Anda di halaman 1dari 5

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : SKI


B. Kegiatan Belajar : KB 3 (KB 1/2/3/4)

C. Refleksi

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN


PETA KONSEP

Masuknya Islam
ke Indonesia

Pemikiran Strategi Dakwah


PERKEMBANGAN
Tokoh Islam Islam di
ISLAM DI INDONESIA
Modern Indonesia

Tradisi dan Seni


Peta Konsep (Beberapa Budaya Lokal
Umat Islam di
1 istilah dan definisi) di Indonesia
modul bidang studi

1. Masuknya Islam di Indonesia


a. Teori Gujarat (India)
Teori ini menyatakan Islam datang ke Nusantara bukan
langsung dari Arab melainkan melalui India pada abad
ke-13. Dalam teori ini disebut lima tempat asal Islam di
India yaitu Gujarat, Cambay, Malabar, Coromandel, dan
Bengal. Teori ini kemudian direvisi oleh Cristian Snouck
Hurgronje, menurutnya bahwa Islam yang tersebar di
Indonesia berasal dari wilayah Malabar dan
Coromandel.
b. Teori Arab/Mekah
Teori arab merupakan salah satu teori yang biasa
dijelaskan dalam penulisan sejarah. Teori ini disebut
juga dengan teori Timur Tengah yang dipelopori oleh
beberapa sejarawan, di antaranya adalah Crawfurd,
Keijzer, Naimann, de Hollander, dan juga ada beberapa
sejarawan Indonesia seperti Hasjmi, Al-Attas, Buya
Hamka, Hoesein Djajadiningrat, dan Mukti Ali. Berpijak
pada teori Arab dari Buya Hamka yang tertulis pada
historiografi Indonesia, disebutkan bahwa Islam masuk
ke Indonesia pada abad pertama Hijriah atau abad ke 7
M yang mendasarkan dalam teori China dari zaman
Tang. Dalam catatan Tionghoa dijelaskan
bahwasannya Islam masuk ke Indonesia abad ke 7
Masehi di wilayah Sumatera, pada perdagangan
maritim Kerajaan Sriwijaya dengan dukungan oleh
mubaligh serta pedagang-pedagang muslim. Hamka
memberikan pendapat bahwa Gujarat hanya tempat
singgah, sedangkan Mekkah dan Mesir adalah sebagai
tempat pengambilan ajaran Islam.
c. Teori Persia
Selain teori India dan teori Arab, ada lagi teori Persia.
Teori Persia ini menyatakan bahwa Islam yang datang
ke Nusantara ini berasal dari Persia, bukan dari India
dan Arab. Teori ini didasarkan pada beberapa unsur
kebudayaan Persia, khususnya Syi’ah yang ada dalam
kebudayaan Islam di Nusantara. Di antara pendukung
teori ini adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat. Menurut
teori ini ada kesamaan antara Islam di Nusantara dan
di Persia setidaknya dalam tiga hal, pertama secara
analisis sosio-kultural ajaran sufime Syekh Siti Jenar
sama dengan ajaran Al Halajj. Kedua, penggunaan
istilah bahasa Persia dalam sistem mengeja huruf Arab,
terutama untuk tanda-tanda bunyi harakat dalam
pengajaran Al-Qur’an. Ketiga, peringatan pada hari
Asyura atau 10 Muharram adalah salah satu hari yang
diperingati kaum Syi’ah, yaitu hari wafatnya Husain bin
Abi Thalib di Padang Karbala.
d. Teori Cina
Teori ini menjelaskan bahwa etnis Cina Muslim sangat
berperan dalam proses penyebaran agama Islam di
Nusantara. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
pada teori Arab, hubungan Arab Muslim dan Cina
sudah terjadi pada Abad pertama Hijriah. Banyaknya
unsur dalam kebudayaan China pada beberapa unsur
kebudayaan Islam di Indonesia ini perlu
mempertimbangkan peran muslim China dalam
Islamisasi di indonesia, karenanya ”teori China” dalam
Islamisasi tidak bisa diabaikan.
