Anda di halaman 1dari 23

Tri-Step

Implementasi ESG Goals Melalui Pembiayaan Inklusif dan Program Inovatif Bagi Pelaku
UMKM

Disusun Oleh :
Tri-Step Team

1. Isadur Rofiq
2. Muhammad Rizki Ardiansah
3. Annisa Indah Fridiayanti

SANF BUSINESS CASE COMPETITION


IN SANF 40th ANNIVERSARY
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 2


BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 5
1.4 Manfaat ................................................................................................................... 5
BAB 2 LANDASAN TEORI ............................................................................................... 7
2.1 Surya Artha Nusantara Finance (SANF) ................................................................ 7
2.2 Pengertian UMKM ................................................................................................. 8
2.3 Pengertian Pembiayaan Inklusif ............................................................................. 9
2.4 Pengertian ESG (Environment, Social, and Governance) .................................... 10
2.5 Kajian Penelitian Terdahulu ................................................................................. 11
BAB III ANALISIS ............................................................................................................ 14
3.1 Penerapan Pembiayaan Inklusif Pada UMKM ............................................... 14
3.2 Pendidikan dan Pelatihan ESG ......................................................................... 18
3.3 Sistem Reward ESG ........................................................................................... 19
BAB IV PENUTUP............................................................................................................ 21
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 21
4.2 Saran .................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 23

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

UMKM merupakan sumber potensial perekonomian di Indonesia karena berperan


penting dalam kemajuan ekonomi nasional. Betapa tidak, jumlah UMKM Indonesia
mencapai 64,19 juta (Bahtiar, 2021). Selain itu, data statistik menunjukkan bahwa jumlah
unit usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) mendekati angka 99,98% dari total
unit usaha di Indonesia dengan kontribusi sebesar 56% dari total PDB di Indonesia. Hal
ini mencerminkan tingginya signifikansi peran UMKM bagi pemerataan ekonomi
Indonesia, (Layyinaturrobaniyah & Waode Juanita Muizu, 2017: 91). UMKM memiliki
peran strategis karena mampu menyerap banyak tenaga kerja. Karena sangat padat karya,
UMKM memiliki potensi pertumbuhan kesempatan kerja yang sangat besar, pertumbuhan
UMKM dapat dimasukkan sebagai suatu elemen penting dari kebijakan-kebijakan nasional
untuk meningkatkan kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan, terutama bagi
masyarakat miskin (Jatmika, 2016). Meskipun demikian, pengembangan UMKM tidaklah
mudah. Ada berbagai keterbatasan yang melekat pada UMKM. Kelemahan yang paling
utama adalah keterbatasan modal, kesulitan dalam pemasaran dan ketersediaan bahan baku,
dan rendahnya produktivitas.
Rendahnya produktivitas pada UMKM diakibatkan karena rendahnya kualitas
sumber daya manusia UMKM khususnya dalam bidang manajemen, penguasaan
teknologi, dan pemasaran. Selain itu, UMKM juga diperhadapkan pada terbatasnya
akses kepada sumber daya produktif, terutama terhadap permodalan, teknologi,
informasi dan pasar. Hingga saat ini, tidak sedikit pelaku usaha mikro kecil dan
menengah yang mengeluhkan tentang perkembangan usahanya karena
disebabkan kekurangan modal dalam bentuk uang. Begitu juga banyak kegiatan usaha
mikro kecil dan menengah mengalami kegagalan atau bangkrut dikarenakan tidak
mampu mengelola keuangan dengan baik.
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan
suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UMKM, oleh karena pada umumnya usaha
kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya

3
tertutup, yang mengandalkan pada modal dari pemilik yang jumlahnya sangat terbatas,
sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh,
karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat
dipenuhi. Oleh karena itu, peran Surya Artha Nusantara Finance (SANF) sebagai lembaga
pembiayaan modal sangat diperlukan untuk mengembangkan UMKM. Melalui UMKM,
Surya Artha Nusantara Finance dapat mengimplementasikan sistem ESG (Environment,
Social, and Governance) guna mencapai pembangunan berkelanjutan.
Penting untuk diakui bahwa UMKM di Indonesia memiliki potensi yang besar
untuk berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Dengan jumlah yang mendekati 99,98% dari total unit usaha di negara ini,
UMKM menciptakan lapangan kerja, menggerakkan roda ekonomi lokal, dan berperan
dalam pemerataan pendapatan. Namun, tantangan yang dihadapi oleh UMKM, seperti
keterbatasan modal dan rendahnya produktivitas, tidak boleh diabaikan.
Keterbatasan modal telah menjadi hambatan utama dalam pengembangan UMKM.
Sebagian besar UMKM bergantung pada modal dari pemilik usaha atau pendanaan pribadi
yang terbatas. Oleh karena itu, upaya untuk memperluas akses UMKM ke pembiayaan
sangat penting. Lembaga pembiayaan modal seperti Surya Artha Nusantara Finance
(SANF) memiliki peran yang signifikan dalam memberikan dukungan finansial kepada
UMKM, membantu mereka mengatasi kendala modal.
Dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan, penggagas program "Tri-
Step" berusaha untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip ESG (Environment, Social, and
Governance) ke dalam aktivitas UMKM. Dengan pendekatan inklusif, program ini tidak
hanya membantu UMKM mendapatkan akses pembiayaan yang lebih mudah, tetapi juga
memberikan pelatihan terkait ESG dan insentif bagi UMKM yang berhasil
mengimplementasikan praktik berkelanjutan. Dengan cara ini, program "Tri-Step"
diharapkan dapat menjadi solusi yang komprehensif untuk mengatasi tantangan yang
dihadapi UMKM sambil berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam konteks latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya adalah
sebagai berikut:

4
1. Bagaimana cara Surya Artha Nusantara Finance (SANF) berperan aktif dalam
mendukung pengembangan UMKM, terutama dalam hal pembiayaan modal?
2. Bagaimana program "Tri-Step" mengintegrasikan prinsip-prinsip ESG
(Environment, Social, and Governance) dalam upaya mendukung UMKM, dan apa
dampaknya terhadap pengembangan UMKM dan pembangunan berkelanjutan di
Indonesia?

