Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PEGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

A. Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan


Pendidikan kewarganegaraan (Pkn) adalah salah satu mata pelajaran wajib bagi pelajar di
Indonesia. Tidak hanya pelajar, mahasiswa pun wajib mempelajari Pendidikan kewarganegaraan
(Pkn). Sesuai namanya, pendidikan kewargaandiharapkan dapat mempersiapkan peserta didik
menjadi warga negara yang memilikikomitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. [Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
KemerdekaanIndonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI),
Jakarta:Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1998].
Pendidikan kewarganegaraan dalam konteks pendidikan nasional bukanlah hal baru di
Indonesia. Beragam model dan nama pendidikan kewarganegaraan yang mengemban misi
pendidikan demokrasi dan HAM telah banyak dilakukan pemerintah. Di antara nama-nama
tersebut adalah pelajaran civic (1957 / 1962),Pendidikan Kemasyarakatan yang merupakan
integrasi sejarah, ilmu bumi, dan kewarganegaraan (1964), Pendidikan Kewargaan Negara
( 1968 / 1969 ), Pendidikan Kewarganegaraan,Civics, dan Hukum (1973), Pendidikan Moral
Pancasila atau PMP( 1975 / 1984 ), dan PPKn ( 1994 ). Di tingkat Perguruan Tinggi pernah ada
mata kuliah Manipol dan USDEK, Pansila dan UUD 1945 ( 1960-an), Filsafat Pancasila (1970-
sampai sekarang ), Pendidikan Kewiraan ( 1989-1990-an ). Pendidikan kewarganegaraaan di
perguruan tinggi saat ini diwujudkan dengan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 267 /Dikti / Kep / 2000 tentang Penyempurnaan
Kuriklum Mata Kuliah PengembanganKepribadian Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan
Tinggi. Selanjutnya diperbarui dengan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 38 / Dikti / 2002 t
tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di
PerguruanTinggi.
Dalam konteks pendidikan nasional, Pendidikan Kewarganegaran dijadikan sebagai wadah
dan instrumen untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu “berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis dan serta bertanggung jawab.” Di samping itu Pendidikan Kewarganegaraan
berfungsi juga sebagai instrumen pelaksana pendidikan nasional untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dengan penyelenggaraan Pendidikan Kewarganegaraan mulai dari tingkat pendidikan
Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi diharapkan mampu membentuk watak warga negara
yang 4 mengetahui, meyadari, dan bersedia melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga
negara sesuai dengan UUD 1945. Kesadaran setiapwarga negara dalam melaksanakan hak dan
kewajibannya sebagai warga negara sesuaidengan UUD 1945 sangat membantu terwujudnya
stabilitas nasional. Stabilitas suatu negara hanya dapat terwujud bila seluruh warga negaranya
saling bekerja sama menciptakan keserasian dan keselarasan hidup dengan cara melaksanakan
hak dan kewajibannya secara seimbang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Negara adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi di mana terdapat
pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain
sebagainya. Di dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah,
pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negaralain.Pengertian Negara Berdasarkan
Pendapat Para Ahli :-Roger F. Soltau : Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau
mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.- Georg Jellinek : Negara merupakan
organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu.-
Prof. R. Djokosoetono : Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang
berada di bawah suatu pemerintahan yang sama. Indonesia adalah sebuah negara kepulauan
yang berbentuk republik yang telah diakui oleh dunia internasional dengan memiliki ratusan juta
rakyat, wilayah darat,laut dan udara yang luas serta terdapat organisasi pemerintah pusat dan
pemerintah daerah yang berkuasa. Negara merupakan suatu organisasi dari rakyat negara
tersebut untuk mencapai tujuan bersama dalam sebuah konstitusi yang dijunjung tinggi oleh
warga negara tersebut.
Antara tujuan dan fungsi negara merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Namun demikian keduanya memiliki arti yang berbeda yaitu :
N TUJUAN FUNGSI
O
1 Berisi sasaran-sasaranyang hendak dicapai Mencerminkan suasana gerak , aktivitas
yang telah ditetapkan nyata dalam mencapai sasaran.
2 Menunjukan dunia citayakni suasana ideal Merupakan pelaksanaan atau penafsiran
yangharus dijelmakan /diwujudkan dari tujuanyang hendak dicapai
3 Bersifat abstrak-ideal Bersifat rill-konkrit

Beberapa pendapat para ahli tentang tujuan negara :


 Plato : tujuan negara adalah memajukan kesusilaan manusia.
 Roger H Soltau : tujuan negara adalah mengusahakan agar rakyat berkembang serta
mengembangkan daya cipta sebebas mungkin.
 John Locke : tujuan negara adalah menjamin suasana hukum individu secara alamiah atau
menjamin hak – hak dasar setiap individu.
 Harold J Laski : tujuan negara adalah menciptakan keadaan agar rakyat dapat memenuhi
keinginannya secara maximal.
 Montesquieu : tujuan negara adalah melindungi diri manusia sehingga dapat tercipta
kehidupan yang aman, tentram dan bahagia.
 Aristoteles : tujuan negara adalah menjamin kebaikan hidup warga negaranya.
Namun pada dasarnya tujuan negara secara umum adalah sebagai yang tercantum dalam UUD
1945 yaitu :
1. Memperluas kekuasaan semata
2. Menyelenggarakan ketertiban umum
3. Mencapai kesejahteraan umum
Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat dipisahkan dari peristiwa
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, karena melalui peristiwa proklamasi tersebut bangsa
Indonesia berhasil mendirikan negara sekaligusmenyatakan kepada dunia luar (bangsa lain)
bahwa sejak saat itu telah ada negara baru yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Apabila ditnjau dari sudut hukum tata negara, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir
pada tanggal 17 Agustus 1945 belum sempurna sebagai negara, mengingat saat itu Negara
Kesatuan Republik Indonesia baru sebagian memiliki unsur konstitutif berdirinya negara. Untuk
itu PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus1945 telah melengkapi persyaratan berdirinya
negara yaitu berupa pemerintah yang berdaulat dengan mengangkat Presiden dan Wakil
Presiden, sehingga PPKI disebut sebagai pembentuk negara. Disamping itu PPKI juga telah
menetapkan UUD 1945,dasar negara dan tujuan negara.
Negara kesatuan republik Indonesia Negara kesatuan yang meliputi persatuan seluruh wilayah
Indonesia dari sabang sampai Merauke
Tujuan negara Republik Indonesia adalah :
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan abadi dan keadilan sosial.
Bangsa adalah suatu komunitas etnik yang cirri-cirinya adalah: memiliki nama, wilayah tertentu,
mitos leluhur bersama, kenangan bersama, satu atau beberapa budaya yang sama dan solidaritas
tertentu. Bangsa juga merupakan doktrin etika dan filsafat, dan merupakan awal dari ideology
nasionalisme
Berikut pendapat beberapa para ahli tentang pengertian bangsa :
1. Ernest Renan (Perancis) = Bangsa adalah suatu nyawa, suatu akal yang terjadi dari2 hal,
yaitu rakyat yang harus hidup bersama-sama menjalankan satu riwayat, danrakyatyang
kemudian harus mempunyai kemauan atau keinginan hidup untuk menjadisatu
2. Otto Bauer (Jerman) = Bangsa adalah kelompok manusia yag memiliki
kesamaankarakter. Karakteristik tumbuh karena adanya persamaan nasib.
3. F. Ratzel (Jerman) = Bangsa terbetuk karena adanya hasrat bersatu. Hasrat itutimbul
karena adanya rasa kesatuan antara manusia dan tempat tinggalnya (paham geopolitik)
Jadi dari definisi diatas, bangsa adalah suatu kelompok manusia yang memiliki
karakteristik dan ciri yang sama (nama, budaya, adat), yang bertempat tinggal di suatu
wilayah yang telah dikuasai nya atas sebuah persatuan yang timbul dari rasanasionalisme
serta rasa solidaritas dari sekumpulan manusia tersebut serta mengakui negaranya
sebagai tanah airnya.
Pembentukan Negara, berdasarkan sejarah perkembangan pemikirankenegaraan, gagasan
pemisahan kekuasaan secara horizontal pertama kali dikemukakan oleh John Locke dalam buku
“Two Treaties of Civil Government”. Dalam buku tersebut, John Locke membagi kekuasaan
dalamsebuah negara menjadi tiga cabang kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif (legislative
power), kekuasaan eksekutif (executive power), dan kekuasaan federatif (federative power).
Dari ketiga cabang kekuasaan itu: legislatif adalah kekuasaan membentuk undang-undang;
eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan undang-undang,dan federatif adalah kekuasaan untuk
melakukan hubungan internasional dengan negara-negara lain. Selanjutnya, konsep pemisahan
kekuasaan yang dikemukakan John Locke dikembangkan oleh Baron de Montesquieu dalam
karyanya L’Espirit des Lois (The Spirit of the Laws). Dalam uraiannya, Montesquieu membagi
kekuasaan pemerintahan dalam tiga cabang, yaitu kekuasaan membuat undang-undang
(legislatif), kekuasaan untuk menyelenggarakan undang-undang yang oleh Montesquieu
diutamakan tindakan di bidang politik luar negeri (eksekutif) dan kekuasaan mengadili terhadap
pelanggaran undangundang (yudikatif).Ketiga kekuasaan itu harus terpisah satu sama lain, baik
mengenai tugas(fungsi) maupun mengenai alat perlengkapan (lembaga) yang
menyelenggarakannya.
Konsepsi yang dikembangkan Montesquieu lebih dikenal dengan ajaran Trias Politica.
Jika dibandingkan konsep pembagian kekuasaan Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-
1785), perbedaan mendasar pemikiran keduanya: Locke memasukkan kekuasaan yudikatif
kedalam kekuasaan eksekutif sedangkan Montesquieu memandang kekuasaan yudikatif berdiri
sendiri. Montesquieu sangat menekankan kebebasan badan yudikatif karena ingin memberikan
perlindungan terhadap hak-hak asasiwarga negara yang pada masa itu menjadi korban despotis
raja-raja Bourbon. Sementara pemikiran Locke sangat dipengaruhi praktik ketatanegaraan
Inggris yang meletakkan kekuasaan peradilan tertinggi dilembaga legislatif, yaitu House of Lor.

HAK DAN KEWAJIBAN

Di dalam Kamus Bahasa Indonesia hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar,
milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (krn telah ditentukan oleh
undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yg benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu,
derajat atau martabat. Sedangkam kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan,
keharusan(sesuatu hal yang harus dilaksanakan). Di dalam perjalanan sejarah, tema hak relatif
lebih muda usianya dibandingkan dengan tema kewajiban, walaupun sebelumnya telah lahir .
Tema hak baru “lahir” secara formal pada tahun 1948 melalui Deklarasi HAM PBB, sedangkan
tema kewajiban (bersifat umum) telah lebih dahulu lahir melalui ajaran agama di mana manusia
berkewajiban menyembah Tuhan, dan berbuat baik terhadap sesama.
Pasal pasal yang mengatur tentang Hak dan Kewajiban Pemahaman hak dan kewajiban telah
dicantumkan dalam UUD 1945 pasal 26,27, 28, dan 30, yaitu sebagai berikut :
 Pasal 26,ayat (1), yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli
dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara. pada ayat (2), syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan
undang-undang
 Pasal 27,ayat (1), segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya didalam hukum
dan pemerintahannya, wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itudengan tidak ada
kecualinya. Pada ayat (2), taip-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
 Pasal 28,kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran denganlisan,
dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
 Pasal 30,ayat (1), hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan
negara.Ayat (2) menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan undang-undang.
B. Kompetensi yang Diharapkan
Standar kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan (Civics Education) adalah menjadi warga
negara yang cerdas dan berkeadaban (Intelligent and Civilized Citizens). Sedangkan kompetensi
dasar atau yang sering disebut kompetensi minimalyang akan ditransfornasikan dan
ditransmisikan pada peserta didik terdiri dari tiga jenis: pertama, kompetensi pengetahuan
kewargaan (civic knowledge), yaitu kemampuan dan kecakapan terkait dengan materi inti
Pendidikan Kewarganegaan (Civics Education), yaitu demokrasi, hak asasi manusia, dan
masyarakat madani; kedua ,kompetensi sikap kewarganegaraan (civic dispositions), yaitu
kemampuan dan kecakapan terkait dengan kesadaran dan komitmen warga negara antara lain
komitmen akan kesetaraan gender, toleransi, kemajemukan, dan komitmen untuk peduli serta
terlibat dalam penyelesaian persoalanpersoalan warga negara yang terkait dengan pelanggaran
HAM; ketiga, kompetensi keterampilan kewagaan (civic skill ),yaitu kemampuan dan kecakapan
mengartikulasikan keterampilan kewarganegaraanseperti kemampuan berpatisipasi dalam proses
pembuatan keputusan publik,kemampuan melakukan kontrol terhadap penyelenggara dan
pemerintahan.
Ketiga kompetensi tersebut merupakan tujuan pembelajaran (learning objectives) mata kuliah
ini yang diselenggarakan melalui cara pembelajaran yang demokratis, partisipatif, dan aktif
(active learning) sebagai upaya transfer pembelajaran (transfer of learning) , nilai (transfer of
value), dan prinsip-prinsip (transfer of principles) demokrasi dan HAM yang merupakan
prasyarat utama tumbuh kembangnya masyarakat madani.

