Dosen Pembimbing :
Ns. Yuni Dwi Hastuti, S.Kep., M.Kep
Disusun Oleh :
Laela Safitri 22020122120006
Mutia Rifngatul Arojah 22020122120008
Mufidatun Wafiyah 22020122120009
Anggarda Fharametta 22020122120016
Tita Aisha Salma 22020122120018
Putri Febriyanti 22020122120019
Dea Marsha Aurelia 22020122120026
Lailia Rohmatun Nazilla 22020122120036
Diabetes Mellitus disebut dengan “the silent killer” karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam
keluhan. Penyakit yang akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan
mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit
sembuh dan membusuk/gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah,
stroke dan sebagainya (Fatimah, 2015). Maka, beberapa penderita Diabetes
Melitus yang sudah parah dapat menjalani amputasi anggota tubuh karena
terjadi pembusukan.
Tipe diabetes ini ditandai dengan destruksi sel Beta pankreas akibat
faktor genetik, imunologi, dan faktor lingkungan (virus). Pada
penderita Diabetes Melitus Tipe 1 membutuhkan injeksi insulin ke
dalam tubuhnya untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah.
Diabetes Melitus tipe I paling banyak menyerang pada usia anak-
anak hingga remaja. Biasanya diabetes jenis ini bisa diidentifikasi
pada pasien berusia kurang dari 30 tahun. Faktor Risiko terjadinya
Diabetes Mellitus Tipe I terdiri dari faktor tetap yaitu terdiri dari
usia, jenis kelamin, riwayat diabetes gestasional, faktor genetik,
penyakit autoimun dan ras (Faida & Santik, 2020).
D. Diabetes imunologi
E. Obat-obatan
F. Endokrinopati
Hormon yang kerjanya antagonis dengan insulin dapat
mengakibatkan diabetes melitus. Sehingga diabetes melitus dapat
disertai dengan endokrinopati. Endokrinopati yang dapat
mengakibatkan DM antara lain: Cushing sydrome, akromegali,
aldesteronoma, Feokromositoma, Hipertiroidisme.
G. Infeksi
C. Polidipsi
Polidipsia adalah kondisi di mana seseorang merasa haus secara
berlebihan akibat kadar gula berlebih dalam darah menyerap air
terus menerus dari jaringan tubuh sehingga membuat penderita
diabetes mudah dehidrasi. Diabetes melitus menyebabkan
komplikasi yang berakhir pada kematian (Lathifah, 2017). Saat
tubuh penderita diabetes tidak dapat menurunkan level gula di
dalam darah, maka level gula tersebut akan semakin meningkat
secara abnormal. Hal inilah yang menyebabkan rasa haus ekstrem.
D. Badan Lemas
Rasa lemah disebabkan karena glukosa tidak dapat masuk kedalam
sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan
energi. Glukosa yang ada dalam darah tidak bisa masuk ke dalam
sel sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan
energi. Karena untuk bertahan hidup, energi harus diperoleh dari
cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya, penderita
kehilangan jaringan lemak dan otot dan menjadi lebih kurus
(Wijaya, 2013).
F. Intoleransi Aktivitas
Intoleransi aktivitas adalah ketidak efektifan energy untuk
melakukan aktivitas sehari-hari (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017).
Intoleransi aktivitas pada diabetes merupakan suatu kondisi
dimana seseorang mengalami keterbatasan/penurunan dalam
aktivitas fisik dibandingkan biasanya karena kelemahan akibat
penurunan atau hilangnya jumlah protein dalam tubuh dan juga
penggunaan penggunaan karbohidrat untuk energi. Menurut (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) penyebab intoleransi aktivitas pada
penderita diabetes melitus adalah kelemahan.
Diabetes adalah kumpulan gejala kronis dan sistemik
ditandai dengan gula darah tinggi atau disebabkan hiperglikemia
karena penurunan sekresi atau kerja insulin, yang mengakibatkan
terhambatnya metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
Glukosa biasa bersirkulasi dalam jumlah tertentu di dalam darah
dan diperlukan untuk kebutuhan sel dan jaringan. Glukosa
terbentuk di hati dari makanan dikonsumsi, makanan yang masuk
digunakan sebagian untuk kebutuhan energi dan beberapa
disimpan sebagai glikogen di hati dan jaringan lain dengan bantuan
insulin. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau
Langerhans pankreas, yang diproduksi kemudian memasuki aliran
darah bersama dalam jumlah kecil kemudian akan meningkat jika
ada makanan masuk. Produksi insulin rata-rata orang dewasa
sekitar 40 hingga 50 unit, untuk menjaga kadar gula darah stabil
pada kisaran 70 hingga 120 mg/dL. Insulin disekresi oleh sel beta,
yang merupakan hormon anabolik, yaitu hormon yang dapat
membantu memindahkan glukosa dari darah ke dalam tubuh
seperti otot, hati dan lemak (Tarwoto dkk, 2016)
Pada diabetes, insulin rendah atau tidak ada insulin sama
sekali menyebabkan tiga gangguan metabolik yaitu penurunan
penggunaan glukosa, meningkatnya mobilisasi lemak dan
meningkatnya pemanfaatan protein. Pada DM tipe 2, masalah
utamanya terkait dengan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Resistensi insulin menunjukkan penurunan sensitivitas
jaringan terhadap insulin. Biasanya, insulin berikatan dengan
reseptor khusus di permukaan sel dan memulai rangkaian berantai
yang terlibat dalam metabolisme glukosa. Sel-sel tubuh
membutuhkan Insulin untuk mengangkut glukosa sekitar 25%
untuk energi. Tidak adekuatnya insulin mengakibatkan banyak
glukosa tidak dapat digunakan , kemudian gula darah naik karena
hati tidak dapat menyimpan glukosa dalam glikogen. Untuk
keseimbangan agar gula darah kembali normal, kemudian tubuh
akan mengeluarkan glukosa melalui ginjal sehingga glukosa
menjadi banyak dalam urin (glikosuria). Glukosa tidak bisa
masuk ke dalam sel menyebabkan kekurangan energi yang
tersimpan, kelaparan sel, hilangnya kalium karena pasien merasa
lemah dan mudah lelah (Tarwoto dkk, 2016).
G. Luka
Diabetes melitus (DM) apabila tidak dikendalikan, penyakit ini
mampu menimbulkan penyakit-penyakit yang dapat berakibat fatal,
termasuk amputasi pada penyakit kaki diabetes (gangren diabet).
Bagi penyandang diabetes, luka kaki yang sukar sembuh
merupakan komplikasi kronis yang bisa muncul bila kadar gula
darah tidak dikontrol dengan baik. Klien diabetes sangat beresiko
terhadap kejadian luka kaki (Litzelman, 1993).
Menurut beberapa literatur DM, kaki diabetes adalah suatu
penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan
tanda sebagai berikut:
a. Sering kesemutan/gringgingen (asimptomatis).
b. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermii).
c. Nyeri saat istirahat.
d. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).
H. Baal
Kesemutan pada kaki penderita diabetes bisa jadi
merupakan kondisi neuropati diabetik, salah satu komplikasi
diabetes (Suyono, 2018).. Kondisi ini merupakan kelainan saraf
yang ditandai dengan rasa kesemutan, nyeri, atau mati rasa.
Neuropati diabetik paling sering menyerang saraf di kaki.
Kerusakan saraf disebabkan oleh tingginya kadar gula
darah. Adanya gula darah yang tinggi dapat melemahkan dinding
pembuluh darah yang menyuplai oksigen dan nutrisi ke sel saraf,
kondisi ini dapat mengganggu fungsi saraf (Tjandrawinata, 2016).
Risiko neuropati diabetik dapat meningkat jika gula darah tidak
terkontrol, diabetes dalam waktu lama, obesitas hingga penyakit
ginjal
Mendiagnosis Neuropati Diabetik dapat dilakukan
berdasarkan konsensus San Antonio, hal ini dianjurkan minimal 1
dari 5 kriteria dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis.
Seperti Pemeriksaan symptom scoring dan physical examination
scoring yang telah terbukti memiliki sensitifitas dan spesifitas
tinggi untuk mendiagnosis neuropati atau polineuropati diabetik
adalah skor Diabetic Neuropathy Symptom/DNS dan skor Diabetic
Neuropathy Examination/DNE (Asad et al. 2009)
Skor DNS merupakan 4 poin yang bernilai untuk skor
gejala dengan estimasi nilai yang tinggi untuk menyaring
polineuropati pada diabetes. Gejala yang dinilai meliputi: jalan
tidak stabil, kesemutan atau rasa kebas, nyeri seperti ditusuk jarum,
nyeri terbakar atau nyeri tekan
Skor DNE adalah sebuah sistem skor untuk mendiagnosis
polineuropati distal pada diabetes melitus. Skor DNE merupakan
sistem skor yang sensitif dan telah diuji dengan baik dan dapat
dilakukan secara cepat dan mudah dipraktekkan. Skor DNE terdiri
dari 8 item, yaitu:
a) Kekuatan otot: (1) quadriceps femoris
(ekstensi sendi lutut); (2) tibialis anterior (dorsofleksi
kaki)
b) Reflek : (3) triceps surae/tendo achilles
c) Sensibilitas jari telunjuk : (4) sensitivitas terhadap
tusukan jarum
d) Sensibilitas ibu jari kaki: (5) sensitivitas terhadap tusukan
jarum; (6) Sensitivitas terhadap sentuhan; (7) persepsi
getar; dan (8) sensitivitas terhadap posisi sendi.
4. Penatalaksanaan (Mandiri/Kolaborasi)
Permasalahan pasien yang menderita diabetes melitus tipe 2 ini perlu
dilakukannya penatalaksanaan yang bertujuan untuk menormalkan
produksi insulin dan kadar glukosa dalam darah sehingga dapat mengatasi
munculnya komplikasi neropatik dan vaskular serta tidak terganggunya
aktivitas pasien dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam jangka pendek,
penatalaksanaan bertujuan untuk mengendalikan glukosa darah, hilangnya
keluhan, berkurangnya tanda-tanda diabetes melitus, dan mempertahankan
rasa aman nyaman pasien. Terdapat lima komponen penatalaksanaan
terhadap diabetes melitus seperti penatalaksanaan :
1. Nutrisi
Pada pasien diabetes melitus mengalami penurunan produksi
insulin sehingga pasien membutuhkan pemenuhan insulin guna
mengontrol kadar glukosa dalam darah. Pemenuhan jumlah kalori,
karbohidrat, protein, dan lemak yang dikonsumsi harus dilakukan
secara konsisten supaya produksi insulin terpenuhi. Pemenuhan
kebutuhan nutrisi bertujuan untuk pemenuhan nutrisi pasien,
menormalkan kadar glukosa dalam darah, menormalkan tekanan darah,
profil lipid dan lipoprotein yang dapat mencegah atau memperlambat
risiko penyakit vaskular. Terdapat beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam memberikan pemenuhan nutrisi pasien, seperti:
mempertimbangkan latar belakang budaya pasien, gaya hidup pasien,
kesukaan pasien, dan jadwal makan pasien.
