Di dalam Kamus Bahasa Indonesia hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar,
milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (krn telah ditentukan oleh
undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yg benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu,
derajat atau martabat. Sedangkam kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan,
keharusan(sesuatu hal yang harus dilaksanakan). Di dalam perjalanan sejarah, tema hak relatif
lebih muda usianya dibandingkan dengan tema kewajiban, walaupun sebelumnya telah lahir .
Tema hak baru “lahir” secara formal pada tahun 1948 melalui Deklarasi HAM PBB, sedangkan
tema kewajiban (bersifat umum) telah lebih dahulu lahir melalui ajaran agama di mana manusia
berkewajiban menyembah Tuhan, dan berbuat baik terhadap sesama.
Pasal pasal yang mengatur tentang Hak dan Kewajiban Pemahaman hak dan kewajiban telah
dicantumkan dalam UUD 1945 pasal 26,27, 28, dan 30, yaitu sebagai berikut :
Pasal 26,ayat (1), yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli
dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara. pada ayat (2), syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan
undang-undang
Pasal 27,ayat (1), segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya didalam hukum
dan pemerintahannya, wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itudengan tidak ada
kecualinya. Pada ayat (2), taip-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pasal 28,kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran denganlisan,
dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 30,ayat (1), hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan
negara.Ayat (2) menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan undang-undang.
B. Kompetensi yang Diharapkan
Standar kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan (Civics Education) adalah menjadi warga
negara yang cerdas dan berkeadaban (Intelligent and Civilized Citizens). Sedangkan kompetensi
dasar atau yang sering disebut kompetensi minimalyang akan ditransfornasikan dan
ditransmisikan pada peserta didik terdiri dari tiga jenis: pertama, kompetensi pengetahuan
kewargaan (civic knowledge), yaitu kemampuan dan kecakapan terkait dengan materi inti
Pendidikan Kewarganegaan (Civics Education), yaitu demokrasi, hak asasi manusia, dan
masyarakat madani; kedua ,kompetensi sikap kewarganegaraan (civic dispositions), yaitu
kemampuan dan kecakapan terkait dengan kesadaran dan komitmen warga negara antara lain
komitmen akan kesetaraan gender, toleransi, kemajemukan, dan komitmen untuk peduli serta
terlibat dalam penyelesaian persoalanpersoalan warga negara yang terkait dengan pelanggaran
HAM; ketiga, kompetensi keterampilan kewagaan (civic skill ),yaitu kemampuan dan kecakapan
mengartikulasikan keterampilan kewarganegaraanseperti kemampuan berpatisipasi dalam proses
pembuatan keputusan publik,kemampuan melakukan kontrol terhadap penyelenggara dan
pemerintahan.
Ketiga kompetensi tersebut merupakan tujuan pembelajaran (learning objectives) mata kuliah
ini yang diselenggarakan melalui cara pembelajaran yang demokratis, partisipatif, dan aktif
(active learning) sebagai upaya transfer pembelajaran (transfer of learning) , nilai (transfer of
value), dan prinsip-prinsip (transfer of principles) demokrasi dan HAM yang merupakan
prasyarat utama tumbuh kembangnya masyarakat madani.
C. Landasan Kewarganegaraan
Landasan pendidikan kewarganegaraan meliputi landasan filosofis, landasan teoritis,
landasan histori, landasan sosiologi, dan landasan yuridis
1. Landasan filosofis, Membangun semangat kebangsaan kebangsaan dalam mengisi
kemerdekaan disegala aspek bukan suatu hal yang mudah dan instan. Untuk itu
diperlukan Pendidikan kewarganegaraan.
2. Landasan teoritis, Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta
didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
3. Landasan historis, Melihat penglaman bangsa Indonesia dalam mempetahankan
keutuhan dan kemerdekaan NKRI maka perlu adanya pendidikan karakter bangsa,
moralitas bangsa dalam kehidupan demokrasi yang seimbang dalam tanggung jawabnya
dalam pembelaan Negara demi terjaga dan terwujudnya intregasi bangsa.