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mencapai beberapa tujuan utama, yaitu:


1. Menganalisis Kontribusi UMKM terhadap Perekonomian Indonesia yakni untuk
memahami peran penting UMKM dalam perekonomian nasional dan bagaimana
mereka berkontribusi pada pemerataan ekonomi.
2. Mengidentifikasi Tantangan Utama yang Dihadapi oleh UMKM yakni untuk
mengidentifikasi keterbatasan dan kendala yang dihadapi oleh UMKM, khususnya
terkait dengan modal, produktivitas, dan akses ke sumber daya produktif.
3. Mengkaji Peran Surya Artha Nusantara Finance (SANF) yakni untuk memahami
peran SANF dalam mendukung pengembangan UMKM, terutama dalam hal
pembiayaan modal.
4. Menganalisis Program "Tri-Step" dan Integrasi Prinsip ESG untuk mengkaji
bagaimana program "Tri-Step" mengintegrasikan prinsip-prinsip ESG dalam upaya
mendukung UMKM, serta dampaknya terhadap pengembangan UMKM dan
pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:


1. Paper ini akan membantu dalam memahami peran dan tantangan UMKM di
Indonesia secara lebih mendalam, yang dapat berguna bagi para pemangku
kebijakan, akademisi, dan praktisi bisnis.
2. Melalui analisis terhadap program "Tri-Step," penelitian ini dapat menyumbangkan
pemahaman tentang bagaimana prinsip-prinsip ESG dapat diintegrasikan ke dalam

5
aktivitas UMKM dan bagaimana hal ini dapat mendukung pembangunan
berkelanjutan di Indonesia.
3. Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi SANF selanjutnya yang ingin mengkaji
peran UMKM dan inisiatif pembiayaan inklusif serta pengembangan berkelanjutan
di tingkat nasional atau regional.

6
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Surya Artha Nusantara Finance (SANF)

PT Astra International Tbk memiliki Surya Artha Nusantara Finance (SANF)


melalui PT Sedaya Multi Investama, dimana memiliki 60% dari perusahaan, 35% dari
Marubeni Corporation Group, dan 5% dari PT Marubeni Indonesia.
Surya Artha Nusantara Finance (SANF) memberikan pembiayaan untuk barang dan
jasa melalui pembiayaan investasi dan pembiayaan modal kerja. Layanan pembiayaan yang
diberikan oleh SANF termasuk sewa pembiayaan, penjualan dan sewa balik, penyediaan
modal usaha, dan anjak piutang, baik dengan atau tanpa jaminan dari penjual piutang.
Sebagai perusahaan pembiayaan, penyebaran jaringan pemasaran adalah salah satu
faktor strategis yang mendukung kinerja operasional SANF dengan optimal. Saat ini, SANF
memiliki 13 jaringan pemasaran yang tersebar di DKI Jakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara,
Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,
dan Sulawesi Selatan.
Sesuai dengan visi dan misi SANF, yang selalu siap mendukung mitra kami, SANF
selalu berfokus pada pemenuhan kebutuhan konsumen dan berkomitmen untuk selalu
mendukung mitra kami melalui penyediaan solusi keuangan yang lengkap.
PT Astra International Tbk, dengan kepemilikan mayoritas di Surya Artha
Nusantara Finance (SANF), memiliki sejarah panjang sebagai pemain utama dalam industri
otomotif dan pembiayaan di Indonesia. Astra International telah dikenal luas sebagai salah
satu pemimpin pasar dalam penjualan dan distribusi kendaraan bermotor, baik roda dua
maupun roda empat. Keberadaan SANF sebagai anak perusahaan Astra memungkinkan
mereka untuk memberikan layanan pembiayaan yang mendukung visi Astra untuk
memberikan akses dan kemudahan kepemilikan kendaraan bagi masyarakat Indonesia.
Marubeni Corporation Group, sebagai pemegang saham SANF, juga memberikan
kontribusi penting dalam pengembangan perusahaan ini. Marubeni adalah perusahaan
internasional yang memiliki keberagaman bisnis di berbagai sektor, termasuk perdagangan,
energi, dan infrastruktur. Keberadaan Marubeni sebagai mitra bisnis SANF memberikan
akses ke sumber daya global dan pengalaman dalam pengelolaan portofolio investasi yang

7
luas, yang dapat membantu SANF dalam pertumbuhan dan ekspansi di pasar keuangan
Indonesia yang dinamis.
SANF sebagai perusahaan pembiayaan yang berfokus pada pembiayaan investasi
dan modal kerja memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Dengan menyediakan pembiayaan untuk barang dan jasa, SANF membantu
pelanggan dan mitra bisnisnya untuk mengakses sumber daya yang mereka butuhkan untuk
mengembangkan bisnis mereka. Ini mencakup pembiayaan sewa, penjualan dan sewa balik,
serta berbagai bentuk pembiayaan lainnya yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan
pelanggan.
Dengan jaringan pemasaran yang tersebar di seluruh Indonesia, SANF memiliki
cakupan yang luas, mencakup berbagai wilayah di tanah air. Hal ini memungkinkan mereka
untuk lebih mendekati pelanggan mereka dan lebih baik memahami kebutuhan lokal.
Dalam konteks ekonomi yang berkembang pesat di Indonesia, SANF memiliki potensi
untuk menjadi mitra yang kuat bagi UMKM dan bisnis lainnya yang memerlukan akses
pembiayaan untuk pertumbuhan mereka.
Visi dan misi SANF yang berfokus pada dukungan terhadap mitra bisnis mereka
mencerminkan komitmen mereka untuk memberikan solusi keuangan yang lengkap.
Dengan pendekatan yang berorientasi pada pelanggan dan kemitraan yang kuat dengan
Astra International dan Marubeni Corporation Group, SANF memiliki fondasi yang kokoh
untuk terus berkembang dan berkontribusi pada perkembangan ekonomi Indonesia yang
berkelanjutan.