Pada pasien penderita diabetes melitus lanjut usia, terutama yang
memiliki berat badan berlebih dapat dikendalikan dengan pengaturan
diet dan olahraga ringan. Perencanaan makanan merupakan salah satu
pilar dalam pengelolaan diabetes. Namun, perencanaan makan ini tidak
ada satupun yang sesuai dengan setiap pasien. Hal ini disesuaikan
dengan kebiasaan masing-masing pasien. Adapun standar yang
dianjurkan adalah makanan dengan kandungan karbohidrat (60-70%),
Protein (10-15%), dan lemak (20-25%). Petunjuk umum asuhan diet
pada pasien diabetes:
a. Menghindari produk lain sebagai cemilan pada waktu makan
seperti cake, biskuit, dan sebagainya.
b. Minum air dalam jumlah yang banyak, susu skim, dan minuman
yang memiliki kalori rendah pada saat makan.
c. Waktu makan yang teratur
d. Menghindari makan makanan yang manis dan gorengan
e. Meningkatkan asupan sayuran setiap dua kali makan
f. Menu utama saat makan berupa nasi, kentang, dan sereal
g. Saat haus minum air atau minuman yang bebas gula
h. Makan daging, telur, dan dan kacang-kacangan dalam porsi kecil.
2. Olahraga
Olahraga untuk pasien diabetes melitus dapat dilakukan secara teratur
(3-4 kali dalam seminggu) berupa jalan kaki, jogging, berenang, sepeda
santai, yoga, dan senam diabetes (Putra dan Berawi, 2015).
3. Pemantauan
Pemantauan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gula darah puasa
(GDP), pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS), pemeriksaan hBa1c,
pemeriksaan gula darah 2 jam prandial (GD2PP), dan pemeriksaan
toleransi glukosa oral (TTGO) yang dilakukan secara rutin (Lestari dan
Zulkarnain, 2021). Diagnosis dapat ditegakkan jika hasil dalam
pemeriksaan gula darah sebagai berikut:
1. Gula darah puasa > 126 mg/dl
2. Gula darah 2 jam > 200 mg/dl
3. Gula darah acak > 200 mg/dl.
4. Mengukur HbA1c > 6,5%
4. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi dapat dilakukan secara bersama-sama dengan
olahraga dan pemenuhan nutrisi. Terapi farmakologi terdiri dari
pemberian obat bentuk suntikan dan obat oral (Putra dan Berawi, 2015).
Berdasarkan cara kerjanya obat hipoglikemik oral yang dibagi menjadi
5 golongan yaitu, Pemicu sekresi insulin sulfonilurea dan glinid,
Peningkat sensitivitas terhadap insulin metformin dan tiazolidindion.
Penghambat glukoneogenesis. Penghambat absorpsi glukosa,
Penghambat glukosidase. Obat yang dapat dikonsumsi bagi penderita
diabetes melitus tipe 2 yang termasuk dalam obat anti diabetes non-
insulin umum seperti golongan biguanida yang didalamnya terdapat
metrofin (obat yang paling populer di kalangan penderita diabetes
melitus tipe 2 karena dapat menurunkan glukosa dalam darah,
meningkatkan sensitivitas insulin, dan menekan risiko hipoglikemia
(Sanchez-Rangel , et al., 2017). Selanjutnya terdapat obat sulfonilurea
yang sering digunakan juga dalam terapi lini kedua pasien diabetes
melitus tipe 2 tanpa mengalami obesitas berat. yang memiliki efek
samping bekerja langsung pada sel pulau yang dapat menutup saluran
K+ yang sangat sensitif terhadap ATP, dan merangsang insulin
(Widiasari, et al., 2021).
5. Edukasi
Pemberian edukasi pada pasien diabetes melitus sangat penting karena
segala informasi yang awalnya tidak tahu atau salah persepsi dapat
terjawabkan pada sesi edukasi ini dan merupakan upaya dari
pencegahan diabetes melitus serta pengelolaan diabetes melitus secara
holistik. Selain pemberian pemenuhan nutrisi pada pasien diabetes
melitus, terdapat pula pemberian edukasi kepada pasien mengenai
pentingnya menjaga pola makan, keterkaitan kebutuhan nutrisi dengan
insulin, dan membuat jadwal rencana makan. Contoh edukasi yang
dapat diberikan seperti cara merawat kaki yang terdapat ulkus dan
selalu menggunakan alas kaki (Widiasari, et al., 2021)
3. Pola eliminasi
9. Pola reproduksi/seksual
DAFTAR PUSTAKA