Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL METODOLOGI PENELITIAN PEMASARAN

“PEMASARAN INFLUENCER: BAGAIMANA KREDIBILITAS INFLUENCER, DAN


KREDIBILITAS MEREK YANG BERDAMPAK AKIBAT DARI EFEKTIVITAS POSTINGAN
FADIL JAIDI”.

Dosen Pengampu: Albari Dr, MSI, Drs.

Metodologi Penelitian Pemasaran – D


Disusun Oleh :

Aris Indrajaya Putra As - 20311475


Muhammad Hafizd Mareindar - 20311491

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS BISNIS DAN EKONOMIKA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2023
Pendahuluan
Latar Belakang

Teknologi informasi berkembang pesat dalam dekade terakhir, terutama pesatnya


perkembangan penggunaan internet dan world wide web mengubah cara hidup, bekerja,
berkomunikasi, dan pembelajaran manusia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa berbagai
teknologi pembelajaran jarak jauh interaktif menyebabkan perubahan positif dalam proses
belajar mengajar jika dibandingkan dengan sistem pembelajaran jarak jauh sebelumnya
(Supangat Chandar, & Hermanto, 2018). Dunia mengalami perubahan dalam berbagai hal saat
ini. Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang serta maju dengan pesat. Terbukti dengan
meningkatnya pengguna internet di Indonesia pada Januari 2020, yang mengalami kenaikan 17%
semenjak Januari 2019, atau kurang lebih 25 juta jiwa (Kemp, 2020).
Semakin berkembangnya teknologi serta layanan internet yang kian merata serta
harganya yang terjangkau membuat banyak orang menghabiskan waktu sehari-harinya
menggunakan internet, baik melalui smartphone maupun perangkat elektronik lainnya. Menurut
riset yang telah dilakukan oleh We Are Social pada Januari 2020, rata rata orang Indonesia
mampu menghabiskan waktu selama 7 jam 59 menit dalam satu hari pada semua perangkat
untuk mengakses internet. Sebagian besar aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia
ketika menggunakan internet ialah untuk bermedia sosial, di mana rata-rata masyarakat
Indonesia mengakses media sosialnya dalam waktu 3 jam 26 menit setiap harinya.
Statistik media sosial untuk Indonesia pada tahun 2022. Ada 191,4 juta pengguna media
sosial di Indonesia pada Januari 2022. Jumlah pengguna media sosial di Indonesia pada awal
tahun 2022 setara dengan 68,9 persen dari total populasi, tetapi penting untuk dicatat bahwa
pengguna media sosial mungkin tidak mewakili individu yang unik (lihat catatan rinci kami
tentang data untuk mengetahui alasannya). Analisis Kepios mengungkapkan bahwa pengguna
media sosial di Indonesia meningkat 21 juta (+12,6 persen) antara tahun 2021 dan 2022.
(WeAreSocial.com)
Saat ini, media sosial merupakan alat komunikasi online yang memberikan dampak besar
bagi masyarakat (Dân & Nam 2018), mendorong perusahaan untuk memperluas praktik
pemasaran mereka di media sosial. Diakibatkan media pemasaran tradisional seperti televisi,
majalah, dan radio saat ini tidak stabil dan tidak efektif karena perubahan pasar yang dibawa oleh
internet (Opreana & Vinerean, 2015; Tiago & Verissimo, 2014).
Ada 204,7 juta pengguna internet di Indonesia pada Januari 2022. Tingkat penetrasi
internet Indonesia mencapai 73,7 persen dari total populasi pada awal tahun 2022. Analisis
Kepios menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia meningkat sebesar 2,1 juta (+1,0
persen) antara tahun 2021 dan 2022 (WeAreSocial.com, 2022). Statistik media sosial untuk
Indonesia pada tahun 2022, Ada 191,4 juta pengguna media sosial di Indonesia pada Januari
2022. Jumlah pengguna media sosial di Indonesia pada awal tahun 2022 setara dengan 68,9
persen dari total populasi, tetapi penting untuk dicatat bahwa pengguna media sosial mungkin
tidak mewakili individu yang unik (WeAreSocial.com, 2022).
Dengan meningkatnya penggunaan media sosial, jenis baru pemasaran digital telah
menjadi populer, yang disebut Pemasaran Influencer Media Sosial. Social Media Influencer
(SMIs) adalah pendukung pihak ketiga yang independen, yang melalui posting di blog,
Twitter,Instagram,dan media sosial lainnya, mengungkapkan pengalaman dan pendapat mereka,
membentuk sikap publik terhadap merek, penyebab, dan hal-hal lain semacam itu (Freberg et
al , 2011; Muntinga et al., 2011). Influencer marketing digunakan oleh pemasar sebagai alat
untuk menjangkau konsumen, mendistribusikan informasi dan mempengaruhi persepsi produk
konsumen (Burke, 2017).
Social media influencer memainkan peranan penting bagi perilaku konsumen.
(Talaverna, 2015) menyatakan bahwa pesan yang disampaikan oleh social media influencer
dianggap lebih dapat diandalkan, menarik bagi followers, dan didukung juga oleh 82% dari jajak
pendapat dimana konsumen lebih cenderung mengikuti rekomendasi dari influencer favorit
mereka, dibandingkan dengan penggunaan strategi celebrity endorser. Penggunaan influencer
media sosial dianggap lebih kredibel, dapat dipercaya, dan memiliki pengetahuan lebih dalam
mengenai merek yang mereka dukung, serta memiliki kemampuan dalam membangun hubungan
dengan konsumen dan followers (terutama untuk bisnis yang menargetkan generasi milenial).
influencer media sosial adalah individu umum yang menjadi terkenal secara online karena
pengetahuan dan keahlian mereka tentang topik tertentu seperti makanan, mode, teknologi,