2. Strategi dakwah Islam di Indonesia, penyebaran Islam
terutama di Jawa banyak dilakukan oleh para wali. Wali
dalam hal ini Wali Allah atau Waliyullah, adalah orang suci
yang mula-mula menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Para wali ini dikenal dengan nama Wali Songo.
Strategi yang digunakan berdasarkan pada tiga strategi
dakwah, yaitu Al-Hikmah, Al-Mauizah dan Al-
Mujadalah atau berdiskusi secara sinergis dengan
menghasilkan satu alternatif pemikiran tanpa
menyudutkan suatu kelompok. Media dakwah para wali
melalui berbagai bentuk akulturasi budaya lainnya
contohnya melalui penciptaan tembang-tembang keislaman
berbahasa Jawa, gamelan, wayang dan lakon Islami.
Setelah penduduk tertarik, mereka diajak membaca
syahadat, diajari wudhu’, shalat, dan sebagainya. Sunan
Kalijaga adalah salah satu Walisongo yang tekenal dengan
minatnya dalam berdakwah melalui budaya dan kesenian
lokal. Dalam hal ini menyebarluaskan Islam melalui
bahasa-bahasa simbol, media, dan budaya merupakan
salah satu bentuk perjuangan yang cukup efektif.
3. Tradisi dan Seni Budaya Lokal Umat Islam di Indonesia
Tradisi adalah kebiasaan atau adat istiadat yang
dilakukan turun temurun oleh masyarakat.
Sebagaimana diketahui bahwa sebelum Islam datang,
masyarakat Nusantara sudah mengenal berbagai
kepercayaan dan memiliki beragam tradisi lokal.
Tradisi Islam di Nusantara digunakan sebagai metode
dakwah para ulama zaman itu. Para ulama tidak
memusnahkan secara total tradisi yang telah ada di
masyarakat. Tokoh Islam memasukkan ajaran-ajaran
Islam ke dalam tradisi tersebut, agar masyarakat tidak
merasa kehilangan adat dan ajaran Islam dapat
diterima. Seni budaya lokal islam adalah
penjelmaanrasa indah yang terkandung dalam jiwa
manusia yang bernafaskan islami yang tumbuh dari
lingkungan nusantara. Diantaranya ada beberapa
tradisi yang sampai sekarang masih dikenal
khususnya di masyarakat Indonesia seperti tradisi
halal-bihalal, tradisi tabiuk/tabot dimasyarakat
Bengkulu, tradisi kupatan, tradisi sekaten di Surakarta
dan Yoguakarta, tradisi Grebeg di Yogyakarta, tradisi
kerobok maulid di Kutai, tradisi pawai obor di Manado,
tradisi rabu kasan di bangka dan wilayah jawa, tradisi
dugderan di semarang, tradisi budaya tumpeng daln
lainnya.
4. Pemikiran Tokoh-tokoh Islam Nusantara Modern
a. Hasyim Asyari
Beliau lahir di Gedang desa Tambakrejo kota Jombang
Jawa Timur, hari Selasa kliwon, 24 Dzulqaidah 1287 H
atau bertepatan dengan 14 Februari 1871 M. Beliau
belajar ilmu agama dari orang tuanya dan berbagai
pesantren di tanah jawa dan juga belajar ilmu agaman
di Mekkah. Di kemudian hari dikenal sebagai KH.
Muhammad Hasyim Asy’ari pendiri pesantren Tebu
Ireng, tokoh ulama pendiri organisasi NU. Beliau
banyak menhasilkan karya buku-buku sepanjang
hidupnya. Dan pendapatnya dalam dunia pendidikan
yaitu ada tiga dimensi yang hendak dicapai dalam
konsep pendidikan KH. Hasyim Asy’ari, diantaranya
dimensi keilmuan, pengamalan dan religius.
b. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 di
desa Kauman, kota Yogyakarta dan meninggal 23
Februari tahun 1923. Dimasa kecil nama Ahmad
Dahlan adalah Muhammad Darwis. Setelah menuntut
ilmu ke berbagai pesantren di tanah jawa beliau
berangkat ke Mekkah untuk memperdalam Ilmu
Agama. Pendapat Ahmad Dahlan, tujuan dari
pendidikan Islam yakni diarahkan pada usaha
membentuk manusia yang berakhlak, beriman,
memahami ajaran agama Islam dan memiliki
pengetahuan yang luas dan kapasitas intelektual yang
dapat diperlukan di dalam kehidupan sehari-hari. dalam
mencapai tujuan tersebut, Ahmad Dahlan mempunyai
pendapat bahwa pendidikan Islam harus diiringi dengan
integrasi ilmu dan amal, integrasi ilmu pengetahuan
umum maupun agama, agar peserta didik dapat
berkembang secara intelektualitas serta spritualitas.
c. Haji Abdul Malik Amrullah
H. Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) lahir di sungai
Batang, Maninjau (Sumatera Barat) pada hari Minggu,
tanggal 16 Pebruari 1908 M / 13 Muharram 1326 H dari
kalangan keluarga yang sangat taat beragama. Belaiu
belajar ilmu agama langsung dari ayahnya yang
merupakan ulama besar pada masa itu, kemudian
beluai bealajr di sekolah di daerahnya. Lebih dari
seratus buku telah dikarangnya yang meliputi: sejarah,
filsafat, novel dan masalah-masalah Islam. Dalam
pandangan Hamka tentang pendidikan yakni sebagai
sarana untuk menunjang dan menimbulkan serta
menjadi dasar bagi kemajuan dan kejayaan hidup
manusia dalam berbagai hal keilmuan. Melalui
pendidikan, eksistensi fitrah manusia dapat
dikembangkan sehingga tercapai tujuan budi.
d. Nurcholis Madjid
Nurchoilsh Madjid dilahirkan tepat pada tanggal 17
Maret 1939 M (26 Muharram 1358 H). Di sudut
kampung kecil Desa Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur.
Beliau juga dikenal sebagai seorang intelektual Muslim
garda depan, juga seorang guru bangsa yang mampu
mengemas Islam dalam nadi humanisme serta
humanitas, sehingga benih pemikirannya banyak
dijadikan sebagai solusi oleh sebagian masyarakat
Indonesia pada masalah kemanusiaan maupun
keagamaan.
e. Abdurahman Wahid
K.H Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur, ia
lahir di Jombang Jawa Timur, pada 7 September 1940
dari pasangan ulama Wahid Hasyim dan Solichah. Ia
lahir dengan nama Abdurrahman ad-Dakhil atau “Sang
Penakluk”. Sebelum menjabat ketua PBNU 1984,
Gusdur menjabat ketua Dewan Kesenian Jakarta
(DKJ). Tahun 1989 dan 1994 berturut-turut terpilih
sebagai Ketua Umum PB NU hingga menjadi Presiden
RI keempat Oktober 1999. Pada 11 Agustus 2006, Gus
Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang
Kebebasan Pers 2006. beliau dinilai mempunyai
semangat, visi serta komitmen untuk memperjuangkan
kebebasan dalam berekpresi, persamaan hak juga
semangat keberagaman dan demokrasi di Indonesia.
Gus Dur memperoleh penghargaan dari Mebal Valor
yang berkantor di Los Angeles karena ia dinilai memiliki
keberanian membela kaum minoritas. Gus Dur
memperoleh penghargaan dari Universitas Temple
serta namanya diabadikan dalam nama kelompok studi
Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.

1. Masuknya Islam di Indonesia berdasarkan teori persia,


Daftar materi bidang karena hanya melihat dari sisi kesamaan kebudayaan,
2 studi yang sulit dipahami sosio kultural , ajaran sufisme dan penggunaan istilah
pada modul bahasa. Tidak berdasarkan bukti catatan sejarah atau bukti
fisik peninggalan sejarah.

Daftar materi yang sering


1. Tradisi lokal dan seni budaya lokal umat Islam di Indonesia
3 mengalami miskonsepsi
dalam pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai