Puji syukur Kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas karunia serta ridlho-Nya,
maka Kami dapat menyusun Kajian Profil Pelaku Usaha Ekspor Unggulan
Kota Tangerang sebagai bagian laporan pada tahapan akhir pelaporan dari
serangkaian proses dan tahapan pelaksanaan kegiatan Kajian Profil Pelaku
Usaha Ekspor Unggulan Kota Tangerang pada Dinas Perindustrian,
Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil Dan Menengah, Tahun Anggaran 2023.
Pada prinsipnya, Laporan Akhir Penyusunan Kajian Profil Pelaku Usaha Ekspor
Unggulan Kota Tangerang ini menyajikan tentang : Pendahuluan; Tinjauan Teori;
Gambaran Umum; Karakteristik Pelaku Usaha Ekspor, Profil Pelaku Ekspor
Unggulan; dan Penutup.
Akhir kata, Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan ini. Kami berharap semoga Laporan Kajian Profil
Pelaku Usaha Ekspor Unggulan Kota Tangerang ini bermanfaat bagi
perkembangan pelaku ekspor di Kota Tangerang.
Tangerang, 2023
TIM PENYUSUN
KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................
DAFTAR TABEL...................................................................................................
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................
BAB. 1 PENDAHULUAN..................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG.....................................................................
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN............................................................
1.3 SASARAN.....................................................................................
1.4 DATA DASAR..............................................................................
1.5 STANDAR TEKNIS.....................................................................
1.6 REFERENSI HUKUM..................................................................
1.7 RUANG LINGKUP......................................................................
1.8 PENDEKATAN............................................................................
1.8.1 Pendekatan Metode..............................................................
1.8.2 Metodologi...........................................................................
1.8.3 Kerangka Penyusunan..........................................................
1.8.4 Analisis Profil Pelaku Usaha Ekspor Unggulan..................
1.9 KELUARAN.................................................................................
1.10SISTEMATIKA PENYAJIAN......................................................
BAB. 2 TINJAUAN TEORI................................................................................
2.1 PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH...............
2.1.1 Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah...............................
2.2 PEMBANGUNAN EKONOMI BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE ECONOMIC DEVELOPMENT)......................
2.3 KONSEP PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL...................
2.3.1 Teori Pemberdayaan............................................................
2.3.2 Pengembangan Usaha Mikro Kecil.....................................
Pada ayat selanjutnya menyebutkan (2), “Setiap orang berhak untuk memajukan
dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa dan negaranya”. Dari kedua ayat tersebut menjelaskan bahwa
untuk memperoleh haknya dalam mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia dilakukan dengan secara kolektif
Sejalan dengan hal tersebut, salah satu agenda otonomi daerah adalah untuk lebih
mengarahkan daerah untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki demi
lebih mensejahterakan rakyat. Dengan pertimbangan dari berbagai segi kehidupan
baik untuk masyarakat, pemerintah, pemerintah pusat serta Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Agenda otonomi daerah sejalan dengan undang-undang dasar
1945.
Dalam konsep otonomi luas, maka urusan pemerintahan yang tersisa di Daerah
(residual Functions) atau Tugas Pemerintah Lainnya yang belum ditangani
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Hal inilah yang sering dikelompokan
dalam pelaksanaan azas vrisj bestuur. Vrisj Bestuur yang bersifat lintas
Kabupaten/Kota menjadi kewenangan Propinsi sedangkan yang local menjadi
Kewenangan Kabupaten/Kota. Konsep privatisasi berimplikasi pada
dilaksanakannya sebagian fungsi-fungsi yang sebelumnya merupakan
kewenangan Pemerintah ataupun Pemerintah Daerah oleh pihak Swasta.
Pada dasarnya inti dari otonomi daerah adalah peningkatan demokrasi dan kinerja
daerah, pemberdayaan masyarakat, penumbuhan prakarsa dan kreativitas dengan
melibatkan masyarakat. Dengan demikian pemberdayaan dalam pembangunan
masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan, memandirikan,
menswadayakan masyarakat sesuai dengan potensi yang dimilikinya secara utuh
dan komprehensif guna meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat
yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap
kemiskinan dan keterbelakangan.
Sejalan dengan hal tersebut, Salah satu agenda otonomi daerah adalah untuk lebih
mengarahkan daerah untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki demi
lebih mensejahterakan rakyat. Dengan pertimbangan dari berbagai segi kehidupan
baik untuk masyarakat, pemerintah, pemerintah pusat serta Negara kesatuan
Republik Indonesia.
menumbuhkan nilai tambah ekonomis. Pada akhirnya rakyat miskin atau yang
berada pada posisi belum termanfaatkan secara penuh potensinya akan meningkat
bukan hanya ekonominya, tetapi juga harkat, martabat, rasa percaya diri dan harga
dirinya. Dengan demikian pemberdayaan tidak saja menumbuh kembangkan nilai
tambah ekonomis, tetapi juga nilai tambah sosial dan budaya.
Munculnya Daya Saing Daerah disebabkan bahwa Otonomi daerah adalah upaya
menuju kemandirian daerah dalam merencanakan, melaksanakan, mengendalikan
dan membiayai pembangunan dalam upaya meningkatkan pelayanan pada
masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu diperlukan pemberdayaan masyarakat, penumbuhan prakarsa dan
kreativitas dengan melibatkan masyarakat. Dengan demikian pemberdayaan
dalam pembangunan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan,
memandirikan, menswadayakan masyarakat sesuai dengan potensi yang
dimilikinya secara utuh dan komprehensif guna meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Bagi pemerintah
daerah merupakan suatu kesempatan untuk meningkatkan daya saing masyarakat
dan daerah, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daerah serta
meningkatkan pelayanan umum masyarakat dengan administrasi pemerintahan.
Pemerintah daerah tentunya punya beban moral dalam meningkatkan kualitas
daerahnya, baik tingkat kesejahteraan masyarakat maupun pelayanan publik
lainnya. Dibutuhkan penataan segala potensi yang ada untuk meningkatkan daya
saing daerah, kesejahteraan masyarakatnya, serta mewujudkan ketenteraman
dalam hidup bernegara. Daya saing wilayah menunjukkan kemampuan suatu
wilayah menciptakan nilai tambah untuk mencapai kesejahteraan yang tinggi dan
berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional.
Pengembangan ekonomi lokal adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan
atau kelompok masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan mengambil
bagian dalam susunan persekutuan (partnership) dengan sektor swasta atau yang
lainnya, menciptakan lapangan kerja dan merangsang kegiatan ekonomi dalam
zona perekonomian yang telah ditetapkan dengan baik. Ciri utama dari
pengembangan ekonomi lokal ini didasarkan pada kebijakan pengembangan
endogen (endogenous development) yang menggunakan kekuatan lokal
sumberdaya manusia, kelembagaan dan fisik. Selanjutnya Blakely menambahkan
bahwa pemerintah daerah, lembaga kemasyarakatan dan sektor swasta merupakan
partner penting dalam proses pengembangan perekonomian lokal.
Empat tahapan dari proses pengembangan lokal menurut Coffey dan Polese
(1984) adalah sebagai berikut :
1. Tumbuh kembangnya kewiraswastaan lokal, yaitu masyarakat lokal mulai
membuka bisnis kecil-kecilan, mulai mengambil resiko keuangan dengan
menginvestasikan modalnya dalam kegiatan bisnis baru.
2. Pertumbuhan dan perluasan perusahaan-perusahaan lokal, yaitu lebih banyak
perusahaan yang mulai beroperasi dan perusahaan-perusahaan yang sudah
ada semakin bertambah besar dalam hal penjualan, tenaga kerja dan
keuntungannya (lepas landasnya perusahaan lokal)
3. Berkembangnya perusahaan-perusahaan lokal keluar lokalitas
4. Terbentuknya suatu perekonomian wilayah yang bertumpu pada kegiatan dan
inisiatif lokal serta keunggulan komparatif aktivitas ekonomi lokal tersebut.
Suatu daerah akan memiliki reaksi yang berbeda dalam menyikapi dampak dari
adanya fenomena globalisasi ini, hal tersebut akan sangat menentukan posisi
tawar masing-masing daerah dalam kancah persaingan global yang semakin ketat.
Keadaan tersebut selanjutnya harus diartikan sebagai tuntutan bagi setiap daerah
di Indonesia untuk meningkatkan daya saing masing-masing daerah, dimana
tingginya daya saing antar daerah di Indonesia secara keseluruhan merupakan
“ujung tombak” bagi peningkatan daya saing nasional ditengah tingginya tuntutan
untuk dapat bersaing secara global. Namun kenyataan di lapangan, banyak
kekurangan dalam penerapannya. Salah satunya belum meratanya pembangunan
daerah.
Upaya untuk pemetaan antara lain diperlukan data data-data faktuil yang dapat
digunakan sebagai bahan informasi dalam proses pemetaan potensi ekonomi lokal
Kota Tangerang. Salah satu upaya adalah perlu melihat kondisi pelaku usaha
ekspor unggulan di Kota Tangerang.
Berpijak pada kondisi tersebut pemerintah Kota Tangerang dalam hal ini Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah berinisiatif dan
memandang perlu untuk melakukan kegiatan Penyusunan Profil Pelaku Usaha
Ekspor Unggulan Kota Tangerang yang diharapkan dapat memberikan gambaran
secara ringkas dan jelas kondisi Pelaku Ekspor Unggulan Kota Tangerang. Profil
tersebut dituangkan dalam bentuk gambaran yang menjelaskan secara informatif
agar dapat memberikan mengarahkan pengembangan ekonomi Kota Tangerang
melalui peran pelaku usaha ekspor unggulan di Kota Tangerang. Untuk lebih
mempermudah informasi gambaran secara umum, maka perlu disusun suatu
kompilasi data dan informasi yang dapat memberikan kemudahan dalam
membaca maupun untuk mengaksesnya.
Maksud dari Penyusunan Profil Pelaku Usaha Ekspor Unggulan Kota Tangerang
mempunyai dua capaian strategis antara lain:
1. Diperolehnya Dokumen Profil Pelaku Usaha Ekspor Unggulan Kota
Tangerang yang memberikan penilaian dari beberapa data dan informasi yang
disajiakan agar diperoleh informasi yang tepat secara tepat, efesien dan
efektif dalam meningkatkan pemahaman terkait perkembangan pelaku usaha
ekspor unggulan Kota Tangerang.
2. Diperolehnya Dokumen Data dan Informasi yang dapat digunakan
selanjutnya sebagai bahan analisis pemetaan potensi ekonomi lokal Kota
Tangerang dari sektor pelaku usaha Ekspor produk unggulan Kota
Tangerang.
1.3 SASARAN
Data dasar yang digunakan dalam penyusunan Kajian Profil Pelaku Usaha Ekspor
Unggulan Kota Tangerang antara lain:
1. Data dan informasi terkait pelaku usaha produk ekspor unggulan Kota
Tangerang sebagai data utama yang disajikan.
Pedoman serta metode yang digunakan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan
teknis perkerjaan kajian pelaku usaha ekspor unggulan Kota Tangerang antara
lain:
1. Kriteria Standar Umum;
a. Kondisi Umum Perekonomian Kota Tangerang
Kondisi umum perekonomian Kota Tangerang memberikan pemahaman
perekonomian Kota Tangerang sebagai pengantar dan memperkuat
pemahaman profil pelaku usaha ekspor unggulan Kota Tangerang.
b. Kondisi Sumber daya, potensi dan peluang pelaku usaha Produk Ekspor
Unggulan Kota Tangerang.
Merupakan inti dari profil pelaku usaha ekspor unggulan Kota Tangerang
yang dapat memberikan pemahaman menyeluruh terkait kondisi pelaku
usaha ekspor unggulan Kota Tangerang
c. Metode Penyusunan Profil
Metode penyusunan profil dibutuhkan agar diperoleh dokumen profil
yang tepat sesuai dengan yang diharapkan bahwa dokumen profil
merupakan dokumen yang dapat memberikan informasi yang memuat
potret kondisi pelaku usaha ekspor unggulan secara ringkas dan jelas.