perjalanan, pendidikan, ulasan, musik, film, olahraga, dll. (Lou & Yuan, 2019).
Menurut Freberg dkk. (2011) Influencer media sosial mewakili tipe baru dari pendukung
pihak ketiga independen yang membentuk sikap audiens melalui blog, tweet, dan penggunaan
media sosial lainnya. Mereka secara teratur membuat dan memposting foto, video, dan
pembaruan lain yang terkait dengan topik keahlian mereka di halaman/profil media sosial
mereka, dan pengguna lain mengikuti mereka untuk konten mereka jika mereka tertarik dengan
topik tertentu. Penggunaan influencer telah memunculkan apa yang disebut 'pemasaran
influencer. Di antara strategi pemasaran yang inovatif, pemasaran influencer muncul sebagai
yang paling hemat biaya, serta yang paling langsung dan organik ketika berhubungan dengan
pelanggan potensial (Lou et al.,2019).
Influencer berasal dari kata influence yang artinya mempengaruhi, merubah opini dan
perilaku seseorang (Evelina & Fitri, 2018). Dapat disimpulkan bahwa influencer merupakan
seseorang yang perkataan nya dapat mempengaruhi orang lain, dan seorang influencer tidak
harus seorang celebrity tetapi orang biasa pun dapat dikatakan influencer jika memiliki pengikut
yang banyak dan perkataan nya dapat mempengaruhi orang lain (Shiya & Maulana, 2018).
Menurut Brown & Hayes dalam (Lamhot, 2019), influencer merupakan seseorang yang memiliki
kekuatan untuk mempengaruhi keinginan pembelian orang lain karena popularitas, wewenang,
pengetahuan, posisi yang dimilikinya. Sedangkan Endorser menurut Martin Roll dalam (Saparso
& Dian:2009) menjelaskan bahwa endorsement adalah saluran komunikasi merek, dimana
selebriti berperan sebagai juru bicara dan mendukung merek tersebut dengan segala atribut
kepopuleran, kepribadian dan status sosial selebriti tersebut.
Fenomena influencer marketing sangat pesat perkembangannya dalam beberapa tahun
terakhir ini. Jika pada dekade sebelumnya, celebrity endorser merupakan salah satu strategi
komunikasi pemasaran yang banyak digunakan oleh perusahaan untuk mempromosikan produk
atau jasa, saat ini justru orang biasa (non-selebriti) bisa saja menjadi subjek pengirim pesan yang
dipercaya oleh merek tertentu untuk dapat menyampaikan pesan pada masyarakat (Khamis &
Ang 2017). Orang biasa dapat saja menjadi terkenal di dunia maya, mereka mengikuti tren
pengguna media dan mereka menjadi potensial untuk menjadi influencer. Selain itu juga,
influencer marketing dianggap menjadi tren komunikasi pemasaran yang paling hemat biaya dan
paling efektif memiliki dampak terhadap penjualan. (Harrison, 2017)
Sekarang dilihat bahwa orang yang dikenal konsumen secara pribadi adalah rujukan yang
lebih terpercaya daripada mereka yang bukan, meskipun perujuknya adalah selebritas atau
influencer (Cooley, D., & Parks-Yancy, R., 2019). Influencer dipandang sebagai sumber pribadi
dan kredibel yang dapat dihubungkan dengan konsumen (Boerman,2020; De Veirman
dkk.,2017), di Indonesia sendiri salah satu kinerja influencer yang paling sering kita temukan
adalah promosi (endorsement). Promosi yang dilakukan oleh influencer lebih bisa diterima oleh
masyarakat karena orang orang merasa lebih “dekat” dan “mirip” sehingga lebih efektif
(Schouten et al., 2019). Perusahaan telah menyadari potensi bekerja dengan influencer (Pöyry et
al.,2019); perusahaan dapat mengurangi risiko yang dirasakan terkait merek dan meningkatkan
kesadaran merek (Chatterjee,2011), sementara pada saat yang sama memberikan informasi
berharga kepada audiens mereka (Pang et al.,2016).
Para pengikut atau penggemar influencer semakin menaruh kepercayaan pada pesan yang
dibagikan oleh rekan-rekan mereka saat mencari informasi dan memutuskan produk/layanan
mana yang akan dibeli (Djafarova & Rushworth,2017; Lou & Yuan,2019; Poyry dkk.,2019)
sehingga kepercayaan dan independensi pemberi pengaruh adalah yang terpenting. Pentingnya
influencer tidak hanya tergantung pada jumlah pengikut yang mereka miliki tetapi juga pada
kesesuaian influencer untuk merek yang disebutkan dalam posting mereka, dalam hal
pengalaman, kesesuaian dengan merek dan kredibilitas, dan kekuatan hubungan mereka dengan
pengikut mereka. (misalnya Arora et al., 2019; Reinikainen dkk.,2020; De Veirman dkk.,2017).
Ditemukan kredibilitas yang dirasakan pengiklan terkait erat dengan keberhasilan pengukuran
iklan tertentu dan internalisasi pesan iklan. (Solis 2012, Brown Hayes 2008, Kolbike 2016).
Studi ini menyatakan ini bertujuan untuk menguji pengaruh kontrol merek yang
dirasakan dan orientasi komersial dari pesan influencer terhadap kepercayaan pada influencer
dan kredibilitas pesannya. Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa pengungkapan tujuan
komersial ketika berbagi konten berdampak negatif terhadap kredibilitas (Evans et al.,2017; De
Veirman dkk.,2017), tetapi mereka belum mendekati efek kontrol merek yang dirasakan dan
orientasi komersial pada kepercayaan pada pemberi pengaruh dan kredibilitas pesannya. Pada
gilirannya, meskipun efek dari kredibilitas pesan influencer pada sikap dan niat membeli telah
dianalisis (lihat Djafarova & Rushworth,2017; Lou & Yuan,2019; Xiao dkk.,2018), efek pada
aspek pra pembelian, seperti minat pada pesan yang mungkin merangsang konsumen untuk
memulai proses pencarian terkait produk, telah diabaikan.
Landasan Teori

