Anda di halaman 1dari 19

Konsep Dasar Keperawatan Jiwa

Sejarah Perkembangan :
- 1773, custodial care (tidak oleh tenaga kesehatan)
- 1882, primary consistent of custodial care bersifat isolatif dan penjagaan
- 1920-1945, berfokus pada disease (model curative care)
- 1950-1960, fokus pelayanan pada klien; obat psychotropic- pengganti restrains
dan seclusions; deinstitutionalization dimulai; therapeutic relationship; primary
preventive.
- 1970-1980, perawatan beralih dari perawatan RS jangka panjang ke lama rawat
yang lebih singkat. fokus perawatan bergeser ke arah community based
care/service.
- Awal abad 21, fokus perawatan preventif/berbasis komunitas melalui
pendekatan: pusat kesehatan mental, praktik, pelayanan di RS, pelayanan
daycare, home visite & hospice care; pemfokusan layanan pencegahan primer
(bukan hanya perawatan berbasis penyakit), mencakup identifikasi kelompok
berisiko tinggi & penyuluhan pencegahan gangguan jiwa.
Perkembangan Keperawatan Jiwa di Indonesia :
- Dulu kala : gangguan jiwa dianggap kemasukan dengan terapi mengeluarkan roh
jahat.
- Zaman kolonial : sebelum ada RSJ, pasien ditampung di RSU- yang ditampung
hanya yang mengalami gangguan jiwa berat.
- 1882 (RSJ pertama di Indonesia), 1902 (RSJ Lawang), 1923 (RSJ Magelang),
1927 (RSJ Sabang, jauh dari perkotaan).
- 1910 : mulai dicoba hindari costodial care (penjagaan ketat) dan restrains
(pengikatan).
- 1996 : UU Kesehatan Jiwa No. 3 tahun 1996 ditetapkan oleh pemerintah; adanya
badan koordinasi rehabilitasi penderita penyakit jiwa (BKR-PPJ) dengan instansi
diluar bidang kesehatan.
- Program kesehatan jiwa nasional dibagi dalam 3 sub-program yang diputuskan
pada masyarakat dengan prioritas pada health promotion :
1. Sub program perbaikan pelayanan; fokus psychiatic-medical-care.
Penekanan pada curative care (treatment) dan rehabilitasi.
2. Sub program untuk pengembangan sistem. Fokus pada peningkatan
IPTEK, continuing education, research administration and management,
mental health information.
3. Sub program untuk establishment community mental health (diseminasi
ilmu, fasilitasi RSJ swasra-perizinan, kerjasama dengan luar negeri).
Kesehatan Jiwa → merupakan suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang
lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. (WHO, 2005).
merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari
hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri
yang positif dan kestabilan emosional (Videback, 2008). indikator sehat jiwa meliputi
sifat yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri,
keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan dalam
beradaptasi dengan lingkungan (Stuart, 2016).
Sehat Jiwa → merupakan kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara proaktif dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya. (UU No. 18 Tahun 2014 tentang kesehatan
jiwa pasal I).
Sehat Jiwa ditandai dengan :
- Perasaan sehat dan bahagia
- Dapat menerima orang lain sebagaimana adanya
- Mampu menghadapi tantangan hidup
- Mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang
Dasar-dasar Kesehatan Jiwa
Keluarga yang sehat jiwa menentukan masyarakat yang sehat jiwa :
1. Kesehatan jiwa ditentukan oleh faktor intrinsik (organo-biologik, keturunan) dan
ekstrinsik (keluarga, masyarakat, dan lingkungan);
2. Kesehatan jiwa tidak dapat dipisahkan dari masalah kepribadian manusia;
3. Kesehatan jiwa tidak terjadi dengan sendirinya, perlu usaha/waktu
mengembangkan dan membinanya;
4. Dasar-dasar pembinaan jiwa yang sehat diletakkan di lingkungan keluarga;
5. Komunikasi yang sehat, suasana keluarga yang harmonis dan bahagia
merupakan syarat berkembangnya jiwa anak yang sehat;
6. Keluarga yang sehat jiwa berawal dari orang tua atau perkawinan yang sehat
jiwa pula;
7. Orang tua perlu memahami dasar-dasar kesehatan jiwa dan berusaha mencapai
kondisi jiwa yang sehat.