2. Kriteria standar teknis
a. Substansi Materi
Isi dari profil pelaku usaha ekspor unggulan kota tangerang merupakan
hasil dari proses antara lain:
1) Pengumpulan data dan informasi
2) Analisis data dan informasi
Runag Lingkup dari pekerjaan Kajian Pelaku Usaha Ekspor Unggulan Kota
Tangerang terdiri dari :
1. Lingkup Wilayah
2. Lingkup Kegiatan
3. Lingkup Materi
Lingkup Wilayah
Lingkup Kegiatan
Sebelum berpijak pada proses kegiatan kajian lapangan, seluruh tenaga ahli
melakukan kajian literatur yang terkait dengan pekerjaan. Kajian ini ditujukan
untuk memantapkan pemahaman dan wawasan Tenaga Ahli, serta mereview
kembali perkembangan terbaru yang akan dijadikan rujukan dalam
penyusunan.
3. Perumusan Metodologi dan Rencana Kerja
Pada kegiatan ini, Team Leader bersama seluruh tenaga ahli akan
merumuskan dan memantapkan kembali metodologi pelaksanaan pekerjaan,
serta merumuskan rencana kerja yang menekankan pada langkah-langkah,
waktu, penugasan dan produk yang dihasilkan pada setiap langkah yang
ditempuh.
Lingkup Materi
1.8 PENDEKATAN
Media Visual berisikan data dan informasi yang disajikan dalam bentuk text
document, data statistik (tabel dan bagan), data grafis (peta-peta, gambar dan
photo) sebagai bentuk pengembangan penyajian data dan informasi secara efektif.
B. Pendekatan Eksplorasi
C. Pendekatan Eksplanatoris
Pendekatan ini akan memahami adanya tahapan yang lazim berlaku dalam proses
suatu kondisi menjadi permasalahan. Diawali dengan identifikasi terhadap
problematika yang muncul di ranah publik, pihak tertentu yang berpekentingan
kemudian mengupayakan permasalahan tersebut dikemukakan ke hadapan publik
sehingga diketahui dan disadari bahwa persoalan yang muncul terkait dengan
kepentingan publik (public issues). Ketika semakin banyak yang menaruh
perhatian (concerned), maka isu publik beranjak menjadi agenda publik, yang
biasanya ditindak-lanjuti dengan berbagai aksi-reaksi antara pemangku
kepentingan dengan lembaga publik yang berwenang menerbitkan kebijakan.
Metode yang digunakan dalam pendekatan ini tidak kaku dan tidak terstandarisasi.
Kegiatan yang kualitatif sifatnya fleksibel, dalam arti kesesuaiannya tergantung
dari tujuan setiap penelitian. Walaupun demikian, selalu ada pedoman untuk
diikuti, tapi bukan aturan yang mati (Cassel & Symon, 1994; Strauss, 1987;
Taylor & Bogdan, 1984). Jalannya kegiatan dapat berubah sesuai kebutuhan,
situasi lapangan serta hipotesa- hipotesa baru yang muncul selama
berlangsungnya penelitian tersebut
Sektor swasta sebagai pemilik modal yang berorientasi pada keuntungan. Akan
tetapi ke depan, kepentingan pada keuntungan perlu diimbangi pula dengan
kepentingan lain yang juga memperhatikan soal lingkungan, sosial budaya dan
kepentingan masyarakat, sehingga pada gilirannya terjadi keseimbangan dan
sharing of power.
E. Pendekatan Deskriptif
F. Pendekatan Preskriptif
G. Pendekatan Partisipatif
Selain dalam bentuk diskusi, pendekatan partisipatif juga dapat diterapkan dalam
kegiatan pengumpulan data dan informasi. Pendekatan ini akan memungkinkan
penggalian dan pengumpulan informasi terutama yang bersifat kualitatif dan lebih
informatif. Dalam pengumpulan informasi melalui pendekatan partisipatif ini,
para stakeholder tidak diposisikan sebagai obyek penelitian, namun sebaliknya
didudukan sebagai subyek studi terhadap kebutuhan stakeholders untuk
diakomodir yang akan lebih fokus pada masing-masing kepentingan kelompok
sasaran.
1.8.2 Metodologi
Pengumpulan data dalam pekerjaan ini dilakukan dengan mencari pada 2 (dua
sumber yaitu:
Pertanyaan yang akan disampaikan mungkin tidak berurut dan pilihan kata-kata
dalam wawancara akan disesuaikan dengan konteks informan. Terhadap informan
yang mungkin mengalami kesulitan dalam penggunaan istilah-istilah tertentu
maka akan diupayakan mencari istilah sama yang dapat dimengertinya. Kegunaan
dari wawancara ini adalah sebagai pelengkap metoda pengumpulan data lainnya.
B. Sumber Sekunder/instansional
Sumber data sekunder diperoleh dari hasil studi pustaka, review peraturan, dan
inventarisasi data-data publikasi dari dinas, lembaga, badan, yang terkait dengan
analisis
C. Observasi
1. Analisis Statistik
Analisis Statistik merupakan metode yang berhubungan dengan penyajian
dan penafsiran kejadian yang bersifat peluang dalam suatu penyelidikan
terencana atau penelitian ilmiah.
Didalam analisis Statistik ada terbagi dalam dua pekerjaan yaitu :
a. Penyajian Data dan Informasi
Data dan Informasi yang akan disajikan bersumber dari Data Primer dan
Data Sekunder. Untuk dapat mengolah data dan informasi didalam
metode statistik, data dan Informasi mensyaratkan bentuk data numerik,
untuk itu data Kategorik terlebih dahulu harus diubah ke bentuk numerik
dengan memberi bobot pada setiap kategori dan kemudian disajikan
dalam bentuk tabulasi untuk memudahkan analisis.
Agar analisis penelitian menghasilkan hasil yang benar, paling tidak ada
empat tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui, yaitu:
i. Editing
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir
atau kuesioner apaka jawaban dalam kuesioner itu sudah:
1.) Lengkap: semua (pertanyaan sudah terisi jawabannya)
2.) Jelas: jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas terbaca
3.) Relevan: jawaban yang tertulis apakah relevan dengan
pertanyaannya
4.) Konsisten: apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi
jawabannya konsisten, misalnya antara pertanyaan Usia denagn
pertanyaan Jumlah anak. Bila dipertanyakan usia terisi 15 tahun
dan dipertanyakan jumlah anak terisi 9, ini berarti tidak
konsisten.
ii. Koding
Koding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi
data berbentuk angka/bilangan. Misalnya untuk variabel pendidikan
dilakukan koding 1=SD, 2=SMP, 3=SMU, 4+PT. Jenis kelamin:
1=laki-laki dan 2=perempuan, dsb. Kegunaan koding adalah untuk
mempermudah pada saat analisis data dan mempercepat pada saat
entri data.
iii. Proccessing
Setelah seluruh kuesioner terisi penuh dan benar, dan sudah
melewati pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah
memproses data agar dapat dianalisis. Pemprosesan data dilakukan
dengan cara mengentri data kuesioner ke paket komputer. Ada
beberapa paket yang dapat digunakan untuk pemprosesan data
denagn masing-msing kelebihan dan kekurangannya. Salah satu
paket program yang sering digunaka untuk entri data adalah paket
program SPSS for Window. (Statistical Program for Sosial Science)
iv. Cleaning
Interpretasi mempunyai dua bentuk, yaitu: arti sempit dan arti luas.
Interpretasi dalam arti sempit (deskriptif) yaitu interpretasi data yang
dilakukan hanya sebatas pada masalah penelitian yang diteliti
berdasarkan data yang dikumpulkan dan diolah untuk keperluan
penelitian tersebut. Sedang interpretasi dalam arti luas (analik) yaitu
interpretasi guna mencari makna dan hasil penelitian dengan jalan tidak
hanya menjelaskan/menganalisis data hasil penelitian tersebut, tetapi juga
melakukan intervensi (generalisasi) dari data yang diperoleh denagn
teori-teori yang relevan denagn hasil-hasil penelitian tersebut.
2. Analisis Analitik
a. Analisis Bivariat
Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel dapat diteruskan
analisis yang lebih lanjut. Apabila analisis hubungan antara dua variabel,
maka analisis dilanjutkan pada tingkat bivariat. Misalnya ingin diketahui
hubungan antara berat badan denagn tekanan darah. Untuk mengetahui
hubungan dua variabel tersebut biasanya digunakan pengujian statistik.
Jenis uji statistik yang digunakan sangat tergantung pada jenis
data/variabel yang dihubungkan.
b. Analisis Multivariat
Merupakan analisis yang menghubungkan antara beberapa variabel
independen dengan satu variabel dependen.
3. Analisis Kebijakan
Tujuan digunakannya analisis kebijakan adalah untuk menyediakan informasi
yang dapat digunakan oleh pembuat kebijakan untuk memberikan penilaian
yang beralasan dalam merumuskan solusi terhadap masalah-masalah yang
dihadapi pada Pengembangan Potensi Unggulan Daerah.
Lima kombinasi metode yang biasa digunakan pada analisis kebijakan antara
lain adalah :
a. Deskriptif,
Merupakan metode yang bersifat monitoring yang menghasilkan
informasi sebab dan akibat kebijakan yang lalu
b. Prediktif
Merupakan metode yang bersifat forecasting yang meramalkan akibat
suatu kebijakan dimasa mendantang
c. Evaluatif
Merupakan metode yang bersifat evaluation yang memberikan informasi
tentang manfaat suatu kebijakan
d. Preskriptif
Merupakan metode yang bersifat recommendation dan pertanyaan
advokatif yang memberikan informasi tentang kemungkinan bahwa
serangkaian tindakan yang akan datang akan mendatangkan manfaat
yang bernilai
e. Perumusan masalah
Perumusan masalah menjadi dasar dalam melakukan pengkajian-
pengkajian
Pendekatan Benchmarking
Tiga pertanyaan mendasar yang akan dijawab oleh proses benchmarking adalah:
1. Seberapa baik kondisi kita sekarang? (Evaluasi Diri)
2. Harus menjadi seberapa baik? (Target)
3. Bagaimana cara untuk mencapai yang baik tersebut? (Rencana Tindakan).
Hampir segala hal dapat di-benchmark: suatu proses lama yang memerlukan
perbaikan; suatu permasalahan yang memerlukan solusi; suatu perancangan
proses baru; suatu proses yang upaya-upaya perbaikannya selama ini belum
berhasil. Perlu dibentuk suatu Tim Peningkatan Mutu yang akan menyelidiki
proses dan permasalahannya. Tim ini akan mendefinisikan proses yang menjadi
target, batas-batasnya, operasi-operasi yang dicakup dan urutannya, dan masukan
(input) serta keluarannya (output).
Ukuran atau standar yang dipilih untuk dilakukan benchmark-nya harus yang
paling kritis dan besar kontribusinya terhadap perbaikan dan peningkatan mutu.
Tim yang bertugas me-review elemen-elemen dalam proses dalam suatu bagan
alir dan melakukan diskusi tentang ukuran dan standar yang menjadi fokus.
Contoh-contoh ukuran adalah misalnya durasi waktu penyelesaian, waktu
penyelesaian untuk setiap elemen kerja, waktu untuk setiap titik pengambilan
keputusan, variasi-variasi waktu, jumlah aliran balik atau pengulangan, dan
kemungkinan-kemungkinan terjadinya kesalahan pada setiap elemennya. Jika
memang ada pihak lain (internal dan eksternal) yang berkepentingan terhadap
proses ini maka tuntutan atau kebutuhan (requirements) mereka harus dimasukkan
atau diakomodasikan dalam tahap ini.