2.2 Pengertian UMKM

Di Indonesia, UMKM memiliki berbagai definisi, sebagian besar disesuaikan


dengan kebutuhan teknis, yang memudahkan stakeholder mendefinisikan dalam
pelaksanaan tugas. Banyak definisi UMKM, termasuk dari berbagai lembaga, (dalam
Hubeis, hal 20, 2009).
Menurut BPS, UKM adalah perusahaan atau industri yang mempekerjakan 99 orang
atau kurang. Menurut UU Pertanian dan UKM (UU No. 9 Tahun 1995), UKM dianggap
sebagai kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil tradisional. Mereka memiliki kekayaan
bersih antara 50 juta dan 200 juta rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)

8
dan omzet tahunan kecil kurang dari 1 milliar. Kemudian, dalam UU UMKM/2008, mereka
dikategorikan dengan kekayaan bersih antara 50 juta dan 500 juta rupiah dan penjualan
bersih tahunan antara 300 juta dan 2,5 miliar rupiah. Meskipun demikian, Keppres No.
16/1994 menetapkan UKM sebagai perusahaan dengan kekayaan bersih tidak lebih dari Rp.
400 juta. Selain itu, Deperindag, Depkeu, Depkes, dan Kemenko Bidang Kesejahteraan
Rakyat Republik Indonesia melakukan definisi yang berbeda.
Perbedaan definisi UMKM yang ada di Indonesia mencerminkan kompleksitas
dalam mengklasifikasikan bisnis berdasarkan skala dan ukuran mereka. Pemilihan definisi
yang berbeda oleh berbagai lembaga pemerintah dan non-pemerintah dapat mempengaruhi
kebijakan, program dukungan, dan pengukuran kinerja UMKM di negara ini.
Salah satu konsekuensi dari perbedaan definisi adalah bahwa UMKM yang
sebenarnya membutuhkan dukungan mungkin dapat terlewatkan jika batasan ukuran dan
skala yang berbeda digunakan. Sebagai contoh, UMKM yang memiliki kekayaan bersih
sedikit lebih tinggi dari satu definisi dapat dikeluarkan dari program dukungan yang sesuai
dengan definisi lainnya. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan pemangku
kepentingan terkait untuk menyatukan definisi yang lebih seragam agar UMKM yang
memerlukan bantuan tidak terpinggirkan.
Selain itu, perbedaan definisi UMKM juga mempengaruhi pengumpulan data dan
analisis statistik terkait sektor UMKM. Untuk menghasilkan data yang akurat dan
memahami dampak UMKM pada perekonomian nasional, penting untuk memiliki definisi
yang konsisten dan metode pengukuran yang seragam. Hal ini akan memungkinkan
pemantauan yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan UMKM di
Indonesia serta memberikan landasan yang kuat untuk perumusan kebijakan yang efektif.

2.3 Pengertian Pembiayaan Inklusif

Nusron Wahid (2014) menulis buku "Keuangan Inklusif", di mana beliau membahas
banyak teori dan bukti empiris tentang pembiayaan dan kredit mikro. Selanjutnya, Wahid
secara mendalam mempelajari "keuangan inklusif", yang juga dikenal sebagai skema
pembiayaan inklusif, yang bertujuan untuk memberikan berbagai jenis layanan keuangan
kepada orang miskin dan berpenghasilan rendah, termasuk kredit untuk orang miskin dan

9
berpenghasilan rendah. Layanan pembiayaan dan kredit mikro utama yang sudah ada
sekarang ditambahkan dengan layanan ini.
Keberhasilan (outreach) inklusifitas keuangan diukur melalui kepemilikan rekening
perbankan. Memiliki rekening berarti masyarakat memiliki dan dianggap mampu
menggunakan layanan keuangan untuk meningkatkan ekonomi dan memenuhi kebutuhan
pembiayaan (Cheston et al 2016 dalam Nugroho, 2017). Aksesibilitas (aksesibilitas),
penggunaan (penggunaan), kualitas (kualitas), dan kesejahteraan (kesejahteraan) adalah
empat dimensi keuangan inklusif, menurut Institusi Global Partnership for Financial
Inclusion 2011 (dalam Nugroho, 2017) dan Alliance for Financial Inclusion (Ledgerwood,
2013).
Aksesibilitas didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat miskin dan UMKM
untuk memanfaatkan jasa keuangan, sedangkan aspek penggunaan didefinisikan sebagai
kemampuan masyarakat dan UMKM untuk memanfaatkan layanan yang ada, baik untuk
keperluan konsumtif maupun produktif. Di sisi lain, dimensi kualitas menunjukkan
seberapa sesuai jasa layanan dengan kebutuhan masyarakat atau UMKM, khususnya
kelompok miskin dan berpendapatan rendah. Di sisi lain, dimensi kesejahteraan
menekankan betapa pentingnya keuangan inklusif untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat miskin dan berpendapatan rendah. Pengukuran keuangan inklusif sangat
penting untuk memahami jenis layanan keuangan yang menghalangi masyarakat, alasan
mengapa aksesnya terhambat, dan jenis layanan mana yang mereka gunakan (Ledgerwood,
2013).

2.4 Pengertian ESG (Environment, Social, and Governance)

ESG adalah singkatan dari "Environment, Social, and Governance," yang merujuk
pada kerangka kerja untuk mengukur kinerja berkelanjutan perusahaan atau organisasi
dalam tiga aspek utama: lingkungan, sosial, dan tata kelola. Konsep ini mengakui bahwa
keberlanjutan bisnis tidak hanya berkaitan dengan faktor ekonomi, tetapi juga dengan
dampak yang dihasilkan oleh kegiatan perusahaan terhadap lingkungan alam, masyarakat,
dan tata kelola internal.
Aspek "Environment" (Lingkungan) dalam ESG berfokus pada bagaimana
perusahaan memengaruhi lingkungan alam dan bagaimana mereka mengelola dampaknya.

