanian di Nipomo serta Imperial Valley.

Anda mungkin juga menyukai