Ciri-ciri Sehat Jiwa (Yahoda dlm Keliat, dkk, 2005) :
- Bersikap positif terhadap diri sendir
- Mampu tumbuh dan berkembang serta mencapai aktualisasi diri
- Menyadari adanya integrasi dan hubungan antara masa lalu dan sekarang
- Memiliki persepsi sesuai dengan kenyataan
- Mampu menguasai dan beradaptasi
Ciri-ciri Sehat Jiwa (WHO, 2008) :
- Individu mampu menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyatta, meskipun
kenyataan itu buruk baginya
- Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya
- Merasa lebih puas memberi dari pada menerima
- Secara relatif bebas dari rasa tegang (stress), cemas dan depresi
- Mampu berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling
memuaskan
- Mampu menerima kekecewaan sebagai pelajaran yang akan datang
- Mempunyai rasa kasih sayang
Rentang Respon Sehat Jiwa

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Sehat Jiwa Masalah Psikososial Gangguan Jiwa

● Pikiran logis ● Pikiran kadang ● Waham


● Persepsi kuat menyimpang ● Halusinasi
● Emosi konsisten ● Ilusi ● Ketidakmampuan
● Perilaku sesuai ● Reaksi emosional mengendalikan
● Hubungan sosial ● Perilaku kadang tidak emosi
memuaskan sesuai ● Ketidakteraturan
● Menarik diri ● Isolasi sosial

Masalah Psikososial → setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat
psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik dan dianggap
berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa (atau
gangguan kesehatan) secara nyata, atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang
berdampak pada lingkungan sosial.
Ciri-ciri Masalah Psikososial :
- Cemas, khawatir berlebihan, takut
- Mudah tersinggung
- Sulit konsentrasi
- Bersifat ragu-ragu/merasa rendah diri
- Merasa kecewa
- Pemarah dan agresif
- Reaksi fisik seperti : jantung berdebar, otot tegang, sakit kepala
Gangguan Jiwa → suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya
gangguan pada fungsi kehidupan, menimbulkan penderitaan pada individu dan atau
hambatan melaksanakan peran sosial.
Ciri-ciri Gangguan Jiwa :
- Marah tanpa sebab
- Mengurung diri
- Tidak mengenali orang
- Bicara kacau
- Bicara sendiri
- Tidak mampu merawat diri
Keperawatan Jiwa
Pelayanan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan
jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respons psikososial yang
maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri
sendiri dan terapi keperawtaan jiwa (komunikasi terapeutik dan terapi modalitas
keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan untuk
meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa
klien (individu, keluarga, kelompok komunitas).
Paradigma Keperawatan
1. Manusia
- Fungsi sebagai makhluk holistik yaitu bertindak, berinteraksi dan bereaksi
dengan lingkungan secara keseluruhan
- Mempunyai kebutuhan dasar yang sama dan penting
- Memiliki harga diri dan martabat
- Tujuan individu adalah untuk tumbuh, sehat, mandiri, dan tercapai
aktualisasi diri
- Mempunyai kemampuan untuk berubah dan keinginan untuk mengejar
tujuan personal
- Mempunyai kapasitas koping yang bervariasi
- Mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
2. Lingkungan
- Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam
dirinya dan lingkungan luar, baik keluarga, kelompok, komunitas
- Dalam berhubungan dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan
strategi koping yang efektif agar dapat beradaptasi
- Hubungan interpersonal yang dikembangkan dapat menghasilkan
perubahan diri individu
3. Kesehatan, merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan
salah satu segi kualitas hidup manusia, oleh karena itu, setiap individu
mempunyai hak untuk memperoleh kesehatan yang sama melalui perawatan
yang adekuat.
4. Keperawatan, perawat memandang manusia secara holistik dan menggunakan
diri sendiri secara terapeutik. Metodologi dalam keperawatan jiwa adalah
menggunakan diri sendiri secara terapeutik dan interaksinya interpersonal
dengan menyadari diri sendiri, lingkungan dan interaksinya dengan lingkungan.