10
Ini mencakup upaya perusahaan dalam mengurangi jejak karbon, pengelolaan limbah,
konservasi sumber daya alam, dan praktik berkelanjutan lainnya yang dapat mengurangi
dampak negatif terhadap lingkungan.
Aspek "Social" (Sosial) mencakup cara perusahaan berinteraksi dengan masyarakat
dan karyawan mereka. Ini termasuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap komunitas
di sekitarnya, kebijakan kesejahteraan karyawan, kesetaraan gender, hak asasi manusia, dan
masalah sosial lainnya yang terkait dengan operasi perusahaan.
Terakhir, aspek "Governance" (Tata Kelola) menyoroti bagaimana perusahaan
dikelola dan diatur. Ini mencakup transparansi dalam pelaporan keuangan, independensi
dewan direksi, etika bisnis, anti-korupsi, dan praktik tata kelola yang baik. Tata kelola yang
kuat dapat memastikan perusahaan beroperasi dengan integritas dan akuntabilitas.
ESG menjadi semakin penting karena perusahaan dan investor semakin menyadari
bahwa praktik berkelanjutan bukan hanya tanggung jawab sosial, tetapi juga dapat
menciptakan nilai jangka panjang, mengurangi risiko, dan memberikan keuntungan
kompetitif. Oleh karena itu, ESG telah menjadi faktor penting dalam pengambilan
keputusan investasi dan strategi bisnis, serta berkontribusi pada pembangunan ekonomi
yang lebih berkelanjutan dan berdampak positif pada lingkungan dan masyarakat secara
keseluruhan.

2.5 Kajian Penelitian Terdahulu

1. Penelitian yang dilakukan oleh Syamsulbahri, D. (2018). “UMKM dalam perspektif


pembiayaan inklusif di Indonesia” Hasil penelitian menunjukkan bahwa,
berdasarkan analisis teori, dan studi empiris beserta permasalahan UMKM
dalam perspektif pembiayaan inklusif yang berdaya saing, maka dapat
disimpulkan perlunya pembinaan UMKM untuk bertambah kapasitasnya menuju
sektor formal dan secara simultan perlu pula sistem pembiayaan mikro bergerak
ke arah tempat pertemuan/interseksi antara kapasitas pemenuhan syarat formalitas
UMKM dan syarat-syarat minimal sistem pembiayaan mikro bisa dipenuhi agar
aksesibilitas UMKM terhadap perbakan bisa dioptimalkan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Rifa’i, A (2017). “Peran Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah dalam Mengimplementasikan Keuangan Inklusif Melalui Pembiayaan

11
UMKM”. Hasil penelitian menunjukkan Bank Pembiayaan Syariah secara
keseluruhan telah menjadi lembaga intermediasi yang secara konsisten dalam
mengimplementasikan keuangan inklusif. Hal ini bisa dilihat dari tiga indikator
utama yang ditetapkan Bank Indonesia yaitu akses, penggunaan, dan kualitas.
Melihat terus meningkatnya ketiga komponen tersebut, tentu menjadi hal yang
menggembirakan bahwa BPRS mampu ikut berkontribusi untuk menjangkau
masyarakat menengah bawah yang menjadi sasaran utama keuangan inklusif.
Dalam penelitian ini, UMKM diupayakan menjadi salah satu jalan untuk
mempercepat strategi pengimplementasian keuangan inklusif di Indonesia, apalagi
dilihat melalui data dari OJK bahwa BPRS menaruh porsi lebih besar terkait
pembiayaan berdasarkan sektor usaha kepada UMKM dibandingkan kepada sektor
usaha yang lain. Hal ini dilakukan BPRS karena meyakini bahwa cara paling efektif
dalam melalukan persebaran keuangan inklusif adalah melalui pembiayaan UMKM
yang memiliki efek multiplier tinggi.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Kristyanto, V. S., & Kaluge, D. (2018).
“Peningkatan inklusivitas ekonomi melalui pembiayaan investasi modal manusia.”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal manusia adalah kunci pembentukan
kesejahteraan yang inklusif karena investasi yang diarahkan akan secara langsung
berdampak untuk mendorong pembangunan modal manusia (peningkatan kualitas
pendidikan, gaji guru dan pendidikan, peningkatan kuantitas ratarata bersekolah,
peningkatan standar hidup, usia harapan hidup yang lebih panjang, dan
produktivitas bekerja). Meski demikian terdapat persoalan lemahnya produktivitas
sektor pendidikan dan efektivitas dalam pembiayaan investasi pendidikan.
Pembiayaan investasi pendidikan masih terbatas pada peningkatan kuantitas namun
lemah dalam peningkatan kualitas pendidikan sehingga kapasitas sumber daya
manusia masih rendah untuk mengupayakan percepatan pertumbuhan inklusif di
Jawa Timur.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Ghazali, A., & Zulmaita, Z. (2022). “Pengaruh
Pengungkapan Environmental, Social, and Governance (ESG) Terhadap Tingkat
Profitabilitas Perusahaan (Studi pada Perusahaan Sektor Infrastruktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”. Memiliki hasil penelitian Dengan

12
ditemukannya pengaruh pengungkapan ESG secara simultan terhadap tingkat
profitabilitas perusahaan, maka diharapkan bagi perusahaan Indonesia untuk mulai
memperhatikan aspek berkelanjutan terutama ESG dalam operasional bisnisnya.
Pengungkapan aspek berkelanjutan tersebut diharapkan dapat menjadi daya tarik
dan media komunikasi kepada pemangku kepentingan dan calon investor bahwa
perusahaan akan terus berusaha mengimplikasikan ESG ke dalam kinerjanya
sehingga diperolehnya dukungan dari para pemangku perusahaan untuk perusahaan
mencapai tujuannya.

13
BAB III

ANALISIS

Berdasarkan pemaparan sebelumnya, kamu menggagas ide inovatif yakni Tri-Step. Tri-Step
atau "Tiga Langkah" terdiri dari tiga program yakni: pemberian pembiayaan inklusif bagi UMKM
yang menerapkan proyek ESG, pelatihan dan pembinaan pada UMKM tersebut, dan yang terakhir
pemberian reward pada UMKM yang berhasil menjalankan proyek ESG.

3.1 Penerapan Pembiayaan Inklusif Pada UMKM

Pembiayaan inklusif mengacu pada upaya untuk memfasilitasi akses pembiayaan yang
lebih mudah dan terjangkau bagi kelompok-kelompok yang biasanya kesulitan mendapatkan akses
ke sumber pembiayaan, seperti bisnis kecil dan menengah (UMKM). Dalam konteks proyek-
proyek ESG (Environment, Social, and Governance), pembiayaan inklusif dapat merujuk pada
inovasi-inovasi yang dirancang khusus untuk mendorong partisipasi UMKM dalam upaya
berkelanjutan.

Berikut adalah beberapa inovasi dalam pembiayaan inklusif untuk proyek-proyek ESG
yang dapat diterapkan bagi UMKM:

1. Suku Bunga Rendah atau Subsidi


Skema suku bunga rendah atau subsidi suku bunga adalah salah satu langkah
penting dalam mendukung partisipasi UMKM dalam proyek ESG. Dengan suku bunga
yang lebih rendah atau adanya subsidi, UMKM akan lebih mampu mengelola beban
biaya pembiayaan mereka, sehingga mereka dapat fokus pada implementasi praktik
berkelanjutan dalam operasi mereka. Ini juga menciptakan insentif ekonomis yang kuat
bagi UMKM untuk mengadopsi ESG, karena mereka dapat mengakses dana dengan
biaya yang lebih rendah, sambil memberikan dampak positif pada lingkungan dan
masyarakat. Dengan demikian, skema ini tidak hanya membantu UMKM secara finansial
tetapi juga memperkuat komitmen mereka terhadap tanggung jawab sosial dan
lingkungan.
2. Skema Pembayaran Berbasis Hasil
UMKM yang terlibat dalam proyek ESG dapat dibebaskan dari kewajiban
membayar sebagian atau seluruh pembiayaan awal. Sebagai gantinya, pembayaran

14
pembiayaan dapat dilakukan berdasarkan hasil yang dihasilkan dari proyek tersebut.
Misalnya, proyek penghematan energi di UMKM dapat membiayai dirinya sendiri
melalui pengurangan biaya energi yang dicapai.
Pendekatan pembayaran berbasis hasil ini juga dapat menjadi solusi yang
menguntungkan bagi lembaga pembiayaan atau pemerintah yang mendukung proyek-
proyek ESG. Dengan membiarkan UMKM membayar berdasarkan hasil, risiko
pembiayaan dapat berkurang. Jika proyek ESG tidak berhasil mencapai target yang
ditetapkan, UMKM mungkin tidak perlu membayar sejumlah besar uang yang telah
disepakati sebelumnya. Sebaliknya, jika proyek menghasilkan penghematan atau
keuntungan yang signifikan bagi UMKM, maka pembayaran pembiayaan dapat dicover
oleh manfaat finansial yang dihasilkan oleh proyek tersebut. Dengan cara ini, kedua belah
pihak, yaitu UMKM dan pemberi pembiayaan, memiliki insentif untuk bekerja sama
untuk mencapai hasil yang optimal dalam proyek ESG.
3. Pembiayaan Kolaboratif
Skema pembiayaan dapat dirancang dengan cara yang memungkinkan berbagai
UMKM untuk berkontribusi pada pembiayaan kolektif proyek ESG. Ini bisa berupa
bentuk koperasi atau pengumpulan dana dari berbagai sumber untuk mendukung
partisipasi UMKM.
Pembiayaan kolektif dalam bentuk koperasi atau pengumpulan dana dari berbagai
sumber memiliki beberapa keuntungan tambahan. Pertama, ini dapat mengurangi risiko
finansial individual yang mungkin dihadapi oleh UMKM dalam proyek-proyek ESG.
Dengan berbagi tanggung jawab pembiayaan, beban finansial terbagi antara banyak
UMKM, sehingga setiap bisnis tidak perlu menanggung seluruh biaya proyek. Kedua,
pendekatan ini memungkinkan UMKM untuk memanfaatkan keahlian dan sumber daya
yang berbeda-beda dari berbagai pihak yang terlibat dalam pembiayaan kolektif. Sebagai
contoh, satu UMKM mungkin memiliki pengetahuan dalam manajemen proyek,
sementara yang lain memiliki akses ke sumber daya lingkungan yang diperlukan. Dengan
demikian, kolaborasi dalam pembiayaan kolektif dapat memaksimalkan peluang
keberhasilan proyek ESG. Terakhir, pendekatan ini dapat memperkuat komunitas
UMKM secara keseluruhan, karena mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan

15
berkelanjutan, yang pada akhirnya dapat memperkuat konektivitas dan kerja sama bisnis
di tingkat lokal.
4. Pembiayaan Berbasis Aset
UMKM dapat memanfaatkan aset yang dimilikinya (seperti inventaris,
peralatan, atau properti) sebagai jaminan untuk memperoleh pembiayaan yang lebih
mudah dan terjangkau. Ini membantu mengurangi risiko bagi pemberi pinjaman dan
membuka peluang bagi UMKM yang mungkin memiliki akses terbatas ke jaminan lain.
Pemanfaatan aset sebagai jaminan untuk pembiayaan UMKM adalah
pendekatan yang dapat memberikan manfaat ganda. Pertama, hal ini mengurangi risiko
bagi pemberi pinjaman, seperti lembaga keuangan atau investor, karena jika UMKM
gagal membayar pembiayaan, pemberi pinjaman dapat menjual atau mengambil alih aset
yang dijaminkan sebagai kompensasi. Kedua, ini memungkinkan UMKM yang mungkin
tidak memiliki akses ke jaminan lain, seperti keuangan atau riwayat kredit yang kuat,
untuk tetap mendapatkan akses ke sumber pembiayaan yang mereka butuhkan. Dengan
menggunakan aset yang mereka miliki, UMKM dapat meningkatkan daya tarik mereka
sebagai peminjam potensial. Pendekatan ini juga mendorong UMKM untuk lebih
memanfaatkan aset-aset yang mereka miliki dalam pengembangan bisnis dan proyek-
proyek ESG mereka, karena aset tersebut juga berperan sebagai jaminan.
5. Teknologi Finansial (Fintech) untuk Pembiayaan Inklusif
Platform fintech dapat menyediakan platform yang memungkinkan UMKM
untuk mengajukan pinjaman dengan proses yang lebih cepat dan lebih sedikit
persyaratan. Ini dapat membantu mengurangi hambatan akses ke pembiayaan.
Pemanfaatan teknologi finansial (fintech) dalam pembiayaan inklusif untuk
UMKM juga telah membuka pintu baru bagi kemudahan akses ke pembiayaan. Fintech
menghadirkan proses yang lebih efisien dan cepat dalam mengajukan pinjaman, yang
sering kali bisa diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan dengan
lembaga keuangan tradisional. Selain itu, persyaratan yang diperlukan untuk mengajukan
pinjaman melalui platform fintech cenderung lebih fleksibel, memungkinkan UMKM
yang mungkin tidak memenuhi semua kriteria yang diperlukan oleh bank atau lembaga
keuangan lainnya tetap dapat mengakses pembiayaan yang mereka butuhkan. Dengan
demikian, fintech telah membantu mengurangi hambatan-hambatan tradisional yang