Brown dan Hayes menjelaskan influencer serupa dengan konsumen yang memiliki dampak
langsung pada perilaku pengikut mereka. De Veirman dkk. (2017, P. 1) mendefinisikan
influencer sebagai orang yang membangun jaringan pengikut yang besar, dan dianggap sebagai
pembuat selera tepercaya dalam satu atau beberapa ceruk. Dengan cara ini influencer adalah
pembuat konten, dengan status ahli yang telah menciptakan jaringan pengikut yang mereka
pengaruhi melalui konten berharga di media sosial (Ge & Gretzel,2018; Lou & Yuan, 2019), dan
dianggap sebagai sumber informasi yang kredibel (Djafarova & Rushworth,2017; Schouten
dkk.,2019).

Influencer dapat dicirikan sebagai "selebriti mikro". Ini merupakan pendekatan baru dari kinerja
online yang melibatkan orang-orang yang memperluas pengakuan mereka dengan menggunakan
teknologi seperti platform sosial, blog dan video (Senft, 2008). Juga, Gorry & Westbrook (2009)
menyatakan bahwa influencer mewakili semacam pendukung luar yang otonom yang
membentuk sikap orang dengan menggunakan sosial media karena energinya yang berpengaruh.
Oleh karena itu, kemajuan telah dibuat untuk membedakan dan melacak pemberi pengaruh yang
terkait dengan merek tertentu atau asosiasi.

Percaya pada influencer

Kepercayaan dalam konteks dukungan selebriti, merupakan sejauh mana audiens pesan
menganggap pengirim (selebriti) mampu menyampaikan rasa integritas, kejujuran dan
kredibilitas melalui media pemasaran (Tripp et al, 1994; Wang dkk.,2017). Dalam penelitian ini
kepercayaan disini yang dimaksud adalah bentuk kepercayaan followers, konsumen dan juga
pasar kepada Fadil Jaidi. Kepercayaan pada influencer telah memberikan bukti terkait dengan
sikap yang lebih positif terhadap pesan yang disponsori (Wang et al.,2017). Influencer
mendapatkan banyak sorotan dari masyarakat dan secara otomatis memiliki banyak penggemar.
Semakin lama masyarakat tidak hanya melihat konten testimoni dari produk namun juga konten
pribadi yang ditampilkan oleh influencer. Penggunaan media sosial telah meningkatkan
penggunaan dukungan influencer, karena dapat ditangani dengan cara yang lebih alami dan dapat
dipercaya daripada media lain (Boerman,2020). Oleh karena itu, menunjukkan bahwa ada lebih
banyak kepercayaan pada influencer daripada tokoh lain (Kiss & Bichler,2008), karena dalam
banyak hal mirip dengan pengikut mereka (Uzunoglu & Kip,2014) dan dianggap sebagai otentik
(Petrescu et al.,2018) dan dapat diakses (De Veirman et al.,2017). Influencer dianggap
independen (Freberg et al.,2011) dan pesan mereka dianggap asli dan tidak dimanipulasi oleh
merek (Evans et al.,2017; Jin & Phua, 2014).