4. Landasan sosiologis Keanekaragaman yang ada pada Bangsa Indonesia harus harus di
arahkan dan dibina dalam meningkatkan kesadaran bersama dalam kehidupan kesatuan
bangsa Indonesia.
5. Landasan yuridis Pasal 27 ayat(3) amandemen menyebutkan; setiap warga Negara
berhak dan wajibturut serta dalam upaya pembelaan negara, pasal 30 ayat(1); tiap-tiap
waga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan keamanan negara.
Pendidikan kewarganegaraan dengan tujuan membentuk peserta didik menjadi manusia
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air
6. Landasan Ilmiah (Dasar Pemikiran) 1). Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan
Setiap warga negara dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna baginegara dan
bangsanya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya. .
Warga negara dituntut hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya, mampu
mengantisipasi perkembangan serta perubahan masa depan. Untuk itu diperlukan
pembekalan IPTEKS yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral, dan
nilai-nilai budaya bangsa.
Nilai-nilai dasar tersebut berperan sebagai panduan dan pegangan hidup setiap warga negara
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2). Objek Pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat
ilmiah yang mempunyai objek, metode, sistem dan bersifat universal. Objek pembahasan setiap
ilmu harus jelas, baik objek material maupun objek formal. Objek material adalah bidang
sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Objek material PKn
adalahsegala hal yang berkaitan dengan warga negara baik yang empirik maupun yang
nonempirik, yang meliputi wawasan, sikap, dan perilaku warga negara dalam kesatuan bangsa
dan negara. Objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek
material tersebut. Objek formal PKn adalah hubungan antara warga negara dengan negara dan
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara.Objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih
untuk membahas objek material tersebut. Objek formal PKn adalah hubungan antara warga
negara dengan negara dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Objek pembahasan PKn
menurut Kep. Dirjen Dikti No. 267/dikti/Kep./ 2000 meliputi pokok bahasan sebagai berikut:
1) Pengantar PKn
a. Hak dan kewajiban warga negara
b. Pendidikan Pendahuluan Bela Negara
c. Demokrasi Indonesia
d. Hak Asasi Manusia
2) Wawasan Nusantara
3) Ketahanan Nasional
4) Politik dan Strategi Nasional
3. Rumpun Keilmuan
Pendidikan Kerwarganegaraan (Kewiraan/ kewarganegaraan) dapat disejajarkan dengan
civics education yang dikenal diberbagai negara. PKn bersifat interdisipliner (antar bidang)
bukan mono disipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu kewarganegaraan
diambil dari berbagai disiplin ilmu sepertihukum, politik, administrasi negara, sosiologi, dsb.
Pada hakekatnya Pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu
negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya. Selaku warga
masyarakat,warga bangsa dan negara,secara berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi
hari depan mereka yang selalu berunah dan selalu terkait dengan konteks dinamika
budaya,bangsa,negara dan hubungan international, maka Pendidikan tinggi tidak dapat
mengabaikan realita kehidupan yang mengglobal yang digambarkan sebagai perubahan
kehidupan yang penuh dengan paradoksal dan ketidak keterdugaan.
Dalam kehidupan kampus di seluruh perguruan tinggi indonesia, harus dikembangkan
menjadi lingkungan ilmiah yang dinamik,berwawasan budaya bangsa,bermoral keagamaan dan
berkepribadian indonesia.Untuk pembekalan kepada para mahasiswa di indonesia berkenaan
dengan pemupukan nilai-nilai,sikap dan kepribadian,diandalkan kepada pendidikan
pancasila,Bela Negara,Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar dan Ilmu Alamiah Dasar sebagai
latar aplikasi nilai dalam kehidupan, yang disebut Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
(MKPK)
D. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan.
