SKRIPSI
Oleh:
NIM. 1687201008
PACITAN
2020
1
BUDAYA UPACARA ADAT MANTU KUCING DI DESA PURWOREJO
SKRIPSI
Oleh:
NIM. 1687201008
PACITAN
2020
2
ABSTRAK
Rafi Pandu Wijaya. Budaya Upacara Adat Mantu Kucing di Desa Purworejo
Penelitian ini didasarkan pada......... Tujuan dari Penelitian ini adalah .......
Kata Kunci:
3
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
NIM : 1687201008
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil saya sendiri dan
Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain. Kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yang Menyatakan,
4
LEMBAR PERSETUJUAN
Oleh:
Rafi Pandu Wijaya
NIM. 1687201008
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan sejarah
STKIP PGRI Pacitan
5
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
Rafi Pandu Wijaya
NIM. 1687201008
TIM PENGUJI
Ketua :
NIDN. (..................................................)
Penguji 1 :
NIDN. (..................................................)
Penguji 2 :
NIDN. (..................................................)
6
MOTTO
7
HALAMAN PERSEMBAHAN
2020/2021.
penelitian.
8
KATA PENGANTAR
sebagai ungkapan rasa bahagia, yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya,
selesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan
kuliah Program Studi Satu (S1) pada Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP
PGRI Pacitan.
penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
setulus-tulusnya kepada:
9
DAFTAR ISTILAH
10
DAFTAR ISI
JUDUL ...................................................................................................................i
ABSTRAK ............................................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN ...............................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...............................................v
KATA PENGANTAR .........................................................................................vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1
A. Latar Belakang dan Masalah ......................................................................1
B. Ruang Lingkup ..........................................................................................1
C. Tinjauan Pustaka ........................................................................................1
D. Kerangka Konseptual dan Pendekatan ......................................................1
E. Metode Penelitian ......................................................................................1
F. Sistematika Penulisan ................................................................................1
BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN PACITAN ..............................1
A. Sejarah Singkat Kabupaten Pacitan ...........................................................1
B. Kondisi Geografis Kabupaten Pacitan .......................................................1
C. Kondisi Perekonomian Kabupaten Pacitan ................................................1
D. Kondisi Sosial dan Budaya Kabupaten Pacitan .........................................1
BAB III UPACARA ADAT MANTU KUCING ...............................................1
A. Sejarah Upacara Adat Mantu Kucing ........................................................1
B. Prosesi Pelaksanaan Upacara Adat Mantu Kucing ....................................1
C. Makna Upacara Adat Mantu Kucing .........................................................1
BAB IV UPAYA PELESTARIAN .....................................................................1
A. Pemerintah Desa Purworejo .......................................................................1
B. Pemerintah Kabupaten Pacitan ..................................................................1
BAB V PENUTUP ...............................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................1
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................1
11
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Hal ini disebabkan
oleh adanya perbedaan lingkungan tempat tinggal, adat serta tradisi yang
lahir.1
yang berbeda.2 Budaya tercipta dari kegiatan sehari-hari dan juga kejadian-
kejadian yang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Kebudayaan meliputi
1
Trisna Sri Wardani dan Soebijantoro, "Upacara Adat Mantu Kucing Di Desa
Purworejo Kabupaten Pacitan (Makna Simbolis Dan Potensinya Sebagai Sumber
Pembelajaran Sejarah)", Jurnal Agastya. Vol. 7 No. 1, Januari 2017 (Madiun: Universitas
PGRI Madiun, 2017) hlm 66
2
FISH UNESA,”Prosiding Seminar Nasional : Revitalisasi Kearifan Lokal Untuk
Membangun Martabat Bangsa” (Surabaya:UNESA UNIVERSITY PRESS, 2016) hlm 164
(Menurut Sidi Gazaiba dalam bukunya yang berjudul “Pandangan Islam Tentang
Kesenian”)
12
segala segi dan aspek dari manusia sebagai makhluk sosial. Salah satunya
salah satu wujud peninggalan kebudayaan yang merupakan nilai tradisi yang
ada di sekitar mereka. Salah satunya adalah Upacara Adat Mantu Kucing
memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar menurunkan hujan di daerah
persawahan dan bukit serta beberapa aliran sungai sebagai anak sungai
13
yang menjadi latar belakang masyarakat Desa Purworejo melakukan ritual
6
Trisna Sri Wardani dan Soebijantoro, Op.Cit,. hlm 67
7
Sri Iriyanti, dkk, Op.Cit., hlm 5
14
Kabupaten Pacitan, serta dapat ikut berpatisipasi dalam melestarikan
Pacitan.