C. Landasan Kewarganegaraan
Landasan pendidikan kewarganegaraan meliputi landasan filosofis, landasan teoritis,
landasan histori, landasan sosiologi, dan landasan yuridis
1. Landasan filosofis, Membangun semangat kebangsaan kebangsaan dalam mengisi
kemerdekaan disegala aspek bukan suatu hal yang mudah dan instan. Untuk itu
diperlukan Pendidikan kewarganegaraan.
2. Landasan teoritis, Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta
didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
3. Landasan historis, Melihat penglaman bangsa Indonesia dalam mempetahankan
keutuhan dan kemerdekaan NKRI maka perlu adanya pendidikan karakter bangsa,
moralitas bangsa dalam kehidupan demokrasi yang seimbang dalam tanggung jawabnya
dalam pembelaan Negara demi terjaga dan terwujudnya intregasi bangsa.
4. Landasan sosiologis Keanekaragaman yang ada pada Bangsa Indonesia harus harus di
arahkan dan dibina dalam meningkatkan kesadaran bersama dalam kehidupan kesatuan
bangsa Indonesia.
5. Landasan yuridis Pasal 27 ayat(3) amandemen menyebutkan; setiap warga Negara
berhak dan wajibturut serta dalam upaya pembelaan negara, pasal 30 ayat(1); tiap-tiap
waga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan keamanan negara.
Pendidikan kewarganegaraan dengan tujuan membentuk peserta didik menjadi manusia
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air
6. Landasan Ilmiah (Dasar Pemikiran) 1). Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan
Setiap warga negara dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna baginegara dan
bangsanya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya. .
Warga negara dituntut hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya, mampu
mengantisipasi perkembangan serta perubahan masa depan. Untuk itu diperlukan
pembekalan IPTEKS yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral, dan
nilai-nilai budaya bangsa.
Nilai-nilai dasar tersebut berperan sebagai panduan dan pegangan hidup setiap warga negara
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2). Objek Pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat
ilmiah yang mempunyai objek, metode, sistem dan bersifat universal. Objek pembahasan setiap
ilmu harus jelas, baik objek material maupun objek formal. Objek material adalah bidang
sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Objek material PKn
adalahsegala hal yang berkaitan dengan warga negara baik yang empirik maupun yang
nonempirik, yang meliputi wawasan, sikap, dan perilaku warga negara dalam kesatuan bangsa
dan negara. Objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek
material tersebut. Objek formal PKn adalah hubungan antara warga negara dengan negara dan
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara.Objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih
untuk membahas objek material tersebut. Objek formal PKn adalah hubungan antara warga
negara dengan negara dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Objek pembahasan PKn
menurut Kep. Dirjen Dikti No. 267/dikti/Kep./ 2000 meliputi pokok bahasan sebagai berikut:
1) Pengantar PKn
a. Hak dan kewajiban warga negara
b. Pendidikan Pendahuluan Bela Negara
c. Demokrasi Indonesia
d. Hak Asasi Manusia
2) Wawasan Nusantara
3) Ketahanan Nasional
4) Politik dan Strategi Nasional

3. Rumpun Keilmuan
Pendidikan Kerwarganegaraan (Kewiraan/ kewarganegaraan) dapat disejajarkan dengan
civics education yang dikenal diberbagai negara. PKn bersifat interdisipliner (antar bidang)
bukan mono disipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu kewarganegaraan
diambil dari berbagai disiplin ilmu sepertihukum, politik, administrasi negara, sosiologi, dsb.
Pada hakekatnya Pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu
negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya. Selaku warga
masyarakat,warga bangsa dan negara,secara berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi
hari depan mereka yang selalu berunah dan selalu terkait dengan konteks dinamika
budaya,bangsa,negara dan hubungan international, maka Pendidikan tinggi tidak dapat
mengabaikan realita kehidupan yang mengglobal yang digambarkan sebagai perubahan
kehidupan yang penuh dengan paradoksal dan ketidak keterdugaan.
Dalam kehidupan kampus di seluruh perguruan tinggi indonesia, harus dikembangkan
menjadi lingkungan ilmiah yang dinamik,berwawasan budaya bangsa,bermoral keagamaan dan
berkepribadian indonesia.Untuk pembekalan kepada para mahasiswa di indonesia berkenaan
dengan pemupukan nilai-nilai,sikap dan kepribadian,diandalkan kepada pendidikan
pancasila,Bela Negara,Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar dan Ilmu Alamiah Dasar sebagai
latar aplikasi nilai dalam kehidupan, yang disebut Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
(MKPK)
D. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan.
Adapun tujuan mata kuliah Pendidikan Kewargaan adalah mengebangkan kompetensi sebagai
berikut: Memiliki kemampuan berfikir secara rasional, kritis dann kreatif, sehingga mampu
memahami berbagai wacana kewarganegaraan. Memiliki keterampilan intelektual dan
keterampilan berpartisipasi secara demokratis dan bertanggung jawab. Rumusan tersebut sejalan
dengan aspek-aspek kompetensi yang hendak dikembangkan dalam pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan. Aspek-aspek kompetensi tersebut mencakup pengetahuan
kewarganegaraan(civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan(civic skills),dan watak atau
karakter kewarganegaraan(civic dispositions).
Aspek kompetensi pengetahuan kewarganegaraan menyangkut kemampuan akademik yang
dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum, dan moral. Secara lebih
terperinci, materi pengetahuan pendidikan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang hak
dan tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi,
lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum dan
peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam
masyarakat.
Keterampilan kewarganegaraan meliputi keterampilan intelektual dan keterampilan
berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Contoh
keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik,
misalnya merancang dialog dengan anggota partai politik.
Contoh
keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan kewajiban di bidang
hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas Tindakan kejahatan yang diketahui. Watak
atau karakter kewarganegaraan sesungguhnya merupakan materi yang paling substantive dan
esensial dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Dimensi ini dapat dipandang
sebagai muara dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan demikian seorang warga
negara pertama-tama perlu memiliki pengetahuan kewarganegaraan yang baik, memiliki
keterampilan intelektual maupun partisipatif, dan pada akhirnya pengetahuan serta keterampilan
itu akan membentuk suatu karakter atau watak yang mapan, sehingga menjadi sikap dan
kebiasaan sehari-hari. Watak yang mencerminkan warga negara yang baik itu misalnya sikap
religius,toleran, jujur, adil, demokratis, taat hukum, menghormati orang lain, memiliki
kesetiakawanan sosial dan lain-lain.
Menurut Branson(1999:7) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan
bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkatlokal, negara bagian,
dan nasional. Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas(2006:49) adalah untuk memberikan
kompetensi sebagai berikut:
a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-
karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa- bangsa lain.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Menurut Djahri tujuan pendidikan Kewarganegaraan(1994/1995:10) adalah sebagai berikut:
a. Secara umum. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan harus ajeg dan mendukung
keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa
yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki
kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”
b. Secara khusus. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yaitu membina moral yang
diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan
iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari
berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab,
perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas
kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat
ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang
mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan social seluruh rakyat Indonesia.
BAB III
KETAHANAN SOSIAL DAN GEOSTRATEGIS

A. Pengertian Ketahanan Nasional


Ketahanan nasional (Tamnas) adalah kondisi dinamis bangsa Indonesia, yang
berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional dalam menghadapi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan
gangguan baik dari dalam maupun luar, untuk menjamin identitas, integritas,
kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta untuk mencapai perjuangan nasionalnya.
Dari pengertian tersebut, ketahanan nasional adalah kehidupan nasional yang
harus diwujudkan. Kondisi tersebut harus diusahakan sejak dini, dibina, dan bisa mulai
dari pribadi, keluarga, lingkungan, daerah, dan nasional. Proses berkelanjutan untuk
mewujudkan kondisi tersebut dilakukan berdasarkan pemikiran geostrategi berupa
konsepsi yang dirancang dan dirumuskan dengan memperhatikan kondisi bangsa dan
konstelasi geografi Indonesia. Konsep inilah yang disebut ketahanan nasional.
Strategi untuk mengelola dan mendayagunakan kekuatan-kekuatan yang ada
(yakni berupa keuletan dan ketahanan) berdasar pertimbangan geostrategis dalam
menghadapi tantangan dan hambatan yang menerpa Indonesia inilah yang secara umum
disebut Ketahanan Nasional. Ketahanan Nasional ini sangat diperlukan untuk
mewujudkan dan mempertahankan integritas bangsa dan wilayah tumpah darah
Indonesia, mengingat kemajemukan bangsa Indonesia serta sifat khas wilayah tumpah
darah Indonesia. Pandangan geostrategi Indonesia inilah yang kemudian dirumuskan
dalam bentuk ketahanan nasional.
B. Pengertian Geostrategi

Geostrategi secara sederhana dapat diartikan sebagai metode atau aturan-aturan


untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan melalui proses pembangunan yang memberikan
arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan dan keputusan yang terukur
dan terimajinasi guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman, dan
bermartabat. Sir Balford Mackinder (1861-1947) guru besar geostrategi Universitas
London telah mengembangkan teori “geostrategy continental” yang merupakan teori
yang saat ini digunakanya baik oleh negara-negara maju maupun negara-negara
berkembang (Suradinata, 2005: 10 dalam Kaelan, 2007: 143).

Usaha Mackinder ini mengingatkan kita bahwa betapa pentingnya konsep


geostrategi bagi terwujudnya cita-cita sebuah bangsa dalam usaha mempertahankan
kemerdekaannya maupun mengembangkan kehidupannya menuju puncak kejayaannya.

Bagi bangsa Indonesia sendiri, geostrategi dapat diartikan secara lebih rinci
sebagai metode/strategi untuk mewujudkan cita-cita proklamasi, sebagaimana tercantum
dalam pembukaan UUD 1945, melalui pembangunan nasional. Karena tujuan itulah
maka hal itu sebagai pegangan bahkan doktrin pembangunan dan dalam hal ini lazim
disebut sebagai “ketahanan nasional”. Seperti tertera secara eksplisit dalam pembukaan
UUD 1945 dijelaskan dalam alinea III tentang pernyataan proklamasi: “...kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa...” (Kaelan, 2007: 143). Dari
pernyatan dalam pembukaan UUD 1945 itu sungguh betapa penting rumusan para
pendiri bangsa itu untuk menjadi pegangan dalam menjalankan strategi nasional, karena
Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan geostrategi nasional Indonesia.

Konsep geostrategi Indonesia pertama-tama tidak dicirikan oleh geostrategi yang


didasarkan demi kepentingan militer semata, melainkan sebuah geostrategi yang
bertujuan dan dikembangkan untuk tujuan nasionalisme yang bersifat mulia yakni
konsep kesejahteraan dan kemakmuran dalam kehidupan bersama. Oleh karena itu corak
geostrategi bangsa Indonesia dianggap sebagai cara atau metode dalam memanfaatkan
konstelasi geografi negara Indonesia dalam menentukan kebijakan, arahan, serta sarana-
sarana dalam mencapai tujuan seluruh bangsa dengan berdasar pada asas kemanusian
dan keadilan sosial. Atau juga dapat dikatakan bahwa geostrategi Indonesia adalah
memanfaatkan segenap kondisi geografi Indonesia untuk tujuan politik, dalam hal ini
secara rinci dikembangkan dalam rangka pembangunan nasional (Armawi, 2005:1 dan
Suradinata, 2005: 33).

C. Pendekatan astagatra
Astagatra merupakan perangkat hubungan bidang-bidang kehidupan manusia dan budaya
yang berlangsung di atas bumi ini dengan memanfaatkan segala kekayaan alam yang
dapat dicapai dengan menggunakan kemampuannya. Pendekatan astagatra
dikembangkan oleh lemhanas ini menyimpulkan terdapat 2 unsur aspek kehidupan
nasional yaitu:
1. Aspek Trigatra (Kehidupan Alamiah)
 Gatra letak dan kedudukan geografi

Sebagai Negara Archipelego dengan wilayah laut dan pedalaman yang


luas, wilayah Indonesia berada pada posisi silang dunia, yakni posisi silang
antar benua Asia dan Australia dan Posisi silang antar samudera: Samudera
Pasifik dan samudera Hindia. Hal ini menyebabkan Indonesia sangat terbuka
oleh pengaruh-pengaruh di luar dirinya, baik pengaruh ideologi, politik, sosial
budaya, ekonomi, maupun pertahanan keamanan. Selain itu, karena secara
geografis berada pada posisi silang dunia itu juga Indonesia sungguh
mempunyai posisi strategis baik dalam kepentingan mondial maupun dalam
hubungan bertetangga, berbangsa, dan bernegara.

