Anda di halaman 1dari 37

The Effectiveness of Social Media Influencers in Affecting Purchase Intention among

Millennial Consumers in an Emerging Country

Abstract

Banyak pelaku bisnis yang menggunakan media sosial untuk menginformasikan tentang
mereknya, sehingga dapat menimbulkan ketertarikan bagi konsumen untuk membelinya. Salah
satunya adalah dengan menggunakan social media influencer. Kebanyakan penelitian tentang
efektivitas social media influencer hanya menekankan pada karakteristik influencer, sementara
kesesuaian antara citra influencer dengan merek yang dipromosikan dan citra diri ideal dari
pengikutnya turut berperan dalam membentuk sikap dan niat beli konsumen. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik social media influencer, influencer-
brand congruence, dan self-influencer congruence terhadap niat beli melalui sikap
terhadap merek pada generasi millennial. Data penelitian dikumpulkan dari 250 responden yang
dipilih dengan teknik purposive sampling. Data dianalisis dengan menggunakan PLS-SEM. Dari
tiga karakteristik personal influencer, hanya keahlian (expertise) dan daya tarik (attractiveness)
yang mempengaruhi sikap konsumen terhadap merek. Self-influencer congruence memiliki
pengaruh positif terhadap sikap atas merek. Sementara, pengaruh influencer-brand
congruence terhadap sikap konsumen atas merek yang diiklankan tidak signifikan. Penelitian
ini menemukan bahwa attitude toward brand berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen.

Keywords: Attitude, Brand-influencer congruence, Millennial consumer, Purchase


intention, Self-influencer congruence. Social media influencer

1. Introduction
Perkembangan teknologi digital mempengaruhi perilaku konsumen, salah satunya
adalah dalam hal berinteraksi dan mencari informasi yang saat ini difasilitasi dengan
media sosial. Menurut We Are Social (2020), pengguna media sosial secara global
tumbuh lebih dari 10% selama setahun terakhir, yaitu menjadi 3,96 miliar pada awal Juli
2020. Artinya, lebih dari setengah populasi dunia sekarang ini menggunakan media
sosial. Tren pertumbuhan menunjukkan bahwa rata-rata lebih dari 1 juta orang mulai
menggunakan media sosial untuk pertama kalinya setiap hari selama 12 bulan terakhir,
setara dengan hampir 12 pengguna baru setiap detik.
Kecenderungan tersebut mendorong pelaku bisnis untuk menggunakan media sosial
untuk menginformasikan tentang mereknya, sehingga dapat menimbulkan ketertarikan
niat bagi konsumen untuk membelinya (Azhar, 2017; Patria, 2019). Manfaat media sosial
sebagai sarana pemasaran sangat besar, sehingga akan pebisnis akan kehilangan peluang
jika tidak menggunakan social media dalam pemasarannya (Setiawati, 2015). Hal
tersebut mempengaruhi besarnya alokasi belanja iklan perusahaan-perusahaan. Data AC
Nielsen Indonesia menunjukkan bahwa meskipun belanja iklan di televisi masih
mendominasi yaitu 83%, namun trennya menurun dengan tingkat pertumbuhan yang
hanya 6%, sementara pada tahun sebelumnya mencapai 13% (Lubis, 2019). Hal yang
sebaliknya ditunjukkan pada belanja iklan di media sosial yang nilainya mencapai US$
446 juta, dan diprediksi tumbuh sebesar 5,9% setiap tahunnya (Statista, 2020).
Salah satu media sosial yang sering digunakan untuk promosi adalah Instagram yang
jumlah penggunaannya sebagai media promosi telah melampaui Facebook. Hal ini
mengindikasikan bahwa pemilik-pemilik merek saat ini lebih percaya pada Instagram
sebagai media promosi dikarenakan jumlah penggunanya yang terus bertumbuh. Jumlah
pengguna Instagram saat ini tumbuh dengan kecepatan lebih dari 1 juta pengguna baru
per hari dengan jumlah pengguna secara global sebesar 1,08 miliar orang pada awal Juli
2020 terlebih laju perkembangan yang tampaknya telah dipercepat dalam beberapa bulan
terakhir, meskipun total global telah melewati setengah jalan (Kemp, 2020). Dari jumlah
pengguna tersebut, generasi milenial paling terdampak oleh Instagram dalam perilaku
pembeliannya. Loeb (2020) menyatakan bahwa 72% generasi milenial menggunakan
Instagram untuk mendapatkan berbagai informasi, termasuk informasi produk, 57%
mengikuti tren produk fashion melalui media tersebut, dan diprediksi akan
membelanjakan hingga US$ 1,4 triliun pada tahun 2020. Oleh karena itu, penting untuk
memahami pengaruh sosial media dalam perilaku pembelian generasi milenial.
Banyak studi akademis telah mengkonfirmasi pengaruh selebritas dalam meningkatkan
efektivitas periklanan (Zhou et al., 2019). Namun, saat ini banyak perusahaan beralih ke
social media influencer atau selebritas mikro (seterusnya disingkat menjadi SMI), seperti
vloggers dan selebritas kepribadian 'instafamous', untuk meningkatkan nilai mereknya
(Marwick, 2015). Hal ini dikarenakan media sosial seperti Instagram mampu membangun
dan mengelola hubungan antar penggunanya dan memungkinkan penggunanya untuk
membuat user-created marketing content yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan
sebagai pemilik merek. Fenomena ini mendorong lahirnya SMI yang sekaligus berperan
sebagai content creator. Para SMI tersebut memanfaatkan hubungannya dengan para
follower-nya agar pengikutnya terus mengikuti konten-konten yang dibuatnya secara
terus-menerus dan mengikuti yang dilakukan SMI tersebut. Untuk itu, SMI harus
membangun jaringan yang cukup kuat dengan para follower-nya dengan selalu aktif
memuat konten yang menarik dan membangun citra positif agar dapat memberikan efek
positif pada merek yang dipromosikannya (Boerman et al., 2017; Taillon et al., 2020).
Tren penggunaan SMI untuk promosi menunjukkan pentingnya untuk memahami
bagaimana influencer tersebut dapat mempengaruhi niat beli konsumen. Sementara
efektivitas selebriti terhadap efektivitas pemasaran di media tradisional telah banyak
dilakukan (Bergkvist et al., 2016; Zhou et al., 2019), peran SMI terhadap perilaku
konsumen relatif masih baru menurut Lim et al., (2017). Penelitian terdahulu tentang SMI
lebih banyak membahas tentang pengaruh karakteristik personal dari SMI terhadap niat
beli konsumen, namun masih sedikit yang mengaitkannya dengan kesesuaian antara SMI
dengan merek (Lim et al., 2017) dan kesesuaian antara SMI dengan pengikutnya (Shan et
al., 2019; Taillon et al., 2020).
De Veirman et al. (2017) menekankan pentingnya kesesuaian antara merek dan
influencer agar promosi sebuah merek memberikan dampak positif. Pengaruh kesesuaian
antara selebritas dan merek pada media promosi tradisional sudah sering dibahas (misalnya:
Amos et al., 2008; Knoll & Matthes, 2017), namun dampaknya mungkin berbeda untuk
SMI, yang mengindikasikan perlunya pengujian lebih lanjut. Di samping itu, media sosial
memungkinkan terbangunnya keterikatan antara SMI dengan pengikutnya. Setiap individu
cenderung ingin mempertahankan konsep dirinya, sehingga aspek kesesuaian antara citra diri
SMI dengan pengikutnya dapat mempengaruhi efektivitas promosi yang disampaikan
melalui SMI tersebut. Meskipun demikian, hal tersebut perlu diuji lebih lanjut karena belum
banyak penelitian yang menguji efektivitas kesesuaian antara SMI dan pengikutnya dalam
mempengaruhi perilaku konsumen (Shan et al., 2019; Taillon et al., 2020).
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
social media influencer’s characteristics (trustworthiness, expertise, dan attractiveness),
influencer-brand congruence, dan self-influencer congruence terhadap niat
beli melalui sikap terhadap merek pada generasi millennial. Sistematika penulisan artikel ini
dikelompokkan ke beberapa bagian. Dimulai dari latar belakang dan masalah dari penelitian i
ni, dilanjutkan untuk pembahasan tinjauan literatur yang berhubungan dengan hipotesis penel
itian dan akan dilanjutkan degan membahas tentang metodologi penelitian yang akan diguna
kan pada bagian ke tiga, selanjutnya akan dibahas mengenai hasil penelitian dan diakhiri den
gan kesimpulan, implikasi, dan saran bagi penelitian selanjutnya.