Tim yang bertugas dapat pula melakukan wawancara dengan pihak yang
berkepentingan terhadap proses tersebut (dapat pula dipandang sebagai
pelanggan) tentang tuntutan dan kebutuhan mereka dan menghubungkan atau
mengkaitkan tuntutan tersebut kepada ukuran dan standar kinerja proses. Tim
kemudian menentukan ukuran-ukuran atau standar yang paling kritis yang akan
secara signifikan meningkatkan mutu proses dan hasilnya. Juga dipilih informasi
seperti apa yang diperlukan dalam proses benchmarking ini dari organisasi lain
yang menjadi tujuan benchmarking.
Analisis Data
Membandingkan data yang diperoleh dari proses yang di-benchmark dengan data
proses yang dimiliki (internal) untuk menentukan adanya kesenjangan (gap) di
antara mereka. Tentu juga perlu membandingkan situasi kualitatif misalnya
tentang sistem, prosedur, organisasi, dan sikap. Tim mengindentifikasi mengapa
terjadi kesenjangan (perbedaan) dan apa saja yang dapat dipelajari dari situasi ini.
Satu hal yang sangat penting adalah menghindari sikap penolakan; jika memang
ada perbedaan yang nyata maka kenyataan itu harus dapat diterima dan kemudian
disadari bahwa harus ada hal-hal yang diperbaiki.
Hasil ini akan diserahkan kepada para pelaksana (executive) untuk kemudian
memantau kemajuan dan mengidentifikasi persoalan-persoalan yang timbul.
Ukuran dan standar dievaluasi secara bertahap, barangkali diperlukan
penyesuaian-penyesuaian terhadap rencana untuk dapat mengatasi halangan dan
persoalan yang muncul. Juga para pelaksana memerlukan umpan balik dari
mereka yang berkepentingan terhadap proses dan hasilnya (stakeholders).
Penyusunan Profil Pelaku Usaha Ekspor Unggulan Kota Tangerang Lokalis dan
konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.
Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu. Sistematis adalah
berdasarkan suatu sistem. Konsisten berarti tidak adanya hal yang bertentangan
dalam kerangka tertentu. Metode penelitian merupakan cara atau teknik ilmiah
untuk memperoleh data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara atau teknik
ilmiah yang dimaksud adalah dimana kegiatan kajian itu dilaksanakan
berdasarkan ciri-ciri keilmuan, yaitu Rasional, Empiris, dan Sistematis.
1.9 KELUARAN
Keluaran (output) yang diharapkan dari Penyusunan Profil Pelaku Usaha Ekspor
Unggulan Kota Tangerang adalah dokumen informatif pelaku usaha produk
ekspor unggulan Daerah melalui penyajian potret kondisi Pelaku Usaha Ekspor
Unggulan Kota Tangerang. Output Kajian Pelaku Usaha Ekspor Unggulan Kota
Tangerang dalam bentuk :
1. Laporan Awal
2. Laporan Akhir
Penyajian Laporan terdiri dari dua sistematika yaitu sistematika Laporan Awal
dan Sistematika Laporan Akhir. Sistematika penyajian Laporan Awal Pekerjaan
Kajian Profil Pelaku Usaha Ekspor Unggulan Kota Tangerang adalah sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV METODOLOGI
BAB I PENDAHULUAN
Pada prinsipnya bab ini menguraikan tentang hasil analisis data dan
informasi yang memberikan gambaran profil pelaku usaha ekspor
unggulan di Kota Tangerang.
BAB VI PENUTUP
Saat ini tidak ada suatu teori pun yang mampu untuk menjelaskan pembangunan
ekonomi daerah secara komprehensif. Namun demikian, ada beberapa teori yang
secara parsial yang dapat membantu kita untuk memahami arti penting
pembangunan ekonomi daerah. Pada hakekatnya, inti dari teori-teori tersebut
berkisar pada dua hal, yaitu pembahasan yang berkisar tentang metoda dalam
menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang
faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu.
Strategi pembangunan daerah yang muncul yang didasarkan pada teori ini
adalah penekanan terhadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha
yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasi
kebijakannya mencakup pengurangan hambatan/batasan terhadap perusahaan-
perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah
tersebut.
Kelemahan model ini adalah bahwa model ini didasarkan pada permintaan
eksternal bukan internal. Pada akhirnya akan menyebabkan ketergantungan
yang sangat tinggi terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara nasional maupun
global. Namun demikian, model ini sangat berguna untuk menentukan
keseimbangan antara jenis-jenis industri dan sektor yang dibutuhkan
masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi.
3. Teori Lokasi
Para ekonomi regional sering mengatakan bahwa ada 3 faktor yang mem-
pengaruhi pertumbuhan daerah yaitu: lokasi, lokasi, dan lokasi! Pernyataan
tersebut sangat masuk akal jika dikaitkan dengan pengembangan kawasan
industri. Perusahaan cenderung untuk meminimumkan biayanya dengan cara
memilih lokasi yang memaksimalkan peluang nya untuk mendekati pasar.
Model pengembangan industri kuno menyatakan bahwa lokasi yang terbaik
adalah biaya yang termurah antara bahan baku dengan pasar.
Keterbatasan dari teori lokasi ini pada saat sekarang adalah bahwa teknologi
dan komunikasi modern telah mengubah signifikansi suatu lokasi tertentu
untuk kegiatan produksi dan distribusi barang.
4. Teori Tempat Sentral
Teori tempat sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki
tempat (hierarchy of places). Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah
tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan
baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang
menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya.
Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah,
baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Misalnya, perlunya melakukan
pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang ber tetangga (berbatasan).
Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya
hanya sebagai daerah pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi
daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan
fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah.
5. Teori Kausasi Kumulatif
Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep
dasar dari Tesis kausasi kumulatif (cumulative causation) ini. Kekuatan-
kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antara daerah-daerah
tersebut (maju versus terbelakang). Daerah yang maju mengalami akumulasi
keunggulan kompetitif dibanding daerah-daerah lainnya. Hal ini yang disebut
Myrdal (1957) sebagai backwash effects.
6. Model Daya Tarik
Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling
banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasari nya
adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap
industrialist melalui pemberian subsidi dan insentif.
7. Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi Daerah
Teori pembangunan yang ada sekarang ini tidak mampu untuk menjelaskan
kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi daerah secara tuntas dan
komprehensif. Oleh karena itu, suatu pendekatan alternatif terhadap teori
pembangunan dirumuskan di sini untuk kepentingan perencanaan
pembangunan ekonomi daerah. Pendekatan ini merupakan sintesa dan
dimana proses yang terjadi bersifat top-down (arus informasi yang terjadi hanya
satu arah dari atas ke bawah) dan jika ditinjau dari sisi lingkungan, sosial, dan
ekonomi proses pembangunan yang terjadi ternyata tidak berkelanjutan.
Pelaksanaan konsep ini diperkuat lagi dengan kesepakatan para pemimpin bangsa
yang dinyatakan dalam hasil-hasil negosiasi internasional, antara lain Deklarasi
Rio pada KTT Bumi tahun 1992, Deklarasi Millennium PBB tahun 2000, dan
Deklarasi Johannesburg pada KTT Bumi tahun 2002.
pada masa yang akan datang. Berdasarkan definisi tersebut ada empat elemen
dasar perencanaan pembangunan, yaitu:
1. Merencanakan berarti memilih;
2. Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumberdaya;
3. Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan; dan
4. Perencanaan untuk masa depan.
Konsep Berkelanjutan
Partisipasi Masyarakat
Kualitas hidup manusia di planet bumi, tidak lepas dari kualitas lingkungan
hidupnya. Adanya hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya
menyebabkan perubahan atas komponen lingkungan hidup. Perubahan ini
berdampak balik terhadap kehidupan manusia, baik dampak negatif maupun
positif. Manusia memiliki tanggungjawab terhadap alam dan jenis mahluk hidup
lain seperti hewan dan tumbuhan. Ada prinsip-prinsip yang secara moral
mengatur bagaimana manusia menggunakan atau mengelola sumber daya dan
lingkungannya. Etika berkaitan dengan moral dan nilai. Etika lingkungan
mengkaji dan membahas hubungan moral antara manusia dengan lingkungan
hidupnya.
Universalists memandang bahwa prinsip dasar etika bersifat umum dan tidak
dapat berubah. Aturan-aturan benar atau salah tergantung pada minat, sikap, atau
pandangan kita. Relativists, aliran yang mengklaim bahwa prinsip-prinsip moral
selalu relativ berlaku untuk seseorang, masyarakat atau situasi. Dalam pandangan
ini, nilai-nilai etik selalu bersifat kontekstual. Tidak ada fakta, kecuali interpretasi
yang ada pada generasi sekarang (Friedrich, dalam Cunningham, 2003). Nihilists,
aliran yang memandang bahwa kekuatan (power) penting untuk mempertahankan
hidup, sementara menurut Utilitarians suatu aktivitas yang benar jika
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk orang banyak. Berbuat sesuatu
terhadap lingkungan untuk kemaslahatan orang banyak adalah sesuatu yang lebih
baik daripada tidak berbuat sama sekali.
lingkungan tidak tampak secara teoretik tetapi menjadi pola hidup dan budaya
yang dipelihara oleh setiap generasinya.
Mahluk hidup lain memiliki hak untuk hidup seperti manusia. Untuk itu manusia
perlu menghargai mahluk hidup lain yang menjadi bagian dari komunitas hidup
manusia. Semua spesies (mahluk hidup) saling terkait satu sama lain, membentuk
komunitas biotik. Komunitas ini berinteraksi dengan unsur-unsur lingkungan tak
hidup (abiotik), membentuk suatu sistem ekologi atau ekosistem. Dalam
ekosistem, kepunahan satu spesies dapat memberi dampak bagi komponen lain
dalam komunitas ini (Cunningham, 2003).
Etika lingkungan akan berdaya guna jika muncul dalam tindakan nyata dalam
kehidupan sehari-hari. Kecintaan dan kearifan kita terhadap lingkungan menjadi
filosofi kita tentang lingkungan hidup. Apa pun pemahaman kita tentang
lingkungan hidup dan sumber daya, kita harus bersikap dan berperilaku arif dalam
kehidupan.
Secara garis besar dikenal tiga konsep utama dalam pengembangan wilayah, yaitu
Konsep Pembangunan dari atas (Development from Above), Konsep
Pembangunan dari Bawah (Development from Bellow) dan Konsep
Pengembangan Ekonomi Lokal (Local Economic Development). Konsep pertama
dan kedua ternyata belum mampu menjawab seluruh dampak yang terjadi,
khususnya dampak negatif berupa terjadinya disparitas wilayah. Konsep pertama
cenderung menguntungkan wilayah yang lebih besar. Wilayah dengan potensi
sumberdaya lebih kaya akan menghisap sumberdaya wilayah dibelakangnya
(backwash effect) sehingga mengakibatkan terjadinya disparitas wilayah.
Selanjutnya Coffey dan Polese (1984) dalam Taufik 2005 memberikan pengertian
PEL sebagai peningkatan peran elemen-elemen endogenous dalam kehidupan
sosial ekonomi suatu lokalitas dengan tetap melihat keterkaitan serta integrasinya
secara fungsional dan spatial dengan wilayah yang lebih luas. Pada intinya PEL
diartikan sebagai tumbuhnya kewirausahaan lokal serta berkembangnya
perusahaan lokal.
Sejalan dengan pernyataan diatas, Schumpeter (1961) dalam Coffey dan Polese
(1984), menambahkan bahwa konsep PEL yang dibangun atas dasar semangat
jiwa kewirausahaan dapat dijadikan penggerak utama ekonomi masyarakat.
Peningkatan ekonomi masyarakat merupakan salah satu indikasi didalam
pengembangan wilayah.
Empat tahapan dari proses pengembangan lokal menurut Coffey dan Polese
(1984) adalah sebagai berikut :
1. Tumbuh kembangnya kewiraswastaan lokal, yaitu masyarakat lokal mulai
membuka bisnis kecil-kecilan, mulai mengambil resiko keuangan dengan
menginvestasikan modalnya dalam kegiatan bisnis baru.
2. Pertumbuhan dan perluasan perusahaan-perusahaan lokal, yaitu lebih banyak
perusahaan yang mulai beroperasi dan perusahaan-perusahaan yang sudah
ada semakin bertambah besar dalam hal penjualan, tenaga kerja dan
keuntungannya (lepas landasnya perusahaan lokal)
3. Berkembangnya perusahaan-perusahaan lokal keluar lokalitas
4. Terbentuknya suatu perekonomian wilayah yang bertumpu pada kegiatan dan
inisiatif lokal serta keunggulan komparatif aktivitas ekonomi lokal tersebut.
itu pula diperlukan langkah-langkah yang lebih positif selain dari menciptakan
iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut
penyediaan berbagai masukan (input) serta membuka akses kepada berbagai
peluang (opportunities) yang nantinya dapat membuat masyarakat menjadi
semakin berdaya.
A Batasan
Terdapat banyak pihak yang membuat batasan UKM dimana pada umumnya
didasarkan pada nilai asset atau kekayaan bersih, jumlah tenaga kerja dan omset
penjualan. Industri kecil menengah (IKM) merupakan bagian dari usaha mikro,
kecil menengah (UMK). Berikut ini diuraikan mengenai definisi dan kriteria
usaha mikro, kecil, dan menengah mengacu pada Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil
atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan
usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih
besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau
swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi
di Indonesia.
Adapun kriteria usaha mikro, kecil dan menengah adalah sebagai berikut:
1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah).
3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Selain memiliki perbedaan dalam aspek usaha yang dijalankan, perbedaan UKM
dan IKM juga terdapat dalam sejumlah aspek lainnya. Berikut ini beberapa
perbedaan UKM dan IKM dari aspek aset dan penghasilan atau omzet menurut
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang perindustrian dan Permenperin
64/M-IND/PER/7/2016 dijelaskan antara lain:
1. Usaha Kecil
Dilihat dari nilai asetnya, usaha kecil memiliki aset dengan nilai Rp50 juta
sampai dengan Rp500 juta. Dari segi omzet, sebuah perusahaan dikategorikan
usaha kecil jika memiliki penghasilan Rp300 juta hingga Rp2 miliar.
2. Usaha Menengah
B Pemberdayaan
C Model Pengembangan
Model pengembangan IKM lainnya adalah melalui modal ventura. Model ini
dikembangkan untuk membantu IKM yang baru tumbuh dan mempunyai prospek
cerah tetapi tidak mempunyai modal sendiri maupun akses terhadap perbankan
untuk mengembangkan usaha karena ketiadaan agunan atau persyaratan
administratif lainnya. Dalam hal ini perusahaan modal ventura dapat memperkuat
Untuk pengembangan IKM skala mikro atau skala rumah tangga di pedesaan,
telah dikembangkan "model Grameen Bank" yang dipelopori oleh Prof.
Muhammad Yunus dari Bangladesh dan telah terbukti cukup efektif untuk
memberdayakan para wanita pedagang kecil terutama di daerah pedesaan.
D Strategi Pengembangan
Di sisi lain, Michael Allison dan Jude Kaye (2004 : 3) mengemukakan bahwa
strategi adalah prioritas atau arah keseluruhan yang luas yang diambil oleh
organisasi : strategi adalah pilihan-pilihan tentang bagaimana cara terbaik untuk
mencapai misi organisasi. Marrus (dalam Umar, 2002 : 21) mendefinisikan
strategi sebagai proses rencana para pimpinan puncak yang berfokus pada tujuan
jangka panjang organisasi, disertai menyusun suatu cara atau upaya bagaimana
agar tujuan tersebut dapat dicapai. Sedangkan Jauch dan Glueck (1988 : 11)
memberi pengertian lain tentang strategi, yaitu:
“Startegy is unified, comprehensive, and integrated plan that relates the strategic
advantages of the firm to challenges of the environment. It is designed to ensure
that the basic objectives of the enterprise are achieved through proper execution
by the organization”.
Dari berbagai pengertian tersebut, strategi dapat dipahami sebagai tindakan yang
dilakukan berdasarkan tanggapan organisasi secara terus menerus terhadap
peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal sebagai
upaya untuk mencapai misi dan tujuan organisasi.
Sementara itu, menurut Wie (dalam Yustika, 2003 : 119) secara umum program
pengembangan usaha (industri) kecil di Indonesia tersebut dapat diklasifikasikan
melalui dua kategori yakni program kredit bersubsidi dan program bantuan teknis.
Dari sisi pemerintah daerah, strategi pengembangan IKM, antara lain melalui :
1. Peningkatan kandungan lokal dan penggunaan produksi dalam negeri dalam
rangka penghematan devisa dan mendorong kemandirian. Strategi ini untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri, baik kebutuhan dunia usaha maupun
kebutuhan masyarakat;
2. Peningkatan keterpaduan antar lembaga pembina, dunia usaha dan
masyarakat. Strategi ini untuk mewujudkan kekuatan bersama yang saling
mendukung secara sinergi, antara pemerintah (fasilitator, regulator dan
dinamisator), dunia usaha (pelaku bisnis, konsumen bahan baku, produsen
bahan jadi), dan masyarakat (pemasok bahan baku / input, pelaku bisnis,
konsumen barang jadi);
3. Pemanfaatan dan penciptaan keunggulan kompetitif dalam menghadapi
persaingan global. Strategi ini untuk menciptakan nilai tambah, melalui
sentuhan teknologi, dan penciptaan aglomerasi dengan penyediaan kawasan
IKM;
Undang Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah angka 8 menyatakan bahwa pemberdayaan adalah upaya yang
dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara
sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang
menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Prinsip pemberdayaan, sebagaimana
yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 tahun 2008 adalah (a)
penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro,Kecil,
dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri; (b) perwujudan kebijakan
publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan; (c) pengembangan usaha
berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah; (d) peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah; dan (e) penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian
secara terpadu.
Kompetensi dapat berupa motif, bakat atau sifat, konsep diri, sikap atau nilai
maupun pendirian, pengetahuan diri, atau keterampilan kognitif dalam perilaku.
Kompetensi meruapakan karakteristik individu yang dapat diukur dengan cara
membedakan secara signifikan antara orang-orang yang berprestasi baik dan yang
biasa saja atau antara orang yang bekerja efektif dan yang tidak efektif (Meutia,
2012). Kompetensi kewirausahaan merupakan karakteristik yang mendasar seperti
ilmu pengetahuan, motif, sifat, kesan pribadi, peranan sosial dan keterampilan
yang pada akhirnya akan memberikan hasil akhir berupa lahirnya perusahaan
baru, bertahannya sebuah perusahaan dan pertumbuhan atau perkembangan dalam
perusahaan. (Bird, 1995).
H Dukungan Pemerintah
tinggi atau lembaga penelitian dan pengembangan Industri dalam negeri dan
luar negeri
10. memfasilitasi promosi alih teknologi dari Industri besar, lembaga penelitian
dan pengembangan, perguruan tinggi, dan/atau lembaga lainnya ke Industri
kecil dan Industri menengah; dan/atau
11. Memfasilitasi lembaga penelitian dan pengembangan dalam negeri dan/atau
Perusahaan Industri dalam negeri yang mengembangkan teknologi di bidang
Industri.
12. Memfasilitasi pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi
masyarakat dalam pembangunan Industri
13. Memfasilitasi ketersediaan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan
Industri
14. Menteri melakukan perencanaan, pembinaan, pengembangan, dan
pengawasan Standardisasi Industri
15. Menjamin tersedianya infrastruktur Industri.
16. Menteri mengadakan data mengenai perkembangan dan peluang pasar serta
perkembangan Teknologi Industri.
17. Menteri membangun dan mengembangkan Sistem Informasi Industri
Nasional.
18. melakukan pembangunan dan pemberdayaan Industri kecil dan Industri
menengah
19. Dalam rangka meningkatkan ketahanan Industri dalam negeri, Pemerintah
melakukan tindakan pengamanan Industri
6 Tangeran 15,79 8 80 414 Kec. Neglasari. Kec. Cipondoh. Kec. Pinang Kec. Karawaci
g
Kec. Batuceper Kec. Pinang
7 Karawaci 13,48 16 127 539 Kec. Neglasari Kec. Tangerang Kec. Cibodas Kec. Cibodas.
Kec. Periuk
8 Cibodas 9,61 6 93 479 Kec. Periuk. Kec. Pinang Kab. Tangerang Kec. Jatiuwung
Kec. Karawaci
9 Jatiuwung 14,41 6 41 227 Kec. Periuk Kec. Cibodas Kab. Tangerang Kab. Tangerang
10 Periuk 9,54 5 76 461 Kab. Tangerang Kec. Neglasari. Kec. Jatiuwung. Kab. Tangerang
Kec. Karawaci Kec. Cibodas
11 Neglasari 16,08 7 50 244 Kab. Tangerang Kec. Benda Kec. Karawaci. Kab.
Tangerang.
Kec. Batuceper Kec. Tangerang Kec. Periuk
12 Batuceper 11,58 7 47 233 Kec. Benda Prov. DKI Kec. Cipondoh. Kec. Neglasari
Jakarta
Kec. Tangerang
13 Benda*) 5,92 5 40 196 Kab. Tangerang Prov. DKI Kec. Batuceper. Kec. Neglasari
Jakarta Kec. Neglasari
TOTAL 164,55 104 1.017 5.171
Sumber: Pemerintah Kota Tangerang, 2023
*) Tidak termasuk luas Bandara Soekarno Hatta (19.69 km2)
Tangerang
Jatiuwung
Batuceper
Cipondoh
Karawaci
Neglasari
Larangan
Cibodas
Ciledug
Tengah
Karang
Pinang
Periuk
Benda
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 Ciledug 3 4 5 7 11 12 15 17 15 13 15 18
2 Larangan 3 3 8 10 14 15 18 20 18 16 18 21
3 Karang 4 3 6 8 12 13 16 18 16 14 11 14
Tengah
4 Cipondoh 5 8 6 4 6 9 10 12 10 8 3 6
5 Pinang 7 10 8 4 7 4 3 5 3 9 11 14
6 Tangerang 11 14 12 6 7 4 6 7 4 2 4 7
7 Karawaci 12 15 13 9 4 4 2 4 6 6 8 11
8 Cibodas 15 18 16 10 3 6 2 1 5 8 10 13
9 Jatiuwung 17 20 18 12 5 7 4 1 3 9 11 14
10 Periuk 15 18 16 10 3 4 6 5 3 4 8 11
11 Neglasari 13 16 14 8 9 2 6 8 9 4 4 7
12 Batuceper 15 18 11 3 11 4 8 10 11 8 4 3
13 Benda 18 21 14 6 14 7 11 13 14 11 7 3
Sumber: Kota Tangerang Dalam Angka Tahun 2023
B. Topografi
Wilayah Kota Tangerang sebagian besar berada pada ketinggian 10-18 m di atas
permukaan laut (dpl), sedangkan di bagian Utara meliputi sebagian besar
Kecamatan Benda ketinggiannya rata-rata 10 m dpl, sedang di bagian selatan
seperti Kecamatan Ciledug, Kecamatan Larangan, dan Kecamatan Karang Tengah
memiliki ketinggian 18 m dpl. Selain itu, Kota Tangerang mempunyai tingkat
kemiringan tanah 0-3% dan sebagian kecil (yaitu di bagian Selatan wilayah Kota)
kemiringan tanahnya 3-8% yang meliputi wilayah Kelurahan Parung Serab,
Kelurahan Paninggilan Selatan, dan Kelurahan Cipadu Jaya. Kota Tangerang
tidak memiliki wilayah pesisir karena tidak ada daerah yang langsung berbatasan
dengan pantai. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan di Kota
Tangerang cukup landai. Hal ini juga sangat menguntungkan bagi pengembangan
Kota Tangerang secara umum, terutama untuk pengembangan kegiatan perkotaan.
Namun demikian, kondisi topografi Kota Tangerang yang cukup landai ini juga
menjadi tantangan tersendiri karena hal ini menyebabkan Kota Tangerang
memiliki potensi genangan dan banjir. Kondisi Topografi Kota Tangerang bisa
dilihat pada Tabel berikut ini.
