Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Potensi energi fosil Indonesia terbilang luas dan cukup beragam yaitu batu
bara, gas bumi, dan minyak bumi. Jumlah cadangan minyak bumi adalah 3, 6
miliar barel, jumlah gas alam adalah 100, 3 TCF (Trillion Cubic Feet), dan jumlah
batubara adalah 31,35 miliar ton. Jika tidak ditemukan cadangan baru, minyak
bumi, gas bumi, dan batu bara akan habis masing-masing dalam 13 tahun, 34
tahun, dan 72 tahun. Di masa lalu maupun sekarang, bahan bakar fosil telah
memicu ekspansi ekonomi Indonesia. Namun, potensi energi tambahan seperti
Coal Bed Methane (CBM), Shale Gas, dan sumber energi baru lainnya masih ada
dan perlu dimanfaatkan secara maksimal (Sugiyono, dkk. 2015).
Industri pertambangan merupakan salah satu sektor yang mengelola
ketersediaan energi di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Baik mineral maupun batubara yang
diambil dalam kegiatan pertambangan merupakan sumberdaya yang tidak dapat
diperbaharui dan terbatas persediannya. Mineral dan batubara yang di eksploitasi
secara besar-besaran dan terus menerus lama kelamaan akan habis. Hal ini
bertolak belakang dengan permintaan akan mineral dan batubara yang semakin
meningkat baik didalam maupun di luar negeri.
Cadangan batubara terbesar di Indonesia terdapat di pulau Kalimantan
(57%) dan Sumatera (42%). 91% dari 13 miliar ton deposit batubara di pulau
Sumatera berada di Provinsi Sumatera Selatan. Batubara pada cekungan Sumatera
Selatan memiliki tiga formasi, yakni formasi Lahat, Talangakar, dan Muaraenim
(Sugiyono. dkk, 2015).
PT. Bumi Merapi Energi (BME) merupakan salah satu perusahaan
tambang swasta di Sumatera Selatan yang memproduksi batubara. PT.BME
memiliki luas IUP eksploitasi seluas 1.851 Ha dan terletak di Kecamatan Merapi
Barat Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan. Dengan adanya total cadangan
batubara yang mencapai130 juta ton, PT.BME dibagi menjadi dua blok yang
cukup besar, yaitu blok Serelo dan blok Kungkilan.
Pada lokasi penambangan di Blok Kungkilan, PT. BME bekerjasama
dengan salah satu perusahaan kontraktor yaitu PT. Ansaf Inti Resources. Sistem
penambangan yang dilakukan di Pit BME Blok Kungkilan menggunakan sistem
penambangan terbuka dengan menerapkan kegiatan penambangan menggunakan
metode konvensional, yaitu menggunakan alat gali muat berupa excavator dan
alat angkut berupa dump truck.
Sebelum batubara diekploitasi selama proses penambangan, terlebih
dahulu dilakukan pengupasan lapisan tanah penutup (Overburden) dengan
menggunakan peralatan mekanis. Penggunaan alat mekanis bertujuan agar
perusahaan dapat menyelesaikan tugas mereka dengan lebih mudah dalam waktu
yang relatif singkat, sehingga menghasilkan target yang diinginkan.
PT. Ansaf Inti Resources menetapkan target pengupasan lapisan tanah
penutup (overburden) pada Desember 2021 adalah 200.089 BCM sedangkan yang
terealisasi hanya sebesar 96.528 BCM. Oleh karena itu terdapat kekurangan
produksi overburden sebesar sekitar 103.528 BCM. Ketidaktercapaian target
produksi overburden dikarenakan ketidaksesuaian jumlah alat gali muat dan alat
angkut yang digunakan pada pengupasan overburden karena mengalami waktu
tunggu pada alat angkut sehingga alat gali muat menunggu dengan watu tunggu
rata – rata 5 menit. Selain waktu tunggu, rendahnya nilai Effisiensi Kerja dengan
nilai rata – rata 40% juga menjadi faktor ketidaktercapaian target produksi
pengupasan overburden PT. Ansaf Inti Resources.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan Evaluasi
Produktivitas Alat Gali Muat dan Alat Angkut untuk Pencapaian Target
Pengupasan Overburden 200.089 BCM pada Bulan Desember 2021 di Pit BME
Blok Kungkilan PT. Ansaf Inti Resources, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan.

1. 2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana produktivitas alat gali muat dan angkut pada pengupasan
overburden di Pit BME Blok Kungkilan PT. Ansaf Inti Resources?
2. Apa saja faktor kendala yang mempengaruhi produktivitas alat gali muat
dan angkut overburden di Pit BME Blok Kungkilan PT. Ansaf Inti
Resources?
3. Bagaimana evaluasi kebutuhan alat gali muat dan angkut untuk memenuhi
target produksi overburden di Pit BME Blok Kungkilan PT. Ansaf Inti
Resources?

1. 3. Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah pada penelitian tugas akhir ini yaitu hanya
membahas secara teknis mengenai produktivitas alat gali muat dan alat angkut,
waktu kerja efektif, match factor alat gali muat dan alat angkut, merencanakan
kebutuhan alat untuk mencapai target di Pit BME Blok Kungkilan PT. Ansaf Inti
Resources. Alat yang digunakan yaitu alat gali muat Excavator Hyundai 480 LC –
9S dan alat angkut Dump Truck Hino 500 FM 350 PD. Penelitian ini juga dibatasi
dengan tidak membahas biaya penambangan dan jalan tambang.

