Anda di halaman 1dari 2

A.

Latar Belakang
Hukum selalu hadir di setiap sendi-sendi kehidupan manusia selaras dengan
adagium hukum yang disampaikan oleh Cicero, yaitu“Ubi Societas Ibi Ius” yang
memiliki arti bahwa di mana ada masyarakat di situ ada hukum yang membersamai.
Hukum pada awalnya berbentuk abstraksi yang tidak tertulis atau termodifikasi,
namun pada akhirnya hukum menjadi suatu wujud baru yaitu kodifikasi hukum yang
bertujuan untuk mengatur dan menertibkan kehidupan dalam masyarakat.
Perkembangan hukum menyebabkan berkembangnya pula teori-teori hukum yang
menjadi salah satu pondasi hukum yang berlaku di masyarakat atau biasa disebut
hukum positif (ius constitutum) dalam masyarakat.1
Perkembangan hukum senantiasa juga diiringi dengan perkembangan teknologi
yang semakin pesat. Masyarakat tidak dapat mengelak dari arus perubahan karena
merasakan kebermanfaatan dan kemudahan dalam menjalankan segala aktivitasnya.
Jika dulunya hukum terasa sulit bagi orang awam sehingga banyak yang butuh
konsultan hukum bagi yang berurusan atau bermasalah dengan hukum, sekarang telah
tersedia teknologi bernama artificial intelligence yang mampu memecahkan
permasalahan hukum sehingga eksistensi kantor-kantor konsultasi hukum menjadi
terdegradasi. Apalagi sekarang artificial intelligence juga sudah merambah ke dunia
pendidikan, salah satunya ChatGPT yang dirasa memudahkan mahasiswa tak
terkecuali mahasiswa hukum dalam pembuatan karya tulis, seperti makalah, jurnal,
essay, artikel, ataupun karya tulis lainnya. Meskipun ChatGPT memiliki potensi untuk
menawarkan banyak manfaat, ada beberapa tantangan utama yang dapat diakibatkan
oleh penggunaan ChatGPT dan model bahasa kecerdasan buatan lainnya yang serupa.
Salah satu tantangan dalam menggunakan ChatGPT adalah kemungkinan plagiarisme
yang juga bertentangan dengan hak cipta seseorang. Sehingga menimbulkan pro
kontra daripada penggunaan artificial intelligence tersebut.
Oleh karena itu, Perlu hadirnya akademisi hukum yang berprestasi dan
berintegritas untuk menghadapi perubahan teknologi yang semakin canggih.
Akademisi hukum haruslah tahu dan paham betul akan hukum karena selaras
dengan adagium hukum, “Ignorantia excusatur non juris sed facti” yang berarti
ketidaktahuan akan fakta-fakta dapat dimaafkan tetapi tidak demikian halnya
ketidaktahuan akan hukum. Akademisi hukum yang akan terjun pada profesi

1
Munir Fuady, 2013, Teori-Teori Besar (Grand theory) dalam Hukum, Jakarta: Prenada Media Group,
hlm. 50.
hukum dengan cara hukum yang mekanis suatu saat dapat digantikan oleh artificial
intelligence ataupun teknologi – teknologi lainnya yang lebih cepat dan akurat jika
para akademisi hukum tidak dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi
yang semakin hari semakin canggih. Adaptasi yang dimaksudkan bukan hanya
terletak pada penguasaan teknologi, melainkan juga konversi penerapan critical of
thinking pada pola penelitian yang berbasiskan digital literasi serta menjaga
marwah integritas, kompetitif, dan adaptif dari efek pedang bermata dua (dual
effect). Pun, Melihat keresahan para mahasiswa-mahasiswi Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang ingin mempelajari Hukum secara
komprehensif. Maka, Moot Court Community sebagai Lembaga Semi Otonom
yang bergerak dalam meningkatkan kapasitas ketrampilan Mahasiswa Fakultas
Syariah dan Hukum yang berprestasi dan berintegritas. Kemudian, sejalan dengan
visi dan misi Moot Court Community yang ingin meningkatkan ruang lingkup
menuju kancah internasional. Maka, dibutuhkannya mahasiswa-mahasiswi yang
memiliki potensi dan ketrampilan untuk memenuhi visi dan misi tersebut.
Berdasarkan pemaparan urgensitas tersebut, diperlukan suatu Lembaga yang
dapat memberikan Pendidikan dan pelatihan hukum secara komprehensif kepada
akademisi – akademisi hukum guna mempersiapkan mereka tumbuh menjadi
praktisi yang dapat beradaptasi di masa mendatang . Maka dari itu, OCTA MCC
2023 mengusung tema “Melahirkan Akademisi Hukum yang Berprestasi dan
Berintegritas Menuju Kancah Internasional”.

Anda mungkin juga menyukai