Peran Perawat Jiwa :
- Peneliti, bertanggung jawab dan penelitian untuk meningkatkan praktik
keperawatan jiwa;
- Pendidik, bertanggung jawab memberikan pendidik kesehatan pada individu,
keluarga, komunitas sebagai mampu merawat diri sendiri;
- Pelaksana asuhan keperawatan, bertanggung jawab melaksanakan asuhan
keperawatan secara komprehensif;
- Pengelola keperawatan, bertanggung jawab dalam administrasi keperawatan,
seperti menerapkan teori manajemen dan kepemimpinan dalam mengelola
askep, mengorganisasi pelaksanaan terapi modalitas, dll.
Pelayanan Jiwa Komprehensif → merupakan pelayanan yang difokuskan pada
pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat jiwa, pencegahan sekunder
pada anggota masyarakat yang mengalami masalah psikososial, dan pencegahan
tersier pada pasien gangguan jiwa dengan proses pemulihan.
Pencegahan Primer
Fokus → pelayanan keperawatan jiwa pada peningkatan kesehatan dan pencegahan
terjadinya gangguan jiwa.
Tujuan → mencegah terjadinya gangguan jiwa, mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan jiwa.
Target Pelayanan → anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan jiwa sesuai
dengan kelompok umur yaitu anak-anak, remaja, dewasa dan usia lanjut.
Aktifitas :
1. Program pendidikan kesehatan program stimulasi perkembangan, program
sosialisasi, manajemen stress, persiapan menjadi orang tua;
2. Program dukungan sosial pada anak yatim piatu, kehilangan pasangan,
kehilangan pekerjaan, kehilangan rumah/tempat tinggal akibat bencana;
3. Program pencegahan penyalahgunaan obat;
4. Program pencegahan bunuh diri.
Pencegahan Sekunder
Fokus → pelayanan keperawatan pada pencegahan sekunder adalah deteksi dini
masalah psikososial dan gangguan jiwa serta penanganan dengan segera.
Tujuan → menurunkan angka kejadian gangguan jiwa.
Target Pelayanan → anggota masyarakat yang berisiko/memperlihatkan tanda-tanda
masalah psikososial dan gangguan jiwa.
Aktifitas :
- Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari
berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan lain, penemuan langsung.
- Melakukan penjaringan kasus.
Pencegahan Tersier
Fokus → pelayanan keperawatan pada peningkatan fungsi dan sosialisasi serta
pencegahan kekambuhan pada pasien gangguan jiwa.
Tujuan → mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan akibat gangguan jiwa.
Target Pelayanan – anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa pada tahap
pemulihan.
Aktifitas :
- Program rehabilitasi dengan memberdayakan klien dan keluarga → mandiri dan
produktif.
- Program dukungan sosial dengan menggerakan sumber-sumber di masyarakat.
- Program dukungan sosial dengan menggerakan sumber-sumber di masyarakat
seperti sumber pendidikan, dukungan masyarakat (tetangga, teman dekat, tokoh
masyarakat), pelayanan terdekat yang terjangkau masyarakat.
- Program rehabilitasi dengan memberdayakan pasien dan keluarga hingga
mandiri. Fokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga.
- Program sosialisasi dan program mencegah stigma.
Kolaborasi Perawat Jiwa :
- Pasien
- Keluarga
- Tim keperawatan
- Tim kesehatan lain
Konseptual Model Keperawatan Jiwa
Model Psikoanalisa
Model ini dikembangkan oleh S. Freud. Menurut model ini, gangguan jiwa terjadi
sebagai akibat tidak terselesaikannya konflik-konflik pada masa perkembangan. Ini
terjadi sebagai akibat dari pertahanan ego yang tidak dapat mengendalikan ansietas.
Gejala gangguan jiwa muncul sebagai upaya untuk mengatasi ansietas dan
berhubungan dengan konflik yang tidak terselesaikan. Proses terapi pada model
psikoanalisa adalah menggunakan teknik asosiasi bebas dan analisa mimpi.