Kontrol Merek
Literatur yang ada tentang kontrol konten pada merek di Internet merekomendasikan bahwa
perusahaan berpartisipasi dalam percakapan secara setara dengan anggota lain dari komunitas
merek (Fournier & Avery,2011; Gensler dkk.,2013), menyerahkan beberapa kendali kepada
konsumen (Bal et al.,2017). Dalam penelitian ini, kontrol merek yang dimaksud adalah hal yang
dilakukan oleh Fadil Jaidi. Selain itu, meningkatkan kontrol merek atas konten yang dibagikan
oleh pemberi pengaruh dapat menciptakan perasaan di antara konsumen bahwa informasi
tersebut bias dan tidak autentik (Woods,2016). Hal ini akan menimbulkan sikap negatif terhadap
pemberi pesan, dalam hal ini influencer (Hwang & Jeong,2016), dengan publik kehilangan
kepercayaan padanya. Oleh karena itu, perlu untuk menjaga keseimbangan antara kontrol dan
kreativitas serta kebebasan pemberi pengaruh (Sokolova & Kefi,2020). Ini memunculkan
hipotesis penelitian pertama kami:

H1: Kontrol merek/sponsor atas konten postingan influencer berhubungan negatif dengan
kepercayaan pengikut terhadap influencer.

Orientasi Pasca Komersial berhubungan Negatif dengan Kepercayaan Pengikut terhadap


Influencer

Konten merupakan salah satu hal penting dalam hubungan antara merek dan pengikut (Rosenthal
& Brito,2017). Oleh karena itu, influencer bertindak sebagai pemain penting dalam pembuatan
informasi tentang merek (Lou & Yuan,2019; Stubb dkk.,2019). Dalam hal ini orientasi yang
dimaksud adalah orientasi postingan, status dan story daripada social media Fadil Jaidi yang
berkata jujur dan merekomendasikan produk atas inisiatif sendiri. Banyak perusahaan telah
membayar untuk mendapatkan ulasan positif di situs ulasan daring (Lee & Koo,2012).
perusahaan membayar influencer untuk membuat konten yang menguntungkan atau untuk
membagikan konten lain yang dibuat langsung oleh merek (Chatterjee,2011). Konsumen ingin
influencer membuat rekomendasi dan membagikan pendapat mereka yang sebenarnya tentang
merek (Petrescu et al.,2018). Dalam isu lain, beberapa influencer atas inisiatif mereka sendiri
menegaskan bahwa pendapat mereka jujur, meskipun postingan tersebut disponsori (Hwang &
Jeong,2016; Stubb dkk.,2019). Bahkan orientasi publik tetapi tidak jujur nonkomersial akan
mengarahkan konsumen untuk membeli produk yang direkomendasikan lebih dari jika mereka
menganggap niat komersial (Boerman et al.,2017; Sammis dkk., 2016; Shan dkk.,2019).
Literatur yang ada menunjukkan keinginan influencer untuk membuat dan berbagi posting
komersial sebagai imbalan atas pertimbangan, bahkan dalam kasus tersebut, konsumen
menunjukkan sikap negatif terhadap konten ini (Chatterjee,2011; Petrescu dkk., 2018) karena
berkurangnya kredibilitas selebriti yang membagikannya (Boerman,2020; Hwang & Jung,2016).
Tujuan komersial di balik konten yang dibagikan oleh influencer memiliki efek negatif pada
persepsi konsumen tentang influencer (Petrescu et al., 2018; Uribe dkk.,2016), mengurangi
kredibilitas dan kepercayaannya (Hwang & Jeong,2016). Karena itu:

H2: Orientasi komersial dari postingan influencer berhubungan negatif dengan kepercayaan yang
akan dimiliki pengikut terhadap influencer.

Kredibilitas postingan

Kredibilitas pesan merupakan sejauh mana konsumen menganggap sumber informasi


daring tidak memihak, dapat dipercaya, dan berdasarkan fakta (Koo,2016). Kredibilitas saling
terkait dengan penilaian individu tentang keterpercayaan isinya (Appelman & Sundar,2016).
Dalam penelitian ini, kredibilitas yang dimaksud adalah kredibilitas daripada sebuah sumber
postingan Fadil Jaidi kepada sebuah produk merek yang dapat dipercaya. Jika konsumen tidak
menganggap pesan sebagai kredibel, mereka menjadi resisten terhadap upaya persuasi (Lee &
Koo,2012). Satu konsep yang terkait dengan hal tersebut dan dapat digunakan untuk
menganalisis objektivitas dan kegunaan pesan sedang diseimbangkan adalah jika pesan
mencakup kekuatan dan kelemahan produk atau merek yang dibahas (Hwang & Jeong,2016).
Fakta bahwa konsumen percaya bahwa pesan itu asli, dan oleh karena itu mereka dapat
menganggapnya kredibel merupakan hal yang penting karena akan mempengaruhi sikap dan
perilaku audiens. Pesan elektronik dari mulut ke mulut (eWOM) yang dibuat dalam percakapan,
daripada eWOM yang diunggulkan, berdasarkan rekomendasi rekan, dianggap bebas dari
maksud dan manipulasi komersial, dan lebih dapat dipercaya daripada yang lain dengan maksud
komersial (Uzunoglu & Kip,2014; De Veirman dkk.,2017). Jika konsumen mendeteksi bahwa
suatu hal sedang terjadi, mereka akan menganggap pesan tersebut kurang autentik (Woods,
2016) dan termasuk informasi yang bias untuk kepentingan perusahaan (Uribe et al.,2016). Hak
ini akan mempengaruhi kredibilitas pesan (Carl,2008) dan cara konsumen bereaksi terhadapnya
(Hwang & Jeong, 2016). Hal ini akan mempengaruhi opini konsumen terhadap semua pesan
yang dikeluarkan oleh pemberi pengaruh, yang berdampak negatif pada citra dan kredibilitasnya
sendiri (Woods,2016). Dengan demikian:

H3: Kontrol merek/sponsor atas konten postingan influencer berhubungan negatif dengan
kredibilitas follower di postingan tersebut.