2. Tinjauan Literatur dan Pengembangan Hipotesis

2.1 Social Media Influencers

Deepa dan Giridhar (2018) serta Nugraha et al. (2018) mengemukakan bahwa
perusahaan dapat mempromosikan suatu produk atau memperkenalkan merek baru
dengan cara memanfaatkan citra positif dari seorang selebriti. Selebritas yang merupakan
public figure terkenal dan diakui secara luas di masyarakat mampu meningkatkan
reputasi sebuah merek. Reputasi selebriti yang mengiklankan suatu merek akan
memperkuat pesan yang ingin disampaikan kepada target konsumen. Selain itu, selebritas
akan membantu meningkatkan penjualan suatu merek karena adanya kecenderungan
konsumen untuk lebih memilih merek/produk yang digunakan oleh selebritas favoritnya
(Deepa & Giridhar, 2018).

Dalam konteks sosial media, selebritas tersebut dikenal dengan istilah SMI, social
media celebrities, atau micro celebrities (Khamis et al., 2018). SMI merupakan pengguna
media sosial yang mempunyai banyak pengikut (followers) sehingga ia mengklaim
dirinya bisa memperoleh banyak perhatian dan bisa menciptakan brand sendiri yang
dipercaya oleh followers-nya (De Veirman et al., 2017; Hearn & Schoenhoff, 2015). SMI
tersebut membuat posting-an, baik dalam bentuk teks maupun visual, mengenai apa yang
ia lakukan, produk yang digunakan, dan gaya hidupnya yang akan mempengaruhi para
followers-nya (Djafarova & Rushworth, 2017). Melalui posting-an tersebut, para SMI ini
menampilkan personal brand mereka, ide-ide cemerlang, skill yang mereka miliki,
bahkan terkadang produk-produk yang di-endorse (Khamis et al., 2018).

Sama seperti celebrity endorsement pada umumnya, ada beberapa parameter penentu
keberhasilan SMI dalam mempromosikan sebuah merek. Penelitian Örs & Alawadhi,
(2020) mengungkapkan keefektifan SMI dalam merepresentatifkan citra suatu merek
ditentukan oleh kredibilitas dan daya tarik SMI. Attractiveness menjadi faktor terpenting
dikarenakan penampilan fisik dan cara berkomunikasi dari seorang SMI dianggap mampu
mempersuasi para followers-nya untuk menggunakan dan mengikuti apapun yang dipakai
oleh selebriti idolanya. Mereka menemukan bahwa konsumen membeli produk
berdasarkan rekomendasi dari orang yang dikenalnya, baik orang terdekat ataupun SMI.
Penelitian Taillon et al., (2020) yang melibatkan 301 responden menemukan bahwa daya
tarik SMI mempengaruhi minat beli konsumen secara langsung. Sementara itu,
kesesuaian antara citra diri SMI dan followers akan mempengaruhi niat beli melalui
word-of-mouth. Hal serupa ditunjukkan oleh hasil penelitian Ki et al., (2020); Shan et al.,
(2019) yang menemukan adanya pengaruh positif daya tarik SMI dan kesesuaian antara
SMI dan followers-nya pada perilaku pembelian konsumen.

2.2 Role of Social Media Influencer’s Characteristics in Shaping Consumer’s Attitude


toward the Brand

2.2.1 Social Media Influencer’s Trustworthiness

Gupta et al., (2015) menyatakan bahwa SMI yang dapat dipercaya mampu
merepresentasikan citra SMI yang baik. Integritas SMI membuat konsumen percaya bahwa
influencer tersebut jujur dan bisa dipercaya, sehingga akan meningkatkan citra merek yang
diwakilinya. Hal tersebut akan mempengaruhi minat beli konsumen yang didorong oleh
keyakinan konsumen akan integritas SMI yang mewakili merek tersebut (Örs & Alawadhi,
2020). Kepercayaan pada integritas SMI yang mengiklankan sebuah merek akan
menimbulkan rasa aman bagi konsumen, dimana mereka menganggap bahwa manfaat
produk yang didapatkan dari penggunaan merek tersebut akan sama dengan SMI yang
mengiklankannya (Lassoued & Hobbs, 2015).

Ketika konsumen percaya bahwa seorang SMI dapat dipercaya, ia akan berasumsi bahwa
pesan yang dikomunikasikan oleh SMI tersebut dapat dipercaya. Oleh karena itu,
keberhasilan promosi sebuah brand tergantung pada citra SMI yang dapat dipercaya
(beliavable), jujur (honest), dan dapat diandalkan (reliable) (Ahmad et al., 2019; Wang &
Scheinbaum, 2018). Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad et al. (2019) menemukan bahwa
apabila konsumen menganggap SMI yang mempromosikan sebuah merek dapat dipercaya,
maka ia akan memiliki pandangan positif terhadap merek yang dipromosikan dan pada
akhirnya meningkatkan minatnya untuk membeli merek tersebut. Hal tersebut juga
diungkapkan oleh Zhou et al. (2019) yang menyatakan bahwa kredibilitas SMI memegang
peran penting untuk menciptakan citra positif dari brand yang dipromosikannya, sehingga
akan mempengaruhi sikap konsumen terhadap merek tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian ini, yaitu:

H1: SMI’s trustworthiness berpengaruh terhadap attitude toward the brand.

2.2.2 Social Media Influencer’s Expertise

Kredibilitas seorang SMI dapat dilihat juga dari keahliannya (expertise) berdasarkan
tingkat pemahaman, keterampilan, dan pengetahuan yang dimiliki atas sebuah produk/merek
(Ki et al., 2020; Wang & Scheinbaum, 2017). Expertise juga dapat diartikan sebagai
kemampuan influencer dalam membujuk konsumen untuk menggunakan apa yang
diiklankannya (Wang & Scheinbaum, 2017). Expertise dari SMI dapat secara langsung
mempengaruhi tingkat keyakinan konsumen pada merek yang dipromosikannya. Keahlian
SMI juga berpengaruh positif terhadap brand attitude dan minat beli konsumen. Ketika
konsumen merasa bahwa seorang SMI memiliki keahlian atas merek tersebut, maka ia
cenderung lebih mudah mempercayai iklan yang disampaikan oleh SMI tersebut (Mansour &
Diab, 2016). Karena itu, seorang SMI dengan keahlian yang tinggi dianggap lebih persuasif
dan mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan influencer dengan tingkat keahlian
yang lebih rendah (Wang & Scheinbaum, 2017).
Keahlian seorang SMI akan berpengaruh positif terhadap perilaku pembelian dari
konsumen. Penelitian yang dilakukan oleh Ulkhaq et al. (2016) menemukan bahwa keahlian
SMI memberikan dampak yang lebih besar pada niat beli konsumen dibandingkan daya tarik
dan kepercayaan. Seorang SMI yang dianggap ahli dianggap mampu memberikan rasa aman
pada konsumen, sehingga mampu membuat konsumen menyukai merek yang
dipromosikannya. Seorang SMI yang memiliki pengetahuan dan keahlian akan produk yang
direkomendasikannya akan lebih efektif dalam mempersuasi konsumen untuk membeli
merek tersebut melalui sikapnya yang positif terhadap merek tersebut (Aw & Labrecque,
2020). Sementara itu, Tanjung dan Hudrasyah (2019) menyatakan bahwa keahlian yang
dimiliki SMI secara signifikan mempengaruhi sikap konsumen atas merek yang
dipromosikan oleh SMI tersebut serta minat belinya. Arora et al. (2019) menyatakan bahwa
konsumen menggunakan media sosial untuk mendapatkan informasi terbaru tentang produk
atau merek yang dipromosikan oleh SMI. Penelitian mereka menemukan bahwa keahlian
SMI mempengaruhi sikap konsumen atas merek yang disampaikan oleh SMI tersebut dan
minat belinya.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian ini, yaitu:

H2: SMI’s expertise berpengaruh positif terhadap attitude toward the brand.

2.2.3 Social Media Influencer’s Attractiveness

Wang dan Scheinbaum (2017) menyatakan bahwa daya tarik seorang SMI dapat
membangun keakraban antara SMI tersebut dengan pengikutnya. Daya tarik SMI mampu
memikat pengikutnya sehingga akan memberikan pengaruh positif terhadap sikap dan minat
membeli pada merek tertentu. Daya tarik tersebut seringkali diukur dari seberapa menarik,
berkelas, bagus, bergaya dan seksinya SMI (Örs & Alawadhi, 2020). SMI dengan daya tarik
tinggi dan citra positif dianggap dapat meningkatkan citra merek yang diiklankan. Oleh
karena itu, pemegang merek memilih SMI yang memiliki kepribadian, penampilan fisik, dan
karisma yang baik untuk mengiklankan mereknya karena dianggap mampu menarik minat
beli konsumen (Jacobson et al., 2020; Ki & Kim, 2019). Menurut Lou dan Yuan (2019),
SMI dengan daya tarik tinggi lebih meyakinkan daripada SMI yang tidak menarik, sehingga
akan menumbuhkan minat beli dan loyalitas terhadap merek.