ID (4-5 bulan) → impulsive/instinctual drive (apabila bayi menginginkan sesuatu)
- Pleasure principle
- Physiologic needs
- Primary process
EGO → executive (bayi tersebut akan melakukan sesuatu seperti menangis atau
tantrum)
- Reality principle
- Conscious competencies
- Decision maker, problem solving, critical and creative thinking
SUPEREGO → sesuatu yang menahan agar tidak melakukan hal yang buruk (kayanya
kaya mengatur sikap tentang hal yang gak baik gitu)
- Should not
- Small voice of god
- Set norms, standards and values moral principle
- conscience
Jika ID lebih tinggi dari SE, maka akan menjadi manic, antisosial, dan narsisitik.
Jika SE lebih tinggi dari ID, maka akan menjadi obsesif, kompulsif, anoreksia, nervosa.
Jika EGO tidak seimbang maka akan menyebabkan schizophrenia.
Defence Mechanism
- Repression → unconscious forgetting of an anxiety provoking concept (tidak
sadar memendam stress di alam bawah sadar)
- Supression → conscious forgetting of an anxiety provoking situation (sadar
memendam)
- Identification (attempts to resemble or pattern the personality of a person being
admired of) meniru seseorang yang diidolakan
- Introjection (acceptance of another values and opinion as one’s own) menerima
pandangan/opini orang tentang dirinya
- Sublimation (placing anxiety toward more productive activities)
- Substitution (replace a goal that cant be achieved for another that is more
realistic)
Model Interpersonal oleh Sullivan dan Peplau
Pandangan tentang gangguan jiwa menurut model ini adalah akibat ansietas yang
muncul dan dialami dalam hubungan interpersonal. Ketakukan mendasar pada
manusia adalah takut ditolak oleh orang lain karena manusia membutuhkan rasa aman
dan kepuasan dari hubungan interpersonal yang memuaskan. Proses terapi meliputi
membina hubungan antara terapis dengan klein untuk membangun rasa aman klien.
Model Eksistensial
Dikembangakn oleh Perls, Glasser, Ellis, Roger & Frank. Model ini menyatakan bahwa
kehidupan akan penuh arti jika manusia dapat menerima dirinya sepenuhnya.
Penerimaan terhadap diri dapat dicapai melalui hubungan dengan orang lain. Proses
terapi menurut model ini adalah membantu klien mengalami hubungan yang otentik.
Masalah klien diidentifikasi melalui interpretasi dan resistensi dan proses transferens
klien. Peran klien pada model ini adalah mengungkapkan secara verbal semua
mimpinya untuk diinterpretasi oleh terapis.
Model Terapi Supportif
Dikembangkan oleh Werman dan Rockland. Masalah muncul diakibatkan oleh faktor
bio-psiko-sosial. Menekankan pada respons koping yang terjadi. Proses terapi :
meningkatkan tes realita dan harga diri. Dukungan sosial dikerahkan dan respon koping
yang adaptif dikuatkan. Agar terapi efektif parsitipasi klien dalam terapi sangat penting,
disamping itu terapis haru hangat, empati dan bersahabat dengan klien.
Model Medikal
Dikembangkan oleh Meyer, Kraeplin, Spizer, dan Frances. Gangguan perilaku
diakibatkan oleh proses penyakit biologis. Gejala muncul sebagai kombinasi faktor
fisiologis, genetik, lingkungan dan faktor sosial. Proses terapi berfokus pada
penanganan diagnosis yang meliputi terapi somatik dan teknik interpersonal. Terapi
diberikan sesuai dengan respon simptomatik.

Konsep Stress Adaptasi dan Model Stuart


Stress → semua respon manusia yang bersifat nonspesifik terhadap tuntutan
kebutuhan yang ada dalam dirinya (Hans Selye). Suatu kekuatan yang mendesak atau
mencekan, yang menimbulkan suatu ketegangan dalam diri seseorang (Soeharto
Herdjan). Stres adalah faktor emosional, fisik, sosial, ekonomi atau kondisi lain yang
membutuhkan respons atau adaptasi akibat adanya efek psikologis dan fisiologis yang
ditimbulkan.
Faktor Penyebab Stress
- Faktor biologis → herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik, neurofisiologik, dan
neurohormonal.
- Faktor sosiokultural → perkembangan kepribadian, pengalamna dan kondisi lain
yang mempengearuhi.
- Faktor psikologis → terdiri dari :
a. Frustasi (akibat kegagalan dalam mencapai tujuan, bersifat intrinsik (cacat
badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam,
kehilangan orang yang dicintai, pengangguran, dsb)).
b. Konflik (timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih keinginan,
kebutuhan atau tujuan pada waktu bersamaan)
c. Tekanan (berkaitan dengan tekanan hidup sehari-hari, baik yang
bersumber dari dalam dirinya maupun dari luar)
d. Krisis (suatu kejadian mendadak yang menimbulkan stres pada diri
individu).
Faktor Tingkat Stress :
1. Sifat stressor → ditentukan oleh pengetahuan individu tentang stressor dan
pengaruhnya pada individu tersebut.
2. Jumlah stressor → banyaknya stressor yang diterima individu dalam waktu
bersamaan.
3. Lama stressor → seberapa sering individu menerima stresor yang sama (makin
sering, maka akan timbul kelelahan).
4. Pengalaman masa lalu → pengalaman individu yang lalu memengaruhi individu
menghadapi masalah.
5. Tingkat perkembangan → memengaruhi cara berpikir, kematangan emosi, dll.
Sumber Stressor
- Internal (dari dalam tubuh) → hormon, penyakit, konsep diri, dll.
- Eksternal (dari luar tubuh) → lingkungan, hubungan sosial, pekerjaan, dll.
Jenis Stress
- Fisik (kondisi akibat suhu/temperature ruangan, suara bising, cahaya atau arus
listrik).
- Kimiawi (kondisi akibat asam basa kuat, efek obat, zat beracun, hormon atau
gas).
- Mikrobiologi (adanya virus, bakteri atau parasite yang menyebabkan penyakit).
- Fisiologik (adanya gangguan struktur, fungsi jaringan/organ/sistemis sehingga
fungsi tubuh tidak optimal).
- Tumbuh & kembang (adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada
masa bayi s.d tua).
- psikis/emosional (adanya gangguan hubungan interpersonal, sosialm budaya,
keagamaan, tidak terpenuhinya kebutuhan hidup).
Tingkatan Stress
1. Nafsu bekerja besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa
memperhatikan tenaga, penglihatan menjadi tajam.
2. Dampak stress “menyenangkan” mulai hilang, mulai ada keluhan (merasa letih,
lambung/perut tidak nyaman, jantung berdebar, tengkuk/punggung tegang),
cadangan tenaga tidak memadai.
3. Keluhan semakin berat (BAB tidak teratur, otot makin tegang, emosional,
insomnia, koordinasi tubuh terganggu).
4. Keluhan semakin berat ditambah muncul gejala psikologis (badan loyo,
pekerjaan menjadi sulit dan menjenuhkan, pola tidur terganggu,
konsentrasi/daya ingat menurun, dan muncul ketakutan/kecemasan).
5. Disertai dengan kelelahan fisik dan mental, tidak mampu menyelesaikan hal
sederhana, gangguan pencernaan berat, takut dan cemas meningkat, bingung
serta panik.
6. Jantung berdebar keras, sesak nafas, gemetar, badan dingin, dan keluar banyak
keringat.
Respon Stress (Melibatkan Psiko-Neuro-Imunologi)
Stressor → Stress → Distress (dampak negatif) dan Eustress (dampak positif).
Respon fisiologis → sindrom adaptasi lokal (LAS), sindrom adaptasi umum (GAS)
Respon psikologis → perilaku destruktif/konstruktif, perilaku berorientasi tugas VS
mekanisme pertahanan ego.
Adaptasi
Merupakan pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh karena belajar dari
pengalaman untuk mengatasi stress. Tujuannya adalah menghadapi tuntutan secara
sadar, realistik, objektif, dan rasional.
1. Adaptasi Fisiologis → merupakan respon tubuh terhadap stressor untuk
mempertahankan fungsi kehidupan dari rangsangan internal maupun eksternal.
Mekanisme ini dikrontrol oleh medulla oblongata, formasi retikuler, dan hipofisis.