Segala penyembunyian hubungan komersial antara pemberi pengaruh dan merek, yang dibangun
melalui sponsor, mungkin sulit dideteksi oleh konsumen. Hal ini dapat membuat mereka berpikir
bahwa pendapat pemberi pengaruh atau endorser adalah tulus dan asli, sehingga mendorong
penerimaan yang lebih besar dari maksud komersial yang terakhir. Boerman et al., 2017; Sammis
dkk.,2016). Konsumen lebih percaya pada pesan yang jujur dan terbukti tanpa maksud komersial
(Jung et al.,2016; ko,2016), dan dalam pesan yang dikeluarkan oleh influencer dianggap
memiliki minat yang sama dan tidak ada hubungannya dengan perusahaan (De Veirman et
al.,2017). Ketika ada maksud komersial yang jelas, pesan menjadi kurang bermanfaat (Petrescu
et al.,2018), karena konten mereka lebih tidak sesuai dengan minat audiens yang sebenarnya
(Zhang et al.,2017). Untuk meningkatkan penerimaan pesan dan mencapai tingkat komitmen dan
penerimaan yang lebih tinggi, pesan harus fokus pada informasi dan opini terkait merek, bukan
pada mendorong penjualan (Boerman,2020; Uribe dkk.,2016). Oleh karena itu:

H4: Orientasi komersial dari postingan influencer berhubungan negatif dengan kredibilitas
follower di postingan tersebut.

Kredibilitas pesan sangat dipengaruhi oleh kepercayaan yang diberikan penerima kepada sumber
informasi (Evans & Clark,2012; Filieri,2016), karena persepsi komunikator berdampak pada
persuasi dan persepsi pesan pada khalayak (Sokolova & Kefi,2020). Dalam persoalan ini,
informasi yang dibagikan oleh konsumen lain yang berpengaruh di media sosial dianggap
independen dan valid (Uzunoglu & Kip,2014). Tidak hanya itu, informasi yang diterima oleh
mereka yang memiliki hubungan lemah dengan mereka dianggap kurang kredibel (Koo,2016).
Meskipun demikian, influencer membangun hubungan dengan pengikut mereka, yang akan
meningkatkan kepercayaan. Hal ini membuat informasi mereka lebih kredibel daripada yang
ditawarkan oleh sumber lain seperti merek atau selebriti (Djafarova & Rushworth, 2017). Jadi,
merek mencoba memilih influencer terpercaya untuk meningkatkan kredibilitas pesan yang
dikirim melalui mereka (Enke & Borchers,2019) dan dengan demikian memastikan bahwa pesan
tersebut lebih efektif karena diterima dengan lebih baik (Jin et al.,2019; Shan dkk., 2019). Dalam
hal ini, penelitian sebelumnya mengusulkan bahwa kepercayaan pada influencer secara positif
mempengaruhi kepercayaan pengikutnya dalam pesan mereka tentang merek (Lou & Yuan,
2019; Xiao dkk.,2018). Ini mengarah pada:

H5: Kepercayaan follower pada influencer berhubungan positif dengan kredibilitas follower di
postingan.

Ketertarikan konten

Minat konten adalah sejauh mana seseorang menganggap informasi itu menarik bagi mereka,
sehingga membuat mereka lebih bersedia untuk membacanya (Chen et al.,2014). Dalam
penelitian ini, ketertarikan yang dimaksud adalah ketertarikan konsumen dan followers terhadap
konten yang diposting oleh Fadil Jaidi. Pesan influencer menawarkan konten yang menarik
perhatian konsumen, sehingga menimbulkan respons kognitif yang mengarah pada tingkat
persuasi yang lebih tinggi (Chen et al., 2014). Hal ini mengubahnya menjadi konten menarik
yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen, baik dari segi proses pembelian maupun
rekomendasi, menarik komponen rasional atau emosional (Chen et al.,2014; Wang dkk.,2017).
Konsumen menandakan kecenderungan yang lebih besar untuk terlibat dan berinteraksi dengan
pesan yang dikeluarkan oleh influencer daripada oleh merek itu sendiri (Lou et al.,2019). Hal
tersebut disebabkan oleh fakta bahwa influencer menghasilkan konten yang berorientasi
pengguna, berdasarkan pengalaman dan kejujuran mereka (Arora et al.,2019; Evans dkk.,2017;
Schouten dkk., 2019), yang membuat pesan lebih dapat diterima dan menarik bagi konsumen.
Secara spesifik, kredibilitas pesan oleh konsumen lain (Cheung et al.,2009) dan pemberi
pengaruh (Lou & Yuan,2019) memiliki dampak signifikan pada kekuatan persuasif dan sikap
konsumen mereka (Xiao et al.,2018), membangun hubungan antara kebenaran yang dirasakan
dalam kesesuaian pesan dan minat audiens (Stubb et al.,2019; Zhang dkk.,2017). Karenanya:

H6: Kredibilitas yang dirasakan dalam postingan influencer di antara pengikut berhubungan
positif dengan minat mereka terhadap konten postingan.
Kesediaan untuk mencari informasi lebih lanjut tentang produk yang diposting

Penggunaan influencer memiliki pengaruh besar pada bagaimana informasi disebarluaskan dan
bagaimana perilaku dan sikap menyebar melalui media sosial (Enke & Borchers,2019;
Reinikainen dkk.,2020; Shan dkk.,2019). Hal ini disebabkan cara konsumen saat ini dipengaruhi
oleh informasi yang diterima melalui WOM, sumber informasi yang paling berpengaruh
(Roelens et al.,2016). Sehingga menyebabkan perusahaan menggunakan program WOM
berdasarkan rekomendasi konsumen yang menjadi hal biasa di media sosial (Roelens et al.,
2016). Oleh karena itu, konsumen mencari informasi yang diterima dari orang lain melalui
rekomendasi (Hajli et al.,2017). Hal pertama yang dilakukan konsumen ketika menghadapi
proses pembelian, daring atau tidak, adalah mencari informasi yang relevan, memprosesnya
untuk membantu mereka menghabiskan lebih sedikit waktu untuk mengevaluasi produk yang
menarik bagi mereka (Wu et al.,2015). Influencer dan pemimpin opini lainnya, bagaimanapun,
menghubungi publik mereka melalui saran yang dianggap menarik bagi audiens mereka,
mendorong pengikut untuk mengetahui lebih banyak informasi dan, pada akhirnya, membeli
produk (Flynn et al.,1996; Schouten dkk.,2019). Dalam penelitian ini, ketersediaan mencari
informasi terkait produk yang diposting yang dimaksud adalah pencarian informasi suatu produk
yang diposting dan dipromosikan oleh Fadil Jaidi. Jadi, untuk mengawali proses pembelian
dengan mencari informasi lebih lanjut, konten yang dihasilkan oleh influencer harus
membangkitkan minat konsumen (Lou & Yuan,2019). Jadi, postingan perlu menarik bagi
konsumen untuk menunjukkan perilaku yang lebih terikat dengan merek (Lin et al.,2017) dan
untuk mendorong mereka untuk mengetahui lebih lanjut tentang produk yang direkomendasikan
(Chen et al.,2014). Oleh karena itu, kami mengusulkan satu hipotesis:

H7: Ketertarikan pengikut terhadap konten postingan influencer berhubungan positif dengan
keinginan mereka untuk mencari informasi lebih lanjut tentang produk/layanan yang disebutkan
dalam postingan.

Kerangka Konseptual Penelitian

Berdasarkan hipotesis-hipotesis diatas, maka kerangka konseptual penelitian ini dapat


digambarkan sebagai berikut:
Metode Penelitian

Lokasi

Lokasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah seluruh wilayah Indonesia tanpa
karakteristik wilayah tertentu. Alasan penelitian memilih wilayah di Indonesia karena pengaruh
influencer kepada sebuah brand populasinya terdapat di seluruh Indonesia. Pemilihan lokasi ini
juga dipertimbangkan agar memudahkan penulis melakukan penelitian. Oleh karena itu, kami
menggunakan pengumpulan data metode kuesioner secara online supaya lebih efektif.

Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subyek atau obyek yang menjadi sasaran penelitian
(Sudjarwo, dan Basrowi, 2009:255). Populasi dalam penelitian ini diantaranya: mahasiswa,
pekerja dan orang dewasa yang ada di Indonesia. Sample adalah bagian dari populasi yang
menjadi sumber data dalam penelitian, dimana populasi merupakan karakteristik bagian dari
jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2017:81). Dalam penelitian ini
populasinya adalah pengguna media sosial sebagai platform bagi influencer kepada sebuah
brand. Responder yang kami gunakan untuk penelitian ini mulai dari umur dibawah 17 sampai
50 tahun. Penetapan jumlah sample ini didasarkan pada alat analisa yang akan dipergunakan
untuk menguji hipotesis penelitian yaitu statistical package for the social science (SPSS) yang
kemudian membutuhkan 150 responder.
Jenis Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dilakukan untuk penelitian ini terbagi menjadi ke dalam dua bentuk data
primer dan data sekunder, berikut adalah penjelasan mengenai data primer dan data sekunder.
Penelitian ini menggunakan longitudinal studies karena dalam pengambilan datanya bersifat
berjangka waktu dalam pengambilan datanya.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapangan oleh orang yang melakukan
penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya (Hasan, 2002:82). Pengumpulan
data yang kami gunakan untuk penelitian ini adalah menggunakan kuesioner yang
dibagikan sebanyak 150 responder.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan
penelitian dari sumber sumber yang sudah ada (Hasan, 2002:58). Pengumpulan data
untuk melakukan penelitian ini secara sekunder untuk mendukung perolehan data primer.
Pengumpulan data sekunder untuk melakukan penelitian ini menggunakan sumber
sumber referensi materi dan pengumpulan data yang berasal dari, buku, bahan pustaka,
penelitian dan lain sebagainya.

Definisi Riset Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah enam variabel yang akan dianalisis
dalam penelitian ini yaitu adalah mengenai Kontrol Merek yang dirasakan atas postingan
influencer dan posting orientasi komersial yang dirasakan Independent Variable. Terdapat dua
Mediating Variable yaitu adalah kepercayaan kepada influencer dan kredibilitas postingan yang
dipengaruhi oleh dua independent variabel. Terdapat dua Dependent Variable yaitu ketertarikan
kepada pelanggan dan ketersEdiaan mencari informasi lebih lanjut. Yang dipengaruhi oleh
influencer. Penelitian ini menggunakan Skala Likert Enam Point, dimana 1 menunjukkan Sangat
Tidak Setuju dan 6 menunjukkan Sangat Setuju. Pengukuran Keenam variable tersebut mengacu
kepada instrumen penelitian yang dikembangkan oleh Lopez, et al (2020). Penelitian ini bersifat
hypotheses testing atau causal study yang dimana hal penelitian ini menjelaskan keterkaitan
adanya hubungan atau kaitan yang saling bersangkutan.

1. Kontrol merek

Kontrol konten pada merek di Internet merekomendasikan bahwa perusahaan


berpartisipasi dalam percakapan secara setara dengan anggota lain dari komunitas merek
(Fournier & Avery,2011; Gensler dkk.,2013). Dalam penelitian ini, kontrol merek yang
dimaksud adalah hal yang dilakukan oleh Fadil Jaidi. Sesuai dengan penelitian
sebelumnya yaitu oleh Lopez, et al (2020), maka indikator untuk dapat mengukur kontrol
merek adalah sebagai berikut:

- Merek/sponsor dari produk/layanan yang diposting mengawasi konten dibuat oleh


pemberi pengaruh.
- Informasi yang ingin dibagikan oleh influencer dengan pengikutnya harus
disaring terlebih dahulu oleh merek/sponsor produk/jasa yang diposting.
- Merek/sponsor dari produk/layanan yang diposting mengontrol aliran informasi
dan konten antara influencer dan pengikutnya.

2. Orientasi pasca komersial berhubungan negatif dengan kepercayaan pengikut terhadap


influencer

Konten adalah salah satu aspek kunci dalam hubungan antara merek dan pengikut
(Rosenthal & Brito,2017). Inilah sebabnya mengapa influencer dapat bertindak sebagai
pemain penting dalam pembuatan informasi tentang merek (Lou & Yuan,2019; Stubb
dkk.,2019). Dalam hal ini orientasi yang dimaksud adalah orientasi postingan, status dan
story daripada social media Fadil Jaidi yang berkata jujur dan merekomendasikan produk
atas inisiatif sendiri. Sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu oleh Lopez, et al (2020),
maka indikator untuk dapat mengukur kontrol merek adalah sebagai berikut :

- Postingan yang dibagikan oleh influencer mencoba untuk menjual daripada


menginformasikan.
- Postingan yang dibagikan oleh influencer menerapkan tekanan untuk membuat
pengikut membeli produk/jasa tersebut.
- Postingan yang dibagikan oleh influencer mencoba meyakinkan pengikut untuk
membeli, bukan untuk memuaskan kebutuhan pengikutnya akan informasi.
- Postingan yang dibagikan oleh influencer lebih fokus untuk membujuk pengikut
untuk membeli daripada kepentingan informasi mereka yang sebenarnya.

3. Kepercayaan pada influencer

Kepercayaan, dalam konteks dukungan selebriti, dapat didefinisikan sebagai


sejauh mana audiens pesan menganggap pengirim (selebriti/influencer) mampu
menyampaikan rasa integritas, kejujuran dan kredibilitas melalui media pemasaran (Tripp
et al., 1994; Wang dkk.,2017). Dalam penelitian ini kepercayaan disini yang dimaksud
adalah bentuk kepercayaan followers, konsumen dan juga pasar kepada Fadil Jaidi..
Sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu oleh Lopez, et al (2020), maka indikator
untuk dapat mengukur kontrol merek adalah sebagai berikut:

- Influencer bisa dipercaya.


