Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“SISTEM PENGARSIPAN REKAM MEDIS"

MATA KULIAH :

DOSEN PEMBIMBING : LIMISRAN, S.Kep. M.Kes

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

Amelia Clarissa (2221007)

Charisma Cahyati (2221015)

Seli Razuma Afsari (2221074)

Selli Andriani (2221076)

Syadillah Putri (2221087)

Tri Agustini Ningsih (2221097)

M. Alfarino Aranda (22210112)

D3 REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DONA PALEMBANG

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis berupa makalah ini dengan baik dan tanpa suatu kendala
berarti.

Tidak lupa kami dari kelompok 2 yang beranggotakan 4 orang, yakni:

Louis William Tomlinson (NIM 123456)

Harry Edward Styles (NIM 098765)

Niall James Horan (NIM 345678)

Zayn Javvad Malik (NIM 987654)

mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Komunikasi Massa, Bapak u Korina Suharni, M.
Ilkom, yang telah membimbing dan memberi arahan dalam penyusunan makalah ini. Begitu pula kepada
teman-teman seperjuangan yang telah memberi masukan dan pandangan kepada kami selama
menyelesaikan makalah ini.

Makalah berjudul “DAMPAK PAPARAN BERITA HOAKS di TWITTER terhadap REMAJA” ini disusun untuk
memenuhi tugas kelompok di semester 2 mata kuliah Komunikasi Massa.

Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Karenanya, kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari pembaca agar kami
dapat menulis makalah secara lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Besar harapan kami makalah ini dapat bermanfaat dan berdampak besar sehingga dapat memberi
inspiras dan menambah wawasan bagi para pembaca.

Palembang, 9 Mei 2023


DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................ii

Daftar Isi.............................................................................................................................iii

Bab 1 PENDAHULUAN...................................................................................................iv

1.1. Latar Belakang..................................................................................................4

1. 2 Rumusan Masalah.............................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................5

Bab 2 PEMBAHASAN.......................................................................................................6

A. Peraturan Terkait Sistem Pengarsipan ...............................................................6

B. Kebijakan Dan SOP Pelayanan Kesehatan.........................................................7

C. Jenis Pengarsipan................................................................................................8

Bab 3 PENUTUP...............................................................................................................18

A. Kesimpulan.......................................................................................................18

B. Saran..................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
11. Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat dan jumlahnya semakin meningkat baik di dunia maupun di Indonesia. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) menyatakan bahwapenyakit kardiovaskuler merupakan penyabab kematian dan kecacatan
di seluruh dunia. Diperkirakan 17,7 juta orang meninggal karena penyakit kardiovaskuler pada tahun
2015, mewakili 31% dari semua kematian global. Dari kematian tersebut, diperkirakan 7,4 juta
disebabkan oleh penyakit jantung koroner dan 6,7 juta disebabkan oleh stroke. Dari 17 juta kematian
dini (dibawah usia 70 tahun) pada tahun 2015, 82% berada di Negara berpenghasilan rendah dan
menengah dan 37% disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler (WHO,2015)
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu gangguan fungsi jantung dimana otot jantung
kekurangan suplai darah yang disebabkan karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
Penyakit jantung koroner secara klinis ditandai dengan adanya nyeri dada atau dada terasa tertekan
pada saat berjalan buruburu, berjalan datar atau berjalan jauh, dan saat mendaki atau bekerja.
(Riskesdas,2013)

Pada tahun 2010, PJK merupakan penyebab kematian tertinggi ke-enam dengan proporsi 4% dari
seluruh kematian di Indonesia (Kemal Al Fajar, 2015). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013)
prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5%, dan
berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%. Prevalensi jantung koroner berdasarkan
terdiagnosis dokter tertinggi Sulawesi Tengah (0,8%) diikuti Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Aceh masing-
masing 0,7%. Sementara prevalensi jantung koroner menurut diagnosis atau gejala tertinggi di Nusa
Tenggara Timur (4,4%), diikuti Sulawesi Tengah (3,8%), Sulawesi Selatan (2,9%), dan Sulawesi Barat
(2,6%). Untuk wilayah Bali, penderita PJK menurut hasil wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar
0,4%, dan berdasarkan diagnosis dokter dan/atau gejala sebesar 1,3% (Riskesdas, 2013).

Berdasarkan data hasil survey Diagnosa Penyakit Jantung Kunjungan Pasien Dewasa di Tahun 2016,
jumlah kunjungan pasien penyakit jantung sebanyak 28.043 pasien, dimana pasien yang terdiagnosa
Penyakit Jantung Koroner menduduki jumlah tertinggi dengan angka 9.901 pasien atau sebanyak 35,30%
. Jumlah kunjungan pasien penyakit jantung yang terdiagnosa PJK sebanyak 12.365 orang dengan jumlah
rata-rata perbulannya yaitu 1030 orang pada tahun 2017 dan rata-rata 1130.5 pasien setiap bulannya
pada tahun 2018.

Di Indonesia, prevalensi penyakit jantung koroner menjadi semakin tinggi yakni semakin bertambah
penderitanya. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan secara berkala oleh Departemen
Kesehatan menunjukkan, penyakit jantung memberikan kontribusi sebesar 19,8 persen dari seluruh
penyebab kematian pada tahun 1993. Angka tersebut meningkat menjadi 24,4 persen pada tahun 1998.
Angka kematian akibat PJK mengalami peningkatan dari 11% (SKRT 1987), 16% (1991), dan 26 % (1995).
Hasil SKRT tahun 2001, penyakit jantung koroner telah menempati urutan pertama dalam deretan
penyebab utama kematian di Perubahan pola makan yang mengarah ke makanan siap saji tinggi lemak
jenuh, protein, dan garam tetapi rendah serat pangan dapat menyebabkan berkembangnya dislipidemia
sebagai salah satu faktor resiko Penyakit Jantung Koroner. Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan
metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma.
Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total (Putar JW, 2000).
Pria mempunyai risiko PJK 2-3 kali daripada wanita. Pada pria insidensi tertinggi kasus PJK pada usia 50 –
60 tahun, sedangkan pada wanita pada usia 60 – 70 tahun. Dilihat dari salah satu faktor risiko yang
menyebabkan PJK, kandungan nikotin di dalam rokok dapat merusak dinding (endotel) pembuluh darah
sehingga dapat terbentuk timbunan lemak yang akhirnya terjadi penyumbatan pembuluh darah. Pada
laki-laki usia pertengahan (45-65 tahun) dengan kadar profil lipid yang tinggi (kolesterol total : >240
mg/dl, trigliserida: >200 mg/dl, kolesterol HDL: <40 mg/dl, kolesterol LDL : >160 mg/dl) risiko terjadinya
PJK akan meningkat.

Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding
pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor
koroner) yang merupakan penyebab PJK. Diabetes melitus dapat meningkatkan risiko gangguan
terhadap banyak sistem sirkulasi pada PJK (Bonow RO, 2011).
Manifestasi klinik penyakit jantung koroner menimbulkan gejala dan komplikasi sebagai akibat
penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke jantung. Sumbatan aliran darah
berlangsung progresif dan suplai darah yang tidak adekuat (iskemia) yang ditimbulkannya akan
membuat sel-sel otot kekurangan komponen darah yang dibutuhkan untuk hidup. Kerusakan sel akibat
iskemia terjadi dalam berbagai tingkat. Manifestasi utama iskemia miokardium adalah angina pektoris
(nyeri dada).
Dalam upaya mengurangi risiko dan menunjang proses penyembuhan penyakit degeneratif penyakit
jantung dan pembuluh darah, peranan pola makan sehat dan gizi seimbang sangat penting salah satunya
adalah pola konsumsi buah dan sayur. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013), menyebutkan
sebanyak 93,5% penduduk usia > 10 tahun mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan di bawah anjuran.
Padahal, konsumsi sayuran dan buah-buahan merupakan salah satu bagian penting dalam mewujudkan
Gizi Seimbang.

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan


BAB II

PEMBAHASAN

1.4 Penyakit Jantung koroner Secara Medis

A. Definisi

Penyakit jantung atau dalam istilah medis disebut penyakit jantung koroner adalah kondisi yang terjadi
ketika pembuluh darah utama yang menyuplai darah ke jantung (pembuluh darah koroner) mengalami
kerusakan. Tumpukan kolesterol pada pembuluh darah serta proses peradangan diduga menjadi
penyebab penyakit ini.

Penyakit jantung koroner (PJK) terjadi apabila arteri koroner (arteri yang memasok darah dan oksigen ke
otot jantung) tersumbat oleh zat lemak yang disebut plak atau ateroma. Plak ini menumpuk secara
bertahap di dinding bagian dalam arteri, yang akhirnya membuat arteri menjadi sempit. Proses
penyempitan ini disebut dengan aterosklerosis. Aterosklerosis bahkan sudah dapat terjadi pada usia
muda, dan menjadi bertambah hebat pada saat seseorang mencapai usia pertengahan.Jika arteri sudah
benar-benar sempit, suplai darah ke otot jantung mulai berkurang. Kondisi ini dapat menyebabkan
gejala seperti angina (nyeri dada). Jika arteri telah benar-benar sempit dan memblokir suplai darah ke
jantung, maka terjadilah serangan jantung.

b.. Penyebab

Arteri koroner dapat menyempit atau tersumbat oleh penimbunan plak di dinding arteri. Plak terbuat
dari kelebihan kolesterol serta zat-zat lain yang mengapung melalui arus darah, seperti sel-sel yang
meradang, protein dan kalsium. Seiring dengan berjalannya waktu plak akan berkembang dengan
ukuran yang berbeda-beda. Bila bagian luar plak yang keras retak atau robek, platelet (partikel
berbentuk cakram dalam darah yang membantu pembekuan darah) akan datang ke daerah tersebut dan
terbentuk penggumpalan darah di sekitar plak. Sehingga arteri semakin menyempit dan semakin sedikit
ruang bagi darah untuk mengalir melalui arteri. Proses penimbunan plak dalam arteri ini disebut
aterosklerosis, yang juga dikenal sebagai “pengerasan arteri”.

1.5 Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner Secara Medis

a. Usia

Usia merupakan faktor yang amat berpengaruh terhadap kejadian PJK, terutama terhadap terjadinya
proses aterosklerosis pada arteri koroner. Saluran arteri koroner ini dapat diibaratkan sebagai saluran
pipa ledeng, yang semakin tua umurnya maka semakin besar kemungkinan timbulnya kerak di
dindingnya yang mengakibatkan terganggunya aliran air dalam pipa.

b. Jenis kelamin
Pria memiliki risiko yang lebih tinggi daripada wanita, ini berkaitan dengan hormon estrogen yang
bersifat protektif terhadap aterosklerosis. Setelah menopause risiko akan meningkat karena jumlah
hormon estrogen mulai menurun.Obesitas dapat merusak beberapa sistem pada organ tubuh. Jantung
bekerja lebih berat pada orang yang mengalami obesitas, dan volume darah serta tekanan darah juga
mengalami peningkatan. Penurunan berat badan secara signifikan akan mempengaruhi penurunan
kadar kolesterol yang berkontribusi terhadap penimbunan lemak pada penderita PJK.

c. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia atau penyakit jantung akan meningkatkan risiko terkena PJK,
terutama bagi yang keluarganya terserang penyakit di usia dini (kurang dari 55 tahun).

d. Ras

Ras kulit putih lebih berisiko terkena PJK dibandingkan dengan ras kulit hitam

e. Hiperlipidemia

Hiperlipidemia adalah suatu penyakit yang mengakibatkan kadar lemak (kolesterol, trigliserida, atau
keduanya) dalam darah meningkat sebagai manivestasi kelainan metabolisme atau transportasi
lemak/lipid. Lipid atau lemak adalah zat yang kaya akan energi, yang berfungsi sebagai sumber utama
dalam proses metabolisme

f. Diabetes Mellitus

Diabetes menyebabkan faktor risiko terhadap PJK apabila kadar glukosa darah naik, terutama bila
berlangsung dalam waktu yang cukup lama karena gula darah (glukosa) tersebut dapat menjadi racun
terhadap tubuh, termasuk sistem kardiovaskuler.Pasien diabetes cenderung mengalami gangguan
jantung pada usia yang masih muda. Diabetes yang tidak terkontrol dengan kadar glukosa yang tinggi
dalam darah cenderung berperan menaikkan kadar kolesterol.Proses degeneratif vaskular dan
metabolisme lemak yang tidak normal ini memegang peranan terhadap terjadinya pertumbuhan
atheroma sehingga pembuluh darah arteri menjadi sempit (aterosklerosis).

g. Hipertensi

Risiko penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat sejalan dengan peningkatan tekanan darah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik 130-139 mmHg dan tekanan darah diastolik
85-89 mmHg akan meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 2 kali
dibandingkan dengan tekanan darah kurang dari 120 per 80 mmhg.

h. Obesitas

Obesitas dapat merusak beberapa sistem pada organ tubuh. Jantung bekerja lebih berat pada orang
yang mengalami obesitas, dan volume darah serta tekanan darah juga mengalami peningkatan.
Penurunan berat badan secara signifikan akan mempengaruhi penurunan kadar kolesterol yang
berkontribusi terhadap penimbunan lemak pada penderita PJK.
i. Kebiasaan merokok

Para perokok mempunyai risiko dua sampai tiga kali meninggal karena PJK dibandingkan dengan orang
yang tidak merokok. Merokok memicu munculnya radikal bebas yang berakibat pada lebih cepat
rusaknya dinding pembuluh darah.

Karbon monoksida dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi
katekolamin yang dapat menambah reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri.
Sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri.

Faktor risiko tersebut dibedakan menjadi dua yaitu faktor resiko yang bisa dirubah dan tidak bisa
dirubah:

• Faktor resiko yang dapat dirubah

Merokok

Kolestrol tingkat tinggi

Hipertensi (darah tinggi)

Diabetes (kencing manis)

Kurang berolahraga

Obesitas atau kelebihan berat badan

Depresi, isolasi sosial, dan kurangnya dukungan sosial yang berkualitas.

• Faktor resiko yang tidak dapat dirubah

Usia

Jenis kelamin laki-laki

Memiliki riwayat keluarga penderita penyakit jantung

Ras

Kabar baiknya meskipun faktor risiko tersebut tidak dapat diubah, kita masih dapat menurunkan faktor
risiko secara keseluruhan dengan cara menjalankan pola hidup sehat dan minum obat yang diresepkan
oleh dokter.

1.6 Gejala Penyakit Jantung Koroner Secara Medis

Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit jantung koroner, meliputi:

a. Nyeri dada atau ketidaknyamanan pada dada yang menjalar ke leher, rahang, bahu, dan tangan sisi
kiri, punggung, perut sisi kiri (sering dianggap maag).
b.Keringat dingin, mual, muntah, atau mudah lelah.

c. Irama denyut jantung yang tidak stabil (aritmia), bahkan bisa menyebabkan henti jantung (sudden
cardiac arrest) yang bila tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan kematian.

1.7 Komplikasi Penyakit Jantung Koroner

Ada beberapa komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit jantung koroner, yaitu:

a. Gagal Jantung

Gagal jantung berarti jantung tidak mampu memompa cukup darah ke seluruh tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan penumpukan cairan di paru-paru, kesulitan bernapas, dan pembengkakan pada kaki, hati,
atau perut.

b. Detak Jantung Tidak Normal

Detak jantung yang tidak normal disebut aritmia. Ketika seseorang beristirahat, jantung biasanya
berdetak sekitar 60 hingga 80 kali per menit dalam ritme yang dapat diprediksi, stabil, dan dengan
kekuatan yang konsisten. Aritmia dapat terjadi pada pengidap penyakit jantung koroner dengan kondisi:

• Bradikardia, detak jantung yang lambat.

• Takikardia, detak jantung yang cepat.

• Fibrilasi atrium, ritme yang kacau dan tidak teratur di ruang atas jantung (atrium).Fibrilasi atrium,
menyebabkan jantung menjadi tidak efektif dalam memompa darah keluar dari atrium ke ruang bawah
jantung (ventrikel) dan ke bagian lain dari tubuh untuk sirkulasi. Seiring waktu, fibrilasi atrium dapat
menyebabkan stroke iskemik atau gagal jantung.

• Sakit Dada

Berkurangnya aliran darah di arteri koroner dapat berarti jantung tidak menerima cukup darah. Ini dapat
menyebabkan jenis nyeri yang disebut angina. Angina dapat memberikan sensasi berat, tekanan, rasa
sakit, sensasi terbakar, tindihan yang menyebar ke rahang, leher, lengan, dan bahu.

• Serangan Jantung

Plak lemak di salah satu arteri koroner yang pecah dapat menyebabkan pembentukan gumpalan darah.
Ini bisa menghalangi dan mengurangi aliran darah yang dibutuhkan ke jantung. Akibatnya, terjadilah
serangan jantung.

• Kematian Mendadak

Jika aliran darah arteri koroner ke jantung tersumbat parah dan tidak dipulihkan, ini dapat menyebabkan
kematian mendadak.

1.8 Pengobatan Penyakit Jantung Koroner


Beberapa obat yang digunakan untuk mengatasi penyakit jantung koroner, meliputi:

• Obat-obatan Penurun Kolesterol

Ini termasuk statin, niasin, dan fibrat. Obat-obatan ini membantu mengurangi kadar kolesterol darah,
sehingga mengurangi jumlah lemak yang menempel pada pembuluh.

a. Aspirin

Obat ini atau pengencer darah lainnya membantu untuk melarutkan darah yang tersumbat, dan
mencegah risiko stroke atau infark miokard. Namun dalam beberapa kasus, aspirin mungkin bukan
pilihan yang baik. Beritahu dokter jika keluarga atau kerabat mengidap gangguan pembekuan darah.

b. Beta Blockers

Obat ini menurunkan tekanan darah dan mencegah risiko infark miokard.

c. Nitrogliserin dan Inhibitor Enzim yang Mengubah Angiotensin

Obat ini dapat membantu mencegah risiko infark miokard.

d. Operasi

Pemasangan stent untuk memperlebar arteri koroner yang menyempit ataupun bedah koroner seperti
operasi bypass jantung adalah pengobatan yang paling umum untuk penyakit jantung koroner. Dokter
juga dapat melakukan angioplasty bila diperlukan.

1.9 Pencegahan Penyakit Jantung Koroner

1. Pola Makan Sehat

Terapkan menu makan yang kaya serat dan cukup nutrisi, perhatikan pula cara pengolahannya,
sebaiknya hindari makanan yang diolah dengan cara digoreng di dalam banyak minyak, sebaliknya olah
makanan dengan cara ditumis, direbus, ataupun dikukus. Jika harus mengolah makanan dengan cara
menggoreng, sebaiknya gunakan minyak zaitun daripada minyak goreng, sebab minyak zaitun memiliki
kandungan lemak yang rendah.Hindari makanan makanan yang mengandung kolesterol dan lemak
tinggi, misalnya seafood–kandungan kolesterol tinggi di dalamnya dapat membahayakan jantung. Pilih
produk makanan yang rendah lemak atau bahkan tanpa lemak. Konsumsi susu, keju, ataupun mentega
yang rendah lemak.Selain lemak, hindari juga makanan yang mengandung gula yang tinggi, misalnya soft
drink. Konsumsi karbohidrat secukupnya karena secara alami tubuh akan memproses karbohidrat
menjadi gula dan lemak. Mengonsumsi oat atau gandum dapat membantu menjaga kesehatan jantung.

2. Berhenti Merokok

Siapapun tahu bahwa rokok berdampak negatif untuk kesehatan jantung, karena itu, hentikan kebiasaan
merokok segera agar jantung tetap sehat.
3. Hindari Stres

Saat stres, otak memerintah tubuh mengeluarkan hormon kortisol untuk mengatasinya. Namun, jika
hormon ini diproduksi berlebihan dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi kaku. Hormon
norepinephrine juga akan diproduksi oleh tubuh untuk mengatasi stres, tapi jika diproduksi berlebihan
dapat mengakibatkan tekanan darah meningkat.

4.Hipertensi

Tekanan darah tinggi juga dapat menjadi penyebab penyakit jantung, sebab tekanan darah yang
berlebihan dapat melukai dinding arteri dan memungkinkan kolesterol LDL memasuki arteri dan
berakibat pada meningkatnya timbunan plak.

5. Obesitas

Jaga pola makan agar tidak berlebihan, sehingga terhindar dari kegemukan. Seseorang dengan lingkar
pinggang lebih dari 80 sentimeter memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena serangan jantung
koroner.Selain itu, obesitas atau kelebihan berat badan dapat meningkatkan resiko terkena tekanan
darah tinggi dan diabetes. Diabetes merupakan salah satu faktor yang mempercepat terjadinya penyakit
jantung koroner selain dapat meningkatkan risiko terkena serangan jantung.

6. Olahraga Teratur

Lakukan olahraga kardio, seperti jogging, berjalan kaki, renang, ataupun bersepeda. Jenis olahraga
tersebut dapat menguatkan kerja otot jantung dan melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh.

7. Konsumsi Antioksidan

Radikal bebas yang berasal dari polusi udara, asap rokok, dan asap kendaraan bermotor dapat
menyebabkan endapan pada pembuluh darah yang mengakibatkan penyumbatan. Radikal bebas dalam
tubuh dapat dihilangkan lewat konsumsi antioksidan, di mana antioksidan bekerja menangkap radikal
bebas dalam tubuh dan membuangnya. Antioksidan bisa diperoleh dari berbagai macam sayuran dan
buah.
1.5 Penyakit Jantung Koroner secara psikologis

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah salah satu masalah kesehatan terpenting di abad ke-21,
dan penyebab kematian terpenting di masyarakat kita.

Menurut statistik, 2 juta orang Iran menderita penyakit jantung koroner. Komite Riset
Perhimpunan Ahli Bedah Jantung Iran telah mengumumkan bahwa usia paparan penyakit
kardiovaskular di Iran adalah sekitar 7 hingga 10 tahun lebih sedikit daripada negara lain. Di
negara maju, orang terkena penyakit ini pada dekade keenam kehidupan mereka. Namun,
orang-orang di Iran terkena penyakit ini selama dekade kelima kehidupan mereka. Ada sekitar
50 ribu operasi jantung yang dilakukan setiap tahun di Iran. Di Cina, dengan populasi satu miliar
dan 300 juta, jumlah operasi jantung yang sama dilakukan.

Meskipun sebagian besar studi tentang PJK terutama difokuskan pada faktor risiko biologis dan
gaya hidup, beberapa bukti telah mengungkapkan bahwa faktor psikologis dan psikiatri
memiliki peran yang sangat penting dalam etiologi, perkembangan, durasi, dan hasil dari
penyakit ini. 1 , 5 , 6 Faktor yang paling penting adalah depresi, 7 - 29 kecemasan, 12 - 40 dan
stres. 30 - 32 , 41 - 53 Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa faktor psikologis, sebagai
faktor risiko independen, memiliki peran penting dalam penyakit kronis fisik, khususnya
penyakit jantung koroner
Kondisi psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam perjalanan Penyakit Jantung
Koroner (PJK). Mulai dari memicu kemunculan, memperparah kondisi atau simptom pasien, dan
mempengaruhi pengobatan PJK.

Terdapat beberapa hubungan dari kondisi psikologis terutama stres kepada PJK. Pertama, stres
secara tidak langsung membuat penderitanya melakukan perilaku tidak sehat seperti merokok,
pola makan berlemak, minum alkohol berlebihan, dan kurang berolahraga. Kedua, stres secara
langsung menimbulkan gangguan pada metabolisme tubuh. Kedua hal ini kemudian
meningkatkan risiko berkembangnya PJK.

• Faktor Risiko Psikologis Pada PJK

Selain menjadi faktor risiko dari kemunculan PJK, kondisi psikologis juga berdampak negatif
pada pasien yang sudah mengalami PJK. Pasien dengan PJK seringkali mengalami cemas dan
depresi. Sedangkan kejadian cemas dan depresi pada pasien PJK dapat menimbulkan
permasalahan yang lebih buruk bagi penderitanya, sebagai akibat dari respon fisiologis yang
menyertainya.

Berikut beberapa faktor risiko psikologis dan sosial dari PJK:

1. Depresi

Depresi umum ditemui pada pasien PJK. Prevalensi depresi 20% lebih tinggi pada pasien PJK
dibandingkan orang sehat. Depresi pada pasien PJK merupakan salah satu masalah psikologis
yang harus dicegah kejadiannya karena menjadi faktor yang paling mempengaruhi kualitas
hidup pasien PJK. Pasien PJK yang tidak depresi memiliki kualitas hidup 5,4 kali lebih baik
dibandingkan dengan pasien PJK yang depresi. Hal ini mungkin berhubungan dengan
peningkatan kemunculan kembali PJK pada pasien depresi. Selain mempengaruhi kualitas
hidup, depresi juga meningkatkan risiko serangan jantung, rawat inap, dan kematian.

Balog dkk. mempelajari gejala depresi yang berhubungan dengan stres kerja dan stres dalam
hubungan perkawinan pada wanita dengan dan tanpa penyakit arteri koroner. Mereka
menemukan bahwa pada wanita, stres perkawinan dikaitkan dengan gejala depresi dan
mengakibatkan intensifikasi PJK. Oleh karena itu, tampak bahwa depresi berperan sebagai
mediasi stres perkawinan yang pada akhirnya menyebabkan PJK.

2. Kecemasan

Cemas memiliki korelasi positif dengan frekuensi angina (nyeri dada). Semakin cemas maka
pasien PJK akan lebih sering mengalami nyeri dada. Sebaliknya semakin sering mengalami nyeri
dada maka pasien PJK akan semakin merasakan cemas. Selain nyeri dada, efek buruk lainnya
adalah infeksi, sesak, intoleransi aktivitas fisik, dan memperburuk stabilitas angina.
Kesimpulannya, semakin sering pasien PJK mengalami kecemasan akan semakin memperburuk
kondisi fisik pasien. Semakin lama cemas dibiarkan maka risiko terjadinya depresi semakin
meningkat. Perubahan kondisi fisik dan emosi yang terjadi dalam waktu lama dapat
menyebabkan terjadinya depresi.

Survei yang dilakukan tentang gejala fisik dan psikologis kecemasan pada pasien PJK
mengungkapkan bahwa kecemasan berkorelasi dengan faktor fisik seperti jantung berdebar
tanpa adanya latihan fisik, kemarahan dan kemerahan pada wajah, detak jantung yang tidak
normal, dan ketegangan otot yang meningkatkan risiko PJK terutama pada wanita. Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa gejala kecemasan somatik dikaitkan dengan peningkatan risiko
PJK pada wanita. Temuan ini mendukung jalur fisiologis untuk hubungan antara faktor
psikologis, khususnya kecemasan, dan PJK.

Sebuah penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Janszky et al. selama 37 tahun pada 49.321
pria muda Swedia berusia 18-20 tahun mengevaluasi efek kecemasan dan depresi dini pada
faktor risiko penyakit arteri koroner. Penelitian ini mengungkapkan bahwa kecemasan dan
depresi berhubungan dengan aktivitas fisik yang rendah dan tingkat merokok yang tinggi.
Depresi juga dikaitkan dengan tingkat konsumsi alkohol yang tinggi dan kecemasan memiliki
hubungan dengan tekanan darah tinggi. Akhirnya, penelitian ini menunjukkan bahwa
kecemasan secara independen memprediksi kejadian PJK selanjutnya seperti morbiditas dan
mortalitas. Sebaliknya, tidak ditemukan dukungan untuk efek seperti itu terkait dengan
timbulnya depresi dini pada pria

Dalam penelitian lain, diindikasikan bahwa tingkat kecemasan sifat yang tinggi dan rendah tidak
memiliki efek yang berbeda pada reaksi kardiovaskular. Mengekspresikan dan menghambat
gaya kemarahan tidak memiliki efek yang berbeda pada reaksi kardiovaskular, tetapi ekspresi
kemarahan dan gaya manajemen dan tingkat kecemasan sifat memiliki efek sebaliknya pada
reaksi kardiovaskular. Ini berarti bahwa ekspresi kemarahan yang keluar (perilaku) dengan
tingkat kecemasan yang tinggi dikaitkan dengan reaksi kardiovaskular (detak jantung) yang
rendah, dan ekspresi kemarahan yang keluar dengan tingkat kecemasan yang rendah dikaitkan
dengan reaksi kardiovaskular yang tinggi. Sebaliknya, ekspresi kemarahan batin dengan tingkat
kecemasan tinggi dikaitkan dengan reaksi kardiovaskular yang tinggi, dan ekspresi kemarahan
batin dengan tingkat kecemasan rendah dikaitkan dengan reaksi kardiovaskular yang rendah.