C. Geologi
Secara geologis, daerah Tangerang berada pada suatu tinggian struktur yang
dikenal dengan sebutan Tangerang High. Tinggian ini terdiri atas batuan Tersier
yang memisahkan Cekungan Jawa Barat Utara di bagian barat dengan Cekungan
Sunda di bagian timur. Tinggian ini dicirikan oleh kelurusan bawah permukaan
berupa lipatan dan patahan nomal, berarah utara-selatan. Di bagian timur patahan
normal tersebut terbentuk cekungan pengendapan yang disebut dengan Sub
cekungan Jakarta.
Tinggian ini terbentuk oleh batuan Tersier yang memisahkan cekungan Jawa
Barat Utara di bagian Barat dengan cekungan Sunda di bagian timur. Tinggian ini
dicirikan oleh kelurusan bawah permukaan berupa lipatan dan patahan nomal
yang berarah Utara-Selatan. Di bagian Timur patahan normal tersebut terbentuk
cekungan pengendapan yang disebut dengan Sub cekungan Jakarta.
Batuan yang menutupi Kota Tangerang terdiri dari endapan alluvium, endapan
kipas alluvium vulkanik muda, dan satuan Tuf Banten. Di Sub Cekungan Jakarta,
Endapan batuan ini berasal dari material batuan yang terbawa oleh aliran
sungai dan berumur antara 20.000 tahun hingga sekarang. Endapan tersebut
tersusun oleh material lempung, pasir halus dan kasar, dan konglomerat serta
mengandung cangkang moluska. Endapan alluvium tersebut dapat
membentuk endapan delta, endapan rawa, endapan gosong pasir pantai, dan
endapan sungai dengan bentuk meander atau sungai teranyam.
4. Endapan Aluvium
Endapan ini terdiri atas lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah
yang berumur Kuarter dan tersebar pada daerah pedataran serta sekitar aliran
sungai.
D. Kondisi Hidrologi
Secara hidrologi, wilayah Kota Tangerang dilalui oleh 3 (tiga) aliran sungai yaitu
sungai Cisadane, kali Angke dan kali Cirarab dengan panjang daerah yang dilalui
sepanjang 33,15 Km. Sungai Cisadane membagi Kota Tangerang menjadi dua
bagian, yaitu bagian Timur sungai dan bagian Barat sungai. Kecamatan yang
terletak di bagian Barat Sungai Cisadane meliputi Kecamatan Jatiuwung dan
sebagian Kecamatan Tangerang. Sungai Cisadane memiliki debit air 88 m3 per
detik dan mengalir sejauh 15 Km.
Kali Angke berada pada bagian Timur Sungai Cisadane, Sungai Cirarab yang
merupakan batas sebelah Barat Kota Tangerang wilayah Kecamatan Jatiuwung
dengan Kecamatan Pasar Kemis di Kabupaten Tangerang. Kali Ledug yang
merupakan anak Sungai Cirarab, Kali Sabi, dan Kali Cimone, sungai-sungai
tersebut berada di sebelah Barat Sungai Cisadane. Berikut disajikan Tabel berikut
tentang Daerah Aliran Sungai di Kota Tangerang:
E. Klimatologi
Kota Tangerang merupakan daerah beriklim tropis, dengan suhu udara rata-rata
yang terjadi pada tahun 2022 sebesar 29,29ºC. Suhu tertinggi berada pada kisaran
35,4ºC dan suhu udara terendah sebesar 21,00ºC. Jika dilihat perkembangan dari
tahun sebelumnya, peningkatan perubahan suhu rata-rata dari suhu rata-rata pada
tahun 2021 terjadi peningkatan suhu rata-rata, begitupun dengan suhu tertinggi
dan terendah di Tahun 2022.
Waktu terpanas pada tahun 2022 terjadi pada bulan Oktober dengan suhu tertinggi
sebesar 35,4ºC. Sedangkan waktu terdingin terjadi pada bulan Juli dengan suhu
terendah sebesar 21,00ºC. Berikut penjabaran kondisi temperatur Kota Tangerang
berdasarkan bulan pada tahun 2022.
Kondisi iklim Kota Tangerang juga dapat dilihat dari banyaknya hari hujan, curah
hujan, dan kelembapan udara pada kurun waktu tertentu. Pada Tahun 2022, Kota
Tangerang memiliki rata-rata banyaknya hari hujan adalah 15 hari dalam sebulan,
lebih banyak 2 hari hujan tiap bulannya dibandingkan Tahun 2021. Hujan
terbanyak pada tahun 2022 terjadi pada bulan Februari sebanyak 21 hari dan bulan
yang mengalami hujan paling sedikit adalah bulan Juli sebanyak 7 hari dalam satu
bulan. Rata-rata curah hujan di Kota Tangerang pada Tahun 2022 adalah 198,6
mm, dimana curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei sebesar 403,1 mm
sedangkan curah hujan terendah adalah bulan Juni sebesar 83,1 mm. Kota
Tangerang memiliki rata-rata kelembapan pada tahun 2022 sebesar 74,7 % dengan
kelembapan tertinggi terjadi pada bulan Desember dan kelembapan terendah
terjadi pada bulan Agustus. Jika dilihat dari tahun sebelumnya, terjadi
peningkatan hari jumlah hari hujan dan, curah hujan, namun kelembapan di Kota
Tangerang terjadi pen. Untuk lebih jelasnya, berikut penjabaran kondisi curah
hujan di Kota Tangerang berdasarkan bulan Tahun 2022.
1.1 KEPENDUDUKAN
A. Jumlah Penduduk
Kecamatan Ciledug masing-masing sebesar 9,74%, 9,60%, dan 8,74% dari total
penduduk di Kota Tangerang sedangkan Kecamatan Benda merupakan wilayah
berpenduduk paling sedikit yaitu sebanyak 84.114jiwa atau 4,36% dari total
penduduk Kota Tangerang.
KEPADATAN
NO. KECAMATAN LUAS (KM2) Klasifikasi
(Jiwa/Km2)
1 Ciledug 8,77 19.233 Tinggi
2 Larangan 9,4 17.755 Tinggi
3 Karang Tengah 10,47 11.309 Tinggi
4 Cipondoh 17,91 14.316 Tinggi
5 Pinang 21,59 8.585 Tinggi
6 Tangerang 15,79 9.822 Tinggi
7 Karawaci 13,48 13.956 Tinggi
8 Jatiuwung 14,41 7.124 Tinggi
9 Cibodas 9,61 15.514 Tinggi
10 Periuk 9,54 15.116 Tinggi
11 Batuceper 11,58 8.020 Tinggi
12 Neglasari 16,08 7.381 Tinggi
13 Benda 5,92 14.208 Tinggi
KOTA TANGERANG 164,55 11.732 Tinggi
Sumber: Kota Tangerang Dalam Angka 2023, BPS Kota Tangerang
Berdasarkan data BPS Kota Tangerang Tahun 2022 penduduk Kota Tangerang
menurut jenis kelamin dan persebarannya dapat dilihat pada Tabel dibawah,
dimana penduduk Kota Tangerang di dominasi oleh jenis kelamin laki-laki.
Peningkatan penduduk yang memiliki jenis kelamin laki-laki dan perempuan di
Kota Tangerang terjadi seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.
C. Struktur Usia
Informasi ini akan memberikan gambaran tentang seberapa besar potensi Sumber
Daya Manusia (SDM) terutama untuk keperluan yang terkait dengan pendidikan,
kesehatan dan ketenagakerjaan. Selain itu informasi ini juga diperlukan untuk
melihat besarnya nilai rasio ketergantungan penduduk sebagai gambaran
perbandingan antara penduduk usia tidak produktif (0-14 tahun dan > 65 tahun)
terhadap penduduk usia produktif (15-64 tahun). Jumlah penduduk Kota
Tangerang pada masing-masing usia pada Tabel berikut ini.
Dari tabel di atas jumlah penduduk pada kelompok usia anak (0–14 tahun)
jumlahnya mencapai 473.634 jiwa. Kondisi ini perlu mendapat perhatian karena
terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan. Seiring
dengan jumlah proporsi usia anak dalam komposisi penduduk maka peningkatan
kualitas anak sebagai sumber daya manusia membutuhkan perhatian yang besar.
Sedangkan jumlah Penduduk pada kelompok usia (15–64 tahun) yang merupakan
usia produktif berjumlah 1.364.631jiwa atau sekitar 70,69% dari jumlah penduduk
Kota Tangerang. Kondisi ini mengartikan bahwa potensi SDM dalam hal
pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan di Kota Tangerang tahun 2022
terlihat relatif besar, sedemikian sehingga perlu adanya upaya antisipasi terhadap
penyediaan sarana-prasarana pada tiga bidang tersebut, terutama bidang
ketenagakerjaan/lowongan kerja.
Terkait dengan jumlah penduduk menurut struktur usia, maka dapat pula dihitung
besarnya nilai rasio ketergantungan penduduk (Depedency Ratio) pada wilayah
dan pada tahun tertentu. Hal ini dapat digunakan untuk melihat seberapa besar
seorang penduduk usia produktif harus menanggung beban atas penduduk usia
non produktif. Besarnya rasio ketergantungan penduduk di Kota Tangerang pada
Tahun 2022 dapat dilihat pada Tabel berikut
D. Jenis Pekerjaan
Penduduk Usia Kerja adalah penduduk berumur 15 tahun keatas. Penduduk yang
termasuk Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun keatas) yang
bekerja,atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.
Bukan Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun keatas) yang
mengurus rumah tangga, sekolah atau melaksanakan kegiatan lainnya selain
kegiatan pribadi. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah
perbandingan antara jumlah penduduk angkatan kerja (yang bekerja dan
pengangguran) dengan jumlah penduduk usia kerja, dan biasanya dinyatakan
Berdasarkan data BPS Tahun 2023 kondisi ketenagakerjaan dapat dilihat pada
tabel sebagai berikut :
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa pada tahun 2022 nilai Angka Partisipasi
Angkatan Kerja (APAK) untuk Kota Tangerang sebesar 66,08%, meningkat dari
tahun sebelumnya 64,52%. Angka tersebut menggambarkan dari 100 orang yang
termasuk ke dalam Penduduk Usia Kerja (15 tahun ke atas) pada Tahun 2022
terdapat 66 orang yang merupakan angkatan kerja. Peningkatan partisipasi
angkatan kerja disebabkan adanya pemulihan aktifitas perekonomian di Kota
Tangerang pasca telah berlalunya pandemi Covid-19.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), yaitu bagian dari angkatan kerja yang
tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum
pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah penah berkerja), atau sedang
mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa
tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki
pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.Indikator ini berfungsi sebagai acuan
pemerintah daerah untuk pembukaan lapangan kerja baru. Disamping itu, trend
indikator ini akan menunjukkan keberhasilan/kegagalan progam dan kegiatan
ketenagakerjaan dari tahun ketahun.
Angka TPT bersumber dari Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang
dilakukan oleh BPS.
Jenis pekerjaan terkecil pada Berusaha dibantu Buruh Tetap dengan kontribusi
sebesar 2,51 % dari total penduduk bekerja dan berusaha, kondisi tersebut
menunjukan UKM di Kota Tangerang masih belum mencirikan usaha padat karya.
Hal ini menunjukkan karakteristik aktifitas ekonomi di Kota Tangerang pada
tahun 2022 mempunyai potensi dari usaha besar yang padat karya namun UKM
belum mengikuti padat karya.
terlihat dari Tingkat pendidikan dari usia kerja yang dimiliki. Pada tahun 2023, di
Kota Tangerang dari angkatan kerja yang bekerja sejumlah 1.106.436 jiwa
terbesar ada di angkatan kerja yang bekerja dengan pendidikan terakhir SMA
namun angkatan kerja dengan status pengangguran juga terbesar pada pendidikan
terakhir SMA. Hal ini menunjukkan angkatan kerja dengan kelulusan terbanyak
adalah lulusan SMA.
Dari tingkat pendidikan penduduk Tahun 2022 didominasi oleh tamatan SLTA
sebanyak 876.349 orang atau 48,59% dari penduduk usia 15 Tahun keatas di Kota
Tangerang, diikuti dengan tingkat pendidikan SMP sederajat sebesar 373.193
orang atau sebesar 20,69% dari populasi. Tingkat pendidikan dengan kelulusan
terakhir Perguruan Tinggi merupakan pendidikan terakhir paling kecil yaitu
sebesar 253.136 orang.
Untuk angkatan kerja dan angkatan kerja yang bekerja dominasi sebagaimana usia
15 Tahun keatas keseluruhan dimiliki angkatan kerja dengan pendidikan terakhir
SMA namun untuk urutan kedua dimiliki pendidikan terakhir Perguruan Tinggi
dan diurutan terakhir adalah pendidikan terakhir SD sederajat. Bahkan tingkat
partisipasi angkatan kerja tertinggi adalah kelompok pendidikan terakhir
perguruan tinggi sebear 83,45% diikuti dengan pendidikan terakhir SMA sebesar
72,10%
tertentu adalah Angka Partisipasi Angkatan Kerja (APAK). Secara khusus APAK
sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bisa diartikan sebagai bagian dari
penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang mempunyai pekerjaan selama
seminggu yang lalu, baik yang bekerja maupun yang sementara tidak bekerja
karena suatu sebab seperti menunggu panenan atau cuti. Disamping itu, mereka
yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan juga termasuk
dalam kelompok angkatan kerja.
Sementara itu, penduduk yang bekerja atau mempunyai pekerjaan adalah mereka
yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan pekerjaan atau bekerja
untuk memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan
selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu dan tidak boleh terputus.
Secara formulasi TPAK bisa dihitung melalui rasio antara jumlah angkatan kerja
terhadap jumlah penduduk usia kerja (15 tahun keatas) dikali seratus. Berikut
Gambar menunjukkan Grafik TPAK Kota Tangerang selama 5 tahun terakhir.
Berdasarkan grafik di atas, TPAK Tahun 2021 Kota Tangerang sebesar 64,52
persen, lebih sedikit -0,38% dari TPAK Tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan
bahwa ada sekitar 65 persen dari penduduk usia kerja di Kota Tangerang yang
berpotensi untuk mendapatkan pendapatan/penghasilan walaupun di dalamnya
termasuk mereka yang sedang mencari pekerjaan.
E. Pendidikan
Sesuai dengan prinsip otonomi daerah untuk memberikan pelayanan yang lebih
baik, kewenangan pengelolaan pendidikan sebagai salah satu urusan wajib
pelayanan dasar. Dengan demikian, diharapkan akses masyarakat terhadap
pendidikan dapat meningkat dan sektor pendidikan dapat dikelola dengan lebih
baik sehingga meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia.
Selain itu, pendidikan juga merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
dan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Seperti yang tertuang dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa
melalui pendidikan merupakan bagian dari upaya pembangunan nasional yang
bertujuan untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Pembangunan
yang harus dilakukan bersama adalah bukan hanya mengelola sumber daya alam,
namun juga perlu membangun kualitas sumber daya manusianya.
Tabel 3.19 Jumlah Murid dan Guru di Kota Tangerang Tahun 2022
Jumlah Rasio
No. Jenjang
Murid Guru Guru : Murid
1 PAUD 37.410 2.626 1 : 14
2 TK 13.748 2.626 1 : 5
3 Sekolah Dasar 192.405 9.531 1 : 20
4 Sekolah Menengah Pertama 80.355 4.307 1 : 19
Sumber : Dinas Pendidikan Kota Tangerang
Dari tabel di atas terlihat bahwa pendidikan pra sekolah jenjang PAUD yang
terdiri dari Taman kanak-kanak (TK), Kelompok Bermain (KB), Sekolah Paud
Sejenis (SPS), dan Tempat Penitipan Anak (TPA) serta RA pada tahun 2022
tersedia sebanyak 1.158 sekolah. Untuk Rasio antara guru dibanding dengan
murid pada jejang satuan PAUD sebesar 1 : 14 artinya setiap 1 orang guru
membimbing sekitar 14 murid dan rasio antara guru dibanding dengan murid pada
jenjang satuan TK sebesar 1:5 artinya setiap 1 orang guru membimbing sekitar 5
murid.
Untuk jejang Sekolah Dasar (SD/MI) yang tersedia pada tahun 2022 adalah
sebanyak 554 sekolah dengan rincian SDN sebanyak 299 sekolah, SD Swasta
sebanyak 148 sekolah, MI Negeri sebanyak 1 sekolah dan MI Swasta sebanyak
107 sekolah. Untuk Rasio antara guru dibanding dengan siswa pada jenjang
Sekolah Dasar sebesar 1 : 20 artinya setiap 1 orang guru membimbing 20 siswa.
Untuk Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP/MTs) pada tahun 2022 untuk
jenjang Sekolah Menengah Pertama tersedia sebanyak 265 sekolah, SMP Negeri
sebanyak 33-sekolah, SMP Swasta sebanyak 167-sekolah, MTs Negeri sebanyak
3 sekolah dan MTs Swasta sebanyak 60 sekolah. Untuk Rasio antara guru
dibanding dengan siswa pada jenjang Sekolah Menengah Pertama sebesar 1 : 19
artinya setiap 1 orang guru membimbing 19 siswa.
Selain jumlah sekolah dan persebarannya di setiap wilayah kecamatan, maka hal
yang perlu dilihat terkait dengan kependidikan adalah Angka Partisipasi Murni
(APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK). Dari angka-angka ini akan
didapatkan informasi tentang seberapa besar peran serta masyarakat dalam
pendidikan. APM dan APK ini dapat dihitung berdasarkan jumlah murid dan
jumlah penduduk pada jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar (SD/MI),
menengah (SMP/MTs) baik pada sekolah negeri maupun sekolah swasta.
Besarnya APM dan APK sekolah di Kota dapat dilihat pada Tabel berikut ini :
Persentase capaian APM SD/MI/Paket A pada tahun 2022 sebesar 97.72%. Hal
ini berdasarkan perhitungan jumlah siswa kelompok usia 7 -12 tahun yang
sekolah pada jejang sekolah dasar sederajat pada Tahun 2022 dibandingkan
dengan jumlah penduduk Kota Tangerang kelompok usia 7-12 tahun pada tahun
sebelumnya, karena untuk penerimaan siswa baru atau tahun ajaran baru dimulai
pada bulan Juli 2022 sedangkan jumlah penduduk diambil berdasarkan data
dukcapil semester 2 atau bulan Desember tahun 2021.
Dari berbagai indikator makro ekonomi dan survey yang kerap digunakan sebagai
alat ukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan di suatu daerah,
implementasinya terkadang bisa menimbulkan penafsiran yang beragam. Hal ini
terjadi karena keberhasilan pembangunan tidaklah cukup hanya diukur dengan
menggunakan makro ekonomi dan survey. Dengan demikian, untuk menentukan
keberhasilan pembangunan di suatu daerah harus menggunakan indikator yang
secara resmi digunakan oleh badan dunia, yaitu The United Nations Development
Programme (UNDP).
II. INDEKS PENDIDIKAN Point 73,45 73,94 74,11 74,63 74,69 74,16
(IP)
1. Harapan Lama Sekolah Tahun 13,83 13,84 13,85 13,87 13,88 13,85
(HLS)
Indeks Harapan Lama Point 76,83 76,89 76,94 77,06 77,11 76,97
Sekolah (IHLS)
2. Rata-Rata Lama Sekolah Tahun 10,51 10,65 10,69 10,83 10,84 10,70
Indeks Rata-rata Lama Point 70,07 71,00 71,27 72,20 72,27 71,36
Sekolah (IRLS)
III. INDEKS DAYA BELI Point 81,37 82,24 81,46 81,65 82,34 81,81
(IDB)
1. Pengeluaran per Kapita per Rp. Ribu 14.443 14.860 14.484 14.575 14.909 14.654,20
Tahun yang Disesuaikan
(PPP/DB)
Indeks Daya Beli (IDB) Point 81,37 82,24 81,46 81,65 82,34 81,81
IV. INDEKS PEMBANGUNAN Point 77,92 78,43 78,25 78,50 78,90 78,40
MANUSIA (IPM)
Laju Pertumbuhan IPM % 1,19 0,66 -0,23 0,31 0,51 0,31
Pertumbuhan IPM Point 0,91 0,51 -0,18 0,24 0,40 0,98
Sumber : BPS (data diolah)
Selama periode Tahun 2018 sampai dengan Tahun 2022, IPM Kota Tangerang
menunjukkan peningkatan dari 77,92 point pada Tahun 2018 meningkat menjadi
78,90 point pada Tahun 2022. Namun demikian pada Tahun 2020, IPM Kota
Tangerang mengalami penurunan sekitar -0,18 point dari Tahun 2019 sebesar
78,25 point. Kondisi ini disebabkan dampak Pandemi Covid-19 dan resesi
ekonomi yang terjadi sejak Tahun 2020.
Angka Kematian bayi periode Tahun 2017 hingga Tahun 2021 terus mengalami
penurunan dimana penanganan bayi baru lahir dan tindakan terhadap bayi baru
lahir bermasalah menunjukan semakin baik, perkembangan angka kematian ibu
sedikit meningkat di Tahun 2021 meskipun sebelumnya di Tahun 2020
mengalami penurunan. Untuk angka kesakitan baru dilakukan perhitungan pada
Tahun 2019, hingga Tahun 2021 angka kesakitan menunjukkan penurunan cukup
signifikan.
Indeks harapan lama sekolah adalah angka harapan lama sekolah dibandingkan
angka ideal sesuai standar global (UNDP) yaitu 18 tahun. Angka harapan lama
sekolah adalah lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan
oleh anak pada umur tertentu (sesuai dengan kebijakan pemerintah tentang
program wajib belajar adalah pada usia 7 tahun ke atas) di masa mendatang.
Selama kurun waktu Tahun 2018-2022, angka harapan lama sekolah Kota
Tangerang menunjukkan peningkatan dari 13,83 tahun yang berarti setiap
penduduk Kota Tangerang yang berusia 7 tahun ke atas memiliki harapan untuk
bersekolah selama 13 Tahun 9 bulan 28 hari pada Tahun 2018 meningkat menjadi
13,88 tahun pada Tahun 2022. Artinya, pada Tahun 2021 setiap penduduk Kota
Tangerang yang berusia 7 tahun ke atas memiliki harapan untuk bersekolah
selama 13 tahun 10 bulan 17 hari (setara dengan kuliah semester I-II).
Harapan lama sekolah di Kota Tangerang dapat juga dilihat korelasinya dengan
indikator Pendidikan APM di Kota Tangerang. Sesuai kewenangan Kota
Tangerang dapat dilihat perkembangan APM dari Jenjang Pendidikan SD
sederajat dan SMP sederajat sebagai berikut.
APM SD sederajat dan SMP Sederajat pada Tahun 2022 mengalami stagnan
dibandingkan Tahun 2021 namun angka harapan lama sekolah di Tahun 2022
masih meningkat 0,01 Tahun atau 3-4 hari.
Sedangkan indeks rata-rata lama sekolah adalah angka rata-rata lama sekolah
dibandingkan angka ideal sesuai standar global (UNDP) yaitu 15 tahun. Angka
rata-rata lama sekolah adalah jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 25
tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Dalam periode Tahun 2018-
2022, angka rata-rata lama sekolah Kota Tangerang menunjukkan peningkatan
dari 10,51 tahun yang berarti penduduk berusia 25 tahun ke atas di Kota
Tangerang rata-rata telah menjalani pendidikan formal selama 10 tahun 6 bulan 4
hari pada Tahun 2018 meningkat menjadi 10,84 tahun pada Tahun 2022 yang
berarti bahwa pada Tahun 2022 penduduk berusia 25 tahun ke atas di Kota
Tangerang rata-rata telah menjalani pendidikan formal selama 10 tahun 10 bulan
2 hari (setara dengan kelas I SLTA).
Rata-rata lama sekolah berkorelasi terhadap lulusan usia kerja dan menunjukkan
kualitas dari usia kerja masyarakat Kota Tangerang sebagaimana terlihat pada
Tabel berikut:
Tabel 3.24 Pendidikan Terakhir Usia Kerja Kota Tangeang Tahun 2022
Jumlah Bukan
Pendidikan Terakhir yang Penganggur
Bekerja angkatan Angkatan Jumlah
ditamatkan an
Kerja Kerja
SD dan Sederajat 155.333 5.307 160.640 140.211 300.851
SMP dan Sederajat 178.010 10.036 188.046 185.147 373.193
SMA dan Sederajat 574.096 57.725 631.821 244.528 876.349
Perguruan Tinggi 198.997 12.256 211.253 41.883 253.136
Jumlah 1.106.436 85.324 1.191.760 611.769 1.803.529
Sumber : BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
Pengeluaran per kapita disesuaikan ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita
dan paritas daya beli (PPP:Purchasing Power Paity). Perhitungan paritas daya beli
menggunakan 96 komoditas dimana 66 komoditas merupakan makanan dan
sisanya merupakan komoditas nonmakanan. Komoditas non makanan beberapa
telah dilakukan pelayanan oleh Pemerintah Kota Tangerang sehingga terlihat
dengan berkurangnya pemukiman kumuh, peningkatan pelayanan akan kebutuhan
air dan layanan pegolahan air limbah domestik sebagaimana terlihat
perkembangannya di bawah ini.
Sementara angka IPM Kota Tangerang dibandingkan dengan angka IPM nasional
dan Provinsi Banten dapat dilihat dari tabel berikut :
B. Perkembangan Ekonomi
Pada Tahun 2022, Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Kota Tangerang mencapai
5,98%. Pertumbuhan sebesar itu merupakan pertumbuhan perekonomian saat
pemulihan dimana Pandemi Covid-19 telah menyebabkan menurunnya
perekonomian dan aktivitas di berbagai sektor dan wilayah Indonesia termasuk
Kota Tangerang di Tahun 2020. Dimana peningkatan pertumbuhan Tahun 2021
belum dapat melampaui dari segi nilai jika dibandingkan Tahun 2019. Baru di
Tahun 2022 mulai melampau nilai di Tahun 2019.
terendah dimiliki oleh lapangan usaha pertambangan dan penggalian dengan laju
pertumbuhan sebesar 0,01% dan pertumbuhan terendah kedua adalah lapangan
usaha jasa pendidikan dengan laju pertumbuhan sebesar 0,05%.
Pada Tahun 2018 hingga Tahun 2019, laju pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang
selalu mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa pada Tahun tersebut
pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang sangat baik. Namun pada Tahun 2020 laju
pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang mengalami penurunan yang sangat
signifikan bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan Provinsi Banten dan
Nasional. Di Tahun 2021 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Tangerang kembali
meningkat melampau laju pertumbuhan Nasional tapi masih dibawah
pertumbuhan Provinsi Banten. Pada Tahun 2022 perekonomian Kota Tangerang
beranjak normal dengan ditandai pertumbuhan diatas Provinsi Banten dan
Nasional.
Secara umum, pada Tahun 2018 pertumbuhan ekonominya cukup stabil terhadap
gangguan/guncangan eksternal, baik dalam tataran global ataupun nasional. Pada
Tahun 2019, di tengah masih melemahnya perekonomian global dan nasional,
Kota Tangerang tetap dapat mempertahankan LPE-nya di atas 4%. Akan tetapi
pada Tahun 2020 pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang menurun hingga nilai
negatif leibh rendah dibanding penurunan Provinsi Banten dan Nasional sejalan
dengan menurunnya pertumbuhan sektor lapangan usaha transportasi dan
pergudangan sebagai sektor yang memberikan distribusi PDRB terbesar ke Tiga
di Kota Tangerang turun hingga nilai negatif sebesar -45,61%. Lapangan Usaha
transportasi merupakan sektor paling berdampak dengan adanya kebijakan
pembatasan untuk menghadapi Covid-19. Ditahun 2021dan 2022 laju pertumbuan
Nilai PDRB ADHK Tahun 2021 mencapai Rp. 106,41 Triliun dan mengalami
peningkatan Rp. 4 Trilun (laju pertumbuhan mencapai 3,90%) dari Tahun 2020
yang mencapai Rp. 102,42 Triliun namun jika dibandingkan Tahun 2019 sebelum
pandemi Covid-19 mempengaruhi perekonomian Kota Tangerang sebesar 110,56
Triliun masih kurang sebesar Rp -4,14 Triliun.
Ditahun 2022 nilai PDRB ADHK mencapai Rp. 112,78 Triliun dan mengalami
peningkatan sebessar Rp. 6,37 Triliun dan jika dibandingkan dengan Tahun 2019
mengalami peningkatan sebesar 2,22 Triliun. Hal ini menunjukkan di Tahun 2022
kondisi perekonomian Kota Tangerang di lihat dari Nilai PDRB ADHK sudah
melampaui kondisi normal sebelum Pandemi Covid-19.
Seiring dengan peningkatan nilai PDRB ADHK, pada Tahun 2021, Laju
pertumbuhan ekonomi (LPE) Kota Tangerang mencapai 3,90% atau meningkat
dari Tahun 2020 yang mengalami kontraksi -7,36% sebagai dampak Pandemi
Covid-19 telah menyebabkan menurunnya perekonomian (resesi ekonomi) dan
aktivitas di berbagai sektor dan wilayah Indonesia termasuk Kota Tangerang.
Kondisi ini mengindikasikan proses pemulihan ekonomi telah terjadi walaupun
Pandemi Covid-19 namun belum kembali kondisi normal jika dilihat
pertumbuhan geometrik Tahun 2019-2021 sebesar -1,89%. Kondisi kembali
normal terlihat pada laju pertumbuhan Kota Tangerang Tahun 2022 sebesar
5,98% dengan laju pertumbuhan geometrik Tahun 2019-2022 sebesar 0,67%.
Berikut diuraikan nilai PDRB ADHK Kota Tangerang Tahun 2019-2021 yang
menggambarkan dampak Pandemi Covid-19 terhadap perekonomian.
PDRB ADHK Tahun 2022 menunjukkan kondisi pulih meskipun beberapa sektor
lapangan usaha masih belum pulih antara lain:
• Industri Pengolahan
• Transportasi dan Pergudangan
• Jasa Perusahaan
• Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Kinerja pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang tersebut diatas tidak terlepas dari
adanya penurunan nilai bruto produksi yang terjadi di Kota Tangerang pada
periode Tahun 2020. Berdasarkan harga berlaku, nilai produksi bruto Kota
Tangerang pada Tahun 2020 mencapai Rp 143,02 Triliun. atau menurun sebesar
Rp 28,71Triliun dari Tahun sebelumnya, di Tahun 2022 terjadi peningkatan
kembali sebesar Rp. 7,12 Triliun menjadi Rp.150,14 Triliun dan pada Tahun 2022
meningkat kembali sebesar 32,07 Triliun menjadi sebesar 182,21 Triliun. Adapun
berdasarkan harga konstan (Tahun 2010), PDRB Kota Tangerang pada Tahun
2020 mencapai Rp 102,42 Triliun, atau terjadi penurunan sebesar Rp 8,14 Triliun
dari Tahun sebelumnya. Di Tahun 2021 kembali meningkat menjadi sebesar Rp.
106,41 Triliun atau meningkat sebesar Rp. 4 Triliun dan di Tahun 2022 meningkat
kembali sebesar 6,37 Triliun menjadi sebesar 112,78 triliun.
Perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga
konstan selama 5 (lima) Tahun terkecuali Tahun 2020 menunjukan perkembangan
yang baik sebagaimana terlihat pada tabel PDRB atas dasar harga berlaku dan
tabel PDRB atas dasar harga konstan dibawah ini.
Tabel 3.29 Produk Domestik Regional Bruto Kota Tangerang Atas Dasar
Harga Berlaku Tahun 2018-2022 (Miliyar Rupiah)
LAPANGAN USAHA 2018 2019 2020 2021* 2022**
1 Pertanian, Kehutanan, dan 2.343,59 2.562,82 2.684,17 2.809,87 3.003,78
Perikanan
2 Pertambangan dan Penggalian 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
3 Industri Pengolahan 47.487,78 49.970,29 48.364,14 51.554,90 53.428,84
4 Pengadaan Listrik dan Gas 305,50 318,83 311,09 331,78 353,76
5 Pengadaan Air, Pengelolaan 94,46 100,59 110,94 125,41 131,04
Sampah, Limbah dan Daur
Ulang
6 Konstruksi 11.129,35 12.193,19 12.258,53 14.038,09 14.876,97
7 Perdagangan Besar dan 16.293,27 17.990,12 18.337,84 19.073,77 20.158,23
Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
8 Transportasi dan Pergudangan 51.096,36 53.209,28 23.047,85 22.232,41 48.793,07
9 Penyediaan Akomodasi dan 2.216,18 2.379,33 2.265,47 2.354,82 2.462,09
Makan Minum
10 Informasi dan Komunikasi 7.055,59 7.490,86 8.110,55 8.576,37 8.898,91
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 4.270,05 4.446,65 4.723,47 5.254,07 5.621,29
12 Real Estat 8.456,83 9.289,09 10.245,49 10.857,69 11.193,34
13 Jasa Perusahaan 1.624,08 1.815,76 1.840,75 1.836,46 1.892,29
14 Administrasi Pemerintahan, 1.844,94 2.013,51 2.113,61 2.177,79 2.245,34
Pertahanan dan Jaminan
Gambar 3.7 Perkembangan PDRB dan LPE Kota Tangerang Tahun 2018-
2022
5.98
5.88 4.95
170,000,000 4.02 6.00
3.90 4.00
2.00
150,000,000
0.00
-2.00
182,210,783.86
130,000,000
171,732,446.26
(Juta Rupiah)
161,359,628.35
-4.00
150,139,001.78
149,005,544.80
(%)
143,022,763.75
-6.00
110,000,000 (7.36) -8.00
112,780,033.81
110,556,398.12
106,283,617.42
106,413,710.64
102,415,675.11
101,274,679.40 -10.00
90,000,000 -12.00
-14.00
70,000,000 -16.00
-18.00
50,000,000 -20.00
2018 2019 2020 2021* 2022**
PDRB BERLAKU (PDRB ADHB) PDRB KONSTAN (PDRB ADHK)
Perekonomian Kota Tangerang pada tahun 2021 dan Tahun 2022 mengalami
peningkatan kembali sebesar 3,70% dan 5,98% setelah mengalami pertumbuhan
negatif di Tahun 2020 sebesar -7,36 persen. Artinya secara agregat, kuantitas
output perekonomiannya meningkat di Tahun 2021 dan Tahun 2022 setelah
menurun di Tahun 2020 hingga sebesar -7,36 persen dibandingkan tahun
sebelumnya.
Pada tahun 2020 disaat adanya pembatasan sosial berskala besar untuk mengatasi
Covid-19 mempengaruhi sektor ekonomi di Indonesia secara umum, Laju
Pertumbuhan Ekonomi Kota Tangerang di Tahun 2020 yang tumbuh paling besar
adalah sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, yaitu tumbuh sebesar 16,06
persen, mengalami percepatan dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 8,10
persen. Pertumbuhan tersebut dipengaruhi banyaknya kegiatan terkait upaya
pencegahan dan penyehatan masyarakat dari pandemi Covid-19. Pertumbuhan
terbesar selanjutnya yang terlihat dipengaruhi dampak PSBB secara terurut adalah
ditempati sektor “Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang”
sebesar 9,58% dan sektor “Informasi dan Komunikasi” sebesar 9,51%. Tingginya
pertumbuhan ketiga sektor tersebut disaat sektor lain mengalami penurunan
menunjukkan ketiga sektor tersebut benar-benar menjadi sektor yang dibutuhkan
saat menjalankan PSBB di Kota Tangerang. Sektor yang lain dengan peningkatan
pertumbuhan tinggi keempat adalah sektor”real estate” dengan laju pertumbuhan
sebesar 6,34% Pada lapangan Usaha“Jasa Keuangan dan Asuransi”, meskipun
urutan kelima terbesar sebesar 6,20% namun pertumbuhan yang pesatnya jauh
lebih besar dibanding Tahun 2019 dengan pertumbuhan hanya 2,62%.
Ditahun 2021 sebagai tahun perbaikan ekonomi pasca pudarnya pandemi covid-
19 laju pertumbuhan yang paling meningkat adalah sektor Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang dengan laju pertumbuhan sebesar
11,59%, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 9,64% dan sektor kontruksi
sebesar 8,96%
Sektor industri Pengoloahan yang merupakan sektor dengan share terbesar pada
pertumbuhan PDRB Kota Tangerang di Tahun 2020 mengalami laju penurunan
sebesar -5,15%, turunya sektor ini berpengaruh terhadap pertumbuhan PDRB
yang juga mengalami nilai negatif, begitupun di Tahun 2021 seiring dengan
meningkatnya pertumbuhan industri dengan nilai positif sebesar 4,03%
mempengaruhi dengan positifnya pertumbuhan keseluruhan Laju Pertumbuhan
Ekonomi. Meskipun di Tahun 2022 pemulihan ekonomi di Kota Tangerang
semakin baik bahkan sudah mengalami kondisi normal untuk keseluruhan namun
sektor industri masih belum pulih bahkan di Tahun 2022 Laju pertumbuhan di
Pada periode Tahun 2018-2022 sektor tersier selalu sebagai penyumbang terbesar
dari PDRB ADHB Kota Tangerang diikuti dengan Sektor Sekunder dan yang
terakhir sektor primer. Distribusi lapangan usaha dari masing-masing kelompok
sektor dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
; ; 5.00
1.4 5
Pengadaan Listrik
dan Gas
; 0.2 0
Pengad aan Air,
Peng elolaan Sam-
pah, Limbah d an
Daur Ulang
Tran sportasi dan
; 0.0 7
Perg udangan Konstruksi; 8.0 2
; 24 .07
Sumber : PDRB Kabupaten Menurut Lapangan Usaha 2018-2022, BPS Kota Tangerang.
Secara umum dalam kurun waktu tahun 2018-2022, pola laju pertumbuhan
ekonomi Kota Tangerang hampir sama dengan pola laju pertumbuhan ekonomi di
tingkat Nasional dan Provinsi Banten yang mengalami penurunan nilai
pertumbuhan hingga angka pertumbuhan negatif di Tahun 2020 akibat dengan
pandemi Covid-19 dan mulai kembali meningkat di Tahun 2021 seiring dengan
mulai pudarnya pandemi Covid-19 dan meningkat kembali di Tahun 2022 sebagai
tanda dengan pulihnya ekonomi Kota Tangerang . Berikut ini perbandingan laju
pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang, Provinsi Banten dan Nasional tahun
2018-2022.
8.00
7.00 2018 2019 2020 2021 2022 5.31
5.77
6.00 5.17 5.98
5.02
5.00 5.03
4.95 4.02 5.26 3.7
4.00 3.90
4.49
3.00
2.00
1.00
0.00
-1.00
-2.00
-3.00 -2.07
-4.00
-3.39
-5.00
-6.00
-7.00
-7.36
-8.00
-9.00
Sumber : PDRB Kota Tangerang Menurut Lapangan Usaha Tahun 2018-2022, BPS Kota
Tangerang. PDRB Provinsi Banten Tahun 2018-2022, BPS Provinsi Banten, PDB
Nasional 2018-2022, BPS Indonesia
Berikut ini diuraikan tentang garis kemiskinan, jumlah dan persentase penduduk
miskin di Kota Tangerang Tahun 2018-2022.
Kondisi kemiskinan Kota Tangerang, Provinsi Banten dan Indonesia pada periode
Tahun 2017-2021 diuraikan sebagai berikut:
Pada Tahun 2021, Tingkat kemiskinan Kota Tangerang mencapai 5,93% lebih
rendah dari Provinsi Banten yang mencapai 6,66% dan lebih rendah dari nasional
yang mencapai 9,71%. Begitupun dengan konsisi di Tahun 2022 dimana Tingkat
kemiskinan Kota Tangerang mencapai 5,77% lebih rendah dari Provinsi Banten
yang mencapai 6,16% dan lebih rendah dari nasional yang mencapai 9,57%.
Kondisi ini mencerminkan tingkat kemisinan Kota Tangerang lebih baik dari
Provinsi Banten dan nasional.
Indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), yaitu bagian dari angkatan kerja
yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum
pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah pernah berkerja), atau sedang
mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa
tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki
pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Indikator ini berfungsi sebagai acuan
pemerintah daerah untuk pembukaan lapangan kerja baru. Disamping itu, trend ini
akan menunjukkan keberhasilan/kegagalan progam dan kegiatan ketenagakerjaan
dari tahun ke tahun.
Pada Tahun 2021, jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari
pekerjaan (jumlah pengangguran) di Kota Tangerang sebanyak 103.537 orang
sedangkan jumlah angkatan kerjanya sebanyak 1.141.720 orang, sehingga tingkat
pengangguran terbuka (TPT) sebesar 9,07%. Hal ini mengartikan bahwa diantara
100 orang yang termasuk ke dalam angkatan kerja terdapat sekitar 9 orang yang
tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Pada Tahun 2021, tingkat
pengangguran terbuka (TPT) Kota Tangerang mengalami peningkatan yaitu dari
8,63% pada Tahun 2020 menjadi 9,07% pada Tahun 2021. Kondisi ini dipicu oleh
terjadinya Pandemi Covid 19 dan resesi ekonomi yang melanda sejak Tahun
2020.
Pada Tahun 2022, jumlah angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari
pekerjaan (jumlah pengangguran) di Kota Tangerang lebih kecil dibanding Tahun
2021, jumlah penggangguran di Tahun 2022 sebanyak 85.324 orang sedangkan
jumlah angkatan kerjanya di Tahun 2022 sebanyak 1.191.760 orang, sehingga
tingkat pengangguran terbuka (TPT) 7,16%. Hal ini mengartikan bahwa diantara
100 orang yang termasuk ke dalam angkatan kerja terdapat sekitar 7 orang yang
tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Pada Tahun 2020 hingga Tahun
2022, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota Tangerang mengalami
peningkatan yaitu dari 8,63% pada Tahun 2020 menjadi 9,07% pada Tahun 2021.
Kondisi ini dipicu oleh terjadinya Pandemi Covid 19 dan resesi ekonomi yang
melanda sejak Tahun 2020. Pada tahun 2022 terjadi penurunan Tingkat
pengangguran terbuka dengan membaiknya sektor ekonomi di Kota Tangerang.
Pada Tahun 2021, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota Tangerang mencapai
9,07% lebih tinggi dari Provinsi Banten yang mencapai 8,98% dan lebih tinggi
dari nasional yang mencapai 6,49%. Kondisi ini mencerminkan tingkat
pengangguran terbuka (TPT) Kota Tangerang lebih buruk dari Provinsi Banten
dan nasional. sedangkan Tahun 2022 tingkat pengangguran terbuka Kota
Tangerang turun hingga 7,16% lebih rendah dari tingkat pengangguran Provinsi
Banten namun masih lebih tinggi dari tingkat pengangguran nasional. Hal tersebut
berarti tingkat pengangguran Kota Tangerang menjadi lebih baik jika
dibandingkan Provinsi Banten tapi masih lebih buruk jika dibandingkan dengan
tingkat pengangguran nasional.
Pada Tahun 2021, indeks gini (gini rasio) Kota Tangerang mengalami
peningkatan yaitu dari 0,339 poin pada Tahun 2020 menjadi 0,343 poin pada
Tahun 2021 dan di Tahun 2022 mengalami peningkatan kembali menjadi 0,383
poin. Kondisi mencerminkan semakin memburuknya tingkat ketimpangan
pendapatan masyarakat Kota Tangerang. Kondisi ini dipicu oleh terjadinya
Pandemi Covid 19 dan resesi ekonomi yang melanda sejak Tahun 2020. Indeks
gini Kota Tangerang Tahun 2021 dan Tahun 2022 tersebut juga mengandung arti
bahwa ketimpangan distribusi pendapatan di Kota Tangerang pada Tahun 2021
dikategorikan sebagai tingkat “ketimpangan sedang”.
Pada Tahun 2021, indeks gini (gini rasio) Kota Tangerang mencapai 0,343 poin
lebih rendah dari Provinsi Banten yang mencapai 0,363 poin dan lebih rendah dari
indeks gini nasional sebesar 0,381 poin. Kondisi ini mencerminkan tingkat
ketimpangan pendapatan masyarakat Kota Tangerang lebih baik dari Provinsi
Banten dan Nasional.
Di tahun 2022 indeks gini Kota Tangerang meningkat mencapai 0,383 poin
menjadi lebih tinggi dari provinsi banten yang mencapai 0,377 poin dan lebih
tinggi dari indeks gini nasional yang mencapai 0,318 poin. Kondisi ini
mencerminkan tingka ketimpangan pendapatan Kota Tangerang memburuk lebih
buruk dari Provinsi Banten dan Nasional.
Sektor perekonomian Tahun 2021 yang terdampak dan belum pulih akibat
Pandemi Covid-19 adalah sebagai berikut:
1. Industri Pengolahan
2. Transportasi dan Pergudangan
3. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
4. Jasa Perusahaan
5. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
6. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
7. Jasa Lainnya
5.1 xxxx
6.1 KESIMPULAN
Kondisi Kebutuhan bahan pokok di Kota cilegon Tahun 2023 dipengaruhi dengan
situasi terkini menyeluruh adalah dengan membaiknya kondisi sosial ekonomi
masyarakat Kota Cilegon pasca selesainya Pandemi Covid-19 dan kebijakan
pembatasan-pembatasan yang diterapkan Pemerintah Kota Cilegon yang
mempengaruhi semua aspek Usaha tidak terkecuali dengan berkurangnya
kebutuhan konsumsi dari barang pokok sudah tidak dirasakan di Tahun 2023.
Disatu sisi hal tersebut memudahkan untuk surplusnya neraca kumulatif dari
bahan pokok.
Saat HBKN (maulid Nabi, Natal dan Tahun Baru), harga pangan pada semester II
mengalami kenaikan. Yang diikuti oleh ketersediaan pangan meningkat saat
sebelum, sesudah dan saat HBKN. Jika dibandingkan dengan bulan bulan normal,
ketersediaan pangan saat HBKN mengalami peningkatan diikuti dengan harga
pangan yang naik saat HBKN. Pola konsumsi masyarakat yang tinggi saat HBKN
menyebabkan harga pangan yang meningkat juga. Untuk Tahun 2023 peningkatan
dirasakan pada konsumsi di Luar Rumah Tangga, dimana Jasa Hotel, Restoran
dan Rumah Makan mulai kembali membaik.
Pasca Pandemi Covid-19 yang mulai dirasakan di Tahun 2022 dan normalnya
perekonomian di Tahun 2023, tidak hanya dirasakan dengan membaiknya kondisi
kesehatan, namun juga berdampak pada berbagai aspek kehidupan sosial dan
ekonomi, termasuk ketersediaan kebutuhan barang pokok. Stabilitas harga
kebutuhan pangan pokok tidak terlepas dari pasokan yang memadai. Ketersediaan
bahan pangan pokok dalam kondisi membaiknya perekonomian pasca pandemi
memegang peranan penting. Pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Kota
Cilegon perlu memastikan ketersediaan bahan pangan pasca pandemi, dengan
membaiknya kondisi perekonomian Kota Cilegon.