Pengaruh letak geografis tersebut menyebabkan Indonesia


mengembangkan konsep geopolitik dan geostrategi yang berciri khusus dan
berbeda yakni dikenal dengan wawasan nusantara dan ketahanan nasional.
Wawasan maupun ketahanan tersebut menyangkut baik wilayah laut maupun
meyangkut wilayah dirgantara.

Dengan luas wilayah sebesar wilayah negara eropa dan Amerika tersebut,
wilayah Indonesia tentu membutuhkan pengembangan konsep wawasan
nasional dan ketahanan nasional yang menyeluruh dan utuh dalam mengelola
keterbukaan wilayah berdasar corak dan sifat sebagai negara dengan laut luas
yang ditaburi oleh pulau-pulau di atasnya.

Selain itu secara klimatologi, Indonesia mengenal dua musim (hujan dan
kemarau) sehingga terbebas dari bahaya thypoon yang merugikan. Namun
begitu, di wilayah timur Indonesia sangat terpengaruh pada angin kering dari
benua australia sehingga daerah-daerah ini sering mengalami kekeringan.
Pengaruh musim ini menyebabkan beberapa perbedaan satwa di Indonesia
timur dan di Barat.

Berperan dalam persoalan global positif maupun negative. Topografinya:


 Banyak pulau
 Perbandingan luas wilayah darat laut = 2:3
 Berbatasan dengan banyak negara
 Gatra keadaan dan kekayaan alam
Secara umum kekayaan alam yang dimiliki atau yang terkandung dalam
seluruh wilayah Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
 Menurut jenisnya: hewani, nabati, mineral, tanah, udara, potensi
ruang angkasa, energi alami air dan hutan.
 Menurut sifatnya: dapat diperbarui, tidak dapat diperbarui dan
tetap.

Kekayaan Alam yang sungguh melimpah ini sungguh harus menjadi


modal utama bagi pembangunan Indonesia dan dimanfaatkan secara
optimal dengan mengembangkan penguasaan teknologi yang tepat guna,
sumber daya manusia yang tangguh, serta harus penjagaan konsep
kelestarian alam untuk warisan anak cucu kita.

 Gatra keadaan dan kemampuan penduduk


Dari segi kependudukan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan
kepadatan penduduk yang sangat tinggi. Berikut adalah poin-poin/hal-hal
yang perlu dipertimbangkan terkait corak dan karakteristik kependudukan
yang ada di Indonesia.
1) Komposisi penduduk
 Jumlah penduduk berubah-ubah dan terus bertambah.
Pertambahan ini jika tidak diimbangi oleh konsep
pembangunan ekonomi dan kebudayaan yang matang akan
menimbulkan dampak-dampak negatif, seperti ketimpangan
ekonomi, pengangguran, dll.
 Susunan penduduk, pendekatan umur, kelamin, agama, suku,
tingkat pendidikan yang berbeda-beda dan diperlukan untuk
memperkuat kondisi ketahanan nasional. Selain itu, susunan
kependudukan Indonesia yang beragam juga harus dikelola
dalam konteks persatuan dan kesatuan nasional.
2) Persebaran penduduk
Persebaran tidak merata, banyak di Pulau Jawa, Sumatera, dan
Bali. Ketidak merataan ini tentu menjadi problem tersendiri bagi
bangsa Indonesia. Persebaran penduduk yang tidak merata ini
salah satunya juga disebabkan oleh ketidakmerataan “pembagian
kue” yang ada di dunia. Ketidak merataan ekonomi menyebakan
terjadinya arus urbanisasi ke kota-kota besar, sehingga
menyebakan kepadatan penduduk di kota yang menyebabkan
masalah-masalah baru seperti munculnya permukiman kumuh,
kriminalitas, kemacetan, dll.
3) Kualitas
 Faktor fisik: Kesehatan, gizi, kebugaran.
 Faktor non fisik: mentalitas dan intelektualitas.

Tingkat kualitas penduduk sangat berhubungan dengan tingkat


kesehatan, kecerdasan suatu bangsa, dan persebaran informasi dan
pengetahuan. Selain itu, kualitas penduduk juga dicerminkan oleh
kemampuan daya kreatifitas, etos kerja, dan produktivitas kerja.
Masalah yang dihadapi Indonesia seperti pendapatan perkapita
yang rendah, jumlah angka kelahiran yang besar, rasio
ketergantungan yang tinggi, maupun rendahnya tingkat pendidikan
merupakan faktor-faktor yang menentukan terkait konsep
ketahanan nasional bangsa Indonesia.

Apalagi di era globalisasi-informasi saat ini faktor peningkatan


kualitas penduduk merupakan prasyarat utama untuk menghadapi
tantangan-tantangan yang dibawanya. Dengan kualitas penduduk
yang tinggi, bangsa Indonesia akan dapat menjemput era
globalisasi-informasi secara matang dan dewasa sehingga
pembangunan bangsa Indonesia akan menuju apa-apa yang dicita-
citakan selama ini.

2. Aspek Pancagatra (kehidupan social)


 Gatra ideologi
Ketahanan Ideologi adalah sikap mental bangsa Indonesia akan fondasi
ideologi Pancasila. Pancasila sebagai dasar dari pemersatu bangsa tentu
memiliki peran yang sangat penting dalam menghadapi tantangan-
tantangan kehidupan, terutama di era globalisasi informasi saat ini.
Dengan keterbukaan informasi di segala aspek kehidupan, globalisasi
telah membuat sekat-sekat nasional yang dulu tertutup rapi sekarang
terbuka secara luas. Hal ini menyebabkan bangsa Indonesia tidak hanya
merupakan warga Indonesia, melainkan juga bagian warga dunia yang
terbuka dengan informasi-informasi mancanegara yang membanjirinya
namun juga terbuka dengan dampak-dampak perubahan dari luar yang
juga ikut mempengaruhinya. Sentimen global telah menjadi kesadaran
warga suatu bangsa sebagai bagian dari warga dunia.
Dalam konteks keterbukaan tersebut, tentu pengaruh sistem dan tata
ideologi dunia juga telah menjadi bagian dari kesadaran bangsa Indonesia.
Sejak Francis fukuyama meramalkan bahwa kapitalisme-liberal
merupakan satu-satunya ideologi yang berjaya. Ramalan tersebut tentu
sudah bisa kita rasakan sendiri dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Ekonomi kapitalisme telah menjadi keseharian bangsa ini. Privatisasi di
berbagai sektor BUMN, privatisasi sektor kekayaan alam, serta semakin
diabaikannnya ekonomi kerakyatan dalam sistem perkoperaian sungguh
merupakan tantangan yang harus dijawab oleh segenap elemen bangsa ini.
Dalam konteks lain, isu-isu teranyar mengenai krisis lingkungan,
pelanggaran HAM, kesetaraan jender, gerakan keagaman transnasional,
intoleransi terhadap kalangan minoritas, dll tentu akan menyentuh sendi-
sendi dasar ideologi kita.
Sebagai contoh dalam konteks keagamaan, sekarang ini telah muncul
subur gerakan-gerakan Islam transnasional yang berbaju “khilafah
Internasional” yang berusaha mengganti ideologi pancasila dengan
ideologi Khilafahnya. Di era keterbukaan dan demokrasi semenjak zaman
reformasi telah membuat gerakan-gerakan keagamaan berbasis
internasional ini bisa hidup dan menjadi bagian dari realitas
keindonesiaan. Tentu ini menjadi PR tersendiri bagi bangsa Indonesia
untuk mengkontekstualisan ideologi pancasila dan Undang-Undang dasar
kita menjawab isu-isu mutakhir dalam konteks ketahanan nasional. Oleh
karenanya ketahanan nasional harus tanggap dan cermat dalam mengalisis
isu-isu mutakhir tersebut.
 Politik
Ketahanan politik adalah kehidupan politik bangsa yang didasarkan pada
cita-cita pancasila dan UUD 1945. Sejak masa Reformasi dan era
keterbukaan informasi yang melanda bangsa ini tantangan-tantangan di
ranah politik menjadi bertambah dan semakin komplek. Prinsip-prinsip
transparansi dalam kebijakan publik/politik, akuntabilitas, good
goverment/governance, law inforcement, partisipasi luas publik,
pemerintahan yang bersih, reformasi birokrasi, demokratisasi, dan lain-
lainnya telah menjadi norma keseharian dalam diskursus pemerintahan
baik di tingkat nasional maupun daerah.
Konsep ketahanan politik di masa ini seharusnya adalah strategi dan
metode ataupun usaha-usaha untuk menjawab tuntutan-tuntutan di atas.
Kita masih ingat, bahwa di zaman Orde Baru ketahanan politik dimaknai
sebagai semata mengandalkan dan menjaga “stabilitas politik dan politik
luar negeri bebas aktif” untuk menopang kepentingan rezim otoriter dan
kroni-kroninya yang korup, nepotis, dan kolutif. Namun kondisi telah
berubah. Kebebasan informasi yang disuarakan oleh pers dan media kita
sebagai penyeimbang kekuasaan telah berperan sangat aktif di zaman
reformasi ini.
Oleh karena itu ketahanan nasional di bidang politik di zaman reformasi
ini bisa direformulasi untuk menciptakan tata kelembagaan politik yang
lebih terbuka, transparan, akuntabel, bersih, tidak korup, melibatkan
partisipasi luas masyarakat, deliberatif, dan bersifat melayani.
Kita tahu di era desentralisasi saat ini korupsi tidak lagi terpusat pada
simpul-simpul kekuasaan yang berada di pusat melainkan telah meresap
di segala lini kehidupan politik kita, dari yang atas hingga yang bawah.
Tentu kondisi ini bisa menggerogoti kelembagaan politik kita sehingga
menjadi keropos dan akibatnya kesejahteraan sebagai cita-cita kehidupan
bangsa ini terbengkalai.
Dengan terus menyelenggarakan kehidupan demokratis yang didasarkan
pada prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan, serta
permusyawaratan perwakilan dengan dasar persatuan dan ketuhanan
untuk tercapainya keadilan sosial, ketahanan nasional harus menyusun
dan membangun konsep kelembagaan maupun penyelenggaraan
kehidupan politik yang demokratis, akuntabel, bersih, dan melayani.
 Ekonomi
Ketahanan Ekonomi adalah kondisi kehidupan perekonomian bangsa
Indonesia berlandaskan demokrasi ekonomi Pancasila dan dijiwai oleh
semangat gotong royong. Sedangkan Pengertian ketahanan nasional di
bidang ekonomi adalah perokonomian bangsa yang berlandaskan
demokrasi ekonomi yang bersendi Pancasila yang mengandung
kemampuan memelihara stabilitas ekonomi bangsa dengan daya saing
yang tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata
(Karsono, 1999: 118).
Setelah sistem kapitalisme dunia menjadi norma keseharian bangsa-
bangsa-bangsa di dunia, tak terkecuali Indonesia, ketahanan nasional di
bidang ekonomi tentu harus mempertimbangkan kondisi merajalelanya
ketimpangan ekonomi yang diciptakan oleh sistem kapitalisme tersebut.
Ketimpangan dan ketidakmerataan ekonomi antara pusat dan daerah telah
sedikit dicari solusinya dengan menyelenggarakan desentralisasi maupun
otonomi daerah. Namun praktik desentralisasi daerah yang seharusnya
dijadikan tonggak bagi pemerataan pembangunan dan kesejahteraan
daerah ternyata “dibajak” oleh para pemimpin-pemimpin daerah dengan
mengeruk kekayaaan-kekayaan daerah melalui praktik koruptif anggaran,
penerbitan ijin konsensi lahan-lahan untuk kepentingan ekonomi pribadi
dan golongan, dan masih banyak lagi. Hal-hal ini tentu merupakan
praktik-praktik negatif yang dapat menggerogoti ketahanan nasional kita.
Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait peningkatan ketahanan di bidang
ekonomi adalah sebagai berikut:
 Semakin terbukaan sistem perekonomian dunia yang bercorak
kapitalis yang menyebabkan ketimpangan ekonomi dan
ketidakmerataan kesejahteraan.
 Pembangunan struktur ekonomi yang bertumpu pada penguasaan
modal, teknologi, sarana prasaranan, dan kemampuan manajerial.
 Pembinaan Sumber Daya Manusia yang menjadi titik kemampuan
dalam mendukung pengelolaan sumber daya ekonomi.
 Pengelolaan sumber daya alam yang memungkinkan peningkatan
kesejahteraan yang memerlukan persediaan modal, perencanaan
nasional, pelestarian masalah lingkungan hidup, dan penguasaan
teknologi.
 Peningkatan kemampuan menejerial, baik dtingkat perencanaan,
organisasi, pelaksanaan, dan pengawasan.
 Penyediaan dan pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana
yang mempermudah dan menunjang kegiatan ekonomi.
 Penciptaan birokrasi ekonomi yang efisien, terbuka, akuntabel,
dan ramah
 Sosial Budaya
Pengertian ketahanan sosial budaya adalah kondisi kehidupan sosial
budaya yang dijiwai oleh kepribadian nasional (yang secara prinsip
terkandung dalam pancasila) yang mengandung kemampuan untuk
membentuk dan mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia dan
masyarakat Indonesia yang bersatu, cinta tanah air, berkualitas, yang
dapat merespon secara kreatif penetrasi nilai-nilai maupun budaya asing
yang tidak sesuai cita-cita nasional kita. Perubahan tatanan sosial
masyarakat atau perubahan sosial budaya sebuah masyarakat disebabkan
oleh beberapa aspek antara lain, aspek geografis, biologis, teknologis, dan
kultural (Karsono, 1999: 122-3).
Faktor tekonologi informasi yang berkembang saat ini misalnya telah ikut
membentuk wajah dan kehidupan sosial maupun budaya bangsa ini. Sejak
era keterbukaan informasi merupakan wajah kebudayaan kontemporer
kita sangat dipengaruhi oleh faktor desakan globalisasi teknologi
informasi tersebut. Kebudayaan populer atau sering dikenal dengan Pop-
culture atau mass culture sebagai sebuah realitas kebudayaan yang
tercipta dari menjamurnya media massa, baik televisi, koran, majalah, dan
media-media berbasis online telah membentuk sebagian besar wajah
kebudayaan kontemporer kita.
Pembinaan ketahanan social budaya:
 Pengembangan aspek social budaya untuk mendukung persatuan.
 Toleransi kehidupan beragama yang berbudaya.
 Merespon perkembangan IPTEK untuk penciptaan budaya kreatif
dan sebagai sarana rekontekstualisasi kebudayaan daerah dan
nasional.
 Pertahanan dan Keamanan
Pengertian ketahanan nasional di bidang pertahanan keamanan adalah
kondisi daya tangkal bangsa yang dilandasi kesadaran bela negara
(patriotisme) yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas
pertahanan keamanan negara yang dinamis, menyelenggarakan
pembangunan, serta mempertahankan kedaulatan negara dengan
menangkal segala bentuk ancaman. Seperti terlukis dalam filsafat perang
Indonesia: Bangsa Indonesia sangat cinta damai, melainkan lebih cinta
kemerdekaan”.
Pertahanan keamanan adalah upaya seluruh rakyat, dengan Tentara
Nasional Indonesia sebagai intinya, dalam usaha menegakkan ketahanan
nasional dengan tujuan mencapai rasa aman bagi bangsa, negara beserta
perjuangannya. Pelaksanaannya dilakukan dengan menyusun,
mengerahkan, menggerakkan seluruh potensi dan kekuatan bangsa dalam
segenap aspek kehidupan secara terencana, terintegrasi, dan terkoordinasi
melalui sistem keamanan rakyat semesta/Sishankamrata (Karsono, 1999:
123).
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam konsep pertahanan dan keamanan,
diantaranya:
 Doktrin keamanan tentang bahaya invasi luar dan pemeliharaan
keamanan dalam negeri dan wilayah.
 Wawasan Nasional.
 Sistem pertahanan keamanan berbasis sistem senjata sosial dan
teknologi.
 Posisi geografi Indonesia yang strategis.
 Sumberdaya manusia yang berkualitas dan mempunyai jiwa
nasionalisme tinggi.
 Integrasi kekuatan TNI, polri, dan Masyarakat.
 Pendidikan kewarganegaraan yang membentuk pribadi
berkarakter dan mempunyai jiwa bela bangsa.
 Peningkatan kerjasama pertahanan kemanan dengan industri sipil
yang meningkatkan modernisasi alutsista
 Penguasaan/penyerapan Ilmu pengetahuan dan teknologi secara
kreatif.
 Kemampuan manajerial yang tangguh dalam pemanfaatan SDA,
SDM, untuk managemen kekuatan nasional.
 Penguatan kerjasama dan diplomasi secara aktif.
 Kepemimpinan nasional yang berwibawa (Karsono, 1999: 126)
D. Potensi Ancaman Bagi Ketahanan Bangsa di Era Global
Beberapa ancaman dalam dan luar negeri
1. Ancaman dalam negeri
a. Larangan disintegrasi: sentiment kesukuan atau pemberontakan akibat
ketidakpuasan daerah terhadap kebihakan pusat pemerintahan melalui
Gerakan-gerakan separatis.
b. Keresahan social akibat ketimpangan kebijakan ekonomi dan pelanggaran
hak asasi manusia yang pada akhirnya dapat menyebabkan
huru-hara/meluap massa.
c. Upaya penggantian ideologi Pancasila dengan ideologi lain yang ekstrim
atau tidak sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa Indonesia.
d. Potensi konflik antar kelompok atau golongan baik akibat perbedaan
pendapat dalam masalah politik, maupun akibat masalah SARA.
e. Masalah kependudukan yang mempengaruhi ketahanan nasional adalah:
jumlah penduduk.
2. Ancaman dari luar negeri
a. Adanya negara lain yang ingin menguasai pulau-pulau kecil yang masih
berada di wilayah nkri namun dekat dengan negara lain.
b. Potensi ancaman luar lainnya addalah dalam bentuk penjarahan sumber
daya alam Indonesia melalui eksploitasi sumber daya alam yang tidak
dikorbankan yang dapat merusak lingkungan atau pembagian hasil yang
tidak keseimbangan baik yang dilakukan secara legal maupun yang
dilakukan melalui kolusi dengan pejabat pemerintahan terkait sehingga
menyebabkan kerugian bagi negara.
Gangguan dari luar tampaknya akan lebih terbentuk upaya hancur moral dan budaya
bangsa melalui disinfornmasi, propaganda, peredaran narkotika dan obat-obat terlarang,
atau berbagai kegiatan kebudayaan asing yang mempengaruhi bangsa Indonesia terutama
generasi muda yang pada saat ini dapat merussak budaya bangsa.