16
seringkali menghambat UMKM dalam mengakses pembiayaan, memberikan kesempatan
lebih besar bagi mereka untuk berkembang dan berpartisipasi dalam proyek-proyek ESG
yang berkelanjutan.
6. Pembiayaan Berbasis Mikro
Skema pembiayaan mikro atau mikrofinansial dapat membantu UMKM dalam
mendapatkan pembiayaan dalam skala yang lebih kecil dan sesuai dengan kebutuhan
mereka. Ini sangat bermanfaat bagi UMKM dengan skala usaha yang lebih kecil.
Skema pembiayaan berbasis mikro memiliki keunggulan dalam memberikan
akses pembiayaan yang sangat sesuai dengan kebutuhan UMKM yang beroperasi dalam
skala usaha yang lebih kecil. Dalam banyak kasus, UMKM dengan skala yang lebih kecil
mungkin hanya membutuhkan jumlah pembiayaan yang relatif kecil untuk mendukung
proyek-proyek ESG mereka, seperti perbaikan infrastruktur ramah lingkungan atau
pengadaan peralatan hemat energi. Skema pembiayaan berbasis mikro memungkinkan
UMKM untuk mendapatkan dana yang sesuai dengan proyek tersebut tanpa harus terlilit
oleh jumlah pembiayaan yang terlalu besar atau persyaratan yang rumit. Hal ini tidak
hanya memudahkan UMKM dalam mendapatkan dana yang dibutuhkan, tetapi juga
meminimalkan risiko keuangan yang mungkin timbul akibat utang yang besar. Dengan
demikian, pembiayaan berbasis mikro menjadi alat yang efektif dalam memfasilitasi
partisipasi UMKM dalam proyek-proyek ESG yang lebih kecil skalanya namun memiliki
dampak yang positif pada berkelanjutan lingkungan dan masyarakat.
7. Pendidikan Keuangan
Inovasi tidak hanya terbatas pada produk pembiayaan, tetapi juga mencakup
edukasi dan pelatihan keuangan bagi UMKM. Pendidikan keuangan membantu UMKM
memahami bagaimana mengelola keuangan mereka dengan bijak dan memaksimalkan
manfaat dari pembiayaan yang mereka dapatkan.
Pendidikan keuangan bagi UMKM memiliki dampak yang sangat positif dalam
meningkatkan pemahaman mereka tentang pengelolaan keuangan yang bijak. Banyak
UMKM mungkin tidak memiliki latar belakang keuangan atau bisnis yang kuat, sehingga
pendidikan ini memberikan landasan penting bagi mereka dalam mengelola sumber daya
finansial mereka. Selain itu, pendidikan keuangan dapat membantu UMKM dalam
membuat keputusan keuangan yang lebih baik, seperti memilih jenis pembiayaan yang

17
sesuai untuk proyek-proyek ESG mereka atau mengelola arus kas dengan efisien. Dengan
pengetahuan dan keterampilan keuangan yang lebih baik, UMKM dapat lebih berhasil
dalam mengembangkan bisnis mereka, mengurangi risiko keuangan, dan menjalankan
proyek-proyek ESG secara lebih efektif. Sebagai tambahan, pendidikan keuangan juga
dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana pembiayaan,
memastikan bahwa dana tersebut digunakan untuk tujuan berkelanjutan yang diinginkan.
8. Pembiayaan Peer-to-Peer (P2P) untuk UMKM
Platform P2P lending dapat menghubungkan UMKM yang membutuhkan
pembiayaan langsung dengan investor yang bersedia berinvestasi dalam proyek-proyek
ESG UMKM.
Pembiayaan Peer-to-Peer (P2P) adalah salah satu inovasi dalam pembiayaan
yang dapat memberikan manfaat besar bagi UMKM yang berpartisipasi dalam proyek-
proyek ESG. Platform P2P lending menciptakan saluran langsung antara UMKM yang
membutuhkan pembiayaan dan investor yang ingin berinvestasi dalam proyek-proyek
berkelanjutan. Hal ini memungkinkan UMKM untuk mendapatkan akses ke dana yang
lebih cepat tanpa melalui proses yang rumit yang sering terkait dengan pinjaman bank
tradisional. Selain itu, platform P2P juga dapat memberikan fleksibilitas dalam pemilihan
jenis pembiayaan yang paling sesuai dengan kebutuhan UMKM, termasuk pembiayaan
khusus untuk proyek-proyek ESG. Dengan cara ini, UMKM dapat mendapatkan
dukungan finansial yang lebih besar dan lebih tepat sasaran untuk proyek-proyek
berkelanjutan mereka, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada pencapaian tujuan
ESG secara lebih efektif.
Inovasi-inovasi ini bertujuan untuk merampingkan dan mempermudah akses UMKM
ke pembiayaan untuk proyek-proyek ESG, sehingga lebih banyak bisnis skala kecil dapat
berpartisipasi dalam usaha berkelanjutan tanpa mengalami hambatan finansial yang berat.
3.2 Pendidikan dan Pelatihan ESG

Program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh perusahaan pembiayaan


dapat menjadi instrumen yang efektif untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran para
peminjam dan mitra bisnisnya tentang praktik bisnis berkelanjutan, yang tercakup dalam
kerangka kerja ESG (Environment, Social, and Governance). Dalam era di mana keberlanjutan
semakin menjadi fokus utama, pemahaman yang lebih baik tentang ESG dapat membantu