1. 4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis produktivitas alat gali muat dan angkut pada pengupasan
overburden Pit BME Blok Kungkilan PT. Ansaf Inti Resources.
2. Menganalisis faktor kendala yang mempengaruhi produktivitas alat gali muat
dan angkut overburden di Pit BME Blok Kungkilan PT. Ansaf Inti
Resources.
3. Mengevaluasi kebutuhan alat gali muat dan angkut untuk memenuhi target
produksi overburden di Pit BME Blok Kungkilan PT. Ansaf Inti Resources.

1. 5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai bahan evaluasi dan informasi
untuk satuan kerja penambangan mengenai kebutuhan alat gali muat dan
angkut agar tercapainya target produksi overburden di Pit BME Blok
Kungkilan PT. Ansaf Inti Resources.
2. Sebagai referensi untuk peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian
mengenai kebutuhan alat gali muat dan angkut untuk memenuhi target
produksi overburden.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produktivitas Alat gali Muat dan Alat Angkut


Produktivitas merupakan suatu nilai yang menunjukkan besarnya
kemampuan produksi material dengan dihitung dalam satuan produksi/jam.
Kemampuan produksi alat dapat digunakan untuk menilai kemampuan kerja dari
suatu alat.
2.1.1 Produktivitas Alat Gali Muat
Menurut Tenriajeng (2003), taksiran produktivitas alat gali muat dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan (2.1).
Kb ×Eff ×Fb×Sf × 3600
P=
Ct …(2.1)

Keterangan:
P = Produktivitas alat muat, bcm/jam atau BCM/jam untuk overburden
Kb = Kapasitas bucket specs alat
Fb = Faktor bucket
Sf = Swell factor
Eff = Effisiensi kerja alat
Ct = Waktu edar alat muat/excavator, detik

Untuk menghitung produksi dari alat gali muat dapat menggunakan


persamaan (2.2).
Produksi = P x Wke …(2.2)
Keterangan:

P = Produktivitas alat muat, bcm/jam


Wke = Waktu kerja efektif, jam

2.1.2 Produktivitas Alat Angkut


Menurut Tenriajeng (2003), taksiran produktivitas alat angkut dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan (2.3).
n×Kb×Eff ×Fb×Sf ×60
P=
Ct …(2.3)
Keterangan:
P = Produktivitas alat angkut, bcm/jam atau BCM/jam
n = Frekuensi pengisian truck
Kb = Kapasitas bucket specs alat
Fb = Factor bucket
Sf = Swell factor
Eff = Effisiensi kerja alat
Ct = Waktu edar alat angkut/dump truck, menit
Untuk menghitung produksi dari alat gali angkut dapat menggunakan
persamaan (2.4).
Produksi = P x Wke …(2.4)
Keterangan:
P = Produktivitas alat angkut, bcm/jam
Wke = Waktu kerja efektif, jam

2.2 Ketersediaan Alat Mekanis


Ketersediaan alat dapat diperkirakan berdasarkan waktu yang tersedia,
waktu hambatan, dan waktu kerja yang efektif. Dengan berfokus pada jumlah
waktu yang hilang saat bekerja, maka ketersediaan alat merupakan faktor yang
menunjukkan kondisi alat mekanik dalam melaksanakan tugas. Ada tiga
kategori kondisi peralatan mekanis (Indonesianto, 2005):
1. Kondisi peralatan 90 % - 100 %
Kondisi ini berlaku pada peralatan baru dan siap pakai, kemampuan alat
minimal 70 % dan belum pernah mengalami perbaikan apapun serta dalam
keadaan lengkap.
2. Kondisi peralatan 70 % - 89 %
Kondisi ini berlaku untuk peralatan lama yang dalam keadaan yang siap
beroperasi dengan kemampuan minimal 70 % namun peralatan ini sudah
dipakai lebih dari satu tahun atau seribu jam kerja.
3. Kondisi peralatan 50 % - 69 %
Kondisi ini berlaku pada peralatan dalam keadaan rusak ringan operasi.
Kemampuan alat minimal 60 % dan sudah dioperasikan lebih dari dua tahun
atau tiga ribu jam kerja.
Adapun cara mengetahui besarnya faktor ketersediaan alat dapat
digunakan persamaan berikut ini (Indonesianto, 2005):
1. Mechanical Availability (MA)
Mechanical Availaibity (MA) merupakan faktor availability yang
menunjukkan kesiapan suatu alat dari waktu yang hilang dikarenakan adanya
kerusakan atau gangguan alat (mechanical reasons). Penghitungan dari
mechanical availability dapat dilihat pada Persamaan (2.5).

..(2.5)
Keterangan :
W = Waktu yang dibebankan kepada operator suatu alat yang dalam kondisi
dapat dioperasikan, artinya tidak rusak.
R = Waktu untuk melakukan perbaikan dan waktu yang hilang karena
menunggu saat perbaikan.
2. Physical Availability (PA)
Physical Availability (PA) merupakan faktor availability yang
menunjukkan berapa waktu suatu alat dipakai selama jam total kerjanya. Jam
total kerja meliputi working hours + repair hour + standby hours. Dapat juga
diartikan sebagai catatan mengenai keadaan fisik dari alat yang digunakan.
Penghitungan dari physical availability dapat dilihat pada Persamaan (2.6).

..(2.6)
Keterangan :
S = Standby hour, adalah waktu dimana alat siap (standby)
W+R+S = Jumlah jam kerja alat yang telah dijadwalkan.
3. Use of Availability (UA)
Use of Availability (UA) menyatakan berapa persen waktu yang
dipergunakan oleh suatu alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat
dipergunakan. Nilai parameter ini biasanya dapat memperlihatkan seberapa
efektif suatu alat yang sedang tidak rusak dapat dimanfaatkan. Penghitungan
dari use of availability dapat dilihat pada Persamaan (2.7).

..(2.7)
4. Effective Utilization (EU)
Effective Utilization (EU) menunjukkan seberapa besar dari seluruh waktu
kerja yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk bekerja secara produktif
(efisiensi kerja). Effective utilization dapat dihitung dengan Persamaan (2.8).

..(2.8)

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Alat Gali Muat


dan Alat Angkut
2.3.1 Waktu Edar
Waktu edar adalah jumlah waktu yang diperlukan oleh alat mekanis baik
alat muat maupun alat angkut untuk melakukan satu siklus kegiatan produksi dari
awal sampai akhir dan siap untuk memulai lagi (Prodjosumarto, 1995).
1. Waktu edar alat gali muat
Waktu edar alat gali muat (excavator) adalah akumulasi dari waktu
penggalian, waktu swing berisi, waktu dumping, dan waktu swing kosong
(Persamaan 2.9) (Specifications & Application Handbook Edition
30th, 2009).
CT Loading = Texcavate+ Tswing loaded+ Tdumping+ Tswing empty …(2.9)
Keterangan :
CT Loading = waktu edar alat gali muat (detik)
Texcavate = waktu menggali material (detik)
Tswing loaded = waktu putar dengan bucket terisi/swing loaded (detik)
Tdumping = waktu menumpahkan muatan (detik)
Tswing empty = waktu putar dengan bucket kosong/swing empty (detik)
2. Waktu edar alat angkut
Waktu edar alat angkut (dump truck) adalah akumulasi dari waktu dump
truck mengambil posisi untuk dimuati, waktu loading, waktu pengangkutan,
waktu mengambil posisi untuk dumping (pengosongan muatan), waktu
dumping, dan waktu kembali saat bak dalam keadaan kosong (Persamaan 2.10)
(Specifications & Application Handbook Edition 30th, 2009).
CT dump truck = Ta1 + Ta2 + Ta3 + Ta4+ Ta5+ Ta6 …(2.10)
Keterangan :
CT dump truck = Waktu edar alat angkut (detik)
Ta1 = Waktu mengambil posisi untuk dimuati (detik)
Ta2 = Waktu diisi muatan (loading) (detik)
Ta3 = Waktu mengangkut muatan (detik)
Ta4 = Waktu mengambil posisi untuk penumpahan (detik)
Ta5 = Waktu pengosongan muatan (detik)
Ta6 = Waktu kembali kosong (detik)

2.3.2 Faktor Keserasian Kerja (Match Factor)


Match Factor merupakan faktor yang menunjukan tingkat keserasian kerja
alat gali muat dan alat angkut dalam kombinasi kerja dimana dapat diketahui
kebutuhan peralatan mekanis untuk satu fleet (Zailani, M.A, 2014).
Menurut Kadir (2008), match factor dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (2.11).
Na x n x Ctm
MF= …(2.11)
Nm x Cta
Keterangan:
MF = match factor
Na = jumlah alat angkut
Nm = jumlah alat muat
Cta = Waktu edar alat angkut (menit)
Ctm = Waktu edar alat muat (menit)
n = frekuensi pengisian truk

Bila dari hasil perhitungan ternyata :


1. Faktor keserasian < 1 maka alat muat akan sering menganggur atau
berhenti.
2. Faktor keserasian = 1 maka alat muat tersebut sudah serasi (artinya
kedua-duanya akan sama sibuknya atau tak perlu ada yang menunggu.
3. Faktor keserasian > 1 maka alat angkut akan sering menganggur.
Komposisi Jumlah truk ideal yang dibutuhkan agar tercapai match factor
mendekati satu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.12) (Choudary,
R.P., 2015).
cycletime alat angkut
N= …
jumlah pemuatan x cycle time alat gali muat
(2.12)

2.3.3 Efisiensi Kerja


Efisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu produktif dengan waktu
kerja yang tersedia (Prodjosumarto, P., 1996). Efisiensi kerja merupakan salah
satu faktor yang sangat diperhitungkan untuk menentukan taksiran produksi alat
dengan dengan memperhatikan keadaan medan dan keadaan alat (Indonesianto,
2005). Dalam kenyataannya memang sulit untuk menetukan besarnya efisiensi
kerja, tetapi dengan dasar pengalaman-pengalaman dapat ditentukan efisiensi
kerja yang mendekati kenyataan (Rochmanhadi, 1992). Adapun kategori efisiensi
kerja dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2. 1 Efisiensi Kerja (Tenriadjeng,2003)

Kategori Efisiensi %
Buruk < 58
Kurang bagus 58 - 67
Normal 68 -75
Baik 76 - 83
Sangat baik > 83

Efisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu kerja efektif dengan


waktu kerja yang tersedia (Kadir, 2008). Dapat dilihat pada (Persamaan 2.9).
W ke
×100 %
Efisiensi Kerja = W kt …(2.9)
Keterangan:
Wke = Waktu kerja efektif, menit
Wkt = Waktu kerja yang tersedia
Adapun waktu kerja efektif adalah waktu yang benar-benar digunakan untuk
operator bersama alat yang digunakan untuk melakukan kegiatan produksi
(Pramana dkk, 2015). Partanto (1996) menyebutkan bahwa dengan menghitung
keterlambatan-keterlambatan yang terjadi, maka waktu kerja efektif dapat
dihitung (Persamaan 2.10).
W ke =W k −( W hd + W hdt )
t
..(2.10)

Keterangan:
Whd = Waktu hambatan yang dapat dihindari
Whtd = Waktu hambatan yang tidak dapat dihindar

2.3.4 Hambatan Kerja


Saat melakukan pengamatan di lapangan banyak terjadi hambatan.
Hambatan yang terjadi berhubungan dengan masalah teknis di lapangan atau non
teknis, hal tersebut akan berpengaruh terhadap efisiensi kerja (Hambali, dkk.
2017).
Hambatan yang terjadi dilapangan yaitu hambatan yang dapat dihindari dan
hambatan yang tidak dapat dihindari. Hambatan yang dapat dihindari berupa
hambatan yang terjadi karena adanya penyimpangan terhadap waktu kerja yang
telah dijadwalkan. Sementara hambatan yang tidak dapat dihindari adalah
hambatan yang terjadi pada waktu kerja, sehingga dapat menyebabkan hilangnya
waktu kerja.
2.3.5 Swell Factor
Menurut Tenriajeng (2003), Swell Factor (pengembangan material)
merupakan perubahan yang terjadi karena adanya penambahan atau pengurangan
volume material dari bentuk aslinya. Bentuk material dibagi menjadi tiga keadaan,
yaitu:
1. Keadaan Asli (Bank Condition)
Keadaan material ini berarti belum mengalami gangguan teknologi,
butiran yang dikandungnya masih terkonsolidasi dengan baik. Ukuran volume
material dinyatakan dalam bank measure, yaitu Bank Cubic Meter (BCM).
2. Keadaan Gembur (Loose Condition)
Keadaan material setelah dilakukan pengerjaan. KeadMaterial yang digali
dari lokasi asalnya mengalami perubahan volume (mengembang), karena
adanya ruang udara di antara butiran material. Ukuran volume dinyatakan
dalam loose measure, yaitu Loose Cubic Meter (LCM) yang besarnya sama
dengan BCM dibagi dengan swell factor.
3. Keadaan Padat (Compact Condition)
Keadaan material setelah ditimbun kembali dengan disertai usaha
pemadatan. Volume material yang mengalami pemadatan kembali setelah
penggalian akan berkurang dari keadaan loose namun berat yang tetap sama.
Ukuran material demikian dinyatakan dalam compact measure, yaitu
Compacted Cubic Meter (CCM).

2.3.6 Keadaan Cuaca


Keadaan cuaca juga akan berdampak pada produksi alat mekanis yang
digunakan. Di Indonesia, keadaan cuaca yang dapat menghambat pekerjaan
adalah saat musim hujan, sehingga hari kerja menjadi lebih pendek (Indonesianto,
2005). Hujan yang sangat lebat dapat menyebabkan kerusakan pada jalan produksi
yang akan menimbulkan slippery sehingga menyebabkan alat-alat tidak dapat
bekerja dengan maksimal serta memerlukan pengeringan (drainase) dan
perawatan yang baik. Sementara pada saat musim kemarau, banyaknya debu yang
timbul akan menganggu kegiatan produksi. Efektivitas mesin yang digunakan
juga akan berkurang karena adanya panas atau dingin yang ekstrem.

2.3.7 Pola Pengalian dan Pemuatan


Menurut Indonesianto (2005), pola penggalian dan pemuatan dapat
mempengaruhi produksi peralatan mekanis, karena pola pemuatan akan
mempengaruhi besar sudut swing alat gali muat dari front penggalian terhadap
posisi alat angkut dan ada tidaknya waktu tunggu alat muat terhadap waktu
spotting alat angkut. Pemilihan pola penggalian dan pemuatan dipilih berdasarkan
pada kondisi lapangan danperalatan mekanis yang digunakan.
Dilihat dari posisi alat gali muat, pola pemuatan dibedakan menjadi dua
yaitu.
1. Top Loading
Top loading merupakan pola pemuatan dimana kedudukan alat gali muat
berada lebih tinggi dari alat angkut (Indonesianto, 2005). Alat gali berada di
atas level atau pas di atas tumpukan material. Operator akan lebih banyak
kebebasan untuk memposisikan material dan melihat bak alat angkut, metode
ini biasanya digunakan pada alat pemuatan backhoe.
2. Bottom loading
Bottom loading merupakan pola pemuatan dimana kedudukan alat gali
muat berada pada satu level yang sama dengan alat angkut terletak. Pola ini
digunakan pada alat muat power shovel sehingga produktifitas dari alat gali-
muat dapat dioptimalkan secara maksimal.
Adapun pola pemuatan berdasarkan penempatan posisi alat angkut yang
terbagi menjadi:
1. Single back up
Single back up adalah pola pemuatan dimana alat angkut memposisikan
untuk dimuati untuk dimuat di satu lokasi alat angkut lainnya menunggu yang
pertama terisi penuh. Setelah keberangkatan alat angkut pertama setelah selesai
membawa muatannya, alat angkut kedua menempatkan dirinya di lokasi yang
sama untuk mulai memuat, dan begitupun seterusnya (Indonesianto, 2005).
2. Double back up
Double back up adalah pola pemuatan dimana alat angkut memposisikan
untuk dimuati pada dua tempat, alat gali muat mengisi alat angkut pertama
hingga penuh, selanjutnya mengisi alat angkut kedua yang telah berada sisi lain
alat gali-muat.Sementara itu alat angkut ketiga akan memposisikan diri pada
posisi yang sama dengan alat angkut pertama dan begitupun seterusnya
(Indonesianto, 2005). Pada kondisi di lapangan pola pemuatan ini jarang
dilakukan karena memerlukan kondisi front yang memadai untuk alat angkut
saat melakukan maneuver.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Produktivitas Alat Gali Muat dan Angkut Overburden


Kegiatan pengupasan overburden di Pit BME Blok Kungkilan terdiri dari 3
Fleet dengan menggunakan alat utama tambang yaitu alat gali muat Excavator
Hyundai 480 LC – 9S sebanyak 1 unit dan alat angkut Dump Truck Hino 500 FM
350 PD sebanyak 5 unit pada masing-masing Fleet.
Alat gali muat dan alat angkut bekerja dengan 2 shift/hari pada bulan
Februari hingga Desember 2021. Data target dan realisasi pengupasan overburden
(Lampiran A) menunjukkan bahwa rata-rata target pengupasan overburden tidak
tercapai pada bulan Februari hingga Desember 2021.
4. 1. 1 Produktivitas Alat Gali Muat dan Alat Angkut
Pada bulan Desember kegiatan penggalian overburden di Pit BME Blok
Kungkilan terdapat 3 fleet, dengan menggunakan alat utama tambang yaitu alat
gali-muat sebanyak 3 unit Excavator Hyundai 480 LC-9S dengan kapasitas bucket
3,2 m3 dan alat angkut Dump Truck Hino 500 FM 350 PD sebanyak 15 unit
dengan jarak angkut dari front loading menuju disposal yaitu 1 km. Perhitungan
produktivitas alat gali muat dan alat angkut dihitung berdasarkan kondisi nyata di
lapangan. Berdasarkan kondisi nyata atau aktual di lapangan, setelah dihitung
produktivitas alat gali-muat Excavator Hyundai 480 LC-9S dengan kapasitas
bucket 3,2 m3 dan alat angkut Dump Truck Hino 500 FM 350 PD yaitu sebesar
141,31 BCM/jam 93,07 BCM/jam (Lampiran B) (Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Produktivitas alat gali muat dan alat angkut


Uni Produktivitas Produktivitas pada 3 fleet
Jenis Alat
t (BCM/jam) (BCM/jam)

Excavator Hyundai
1 141,31 423,93
480 LC - 9S
Dump Truck Hino
5 93,07 279,21
500

4. 1. 2 Ketercapaian Produksi Alat Gali Muat dan Alat Angkut


Produksi alat gali muat dan alat angkut didapat dengan mengkalikan
produktivitas alat dengan waktu kerja efektif selama satu bulan. Setelah dilakukan
perhitungan produksi alat gali muat dan alat angkut dengan waktu kerja efektif
293,9 Jam didapat hasil produksi untuk excavator Hyundai 480 LC-9S sebesar
41.530,34 BCM dan untuk dump truck Hino 500 FM 350 PD sebesar 27.353,75
BCM (Lampiran B) (Tabel 4.2).

Tabel 4.2 Kemampuan produksi alat gali muat dan alat angkut
Produksi Total Produksi pada 3 fleet
Jenis Alat Unit
(BCM) (BCM)

Excavator Hyundai 480


1 41.530,34 124.591,02
LC – 9S

Dump Truck Hino 500 5 27.353,75 82.061,25

4.2. Ketersediaan Alat Gali Muat dan Alat Angkut


Nilai ketersediaan alat gali-muat dan angkut dapat diperoleh dengan
menghitung waktu kerja yang tersedia, waktu hambatan, dan waktu kerja efektif .
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketersediaan alat, yaitu Physical
Availability (PA), Mechanical Availability (MA), Use of Availability (UA), dan
Effective Utilization (EU). Untuk melihat waktu ketersediaan alat gali-muat dan
alat angkut yang digunakan untuk pengupasan overburden di Pit BME Blok
Kungkilan dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Ketersediaan alat gali muat dan alat angkut


Jenis Alat PA (%) MA (%) UA (%) EU (%)

Excavator Hyundai 480 LC - 9S 98 95 41 40


Dump Truck Hino 500 61 26 22 13

Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa ketersediaan alat gali-muat


sudah baik, sedangkan ketersediaan alat angkut masih kurang baik. Hal ini
menunjukan bahwa kesiapan dan pemakaian alat angkut dalam operasi
pengangkutan masih kurang baik karena adanya waktu standby dan waktu repair
alat angkut yang cukup lama, sehingga target produksi tidak dapat tercapai
dikarenakan operasi penambangan tidak berjalan efisien sesuai dengan rencana.

4.3. Faktor Penyebab Ketidaktercapaian dan Upaya Pengoptimalan


Produksi
Berdasarkan hasil perhitungan produktivitas alat, adapun parameter-
parameter yang dapat mempengaruhi produksi alat gali-muat dan alat angkut yang
akan menjadi faktor tercapai atau tidaknya suatu target produksi. Berikut
merupakan parameter yang mempengaruhi produksi alat gali muat dan alat angkut
pada penambangan overburden di Pit BME Blok Kungkilan.

4.3.1 Faktor Penyebab Ketidaktercapaian

1. Waktu Edar (Cycle Time)


Waktu edar dapat mempengaruhi besarnya produktivitas masing-
masing alat. Waktu edar alat gali muat dimulai dari waktu saat menggali
sampai pada posisi mulai menggali kembali, sedangkan waktu edar alat
angkut dimulai dari waktu mengatur posisi untuk dimuati oleh alat gali
muat sampai pada saat jalan kosong kembali ke tempat pemuatan.
a. Waktu Edar Alat Gali Muat
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Pit BME Blok
Kungkilan PT. Ansaf Inti Resources didapat waktu edar rata-rata
excavator Hyundai 480 LC - 9S adalah 20.54 detik (Lampiran C). Data
aktual waktu edar dari masing-masing gerakan untuk excavator
Hyundai 480 LC - 9S sebagai berikut:
1) Waktu Digging rata-rata adalah 7.88 detik
2) Waktu swing isi rata-rata adalah 4.38 detik
3) Waktu Loading rata-rata adalah 4.25 detik
4) Waktu swing kosong rata-rata adalah 4.04 detik
b. Waktu Edar Alat Angkut
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Pit BME Blok
Kungkilan PT. Ansaf Inti Resources didapat waktu edar rata-rata
dump truck Hino 500 FM 350 PD dari front loading menuju disposal
dengan jarak 1 km adalah 623.83 detik dengan kecepatan berkisar 20
km/jam (Lampiran C). Data aktual waktu edar dari masing-masing
gerakan untuk dump truck Hino 500 FM 350 PD sebagai berikut:
1) Waktu manuver rata-rata adalah 50 detik
2) Waktu isi rata-rata adalah 74.40 detik
3) Waktu travel isi rata-rata adalah 228.26 detik
4) Waktu manuver dumping rata-rata adalah 46 detik
5) Waktu dumping rata-rata adalah 75 detik
6) Waktu pulang rata-rata adalah 219.41 detik

2. Efisiensi Kerja
Di Pit BME Blok Kungkilan PT. Ansaf Inti Resources yang
menjadi faktor terbesar dalam kinerja alat gali-muat dan angkut adalah
effisiensi kerja. Efisiensi kerja yang buruk dapat menyebabkan tidak
tercapainya target produksi. Efisiensi kerja merupakan penilaian terhadap
suatu pekerjaan atau perbandingan antara waktu yang dipakai untuk
bekerja dengan waktu yang tersedia. Pit BME Blok Kungkilan PT. Ansaf
Inti Resources memiliki 2 shift dalam satu hari kerja yaitu shift pagi dan
shift malam, setiap shift terdiri dari 12 jam dan 1 jam untuk waktu istirahat
setiap shift (Lampiran I).
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Pit BME Blok
Kungkilan PT. Ansaf Inti Resources didapat waktu efisiensi kerja sebesar
40% dengan waktu kerja efektif sebesar 293.9 jam dan waktu hambatan
sebesar 438.1 jam (Lampiran I). Waktu kerja efektif didapat dari hasil
waktu kerja tersedia dikurangi dengan waktu hambatan yang ada.
3. Hambatan Kerja
Hambatan yang terdapat di Pit BME Blok Kungkilan dibagi
menjadi hambatan yang dapat dihindari dan hambatan yang tidak dapat
dihindari. Hambatan yang tidak dapat dihindari terdiri dari istirahat dan
makan, pray, shift change, safety talk, Friday pray, P2H, P5M, refuelling,
hujan dan slippery. Adapun hambatan yang dapat dihindari terdiri dari
start operation, stop operation before rest, start operation after rest, stop
operation yang disebabkan oleh masalah non-teknis berupa permasalahan
antara perusahaan dengan warga setempat dan terjadinya no operator.
Hambatan-hambatan tersebut menjadi penyebab waktu hilang (loss time)
yang dapat menyebabkan ketidaktercapaian target produksi yang telah di
rencanakan. Diperlukan upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan kerja
yang terjadi agar waktu yang hilang bisa diminimalisir dan waktu kerja
akan efektif, serta effisiensi kerja dapat diperbesar sehingga produksi
pengupasan overburden dapat meningkat dan tercapainya target produksi.

4. Pola Penggalian dan Pemuatan Overburden


Pola Penggalian yang digunakan untuk kegiatan pengupasan
overburden di Pit BME Blok Kungkilan dengan cara top loading yaitu
posisi alat gali muat lebih tinggi atau diatas jenjang dari posisi alat angkut
(Gambar 4.1). Pola ini digunakan karena kegiatan pengupasan overburden
menggunakan alat gali-muat excavator backhoe. Pola ini akan lebih
menguntungkan karena operator akan lebih leluasa untuk melihat bak
dump truck dan menempatkan material.
Adapun untuk pola pemuatan berdasarkan jumlah penempatan alat
angkut adalah menggunakan pola single back up yaitu alat angkut
menempatkan alat untuk dimuati pada satu tempat, sedangkan alat angkut
berikutnya menunggu alat angkut pertama untuk dimuati sampai berangkat
pergi. Setelah alat angkut pertama berangkat, maka alat angkut kedua akan
menempatkan diri untuk selanjutnya dimuati oleh alat gali muat hingga
penuh dan begitu seterusnya.
4.3.1 Upaya Perbaikan
Berdasarkan uraian diatas yang menjadi faktor terbesar yang mempengaruhi
ketidaktercapaian target produksi overburden yaitu efisiensi kerja. Berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan efisiensi kerja di Pit BME Blok Kungkilan pada
bulan Desember tergolong rendah yaitu hanya sebesar 40%. Rendahnya efsiensi
kerja disebabkan karena banyaknya hambatan-hambatan yang terjadi, hambatan
tersebut terdiri dari hambatan yang dapat dihindari dan hambatan yang tidak dapat
dihindari. Hal yang dapat di perbaiki dalam meningkatkan efisiensi kerja pada
hambatan yang dapat dihindari yaitu dengan menghilangkan hambatan atau
meminimalisir hambatan maka kehilangan waktu akan berkurang, waktu kerja
efektif akan naik dan efisiensi kerja juga akan meningkat. Berikut upaya-upaya
yang dapat dilakukan untuk menghilangkan atau meminimalisir kehilangan waktu
terhadap hambatan yang dapat dihindari yaitu :
1. Start Operation, Stop Operation Before Rest, Start Operation After Rest, Stop
Operation
Hambatan yang terjadi disebabkan karena kurang disiplinnya operator
dalam memulai dan mengakhiri pekerjaan, hal tersebut dapat diatasi dengan
melakukan pengawasan yang ketat terhadap operator dan memberikan sanksi
bagi operator yang tidak disiplin waktu. Pengawas harus bersikap tegas dalam
mendisiplinkan operator yang melanggar aturan yang telah dibuat. Selain itu
juga, pemberian bonus dapat dilakukan kepada operator yang disiplin waktu,
dengan adanya pemberian bonus diharapkan tidak ada lagi waktu yang hilang
akibat ketidakdisiplinan operator dalam memulai dan mengakhir pekerjaan.
Akan tetapi, dengan segala kemungkinan-kemungkinan terburuk yang mungkin
saja terjadi di lapangan dan tidak dapat dihindari seperti misalnya tidak ada
mobil operasional untuk mengantar operator ke front sehingga menyebabkan
keterlambatan pergantian shift maka dapat ditoleransi waktu keterlambatan
masing-masing maksimal 5 menit setiap harinya. Namun apabila dengan
adanya toleransi 5 menit perhari juga masih ada operator yang tidak disipilin
maka perlu diberlakukan punishment bagi operator yang melanggar SOP
sampai 3 kali, jika masih melanggar akan diberhentikan. Selain itu juga harus
dapat menghindarkan permasalahan non-teknis sehingga tidak terjadinya stop
operation.
2. No Operator
Hambatan akibat ketidaktersediaan operator yang akan mengoperasikan
alat, sehingga kegiatan produksi tidak dapat dilakukan. Hal ini dapat diatasi
yaitu dengan melakukan pengontrolan atau pengecekan operator minimal
sehari sebelum operasi atau dengan menambah satu operator cadangan. Selain
itu harus adanya operator yang dapat menguasai beberapa alat. Dengan adanya
upaya ini maka diharapkan dapat meminimalisir kehilangan waktu yang ada.
Sebelum adanya upaya waktu loss time akibat tidak adanya operator yaitu
33.92 jam, sedangkan setelah dilakukan upaya diatas maka kehilangan waktu
menjadi nol atau tidak ada.
Setelah dilakukan upaya-upaya tersebut untuk mengatasi hambatan-
hambatan yang dapat diperbaiki, maka didapat hasil perbaikan waktu kerja
efektif baru. Setelah dilakukan perbaikan waktu kerja efektif dengan
menghilangkan hambatan–hambatan yang dapat dihindari dan meminimalisir
waktu hambatan yang dapat diperbaiki maka didapat nilai perbaikan waktu
kerja efektif baru sebesar 386,18 jam dengan effisiensi kerja sebesar 52%
Dengan adanya perbaikan effisiensi kerja dan waktu kerja efektif maka
diharapkan produktivitas alat gali muat Excavator Hyundai 480 LC-9S dan alat
angkut Dump Truck Hino 500 FM 350 PD dapat meningkat sehingga dapat
tercapai target produksi.

4.3.2 Evaluasi Kebutuhan Alat


1. Kemampuan Produksi Setelah Perbaikan
Setelah dilakukan perbaikan effisiensi kerja dari 40% menjadi
52% dan waktu kerja efektif dari 293,9 jam menjadi 386,18 jam. Maka
dapat dilakukan perhitungan untuk memperbaiki produktivitas alat gali
muat dan alat angkut. Berdasarkan hasil perhitungan, produktivitas baru
Excavator Hyundai 480 LC-9S dan dump truck Hino 500 FM 350 PD
yaitu sebesar 183,70 BCM/jam dan 24,20 BCM/jam (Lampiran D).
Meningkatnya produktivitas alat setelah perbaikan efisiensi kerja dan
waktu kerja efektif tersebut maka produksi alat gali muat excavator
Hyundai 480 LC-9S dan alat angkut dump truck Hino 500 FM 350 PD
juga meningkat yaitu masing-masing menjadi 72,638.81 BCM dan
47,843.20 BCM (Lampiran E) (Tabel 4.8).
Tabel 4.8. Produksi setelah perbaikan

Produktivitas
Jenis Alat
(BCM/jam)

Excavator Hyundai 480 LC – 9s 183.70

Dump Truck Hino 500 24.20

2. Kebutuhan Alat Berdasarkan Rencana Produksi


Pada bulan Desember Tahun 2021 di Pit BME Blok Kungkilan
PT. Ansaf Inti Resources memasang total target produksi overburden
sebesar 200.089 BCM (Tabel 4.9).

Tabel 4.9 Rencana produksi overburden


Target Produksi
Bulan
(BCM)

Desember 200.089

Jumlah alat gali muat dan alat angkut pada pengupasan overburden
yang digunakan di Pit BME Blok Kungkilan belum optimal sehingga perlu
dilakukan perbaikan jumlah alat gali muat dan angkut. Jumlah alat yang
seharusnya digunakan pada pengupasan overburden untuk memenuhi
target produksi pengupasan overburden sebagai berikut (Tabel 4.10).

Tabel 4.10 Kebutuhan alat berdasarkan rencana produksi


Bulan Jenis Alat Unit Produksi Produksi Target
(BCM/bulan) Setelah Produksi
Perbaikan (BCM/bulan)
Jumlah Alat
(BCM/bulan)

Excavator
HHyundai 480 LC 3 71,268.27 213,804.80
Desembe
- 9S 200.089
r
Dump Truck
22 9,345.03 205,590.56
Hino 500

3. Nilai Keserasian Kerja (Match Factor)


Berdasarkan hasil perhitungan match factor dari alat gali muat
excavator Hyundai 480 LC - 9S dan alat angkut dump truck Hino 500
FM 350 PD dengan jarak angkut dari pit menuju stockpile sejauh 1
kilometer dengan banyak pengisian 4 kali pada bulan Desember didapat
hasil perhitungan bahwa alat gali muat dan alat angkut belum serasi
dengan match factor sebesar 0,66 artinya alat gali muat bekerja kurang
dari 100% sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat gali muat (Lampiran
F).
Setelah dilakukan perbaikan terhadap jumlah alat gali muat dan
alat angkut untuk memenuhi target produksi overburden pada bulan
Desember didapat hasil match factor pada bulan Januari sebesar 0,92
(Lampiran F) (Tabel 4.11)

Tabel 4.12. Match Factor


Excavator Hyundai Dump Truck Hino Match
480 LC – 9S (unit) 500 (unit) Factor

Sebelum Perbaikan 1 5 0,66

Setelah Perbaikan 1 7 0,92

Setelah Perbaikan 1 8 1,05

Match Factor 3 Fleet 3 22 0,97


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian di Pit BME Blok Kungkilan,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Produktivitas Excavator Hyundai 480 LC – 9S dan Dump Truck Hino 500
FM 350 PD sebesar 141.31 BCM/jam dan 93.07 BCM/jam.
2. Faktor – faktor kendala yang mempengaruhi pengupasan overburden yaitu :
a. Waktu Excavator Hyundai 480 LC – 9S dan Dump Truck Hino 500
FM 350 PD adalah 20.54 detik dan 623.83 detik.
b. Efisiensi kerja merupakan faktor utama yang mempengaruhi
pengupasan overburden. Efisiensi kerja aktual yang didapat sangat
kecil yaitu hanya sebesar 40 % dikarenakan waktu hambatan yang
terjadi saat operasi pengupasan overburden.
c. Pola Penggalian yang digunakan yaitu top loading sedangkan pola
pemuatan yang digunakan yaitu single back up.
d. Upaya perbaikan yang dilakukan yaitu dengan memperbaiki efisiensi
kerja dengan menghindari atau meminimalisir waktu hambatan yang
dapat dihindari, sehingga efisiensi kerja meningkat menjadi 52 %
dan target pengupasan overburden dapat tercapai.
3. Untuk memenuhi target produksi overburden pada bulan Desember
dibutuhkan 3 unit excavator dan 22 unit dump truck dengan match factor
sebesar 0.97.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah di dapat, adapun saran yang dapat
peneliti berikan pada penelitiaan ini yaitu:
1. Peningkatkan efisiensi kerja dapat dilakukan dengan cara meminimalisir
waktu hambatan. Hambatan yang diakibatkan keterlambatan waktu dapat
diatasi dengan mendisiplinkan operator dalam memulai maupun saat
mengakhiri pekerjaan. Selain itu juga, pemberian bonus dapat dilakukan
kepada operator yang disiplin waktu dan memberikan sanksi apabila
operator terlambat atau melanggar rencana kerja yang telah ditetapkan.
Adapun hambatan yang diakibatkan ketidaktersediaan operator dapat diatasi
dengan melakukan pengecekan kehadiran operator sehari sebelum kegiatan
agar dapat digantikan dengan operator yang lain.
2. Pentingnya melakukan pengoptimalan produksi pengupasan overburden
dengan sebaik- baiknya pada saat cuaca baik sehingga ketika terjadi hujan,
produksi tetap bisa ter-cover atau terpenuhi.
3. Memperlebar front kerja agar dapat melakukan pola double backup untuk
mempersingkat waktu manuver dump truck saat akan dimuat.

Anda mungkin juga menyukai