Anda di halaman 1dari 3

Tugas asinkronus HTN

Nama : Fransiska Rafaela Fiona


NPM : 110110220045

Dalam sekumpulan video yang saya cermati ini terdapat banyak actor infrastruktur politik
diantaranya adalah

Moderator :
Budiman Tanurejo : Pemilik Acara satu meja the forum

⁃ Usman Hammed : direktur eksekutif amnesti internasional indonesia


⁃ Fahri Hamzah : mantan wakil ketua DPR ( ketua umum partai gelora)
⁃ Prof.DR. Emil Salim : Menteri Ordo Era Baru
⁃ KH. marjsudin : Ketua Nadhatul Ulama
⁃ Zulfan Lindan : Politisi Partai Nasdem
⁃ ahmad basarah : Wakil Ketua MPR PDIP

Kebijakan pemilihan presiden oleh MPR, atau pemilihan langsung presiden.

Menurut pandangan ketua Nadhatul ulama, KH. Marsudin kebijakan yang diusulkan ini
melahirkan banyak ketegangan di banyak pihak yang terpilih menjadi MPR enak sekali,
Korban yang ditimbulkan juga tidak sedikit, lalu ongkos socialnya sangat mahal, menguatnya
politik identitas atas nama agama. Menteri agama kesulitan untuk menangani masalah ini.
Tujuannya karena terdapat kejadian yang belum selesai-selesai sampai menerbitkan SKB 17
menteri. Maka dimunculkan oleh ketua umum NU untuk mengusulkan evaluasi.

Menurut bung Usman terdapat banyak kasus yaitu pemilihan langsung presiden atau melaui
MPR, sebenarnya ini merupakan varian-varian saja. Tidak terlalu menjadi masalah. Terdapat
motif, yaitu usaha untuk mengoalkan jago-jago politik dari partai besar di Indonesia. Dari sisi
lain dari masyarakatnya yang sudah banyak berpartisipasi dalam pemilihan umum. Perlu
dicari sebabnya apa, harus diketahui dengan matang.

Menambahkan dari pandangan KH. Marsoedin, Ahmad Basarah mengomentari tentang


kunjungan pimpinan MPR ke PBNU, kunjungan ini sudah digariskan oleh pimpinan MPR
sekarang ini untuk silahturahmi kebangsaan. PBNU tidak memberikan aksentuasi pemilu oleh
MPR. Jalan MPR untuk merencanakan melalui amandemen terbatas, memang dibutuhkan
oleh Indonesia saat ini. Diposisi tidak setuju
Menurut Fahri Hamzah, Indonesia senang dengan kepemimpinan, bukan menyerahkan
kepada masyarakat, tetapi dialihkan ke negara. Pemimpin otoriter lebih ramah terhadap
capital. Maka capital harus lebih masuk dengan oligarki formil, caranya dengan memperkuat
MPR,DPRD dan sebagainya, lalu rakyat sebagai penonton.

Prof Emil, bahwa partai tidak demokratis, pemimpin dari partai besar puluhan tahun untuk
menjadi ketua. Sehingga keadaan partai politik itu yang harus diatasi. Terdapat dugaan kalau
menghadpi pilkada, tingkat korupsi naik. Persoalan demokrasi menyehatkan partai politik
bukan dengan merubah kepemimpinan presiden. Pemilihan presiden tidak ada ada yang
memeriksa secara terbuka, berarti tidak lagi semurni di tangan rakyat sendiri. Mundurnya
demokrasi dipilih oleh MPR merupakan kemunduran, maka partai harus dibersihkan.

Menurut Bung Zulfan Lindan, memang dalam institusi partai politik banyak kekurangan. Partai
perlu menang dan perlu figure, apabila diganti dengan yang baru atau sedang popular, maka
akan merosot suaranya. Persoalannya apakah pemimpin itu bisa membangun demokrasi atau
tidak.

Terdapat beberapa perbedaan pendapat antara Prof Emil dan Bung Zulfan Lindan. Menurut
Prof Emil, membangun demokrasi tidak tergantung pada ketua dari partai, kalu bergantung
pada ketua partai maka demokradi tidak berjalan. Bung Zulfan Lindan berpendapat bahwa
partai politik kita memang masih belum bias dilepas dengan figure baru, dan memerlukan
waktu. Jadi kita menganggap demokrasi hanya dari pemilihan presiden. Perlu kajian lebih
lanjut lagi. Sistem yang bagus pasti otoriter dapat dikontrol ,kuncinya adalah Pendidikan
politik terhadap rakyat, itu menurut Bung Zulfan Lindan. Sedangkan menurut Prof Emil
Pendidikan partai politik harus pad partai politik sendiri bukan rakyat. Presiden yang lebih
darai 10 tahun menjadi otoriter, presiden yang terlalu lama menjadi otoriter. Karena itu
menaikkan ke 15 tahun menjadi salah. Menurut Bung Zulfan, harus dibedakan dalam kondisi
orde baru, jadi beda kondisinya dengan yang dulu.

Masa jabatan 3 periode

Menurut Bung Zulfan, tanggapan presiden Jokowi menunjukkan bahwa ia tidak haus
kekuasaan. Demokrasi harus memberi kesempatan pada siapaun, kalau public ingin Pak
Jokowi 3 periode serahkan pada rakyat.

Menurut Bung Ahmad Basarah, berpendapat dan bersikap bahwa yang dibutuhkan Indonesia
ini adalah payung hukum dikonstitusi haluan nega
Menurut Prof Emil, belum tentu presiden Jokowi apabila diperpanjang 3 periode, belum
tentu cocok dengan zaman tahun ke 15. Jadi mengapa tidak diberi kesempatan kepada
pemimpin baru. Kelemahan partai , tidak ada pembentukakan performing, bergantung pada
seorang yang bisa berhasil, atau ketiga kali.Terdapat perbedaan pandangan lagi antara Prof
Emil dan Bung Zulfan, kita tidak boleh membatasi seseorang dalam menjabat. Tetapi Prof Emil
mengatakan tidak boleh ada dominasi.

Hal pertama yang saya pelajari dalam diskusi terkait kebijakan tiga periode adalah bahwa
dalam kebijakan 3 periode Terhadap berbagai usulan menyangkut perpanjangan masa
jabatan presiden atau presiden 3 periode, usulan semacam itu menandakan jika sebagian
elite masih merindukan bayang-bayang memiliki sosok pemimpin yang kuat seperti di zaman
Orde Baru. Dengan keinginan semacam itu memperlihatkan soal ketaatan pada konstitusi dan
prinsip-prinsip demokrasi belum tertanam sepenuhnya dalam kesadaran para elite.Oleh
sebab itu, sangat disayangkan usulan tersebut mengingat Indonesia sudah mengalami fase
kelembagaan demokrasi yang relatif cukup matang. Hal tersebut terbukti dengan
keberhasilan pelaksanaan pemilu secara langsung selama 4 kali.

Hal kedua yang dapat saya ambil dari kebijakan pemilihan presiden, menurut saya pemilihan
presiden secara langsung merupakan pencapaian besar bagi masa reformasi bagi negara ini,
sehingga apabila kembali dipilih oleh MPR, akan menjadi kemunduran , dan dianggap lemah.

Anda mungkin juga menyukai