18
perusahaan dan individu mengambil langkah-langkah yang lebih sadar terhadap dampak
lingkungan, sosial, dan tata kelola dalam keputusan bisnis mereka.
Pendidikan dan pelatihan ini dapat disampaikan dalam berbagai bentuk, termasuk
pelatihan langsung, seminar, webinar, atau program sertifikasi. Dengan memanfaatkan
teknologi digital, perusahaan pembiayaan dapat menciptakan kursus online yang mudah
diakses oleh peminjam dan mitra bisnis mereka. Ini memungkinkan akses lebih luas dan
fleksibilitas untuk peserta yang ingin memperdalam pemahaman mereka tentang ESG tanpa
harus menghadiri sesi pelatihan fisik.
Selain memberikan pemahaman tentang konsep ESG, program pendidikan ini juga
dapat mengilustrasikan bagaimana menerapkan praktik berkelanjutan dalam berbagai jenis
bisnis. Ini termasuk studi kasus yang menggambarkan bagaimana perusahaan lain telah berhasil
mengintegrasikan ESG dalam operasi mereka dan mencapai hasil positif. Selain itu, pelatihan
dapat menyoroti manfaat jangka panjang dari praktik bisnis berkelanjutan, termasuk potensi
penghematan biaya, daya tarik bagi investor berkelanjutan, dan peran positif dalam memenuhi
tuntutan pasar yang semakin sadar akan isu-isu ESG.
Dengan menyediakan akses kepada pelatihan semacam ini, perusahaan pembiayaan
dapat berperan sebagai agen perubahan dalam mendorong pemahaman yang lebih baik tentang
ESG di kalangan bisnis dan individu. Ini dapat membantu menciptakan iklim bisnis yang lebih
berkelanjutan, bertanggung jawab, dan berdampak positif pada masyarakat dan lingkungan.
Selain itu, perusahaan pembiayaan sendiri dapat menjadi teladan dengan menerapkan praktik
bisnis berkelanjutan dalam operasi mereka dan mempromosikan ESG sebagai bagian integral
dari identitas perusahaan mereka.

3.3 Sistem Reward ESG

Mengembangkan sistem insentif atau reward bagi peminjam yang berhasil mencapai
target ESG tertentu dalam proyek mereka. Ini dapat mendorong peminjam untuk mengadopsi
praktik berkelanjutan dan berkontribusi pada pencapaian tujuan ESG.
Pengembangan sistem insentif atau reward yang terkait dengan pencapaian target ESG
dalam proyek merupakan strategi yang efektif untuk mendorong peminjam agar lebih aktif
dalam mengadopsi praktik bisnis berkelanjutan. Sistem ini dapat dirancang sedemikian rupa
sehingga peminjam merasa termotivasi dan dihargai ketika mereka berhasil mencapai atau

19
bahkan melampaui tujuan ESG yang telah ditetapkan. Dengan memberikan insentif yang
signifikan, perusahaan pembiayaan dapat menciptakan dorongan yang kuat untuk berperilaku
secara berkelanjutan.
Salah satu cara mengimplementasikan sistem insentif ini adalah dengan memberikan
potongan suku bunga atau syarat-syarat pinjaman yang lebih menguntungkan kepada peminjam
yang mencapai target ESG tertentu. Misalnya, peminjam yang berhasil mengurangi emisi
karbon atau melakukan inisiatif sosial yang signifikan dapat diberikan diskon suku bunga atau
pembiayaan tambahan untuk proyek-proyek masa depan. Ini tidak hanya memberikan manfaat
finansial langsung kepada peminjam, tetapi juga memberikan sinyal positif kepada pasar dan
pemangku kepentingan lainnya tentang komitmen perusahaan pembiayaan terhadap
keberlanjutan.
Selain potongan suku bunga, sistem insentif juga dapat mencakup pengakuan publik,
seperti penghargaan atau sertifikat keberlanjutan, yang dapat diberikan kepada peminjam yang
mencapai prestasi tertentu dalam aspek ESG. Hal ini dapat meningkatkan reputasi bisnis
peminjam dan membuatnya lebih menarik bagi investor dan mitra bisnis potensial.
Penghargaan semacam ini juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang praktik
bisnis berkelanjutan dan membantu mengubah persepsi tentang peran perusahaan dalam
masyarakat.
Selain itu, perusahaan pembiayaan dapat mengadopsi pendekatan berkelanjutan dalam
pengelolaan portofolio mereka. Misalnya, mereka dapat mengidentifikasi peminjam yang telah
berhasil mengintegrasikan ESG dalam operasi mereka dan memberikan dukungan khusus
dalam bentuk pembiayaan tambahan atau akses ke sumber daya yang dapat membantu
peminjam tersebut berkembang lebih lanjut. Ini adalah cara lain untuk memberikan insentif
positif kepada peminjam yang berkomitmen pada praktik berkelanjutan.
Penting untuk mencatat bahwa sistem insentif atau reward harus dirancang dengan
cermat dan transparan, dengan tujuan yang jelas dan ukuran kinerja yang terukur. Hal ini akan
memastikan bahwa insentif tersebut benar-benar mendorong tindakan yang berkelanjutan dan
sesuai dengan tujuan ESG yang telah ditetapkan. Selain itu, komunikasi yang efektif kepada
peminjam tentang insentif ini juga penting untuk memotivasi mereka dan memastikan
pemahaman yang tepat tentang manfaat yang mereka dapatkan melalui keterlibatan dalam
praktik bisnis berkelanjutan.

20
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pengembangan program "Tri-Step" yang mencakup pembiayaan inklusif,


pendidikan ESG, dan sistem reward ESG merupakan langkah inovatif untuk mendorong
partisipasi UMKM dalam proyek-proyek ESG. Pembiayaan inklusif dengan berbagai
skema seperti suku bunga rendah, skema berbasis hasil, dan pembiayaan berbasis aset
dapat membantu UMKM mengakses dana tanpa kendala finansial yang berat. Program
pendidikan ESG akan meningkatkan pemahaman UMKM tentang praktik bisnis
berkelanjutan, sementara sistem reward ESG memberikan insentif bagi mereka yang
mencapai target ESG, mendorong adopsi praktik berkelanjutan. Dengan kombinasi tiga
langkah ini, diharapkan UMKM akan lebih siap dan termotivasi untuk berkontribusi pada
upaya berkelanjutan yang positif bagi lingkungan, masyarakat, dan bisnis mereka sendiri.
Selain manfaat yang sudah disebutkan, program "Tri-Step" juga memiliki dampak
yang lebih luas. Pertama, ini akan membantu membangun citra positif perusahaan dalam
konteks tanggung jawab sosial dan lingkungan. UMKM yang berpartisipasi dalam
proyek-proyek ESG dan mendapatkan pendidikan serta pelatihan terkait ESG akan
mendapatkan nilai tambah di mata pelanggan yang semakin peduli akan dampak sosial
dan lingkungan dari bisnis. Ini dapat meningkatkan daya tarik bisnis UMKM dan
membantu membangun loyalitas pelanggan.
Kedua, program ini juga dapat menciptakan peluang kemitraan yang lebih besar
antara UMKM dan perusahaan-perusahaan besar yang memiliki komitmen terhadap
ESG. Perusahaan besar yang mencari mitra bisnis yang mendukung nilai-nilai ESG dapat
melihat UMKM yang telah terlibat dalam program "Tri-Step" sebagai mitra potensial
yang sesuai dengan visi dan misi mereka. Ini dapat membuka pintu bagi kolaborasi yang
lebih luas dan memberikan akses UMKM ke pasar yang lebih besar.
Terakhir, program "Tri-Step" juga dapat meningkatkan daya saing UMKM dalam
pasar global yang semakin sadar akan isu-isu ESG. Bisnis yang dapat membuktikan
komitmen mereka terhadap praktik berkelanjutan dan tanggung jawab sosial dan
lingkungan akan lebih diminati oleh mitra bisnis dan konsumen internasional. Dengan

21
demikian, program ini dapat membantu memperluas potensi pasar ekspor bagi UMKM
Indonesia.
Dengan mempertimbangkan manfaat ini, pengembangan program "Tri-Step"
merupakan langkah yang cerdas dalam mendukung pertumbuhan berkelanjutan UMKM
dan kontribusi mereka terhadap pembangunan berkelanjutan secara keseluruhan.

4.2 Saran

1. Melakukan studi kelayakan yang komprehensif untuk menentukan apakah UMKM


di wilayah tertentu membutuhkan program ini. Ini termasuk menganalisis tingkat
kebutuhan pembiayaan, tingkat pemahaman ESG, dan potensi partisipasi.
2. Membangun kemitraan strategis dengan lembaga-lembaga keuangan, organisasi
non-pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya yang dapat mendukung
implementasi program ini. Kemitraan ini dapat membantu dalam memperoleh dana
dan sumber daya yang diperlukan.
3. Program "Tri-Step" perlu dirancang dengan fleksibilitas yang memungkinkan
penyesuaian dengan kebutuhan dan perubahan dalam lingkungan bisnis dan
ekonomi.
4. Melakukan kampanye promosi dan edukasi yang efektif kepada UMKM untuk
meningkatkan kesadaran mereka tentang manfaat program ini. Juga penting untuk
melibatkan komunitas dalam mendukung program ini.
5. Program "Tri-Step" perlu dirancang dengan fleksibilitas yang memungkinkan
penyesuaian dengan kebutuhan dan perubahan dalam lingkungan bisnis dan
ekonomi.
6. Membangun strategi pengelolaan risiko yang kuat untuk meminimalkan risiko yang
terkait dengan pembiayaan UMKM dan proyek ESG.
7. Menjaga tingkat pelaporan dan transparansi yang tinggi dalam pelaksanaan program
ini, sehingga pemangku kepentingan dapat melihat dampak positif yang dihasilkan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Sumual, M. S. (2012). PERJANJIAN LEASING DENGAN HAK OPSI (FINANCE LEASE)


DENGAN METODE PEMBIAYAAN BERSAMA (JOINT FINANCING) (Doctoral
dissertation, Universitas Gadjah Mada).

Hubeis, M. (2009). Prospek Usaha Kecil Dalam Wadah Inkubator Bisnis. Ghalia: Bogor,
Indonesia.

Wahid, N. (2014). Keuangan Inklusif, Membongkar Hegemoni Keuangan; Peran Kredit Usaha
Rakyat Dalam Menurunkan Kemiskinan dan Pengangguran. KPG Bekerjasama dengan
Inter Café IPB dan OJK, Jakarta.

Nugroho, A. E. (2017). Politik Ekonomi Kredit Program Untuk Pemberdayaan Usaha Mikro-Kecil:
Dari Bimas Hingga Kredit Usaha Rakyat. Dalam Yeni Saptia & A. E. Nugroho (Eds.),
Penguatan Peran Program Kredit Mikro Dalam Mendorong Pengembangan UMKM Di
Sektor Pertanian (Bab 5). Jakarta: LIPI-Press.

Ledgerwood, Joanna. (2013). The New Microfinance Handbook: A Financial Market System
Perspective. Word Bank: Washington D.C

Syamsulbahri, D. (2018). UMKM dalam perspektif pembiayaan inklusif di Indonesia. Jurnal


Ekonomi Dan Pembangunan, 26(1), 59-76.
Rifa'i, A. (2017). Peran Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dalam Mengimplementasikan Keuangan
Inklusif Melalui Pembiayaan UMKM. HUMAN FALAH: Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis
Islam, 1(1).
Kristyanto, V. S., & Kaluge, D. (2018). Peningkatan inklusivitas ekonomi melalui pembiayaan
investasi modal manusia. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 11(2), 182-189.
Ghazali, A., & Zulmaita, Z. (2022). Pengaruh Pengungkapan Environmental, Social, and
Governance (ESG) Terhadap Tingkat Profitabilitas Perusahaan (Studi pada Perusahaan
Sektor Infrastruktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). In Seminar Nasional
Akuntansi dan Manajemen PNJ (Vol. 3).

23

Anda mungkin juga menyukai