Menurut Agam (2017), sangat jarang ditemukan SMI yang tidak memiliki daya tarik
untuk dipilih sebuah perusahaan untuk memperkenalkan suatu merek kepada konsumen. Hal
ini menandakan bahwa daya Tarik SMI meningkatkan efektivitas iklan. Shan et al., (2019)
mengungkapkan adanya tren penggunaan jasa SMI untuk meningkatkan penjualan dan
memperkuat posisi merek di benak konsumen. Menurut Ha & Lam (2017) daya tarik fisik
yang diwujudkan melalui berat badan, tinggi badan, dan kecantikan wajah seseorang adalah
ekspresi pertama yang dirasakan oleh orang lain. Seorang influencer menarik karena dirinya
telah membangun citra populer di kalangan publik. Daya tariknya meningkatkan persuasif
terhadap pelanggan karena publik ingin menjadi seperti influencer yang dicintai. Hal ini
dapat mendorong pada sikap atas merek yang diiklankan.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian ini, yaitu:

H3: SMI’s attractiveness berpengaruh positif terhadap attitude toward the brand.

2.3 Role of Influencer-Brand Congruence in Shaping Consumer’s Attitude toward the


Brand

Penelitian tentang SMI membahas mengenai faktor yang memotivasi konsumen untuk
membeli sebuah merek, di antaranya mengenai kredibilitas SMI dari merek tersebut
(Djafarova & Rushworth, 2017); Song et al., 2019) dan konten yang dibuatnya (Kim & Song,
2017). Shan et al. (2019) mengungkapkan adanya tren penggunaan jasa SMI untuk
meningkatkan penjualan dan memperkuat posisi merek di benak konsumen. Terlepas dari
tren tersebut, ada tantangan tersendiri bagi pemegang merek, yaitu mengidentifikasi SMI
yang tepat untuk mereknya agar citra mereknya meningkat daripada sebelum menggunakan
jasa SMI. Oleh karena itu, mereka harus memastikan kesesuaian citra mereknya dengan SMI
agar memberikan dampak maksimal terhadap penjualan mereknya (Lim et al., 2017).
Influencer-brand congruence ditentukan sebagai tingkat kecocokan antara asosiasi
endorser yang dapat diakses dan atribut yang terkait dengan merek (Kirmani & Shiv,
1998). Kesesuaian tersebut dapat mempengaruhi attitude toward the brand secara positif,
karena konsumen menganggap informasi yang disampaikan oleh SMI yang citra dirinya
cocok dengan merek yang diiklankan lebih relevan dan akurat.
Beberapa penelitian menemukan bahwa influencer-brand congruence mempengaruhi
attitude towards advertisement dan attitude toward the brand. Xu dan Pratt (2018)
menemukan bahwa apabila citra diri SMI sesuai dengan merek yang dipromosikannya, maka
merek tersebut akan dianggap baik oleh konsumen dan meningkatkan kepercayaannya merek
tersebut. Aw dan Labrecque (2020) mengungkapkan bahwa konsumen akan mempercayai
iklan yang menggunakan SMI yang mampu mentransfer makna dari produk atau merek yang
dipromosikannya. Akibatnya, hal tersebut akan mempengaruhi sikapnya dan minat belinya
terhadap merek tersebut. Penelitian Pereira (2018) menunjukkan bahwa konsumen akan
memiliki penilaian yang positif terhadap sebuah merek jika citra diri dan karakter dari SMI
yang mempromosikan sesuai dengan merek tersebut. Temuan ini didukung oleh hasil
penelitiannya Nugraha et al., (2018); Zhou et al., (2019).

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian ini, yaitu:

H4: influencer-brand congruence berpengaruh positif terhadap attitude toward the brand.

2.4 Role of Self-Influencer Congruence in Shaping Consumer’s Attitude toward the Brand

SMI seringkali dianggap mewakili kelompok referensi tertentu sehingga akan


mempengaruhi minat beli followers-nya. Shan et al. (2019) menyatakan bahwa setiap
individu memiliki kecenderungan untuk meniru sikap dan perilaku SMI yang diidolakannya.
Ia akan menggunakan merek dan produk yang diiklankan SMI sebagai sarana untuk
mengekspresikan dan meningkatkan kepercayaan dirinya. Gavilanes et al. (2018)
menyatakan bahwa citra diri (personal brand) seorang SMI dapat lebih mempengaruhi
perilaku follower-nya jika ada persamaan minat, sikap dan perilaku antara influencer dan
follower-nya. Oleh karena itu, kesesuaian citra diri antara influencer dengan followers-nya
akan berdampak pada minat beli konsumen (Xu & Pratt, 2018). Hal ini disebabkan oleh
kecenderungan seseorang untuk mempertahankan konsep dirinya, sehingga ia cenderung
akan mencari kesamaan antara dirinya dengan SMI yang ditunjukkan melalui perilaku dan
sikap SMI di media sosialnya. Individu akan lebih menyukai influencer yang memiliki
kesamaan dengan dirinya karena hal tersebut dapat menguatkan konsep dirinya. Kesamaan
tersebut membuat individu tersebut merasa lebih terhubung secara emosional dengan
influencer tersebut (Ki et al., 2020).

Achouri dan Bouslama (2010) menganggap bahwa citra diri didasarkan pada persepsi
individu yang sadar dan diatur menurut cara seseorang mendefinisikan dirinya dan bereaksi
terhadap lingkungan dengan mengandalkan sifat-sifat kepribadian, nilai-nilai, kemampuan,
dan pengalaman. Lim et al. (2017) berpendapat bahwa hubungan konsumen dengan endorser
penting bagi pembentukan citra merek, karena dari hasil penelitiannya menemukan bahwa
kesesuaian antara citra diri ideal konsumen dan SMI secara signifikan mempengaruhi sikap
konsumen terhadap SMI tersebut dan meningkatkan niat membeli. Namun Taillon et al.,
(2020) menemukan pengaruh yang tidak signifikan. Sementara pengaruhnya terhadap sikap
konsumen atas merek yang dipromosikan ditunjukkan oleh Shan et al., (2019) yang
menemukan bahwa semakin sesuai citra diri antara SMI dan followers-nya, maka semakin
positif sikap followers terhadap merek yang dipromosikan oleh SMI tersebut dan
meningkatkan minat belinya.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian ini, yaitu:

H5: self-influencer congruence berpengaruh positif terhadap attitude toward the brand.

2.5 Relationship between Attitude toward the Brand and Purchase Intention

Pengaruh media sosial sangat penting untuk membangun opini positif dari konsumen
terutama jika SMI yang digunakan memiliki daya tarik dan disukai followers-nya seperti
yang ditemukan oleh Taillon et al. (2020). Sikap positif terhadap sebuah brand sangat
penting untuk menimbulkan minat beli konsumen dan kepercayaan konsumen (Khamis et al.,
2018). Sikap konsumen terhadap merek ditentukan oleh pengalamannya terhadap merek
tersebut dan figur publik yang mempromosikan merek tersebut tersebut (Liu et al., 2007)
menyatakan bahwa daya tarik selebriti memainkan peran penting dalam mempengaruhi
niat pembelian terhadap suatu produk.
Penelitian Ha dan Lam (2017) menemukan bahwa niat beli sangat dipengaruhi oleh sikap
positif konsumen terhadap merek yang dipromosikan SMI. Begitupula Nugraha et al.,
(2018); Tanjung & Hudrasyah (2019) menemukan bahwa attitude toward brand berpengaruh
positif dan signifikan terhadap minat beli konsumen. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat
dirumuskan hipotesis dari penelitian ini, yaitu:

H6: consumer’s attitude toward the brand berpengaruh positif terhadap purchase intention.

Keterkaitan antara variabel-variabel penelitian tersebut ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 2.1 Model Penelitian

3. Metodologi Penelitian

3.1 Konteks Penelitian

Penelitian ini memilih industri fashion sebagai konteks penelitian dikarenakan ada
kecenderungan di kalangan pengguna Instagram untuk mencari informasi mengenai produk
tersebut dari media social (Loeb, 2020). Penelitian dilakukan di Indonesia dimana industri
fashion sedang naik daun dan banyak merek lokal yang kualitasnya tidak kalah dengan
merek luar negeri serta sudah berhasil menembus pasar internasional (Guide, 2018). Data
statistik dari BPS menunjukkan bahwa sektor ekonomi kreatif memberi kontribusi yang
cukup signifikan terhadap perekonomian nasional, yaitu sekitar 7,38%, dimana 18,5%-nya
berasal dari industri fashion (Farid, 2019), serta memiliki nilai sebesar Rp 116 triliun (Badan
Ekonomi Kreatif, 2020).