2. Masalah
sebagai berikut:
B. Ruang Lingkup
pembahasannya dapat berfokus, maka perlu adanya pembatasan baik dari ruang
lingkup spasial (wilayah) maupun ruang lingkup temporal (waktu) serta ruang
lingkup keilmuan. Adapun yang dimaksud ruang lingkup spasial adalah seluruh
daerah atau wilayah yang dijadikan sebagai obyek penelitian. Ruang lingkup
temporal adalah sebagai batasan waktu dalam suatu peristiwa sejarah. Ruang
15
Ruang lingkup spasial dalam penelitian ini dilakukan di Desa
Kucing ini diangkat dari tradisi masyarakat desa Purworejo yang kondisi
kurun waktu antara tahun 1954-2014. Penelitian di awali pada tahun 1954,
dikarenakan pada tahun 1954 merupakan pertama kali Upacara Adat Mantu
dari penelitian terhadap penelitian Upacara Adat Mantu Kucing yang pada
Penelitian di akhiri pada tahun 2014, dikarenakan pada tahun 2014 merupakan
Purworejo. Pada tahun 2014 ini merupakan pelaksanaan Upacara Adat Mantu
Kucing di Desa Purworejo untuk kedua kalinya setelah tahun 1954. Upacara ini
dan kondisi dari alam. Selain itu, pada tahun 2014, Desa Purworejo sedang
sebagai icon kebudayaan lokal dari Desa Purworejo. Oleh karena itu, dari
16
rentang tahun 1954-2014 Upacara Adat Mantu Kucing ini baru dilaksanakan
dua kali yaitu pada tahun 1954 dan pada tahun 2014.
masyarakat pada masa lalu dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu
ruang lingkup ini Upacara Adat Mantu Kucing merupakan bagian dari sebuah
C. Tinjauan Pustaka
Tantangannya” yang ditulis oleh Sugeng Priyadi. Buku ini diterbitkan oleh
Ombak pada tahun 2012. Di dalam buku ini membahas tentang Sejarah Lokal
dan pentingnya memahami ilmu sejarah lokal. Manfaat buku ini bagi peneliti
adalah buku ini memiliki keterkaitan dengan tema yang sedang penulis kaji
Kabupetan Pacitan. 8
8
Sugeng Riyadi, Sejarah Lokal : Konsep, Metode, dan Tantangannya (Yogyakarta:
Ombak, 2012)
17
Kedua, Jurnal yang berjudul “Tradisi Upacara Adat Ceprotan di Desa
ditulis oleh Heru Arif Pianto. Jurnal ini diterbitkan oleh LPPM STKIP PGRI
Pacitan pada tahun 2016. Di dalam jurnal ini membahas tentang Kebudayaan
Manfaat bagi peneliti adalah jurnal ini memiliki keterkaitan dengan tema yang
sedang penulis kaji yaitu Upacara Adat Mantu Kucing yang merupakan
kebudayaan lokal Pacitan. Dalam hal ini, peneliti juga akan membahas tentang
Identitas Bangsa” yang ditulis oleh Ida Bagus Brata. Jurnal ini diterbitkan
ini membahas tentang Kearifan kebudayaan lokal yang menjadi perekat dan
kebudayaan. Selain itu, jurnal ini juga menyampaikan bahwa Kearifan Lokal
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dapat diangkat sebagai aset kekayaan
modal dasar untuk memperkokoh identitas / jati diri bangsa. Manfaat bagi
peneliti adalah jurnal ini memiliki keterkaitan dengan tema yang sedang
9
Heru Arif Pianto, “Tradisi Upacara Adat Ceprotan di Desa Sekar Kecamatan
Donorojo Kabupaten Pacitan Tahun 1981-2015”, Jurnal Humaniora, Vol. 03, No. 02, Februari
2016 (Pacitan: LPPM STKIP PGRI Pacitan, 2016)
18
penulis kaji yaitu Upacara Adat Mantu Kucing yang terdapat di Kabupaten
Pacitan merupakan salah satu dari kearifan kebudayaan lokal yang dimiliki
oleh Indonesia. 10
Pacitan Tahun 1999-2014” yang ditulis oleh Heru Arif Pianto. Jurnal ini
pada tahun 2016. Di dalam jurnal ini membahas tentang pentingnya penulisan
sejarah lokal guna agar kisah sejarah yang ditulis dapat dengan mudah untuk
dipahami dan tidak menghilangkan mutu cerita sejarah yang ditulis . Manfaat
bagi peneliti adalah jurnal ini memiliki keterkaitan dengan tema yang sedang
penulis kaji yaitu Upacara Adat Mantu Kucing yang merupakan kebudayaan
Kucing juga harus diperhatikan dalam hal penulisan sehingga cerita sejarah
Budaya” (Kajian Historis dan Nilai Budaya Lokal Kesenian Terebang Gede di
Kota Serang)” yang ditulis oleh Rizky Fauzan dan Nashar. Jurnal ini
diterbitkan oleh Universitas Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 2017. Di dalam
jurnal ini membahas tentang Kebudayaan Lokal Seni Terebang Gede dan
seni budaya modern kesenian Terebang Gede masih dapat eksis dan bertahan
10
Ida Agus Brata, Kearifan Budaya Lokal Perekat Identitas Bangsa, Jurnal Bakti
Saraswati, Vol. 5 No 1 (Denpasar: Universitas Mahasaraswati, 2016)
11
Heru Arif Pianto, Pentingnya Penulisan Sejarah Lokal di Pacitan Tahun 1999-
2014, Jurnal Sosiohumaniora, Vol. 2 No. 2 (Yogyakarta: LPPM UST Yogyakarta, 2016)
19
sebagai salah satu warisan budaya leluhur yang mengandung nilai-nilai budaya
setempat sebagai bagian dari sebuah seni pertunjukan. Manfaat bagi peneliti
adalah jurnal ini memiliki keterkaitan dengan tema yang sedang penulis kaji
yaitu Upacara Adat Mantu Kucing yang merupakan kebudayaan lokal Pacitan.