Adapun tujuan mata kuliah Pendidikan Kewargaan adalah mengebangkan kompetensi sebagai
berikut: Memiliki kemampuan berfikir secara rasional, kritis dann kreatif, sehingga mampu
memahami berbagai wacana kewarganegaraan. Memiliki keterampilan intelektual dan
keterampilan berpartisipasi secara demokratis dan bertanggung jawab. Rumusan tersebut sejalan
dengan aspek-aspek kompetensi yang hendak dikembangkan dalam pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan. Aspek-aspek kompetensi tersebut mencakup pengetahuan
kewarganegaraan(civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan(civic skills),dan watak atau
karakter kewarganegaraan(civic dispositions).
Aspek kompetensi pengetahuan kewarganegaraan menyangkut kemampuan akademik yang
dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum, dan moral. Secara lebih
terperinci, materi pengetahuan pendidikan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang hak
dan tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi,
lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum dan
peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam
masyarakat.
Keterampilan kewarganegaraan meliputi keterampilan intelektual dan keterampilan
berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Contoh
keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik,
misalnya merancang dialog dengan anggota partai politik.
Contoh
keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan kewajiban di bidang
hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas Tindakan kejahatan yang diketahui. Watak
atau karakter kewarganegaraan sesungguhnya merupakan materi yang paling substantive dan
esensial dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Dimensi ini dapat dipandang
sebagai muara dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan demikian seorang warga
negara pertama-tama perlu memiliki pengetahuan kewarganegaraan yang baik, memiliki
keterampilan intelektual maupun partisipatif, dan pada akhirnya pengetahuan serta keterampilan
itu akan membentuk suatu karakter atau watak yang mapan, sehingga menjadi sikap dan
kebiasaan sehari-hari. Watak yang mencerminkan warga negara yang baik itu misalnya sikap
religius,toleran, jujur, adil, demokratis, taat hukum, menghormati orang lain, memiliki
kesetiakawanan sosial dan lain-lain.
Menurut Branson(1999:7) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan
bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkatlokal, negara bagian,
dan nasional. Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas(2006:49) adalah untuk memberikan
kompetensi sebagai berikut:
a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-
karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa- bangsa lain.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Menurut Djahri tujuan pendidikan Kewarganegaraan(1994/1995:10) adalah sebagai berikut:
a. Secara umum. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan harus ajeg dan mendukung
keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa
yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki
kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”
b. Secara khusus. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yaitu membina moral yang
diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan
iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari
berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab,
perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas
kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat
ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang
mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan social seluruh rakyat Indonesia.
BAB III
KETAHANAN SOSIAL DAN GEOSTRATEGIS
Bagi bangsa Indonesia sendiri, geostrategi dapat diartikan secara lebih rinci
sebagai metode/strategi untuk mewujudkan cita-cita proklamasi, sebagaimana tercantum
dalam pembukaan UUD 1945, melalui pembangunan nasional. Karena tujuan itulah
maka hal itu sebagai pegangan bahkan doktrin pembangunan dan dalam hal ini lazim
disebut sebagai “ketahanan nasional”. Seperti tertera secara eksplisit dalam pembukaan
UUD 1945 dijelaskan dalam alinea III tentang pernyataan proklamasi: “...kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa...” (Kaelan, 2007: 143). Dari
pernyatan dalam pembukaan UUD 1945 itu sungguh betapa penting rumusan para
pendiri bangsa itu untuk menjadi pegangan dalam menjalankan strategi nasional, karena
Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan geostrategi nasional Indonesia.
C. Pendekatan astagatra
Astagatra merupakan perangkat hubungan bidang-bidang kehidupan manusia dan budaya
yang berlangsung di atas bumi ini dengan memanfaatkan segala kekayaan alam yang
dapat dicapai dengan menggunakan kemampuannya. Pendekatan astagatra
dikembangkan oleh lemhanas ini menyimpulkan terdapat 2 unsur aspek kehidupan
nasional yaitu:
1. Aspek Trigatra (Kehidupan Alamiah)
Gatra letak dan kedudukan geografi
Dengan luas wilayah sebesar wilayah negara eropa dan Amerika tersebut,
wilayah Indonesia tentu membutuhkan pengembangan konsep wawasan
nasional dan ketahanan nasional yang menyeluruh dan utuh dalam mengelola
keterbukaan wilayah berdasar corak dan sifat sebagai negara dengan laut luas
yang ditaburi oleh pulau-pulau di atasnya.
Selain itu secara klimatologi, Indonesia mengenal dua musim (hujan dan
kemarau) sehingga terbebas dari bahaya thypoon yang merugikan. Namun
begitu, di wilayah timur Indonesia sangat terpengaruh pada angin kering dari
benua australia sehingga daerah-daerah ini sering mengalami kekeringan.
Pengaruh musim ini menyebabkan beberapa perbedaan satwa di Indonesia
timur dan di Barat.
BAB IV
BELA NEGARA
A. Bela Negara
1. Sejarah bela negara
Sejarah Bela negara dimulai di Kota Bukittinggi yang semula merupakan pasar
(pekan) bagi masyarakat Agam Tuo. Kemudian setelah kedatangan Belanda, kota
ini menjadi kubu pertahanan mereka untuk melawan Kaum Padri. Pada tahun
1825, Belanda mendirikan benteng di salah satu bukit yang dikenal sebagai
benteng Fort de Kock, sekaligus menjadi tempat peristirahatan opsir-opsir
Belanda yang berada di wilayah jajahannya.
Pada masa pendudukan Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian
pemerintahan militernya untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura
dan Thailand. Kota ini menjadi tempat kedudukan komandan militer ke-25
Kempetai, di bawah pimpinan Mayor Jenderal Hirano Toyoji. Pada masa itu, kota
ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku
Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari sekitarnya
seperti Sianok Anam Suku, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba, dan
Bukit Batabuah.
Pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Kota Bukitinggi berperan
sebagai kota perjuangan dan ditunjuk sebagai Ibu Kota Negara Indonesia setelah
Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia (PDRI) yang dibentuk pada 19 Desember 1948 di Bukittingi,
Sumatera Barat oleh Syafruddin Prawiranegara.
Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Bela Negara, berdasarkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 18 Desember 2006. Untuk
mengenang sejarah perjuangan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia
(PDRI), pemerintah Republik Indonesia membangun Monumen Nasional Bela
Negara di salah satu kawasan yang pernah menjadi basis PDRI dengan area
seluas 40 hektare, tepatnya di Jorong Sungai Siriah, Nagari Koto Tinggi,
Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Dalam
rangkaian kegiatan memperingati Hari Bela negara Ke 65, pada tanggal 21
Desember 2013 Menteri Pertahanan saat itu (Purnomo Yusgiantoro) didampingi
oleh Kabadiklat Kemhan Mayjen TNI Hartind Asrin dan Plt Dirjen Pothan
Timbul Siahaan serta Muspida Provinsi Sumatera Barat meninjau pembangunan
Monumen Nasional Bela Negara.
2. Definisi Bela Negara
Bela negara adalah istilah konstitusi yang terdapat dalam pasal 27 ayat (3) UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Artinya secara
konstitusional bela negara mengikat seluruh bangsa Indonesia sebagai hak dan
kewajiban setiap warga negara.
Penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara menyatakan bahwa “Upaya Bela Negara” adalah “sikap dan
perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara dan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan
negara”. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga
merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan
penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada
negara dan bangsa.
Oleh karena itu, secara definisi bela negara sendiri sebenarnya merupakan:
a. Jiwa kecintaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara;
b. Kewajiban dasar manusia; dan
c. Kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh
kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada
negara dan bangsa, yang ketika diwujudkan dalam bentuk sikap dan
perilaku, maka jiwa, kewajiban, dan kehormatan tersebut menjelma
menjadi “Upaya Bela Negara”.
3. Nilai-nilai Dasar Bela Negara
a. Cinta tanah air
Cinta merupakan perasaan (rasa) yang tumbuh dari hati yang paling dalam
tiap warga negara terhadap Tanah Air yakni Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Untuk
menumbuhkan nilai-nilai rasa cinta Tanah Air perlu memahami Indonesia
secara utuh meliputi:
Pengetahuan tentang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Potensi sumber daya alam.
Potensi sumber daya manusia, serta
Posisi geografi yang sangat strategis dan terkenal dengan
keindahan alamnya sebagai zamrud khatulistiwa yang merupakan
anugerah dari tuhan yang maha esa kepada bangsa Indonesia.
Kesetiaan tiap warga negara kepada Pancasila sebagai ideologi negara dan
sekaligus sebagai dasar negara, perlu diterjemahkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, merupakan jaminan bagi
kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
Dengan sikap rela berkorban demi bangsa dan negara, akan dapat
membangun kekuatan bangsa untuk membangun ketahanan nasional yang
kuat, kokoh dan handal dan menyukseskan pembangunan nasional
berpijak pada potensi bangsa negara secara mandiri.
E. Integrasi Nasional
Integrasi Nasional berasal dari dua kata, yakni Integrasi dan Nasional. Integrasi ini
berasal dari Bahasa Inggris (integrate) yang memiliki arti menyatupadukan,
mempersatukan atau menggabungkan.
a. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Integrasi memiliki arti pembauran sehingga menjadi satu kesatuan yang bulat dan
utuh.
b. Secara politis
Integrasi Nasional secara politis ini memiliki arti bahwa penyatuan berbagai
kelompok budaya dan social dalam wilayah nasional yang membentuk suatu
identitas nasional.
c. Secara Antropologis
Integrasi Nasional secara antropologis ini berarti bahwa proses penyesuaian
diantara unsur-unsur kebudayaan yang berbeda sehingga mencapai suatu
kesatuan fungsi di dalam kehudupan masyarakat.
Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan-perbedaan
yang ada pada suatu negara terciptanya keseraian dan keselarasan secara
nasional. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat
besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa
dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam
Indonesia secara bijak atau mengelola budaya-budaya yang melimpah untuk
kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini juga
akhirnya menimbulkan masalah yang baru. Kita dengan wilayah dan budaya
melimpah itu akan menghasilkan karakter atau manusia-manusia yang berbeda
pula sehingga dapat mengancam keutuhan bangsa Indonesia.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Integrasi Nasional
BAB V
IDENTITAS NASIONAL
A. Hakikat Bangsa
Istilah natie (nation) mulai populer sekitar tahun 1835. Bangsa (nation) atau nasional,
nasionalitas atau kebangsaan, nasionalisme atau paham kebangsaan, semua istilah tersebut
dalam kajian sejarah terbukti mengandung konsep-konsep yang sulit dirumuskan, sehingga
para pakar di bidang Politik, Sosiologi, dan Antropologi pun sering tidak sependapat
mengenai makna istilah-istilah tersebut. Selain istilah bangsa, dalam bahasa Indonesia, kita
juga menggunakan istilah nasional, nasionalisme yang diturunkan dari kata asing “nation”
yang bersinonim dengan kata bangsa. Tidak ada rumusan ilmiah yang bisa dirancang untuk
mendefinisikan istilah bangsa secara objektif, tetapi fenomena kebangsaan tetap aktual
hingga saat ini.
Dalam kamus ilmu Politik dijumpai istilah bangsa, yaitu “natie” dan “nation”, artinya
masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh sejarah yang memiliki unsur sebagai berikut : a.
Satu kesatuan bahasa ;
b. Satu kesatuan daerah ;
c. Satu kesatuan ekonomi ;
d. Satu Kesatuan hubungan ekonomi ;
e. Satu kesatuan jiwa yang terlukis dalam kesatuan budaya.
Menurut Ernest Renan yang mengemukakan istilah bangsa sejak tanggal 11 Maret 1882,
bangsa adalah jiwa, suatu asas kerohanian yang timbul dari :
1) Kemuliaan bersama di waktu lampau, yang merupakan aspek historis.
2) Keinginan untuk hidup bersama (le desir de vivre ensemble) diwaktu sekarang yang
merupakan aspek solidaritas, dalam bentuk dan besarnya tetap mempergunakan warisan
masa lampau, baik untuk kini dan yang akan datang.
Lebih lanjut Ernest Renan mengatakan bahwa hal penting merupakan syarat mutlak adanya
bangsa adalah plebisit, yaitu suatu hal yang memerlukan persetujuan bersama pada waktu
sekarang, yang mengandung hasrat untuk mau hidup bersama dengan kesediaan memberikan
pengorbanan-pengorbanan. Bila warga bangsa bersedia memberikan pengorbanan bagi
eksistensi bangsanya, maka bangsa tersebut tetap bersatu dalam kelangsungan hidupnya
(Rustam E. Tamburaka, 1999 : 82).Titik pangkal dari teori Ernest Renan adalah pada
kesadaran moral (conscience morale), teori ini dapat digolongkan pada Teori Kehendak,
B. Hakikat Negara
1. Arti Negara
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, negara Indonesia memiliki dua pengertian
sebagai berikut:
a. Negara adalah organisasi disuatu wilayah yang mempunayi kekuasaan tertinggi yang
syah dan ditaati rakyatnya.
b. Negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang
diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintahan yang efektif, mempunyai satu
kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
2. Unsur-unsur Negara Dalam sebuah negara memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a. Rakyat, Yaitu orang-orang yang bertempat tinggal diwilayah itu, tunduk pada
kekuasaan negara dan mendukung negara yang bersangkutan
b. Wilayah, Yaitu daerah yang menjadi kekuasaan negara serta menjadi tempat tinggal
bagi rakyat Negara
c. Pemerintah yang berdaulat, Yaitu adanya penyelenggara negara yang memiliki
kekuasaan menyelenggarakan pemerintahan dinegara tersebut
Hakikat Negara merupakan salah satu dari bentuk perwujudan dari sifat- sifat Negara yang
telah dijelaskan di atas. Ada beberapa teori tentang hakikat Negara, diantaranya:
a. Teori Sosiologis Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri,
kebutuhan antar individu tersebut membentuk suatu masyarakat. Di dalam ruang lingkup
masyarakat terdapat banyak kepentingan individu yang saling berkaitan satu sama lain dan
tidak jarang pula saling bertentangan.Maka manusia harus dapat beradaptasi dengan baik
untuk menyesuaikan kepentingan-kepentingannya agar dapat hidup dengan rukun.
b. Teori Yuridis, teori ini terdiri dari :
1) Patriarchaal, Teori yang menganut asas kekeluargaan, dimana terdapat satu orang yang
bijaksana dan kuat yang dijadikan sebagai kepala keluarga.
2) Patriamonial, Raja mempunyai hak sepenuhnya atas daerah kekuasaannya, dan setiap
orang yang berada di wilayah tersebut haru tunduj terhadap raja tersebut.
3) Pejanjian, Raja mengadakan perjanjian dengan masyarakatnya untuk melindungi hak-
hak masyarakat itu, dan jika hal tersebut tidak dilakukan maka masyarakat dapat
meminta pertanggung jawaban raja.
Sedangkan menurut Robert de Ventos, sebagaimana dikutip Manuel Castell dalam bukunya,
The Power of Identity (Suryo, 2002), mengemukakan teori tentang munculnya identitas
nasional suatu bangsa sebagai hasil interaksi antara empat faktor penting, yaitu :
1. Faktor primer
Faktor ini mencakup etnisitas, teritorial, bahasa, agama dan yang sejenisnya. Bagi bangsa
Indonesia yang tersusun atas berbagai macam etnis, bahasa, agama wilayah serta bahasa
daerah, merupakan suatu kesatuan meskipun berbeda-beda dengan kekhasan masing-
masing. Unsur-unsur yang beraneka ragam yang masing-masing memiliki ciri khasnya
sendiri-sendiri menyatukan diri dalam suatu persekutuan hidup bersama yaitu bangsa
Indonesia. Kesatuan tersebut tidak menghilangkan keberanekaragaman, dan hal inilah
yang dikenal dengan Bhinneka Tunggal Ika.
2. Faktor pendorong
Faktor ini terdiri dari pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan
bersenjata modern dan pembangunan lainnya dalam kehidupan Negara. Dalam hubungan
ini bagi suatu bangsa kemauan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan
negara dan bangsanya juga merupakan suatu identitas nasional yang bersifat dinamis.
Oleh karena itu bangsa Indonesia proses pembentukan identitas nasional yang dinamis ini
sangat ditentukan oleh tingkah kemampuan dan prestasi bangsa Indonesia dalam
mebangun bangsa dan kesatuan bangsa, serta langkah yang sama dalam memajukan
bangsa dan Negara Indonesia.
3. Faktor penarik
Faktor ini mencakup kodifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya
birokrasi, dan pemantaan sistrm pendidikan nasional. Bagi bangsa Indonesia unsur bahasa
telah merupakan bahasa persatuan dan kesatuan nasional, sehingga bahasa Indonesia telah
merupakan bahasa resmi negara dan bangsa Indonesia. Nahasa Melayu telah dipilih
sebagai bahasa antar etnis yang ada di Indonesia, meskipun masing- masing etnis atau
daerah di Indonesia telah memiliki bahasa daeah masing-masing. Demikian pula
menyangkut birokrasi serta pendidikan nasional telah dikembangkan sedemikian rupa
meskipun sampai saat ini masih senantiasa dikembangkan.
4. Faktor reaktif
Faktor ini meliputi penindasan, dominasi, dan pencarian identitas alternatif melalui
memori kolektif rakyat. Bangsa Indonesia yang hampir tiga setengah abad dikuasai oleh
bangsa lain sangat dominan dalam mewujdkan faktor keempat melalui memori kolektif
rakyat Indonesia. Penderitaan, dan kesengsaraan hidup serta semangat bersama dalam
memperjuangkan kemerdekaan merupakan faktor yang sangat strategis dalam membentuk
memori kolektif rakyat. Semangat perjuangan, pengorbanan, menegakkan kebenaran
dapat merupakan identitas untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara
Indonesia.
Keempat faktor tersebut pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas nasional
bangsa Indonesia, yang telah berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai
kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain. Pencarian identitas nasional bangsa Indonesia pada
dasarnya melekat erat dengan perjuangan bangsa Indonesia untuk membangun bangsa dan
Negara dengan konsep nama Indonesia. Bangsa dan negara Indonesia ini dibangun dari
unsur-unsur masyarakat lama dan dibangun menjadi suatu kesatuan bangsa dan negara
dengan prinsip nasionalisme modern. Oleh karena itu pembentukan identitas nasional
Indonesia melekat erat dengan unsur- unsur lainnya seperti sosial, ekonomi, budaya, etnis,
agama serta geografis, yang saling berkaitan dan terbentuklah melalui suatu proses yang
cukup panjang.
Tumbuh dan disepakatinya beberapa identitas nasional Indonesia itu sesungguhnya telah
diawali dengan adanya kesadaran politik bangsa Indonesia sebelum bernegara. Hal
demikian sesuai dengan ciri dari pembentukan negara-negara model mutakhir. Kesadaran
politik itu adalah tumbuhnya semangat nasionalisme (semangat kebangsaan) sebagai
gerakan menentang penjajahan dan mewujudkan negara Indonesia. Dengan demikian,
nasionalisme yang tumbuh kuat dalam diri bangsa Indonesia turut mempermudah
terbentuknya identitas nasional Indonesia.
Negara Indonesia tidak terjadi begitu saja. Kemerdekaan Indonesia diraih dengan
perjuangan dan pengorbanan, bukan pemberian. Terjadinya negara Indonesia merupakan
proses atau rangkaian tahap yang berkesinambungan. Rangkaian tahap perkembangan
tersebut digambarkan sesuai dengan keempat alinea dalam pembukaan UUD 1945. Secara
teoretis, perkembangan negara Indonesia terjadi sebagai berikut:
1. Terjadinya negara tidak sekadar dimulai dari proklamasi, tetapi adanya pengakuan akan
hak setiap bangsa untuk memerdekakan dirinya. Bangsa Indonesia memiliki tekad kuat
untuk menghapus segala penindasan dan penjajahan suatu bangsa atas bangsa lain. Inilah
yang menjadi sumber motivasi perjuangan (Alinea I Pembukaan UUD 1945).
2. Adanya perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan. Perjuangan panjang bangsa
Indonesia menghasilkan proklamasi. Proklamasi barulah mengantarkan ke pintu gerbang
kemerdekaan. Jadi, dengan proklamasi tidaklah selesai kita bernegara. Negara yang kita
cita-citakan adalah menuju pada keadaan merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur
(Alinea II Pembukaan UUD 1945).
3. Terjadinya negara Indonesia adalah kehendak bersama seluruh bangsa Indonesia, sebagai
suatu keinginan luhur bersama. Di samping itu adalah kehendak dan atas rahmat Allah
Yang Maha Kuasa. Ini membuktikan bangsa 11 Indonesia adalah bangsa yang religius dan
mengakui adanya motivasi spiritual (Alinea III Pembukaan UUD 1945).
4. Negara Indonesia perlu menyusun alat-alat kelengkapan negara yang meliputi tujuan
negara, bentuk negara, sistem pemerintahan negara, UUD negara, dan dasar negara.
Dengan demikian, semakin sempurna proses terjadinya negara Indonesia (Alinea IV
Pembukaan UUD 1945).
Oleh karena itu, berdasarkan kenyataan yang ada, terjadinya negara Indonesia bukan
melalui pendudukan, pemisahan, penggabungan, pemecahan, atau penyerahan. Bukti
menunjukkan bahwa negara Indonesia terbentuk melalui proses perjuangan (revolusi).
Dokumentasi proses perjuangan dan pengorbanan dalam pembentukan negara ini tertata rapi
dalam unsur produk hukum negara ini, yaitu Pembukaan UUD 1945.
Wawasan kebangsaan yang kita anut sebagai kepribadian bangsa adalah wawasan
kebangsaan yang berlandaskan Pancasila yaitu wawasan kebangsaan yang berlandaskan
Ketuhanan Yang Maha Esa dan oleh karena nya memeliki landasan moral, etik dan spiritiual
serta yang berkeinginan untuk membangun masa kini dan masa depan bangsa yang sejahtera
lahir dan batin, material dan spiritual, di dunia dan di akhirat.
Dapat pula dikatakan bahwa Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan Negara
Indonesia pada hakikatnya bersumber kepada nilai-nilai budaya dan keagamaan yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia sebagai kepribadian bangsa. Jadi, filsafat Pancasila itu bukan muncul
secara tiba-tiba dan dipaksakan oleh suatu rezim atau penguasa, melainkan melalui suatu fase
historis yang cukup panjang. Pancasila sebelum dirumuskan secara formal yuridis dalam
Pembukaan UUD 1945 sebagai dasar filsafat Negara Indonesia, nilai-nilainya telah ada pada
bangsa Indonesia, dalam kehidupan sehari-hari sebagai suatu pandangan hidup, sehingga
materi Pancasila yang berupa nilai-nilai tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia
sendiri.
Menurut Notonegoro, bangsa Indonesia adalah sebagai kausa materialis Pancasila. Nilai-
nilai tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan secara formal 12 oleh para pendiri Negara
untuk dijadikan sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Proses perumusan materi Pancasila
secara formal tersebut dilakukan dalam sidang-sidang BPUPKI pertama, sidang “Panitia 9”,
sidang BPUPKI kedua, serta akhirnya disahkan secara formal yuridis sebagai dasar filsafat
Negara Republik Indonesia.