3.2 Desain Penelitian

Target populasi penelitian ini adalah generasi milennial yang menggunakan sosial media
Instagram. Generasi ini lebih berpikiran modern, dapat mengambil keputusan secara
independen, dan pengguna media sosial yang aktif (Fani, 2019; Loeb, 2020). Data BPS
menunjukkan bahwa generasi milenial di Indonesia mencapai 33,75% dari jumlah penduduk
keseluruhan. Ini berarti sumbangan generasi milenial dalam membentuk struktur jumlah
penduduk usia produktif cukup tinggi, dimana dari 67,02% penduduk usia produktif,  sekitar
50,36% adalah generasi milenial. Responden dipilih menggunakan teknik purposive
sampling, dimana mereka harus menjadi followers dari SMI fashion brand di Instagram serta
aktif mengikuti posting/thread dari SMI tersebut selama minimal 3 bulan terakhir. Jumlah
sampel yang berhasil dikumpulkan adalah 250 responden dengan detail seperti ditunjukkan
dalam Tabel 1. Proporsi responden berdasarkan gender hampir seimbang, dengan responden
wanita sedikit lebih banyak daripada laki-laki. Mayoritas responden sudah bekerja,
mengakses Instagram antara 1 hingga 6 jam per hari. Jika dilihat dari frekuensi responden
untuk mengikuti posting/thread dari SMI, 31% responden sering memperhatikannya dan
18% selalu mengikutinya.

Tabel 1 Profil Responden

Sample Characteristics Frequency (n=250) (%)

Jenis Kelamin

Wanita 140 56%

Pria 110 44%


Umur

20 – 25 tahun 125 50%

26 – 30 tahun 85 34%

31 – 35 tahun 28 11,2%

36 – 40 tahun 12 4,8%

Pekerjaan

Mahasiswa/i 40 16%

Pegawai Swasta 118 47,2%

Pegawai Negeri 18 7,2%

Wirausaha 38 15,2%

Lainnya 36 14,4%

Durasi Penggunaan Instagram dalam Satu Hari

< 1 Jam 39 15,6%

1 – 3 Jam 120 48%

4 – 6 Jam 64 25,6%

> 6 Jam 27 10,8%

Perangkat untuk Mengakses Instagram

Laptop 16 6,4%
Tablet 18 7,2%

Smartphone 216 86,4%

Frekuensi Memperhatikan Posting/Thread Influencer Dalam Satu Bulan

Selalu Setiap Kali Ia Memposting


Yang Baru 45 18%

Sering Kali 77 30,8%

Kadang-Kadang 99 39,6%

Sangat Jarang 29 11,6%

Data dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner secara online dengan menggunakan


google form. Tautan (link) survei tersebut disebarkan melalui whatsapp dan direct message di
Instagram. Kuesioner terbagi ke dalam 3 bagian, dimana bagian pertama untuk menjelaskan
tujuan pelaksanaan survei, bagian kedua untuk mengumpulkan informasi tentang profil
responden dan pertanyaan penyaring, dan bagian ketiga untuk mengukur pendapat responden
atas setiap indikator pengukur variabel-variabel penelitian. Kuesioner disampaikan dalam
Bahasa Indonesia, sehingga indikator-indikator yang diambil dari referensi berbahasa Inggris
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia terlebih dahulu.

Semua indikator pengukur karakteristik SMI diadopsi dari Ha & Lam (2017) yang terdiri
dari 5 indikator untuk trustworthiness, 7 indikator untuk expertise, dan 5 indikator untuk
attractiveness. Lima indikator pengukur influencer-brand congruence juga diadopsi dari (Ha
& Lam (2017). Sementara itu, self-influencer congruence diukur melalui 5 indikator yang
diadopsi dari Hoffner & Buchanan (2005); McCroskey et al., (2004); Taillon et al., (2020).
Attitude toward the brand diukur oleh 5 indikator yang diadopsi dari Kim & Kim, (2020);
Kwon & Lennon (2009). Variabel purchase intention diukur melalui 6 indikator yang
diadopsi dari Ha & Lam, (2017); Shan et al., (2020). Kriteria penilaian sesuai dengan
penjelasan (Hair et al., 2010) bahwa nilai faktor loading untuk jumlah 150 atau lebih
responden adalah 0.450. Semua indikator tersebut diukur dengan mengunakan skala Likert 5-
poin. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan PLS-SEM agar dapat menguji
pengaruh antar variabel interdependen secara simultan. Teknik analisis ini dipilih untuk
memaksimalkan kemampuan prediksi dari model penelitian ini Hair et al., (2018).

4. Hasil Penelitian

Pada uji validitas konvergen ditemukan bahwa indikator IBC4 yang mengukur influencer-brand
congruence tidak memenuhi kriteria (factor loading = 0,266), sehingga dikeluarkan dari analisis.
Hal tersebut tidak sesuai dengan kriteria penilaian bahwa faktor loading untuk jumlah 150 atau
lebih responden adalah 0.450. Tabel 2 menunjukkan pengujian validitas konvergen dan
reliabilitas konstruk setelah mengeluarkan indikator yang tidak valid. Tampak bahwa setiap
konstruk telah memiliki nilai AVE antara 0,665 dan 0,805, serta nilai factor loading antara 0,754
dan 0,922, sehingga dapat disimpulkan bahwa indikator-indikator tersebut benar-benar
merefleksikan konstruk yang diukur. Sedangkan pengujian validitas diskriminan dengan Fornell-
Larcker (Tabel 3) menunjukkan nilai kuadrat AVE lebih besar dari nilai korelasi antar konstruk.
Nilai composite reliability semua konstruk lebih besar dari 0,70 yang mengindikasikan berarti
bahwa semua konstruk reliabel.
Tabel 2 Mean, Standard Deviation, Loadings, AVE, Composite Reliability

Std. Convergent Validity Composite


Konstruk Mean
Dev. Loadings AVE Reliability

Trustworthiness 0,790 0,950

T1 3,86 0,91 0,884

T2 3,91 0,91 0,871

T3 3,92 0.88 0,896

T4 3,78 1,02 0,871

T5 3,92 0,89 0,922

Expertise 0,695 0,919


E1 3,94 0,92 0,789

E2 3,91 0,93 0,881

E3 3,82 0,88 0,848

E4 4,14 0,78 0,798

E5 4,00 0,81 0,848

Attractiveness 0,711 0,945

A1 4,26 0,78 0,840

A2 4,09 0,86 0,864

A3 4,25 0,71 0,834

A4 4,13 0,79 0,843

A5 4,22 0,74 0,864

A6 3,94 0,90 0,776

A7 4,12 0,77 0,878

Influencer-brand 0,665 0,888


congruence

IBC1 4,28 0,74 0,754

IBC2 4,26 0,76 0,822

IBC3 4,27 0,71 0,867

IBC5 4,18 0,78 0,815

Self-influencer 0,805 0,954


congruence
SIC1 3,71 0,98 0,894

SIC2 3,75 0,96 0,900


SIC3 3,74 1,02 0,898

SIC4 3,67 1,00 0,905

SIC5 3,56 1,17 0,889

Attitude toward the 0,725 0,929


brand
ATB1 4,08 0,77 0,842

ATB2 4,10 0,75 0,888

ATB3 4,20 0,76 0,797

ATB4 4,02 0,86 0,872

ATB5 3,96 0,96 0,855

Purchase Intention 0,746 0,946

PI1 3,90 0,98 0,850

PI2 3,76 0,99 0,874

PI3 3,96 1,00 0,831

PI4 3,86 0,99 0,892

PI5 3,91 1,00 0,832

PI6 3,86 1,02 0,899

Tabel 3 Analisis Validitas Diskriminan

Construct ATB A E IBC PI SIC T

ATB 0,851

A 0,741 0,843
E 0,801 0,805 0,834

IBC 0,491 0,527 0,539 0,816

PI 0,776 0,658 0,689 0,489 0,863

SIC 0,639 0,510 0,621 0,434 0,639 0,897

T 0,707 0,719 0,807 0,512 0,720 0,564 0,889

Selanjutnya dilanjutkan pengujian hipotesis untuk model persamaan struktural dengan


mempertimbangkan nilai p-values untuk setiap konstruk. Untuk nilai R-square attitude toward
the brand 0,702 dan purchase intention 0,603. Pada tabel 4 menunjukkan semua hipotesis
didukung, kecuali H1 dan H4. Tampak bahwa expertise (β = 0,395; p<0,000) memiliki pengaruh
terkuat terhadap niat beli melalui sikap terhadap merek pada generasi millennial, kemudian diikuti
oleh attractiveness (β = 0,249, p<0,002) dan self-influencer congruence (β = 0,215;
p<0,000). Kemudian untuk attitude toward the brand (β = 0,776; p<0,000) memiliki pengaruh
terhadap niat beli pada generasi millennial. Hal tersebut menunjukkan bahwa H2, H3, H5, dan
H6 didukung. Berbeda dengan dugaan, penelitian ini menemukan bahwa trustworthiness
(β=0,082; p = 0,293) dan influencer-brand congruence tidak berpengaruh terhadap customer’s
attitude toward brand (β = 0,012; p = 0,822).

Tabel 4 Hasil Uji Hipotesis

Path Path Std. T- P-value Remark


coefficients Error value

H1: T → ATB 0,082 0,078 1,052 0,293 Not Supported

H2: E → ATB 0,395 0,096 4,098 0,000 Supported

H3: A → ATB 0,249 0,080 3,115 0,002 Supported

H4: IBC → ATB 0,012 0,052 0,225 0,822 Not Supported

H5: SIC → ATB 0,215 0,055 3,926 0,000 Supported

H6: ATB → PI 0,776 0,044 17,587 0,000 Supported


Keterangan: T: trustworthiness, E: expertise, A: attractiveness, IBC: influencer-brand
congruence, SIC: self-influencer congruence, ATB: attitude toward the brand, PI: purchase
intention.

Gambar 2 Hasil Pengujian Struktural Model

5. Discussions

Penelitian ini menemukan bahwa dari tiga karakteristik personal SMI, hanya keahlian dan
daya tarik SMI yang mempengaruhi sikap konsumen terhadap merek. Temuan mengenai
pengaruh positif SMI’s expertise terhadap sikap atas merek sesuai dengan penelitian Ulkhaq
et al. (2016) yang menemukan bahwa keahlian SMI memberikan dampak yang lebih besar
pada niat beli konsumen dibandingkan daya tarik dan kepercayaan. Sementara itu, Tanjung
dan Hudrasyah (2019) menyatakan bahwa keahlian yang dimiliki SMI secara signifikan
mempengaruhi sikap konsumen atas merek yang dipromosikan oleh SMI tersebut serta minat
belinya. Dalam penelitian ini pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki SMI atas merek
yang dipromosikannya dicerminkan melalui informasi yang disampaikan dalam media
sosialnya sehingga mampu membuat konsumen menyukai merek tersebut. Seorang SMI yang
memiliki pengetahuan dan keahlian akan produk yang direkomendasikannya akan lebih
efektif dalam mempersuasi konsumen untuk membeli merek tersebut melalui sikapnya yang
positif terhadap merek tersebut (Aw & Labrecque, 2020).

Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa SMI’s attractiveness berpengaruh
terhadap sikap konsumen atas merek. Hasil tersebut sesuai dengan Wang dan Scheinbaum
(2017) yang menyatakan bahwa daya tarik seorang SMI dapat membangun keakraban antara
SMI tersebut dengan pengikutnya. Menurut Lou dan Yuan (2019) dan Taillon et al. (2020),
SMI dengan daya tarik tinggi lebih efektif dan meyakinkan daripada SMI yang tidak
menarik, sehingga akan menumbuhkan minat beli. Bagi generasi milenial yang terlibat dalam
penelitian ini, SMI yang tampak profesional, berkelas, dan fashionable mampu
mempengaruhi penilaian konsumen tentang merek pakaian yang digunakannya. Mereka akan
menyukai dan menganggap merek tersebut menarik karena mampu membuat meningkatkan
penampilan dari SMI yang mempromosikannya.

Berbeda dengan Gupta et al. (2015), Ahmad et al. (2019), dan Ha dan Lam (2017) yang
menyatakan bahwa SMI yang dapat dipercaya akan meningkatkan sikap positif konsumen
terhadap merek yang dipromosikan, penelitian ini menemukan pengaruh SMI’s
trustworthiness terhadap sikap atas merek tidak signifikan. Kepercayaan seorang konsumen
berbeda dengan konsumen lainnya. Kepercayaan konsumen berperan penting dalam
meningkatkan minat beli konsumen yang dapat diukur dari kemampuaan toko online
memenuhi harapan konsumen, kebaikan hati yang diberikan toko online kepada konsumen
untuk membuat konsumen memberikan kepercayaan kepada toko online, serta adanya
integritas antara trustee (orang yang dipercaya) menganut suatu set prinsip yang dirasa
mempunyai kecocokan dengan trustor (orang yang percaya) (Arfianti, 2014).

Menurut Asosiasi Penyelengara Jasa Internet Indonesia (APJII), hanya 22,3 persen
pengguna internet yang melakukan transaksi pembelanjaan secara online, hal ini terjadi
karena konsumen tidak percaya dan takut terjadinya penipuan dalam transaksi online, dan
juga belum merasakan manfaat dari belanja secara online. (Majalah marketeers, November
2012). Risiko-risiko dalam pembelian produk fashion ditoko online secara spesifik dapat
dikategorikan menjadi dua kemungkinan yaitu, Risiko Produk dan Risiko Transaksi (Chang
et.al., 2005). Alasan utama mengapa orang berbelanja atau tidak berbelanja secara online
adalah faktor kepercayaan (trust) terhadap situs berbelanja yang bersangkutan, dan
kemudahan dalam mengaplikasikasikan situs berbelanja tersebut (Mayer et.al., l995). Tingkat
kepercayaan yang tinggi tidak hanya mengurangi ketidakpastian transaksi tetapi juga
menghilangkan persepsi terhadap risiko (percieved risk) dalam transaksi online (McKnight
dan Chervany,2001). Trust harus dipertimbangkan sebagai katalis dalam berbagai transaksi
antara penjual dan pembeli agar kepuasaan konsumen dapat terwujud sesuai dengan yang
diharapkan (Yousafazai et al.2003) Beberapa literatur telah mendefinisikan trust dengan
berbagai pendekatan (Mukherjee dan Nath, 2003).

Tren penggunaan jasa SMI untuk meningkatkan penjualan dan memperkuat posisi m
erek di benak konsumen bukan hanya ditentukan oleh karakteristik personal SMI (Shan et a
l., 2019). Pemegang merek harus memastikan kesesuaian citra mereknya dengan SMI agar
memberikan dampak maksimal terhadap penjualan mereknya (Lim et al., 2017). Influencer-
brand congruence ditentukan sebagai tingkat kecocokan antara asosiasi endorser yang d
apat diakses dan atribut yang terkait dengan merek (Kirmani & Shiv, 1998). Bergkvist et
al., (2016) mengemukakan bahwa pengaruh sikap terhadap influencer dan pengaruh kesesua
ian merek influencer terhadap sikap merek sepenuhnya dimediasi oleh sikap terhadap celeb
rity endorsement atau social media influencer. Akan tetapi, penelitian ini menemukan bah
wa pengaruh influencer-brand congruence terhadap sikap konsumen atas merek ya
ng diiklankan tidak signifikan.

Hal tersebut disebabkan karena citra merek produk kurang sesuai dengan SMI. Citra merek adalah
totalitas persepsi konsumen tentang merek, atau bagaimana mereka melihatnya, yang mungkin tidak
sesuai dengan identitas merek (Hossain, 2007). Bagi generasi milenial yang terlibat dalam penelitian
ini, merek fashion yang diiklankan oleh SMI memiliki reputasi produk yang kurang baik
sehingga kurang sesuai dengan karakteristik dan citra diri SMI. Pemegang merek tidak
memperhatikan kesesuaian citra mereknya dengan SMI sehingga memberikan dampak yang
kurang maksimal terhadap penjualan mereknya. Apabila citra merek yang dipromosikan dengan
SMI kurang serasi, maka merek tersebut dianggap kurang baik oleh konsumen dan menurunkan
kepercayaannya terhadap merek tersebut.
Citra diri menurut Schiffman (2008) sendiri merupakan keyakinan atau kepercayaan
seseorang, akan barang yang dimiliki untuk meningkatkan diri mereka. Mowen (2002), men
gatakan bahwa kepemilikan barang atau produk digunakan untuk pengembangan diri (fungs
i citra diri) konsumen. Prasastya (2011), menjelaskan bahwa citra diri memiliki hubungan n
egatif dengan intensi membeli pakaian bermerek dimana jika citra diri yang rendah akan me
mpengaruhi tingginya intensi membeli pakaian bermerek, dan sebaliknya citra diri yang ting
gi akan mempengaruhi intensi membeli pakaian bermerek yang rendah. pengaruh influenc
er-brand congruence terhadap sikap konsumen atas merek yang diiklankan tidak signi
fikan kemungkinan disebabkan karene kurang spesifiknya teori yang digunakan. Kesesuaian
citra diri konsumen berbeda-beda. Setiap konsumen memiliki pandangan yang berbeda terh
adap sebuah produk. Dalam memakai sebuah produk, konsumen ingin mencerminkan diriny
a sesuai dengan kebutuhan emosionalnya. Jika suatu merek sudah sesuai dengan citra diri k
onsumen, maka konsumen akan memuaskan kepribadiannya dengan membeli produk terseb
ut. Apabila konsumen telah mengkonsepkan diri, sebenarnya mereka akan termotivasi untuk
menggunakan merek produk yang akan memuaskan kepribadiannya (personality) (Sirgy, 19
91).

Hal tersebut bisa terjadi ketika seorang celebrity endorsement akan lebih efektif
dalam mempromosikan sebuah merek jika dirinya cocok dengan merek yang diiklankan (Ba
lasubramanian et al., 2006; Chen, 2016).

Penelitian ini menemukan bahwa self-influencer congruence memiliki pengaruh


signifikan terhadap sikap atas merek. Hal tersebut mendukung argumen dalam self-
congruence theory yang menyatakan bahwa kesesuaian antara citra individu dengan sebuah
obyek akan mempengaruhi perilakunya terhadap obyek tersebut. Kecenderungan ini
didorong oleh keinginan seseorang untuk menjaga konsistensi persepsi dirinya. Temuan ini
mendukung hasil penelitian Shan et al. (2019). Dalam penelitian ini, konsumen akan semakin
menyukai merek yang dipromosikan oleh SMI apabila ia merasa ada kesamaan antara dirinya
dengan SMI tersebut, terutama dalam hal cara mengekspresikan dirinya dan pola pikir.
Semakin mirip persepsi dirinya dengan SMI tersebut, maka semakin positif sikapnya
terhadap merek yang dipromosikan oleh SMI.

Terakhir adalah penelitian ini menemukan adanya pengaruh positif yang signifikan
attitude toward brand terhadap minat beli konsumen. Temuan tersebut mendukung penelitian
Ha dan Lam (2017), Nugraha et al. (2018), dan Tanjung dan Hudrasyah (2019) yang
menemukan bahwa niat beli sangat dipengaruhi oleh sikap positif konsumen terhadap merek
yang dipromosikan SMI. Apabila konsumen menganggap bahwa sebuah merek menarik dan
menyukai merek tersebut, maka ia akan semakin termotivasi untuk mencari merek tersebut
dan membelinya. Hal ini mendukung teori tentang konsistensi antara sikap, niat, dan
perilaku.

6. Conclusions and Managerial Implications

Penelitian ini mengembangkan model penelitian tentang pengaruh karakteristik SMI


terhadap perilaku pembelian dengan memasukkan variabel influencer-brand congruence dan
self-influencer congruence. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minat beli atas merek
pakaian sangat dipengaruhi oleh sikap konsumen terhadap merek tersebut. Sementara sikap
tersebut dibentuk oleh persepsi konsumen atas keahlian, daya tarik SMI, serta influencer-
brand congruence.

Perusahaan pemegang merek fashion perlu memahami pengaruh sosial media terhadap
perilaku pembelian generasi milenial. Dalam memutuskan SMI yang akan mempromosikan
mereknya, perusahaan perlu memastikan bahwa SMI tersebut memiliki pengetahuan yang
mendalam atas merek yang dipromosikannya karena hal itu akan mempengaruhi konten yang
dibuatnya untuk mempromosikan merek tersebut. Bagi produk fashion, tampilan fisik
memainkan peranan yang penting untuk membentuk sikap konsumen atas mereknya. Oleh
karena itu, perusahaan harus memilih SMI yang memiliki daya pikat yang tinggi. Daya tarik
tersebut dilihat dari gaya berpakaiannya dimana generasi milenial menyukai SMI yang
terlihat profesional, berkelas, dan fashionable.
Di samping itu, perusahaan juga harus memperhatikan bahwa SMI yang dipilih sesuai
dengan target pasar dari merek yang dipromosikan. Berbeda dengan remaja, generasi
milenial berada pada rentang usia yang lebih matang dimana konsep dirinya sudah terbentuk.
Pada tahap ini mereka berusaha untuk memperkuat eksistensi dan konsep dirinya dengan
memilih produk yang sesuai dengan citra diri yang ingin ditunjukkannya. Oleh karena itu,
saat melihat merek yang diiklankan di media sosial, mereka akan memperhatikan kesesuaian
antara citra dirinya dengan SMI yang mempromosikan merek tersebut. Semakin mirip citra
dirinya dengan SMI, maka ia akan beranggapan bahwa merek pakaian yang dipromosikan
oleh SMI tersebut cocok untuk dirinya.

Mengingat potensi SMI untuk mempromosikan sebuah merek, maka SMI harus dapat
memanfaatkan hubungannya dengan para follower-nya. Ia pun harus benar-benar
mempelajari merek produk yang dipromosikan agar mampu menghasilkan konten yang
menarik dan berkualitas yang membuat followers-nya terus mengikuti konten-konten yang
dibuatnya serta mengikuti perilaku konsumsi SMI tersebut. SMI harus membangun jaringan
yang cukup kuat dengan para follower-nya dengan selalu aktif memuat konten dan
membangun citra positif agar dapat memberikan efek positif berupa peningkatan niat beli
terhadap merek yang dipromosikannya.

7. Limitations and Suggestion for Future Research

Penelitian ini hanya berfokus pada generasi milenial sehingga disarankan untuk
penelitian selanjutnya menjangkau konsumen dari generasi-generasi lainnya untuk
memvalidasi teori yang diuji dalam penelitian ini. Penelitian ini juga hanya melibatkan
responden di Indonesia, dimana perilaku konsumen di setiap negara dapat berbeda-beda
karena pengaruh budaya dan tingkat kematangannya dalam menggunakan media sosial. Oleh
karena itu, penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan di negara-negara lain atau melakukan
studi perbandingan antara budaya. Penelitian selanjutnya juga dapat menambahkan variabel
lainnya seperti customer-brand engagement dan brand equity. Keunikan dari pemasaran
melalui media sosial adalah sifatnya yang interaktif sehingga memungkinkan merek
membangun relasi yang personal dengan konsumen dan akan mempengaruhi ekuitas
mereknya.
8. References

Achouri, M., & Bouslama, N. (2010). The Effect of the Congruence between Brand Personality
and Self-Image on Consumer’s Satisfaction and Loyalty: A Conceptual Framework. IBIMA
Business Review Journal, 2010, 1–17. https://doi.org/10.5171/2010.627203

Agam, D. N. L. A. (2017). Celebrity Endorser Physical Attractiveness Effect on Consumers’


Attitude toward Online Advertisement. Australian Journal of Accounting, Economics and
Finance (AJAEF), 3(1), 25–29.

Ahmad, A. H., Idris, I., Mason, C., & Chow, S. K. (2019). The Impact of Young Celebrity
Endorsements in Social Media Advertisements and Brand Image Towards the Purchase
Intention of Young Consumers. International Journal of Financial Research, 10(5), 54–65.
https://doi.org/https://doi.org/10.5430/ijfr.v10n5p54

Amos, C., Holmes, G., & Strutton, D. (2008). Exploring the relationship between celebrity
endorser effects and advertising effectiveness: A quantitative synthesis of effect size.
International Journal of Advertising, 27(2), 209–234.
https://doi.org/10.1080/02650487.2008.11073052

Arfianti, S. R. (2014). Pengaruh Citra dan Kepercayaan terhadap Loyalitas Nasabah melalui
Kepuasan Nasabah. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Management Analysis
Journal, 3(2), 1–13.

Arora, A., Bansal, S., Kandpal, C., Aswani, R., & Dwivedi, Y. (2019). Measuring social media
influencer index-insights from facebook, twitter and instagram. Journal of Retailing and
Consumer Services, 49, 86–101.
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0969698919300128

Aw, E. C. X., & Labrecque, L. I. (2020). Celebrity endorsement in social media contexts:
understanding the role of parasocial interactions and the need to belong. Journal of
Consumer Marketing, 37(7), 895–908. https://doi.org/10.1108/JCM-10-2019-3474

Azhar. (2017). Mengubah Strategi Bisnis Agar Tetap Bertahan Di Era Digital.
https://www.digitalentrepreneur.co.id/
Badan Ekonomi Kreatif. (2020). Laporan Kinerja Ekonomi Kreatif Tahun 2019.Jakarta:
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Journal of Materials
Processing Technology, 1(1), 1–8.

Balasubramanian, S. K., Karrh, J. A., & Patwardhan, H. (2006). Audience response to product
placements: An integrative framework and future research agenda. Journal of Advertising,
35(3), 115–141. https://doi.org/10.2753/JOA0091-3367350308

Bergkvist, L., Hjalmarson, H., Mägi, A. W., & Bergkvist, L. (2016). A new model of how
celebrity endorsements work : attitude toward the endorsement as a mediator of celebrity
source and endorsement effects. 0487. https://doi.org/10.1080/02650487.2015.1024384

Boerman, S. C., Willemsen, L. M., & Van Der Aa, E. P. (2017). “This Post Is Sponsored”:
Effects of Sponsorship Disclosure on Persuasion Knowledge and Electronic Word of Mouth
in the Context of Facebook. Journal of Interactive Marketing, 38, 82–92.
https://doi.org/10.1016/j.intmar.2016.12.002

Chen, C. P. (2016). Forming digital self and parasocial relationships on YouTube. Journal of
Consumer Culture, 16(1), 232–254. https://doi.org/10.1177/1469540514521081

De Veirman, M., Cauberghe, V., & Hudders, L. (2017). Marketing through instagram
influencers: The impact of number of followers and product divergence on brand attitude.
International Journal of Advertising, 36(5), 798–828.
https://doi.org/10.1080/02650487.2017.1348035

Deepa, L., & Giridhar, K. V. (2018). Celebrity endorsement and its impact on buying behaviour
of college students: A study in Shivamogga city. International Journal of Research in
Social Sciences, 8(2), 194–203.

Djafarova, E., & Rushworth, C. (2017a). Exploring the credibility of online celebrities’
Instagram profiles in influencing the purchase decisions of young female users. Science
Direct - Elsevier, 68, 1–7. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.chb.2016.11.009

Djafarova, E., & Rushworth, C. (2017b). Exploring the credibility of online celebrities’
Instagram profiles in influencing the purchase decisions of young female users. Computers
in Human Behavior, 68, 1–7. https://doi.org/10.1016/j.chb.2016.11.009
Fani. (2019). Antara Generasi Milenial dan Media Sosial di Era Global.
Www.Winnetnews.Com.

Farid, S. D. (2019). Pengaruh Selebriti endoser Instagram terhadao Minat Beli Followers.
Journal of Communication Studies, 3(1), 247–254. https://doi.org/10.24912/pr.v3i1.6247

Gavilanes, J. M., Flatten, T. C., & Brettel, M. (2018). Content Strategies for Digital Consumer
Engagement in Social Networks: Why Advertising Is an Antecedent of Engagement.
Journal of Advertising, 47(1), 4–23. https://doi.org/10.1080/00913367.2017.1405751

Guide, B. (2018). Fashion Indonesia Berkembang Pesat! 10 Brand Fashion Asli Indonesia Ini
Terkenal sampai ke Mancanegara. Bp-Guide.Id.

Gupta, R., Kishore, N., & Verma, D. (2015a). Celebrity Endorsements in Advertising: Impact on
Consumers’ Perception, Attitude and Purchase Intention. Australian Journal of Business
and Management Research New South Wales Research Centre Australia (NSWRCA),
05(03), 1–15.
https://www.academia.edu/21166019/IMPACT_OF_CELEBRITY_ENDORSEMENTS_O
N_CONSUMERS_PURCHASE_INTENTION_A_Study_of_Indian_Consumers

Gupta, R., Kishore, N., & Verma, D. (2015b). IMPACT OF CELEBRITY ENDORSEMENTS
ON CONSUMERS’ PURCHASE INTENTION: A Study of Indian Consumers. Australian
Journal of Business and Management Research, 05(03), 1–5.

Ha, N. M., & Lam, N. H. (2016). The Effects of Celebrity Endorsement on Customer’s Attitude
toward Brand and Purchase Intention. International Journal of Economics and Finance,
9(1), 64. https://doi.org/10.5539/ijef.v9n1p64

Ha, N. M., & Lam, N. H. (2017). The Effects of Celebrity Endorsement on Customer’s Attitude
toward Brand and Purchase Intention. International Journal of Economics and Finance,
9(1), 64–77. https://www.ccsenet.org/journal/index.php/ijef/article/view/63667

Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & A. (2018). Multivariate Data Analysis, 8th ed. Cengage
Learning.

Hassan Fathelrahman Mansour, I., & Mohammed Elzubier Diab, D. (2016). The relationship
between celebrities’ credibility and advertising effectiveness: The mediation role of
religiosity. Journal of Islamic Marketing, 7(2), 148–166. https://doi.org/10.1108/JIMA-05-
2013-0036

Hearn, A., & Schoenhoff, S. (2015). From Celebrity to Influencer: Tracing the Diffusion of
Celebrity Value across the Data Stream (P. D. Marshall & S. Redmond (eds.); 11th ed.). A
Companion to Celebrity - John Wiley & Sons.
https://doi.org/https://doi.org/10.1002/9781118475089.ch11

Hoffner, C., & Buchanan, M. (2005). Young adults’ wishful identification with television
characters: The role of perceived similarity and character attributes. Media Psychology,
7(4), 325–351. https://doi.org/10.1207/S1532785XMEP0704_2

IDN. (2020). Indonesia Millennial Report. IDN Research Institute, 01, 61.
https://cdn.idntimes.com/content-documents/Indonesia-millennial-report-2020-by-IDN-
Research-Institute.pdf

Jacobson, J., Gruzd, A., & Hern Andez-García. (2020). Social Media Marketing: Who is
Watching The Watchers? Journal of Retailing Consumer Service, 53, 1–12.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0969698918307744

Kemp, S. (2020). Digital Use Around The World In July 2020. Www.Wearesocial.Com.

Khamis, S., Ang, L., & Raymond Welling. (2018). Self-branding, ‘micro-celebrity’ and the rise
of Social Media Influencers. Taylor & Francis Online - Celebrity Studies, 8(2), 191–208.
https://doi.org/10.1080/19392397.2016.1218292

Ki, C. W. ‘Chloe,’ Cuevas, L. M., Chong, S. M., & Lim, H. (2020). Influencer marketing: Social
media influencers as human brands attaching to followers and yielding positive marketing
results by fulfilling needs. Journal of Retailing and Consumer Services, 55(January),
102133. https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2020.102133

Kim, D. Y., & Kim, H. Y. (2020). Influencer advertising on social media: The multiple inference
model on influencer-product congruence and sponsorship disclosure. Journal of Business
Research, November 2018, 1–11. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2020.02.020

Kim, M., & Song, D. (2017). When Brand-related UGC induces effectiveness on social media:
The role of content sponsorship and content type. International Journal of Advertising -
Review of Marketing Communication. https://doi.org/10.1080/02650487.2017.1349031

Kirmani, A., & Shiv, B. (1998). Effects of source congruity on brand attitudes and beliefs: The
moderating role of issue-relevant elaboration. Journal of Consumer Psychology, 7(1), 25–
47. https://doi.org/10.1207/s15327663jcp0701_02

Knoll, J., & Matthes, J. (2017). The effectiveness of celebrity endorsements: a meta-analysis.
Journal of the Academy of Marketing Science, 45(1), 55–75.
https://doi.org/10.1007/s11747-016-0503-8

Kwon, W. S., & Lennon, S. J. (2009). Reciprocal Effects Between Multichannel Retailers’
Offline and Online Brand Images. Journal of Retailing, 85(3), 376–390.
https://doi.org/10.1016/j.jretai.2009.05.011

Lassoued, R., & Hobbs, J. E. (2015). Consumer Confidence in Credence Attributes: The role of
Brand Trust. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.foodpol.2014.12.003

Lim, X. J., Mohd Radzol, A. R. bt, Cheah, J.-H. (Jacky), & Wong, M. W. (2017). The Impact of
Social Media Influencers on Purchase Intention and the Mediation Effect of Customer
Attitude. Asian Journal of Business Research, 7(2), 18–36.
http://ganj-ie.iust.ac.ir:8081/images/2/22/Ajbr170035.pdf

Liu, J., Dietz, T., Carpenter, S. R., Alberti, M., Folke, C., Moran, E., Pell, A. N., Deadman, P.,
Kratz, T., Lubchenco, J., Ostrom, E., Ouyang, Z., Provencher, W., Redman, C. L.,
Schneider, S. H., & Taylor, W. W. (2007). Complexity of coupled human and natural
systems. Science, 317(5844), 1513–1516. https://doi.org/10.1126/science.1144004

Loeb, W. (2020). Social Media Plays A Big Role In How Millennials Shop, But So Do Stores.
https://www.forbes.com/sites/walterloeb/2020/01/21/why-millennials-shop-on-social-
media-but-also-like-to-shop-in-stores/?sh=15cf759350ce

Lou, C., & Yuan, S. (2019). Influencer Marketing: How Message Value and Credibility Affect
Consumer Trust of Branded Content on Social Media. Journal of Interactive Advertising,
19(1), 58–73. https://doi.org/10.1080/15252019.2018.1533501

Lubis, M. (2019). Belanja Iklan Digital Menyumbang Porsi 6% dari Total Belanja Iklan.
Www.Nielsen.Com.
Marwick, A. E. (2015). Instafame: Luxury selfies in the attention economy. Public Culture,
27(1), 137–160. https://doi.org/10.1215/08992363-2798379

McCroskey, J. C., Valencic, K. M., & Richmond, V. P. (2004). Toward a general model of
instructional communication. International Journal of Phytoremediation, 52(3), 197–210.
https://doi.org/10.1080/01463370409370192

Nugraha, R., Kusumawardani, K. A., & Octavianie, V. (2018). The Influence of Celebrity
Endorsement in Instagram towards Customer Behavior and Purchase Intention in Healthy
Food Diet Business. Firm Journal of Management Studies, 3(2), 1–24.
https://doi.org/10.33021/firm.v3i2.476

Örs, M., & Alawadhi, R. (2020). Effect of Celebirity Endorsement on Consumers Purchase
Intention in the Mediation Effect of Brand Image. Journal of Business Research - Turk,
12(1), 454–468. https://doi.org/10.20491/isarder.2020.855

Patria, R. (2020). (2019). Tren Marketing Media Sosial 2019.


https://www.domainesia.com/tips/tren-media-sosial-terbaru-2019/

Pereira, A. R. M. T. C. (2018). The impact of sources of credibility on purchase intentions of


different beauty product : mediator effect of perceived quality. Universidade Católica
Portuguesa.

Setiawati, M. (2015). Pengaruh Media Sosial Terhadap Minat Beli Konsumen Studi Kasus
Mahasiswa Manajemen Universitas Pasir Pengaraian. Artikel Ilmiah, 1–4.

Shan, Y., Chen, K.-J., & Lin, J.-S. (Elaine). (2019). When social media influencers endorse
brands: the effects of self-influencer congruence, parasocial identification, and perceived
endorser motive. In International Journal of Advertising.
https://doi.org/https://doi.org/10.1080/02650487.2019.1678322

Shan, Y., Chen, K. J., & Lin, J. S. (2020). When social media influencers endorse brands: the
effects of self-influencer congruence, parasocial identification, and perceived endorser
motive. International Journal of Advertising, 39(5), 590–610.
https://doi.org/10.1080/02650487.2019.1678322

Sirgy, M. J., (1991). Self-congruity versus functional congruity: predictors of consumer


behavior. Journal of the Academy of Marketing Science, 19(4),363-375.

Song, Y.-A., Lee, S. Y., & Kim, Y. (2019). Does mindset matter for using social
networkingsites?: understanding motivations for and uses ofInstagram with growth versus
fixed mindset. International Journal of Advertising, 38(6), 886–904.
https://doi.org/https://doi.org/10.1080/02650487.2019.1637614

Statista. (2020). Social media advertising: Indonesia.


https://www.statista.com/outlook/220/120/social-media-advertising/indonesia.

Taillon, B. J., Mueller, S. M., Kowalczyk, C. M., & Jones, D. N. (2020). Understanding the
relationships between social media influencers and their followers: the moderating role of
closeness. Journal of Product and Brand Management, 29(6), 767–782.
https://doi.org/10.1108/JPBM-03-2019-2292

Tanjung, S., & Hudrasyah, H. (2019). THE IMPACT OF CELEBRITY AND NON-
CELEBRITY ENDORSER CREDIBILITY IN THE ADVERTISEMENT ON ATTITUDE
TOWARDS ADVERTISEMENT, ATTITUDE TOWARDS BRAND, AND PURCHASE
INTENTION. International Conference on Ethics of Business, Economics, and Social
Science, 231–245.

Ulkhaq, M. M., Nurdianti, A. R., Kartika, M., & Astharina, V. (2016). A Confirmatory Factor
Analysis of The Source Model for Celebrity Endorsement. Journal of Management,
Marketing and Logistics, 3(1), 28–37. https://doi.org/10.17261/Pressacademia.2016116527

Wang, S., & Scheinbaum, A. C. (2017). Trustworthiness Trumps Attractiveness and Expertise:
Enhancing Brand Credibility Through Celebrity Endorsement. Journal of Advertising
Research, 58(1), 1–39. https://doi.org/10.2501/JAR-2017-042

Wang, S., & Scheinbaum, A. C. (2018). "Enhancing Brand Credibility via Celebrity
Endorsment:Trustwothiness Trumps Attractiveness & Expertise. Journal of Advanced
Research in Business and Management Studies, 58(1), 16–32.

We Are Social. (2020). Global Digital Overview. https://wearesocial.com/digital-2020

Xu, R. X., & Pratt, S. (2018). Social media influencers as endorsers to promote travel
destinations: an application of self congruence theory to the Chinese Generation Y. Journal
of Travel & Tourism Marketing, 35(7), 1–15.
https://doi.org/https://doi.org/10.1080/10548408.2018.1468851

Zhou, M., Rajamohan, S., Hedrick, V., Patiño, S. R. G., Abidi, F., Polys, N., & Kraak, V. (2019).
Mapping the celebrity endorsement of branded food and beverage products and marketing
campaigns in the United States, 1990–2017. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 16(19). https://doi.org/10.3390/ijerph16193743

Variabel Indikator Sumber

Trustworthines You believe in celebrity’s brand choice. (Ha & Lam,


s (T) Saya percaya pada pilihan merek dari 2016)
influencer ini. (X1)

You think that the celebrity is an honest


person.
Saya merasa influencer yang saya ikuti ini
jujur. (X2)

You think that the celebrity provides


reliable source of information.

Saya merasa influencer ini merupakan


sumber informasi yang dapat dipercaya.
(X3)

You think that the celebrity is a sincere


person.

Saya merasa influencer ini tulus. (X4)

You think that the celebrity is a


trustworthy person.

Saya merasa influencer ini dapat


dipercaya. (X5)

Expertise You think that the celebrity is an expert in (Ha & Lam,
(E) the field that he/she represents. 2016)
Saya merasa influencer ini ahli di bidang
fashion. (X6)

You think that the celebrity has experience


in using the brand.
Saya merasa influencer ini memiliki
pengalaman dalam menggunakan merek
yang dipromosikannya. (X7)

You think that the celebrity has a lot of


knowledge about this brand.
Saya merasa influencer ini memiliki
pengetahuan yang luas atas merek yang
dipromosikannya. (X8)

You think that the celebrity has got high


professional qualification.
Saya merasa influencer ini profesional.
(X9)

You think that the celebrity has skilled this


brand.
Saya merasa influencer ini memiliki
keterampilan atas merek yang
dipromosikannya. (X10)

Attractiveness You think that the celebrity has got a (Ha & Lam,
(A) strong attractiveness. 2016)
Saya mereasa influencer ini sangat
menarik. (X11)
You think that the celebrity is a very
classy.
Saya merasa influencer ini sosok yang
berkelas.(X12)

You think that the celebrity has a very


pretty face.
Saya merasa infuencer ini cantik/tampan.
(X13)

You think that the celebrity has a very


elegant fashion style.
Saya merasa influencer ini memiliki gaya
berbusana yang elegan. (X14)

You think that the celebrity has a very


attractive appearance.
Saya merasa influencer ini memiliki gaya
berpakaian yang menarik. (X15)

You think that the celebrity has a very


persuasive voice.
Saya merasa posting/thread influencer ini
sangat persuasif. (X16)

You think that the celebrity has a very


professional manner.
Menurut saya influencer ini berperilaku
profesional. (X17)

Influencer- You often see the celebrity in the (Ha & Lam,
brand advertisements of this brand. 2016)
congruence Saya sering melihat influencer ini
(IBC) mempromosikan merek pakaian tertentu.
(X18)

You think that celebrity image suits this


brand.
Saya merasa citra influencer ini sesuai
dengan merek yang diiklankan. (X19)

You think that this brand is totally suitable


for the celebrity to represent.
Saya merasa merek pakaian ini cocok
dengan influencer ini. (X20)

You think that the celebrity that represents


this brand is trustworthy.
Saya merasa influencer yang
mempromosikan merek ini dapat
dipercaya. (X21)

You believe that the celebrity is using this


brand.
Saya percaya influencer ini menggunakan
merek ini. (X22)

Self-influencer Menurut saya, influencer ini memiliki McCroskey, L.L.,


congruence perilaku yang mirip dengan saya. (X23) et al. (2006).
(SIC) Hoffner, C., &
Menurut saya, influencer ini memiliki pola
Buchanan, C.
pikir yang sama dengan saya. (X24)
(2005).
Saya memiliki banyak persamaan dengan (Taillon et al.,
influencer ini. (X25) 2020)

Cara influencer ini mengekspresikan


dirinya mirip dengan saya. (X26)

Menurut saya, influencer ini memiliki gaya


hidup yang mirip dengan saya. (X27)

Attitude toward Merek pakaian ini terkesan bergaya Kwon, W.S., &
the brand (stylish). (X28) Lennon, S.J.
(ATB) (2009).
Merek pakaian ini menarik. (X29)
Kim, S., Haley,
Merek pakaian ini up-to-date. (X30) E., & Koo, G.Y.

Saya menyukai merek pakaian ini. (X31) (2009).

Saya merasa tertarik dengan merek ini


setelah melihat iklan yang dibawakan oleh
influencer. (X32)

Purchase Saya akan mempertimbangkan untuk (Shan et al.,


Intention membeli merek yang diiklankan influencer 2020)
(PI) ini. (X33)
(Ha & Lam,
Sangat besar kemungkinannya bagi saya 2016)
untuk membeli merek pakaian yang
diiklankan oleh influencer ini. (X34)

You will seek more information on this


product.
Saya akan mencari informasi lebih banyak
tentang merek ini. (X35)

You will actively seek for this product.


Saya akan mencari merek fashion yang
diiklannya influencer ini. (X36)

You will try this product when you see it.


Saya akan mencoba merek ini saat saya
menemukannya di toko. (X37)

Celebrity appearance in the advertisement


has motivated you to purchase this
product.
Influencer yang mempromosikan merek ini
memotivasi saya untuk membeli merek
tersebut. (X38)

Anda mungkin juga menyukai