BAB IV
BELA NEGARA

A. Bela Negara
1. Sejarah bela negara
Sejarah Bela negara dimulai di Kota Bukittinggi yang semula merupakan pasar
(pekan) bagi masyarakat Agam Tuo. Kemudian setelah kedatangan Belanda, kota
ini menjadi kubu pertahanan mereka untuk melawan Kaum Padri. Pada tahun
1825, Belanda mendirikan benteng di salah satu bukit yang dikenal sebagai
benteng Fort de Kock, sekaligus menjadi tempat peristirahatan opsir-opsir
Belanda yang berada di wilayah jajahannya.
Pada masa pendudukan Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian
pemerintahan militernya untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura
dan Thailand. Kota ini menjadi tempat kedudukan komandan militer ke-25
Kempetai, di bawah pimpinan Mayor Jenderal Hirano Toyoji. Pada masa itu, kota
ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku
Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari sekitarnya
seperti Sianok Anam Suku, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba, dan
Bukit Batabuah.
Pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Kota Bukitinggi berperan
sebagai kota perjuangan dan ditunjuk sebagai Ibu Kota Negara Indonesia setelah
Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia (PDRI) yang dibentuk pada 19 Desember 1948 di Bukittingi,
Sumatera Barat oleh Syafruddin Prawiranegara.
Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Bela Negara, berdasarkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 18 Desember 2006. Untuk
mengenang sejarah perjuangan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia
(PDRI), pemerintah Republik Indonesia membangun Monumen Nasional Bela
Negara di salah satu kawasan yang pernah menjadi basis PDRI dengan area
seluas 40 hektare, tepatnya di Jorong Sungai Siriah, Nagari Koto Tinggi,
Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Dalam
rangkaian kegiatan memperingati Hari Bela negara Ke 65, pada tanggal 21
Desember 2013 Menteri Pertahanan saat itu (Purnomo Yusgiantoro) didampingi
oleh Kabadiklat Kemhan Mayjen TNI Hartind Asrin dan Plt Dirjen Pothan
Timbul Siahaan serta Muspida Provinsi Sumatera Barat meninjau pembangunan
Monumen Nasional Bela Negara.
2. Definisi Bela Negara
Bela negara adalah istilah konstitusi yang terdapat dalam pasal 27 ayat (3) UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Artinya secara
konstitusional bela negara mengikat seluruh bangsa Indonesia sebagai hak dan
kewajiban setiap warga negara.
Penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara menyatakan bahwa “Upaya Bela Negara” adalah “sikap dan
perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara dan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan
negara”. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga
merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan
penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada
negara dan bangsa.
Oleh karena itu, secara definisi bela negara sendiri sebenarnya merupakan:
a. Jiwa kecintaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara;
b. Kewajiban dasar manusia; dan
c. Kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh
kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada
negara dan bangsa, yang ketika diwujudkan dalam bentuk sikap dan
perilaku, maka jiwa, kewajiban, dan kehormatan tersebut menjelma
menjadi “Upaya Bela Negara”.
3. Nilai-nilai Dasar Bela Negara
a. Cinta tanah air
Cinta merupakan perasaan (rasa) yang tumbuh dari hati yang paling dalam
tiap warga negara terhadap Tanah Air yakni Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Untuk
menumbuhkan nilai-nilai rasa cinta Tanah Air perlu memahami Indonesia
secara utuh meliputi:
 Pengetahuan tentang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
 Potensi sumber daya alam.
 Potensi sumber daya manusia, serta
 Posisi geografi yang sangat strategis dan terkenal dengan
keindahan alamnya sebagai zamrud khatulistiwa yang merupakan
anugerah dari tuhan yang maha esa kepada bangsa Indonesia.

Dengan memahami keberadaan Indonesia seutuhnya, akan menumbuhkan


nilai-nilai dasar bela negara sebagai rasa bangga sebagai bangsa pejuang,
rasa memiliki sebagai generasi penerus, dan rasa bertanggung jawab
sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
tumbuhnya rasa cinta Tanah Air pada tiap warga negara Indonesia akan
lahir sikap bela negara yang kuat sebagai modal dasar kekuatan bangsa
dan negara yang siap berkorban untuk menjaga, melindungi dan
membangun bangsa dan negara menuju terwujudnya cita-cita nasional.

b. Sadar berbangsa dan bernegara


Rasa cinta Tanah Air yang tinggi dari tiap warga negara, perlu ditopang
dengan sikap kesadaran berbangsa yang selalu menciptakan nilai-nilai
kerukunan, persatuan dan kesatuan dalam keberagaman di lingkungan
masing-masing serta sikap kesadaran bernegara yang menjunjung tinggi
prinsip-prinsip dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara
hukum berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Untuk
menumbuhkan sikap kesadaran berbangsa dan bernegara yang merdeka
dan berdaulat di antara negara-negara lainnya di dunia, perlu memahami
nilai-nilai yang terkandung dalam konsepsi kebangsaan yang meliputi :
 Wawasan nusantara
 Keahanan nasional
 Kewaspadaan nasional
 Politik luar negeri bebas aktif

Dengan memahami konsepsi kebangsaan yang dianut oleh bangsa


Indonesia, diharapkan akan melahirkan sikap bela negara yang
menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan banga berbasis pada
sikap nasionalisme dan patriotisme untuk memperkokoh ketahanan
nasional yang berwawasan Nusantara. Ketahanan nasional yang kuat,
kokoh dan handal merupakan potensi bangsa dan negara yang dahsyat
dalam mengantisipasi dan mengatasi berbagai bentuk AGTH, baik yang
datang dari dalam negeri maupun dari luar negeri sebagai wujud dari
kewaspadaan nasional. Dengan sikap sadar bela negara akan
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa sebagai kekuatan utama
bangsa Indonesia dalam menjamin keutuhan NKRI sepanjang zaman.

c. Setia kepada Pancasila sebagai ideologi negara.


Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara, telah terbukti ampuh dalam
menjamin kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Pasca
Proklamasi kemerdekaan Indonesia, telah terjadi berulang kali peristiwa
sejarah yang mengancam keberadaan NKRI, namun berbagai bentuk
ancaman tersebut dapat diatasi, berkat kesetiaan rakyat Indonesia terhadap
ideology Pancasila. Untuk membangun kesetiaan iap warga negara
terhadap ideologi Pancasila perlu memahami berbagai faktor yang turut
mempengaruhi berkembangnya pengalaman nilai-nilai Pancasila tersebut
sebagai bagian dari nilai-nilai dasar bela negara yang meliputi :
 Penegakkan disiplin
 Pengembangan etika politik
 System demokrasi
 Menumbuhkan taat hukum

Kesetiaan tiap warga negara kepada Pancasila sebagai ideologi negara dan
sekaligus sebagai dasar negara, perlu diterjemahkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, merupakan jaminan bagi
kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.

d. Rela berkorban untuk bangsa dan negara


Perjuangan bangsa Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan dan
mempertahankannya hingga saa ini, adalah berkat tekad para pejuang
bangsa yang rela berkorban demi bangsa dan negaranya. Sikap rela
berkorban telah menjadi bukti sejarah, bahwa kemerdekaan Indonesia
diperoleh dengan perjuangan yang tulus tanpa pamrih dari seluruh
kekuatan rakyat melawan kolonial belanda dan kelompok yang anti
kepada NKRI. Dengan semangat pantang menyerah, para pejuang bangsa
maju ke medan perang, baik perang fisik militer maupun perang
diplomasi untuk mencapai kemenangan. Untuk membangun sikap rela
berkorban untuk bangsa dan negara tiap warga negara perlu memahami
beberapa aspek yang meliputi:
 Konsepsi jiwa
 Semangat dan nilai juang 45
 Tanggung jawab
 Moral dan konstitusi
 Sikap mendahulukan kepentingan nasional di atas kepentingan
pribadi atau golongan

Dengan sikap rela berkorban demi bangsa dan negara, akan dapat
membangun kekuatan bangsa untuk membangun ketahanan nasional yang
kuat, kokoh dan handal dan menyukseskan pembangunan nasional
berpijak pada potensi bangsa negara secara mandiri.

e. Mempunyai awal kemampuan awal bela negara.


Kemampuan awal bela negara dari tiap warga negara, diartikan sebagai
potensi dan kesiapan untuk melakukan aksi bela negara sesuai dengan
profesi dan kemampuannya di lingkungan masing-masing atau di
lingkungan publik yang memerlukan peran serta upaya bela negara. Pada
dasarnya tiap warga negara mempunyai kemampuan awal bela negara
berdasarkan nilai-nilai dasar bela negara dari aspek kemampuan diri
seperti nilai-nilai percaya diri, nilai-nilai profesi dan sebagainya dalam
mengantisipasi dan mengatasi berbagai bentuk AGHT melalui berbagai
tindakan dalam bentuk sederhana hingga yang besar. Sesungguhnya tiap
warga negara telah melakukan tindakan bela negara dalam berbagai aspek
yakni : aspek demografi, geografi, sumber daya alam dan lingkungan,
ideology, politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi, dan aspek
pertahanan keamanan.
f. Semangat untuk mewujudkan negara yang berdaulat, adil dan makmur
Semangat untuk mewujudkan cita-cita bangsa, merupakan sikap dan tekad
kebangsaan yang dilandasi oleh tekad persatuan dan kesatuan untuk
mewujudkan cita-cita bersama. Sikap dan tekad bersama merupakan
kekuatan untuk mencapat cita-cita bangsa sebagaimana tertuang dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, yakni : melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia. Pada dasarnya bangsa Indonesia berjuang untuk
merdeka, berdaulat dan berkeadilan, memberantas kemiskinan dan
kebodohan serta mendambakan perdamaian dunia yang damai.
Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam semangat kebangsaan merupakan
energi potensial yang tinggi dari bangsa Indonesia dan akan berdaya guna
secara efektif jika digunakan dengan semangat kebangsaan dalam
persatuan dan kesatuan tanpa membedakan suku, ras, agama dan
kelompok. Dengan semangat yang tinggi berlandaskan sikap dan tekad
yang membara akan mampu mendayagunakan seluruh potensi sember
daya nasional dan kearifan lokal dengan memperhatikan secara sungguh-
sunguh berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang timbul sesuai
dengan perkembangan zaman. Kearifan lokal merupakan rujukan nilai-
nilai peradaban bangsa Indonesia yang dapat digunakan untuk mendorong
akselerasi pembangunan ketahanan nasional dan menyukseskan
pembangunan nasional menuju terwujudnya masyarakat adil dan makmur.

E. Integrasi Nasional
Integrasi Nasional berasal dari dua kata, yakni Integrasi dan Nasional. Integrasi ini
berasal dari Bahasa Inggris (integrate) yang memiliki arti menyatupadukan,
mempersatukan atau menggabungkan.
a. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Integrasi memiliki arti pembauran sehingga menjadi satu kesatuan yang bulat dan
utuh.
b. Secara politis
Integrasi Nasional secara politis ini memiliki arti bahwa penyatuan berbagai
kelompok budaya dan social dalam wilayah nasional yang membentuk suatu
identitas nasional.
c. Secara Antropologis
Integrasi Nasional secara antropologis ini berarti bahwa proses penyesuaian
diantara unsur-unsur kebudayaan yang berbeda sehingga mencapai suatu
kesatuan fungsi di dalam kehudupan masyarakat.
Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan-perbedaan
yang ada pada suatu negara terciptanya keseraian dan keselarasan secara
nasional. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat
besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa
dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam
Indonesia secara bijak atau mengelola budaya-budaya yang melimpah untuk
kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini juga
akhirnya menimbulkan masalah yang baru. Kita dengan wilayah dan budaya
melimpah itu akan menghasilkan karakter atau manusia-manusia yang berbeda
pula sehingga dapat mengancam keutuhan bangsa Indonesia.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Integrasi Nasional

Di dalam Integrasi Nasional terdapat beberapa factor yang memengaruhinya, factor-


faktor yaitu sebagai berikut :
1. Faktor Pendorong Integrasi Nasional
Faktor pendorong merupakan faktor yang mempengaruhi kemajuan suatu proses atau
tindakan tertentu yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok. Dalam mewujudkan
integrasi nasional, terdapat beberapa faktor yang mendorong terwujudnya integrasi
nasional di Indonesia. Adapun faktor pendorong tersebut diantaranya:
a. Adanya rasa yang senasib dan seperjuangan yang diakibatkan oleh faktor-faktor
sejarah Indonesia telah mengalami sejarah yang kelam di masa lalu, terutama zaman
dimana Indonesia dijajah oleh bangsa lain selama bertahun-tahun. Dalam sejarah
kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, perjuangan yang dilakukan oleh setiap
elemen masyarakat untuk memperoleh kemerdekaan bukanlah sesuatu yang sifatnya
main-main. Rasa senasib seperjuangan di masa lalu yang terbawa sampai dengan
masa sekarang menjadi salah satu faktor pendorong untuk mewujudkan integrasi
nasional. Jika di masa lalu rasa sekarang ini rasa senasib seperjuangan digunakan
untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia, di era sekarang ini rasa senasib
seperjuangan digunakan untuk memperkuat stabilitas nasional demi terwujudnya
persatuan Indonesia dalam integrasi nasional.
b. Adanya ideologi nasional
Ideologi nasional negara kita Indonesia adalah Pancasila. Sebagai ideologi nasional,
Pancasila tidak dapat digantikan oleh ideologi manapun. Walaupun Indonesia terdiri
dari banyak kepercayaan, arti penting dan fungsi Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia tidak bisa terlepas dari kehidupan sehari-hari masyarakat.
Pemaknaan ideologi nasional yaitu Pancasila dilakukan melalui implementasi nilai-
nilai Pancasila dalam kehudupan sehari-hari untuk mewujudkan integrasi nasional di
Indonesia. Melalui pemaknaan ideologi nasional yaitu Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari, integrasi nasional akan lebih mudah untuk diwujudkan.
c. Adanya sikap tekad dan keinginan untuk kembali bersatu
Perbedaan dan kemajuan di Indonesia bukanlah salah satu alasan untuk dijadikan
faktor penyebab konflik sosial yang terjadi di kalangan masyarakat. Justru perbedaan
inilah yang membuat masyarakat Indonesia mempunyai keinginan untuk
mempersatukan perbedaan di dalam satu kesatuan bangsa yang utuh. Baik di dalam
masyarakat tradisional dan modern, keinginan untuk mempersatukan perbedaan di
dalam kehidupan sehari-hari tentunya ada. Dalam kehidupan berbangsa negara
berbangsa Indonesia, keinginan untuk mempersatukan bangsa merupakan salah satu
perwujudan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai dasar negara.
d. Adanya ancaman dari luar
Walaupun Indonesia sudah merdeka selama 77 tahun, bukan tidak mungkin ancaman
dari luar itu masuk ke Indonesia. Ancaman-ancaman dari luar di era globalisasi
sekarang ini tidak dapat diartikan sebagai ancaman yang menjajah seperti pada masa
kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi ancaman dari luar
dalam kaitannya dengan bahaya globalisasi dan modernisasi, integrasi nasional perlu
diwujudkan di setiap lapisan masyarakat yang ada tinggal di wilayah Indonesia.

BAB V
IDENTITAS NASIONAL
A. Hakikat Bangsa
Istilah natie (nation) mulai populer sekitar tahun 1835. Bangsa (nation) atau nasional,
nasionalitas atau kebangsaan, nasionalisme atau paham kebangsaan, semua istilah tersebut
dalam kajian sejarah terbukti mengandung konsep-konsep yang sulit dirumuskan, sehingga
para pakar di bidang Politik, Sosiologi, dan Antropologi pun sering tidak sependapat
mengenai makna istilah-istilah tersebut. Selain istilah bangsa, dalam bahasa Indonesia, kita
juga menggunakan istilah nasional, nasionalisme yang diturunkan dari kata asing “nation”
yang bersinonim dengan kata bangsa. Tidak ada rumusan ilmiah yang bisa dirancang untuk
mendefinisikan istilah bangsa secara objektif, tetapi fenomena kebangsaan tetap aktual
hingga saat ini.

Dalam kamus ilmu Politik dijumpai istilah bangsa, yaitu “natie” dan “nation”, artinya
masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh sejarah yang memiliki unsur sebagai berikut : a.
Satu kesatuan bahasa ;
b. Satu kesatuan daerah ;
c. Satu kesatuan ekonomi ;
d. Satu Kesatuan hubungan ekonomi ;
e. Satu kesatuan jiwa yang terlukis dalam kesatuan budaya.
Menurut Ernest Renan yang mengemukakan istilah bangsa sejak tanggal 11 Maret 1882,
bangsa adalah jiwa, suatu asas kerohanian yang timbul dari :
1) Kemuliaan bersama di waktu lampau, yang merupakan aspek historis.
2) Keinginan untuk hidup bersama (le desir de vivre ensemble) diwaktu sekarang yang
merupakan aspek solidaritas, dalam bentuk dan besarnya tetap mempergunakan warisan
masa lampau, baik untuk kini dan yang akan datang.

Lebih lanjut Ernest Renan mengatakan bahwa hal penting merupakan syarat mutlak adanya
bangsa adalah plebisit, yaitu suatu hal yang memerlukan persetujuan bersama pada waktu
sekarang, yang mengandung hasrat untuk mau hidup bersama dengan kesediaan memberikan
pengorbanan-pengorbanan. Bila warga bangsa bersedia memberikan pengorbanan bagi
eksistensi bangsanya, maka bangsa tersebut tetap bersatu dalam kelangsungan hidupnya
(Rustam E. Tamburaka, 1999 : 82).Titik pangkal dari teori Ernest Renan adalah pada
kesadaran moral (conscience morale), teori ini dapat digolongkan pada Teori Kehendak,

Konsep Bangsa memiliki 2 pengertian :


1. Bangsa Dalam Arti Sosiologis Antropologis. Bangsa dalam pengertian Sosiologis dan
Antropologis adalah persekutuan hidup masyarakat yang berdiri sendiri yang masing-
masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa satu kesatuan kesatuan ras, bahasa,
keyakinan, budaya dan sebagainya.
2. Bangsa dalam arti politis; Bangsa dalam pengertian politik adalah suatu masyarakat dalam
suatu daerah yang sama dan mereka tunduk pada kedaulatan negaranya sebagai suatu
kekuasaan tertinggi keluar dan kedalam. Jadi, mereka diikat oleh kekuasaan politik yaitu
negara. Jadi, bangsa dalam pengertian politik adalah bangsa yang sudah bernegara dan
mengakui serta tunduk pada keuasaaan dari negara yang bersangkutan. Setelah merka
bernegara, terciptalah bangsa. Misalnya kemunculan bangsa Indonesia (arti politis) setelah
terciptanya lagu Indonesia Raya.

B. Hakikat Negara
1. Arti Negara
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, negara Indonesia memiliki dua pengertian
sebagai berikut:
a. Negara adalah organisasi disuatu wilayah yang mempunayi kekuasaan tertinggi yang
syah dan ditaati rakyatnya.
b. Negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang
diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintahan yang efektif, mempunyai satu
kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
2. Unsur-unsur Negara Dalam sebuah negara memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a. Rakyat, Yaitu orang-orang yang bertempat tinggal diwilayah itu, tunduk pada
kekuasaan negara dan mendukung negara yang bersangkutan
b. Wilayah, Yaitu daerah yang menjadi kekuasaan negara serta menjadi tempat tinggal
bagi rakyat Negara
c. Pemerintah yang berdaulat, Yaitu adanya penyelenggara negara yang memiliki
kekuasaan menyelenggarakan pemerintahan dinegara tersebut

3. Teori terjadinya Negara


a. Proses terjadinya Negara secara teoritis, Yang dimaksud secara teoretis adalah
teoretisasi tentang terjadinya sebuah negara. Beberapa teori terjadinya sebuah negara
adalah sebagai berikut:
1) Teori hukum Alam, Menurut teori ini terjadinya sebuah negara adalah sesuatu yang
alamiah. Bahwa segala sesuatu itu berjalan menurut hukum alam yaitu mulai dari
lahir, berkembang, mencapai puncaknya, layu dan akhirnya mati. Negara terjadi
secara alamiah , bersumber dari manusia sebagai mahluk sosial yang cenderung
berkumpul dan saling berhubungan untuk memenuhi kebutuhannya.
2) Teori Ketuhanan, Menurut teori ini terjadinya sebuah negara adalah karena
kehendak tuhan didasari kepercayaan bahwa segala sesuatu berasal dari tuhan dan
terjadinya atas kehendak tuhan.
3) Teori Perjanjian, Menurut teori ini terjadinya sebuah negara adalah sebagai hasil
perjanjian antar manusia atau individu. Manusia berada dalam dua keadaan, yaitu
keadaan sebelum bernegara dan keadaan setelah bernegara.
b. Proses terjadinya Negara di jaman modern Menurut pandangan ini dalam
kenyataannya, terjadinya Negara bukan disebabkan teori-teori diatas. Negara terbentuk
melalui berbagai proses, seperti:
1) Penaklukan atau occupatie
2) Peleburan atau fusi
3) Pemecahan
4) Pemisahan diri
5) Perjuangan atau Revolusi
6) Penyerahan/pemberian
7) Pendudukan atas wilayah yang belum ada pemerintahan sebelumnya
c. Fungsi dan tujuan Negara Menurut Mirriam Budiardjo, fungsi pokok negara adalah
sebagai berikut :
1) Melaksanakan penertiban untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-
bentrokan dalam masyarakat, dapat dikatakan negara sebagai stabilisator.
2) Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
3) Pertahanan yang diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar.
4) Menegakkan keadilan yang dialksanakan melalui badan-badan keadilan.

1. Bangsa dan Negara Indonesia


a. Hakikat Negara Indonesia, Negara kita adalah negara Republik Indonesia Proklamasi
17 Agustus 1945, disingkat negara RI Proklamasi. Maksd dari pernyataan tersebut
adalah bahwa negara Indonesia yang didirikan tidak bisa lepas dari peristiwa
proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. dengan momen proklamasi 17
Agustus 1945 itulah, bangsa Indonesia berhasil mendirikan negara sekaligus enyatakan
kepada dunia luar mengenai adanya negara baru, yaitu Indonesia. Adapun faktor-faktor
penting terbentuknya Negara Indonesia adalah :
1) Adanya persamaan nasib, yaitu penderitaan bersama dibawah penjajahan bangsa
asing lebih kurang 350 tahun.
2) Adanya keinginan bersama untuk merdeka, melepaskan diri dari belenggu
penjajahan.
3) Adanya kesatuan tempat tinggal, yaitu wilayah nusantara yang membentang dari
sabang hingga merauke.
4) Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sebagai suatu
bangsa.
b. Proses terjadinya Negara Indonesia, Secara teoreis perkembangan negara Indonesia
terjadi seperti berikut ini:
1) Terjadinya negara tidak sekedar dimulai dari proklamasi, tetapi adanya pengakuan
akan hak setiap bangsa untuk memerdekakan dirinya.
2) Adanya perjuangan bangsa indonesia melawan penjajah
3) Terjadinya negara Indonesia adalah kehendak bersama seluruh bangsa Indonesia,
sebagai suatu keinginan luhur bersama.
4) Negara indonesia perlu menyusun kelengkapan negara yang meliputi tujuan negara,
bentuk negara, sistem pemerintahan negara, UUD negara, dan dasar negara
c. Cita-cita dan tujuan Negara Indonesia Cita-cita Negara Indonesia adalah mewujudkan
negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Sedangkan tujuan Negara Indonesia
sebagai berikut :
1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2) Memajukan kesejahteraan umum
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial
2. Sifat dan Hakikat Negara Sifat Negara merupakan suatu keadaan dimana hal tersebut
dimiliki agar dapat menjadikannya suatu Negara yang bertujuan. Sifat-sifat tersebut
umumnya mengikat bagi setiap warga negaranya dan menjadi suatu identitas bagi Negara
tersebut..Sifat suatu Negara terkadang tidaklah sama dengan Negara lainnya, ini
tergantung pada landasan ideologi Negara masing-masing. Namun ada juga beberapa sifat
Negara yang bersifat umum dan dimiliki oleh semua Negara, yaitu:
a. Sifat memaksa. Negara merupakan suatu badan yang mempunyai kekuasaan terhadap
warga negaranya, hal ini bersifat mutlak dan memaksa.
b. Sifat monopoli, Negara dengan kekuasaannya tersebut mempunyai hak atas kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya, hal ini menjadi sesuatu yang menjadi landasan
untuk menguasai sepenuhnya kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah Negara
tersebut.
c. Sifat mencakup semua, Kekuasaan Negara merupakan kekuasaan yang mengikat bagi
seluruh warga negaranya. Tidak ada satu orang pun yang menjadi pengecualian di
hadapan suatu Negara. Tidak hanya mengikat suatu golongan atau suatu adat budaya
saja, tetapi mengikat secara keseluruhan masyarakat yang termasuk kedalam warga
negaranya.
d. Sifat menentukan, Negara memiliki kekuasaan untuk menentukan sikap-sikap untuk
menjaga stabilitas Negara itu. Sifat menentukan juga membuat Negara dapat
menentukan secara unilateral dan dapat pula menuntut bahwa semua orang yang ada di
dalam wilayah suatu Negara (kecuali orang asing) menjadi anggota politik Negara. Ada
pula sifat-sifat yang hanya dimiliki suatu Negara berdasarkan pada landasan ideologi
Negara tersebut, misalnya Negara Indonesia memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan
Pancasila, yakni:
1) Ketuhanan, ialah sifat-sifat keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat Tuhan (yaitu
kesesuaian dalam arti sebab dan akibat)(merupakan suatu nilai-nilai agama).
2) Kemanusiaan adalah sifat-sifat keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat manusia.
3) Persatuan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat satu, yang
berarti membuat menjadi satu rakyat, daerah dan keadaan negara Indonesia sehingga
terwujud satu kesatuan.
4) Kerakyatan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat rakyat
5) Keadilan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat adil

Hakikat Negara merupakan salah satu dari bentuk perwujudan dari sifat- sifat Negara yang
telah dijelaskan di atas. Ada beberapa teori tentang hakikat Negara, diantaranya:
a. Teori Sosiologis Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri,
kebutuhan antar individu tersebut membentuk suatu masyarakat. Di dalam ruang lingkup
masyarakat terdapat banyak kepentingan individu yang saling berkaitan satu sama lain dan
tidak jarang pula saling bertentangan.Maka manusia harus dapat beradaptasi dengan baik
untuk menyesuaikan kepentingan-kepentingannya agar dapat hidup dengan rukun.
b. Teori Yuridis, teori ini terdiri dari :
1) Patriarchaal, Teori yang menganut asas kekeluargaan, dimana terdapat satu orang yang
bijaksana dan kuat yang dijadikan sebagai kepala keluarga.
2) Patriamonial, Raja mempunyai hak sepenuhnya atas daerah kekuasaannya, dan setiap
orang yang berada di wilayah tersebut haru tunduj terhadap raja tersebut.
3) Pejanjian, Raja mengadakan perjanjian dengan masyarakatnya untuk melindungi hak-
hak masyarakat itu, dan jika hal tersebut tidak dilakukan maka masyarakat dapat
meminta pertanggung jawaban raja.

C. Pengertian Identitas Nasional


Identitas sendiri memiliki arti sebagai ciri yang dimiliki setiap pihak yang dimaksud
sebagai suatu pembeda atau pembanding dengan pihak yang lain. Sedangkan nasional atau
Nasionalisme memiliki arti suatu paham, yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi
individu harus diserahkan kepada Negara kebangsaan. Identitas nasional adalah kepribadian
nasional atau jati diri nasional yang dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu
dengan bangsa yang lainnya.
Identitas nasional dalam kosteks bangsa cenderung mengecu pada kebudayaan, adat
istiadat, serta karakter khas suatu negara. Sedangkan identitas nasional dalam konteks negara
tercermin dalam simbol-simbol kenegaraan seperti: Pancasila, Bendera Merah Putih, Bahasa
Nasional yaitu Bahasa Indonesia, Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, Dasar
Falsafah negara yaitu Pancasila, Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945 serta
Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Pahlawan –
pahlawan rakyat pada masa perjuangan nasional seperti Pattimura, Hasanudin, Pangeran
Antasari dan lain – lain.
Dengan terwujudnya identitas bersama sebagai bangsa dan negara Indonesia dapat
mengikat eksistensinya serta memberikan daya hidup. Sebagai bangsa dan negara yang
merdeka, berdaulat dalam hubungan internasional akan dihargai dan sejajar dengan bangsa
dan negara lain. Identitas bersama itu juga dapat menunjukkan jatidiri serta kepribadiannya.
Rasa solidaritas sosial, kebersamaan sebagai kelompok dapat mendukung upaya mengisi
kemerdekaan. Dengan identitas bersama itu juga dapat memberikan motivasi untuk mencapai
kejayaan bangsa dan negara di masa depan.
Oleh karena itu, agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi globalisasi maka
harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian bangsa
Indonesia sebagai dasar pengembangan kreatifitas budaya globalisasi. Sebagaimana terjadi di
berbagai negara di dunia, justru dalam era globalisasi dengan penuh tantangan yang
cenderung menghancurkan nasionalisme, muncullah kebangkitan kembali kesadaran
nasional.

D. Faktor Pembentuk Identitas Nasional


Kelahiran identitas nasional suatu bangsa memiliki sifat, ciri khas serta keunikan sendiri-
sendiri, yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas
nasional terebut. Adapun faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa
Indonesia meliputi:
1. Faktor objektif, yang meliputi faktor geografis ekologis dan demografis
Kondisi geografi – ekologis yang membentuk Indonesia sebagai wilayah kepulauan yang
beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi antarwilayah dunia Asia
Tenggara, ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis, sosial
dan kultural bangsa Indonesia
2. Faktor subjektif, yaitu faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki
bangsa Indonesia (Suryo, 2002).
Faktor historis yang dimiliki Indonesia ikut mempengarui proses pembentukan
masyarakat dan bangsa Indonesia beserta identitasnya, melalui interaksi berbagai faktor
yang ada di dalamnya. Hasil dari interaksi dari berbagai faktor tersebut melahirkan proses
pembentukan masyarakat, bangsa dan negara bangsa beserta identitas bangsa Indonesia,
yang muncul tatkala nasionalisme berkembang di Indonesia pada awal abad XX.

Sedangkan menurut Robert de Ventos, sebagaimana dikutip Manuel Castell dalam bukunya,
The Power of Identity (Suryo, 2002), mengemukakan teori tentang munculnya identitas
nasional suatu bangsa sebagai hasil interaksi antara empat faktor penting, yaitu :

1. Faktor primer
Faktor ini mencakup etnisitas, teritorial, bahasa, agama dan yang sejenisnya. Bagi bangsa
Indonesia yang tersusun atas berbagai macam etnis, bahasa, agama wilayah serta bahasa
daerah, merupakan suatu kesatuan meskipun berbeda-beda dengan kekhasan masing-
masing. Unsur-unsur yang beraneka ragam yang masing-masing memiliki ciri khasnya
sendiri-sendiri menyatukan diri dalam suatu persekutuan hidup bersama yaitu bangsa
Indonesia. Kesatuan tersebut tidak menghilangkan keberanekaragaman, dan hal inilah
yang dikenal dengan Bhinneka Tunggal Ika.
2. Faktor pendorong
Faktor ini terdiri dari pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan
bersenjata modern dan pembangunan lainnya dalam kehidupan Negara. Dalam hubungan
ini bagi suatu bangsa kemauan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan
negara dan bangsanya juga merupakan suatu identitas nasional yang bersifat dinamis.
Oleh karena itu bangsa Indonesia proses pembentukan identitas nasional yang dinamis ini
sangat ditentukan oleh tingkah kemampuan dan prestasi bangsa Indonesia dalam
mebangun bangsa dan kesatuan bangsa, serta langkah yang sama dalam memajukan
bangsa dan Negara Indonesia.
3. Faktor penarik
Faktor ini mencakup kodifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya
birokrasi, dan pemantaan sistrm pendidikan nasional. Bagi bangsa Indonesia unsur bahasa
telah merupakan bahasa persatuan dan kesatuan nasional, sehingga bahasa Indonesia telah
merupakan bahasa resmi negara dan bangsa Indonesia. Nahasa Melayu telah dipilih
sebagai bahasa antar etnis yang ada di Indonesia, meskipun masing- masing etnis atau
daerah di Indonesia telah memiliki bahasa daeah masing-masing. Demikian pula
menyangkut birokrasi serta pendidikan nasional telah dikembangkan sedemikian rupa
meskipun sampai saat ini masih senantiasa dikembangkan.
4. Faktor reaktif
Faktor ini meliputi penindasan, dominasi, dan pencarian identitas alternatif melalui
memori kolektif rakyat. Bangsa Indonesia yang hampir tiga setengah abad dikuasai oleh
bangsa lain sangat dominan dalam mewujdkan faktor keempat melalui memori kolektif
rakyat Indonesia. Penderitaan, dan kesengsaraan hidup serta semangat bersama dalam
memperjuangkan kemerdekaan merupakan faktor yang sangat strategis dalam membentuk
memori kolektif rakyat. Semangat perjuangan, pengorbanan, menegakkan kebenaran
dapat merupakan identitas untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara
Indonesia.

Keempat faktor tersebut pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas nasional
bangsa Indonesia, yang telah berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai
kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain. Pencarian identitas nasional bangsa Indonesia pada
dasarnya melekat erat dengan perjuangan bangsa Indonesia untuk membangun bangsa dan
Negara dengan konsep nama Indonesia. Bangsa dan negara Indonesia ini dibangun dari
unsur-unsur masyarakat lama dan dibangun menjadi suatu kesatuan bangsa dan negara
dengan prinsip nasionalisme modern. Oleh karena itu pembentukan identitas nasional
Indonesia melekat erat dengan unsur- unsur lainnya seperti sosial, ekonomi, budaya, etnis,
agama serta geografis, yang saling berkaitan dan terbentuklah melalui suatu proses yang
cukup panjang.

E. Identitas Nasional bangsa Indonesia


Identitas nasional merupakan sesuatu yang ditransmisikan dari masa lalu dan dirasakan
sebagai pemilikan bersama, sehingga tampak kelihatan di dalam keseharian tingkah laku
seseorang dalam komunitasnya (Tilaar, 2007:27). Identitas nasional bersifat buatan dan
sekunder. Bersifat buatan oleh karena identitas nasional itu dibuat, dibentuk dan disepakati
oleh warga bangsa sebagai identitasnya setelah mereka bernegara. Bersifat sekunder oleh
karena identitas nasional lahir belakangan dibandingkan dengan identitas kesukubangsaan
yang memang telah dimiliki warga bangsa itu secara askriptif, jauh sebelum mereka memiliki
identitas nasional itu, warga bangsa telah memiliki identitas primer yaitu identitas
kesukubangsaan.
Proses pembentukan identitas nasional umumnya membutuhkan waktu perjuangan
panjang di antara warga bangsa-negara yang bersangkutan. Hal ini disebabkan identitas
nasional adalah hasil kesepakatan masyarakat bangsa itu. Dapat terjadi sekelompok warga
bangsa tidak setuju degan identitas nasional yang hendak diajukan oleh kelompok bangsa
lainnya. Setiap kelompok bangsa di dalam negara, umumnya mengingingkan identitasnya
dijadikan atau diangkat sebagai identitas nasional yang tentu saja belum tentu diterima oleh
kelompok bangsa lain. Inilah yang menyebabkan sebuah negara-bangsa yang baru merdeka
mengalami pertikaian intern yang berlarut-larut demi untuk saling mengangkat identitas
kesukubangsaan menjadi identitas nasional.
Setelah bangsa Indonesia bernegara, mulai dibentuk dan disepakati apa- apa yang dapat
menjadi identitas nasional Indonesia. Bisa dikatakan bangsa Indonesia relatif berhasil dalam
membentuk identitas nasionalnya kecuali pada saat proses pembentukan ideologi Pancasila
sebagai identitas nasional yang membutuhkan perjuangan dan pengorbanan di antara warga
bangsa.
1. Unsur-Unsur Identitas Nasional Identitas Nasional Indonesia merujuk pada sualu bangsa
yang majemuk. Ke-majemukan itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk
identitas, yaitu suku bangsa, agama, kebudayaan, dan bahasa.
a. Suku Bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak
lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia
terdapat banyak sekali suku bangsa atau kclompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek
bahasa.
b. Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama
yang tumbuh dan berkembang di Nusantara adalah agama Islam, Kristcn, Katolik,
Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak
diakui sebagai agama resmi negara, tctapi sejak pcmerintahan Presiden Abdurrahman
Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan. Bangsa Indonesia dikenal sebagai
masyarakat yang agamis. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di Nusantara
adalah agama Islam, Kristcn, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Agama Kong
Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi negara, tctapi sejak
pcmerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan
c. Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah
perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolcktit digunakan
oleh pendukung- pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang
dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk
kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
d. Bahasa: merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipaha mi
sebagai sistem pcrlambang yang secara arbitrcr dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan
manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia
Dari unsur-unsur identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3
bagian sebagai berikut:
a. Identitas Fundamental, yaitu Pancasila yang merupakan Falsafah Bangsa, Dasar
Negara,dan ldeologi Negara
b. Identitas Instrumental, yang berisi UUD 1945 dan Tata Pcrundangannya, Bahasa
Indonesia, Lambang Ncgaia, Bcndcra Negara, Lagu Kebangsaan "Indonesia Raya"
c. Identitas Alamiah yang meliputi Negara Kepulauan (archipelago} dan pluralisme dalam
suku. bahasa, budaya, serta agama dan kepercayaan
2. Bentuk-bentuk Identitas Nasional Indonesia Secara lebih rinci beberapa bentuk identitas
nasional Indonesia, adalah sebagai berikut:
a. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional atau bahasa persatuan. Bahasa Indonesia
berawal dari rumpun bahasa Melayu yang dipergunakan sebagai bahasa pergaulan yang
kemudian diangkat sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928. Bangsa
Indonesia sepakat bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional sekaligus
sebagai identitas nasional Indonesia.
b. Sang Merah Putih sebagai bendera negara. Warna merah berarti berani dan putih berarti
suci. Lambang merah putih sudah dikenal pada masa kerajaan di Indonesia yang
kemudian diangkat sebagai bendera negara. Bendera merah putih dikibarkan pertama
kali pada tanggal 17 Agustus 1945, namun telah ditunjukkan pada peristiwa Sumpah
Pemuda.
c. Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan Indonesia. Lagu Indonesia Raya pertama kali
dinyanyikan pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam Kongres Pemuda II.
d. Burung Garuda yang merupakan burung khas Indonesia dijadikan sebagai lambang
negara.
e. Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara yang berarti berbeda-beda tetapi satu
jua. Menunjukkan kenyataan bahwa bangsa kita heterogen, namun tetap berkeinginan
untuk menjadi satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia. ss
f. Pancasila sebagai dasar falsafat negara yang berisi lima dasar yang dijadikan sebagai
dasar filsafat dan ideologi negara Indonesia. Pancasila merupakan identitas nasional
yang berkedudukan sebagai dasar negara dan pandangan hidup (ideologi) bangsa.
g. UUD 1945 sebagai konstitusi (hukum dasar) negara. UUD 1945 merupakan hukum
dasar tertulis yang menduduki tingkatan tertinggi dalam tata urutan peraturan
perundangan dan dijadikan sebagai pedoman penyelenggaraan bernegara.
h. Bentuk negara adalah Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Bentuk
negara adalah kesatuan, sedang bentuk pemerintahan adalah republik. Sistem politik
yang digunakan adalah sistem demokrasi (kedaulatan rakyat). Saat ini identitas negara
kesatuan disepakati untuk tidak dilakukan perubahan.
i. Konsepsi wawasan nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan
lingkungan yang serba beragam dan memiliki nilai strategis dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
j. Kebudayaan sebagai puncak-puncak dari kebudayaan daerah. Kebudayaan daerah
diterima sebagai kebudayaan nasional. Berbagai kebudayaan dari kelompok-kelompok
bangsa di Indonesia yang memiliki cita rasa tinggi, dapat dinikmati dan diterima oleh
masyarakat luas sebagai kebudayaan nasional.

Tumbuh dan disepakatinya beberapa identitas nasional Indonesia itu sesungguhnya telah
diawali dengan adanya kesadaran politik bangsa Indonesia sebelum bernegara. Hal
demikian sesuai dengan ciri dari pembentukan negara-negara model mutakhir. Kesadaran
politik itu adalah tumbuhnya semangat nasionalisme (semangat kebangsaan) sebagai
gerakan menentang penjajahan dan mewujudkan negara Indonesia. Dengan demikian,
nasionalisme yang tumbuh kuat dalam diri bangsa Indonesia turut mempermudah
terbentuknya identitas nasional Indonesia.

F. Sifat Identitas Nasional


Identitas nasional merupakan jati diri bangsa yang bersifat dinamis dan khas yang menjadi
pandangan hidup dalam mencapai cita-cita dan tujuan hidup bersama. Pada era globalisasi ini
eksistensi bangsa-bangsa di dunia sedang dihadapkan oleh tantangan yang sangat kuat dari
kekuatan internasional baik di bidang ekonomi, sosial, budaya dan politik. Apabila bangsa
tersebut tidak mempunyai atau tidak mampu mempertahankan identitas nasional yang
menjadi kepribadiannya, maka bangsa tersebut akan mudah goyah dan terombang-ambing
oleh tantangan zaman. Bangsa yang tidak mampu mempertahankan identitas nasional akan
menjadi kacau, bimbang dan kesulitan dalam mencapai cita-cita dan tujuan hidup bersama.
Kondisi suatu bangsa yang sedemikianrupa sudah tentu merupakan hal yang mudah bagi
bangsa lain yang lebih kuat untuk menguasai bahkan untuk menghancurkan bangsa yang
lemah tersebut. Oleh karena itu, identitas nasional sangat mutlak diperlukan supaya suatu
bangsa dapat mempertahankan eksistensi diri dan mencapai hal-hal yang menjadi cita-cita
dan tujuan hidup bersama.

G. Hubungan Antara Identitas Nasional Dengan Karakter Bangsa


Identitas kebangsaan (political unity) merujuk pada bangsa dalam pengertian politik,
yaitu bangsa negara. Bisa saja dalam negara hanya ada satu bangsa (homogen), tetapi
umumnya terdiri dari banyak bangsa (heterogen). Karena itu negara perlu menciptakan
identitas kebangsaan atau identitas nasional, yang merupakan kesepakatan dari banyak
bangsa di dalamnya.
Identitas nasional dapat berasal dari identitas satu bangsa yang kemudian disepakati oleh
bangsa-bangsa lainnya yang ada dalam negara itu atau juga dari identitas beberapa bangsa-
negara. Kesediaan dan kesetiaan warga bangsa-negara untuk mendukung identitas nasional
perlu ditanamkan, dipupuk, dan dikembangkan terus-menerus. Warga lebih dulu memiliki
identitas kelompoknya, sehingga jangan sampai melunturkan identitas nasional. Di sini perlu
ditekankan bahwa kesetiaan pada identitas nasional akan mempersatukan warga bangsa itu
sebagai “satu bangsa” dalam negara.
Sebagai warga negara Indonesia, kita perlu mengetahui proses terjadinya pembentukan
negara ini, sehingga dapat menambah kecintaan kita pada tanah air ini. Para pendiri negara
Indonesia (the founding fathers) menyadari bahwa negara Indonesia yang hendak didirikan
haruslah mampu berada di atas semua kelompok dan golongan yang beragam. Hal yang
diharapkan adalah keinginan hidup bersatu sebagai satu keluarga bangsa karena adanya
persamaan nasib, citacita, dan karena berasal dalam ikatan wilayah atau wilayah yang sama.
Kesadaran demikian melahirkan paham nasionalisme, paham kebangsaan, yang pada
gilirannya melahirkan semangat untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
Selanjutnya nasionalisme memunculkan semangat untuk mendirikan negara bangsa dalam
merealisasikan cita-cita, yaitu merdeka dan tercapainya masyarakat yang adil dan makmur.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang penting bagi
pembentukan bangsa Indonesia antara lain:
1. Adanya persamaan nasib, yaitu penderitaan bersama di bawah penjajahan bangsa asing
lebih kurang selama 350 tahun.
2. Adanya keinginan bersama untuk merdeka, melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
3. Adanya kesatuan tempat tinggal, yaitu wilayah nusantara yang membentang dari Sabang
sampai Merauke.
4. Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan suatu bangsa.

Negara Indonesia tidak terjadi begitu saja. Kemerdekaan Indonesia diraih dengan
perjuangan dan pengorbanan, bukan pemberian. Terjadinya negara Indonesia merupakan
proses atau rangkaian tahap yang berkesinambungan. Rangkaian tahap perkembangan
tersebut digambarkan sesuai dengan keempat alinea dalam pembukaan UUD 1945. Secara
teoretis, perkembangan negara Indonesia terjadi sebagai berikut:
1. Terjadinya negara tidak sekadar dimulai dari proklamasi, tetapi adanya pengakuan akan
hak setiap bangsa untuk memerdekakan dirinya. Bangsa Indonesia memiliki tekad kuat
untuk menghapus segala penindasan dan penjajahan suatu bangsa atas bangsa lain. Inilah
yang menjadi sumber motivasi perjuangan (Alinea I Pembukaan UUD 1945).
2. Adanya perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan. Perjuangan panjang bangsa
Indonesia menghasilkan proklamasi. Proklamasi barulah mengantarkan ke pintu gerbang
kemerdekaan. Jadi, dengan proklamasi tidaklah selesai kita bernegara. Negara yang kita
cita-citakan adalah menuju pada keadaan merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur
(Alinea II Pembukaan UUD 1945).
3. Terjadinya negara Indonesia adalah kehendak bersama seluruh bangsa Indonesia, sebagai
suatu keinginan luhur bersama. Di samping itu adalah kehendak dan atas rahmat Allah
Yang Maha Kuasa. Ini membuktikan bangsa 11 Indonesia adalah bangsa yang religius dan
mengakui adanya motivasi spiritual (Alinea III Pembukaan UUD 1945).
4. Negara Indonesia perlu menyusun alat-alat kelengkapan negara yang meliputi tujuan
negara, bentuk negara, sistem pemerintahan negara, UUD negara, dan dasar negara.
Dengan demikian, semakin sempurna proses terjadinya negara Indonesia (Alinea IV
Pembukaan UUD 1945).

Oleh karena itu, berdasarkan kenyataan yang ada, terjadinya negara Indonesia bukan
melalui pendudukan, pemisahan, penggabungan, pemecahan, atau penyerahan. Bukti
menunjukkan bahwa negara Indonesia terbentuk melalui proses perjuangan (revolusi).
Dokumentasi proses perjuangan dan pengorbanan dalam pembentukan negara ini tertata rapi
dalam unsur produk hukum negara ini, yaitu Pembukaan UUD 1945.
Wawasan kebangsaan yang kita anut sebagai kepribadian bangsa adalah wawasan
kebangsaan yang berlandaskan Pancasila yaitu wawasan kebangsaan yang berlandaskan
Ketuhanan Yang Maha Esa dan oleh karena nya memeliki landasan moral, etik dan spiritiual
serta yang berkeinginan untuk membangun masa kini dan masa depan bangsa yang sejahtera
lahir dan batin, material dan spiritual, di dunia dan di akhirat.
Dapat pula dikatakan bahwa Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan Negara
Indonesia pada hakikatnya bersumber kepada nilai-nilai budaya dan keagamaan yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia sebagai kepribadian bangsa. Jadi, filsafat Pancasila itu bukan muncul
secara tiba-tiba dan dipaksakan oleh suatu rezim atau penguasa, melainkan melalui suatu fase
historis yang cukup panjang. Pancasila sebelum dirumuskan secara formal yuridis dalam
Pembukaan UUD 1945 sebagai dasar filsafat Negara Indonesia, nilai-nilainya telah ada pada
bangsa Indonesia, dalam kehidupan sehari-hari sebagai suatu pandangan hidup, sehingga
materi Pancasila yang berupa nilai-nilai tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia
sendiri.
Menurut Notonegoro, bangsa Indonesia adalah sebagai kausa materialis Pancasila. Nilai-
nilai tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan secara formal 12 oleh para pendiri Negara
untuk dijadikan sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Proses perumusan materi Pancasila
secara formal tersebut dilakukan dalam sidang-sidang BPUPKI pertama, sidang “Panitia 9”,
sidang BPUPKI kedua, serta akhirnya disahkan secara formal yuridis sebagai dasar filsafat
Negara Republik Indonesia.

H. Pengertian Politik Identitas


Politik Identitas adalah nama untuk menjelaskan situasi yang ditandai dengan
kebangkitan kelompok-kelompok identitas sebagai tanggapan untuk represi yang
memarjinalisasikan mereka di masa lalu. Identitas berubah menjadi politik identitas ketika
menjadi basis perjuangan (Bagir, 2011: 18).
Identitas bukan hanya persoalan sosio-psikologis namun juga politis. Ada politisasi atas
identitas. Identitas yang dalam konteks kebangsaan seharusnya digunakan untuk merangkum
kebinekaan bangsa ini, namun justru mulai tampak penguaan identitas-identitas sektarian baik
dalam agama suku, daerah dan lain-lain.
Identitas yang menjadi salah satu dasar konsep kewarganegaraan (citizenship) adalah
kesadaran atas kesetaraan manusia sebagai warganegara. Identitas sebagai warganegara ini
menjadi bingkai politik untuk semua orang, terlepas dari identitas lain apapun yang
dimilikinya seperti identitas agama, etnis, daerah dan lain-lain (Bagir, 2011: 17).
Pada era reformasi, kebebasan berpikir, berpendapat dan kebebasan lain dibuka. Dalam
perkembangannya kebebasan (yang berlebihan) ini telah menghancurkan pondasi dan pilar-
pilar yang pernah dibangun oleh pemerintah sebelumnya. Masyarakat tidak lagi kritis dalam
melihat apa yang perlu diganti dan apa yang perlu dipertahankan. Ada euphoria untuk
mengganti semua. Perkembangan lebih lanjut adalah menguatnya wacana hak asasi manusia
dan otonomi daerah yang memberikan warna baru bagi kehidupan berbangsa dan bernegara
yang menunjukkan sisi positif dan negatifnya.
Perjuangkan menuntut hak asasi menguat. Perjuangan tersebut muncul dalam berbagai
bidang dengan berbagai permasalahan seperti: kedaerahan, agama dan partai politik. Mereka
masing-masing ingin menunjukkan identitasnya, sehingga tampak kesan ada ‘perang’
identitas. Munculnya istilah ‘putra daerah’, organisasi keagamaan baru, lahirnya partai-partai
politik yang begitu banyak, kalau tidak hati-hati dapat memunculkan ‘konflik identitas’.
Sebagai negara-bangsa, perbedaan-perbedaan tersebut harus dilihat sebagai realitas yang
wajar dan niscaya. Perlu dibangun jembatan-jembatan relasi yang menghubungkan
keragaman itu sebagai upaya membangun konsep kesatuan dalam keragaman. Kelahiran
Pancasila diniatkan untuk itu yaitu sebagai alat pemersatu. Keragaman adalah mozaik yang
mempercantik gambaran tentang Indonesia secara keseluruhan. Idealnya dalam suatu negara-
bangsa, semua identitas dari kelompok yang berbeda-beda itu dilampaui, idealitas terpenting
adalah identitas nasional (Bagir, 2011: 18).
Politik identitas bisa bersifat positif maupun negatif. Bersifat positif berarti menjadi
dorongan untuk mengakui dan mengakomodasi adanya perbedaan, bahkan sampai pada
tingkat mengakui predikat keistimewaan suatu daerah terhadap daerah lain karena alasan
yang dapat dipahami secara historis dan logis. Bersifat negatif ketika terjadi diskriminasi
antar kelompok satu dengan yang lain, misalnya dominasi mayoritas atas minoritas. Dominasi
bisa lahir dari perjuangan kelompok tersebut, dan lebih berbahaya apabila dilegitimasi oleh
negara. Negara bersifat mengatasi setiap kelompok dengan segala kebutuhan dan
kepentingannya serta mengatur dan membuat regulasi untuk menciptakan suatu harmoni
(Bagir, 2011: 20).
Menurut Lukmantoro (2008:2) Politik identiti adalah tindakan politis untuk
mengedepankan kepentingan-kepentingan dari anggota-anggota suatu kelompok karena
memiliki kesamaan identitas atau karakteristik, baik berbasiskan pada ras, etnisitas, jender,
atau keagamaan. Politik identitas merupakan rumusan lain dari politik perbedaan.
Kemunculan politik identitas merupakan respon terhadap pelaksanaan hak-hak asasi manusia
yang seringkali diterapkan secara tidak adil. Lebih lanjut dikatakannya bahwa secara konkret,
kehadiran politik identitas sengaja dijalankan kelompok- kelompok masyarakat yang
mengalami marginalisasi. Hak-hak politik serta kebebasan untuk berkeyakinan mereka
selama ini mendapatkan hambatan yang sangat signifikan.
Politik Identitas ini terkait dengan upaya-upaya muali sekedar penyaluran aspirasi untuk
mempengaruhi kebijakan, penguasaan atas distribusi nilai-nilai yang dipandang berharga
hingga tuntutan yang paling fundamental, yakni penentuan nasib sendiri atas dasar
keprimordialan. Dalam format keetnisan, politik identitas tercermin mula dari upaya
memasukan nilai-nilai kedalam peraturan daerah, memisahkan wilayah pemerintahan,
keinginan mendaratkan otonomi khusus sampai dengan munculnya gerakan separatis.
Sementara dalam konteks keagamaan politik identitas terefleksikan dari beragam upaya untuk
memasukan nilai-nilai keagamaan dalam proses pembuatan kebijakan, termasuk
menggejalanya perda syariah, maupun upaya menjadikan sebuah kota identik dengan agama
tertentu.
Secara teoritis munculnya politik identitas merupakan fenomena yang disebabkan oleh
banyaknya faktor seperti: aspek struktural berupa disparitas ekonomi masa lalu dan juga
masih berlanjutnya kesulitan ekonomi saat ini yang telah memberikan alasan pembenaran
upaya pemisahan diri sebuah kelompok primordial yang bertautan dengan aspek keterwakilan
politik dan istitusional.
Dalam konteks keterwakilan politik belum meluas dan melembaganya partisipasi
danketerwakilan politik masyarakat secara komprehensif telah memicu munculnya kebijakan
yang diskriinatif dan eksklusif yang pada akhirnya memperkuat alasan kebangkitan politik
identitas.
Menurut Barker (2005:217), Karena terdorong perjuangan politik serta minat terhadap
filsafat dan bahasa, ’identitas’ berkembang menjadi tema utama kajian budaya di era 1990-an.
Politik feminisme, etnisitas, dan orientasi seks, juga tematema lain, menjadi minat utama
yang memiliki kaitan erat dengan politik identitas.
Politik Identitas didasarkan pada esensialisme strategis, dimana kita bertindak seolah-
olah identitas merupakan entitas yang stabil demi tujuan politis dan praktis tertentu. Hall
(1993:136) mengatakan bahwa setiap gagasan mengenai diri, identitas, komunitas identifikasi
(bangsa, etnisitas, seksualitas, kelas, dan lain-lain), dan politik yang mengalir darinya
hanyalah fiksi yang menandai pembakuan makna secara temporer, parsial, dan arbitrer.
Politik tanpa penyisipan kuasa secara arbitrer kedalam bahasa, pemotongan ideologi,
pemosisian, persilangan arah, retakan adalah mustahil. Camen dan Champion mengatakan
Bahwa, “identitas dari suatu etnik adalah integrasi dari etnisiti dan perasaan kesamaan ras
dalam sutu konsep diri. Harus diakui bahwa etnisitas juga merupakan salah satu akibat dari
identitas diri yang mengalir dari nilai, tata cara, gaya, dan latar belakang individu seseorang.
Identitas etnik tidak mengalir dari opini atau prasangka yang berkembang dalam suatu
masyarakat luas. Identitas etnik dibangun dari dalam” (Carmen GuanipaHo, 1998). Ini juga
berarti setiap orang mempunyai identitas personal mulai dari jenis kelamin, warna suara, gaya
bicara, tipe wajah hingga status perkawinan, jumlah anak, tingkatpendidikan dan tempat
tinggal. Setiap orang juga mempunyai identitas etnik atau suku bangsa yang dapat dikenal
melalui pakaian dan makanan, bahasa, adat-istiadat dalam perkawinan, kelahiran, inisiasi, dan
kematian. Identitas kelompok etnik merupakan kunci untuk membentuk identitas manusia
sebagai perkembangan manusia.
Konsep- konsep tentang identitas dan bahkan identitas itu sendiri semakin dipandang
sebagai akibat dari adanya sebuah interaksi yang dinamis antara konteks (dan sejarah) dengan
construct. Eriksen (1993) telah menunjukan sebagian dari proses proses yang terlibat dalam
konstruksi histories identitas etnik dalam kasus orang-orang India yang bermigrasi ke
Mauritius dan Trinidat. (Mauneti, 2004:25).
Picard (1997) dalam Mauneti (2004:29) mengatakan bahwa identitas etnis dibangun
sesuai dengan situasi yang ada. Demikianpun Eriksen (1993:117) mengatakan bahwa
identitas itu sifatnya situasional dan bisa berubah. Sifat 30 penanda identitas yang stuasional
dan selalu dapat berubah ini tampak jelas dengan dimasukannya perbedaan agama ke dalam
konstruksi identitas. Dalam konteks Kalimantan misalnya ke-dayak-an seseorang pun
dikaitkan dengan agama Kristen dan dipertentangkan dengan Islam. Bila seorang Dayak
masuk Islam, mereka tidak lagi dianggap sebagai Dayak, tetapi justeru menjadi orang
’Melayu’ (lihat Coomans, 1987). Sejalan dengan itu Winzeller (1997:219) menengarai bahwa
dikalangan Dayak Bidayuh” biasanya menjadi Muslim berarti tidak lagi menjadi Bidayuh.
King (1982:38) juga mengatakan hal yang sama suku Taman di Kapuas Hulu yang memeluk
Islam akan menjadi seorang Melayu.
Penanda-penanda identitas ’budaya’ bisa berasal dari sebuah kekhasan yang diyakini ada
pada agama, bahasa dan adat pada masyarakat yang bersangkutan (Mauneti,2004:30). Namun
tidak sesederhana itu pula, karena King juga mengatakan bahwa konstruksi identitas budaya
bersifat kompleks sebahagian karena konstruksi ini merupakan salah satu produk sejarah.

Anda mungkin juga menyukai