- Influencer jujur.
- Influencer bisa diandalkan

4. Kredibilitas postingan

Kredibilitas pesan didefinisikan sebagai sejauh mana konsumen menganggap


sumber informasi online tidak memihak, dapat dipercaya, dan berdasarkan fakta
(Koo,2016). Kredibilitas berkaitan dengan penilaian individu tentang keterpercayaan
isinya (Appelman & Sundar,2016). Dalam penelitian ini, kredibilitas yang dimaksud
adalah kredibilitas daripada sebuah sumber postingan Fadil Jaidi kepada sebuah produk
merek yang dapat dipercaya. Sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu oleh Lopez, et
al (2020), maka indikator untuk dapat mengukur kontrol merek adalah sebagai berikut :
- Tidak dapat diandalkan/dapat diandalkan
- Tidak kredibel / kredibel.
- Tidak dapat dipercaya/dipercaya

5. Ketertarikan pada konten postingan

Minat konten adalah sejauh mana seseorang menganggap informasi itu menarik
bagi mereka, sehingga membuat mereka lebih bersedia untuk membacanya (Chen et
al.,2014). Pesan influencer menawarkan konten yang menarik perhatian konsumen,
sehingga menimbulkan respons kognitif yang mengarah pada tingkat persuasi yang lebih
tinggi (Chen et al., 2014). Dalam penelitian ini, ketertarikan yang dimaksud adalah
ketertarikan konsumen dan followers terhadap konten yang diposting oleh Fadil Jaidi.
Sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu oleh Lopez, et al (2020), maka indikator
untuk dapat mengukur kontrol merek adalah sebagai berikut:

- Saya tertarik dengan isinya


- Saya suka postingannya
- Saya memiliki kesan yang baik tentang konten yang dibagikan

6. Ketersediaan mencari informasi lebih lanjut tentang produk di posting.

Konsumen dapat melakukan kontrol pasif atas informasi, mengabaikan apa yang
tidak menarik atau tidak relevan (Wu et al.,2015). Influencer dan pemimpin opini
lainnya, bagaimanapun, menghubungi publik mereka melalui saran yang dianggap
menarik bagi audiens mereka, mendorong pengikut untuk mengetahui lebih banyak
informasi dan, pada akhirnya, membeli produk (Flynn et al.,1996; Schouten dkk.,2019).

Dalam penelitian ini, ketersediaan mencari informasi terkait produk yang


diposting yang dimaksud adalah pencarian informasi suatu produk yang diposting dan
dipromosikan oleh Fadil Jaidi. Sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu oleh Lopez, et
al (2020), maka indikator untuk dapat mengukur kontrol merek adalah sebagai berikut :

- Saya pikir saya akan mencari informasi tentang produk/layanan yang diposting
- Saya pikir saya akan mencari dari mulut ke mulut online tentang produk yang
diposting/ melayani
- Saya pikir saya akan membandingkan harga produk/layanan yang diposting.

Validitas dan Reliabilitas instrumen penelitian


Dalam buku (Dr. Dyah Budiastuti & Agustinus Bandur, Ph. D. 2018. Validitas dan
Reliabilitas Penelitian. Jakarta: Mitra Wacana Media. Hal-210) menjelaskan bahwa secara
generik, reliabilitas dapat didefinisikan sebagai konsistensi dari sebuah metode dan hasil
penelitian (Bandur, 2013). Namun secara spesifik dijelaskan oleh beberapa ahli statistik bahwa
reliability is the consistency of the methods, conditions, and results (Best & Kahn, 1998;
Manning & Don Munro, 2006; Pallant, 2005; Wiersma & Jurs, 2005). Definisi para ahli tersebut
menjelaskan pengertian reliabilitas sebagai konsistensi sebuah hasil penelitian dengan
menggunakan berbagai metode penelitian dalam kondisi (tempat dan waktu) yang berbeda.
Dasar pengambilan keputusan dalam uji reliabilitas adalah sebagai berikut : 1) Jika nilai
Cronbach’s Alpha > 0,60 maka kuesioner atau angket dinyatakan reliabel atau konsisten. 2)
Sementara, jika nilai Cronbach’s Alpha < 0,60 maka kuesioner atau angket dinyatakan tidak
reliabel atau tidak konsisten.

Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
program Statistical Package for Social Science (SPSS). Analisis data terdiri dari statistik
deskriptif yang meliputi uji deskriptif, uji hipotesis melalui korelasi, dilanjutkan dengan analisis
kuesioner yang meliputi pengujian validitas dan pengujian reliabilitas.

Dalam Modul (Dodiet Aditya Setyawan,SKM,MPH. 2014. Uji Validitas dan reliabilitas
instrumen penelitian. Surakarta: Hal-02). Uji Validitas dan Reliabilitas kuesioner bertujuan
untuk meyakinkan bahwa kuesioner yang kita susun akan benar-benar baik dalam mengukur
gejala dan menghasilkan data yang valid. Validitas didefinisikan sebagai ukuran seberapa cermat
suatu test (alat ukur) melakukan fungsi ukurnya. Test/alat ukur hanya dapat melakukan
fungsinya dengan cermat kalau ada "sesuatu" yang diukurnya. Jadi, untuk dikatakan valid, test
harus mengukur sesuatu dan melakukannya dengan cermat. Sedangkan reliabilitas Menurut
Sumadi Suryabrata (2004: 28) reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan
alat tersebut dapat dipercaya. Hasil pengukuran harus reliabel dalam artian harus memiliki
tingkat konsistensi dan kemantapan.

Anda mungkin juga menyukai