Anda di halaman 1dari 2

Sejarah dan Tradisi Pledang di Lamalera

Pledang adalah perahu tradisional yang secara khusus digunakan oleh masyarakat Lamalera
untuk berburu paus. Pledang ini menjadi bagian integral dari budaya dan tradisi nelayan
Lamalera, yang awalnya berasal dari Sulawesi. Sejarah dan peran pledang dalam kehidupan
masyarakat Lamalera memiliki beberapa aspek yang perlu dipahami dengan lebih sistematis.

1. Asal Usul Nelayan Lamalera


Nelayan-nelayan Lamalera awalnya berasal dari Lepanbatan, Sulawesi. Mereka mempertahankan
tradisi berburu paus saat mereka pindah ke Tanah Lamalera. Pemindahan ini terkait dengan
bencana yang terjadi di Lepanbatan, yang mendorong mereka mencari tempat baru untuk
melanjutkan tradisi berburu paus.

2. Proses Pembuatan Pledang


Pembuatan pledang adalah bagian penting dari adat istiadat masyarakat Lamalera. Sebelum
pledang dibuat, kelompok pembuat pledang, yang dikenal sebagai "atamolo," berkumpul untuk
merundingkan pembagian hasil penangkapan paus yang akan datang. Saat ini, atamolo terdiri
dari 14 orang yang berasal dari berbagai suku dalam masyarakat Lamalera, yang dipimpin oleh
seorang arsitek pledang dari Lamanudek.

3. Alat Transportasi Lain


Selain pledang, masyarakat Lamalera menggunakan lebih dari satu jenis alat transportasi untuk
beraktivitas di laut. Salah satunya adalah body jhonson, yang digunakan untuk menarik paus
setelah penangkapan berhasil, dan juga digunakan untuk menangkap ikan. Selain itu, ada juga
sampan, yang digunakan khusus untuk menangkap ikan dengan ukuran lebih kecil dibandingkan
dengan pledang dan body jhonson.

4. Uniknya Pledang
Pledang memiliki ciri khas yang membedakannya dari perahu lainnya. Salah satunya adalah
adanya sebuah pijakan bambu di bagian depan pledang yang digunakan sebagai tempat pijakan
untuk "lamafa" atau juru tombak paus dalam tradisi berburu paus.
5. Evolusi Teknologi
Awalnya, pledang dijalankan dengan layar yang memanfaatkan tenaga angin dan tenaga manusia
yang mendayung. Namun, seiring perkembangan zaman, mereka mulai beralih menggunakan
mesin sebagai pengganti layar untuk memberikan tenaga gerak pada pledang.

6. Tradisi dan Izin Berburu Paus


Berburu paus dengan pledang adalah tradisi yang sangat dihormati. Hanya mereka yang telah
mendapatkan izin dari pemilik pledang yang diizinkan pergi berburu.

7. Peran dalam Berburu Paus


Dalam tradisi berburu paus, penumpang pledang terbagi menjadi juru dayung pledang dan
seorang "lamafa" atau juru tombak paus. Dalam satu pledang, dibutuhkan sekitar 8 hingga 12
orang juru dayung, ditambah satu lamafa.

8. Kaitan dengan Adat dan Kepercayaan


Tradisi menombak paus sangat terikat dengan adat. Seorang lamafa yang pergi berburu paus
harus terbebas dari segala masalah di darat. Karena dalam kepercayaan mereka, jika seorang
lamafa masih memiliki masalah yang belum terselesaikan, bisa membawa kesialan yang bahkan
bisa mengakibatkan kematian saat berburu paus.

9. Alat Berburu Paus


Untuk memburu paus, mereka menggunakan alat khusus yang disebut "tempuling," yaitu mata
tombak yang digunakan oleh lamafa. Tempuling ini dimasukkan ke dalam sebuah batang bambu
yang berfungsi sebagai pegangan tombak, dan diikat dengan tali yang disebut "leo," yang
kemudian diikatkan ke pledang.
Sejarah dan tradisi pledang di Lamalera mencerminkan kekayaan budaya dan kehidupan
masyarakat yang sangat terikat dengan laut dan paus. Pledang bukan hanya sekadar alat
transportasi, tetapi juga simbol dari warisan leluhur dan cara hidup yang telah berlangsung
selama berabad-abad di komunitas ini.

Anda mungkin juga menyukai