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) yang diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal. Budi merupakan unsur rohani, sedangkan daya
adalah unsur jasmani manusia. Dengan demikian, budaya merupakan hasil budi
12
Rikza Fauzan dan Nashar, Mempertahankan Tradisi, Melestarikan Budaya”
(Kajian Historis dan Nilai Budaya Lokal Kesenian Terebang Gede di Kota Serang), Jurnal
Candrasangkala, Vol. 3 No. 1 (Banten: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2017)
13
Herimanto dan Winarni, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta:PT Bumu Aksara,
2009) hlm 24
20
2) Krober dan Khlukhon berpendapat bahwa kebudayaan terdiri berbagai
pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan, reaksi yang diperoleh dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia sehingga
Budaya lokal sebagai hasil kebudayaan adalah segala hal yang dimiliki
manusia melalui proses belajar dan menggunakan akal budinya. Budaya lokal
terbentuk dari segala pikiran dan perilaku manusia pada suatu wilayah dalam
waktu lama menjadi tatanan dalam suatu masyarakat. Budaya lokal mempunyai
tertentu. Terdapat ciri-ciri budaya lokal yang dapat dilihat dari kelembagaan
masyarakat lain. 15
14
Sri Iriyanti, dkk, Op.Cit., hlm 10
15
Sri Iriyanti, dkk, Op.Cit., hlm 15
21
Upacara Adat merupakan salah satu wujud kebudayaan yang menjadi
tradisi pada suatu masyarakat tertentu, seperti halnya di Pacitan, Jawa Timur.
yang perlu adanya pembinaan sosial budaya bagi warga masyarakat yang
temurun.16
Tuhan Yang Maha Esa agar menurunkan hujan di daerah orang-orang yang
masyarakat yang masih agraris. Upacara adat ini diangkat dari tradisi
dan bukit serta beberapa aliran sungai sebagai anak sungai Grindulu, sungai
tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam
16
Sri Iriyanti, dkk, Op.Cit., hlm 17
17
Trisna Sri Wardani dan Soebijantoro, Loc.Cit., hlm 73
22
diwujudkan dalam aktivitas dan benda-benda yang digunakan dalam kehidupan
Pacitan.
a. Bahasa
b. Sistem Pengetahuan
c. Organisasi Sosial
f. Sistem religi
g. Kesenian.18
bersifat nyata terkait dengan tujuh unsur kebudayaan tersebut di atas yang
kehidupan bermasyarakat. 19
C. Metode Penelitian
18
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Aksara Baru, 1983) hlm. 206
19
Sri Iriyanti, dkk, Op.Cit., hlm 16
23
metode penelitan sejarah. Adapun data yang diperoleh dari lapangan dengan
dengan sumber atau sumber sejarah adalah sejumlah materi sejarah yang
sumber sekunder.
kepala sendiri atau saksi dengan pancaindera yang lain, atau dengan alat
mekanis seperti diktafon, yakni orang atau alat yang hadir pada
24
Adat yang terdapat di Jawa Timur termasuk Upacara Adat Mantu
penulis kaji seperti; buku tentang Upacara Adat Jawa Timur, Sejarah
a. Kritik Internal
22
Ibid,.
23
Ibid,. hlm. 29
25
belum. Hal ini dapat dibuktikan dengan cara membandingkan antara
sumber satu dengan sumber yang lain, dimana sumber tersebut sama-
dikaji, maka kedua sumber tersebut dapat dikatakan credible atau benar.
b. Kritik Eksternal
Dalam hal ini, ada dua metode yang digunakan yaitu analisis dan sintesis.
dengan fakta yang lain, sehingga dapat ditemukan fakta untuk menjawab
24
Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2007) Hlm. 63
26
4. Historiografi. Historiografi merupakan tahap terakhir dalam metode
yang imajinatif dan pada data yang diperoleh tersebut, kebenaran datanya
kritis25
D. Sistematika Penulisan
Adat Mantu Kucing, dan Makna simbolis Upacara Adat Mantu Kucing.
27
Bab V Penutup. Merupakan bab terakhir yang berisi jawaban atas
BAB II
28
A. Sejarah Singkat Kabupaten Pacitan
Banyak cerita, mitos, dan legenda yang muncul terkait sejarah dan asal
usul pacitan ini. Meskipun demikian, beberapa mitos dan legenda yang ada
ini saling berkaitan dan memiliki sisi historis yang kuat. Berbagai temuan
arkeologi juga menunjukkan bahwa ternyata Pacitan sudah dihuni pada masa-
alat-alat kerja tingkat sederhana jaman Prasejarah yang digunakan pada masa
dijelaskan bahwa asal nama Pacitan berasal dari bahasa Jawa, Pacewetan,
Pace dan Wetan. Pace adalah salah satu nama buah, sedangkan wetan adalah
arah angin yang berarti timur. Selain itu, terdapat referensi lain yang
menyebutkan bahwa kata Pacitan berasal dari kata Pacitan yang berarti
camilan, yaitu berupa makanan ringan atau makanan kecil yang tidak sampai
29
memenuhi kebutuhan pangan warganya tidak sampai mengenyangkan,
artinya tidak bisa lebih, atau dengan kata lain adalah pas-pasan.26
Sedangkan Agama Islam dipacitan dibawa oleh Ki Ageng Petung (Kyai Siti
Geseng) bersama Syeh Maulana Magribi dan Kyai Ampok Boyo (Kyai
memunculkan istilah nama Pacitan untuk pertama kalinya. Perang ini terjadi
30
pertempuran tersebut, Pangeran Mangkubumi mengalami kekalahan dan
strategi melarikan diri ke dalam hutan (saat ini adalah Desa Nanggungan)
dengan kondisi tubuh lelah, lemah dan lesu akibat dari perbekalan yang
direndam dengan legen28 buah kelapa. Daerah itu kemudian diingat dengan
kepada para pengikutnya yang pada waktu itu ikut bergerilya. Setroketipo
diangkat menjadi Bupati Pacitan ke-2 setelah sebelumnya dijabat oleh Raden
buah Pace ini dikenal dengan nama Desa Nanggungan. Desa Nanggungan
31
Menurut sejarah Tumenggung Notopuro adalah bupati pertama yang diangkat
pengambilan air di sumur njero yang biasa disebut Ritual Tirtowening. Sumur
Njero terletak di dusun Ngerjoso desa Sukoharjo dan merupakan salah satu
peninggalan sejarah yang masih tersisa hingga saat ini. Dinamakan Sumur
makam Notopoero ini terletak di Dusun Prambon. Sampai saat ini dikedua
dusun ini, Prambon dan Ngrejoso masih dapat kita jumpai bukti sejarah
bahwa dulu pernah ada sebuah tumenggungan di lokasi ini. Salah satunya
selain makam Notoepoero adalah ompak30 yang merupakan bekas salah satu
bangunan dari kabupaten yang masih tersisa. Ompak ini berada tak jauh dari
Sumur Njero yaitu di dusun Ngerjoso desa Sukoharjo Ompak bisa disebut
32
Pacitan merupakan salah satu dari 38 Kabupaten / Kota di Propinsi Jawa
Timur yang berada di bagian Barat Daya Propinsi Jawa Timur. Kabupaten
Bujur Timur dengan luas wilayah 1.389,8716 km² atau 138.987,16 Ha, yang
sebagian besar berupa bukit, gunung, dan jurang terjal. Batas wilayah
1.389,87 Km² dengan luas tanah sawah sebesar 130,15 Km² atau sekitar
9,36% dan luas tanah kering adalah 1.259,72 Km² atau sekitar 90,64%.
Sebagian besar dari tanah sawah adalah sawah tadah hujan yang sebesar
51,53%, dan sebagian besar dari tanah kering adalah untuk tanaman kayu-
32
Kutipan Pemkab Pacitan dalam Skripsi Ira Wulandari, “Kebijakan Bupati Indartato
Dalam Pengembangan Pariwisata Kabupaten Pacitan” (Pacitan: STKIP PGRI Pacitan,
2018), hln. 44
33
BPS Kabupaten Pacitan, “Pacitan Dalam Angka 2014” (Pacitan: BPS Kabupaten
Pacitan, 2014) hlm 3
34
Ibid., hlm 4
33
S
umber: https://4.bp.blogspot.com/
besar di daerah sekitar adalah sebagai berikut: Surabaya: ± 262 km, Yogjakarta: ±
130 km, dan Surakarta: ±156 km. Kota Pacitan dikenal dengan sebutan “Kota 1001
Goa”, hal ini dikarena banyak ditemukan goa-goa di daerah tersebut seperti Goa
Tabuhan, Goa Putri, dan Goa Gong diKecamatan Punung, Goa Dadali di
sebagainya.35
34
jasa. Melalui modal kultur dan potensi yang dimiliki, Pacitan telah menjadi
hobby memancing ikan. Berbagai hotel dan tempat penginapan yang sejak
dengan harga yang terjangkau dan pelayanan yang optimal. Pada malam hari
di sekitaran Alun-alun Kota Pacitan dapat dijumpai para pedagang kaki lima
di Provinsi Jawa Timur. Lokasi Kabupaten Pacitan sangat jauh dari Ibukota
36
www.pacitantrip.com./sekilas profil kab.pacitan dalam skripsi Ira Wulandari,
Op.Cit,. hlm. 29
37
Pemecah gelombang (breakwater) adalah bagunan yang digunakan untuk
melindungi daerah perairan pelabuhan dari gangguan gelombang. Bangunan ini memisahkan
daerah perairan dari laut lepas, sehingga perairan pelabuhan tidak banyak dipengaruhi oleh
gelombang besar di laut.
38
35
pertanian khususnya padi, singkong, cengkeh, dan kelapa serta
pertambangan.39
dengan kualitas sumber daya manusia. Hal ini sangatlah disadari oleh
daerah terus berusaha untuk meningkatkan sarana dan prasarana fisik beserta
Swasta. Namun demikian ada juga yang mengalami penurunan yaitu SDN
dan MI Swasta. Untuk jumlah guru terjadi kenaikan yang cukup signifikan
penduduk. Ketersediaan sarana dan prasarana fisik beserta tenaga medis yang
sebesar 64,7%. Dari sisi tenaga kesehatan, jumlah perawat, dan tenaga
paramedic yang mengalami penurunan sebesar 8,89% dan 39,29%. Salah satu
39
www.pacitantrip.com./sekilas profil kab.pacitan dalam skripsi Ira Wulandari,
Loc.Cit,. hlm. 29
36
yang bahagia adalah dengan mengikuti program Keluarga Berencana dengan
Islam yaitu sebesar 99,85% diikuti dengan Kristen dan Katholik masing–
masing sebesar 0,10% dan 0,05% sedang sisanya yang hanya 0,01%
beragama Hindu, Budha dan pemeluk lainnya. Hal ini sebanding dengan
jumlah tempat peribadatan yang ada dimana jumlah masjid, langgar dan
musholla mencapai 99,80% dan sisanya 0,20% adalah gereja. Sampai saat ini
tidak ada pura dan wihara di Kabupaten Pacitan. Hal ini senada juga dengan
jumlah pemuka agama yang ada dimana terdapat sekitar 2.403 Kyai dan
budaya yang cukup kental. Ini bisa dilihat dari berbagai kebiasaan masyarakat
yang masih di uri-uri menurut orang jawa. Kebiasaan leluhur yang terus
37
Mantu Kucing dari Desa Purworejo, pertunjukan Wayang Beber dari
Kabupaten Pacitan41
BAB III
UPACARA ADAT MANTU KUCING DESA PURWOREJO
41
Dio Dwi Aditya, Op.Cit., hlm. 45
38
KABUPATEN PACITAN
42
Trisna Sri Wardani dan Soebijantoro, Loc.Cit., hlm 73
43
Henri Supriyanto, Upacara Adat Jawa Timur (Surabaya: Dinas P dan K Daerah
Tingkat I, 1996) hlm. 44
39
hujan kepada Tuhan pencipta langit dan bumi yang diadakan apabila wilayah
tersebut dilanda musim kemarau panjang.44
Kisah yang terdapat dalam Upacara Adat Mantu Kucing hampir
menyerupai upacara adat di Kerajaan Yunani purba, yaitu ketika musim
kemarau panjang rakyat Kerajaan Yunani mengadakan sebuah upacara
dengan menyembelih seekor kambing jantan (tragos). Upacara tersebut
dilaksanakan dengan tujuan agar supaya Dewa Zeus45 berkenan untuk
menurunkan hujan di daerah yang dilanda kemarau panjang. Meskipun dalam
pelaksaanaan Upacara Adat Mantu Kucing adalah menikahkan dua ekor
kucing, masyarakat Pacitan menyebut dua ekor kucing yang dinikahkan
dengan istilah “Penganten”46.
44
Henri Supriyanto, Op.Cit., hlm 45
45
Zeus atau Dias adalah raja para dewa dalam mitologi Yunani. Yang
dalam Theogonia karya Hesiodos disebut sebagai "Ayah para Dewa dan manusia
(Wikipedia Bahasa Indonesia)
46
“Penganten” atau “Pengantin” adalah orang yang sedang melangsungkan
perkawinannya (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
47
Trisna Sri Wardani dan Soebijantoro, Op.Cit., hlm 75
40
Mantu Kucing, dilakukan beberapa tahapan-tahapan prosesi, diantaranya
adalah :
1. Pada hari yang telah ditetapkan, pengantin perempuan dinaikkan tandu 48,
berada di batas desa asal kucing betina dan dipilih di tepi sungai. Di
desa Arjowinangun.
41
asli dipelihara oleh warga desa Purworejo. Sedangkan calon mempelai
laki-laki dipilih kucing jantan yang sudah dewasa dan diperkirakan belum
pernah bersama kucing betina, berbulu coklat halus dan sehat serta
dipelihara di desa Arjowinangun.
3. Upacara Memandikan Penganten
42
pulang oleh kepala desa Purworejo dan dipingit didalam kandang selama 7
hari atau sampai hujan turun dan setelah itu dipelihara biasa selayaknya
kucing piaraan.49
Upacara adat Mantu kucing menggunakan musik pengiring
selawatan yang ritual dan mengacu ke tradisi Khataman Nabi. Selain
tahapan-tahapan prosesi pelaksanaann Upacara Adat Mantu Kucing,
terdapat beberapa dialog-dialog khas yang diucapkan, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Dialog pasrah pihak penganten wanita yang diucapkan oleh Ibu
49
Wawancara dengan Bapak Samuri, tanggal 12 Maret 2020 di Kediaman Bapak
Samuri.
43
C. Makna Simbolis Upacara Adat Mantu Kucing
Dari sudut pandang sosiologis, kebudayaan meliputi segala segi dan aspek
dari hidup manusia sebagai makhluk sosial. Ide dan gagasan dari manusia
banyak yang hidup bersama dalam suatu masyarakat, memberi jiwa kepada
masyarakat itu sendiri. Adanya kebudayaan dalam masyarakat juga
membentuk suatu sistem sosial atau social system mengenai tindakan berpola
dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia yang berinteraksi, berhubungan, dan bergaul satu sama lain dari
detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pada
polapola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.
Wujud dari ide gagasan dan sistem sosial membentuk kebudayaan
fisik yang berupa seluruh hasil fisik dan aktivitas, perbuatan, dan karya semua
manusia dalam masyarakat. Kebudayaan dan adat-istiadat memberi arah
kepada manusia. Baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun tindakan dan
karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya
kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin
lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga
mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya, bahkan juga cara berpikirnya.50
Menurut Koentjaraningrat pada tahun 1980, Upacara adalah sistem
aktivitas atau rangkaian atau tindakan yang diatata oleh adat atau hukum yang
berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam
peristiwa tetap yang biasanya terjadi dalam masayarakat yang bersangkutan
Upacara pada umumnya memiliki nilai sakral oleh masyarakat pendukung
kebudayaan tersebut. Upacara adat adalah suatu upacara turun temurun
dilakukan oleh pendukungnya di suatu daerah.51 Dalam penelitian ini, Mantu
Kucing juga memiliki sebuah makna yang terkandung di dalamnya. Makna
Simbolis sendiri adalah suatu tata pemikiran atau paham makna yang
menekankan atau mengikuti pola-pola yang mendasar pada simbol-simbol.
50
Reizya Gesleoda Axiaverona dan RB. Soemanto, “Nilai Sosial Budaya Dalam
Upacara Adat Tetaken”, Journal of Development and Social Change. Vol. 1 No. 1, April
2018 (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2018) hlm. 19
51
Reizya Gesleoda Axiaverona dan RB. Soemanto, Op.Cit., hlm 20
44
Manusia yang hidup dalam kehidupan masyarakat erat hubungannya dengan
budaya, sehingga manusia disebut makhluk budaya.
Makna simbolis yang terdapat dalam upacara adat Mantu Kucing di
Desa Purworejo tersebut bermakna bahwa sebagai manusia kita diwajibkan
untuk selalu menjaga keseimbangan alam, saling menghormati terlebih pada
leluhur kita dan ketika kita meminta sesuatu kepada Tuhan Yang Maha Esa
jangan lupa untuk senantiasa selalu mengucap syukur atas apa yang sudah
diberikan.52
BAB IV
UPAYA PELESTARIAN UPACARA ADAT MANTU KUCING
Saat ini semua bangsa sedang berada di tengah era globalisasi. Perkembangan
budaya modern yang berciri khas budaya barat masuk dan mempengaruhi
52
Trisna Sri Wardhani dan Soebijantoro, Op.Cit., hlm 77
45
segala aspek kehidupan masyarakat, baik itu di bidang politik, ekonomi,
teknologi informasi, sosial, budaya dan seni. Hal tersebut tentunya akan
membawa dampak positif maupun dampak negatif dalam berbagai bidang dan
nilai-nilai budaya barat dengan mudahnya masuk melalui berbagai media
informasi.53
Dalam era globalisasi informasi juga menjadi kekuatan yang sangat
dahsyat dalam mempengaruhi pola pikir manusia. Budaya barat saat ini
diidentikkan dengan modernitas (modernisasi), dan budaya timur
diidentikkan dengan tradisional atau konvensional. Orang tidak saja
mengadopsi ilmu pengetahuan dan teknologi Barat sebagai bagian dari
kebudayaan tetapi juga meniru semua gaya orang Barat, sampai-sampai yang
di Barat dianggap sebagai budaya yang tidak baik tetapi setelah sampai di
Timur diadopsi secara membabi buta.
Menurut Koentjaraningrat (2015: 146) kebudayaan diartikan sebagai
keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan
belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Banyak berbagai
definisi dari kebudayaan, namun terlepas dari itu semua kebudayaan pada
hekekatnya mempunyai jiwa yang akan terus hidup, karena kebudayaan terus
mengalir pada diri manusia dalam kehidupannya. Kebudayaan akan terus
tercipta, dari tempat ketempat, dari individu ke individu dan dari masa ke
masa. Berdasarkan pendapat Koentjaraningrat diatas menggambarkan bahwa
kebudayaan selalu akan mengalami perubahan-perubahan dari waktu ke
waktu sehingga masyarakat yang memiliki kebudayaan itu harus tetap
mengenal, memelihara dan melestarikan kebudayaan yang dimiliki agar
setiap perubahan yang terjadi tidak menghilangkan karakter asli dari
kebudayaan itu sendiri.54
53
Pryo Sularso dan Yuli Maria, “Upaya Pelestarian Kearifan Lokal Melalui
Ekstrakurikuler Karawitan Di Smp Negeri 1 Jiwan Tahun 2016”, Jurnal Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan. Vol. 5 No. 1, April 2017 (Madiun: Universitas PGRI
Madiun, 2016), hlm 2
54
Hildigardis M. I. Nahak, “Upaya Melestarikan Budaya Indonesia Di Era
Globalisasi”, Jurnal Sosiologi Nusantara. Vol. 5 No. 1, 2019 (Kupang: Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Nusa Cendana) hlm 169
46
Kesadaran masyarakat untuk menjaga budaya lokal sekarang ini
terbilang masih sangat minim. Masyarakat lebih memilih budaya asing yang
lebih praktis dan sesuaidengan perkembangan zaman. Hal ini bukan berarti
bahwa tidak boleh mengadopsi budaya asing, namun banyak budaya asing
yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Oleh karena itu, Pembelajaran
tentang budaya, harus ditanamkan sejak dini.
Selain itu, upaya pelestarian kebudayaan lokal sebagai kegiatan yang
dilaksanankan secara terus menerus, terarah dan terpadu harus dilakukan
guna mewujudkan tujuan tertentu yang mencerminkan adanya sesuatu yang
tetap dan abadi, bersifat dinamis, luwes, dan selektif. Pelestarian budaya
sendiri adalah upaya untuk mempertahankan nilai-nilai seni budaya, nilai
tradisional dengan mengembangkan perwujudan yang bersifat dinamis, luwes
dan selektif, serta menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang selalu
berubah dan berkembang.55
Melalui budaya lokal, dapat menambah kekayaan berupa sumber
belajar bagi dunia pendidikan. Kebudayaan dapat mengembangkan kreatifitas
individu apabila kebudayaan tersebut memberikan kesempatan yang adil bagi
pengembangan kreatifitas potensial yang dimiliki oleh anggota masyarakat. 56
Kebudayaan Lokal agar tidak terkikis oleh kemajuan zaman, harus ada
pelestarian dari berbagai pihak yaitu Pemerintah Desa Purworejo dan juga
Pemerintah Kabupaten Pacitan. Dalam hal ini, Upacara Adat Mantu Kucing
yang juga menjadi salah satu kebudayaan lokal di Desa Purworejo Kabupaten
Pacitan juga harus tetap dilestarikan.
55
Ibid., hlm 171
56
Sri Iriyanti, dkk, Loc.Cit., hlm 5
47
pelaksanaannya, karena semua tergantung situasi dan kondisi dari alam. 57
Upacara Adat Mantu Kucing diangkat dari tradisi masyarakat Desa
Purworejo. Hal tersebut dikisahkan seorang warga desa dusun Jati yang
memperoleh wisik (petunjuk dari Alloh) yaitu agar turun hujan, maka mereka
harus melaksanakan upacara mantu kucing. Waktu itu para sesepuh desa
segera mengadakan musyawarah untuk melaksanakan upacara mantu kucing,
sebagai bukti kepercayaan dan kepatuhan mereka terhadap Sang Maha
Pencipta sesuai wisik yang diperoleh.58
Menurut penjelasan dari Bapak Samsudin (Sekretaris Desa
Purworejo), bahwa Upacara Adat Mantu Kucing ini harus tetap dijaga
kelestariannya. Selain untuk menguri-nguri kebudayaan dan mengenang
sejarah, Upacara Adat Mantu Kucing ini menjadi salah satu icon kebudayaan
lokal yang tidak dimiliki oleh desa lain khususnya di Kabupaten Pacitan.
Oleh karena itu, Pemerintah Desa Purworejo berupaya agar Budaya Upacara
Adat Mantu Kucing ini bisa tetap lestari. Dalam pelaksanaan upaya
pelestarian Upacara Adat Mantu Kucing, tidak sepenuhnya berjalan dengan
mulus. Hal tersebut dikarenakan Mantu Kucing merupakan kebudayaan lokal
yang bersifat Adat dan pastinya terdapat unsur-unsur yang mengandung Pro
dan Kontra dalam masyarakat. Pro dan Kontra tersebut adalah cara pemujaan
/ berdoa. Dapat diketahui bahwa Upacara Adat Mantu Kucing merupakan
Upacara Adat yang bertujuan untuk meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa
agar menurunkan hujan, sehingga masih terdapat beberapa masyarakat yang
memiliki persepsi yang berbeda tentang pelaksanaan Upacara Adat Mantu
Kucing ini.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Desa Purworejo guna menjaga
kelestarian Upacara Adat Mantu Kucing adalah melaksanakan kembali
Upacara Adat Mantu Kucing pada tahun 2014 dan pada tahun 2017.
Pelaksanaan Upacara Adat Mantu Kucing pada tahun 2014 dilaksanakan
ketika Desa Purworejo berpartisipasi dalam agenda Lomba Gotong Royong
57
Trisna Sri Wardani dan Soebijantoro, Loc.Cit., hlm 73
58
Henri Supriyanto, Upacara Adat Jawa Timur (Surabaya: Dinas P dan K Daerah
Tingkat I, 1996) hlm. 44
48
dan Lomba Desa tingkat Kabupaten, sehingga melakasanakan Upacara Adat
Mantu Kucing sebagai icon kebudayaan lokal dari Desa Purworejo. Pada
tahun 2014 ini, pelaksanaan Upacara Adat Mantu Kucing berlokasi di RT 03
Dusun Jati tepatnya di dekat Sumber Mata Air Hangat. Kemudian
Pelaksanaan Upacara Adat Mantu Kucing pada tahun 2017, dilakukan untuk
mengisi agenda kegiatan dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan
Indonesia yang ke-72. Pada tahun 2017 ini, pelaksanaan Upacara Adat Mantu
Kucing dilakukan di RT 02 Dusun Jati , lebih tepatnya di dekat Jembatan
yang oleh masyarakat biasa disebut “Pleret”. Menurut cerita, di jembatan ini
merupakan tempat pelaksanaan Upacara Adat Mantu Kucing yang pertama
kali yaitu tahun 1954.59
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Samsudin terdapat
beberapa kendala yang dialami dalam pelaksanaan Upacara Adat Mantu
Kucing ini. Beberapa kendala tersebut diantaranya adalah Pertama, persepsi
masyarakat tentang pelaksanaan Upacara Adat Mantu Kucing. Ada yang
menganggap bahwa pelaksanaan Mantu Kucing tidak sesuai dengan ajaran
Agama Islam. Kedua, Anggaran Dana yang digunakan untuk melaksanakan
Upacara Adat Mantu Kucing. Dalam melaksanakan sebuah agenda kegiatan ,
tentunya harus memperhatikan anggaran dana terlebih lagi agenda kegiatan
yang akan dilaksanakan merupakan kegiatan yang cukup membutuhkan dana
yang tidak sedikit, oleh karena itu masalah anggaran dana menjadi salah satu
kendala dalam upaya pelestaria Upacara Adat Mantu Kucing ini.
59
Wawancara dengan Bapak Samsudin (Sekdes Purworejo), tanggal 17 Juli 2020 di
Kantor Balai Desa Purworejo
49
orang jawa. Kebiasaan leluhur yang terus dijaga sehingga masyarakat masih
kental dengan urusan kejawenya. Seperti contoh di Desa Nanggungan setiap
tahun dilakukan pemandian pusaka. Kemudian dari sisi kebudayaan masih
dijaga seperti pertunjukan upacara Mantu Kucing dari Desa Purworejo,
pertunjukan Wayang Beber dari Kecamatan Donorojo, dan Upacara Adat
Mantu kucing di Desa Purworejo Kabupaten Pacitan60
Upacara mantu kucing ini ditradisikan di desa Purworejo Kabupaten
Pacitan dalam suatu kegiatan untuk meminta hujan kepada Tuhan pencipta
langit dan bumi. Upacara ini diadakan bila wilayah tersebut dilanda musim
kemarau yang berkepanjangan. Mantu kucing tiada ubahnya seperti orang
mengadakan upacara pernikahan dua anak manusia. Hanya khusus dalam
keperluan ini yang dinikahkan adalah dua ekor kucing dan tidak didudukkan
di kursi pelaminan melainkan di dalam tandu, namun demikian pengantin
juga dihias walaupun hanya dipakaikan mahkota dari janur kuning. Selain itu
kedua mempelai juga tidak mengucapkan ijab qobul sendiri melainkan
diwakili oleh masing-masing kepala desa dimana kucing yang dinikahkan
berasal.61
Menurut Penjelasan dari Bapak Edi Sukarni (Kabid Kebudayaan
Kabupaten Pacitan), melestarikan kebudayaan lokal sangatlah penting. Beliau
menganggap bahwa kebudayaan dan tradisi merupakan warisan dari nenek
moyang pada zaman dahulu, dimana di dalamnya mengandung nilai-nilai
luhur yang bermanfaat dan berguna di masa sekarang sehingga sangat perlu
dan penting untuk dilestarikan. Suatu Bangsa dapat berdiri kokoh apabila
mampu mempertahankan nilai-nilai luhurnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan
Kebudayaan, Pemerintah Kabupaten Pacitan bertanggung jawab dalam upaya
memberikan perlindungan agar budaya dan tradisi yang dimiliki oleh
Kabupaten Pacitan tidak hilang dan luntur seiring berkembangnya zaman,
memanfaatkan kebudayaan dan tradisi budaya lokal di Pacitan sebagai ucapan
60
Dio Dwi Aditya, Loc.Cit., hlm. 45
61
Trisna Sri Wardani dan Soebijantoro, Loc.Cit., hlm 75
50
rasa syukur dan mengadopsi nilai-nilai luhur yang terkadung di dalamnya
guna diterpakan dalam kehidupan bermasyarakat, memberikan perawatan,
dan melestarikan kebudayaan serta tradisi yang dimiliki oleh Kabupaten
Pacitan dengan memberikan bantuan dan fasilitas kepada daerah di
Kabupaten Pacitan yang memiliki kebudayaan lokal tersebut khususnya di
Kabupaten Pacitan.
Dalam upaya melestarikan kebudayaan dan tradisi di Kabupaten
Pacitan, beliau mengakui bahwa terdapat juga beberapa kendala yang terjadi.
Beberapa diantaranya adalah Persepsi masyarakat terhadap Kebudayaan
Lokal di Kabupaten Pacitan yang semakin lama semakin berubah serta
perbedaan pemahaman masyarakat terutama generasi muda yang
menganggap bahwa kebudayaan lokal itu bersifat kuno atau jadul dan lebih
tertarik kepada budaya-budaya barat yang lebih modern.
51