Sejarah Perkembangan :
- 1773, custodial care (tidak oleh tenaga kesehatan)
- 1882, primary consistent of custodial care bersifat isolatif dan penjagaan
- 1920-1945, berfokus pada disease (model curative care)
- 1950-1960, fokus pelayanan pada klien; obat psychotropic- pengganti restrains
dan seclusions; deinstitutionalization dimulai; therapeutic relationship; primary
preventive.
- 1970-1980, perawatan beralih dari perawatan RS jangka panjang ke lama rawat
yang lebih singkat. fokus perawatan bergeser ke arah community based
care/service.
- Awal abad 21, fokus perawatan preventif/berbasis komunitas melalui
pendekatan: pusat kesehatan mental, praktik, pelayanan di RS, pelayanan
daycare, home visite & hospice care; pemfokusan layanan pencegahan primer
(bukan hanya perawatan berbasis penyakit), mencakup identifikasi kelompok
berisiko tinggi & penyuluhan pencegahan gangguan jiwa.
Perkembangan Keperawatan Jiwa di Indonesia :
- Dulu kala : gangguan jiwa dianggap kemasukan dengan terapi mengeluarkan roh
jahat.
- Zaman kolonial : sebelum ada RSJ, pasien ditampung di RSU- yang ditampung
hanya yang mengalami gangguan jiwa berat.
- 1882 (RSJ pertama di Indonesia), 1902 (RSJ Lawang), 1923 (RSJ Magelang),
1927 (RSJ Sabang, jauh dari perkotaan).
- 1910 : mulai dicoba hindari costodial care (penjagaan ketat) dan restrains
(pengikatan).
- 1996 : UU Kesehatan Jiwa No. 3 tahun 1996 ditetapkan oleh pemerintah; adanya
badan koordinasi rehabilitasi penderita penyakit jiwa (BKR-PPJ) dengan instansi
diluar bidang kesehatan.
- Program kesehatan jiwa nasional dibagi dalam 3 sub-program yang diputuskan
pada masyarakat dengan prioritas pada health promotion :
1. Sub program perbaikan pelayanan; fokus psychiatic-medical-care.
Penekanan pada curative care (treatment) dan rehabilitasi.
2. Sub program untuk pengembangan sistem. Fokus pada peningkatan
IPTEK, continuing education, research administration and management,
mental health information.
3. Sub program untuk establishment community mental health (diseminasi
ilmu, fasilitasi RSJ swasra-perizinan, kerjasama dengan luar negeri).
Kesehatan Jiwa → merupakan suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang
lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. (WHO, 2005).
merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari
hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri
yang positif dan kestabilan emosional (Videback, 2008). indikator sehat jiwa meliputi
sifat yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri,
keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan dalam
beradaptasi dengan lingkungan (Stuart, 2016).
Sehat Jiwa → merupakan kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara proaktif dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya. (UU No. 18 Tahun 2014 tentang kesehatan
jiwa pasal I).
Sehat Jiwa ditandai dengan :
- Perasaan sehat dan bahagia
- Dapat menerima orang lain sebagaimana adanya
- Mampu menghadapi tantangan hidup
- Mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang
Dasar-dasar Kesehatan Jiwa
Keluarga yang sehat jiwa menentukan masyarakat yang sehat jiwa :
1. Kesehatan jiwa ditentukan oleh faktor intrinsik (organo-biologik, keturunan) dan
ekstrinsik (keluarga, masyarakat, dan lingkungan);
2. Kesehatan jiwa tidak dapat dipisahkan dari masalah kepribadian manusia;
3. Kesehatan jiwa tidak terjadi dengan sendirinya, perlu usaha/waktu
mengembangkan dan membinanya;
4. Dasar-dasar pembinaan jiwa yang sehat diletakkan di lingkungan keluarga;
5. Komunikasi yang sehat, suasana keluarga yang harmonis dan bahagia
merupakan syarat berkembangnya jiwa anak yang sehat;
6. Keluarga yang sehat jiwa berawal dari orang tua atau perkawinan yang sehat
jiwa pula;
7. Orang tua perlu memahami dasar-dasar kesehatan jiwa dan berusaha mencapai
kondisi jiwa yang sehat.
Ciri-ciri Sehat Jiwa (Yahoda dlm Keliat, dkk, 2005) :
- Bersikap positif terhadap diri sendir
- Mampu tumbuh dan berkembang serta mencapai aktualisasi diri
- Menyadari adanya integrasi dan hubungan antara masa lalu dan sekarang
- Memiliki persepsi sesuai dengan kenyataan
- Mampu menguasai dan beradaptasi
Ciri-ciri Sehat Jiwa (WHO, 2008) :
- Individu mampu menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyatta, meskipun
kenyataan itu buruk baginya
- Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya
- Merasa lebih puas memberi dari pada menerima
- Secara relatif bebas dari rasa tegang (stress), cemas dan depresi
- Mampu berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling
memuaskan
- Mampu menerima kekecewaan sebagai pelajaran yang akan datang
- Mempunyai rasa kasih sayang
Rentang Respon Sehat Jiwa
Masalah Psikososial → setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat
psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik dan dianggap
berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa (atau
gangguan kesehatan) secara nyata, atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang
berdampak pada lingkungan sosial.
Ciri-ciri Masalah Psikososial :
- Cemas, khawatir berlebihan, takut
- Mudah tersinggung
- Sulit konsentrasi
- Bersifat ragu-ragu/merasa rendah diri
- Merasa kecewa
- Pemarah dan agresif
- Reaksi fisik seperti : jantung berdebar, otot tegang, sakit kepala
Gangguan Jiwa → suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya
gangguan pada fungsi kehidupan, menimbulkan penderitaan pada individu dan atau
hambatan melaksanakan peran sosial.
Ciri-ciri Gangguan Jiwa :
- Marah tanpa sebab
- Mengurung diri
- Tidak mengenali orang
- Bicara kacau
- Bicara sendiri
- Tidak mampu merawat diri
Keperawatan Jiwa
Pelayanan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan
jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respons psikososial yang
maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri
sendiri dan terapi keperawtaan jiwa (komunikasi terapeutik dan terapi modalitas
keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan untuk
meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa
klien (individu, keluarga, kelompok komunitas).
Paradigma Keperawatan
1. Manusia
- Fungsi sebagai makhluk holistik yaitu bertindak, berinteraksi dan bereaksi
dengan lingkungan secara keseluruhan
- Mempunyai kebutuhan dasar yang sama dan penting
- Memiliki harga diri dan martabat
- Tujuan individu adalah untuk tumbuh, sehat, mandiri, dan tercapai
aktualisasi diri
- Mempunyai kemampuan untuk berubah dan keinginan untuk mengejar
tujuan personal
- Mempunyai kapasitas koping yang bervariasi
- Mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
2. Lingkungan
- Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam
dirinya dan lingkungan luar, baik keluarga, kelompok, komunitas
- Dalam berhubungan dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan
strategi koping yang efektif agar dapat beradaptasi
- Hubungan interpersonal yang dikembangkan dapat menghasilkan
perubahan diri individu
3. Kesehatan, merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan
salah satu segi kualitas hidup manusia, oleh karena itu, setiap individu
mempunyai hak untuk memperoleh kesehatan yang sama melalui perawatan
yang adekuat.
4. Keperawatan, perawat memandang manusia secara holistik dan menggunakan
diri sendiri secara terapeutik. Metodologi dalam keperawatan jiwa adalah
menggunakan diri sendiri secara terapeutik dan interaksinya interpersonal
dengan menyadari diri sendiri, lingkungan dan interaksinya dengan lingkungan.
Peran Perawat Jiwa :
- Peneliti, bertanggung jawab dan penelitian untuk meningkatkan praktik
keperawatan jiwa;
- Pendidik, bertanggung jawab memberikan pendidik kesehatan pada individu,
keluarga, komunitas sebagai mampu merawat diri sendiri;
- Pelaksana asuhan keperawatan, bertanggung jawab melaksanakan asuhan
keperawatan secara komprehensif;
- Pengelola keperawatan, bertanggung jawab dalam administrasi keperawatan,
seperti menerapkan teori manajemen dan kepemimpinan dalam mengelola
askep, mengorganisasi pelaksanaan terapi modalitas, dll.
Pelayanan Jiwa Komprehensif → merupakan pelayanan yang difokuskan pada
pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat jiwa, pencegahan sekunder
pada anggota masyarakat yang mengalami masalah psikososial, dan pencegahan
tersier pada pasien gangguan jiwa dengan proses pemulihan.
Pencegahan Primer
Fokus → pelayanan keperawatan jiwa pada peningkatan kesehatan dan pencegahan
terjadinya gangguan jiwa.
Tujuan → mencegah terjadinya gangguan jiwa, mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan jiwa.
Target Pelayanan → anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan jiwa sesuai
dengan kelompok umur yaitu anak-anak, remaja, dewasa dan usia lanjut.
Aktifitas :
1. Program pendidikan kesehatan program stimulasi perkembangan, program
sosialisasi, manajemen stress, persiapan menjadi orang tua;
2. Program dukungan sosial pada anak yatim piatu, kehilangan pasangan,
kehilangan pekerjaan, kehilangan rumah/tempat tinggal akibat bencana;
3. Program pencegahan penyalahgunaan obat;
4. Program pencegahan bunuh diri.
Pencegahan Sekunder
Fokus → pelayanan keperawatan pada pencegahan sekunder adalah deteksi dini
masalah psikososial dan gangguan jiwa serta penanganan dengan segera.
Tujuan → menurunkan angka kejadian gangguan jiwa.
Target Pelayanan → anggota masyarakat yang berisiko/memperlihatkan tanda-tanda
masalah psikososial dan gangguan jiwa.
Aktifitas :
- Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari
berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan lain, penemuan langsung.
- Melakukan penjaringan kasus.
Pencegahan Tersier
Fokus → pelayanan keperawatan pada peningkatan fungsi dan sosialisasi serta
pencegahan kekambuhan pada pasien gangguan jiwa.
Tujuan → mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan akibat gangguan jiwa.
Target Pelayanan – anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa pada tahap
pemulihan.
Aktifitas :
- Program rehabilitasi dengan memberdayakan klien dan keluarga → mandiri dan
produktif.
- Program dukungan sosial dengan menggerakan sumber-sumber di masyarakat.
- Program dukungan sosial dengan menggerakan sumber-sumber di masyarakat
seperti sumber pendidikan, dukungan masyarakat (tetangga, teman dekat, tokoh
masyarakat), pelayanan terdekat yang terjangkau masyarakat.
- Program rehabilitasi dengan memberdayakan pasien dan keluarga hingga
mandiri. Fokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga.
- Program sosialisasi dan program mencegah stigma.
Kolaborasi Perawat Jiwa :
- Pasien
- Keluarga
- Tim keperawatan
- Tim kesehatan lain
Konseptual Model Keperawatan Jiwa
Model Psikoanalisa
Model ini dikembangkan oleh S. Freud. Menurut model ini, gangguan jiwa terjadi
sebagai akibat tidak terselesaikannya konflik-konflik pada masa perkembangan. Ini
terjadi sebagai akibat dari pertahanan ego yang tidak dapat mengendalikan ansietas.
Gejala gangguan jiwa muncul sebagai upaya untuk mengatasi ansietas dan
berhubungan dengan konflik yang tidak terselesaikan. Proses terapi pada model
psikoanalisa adalah menggunakan teknik asosiasi bebas dan analisa mimpi.
ID (4-5 bulan) → impulsive/instinctual drive (apabila bayi menginginkan sesuatu)
- Pleasure principle
- Physiologic needs
- Primary process
EGO → executive (bayi tersebut akan melakukan sesuatu seperti menangis atau
tantrum)
- Reality principle
- Conscious competencies
- Decision maker, problem solving, critical and creative thinking
SUPEREGO → sesuatu yang menahan agar tidak melakukan hal yang buruk (kayanya
kaya mengatur sikap tentang hal yang gak baik gitu)
- Should not
- Small voice of god
- Set norms, standards and values moral principle
- conscience
Jika ID lebih tinggi dari SE, maka akan menjadi manic, antisosial, dan narsisitik.
Jika SE lebih tinggi dari ID, maka akan menjadi obsesif, kompulsif, anoreksia, nervosa.
Jika EGO tidak seimbang maka akan menyebabkan schizophrenia.
Defence Mechanism
- Repression → unconscious forgetting of an anxiety provoking concept (tidak
sadar memendam stress di alam bawah sadar)
- Supression → conscious forgetting of an anxiety provoking situation (sadar
memendam)
- Identification (attempts to resemble or pattern the personality of a person being
admired of) meniru seseorang yang diidolakan
- Introjection (acceptance of another values and opinion as one’s own) menerima
pandangan/opini orang tentang dirinya
- Sublimation (placing anxiety toward more productive activities)
- Substitution (replace a goal that cant be achieved for another that is more
realistic)
Model Interpersonal oleh Sullivan dan Peplau
Pandangan tentang gangguan jiwa menurut model ini adalah akibat ansietas yang
muncul dan dialami dalam hubungan interpersonal. Ketakukan mendasar pada
manusia adalah takut ditolak oleh orang lain karena manusia membutuhkan rasa aman
dan kepuasan dari hubungan interpersonal yang memuaskan. Proses terapi meliputi
membina hubungan antara terapis dengan klein untuk membangun rasa aman klien.
Model Eksistensial
Dikembangakn oleh Perls, Glasser, Ellis, Roger & Frank. Model ini menyatakan bahwa
kehidupan akan penuh arti jika manusia dapat menerima dirinya sepenuhnya.
Penerimaan terhadap diri dapat dicapai melalui hubungan dengan orang lain. Proses
terapi menurut model ini adalah membantu klien mengalami hubungan yang otentik.
Masalah klien diidentifikasi melalui interpretasi dan resistensi dan proses transferens
klien. Peran klien pada model ini adalah mengungkapkan secara verbal semua
mimpinya untuk diinterpretasi oleh terapis.
Model Terapi Supportif
Dikembangkan oleh Werman dan Rockland. Masalah muncul diakibatkan oleh faktor
bio-psiko-sosial. Menekankan pada respons koping yang terjadi. Proses terapi :
meningkatkan tes realita dan harga diri. Dukungan sosial dikerahkan dan respon koping
yang adaptif dikuatkan. Agar terapi efektif parsitipasi klien dalam terapi sangat penting,
disamping itu terapis haru hangat, empati dan bersahabat dengan klien.
Model Medikal
Dikembangkan oleh Meyer, Kraeplin, Spizer, dan Frances. Gangguan perilaku
diakibatkan oleh proses penyakit biologis. Gejala muncul sebagai kombinasi faktor
fisiologis, genetik, lingkungan dan faktor sosial. Proses terapi berfokus pada
penanganan diagnosis yang meliputi terapi somatik dan teknik interpersonal. Terapi
diberikan sesuai dengan respon simptomatik.