2. Adaptasi Psikologis → mekanisme koping untuk membantu individu dalam
menghadapi stressor dengan mengelola stress yang didapatkan melalui
pembelajaran dan pengalaman. Dapat bersifat destruktif dan konstruktif.
Mekanisme ini dapat berorientasi pada tugas dengan pemecahan masalah atau
mekanisme pertahanan ego dengan mengatur distress emosional
(ansietas/stress).
Faktor Predisposisi → faktor penyebab yang menjadi sumber terjadinya stres yang
memengaruhi tipe dan sumber dari indivisu untuk menghadapi stres baik yang biologis,
psikososial, dan sosiokultural. Faktor ini akan memengaruhi seseorang dalam
memberikan arti dan nilai terhadap stres pengalaman stres yang dialaminya.
Faktor Presipitasi → merupakan stimulus yang menantang, mengancam, atau menuntut
individu yang memerlukan energi tambahan dan mengakibatkan suatu ketegangan dan
stress. Stressor dapat bersifat biologis, psikologis, atau sosial budaya. Stimulus dapat
berasal baik dari lingkungan internal atau eksternal manusia. Kaji juga waktu stressor,
mencakup kejadian stressor, berapa lama seseorang terpapar stressor dan seberapa
sering terjadi. Kaji jumlah stressor yang dialami dalam masa tertentu, karena kejadian
yang menimbulkan stress akan lebih sulit diatasi apabila terjadi beberapa kali dalam
waktu berdekatan.
Tiga Kategori yang Menekan Kehidupan :
1. Kejadian yang menekan (stressful) → aktivitas sosial, lingkungan sosial, dan
keinginan sosial.
- Aktivitas sosial meliputi keluarga, pekerjaan, pendidikan, sosial,
kesehatan, keuangan, aspek legal, dan krisis komunitas.
- Lingkungan sosial adalah kejadian yang dijelaskan sebagai jalan masuk
dan jalan keluar. Jalan masuk adalah seseorang yang baru memasuki
lingkungan sosial.
- Keinginan sosial adalah keinginan secara umum seperti pernikahan.
2. Ketegangan hidup → beberapa ketegangan hidup yang terjadi adalah
perselisihan yang dihubungkan dengan hubungan perkawinan, perubahan
orangtua yang dihubungkan dengan remaja dan anak-anak, ketegangan yang
dihubungkan dengan ekonomi keluarga, serta overload yang dihubungkan
dengan peran.
Penilaian terhadap Stressor → meliputi penentuan arti dan pemahaman terhadap
pengaruh situasi yang penuh dengan stres bagi individu.
1. Respon kognitif → mencatat kejadian yang menekan, memilih pola koping yang
digunakan, serta emosional, fisiologis, perilaku, dan reaksi sosial seseorang.
2. Respon afektif → membangun perasaan. Meliputi sedih, takut, marah,
menerima, tidak percaya, antisipasi, atau kaget.
3. Respon fisiologis → merefleksikan interaksi beberapa neuroendokrin yang
meliputi hormon prolaktin, hormon ACTH, vasopresin, oksitosin, insulin,
epineprin, morepineprin, dan neurotransmitter lain di otak.
4. Respon fisiologis → melawan atau menghindar menstimulasi divisi simpatik dari
sistem.
5. Respon perilaku → hasil dari respon fisiologis dan emosional serta analisis
kognitif dari situasi yang menimbulkan stress.
6. Respon sosial → respon yang didasarkan pada tiga aktivitas, yaitu arti, atribut
dan perbandingan sosial.
Sumber Koping → pilihan-pilihan atau strategi yahg membantu menentukan apa yang
dapat dilakukan dan apa yang berisiko. Hal yang termasuk sumber koping :
- Internal (dalam individu) → aset finansial/kemampuan ekonomi, kemampuan dan
keterampilan, dukungan sosial, motivasi.
- Eksternal (keluarga, kelompok, masyarakat) → kesehatan dan energi, dukungan
spiritual, keyakinan positif, keterampilan sosial.
Mekanisme Koping
1. Mekanisme koping problem focus → mekanisme ini terdiri atas tugas dan usaha
langsung untuk mengatasi ancaman diri. Contoh : negosiasi, konfrontasi, dan
mencari nasihat.