Selain depresi, faktor psikologis lainnya seperti kemarahan, permusuhan dan kecemasan
berhubungan dengan peningkatan faktor risiko penyakit kardiovaskular

3.. Menekankan

Memahami sepenuhnya hubungan antara penyakit kardiovaskular dan stres sama sekali tidak
mungkin, tetapi bukti empiris menunjukkan adanya hubungan antara jantung dan pikiran.
Sejumlah ahli telah menyarankan bahwa variabel-variabel yang umumnya dianggap sebagai
komponen stres meliputi: depresi dan kecemasan, isolasi sosial dan kurangnya dukungan sosial,
peristiwa kehidupan akut dan kronis, karakteristik pekerjaan psikososial, dan perilaku tipe A
dan permusuhan.

4. Isolasi sosial dan dukungan sosial rendah

Penelitian menunjukkan bahwa pasien PJK yang terisolasi dan terputus dari sosialnya berisiko
mengalami perburukan hingga meninggal lebih cepat. Serupa dengan hal tersebut, rendahnya
dukungan sosial berujung pada perburukan prognosis dari PJK.

Dalam banyak penelitian kurangnya dukungan sosial diindikasikan sebagai prediktor onset dan
prognosis PJK, dan mortalitas di antara kedua jenis kelamin; Namun, itu lebih konsisten pada
laki-laki. Risiko meningkat 2-3 kali lipat dan 3-5 kali lipat untuk wanita dan pria. Hubungan
antara isolasi sosial dan kurangnya dukungan sosial dengan PJK ada untuk subjek yang tinggal di
negara yang berbeda dan dari berbagai kelompok umur. 47 Sebuah studi bertujuan untuk
menyelidiki dan mengidentifikasi faktor psikologis pada pasien dengan penyakit jantung iskemik
dalam waktu 4 bulan setelah keluar. 14 Studi ini menunjukkan bahwa gaya koping, jaringan
sosial dan dukungan sosial, dalam waktu 4 bulan setelah pulang, menyebabkan pasien ini
menjadi kurang fokus pada penyakitnya dan merasa kurang terancam dibandingkan dengan
kelompok kontrol yang tidak mendapatkan jenis dukungan ini. Pasien-pasien ini juga kurang
bersemangat dan lebih diuntungkan dari pelayanan kesehatan yang diberikan oleh para
profesional.

Selain itu, orang yang menderita penyakit ini untuk pertama kalinya lebih mencari dukungan
sosial dan gaya koping dibandingkan dengan mereka yang memiliki riwayat rawat inap
sebelumnya karena penyakit jantung iskemik. Dalam studi lain, kesepian dan dukungan sosial
dipelajari pada pasien dengan gagal jantung (CHF). Mereka menyadari bahwa kesepian adalah
salah satu faktor risiko penting bagi pasien gagal jantung, dan semakin pasien merasa kesepian,
semakin parah gagal jantungnya.

• Faktor Protektif Psikologis pada PJK

1 Dukungan sosial yang kuat

Salah satu faktor protektif dari PJK adalah dukungan sosial. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan
sosial selama pasien dirawat menurunkan simptom depresi secara signifikan.

2. Konseling
Perawat dan tenaga kesehatan yang berkaitan dengan pasien dapat memberikan konseling terkait
manajemen stres, cemas, dan depresi pada pasien PJK untuk menjadi sumber daya dalam menghadapi
stres akibat PJK.

3. Spiritualitas

Pendekatan spiritual juga menjadi penting dalam menurunkan stres, kecemasan, dan depresi pada
pasien.

Pencegahan Penyakit Jantung Koroner Secara Psikologi

Perilaku hidup tidak sehat seringkali dikaitkan dengan tingginya prevalensi dan mortalitas penyakit
jantung koroner (PJK), dan faktor emosi serta kognisi cukup berperan di dalam hal tersebut. Masih
sangat sedikit penelitian tentang faktor psikososial pada pasien PJK di Indonesia, sedangkan para dokter
seringkali kurang memperhatikan faktor-faktor psikososial dalam interaksinya dengan pasien.Ditemukan
bahwa pasien PJK di Indonesia yang memiliki kepribadian Tipe D (distressed) cenderung lebih sulit
mengembangkan perilaku hidup sehat dan lebih negatif dalam mempersepsi dukungan sosial baik dari
anggota keluarga, teman, maupun orang-orang signifikan lainnya. Studi eksperimen juga menunjukkan
bahwa pasien PJK memberikan atensi yang lebih besar terhdap kata-kata yang menyangkut penyakitnya,
dan bias atensi ini berhubungan dengan kecemasan. Studi eksperimen lainnya menunjukkan bahwa
korelasi terhadap miskonsepsi tentang PJK dapat meningkatkan keyakinan positif pasien terhadap
penyakitnya dan pada gilirannya dapat meredakan kecemasan dan depresi. Sebagai implikasi klinis,
temuan-temuan ini dapat membantu penanganan faktor psikososial, baik dalam diagnostik maupun
intervensi, dan juga menggugah kesadaran pihak-pihak terkait tentang pentingnya memberi perhatian
terhadap faktor-faktor psikososial pada pasien PJK di Indonesia.
Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Pada pembahasan ini diperkirakan 7,4 juta disebabkan oleh penyakit jantung koroner dan 6,7 juta
disebabkan oleh stroke. Dari 17 juta kematian dini (dibawah usia 70 tahun) pada tahun 2015, 82% dan
37% disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler
b. Pria mempunyai risiko PJK 2-3 kali daripada wanita

