Anda di halaman 1dari 1

Pelaksanaa pemilu serentak yang dilakukan di Indonesia ternyata menuai beberapa gejala.

Tekhusus
juga yang ada di Kota Malang sebagai tempat penelitian penulis. Tentunya pada saat tahap pelaksanaan,
Komisi Pemilihan Umum memiliki beberapa gejala seperti tingkat pemahaman masyarakat yang tidak
sama. Pemahaman yang dimaksuda alah masih banyaknya masyarakat yang yang tidak mengetahui tata
cara pencoblosan. Berdasarkan data yang didapat dari narasumber penulis menyebutkan ada beberapa
faktor yang menyebabkan masyarakat masih acuh tak acuh terhadap berjalannya kegiatan pemilihan
umum ini. Pertama, karena adaya faktor pekerjaan ataupun faktor masyarakat yang berdomisili. Seperti
Perantau, atau mereka yang tak tinggal di daerah asal, tersebar di banyak daerah di Indonesia.
Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 seperti ini, para perantau diberikan keistimewaan untuk
berpartisipasi dalam pesta demokrasi ini. Para pekerja, mahasiswa, atau keluarga yang sedang merantau
tetap bisa mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS) sesuai tempat tinggal mereka saat ini. Padahal,
pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan bahwa masyarakat yang tinggal di luar daerah masih
tetap bisa memilih pada 17 April 2019 nanti. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) KPU bersama Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Komisi II DPR RI, Selasa, 16
Oktober 2018 dibahas terkait solusi bagi masyarakat pemilih yang berada di luar daerah untuk tetap
dapat menggunakan hak pilihnya. Dan penggunaan formulir A5 pindah memilih ini telah diatur dalam
pasal 348 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Jika pemilih tidak bisa menggunakan
hak pilihnya di TPS sesuai alamat KTP-el dan hendak pindah memilih di TPS tempat belajar atau bekerja,
penggunaan formulir A5 ini harus dilaporkan ke KPU Kabupaten/Kota. Akan tetapi, tidak semua orang
bahkan masyarakat mengurus A5 untuk memilih. KPU Kota Malang saja memberikan presentasi bahwa
yang mengurus A5 tidak sampai hingga 30%. Oleh karenanya banyak sekali surat suara yang hangus.
Kedua, memang secara pribadi berkeinginan untuk tidak mencoblos. Hal ini dipicu oleh beberapa
pandangan bahwa kaum ini tidak ingin bersusah payah untuk mengurus A5 atau bahkan memang tidak
ingin memilih karena faktor mereka tidak tertarik dengan calon legislatif yang ada. Faktor Ketiga, ada hal
menarik yakni golongan orang yang mengetahui informasi pasangan calon. Maksudnya, kaum ini adalah
kaum yang sebenarnya paham terkait tujuan pasangan calon yang sedikit menyimpang karena mereka
beranggapan bahwa caleg terlalu banyak mengumbar janji. Berdasarkan narasumber, golongan orang ini
akhirnya membuat kesalahan pada saat pencoblosan. Kesalahan ini dibuat oleh tindakannya yang
datang ke TPS akan tetapi hanya memasukkan surat suara ke kotak suara sehingga tidak melakukan
tahap pencoblosan.

Beberapa kekurangan tadi juga menghambat proses berjalanya pesta demokrasi di Kota Malang
dengan bukti kuat adanya pemilihan ulang yang dilakukan di tiga titik kawasan Kota Malang. Tiga titik ini
berada pada daerah Gunungrejo, Penanggungan, dan Sukoharjo Kota Malang. Dilakukannya pemilihan
ulang karena disebabkan oleh yang Pertama, penghitungan suara ulang ini dilakukan karena ada hasil
koreksi dari jumlah pemilih dengan jumlah penghitungan suara yang tidak sama. Dengan contoh ketika
yang mencoblos sebanyak 100 orang akan tetapi jumlah hasil suara hanya mencangkup 90 suara. Maka
10 surat suara tentunya termasuk dalam surat tidak sah. Kedua, pemungutan suara ulang yang
dilakukan akibat ada beberapa oknum yang tidak memiliki hak untuk mencoblos tetapi tetap bisa
mencoblos. Dan yang Ketiga, adanya pemungutan suara lanjutan yakni proses awal yang terhambat
karena adanya persoalan hukum, sehingga perlu dilakukan pemungutan suara ulang.

Anda mungkin juga menyukai