2. Mekanisme koping cognitively focus → mekanisme ini berupa seseorang dapat
berupa seseorang dapat mengontrol masalah dan menetralisasinya. Contoh :
perbandingan positif, selective ignorance, substitution of reward, dan devaluation
of desired objects.
3. Mekanisme koping emotion focus → pasien menyesuaikan diri terhadap distres
emosional secara tidak berlebihan. Contoh : mengguankan mekanisme
pertahanan ego seperti denial, supresi atau proyeksi.

Peran dan Fungsi Perawat Jiwa


Kolaborasi → berbagi dalam merencanakan, membuat keputusan, menyelesaikan
masalah dengan merespon antar anggota yang bekerja sama serta dengan komunikasi
terbuka.
3 Kunci dalam Kolaborasi
1. Berkontribusi aktif dan asertif antara satu sama lain
2. Respek dan menerima kontribusi orang lain
3. Negosiasi yang dibangun dalam kontribusi mereka satu sama lain adalah bentuk
dari ketercapaian dan dari sebuah kolaborasi
Psychiatry Nurses
Training → registered nurse (RN) with specialized training in care and treatment of
psychiatric patients
Role → accountable for the biopsycosocial nursing care of patients and their millieu
Psychiatrist
Training → medical doctor with internship and residency training in psychiatry
Role → accountable for medical diagnosis and treatment of patient
Social worker
Training → S1, S2 atau S3 dengan spesialis training dalam kesehatan jiwa
Role → accountable for family casework and community placement of patients
Psychologist
Training → mempunyai kemampuan secara klinis maupun riset tentang kesehatan jiwa
Role → accountable for psychological assessment, testing and treatment
Activity therapy (occupational therapy)
Training –. S1 dalam bidangnya dan telah terlatih dalam kesehatan jiwa
Role → acoountable for recreational, occupational and activity programs
Case worker
Training → bervariasi, akan tetapi telah mendapatkan training dalam kesehatan jiwa
Role → accountable for helping patients to be maintained in the community and receive
needed services.
Substances abuse counselor
Training → bervariasi, akan tetapi telah mendapatkan training dalam kesehatan jiwa
Role → accountable for evaluating and testing patients with substance use problems
Langkah-langkah dalam Kolaborasi
1. Menyusun dan menyepakati filosofi tim dalam merawat
2. Memahami dan respek terhadap kontribusi anggota tim lain
3. Menetapkan pola dalam berinteraksi
4. Memahami peran-peran masing-masing disiplin
5. Menerima individu
6. Membuat otoritas dan prosedur dalam membuat keputusan dan menyelesaikan
konflik
7. Menerima saran
8. Mengkomunikasikan segala sesuatu secara rutin, terbuka dan jelas
9. Menggunakan rencana bersama dan mencatat dalam dokumentasi
10. Secara konstan mereview ide-ide yang ada di antara tim
Barrier to interdisiplinary collaboration :
- Inappropriate education
- Training of mental health team members
- Traditional organizational structures
- Goal and role conflict
- Competitive and accommodating interpersonal interaction
- Power and status inequities
- Personal quality
Interpersonal relationship in nursing
- Pertama dikembangkan oleh Peplau
- Peplau mendefinisikan keperawatan sebagai suatu proses terapeutik yang
signifikan
- Peran inti keperawatan kesehatan jiwa adalah sebagai konselor dan psikoterapis
Fungsi dari Perawat jiwa :
- Dealing with patients’ problekms of attitude, mood, and interpretation of reality
- Exploring disturbing and conflicting thoughts and feelings
- Using the patient’s positive feelings toward the therapist to effect
psychophysiological homeostasis
- Counseling patients in emergencies, including panic and fear
- Strengthening the well part of patients
Tugas Tumbuh Kembang setiap Tahapan Tumbuh Kembang berdasarkan Eric
Erikson
1. Tahap Kepercayaan vs Ketidakpercayaan (0-18 bulan);
Anak akan berkembang secara fisik dan mental apabila lingkungannya
memenuhi kebutuhannya. Kepercayaannya tumbuh apabila terjadi keseimbanan
antara percaya vs ketidakpercayaan. Jika anak yang dibesarkan dalam
lingkungan yang positif, maka kepercayaannya dapat menyebabkan sikap berani
melakukan berbagai eksplorasi. Namun, jika anak dibesarkan di dalam
lingkungan yang kasar maka dapat menyebabkan anak yang kurang percaya
diri, menolak untuk eksplorasi lingkungannya.
2. Otonomi vs Rasa malu (18 bulan-3 bulan)
Otonomi merupakan dasar kemampuan untuk berpikir dan bertindak dengan
rasa percaya diri dan mandiri. Peran orang tua pada tahap ini sangat
berpengaruh, jika kontrol yang diberikan terlalu sedikit maka akan membuat anak
menjadi ragu-ragu dalam melakukan berbagai eksplorasi dan menjadi
penyendiri.
3. Inisiatif vs Rasa bersalah (3 tahun - 6 tahun)
Anak diminta untuk menjalankan kepercayaannya dan kemandiriannya yang
penuh, jika berhasil pada tahap ini, maka rasa tanggung jawab dan prakarsa
pada dirinya meningkat. Namun jika gagal dalam tahap ini, maka anak akan
memiliki rasa bersalah dan kurangnya inisiatif dalam melakukan segala hal.
4. Ketekunan vs Rasa rendah diri (6 tahun-12 tahun)
Merupakan tahap peralihan dari masa anak-anak ke masa pertengahan, dimana
anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap keberhasilan dan
kemampuannya. Tahapan ini menjadi berhasil jika anak didukung oleh orang
dewasa dalam membangun perasaan kompeten dan percaya dengan
keterampilannya. Namun anak akan gagal jika dalam tahapan ini anak menerima
sedikit atau tidak sama sekali dukungan dari orang dewasa, yang dapat
menimbulkan permasalahan seperti rasa rendah diri dan tidak produktif.
5. Identitas vs Kebingungan Peran (12 tahun-18 tahun)
Anak berdampingan dengan masa pubertas menuju dewasa, dimana anak
banyak sekali memiliki peran baru, status baru sebagai orang dewasa, pekerjaan
dan lainnya. Jika anak menjajaki ketidakpastian terhadap identitas diri tidak
tercapai maka dapat menyebabkan kebingungan peran di masa depan.
6. Keintiman vs Isolasi (18 tahun-40 tahun)
Keintiman dalam tahap ini merupakan identitas personal yang sangat kuat antara
wanita dan pria, yang dimana tahap ini sebagai tahap seksual mutuality atau
kematangan seksual. Jika hubungan ini berhasil, maka seseorang akan memiliki
teman atau pasangan hidup dan melanjutkan hubungannya menjadi sebuah
komitmen. Namun bagi mereka yang memiliki kepekaan diri yang kurang tinggi,
maka cenderung memiliki kekurangan dalam berkomitmen dan lebih sering
terisolasi secara emosional, kesendirian, dan merasa keterasingan dengan
orang lain.
7. Generativitas vs Stagnasi (40 tahun-65 tahun)
Seseorang akan melanjutkan kehidupan dan berfokus pada karir dan keluarga.
Jika berhasil melewati tahap ini, maka seseorang akan memberikan kontribusi
terhadap lingkungannya dengan berpartisipasi dalam lingkungannya dan
komunitasnya. Jika gagal melewati tahap ini, maka seseorang akan merasa tidak
produktif dan stagnasi yang berkaitan dengan rasa kecewa dan menumbuhkan
sikap egois pada diri sehingga rasa penyesalan yang membuat setiap individu
dalam tahap ini mengisolasi dirinya dari lingkungan di sekitarnya.
8. Integritas vs Keputusasaan (65 tahun keatas)
Pada tahap ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu setiap
individu. Pada tahapan ini merupakan rumusan dari semua tahapan di masa
lalunya. Jika seseorang yang banyak memiliki keberhasilan pada tahap-tahap
yang lalu maka mencerminkan keberhasilan dan kebijaksanaan. Namun jika
banyak tahapan yang tidak berhasil maka berasa bahwa hidupnya hanyalah
percuma dan memiliki banyak penyesalan serta keputusasaan.

Anda mungkin juga menyukai