c. Karakteristik umur pasien penyakit jantung koroner dalam pembahasan ini untuk pria pada usia 50 -
60 tahun, sedangkan pada wanita usia 60 - 70 tahun
d. Pada pembahasan ini didapatkan sebanyak 93,5% penduduk usia diatas 10 tahun mengkonsumsi
buah-buahan di bawah anjuran. Padahal, konsumsi sayuran dan buah-buahan merupakan salah satu
bagian penting dalam mewujudkan gizi seimbang.
Sedangkan Penyakit Jantung Koroner secara Psikologis menunjukkan bahwa:

a. Faktor psikologis merupakan faktor risiko independen untuk PJK, prosedur diagnostik dan terapeutik
penyakit ini memiliki proses yang menguntungkan.

b. Dengan adanya pembahasaan ini agar Mencegah lebih baik daripada mengobati

c. oleh karena itu, mengingat peningkatan faktor risiko PJK selama beberapa tahun terakhir, perlu lebih
memperhatikan faktor psikologis dan tindakan pencegahan. Tidak diragukan lagi, melakukan intervensi
psikologis dan pendidikan di masyarakat

d. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang faktor psikologis PJK dapat berperan efektif dalam
mempromosikan kesehatan masyarakat di masa depan.

Saran
a. Hasil pembahasan ini dapat dijadikan sebagai sumber dan informasi terbaru bagi petugas kesehatan
mengenai hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku pemeliharaan kesehatan pada pasien
penyakit jantung koroner sehingga tenaga kesehatan dapat melakukan penyuluhan bagi masyarakat
secara langsung kepada para pasien.
b. Memberikan penyuluhan kesehatan tentang apa itu penyakit jantung koroner, tanda dan gejala
penyakit jantung koroner, faktor-faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner, dan bagaimana
pemeliharaan kesehatan penyakit jantung koroner dengan menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti.
c. Diperlukan program khusus penderita jantung koroner agar dapat kembali meningkatkan kualitas
hidupnya pasca dirawat di rumah sakit sebagai upaya-upaya yang menekankan pencegahan dan
pemeliharaan kesehatan penyakit jantung koroner.
d. Hasil pembahasan ini dapat dijadikan sebagai literature tambahan di institusi pendidikan, dan sebagai
dasar bagi mahasiswa untuk mengadakan penyuluhan tentang pemeliharaan kesehatan di masyarakat
terutama tentang PJK, dengan memperhatikan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat
kesehatan keluarga, pengetahuan, sikap dan perilaku.
Daftar Isi

Riskesdas, 2013, Riset Kesehatan Dasar, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta.

World Healt Organitation. 2015. Cardiovaskular Desease.


http://www.who.int/topics/cardiovascular_diseases. diakses pada tanggal 1 oktober 2014

Putar JW, 2000. Peristiwa kehidupan positif dan negatif: hubungan dengan faktor risiko penyakit
jantung koroner pada dewasa muda.

Bonow RO, 2011. Book Penyakit Jantung Libby P. Braunwald: A Textbook of Cardiovascular Medicine.
Philadelphia, PA: Ilmu Kesehatan Elseviar .

National Library Of Medicine. Diakses pada 2022.

Healthline. Diakses pada 2022. Coronary Artery Disease (CAD) Complications.

Mayo Clinic. Diakses pada 2022. Coronary Artery Disease.

Albus C, 2010. Faktor Psikologis Dan Sosial Pada Penyakit Jantung Koroner

Frasure-Smith N, 2000. Dukungan sosial, depresi, dan kematian selama tahun pertama setelah infark
miokard. Sirkulasi.

Carney RM, Freedland KE, Jaffe AS, 2001. Depresi sebagai faktor risiko kematian penyakit jantung
koroner. Psikiatri Arch Gen.

Rumsfeld JS, 2003. Gejala depresi adalah prediktor terkuat penurunan jangka pendek status kesehatan
pada pasien dengan gagal jantung. J Am Coll Cardiol.

Barth J, Schumacher M, Herrmann-Lingen C, 2004. Depresi sebagai faktor risiko kematian pada pasien
dengan penyakit jantung koroner: meta-analisis. Psikosom Med.

Nekouei ZK, Yousefy AR, Khayyam Nekouei AR, Sadeqhi M, 2009. Hubungan kecemasan dengan kualitas
hidup pada pasien jantung. Kelola Inf Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai