Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan teknologi di era digital manjadi penunjang dalam dunia bisnis pada saat ini,

dimana konsumen bisa memanfaatkan teknologi yang ada disekitarnya. Kemajuan teknologi

ini juga merambah bisnis menjadi lebih impresif semakin bertambahnya tahun. Karena

perkembangan teknologi ini tidak akan pernah berhenti sampai disini saja

(Darma,dkk.,2019 ; Wayan Budi Mahardika.,2019). Pada saat ini media sosial juga menjadi

salah satu media yang digunakan banyak pebisnis untuk memperkenalkan atau

memprosikan produk maupun jasa. Menurut Hamdani dan Lupiyoadi (2008:32) Promosi

merupakan hal yang sangat penting di dalam bauran pemasaran yang harus dilaksanakan

oleh setiap perusahaan jika ingin memasarkan produk atau jasa. Kegiatan promosi tidak

hanya sebatas alat komunikasi antara perusahaan dengan konsumen, namun merupakan

alat yang dapat memengaruhi konsumen saat terjadinya kegiatan pembelian atau dalam

menggunakan jasa sesuai dengan keiinginan dan kebutuhannya, hal ini ditunjang dengan

menggunakan alat-alat promosi. Seakan tidak puas, tekonologi pada era digital terus

berkembang begitu pesat, perubahan teknologi menjadi lebih praktis. Seiring semakin

pesatnya pertumbuhan dan pengembangan teknologi, hal tersebut juga terjadi pada bidang

ICT (information Communication and Technology) juga merambah dunia pemasaran dalam

bisnis, Teknologi yang paling sering dimanfaatkan adalah sosial media, karena pada era

digital ini media sosial adalah wadahnya suatu informasi, salah satu media sosial yang sangat

dikenal oleh generasi milenial adalah instagram. Media Sosial kini telah menjadi trend dalam
komunikasi pemasaran. Menurut Kaplan dan Haenlein (2010), media sosial adalah

sekelompok aplikasi berbasiskan internet yang dibangun berdasarkan kerangka pikiran

ideologi dan teknologi dari Web 2.0, dan memungkinkan terbentuknya kreasi pertukaran isi

informasi dari pengguna internet. Web 2.0 adalah dasar terbentuknya sosial media

(Carlsson, 2010). Contoh-contoh media sosial yang berkembang saat ini adalah : twitter,

facebook, myspace, youtube, instagram, path, whatsapp, line, dll.(Made Resta

Handika,dkk:2018).Instagram merupakan media sosial yang paling banyak digunakan pada

saat ini, karna eksistensinya instagram bisa dijadikan sarana dalam mempromosikan , salah

satunya bisnis yang mengunakan instagram sebagai media promosinya adalah Brand

Kosmetik

Pengguna media sosial Instagram di Indonesia semakin naik dalam beberapa tahun terakhir.

Menurut data Business of Apps, pengguna Instagram secara global sudah mencapai 1,96

miliar orang pada kuartal I 2022. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data yang dihimpun oleh

Napoleon Cat, terdapat 92,53 juta pengguna Instagram di Indonesia pada kuartal IV-2021.

Jumlah ini bertambah 3,9 juta atau naik 4,37% dibandingkan kuartal sebelumnya (Napoleon

Cat, 2022)Adanya peningkatan pengguna media sosial Instagram kemudian dimanfaatkan

oleh pelaku industri kecantikan sebagai saluran komunikasi untuk memperkenalkan produk

mereka. Peningkatan persaingan bisnis daring melalui media sosial memberikan kesempatan

kepada industri untuk memanfaatkan social media marketing agar dapat meningkatkan

brand equity bagi perusahaan mereka (Angkie, 2019). Salah satunya adalah dimanfaatkan

oleh Mother of Pearl sebagai produk kosmetik baru yang diciptakan oleh tasya Farasya. Tasya

Farasya merupakan sosok influencer, beauty vlogger, dan selebgram yang cukup dikenal di

Indonesia dan terkenal sebagai influencer kalangan menengah ke atas. Personal branding

yang kuat dari Tasya Farasya kemudian membuat brand tersendiri dengan nama Mother of
Pearl atau MOP.Beauty. Produk pertama kali yang dikeluarkan oleh Tasya Farasya merupakan

produk esensial atau based make Up, seperti: concealer, loose powder, dan primer make up.

MOP Beauty memiliki platform Instagram untuk memudahkan dalam menjangkau

pelanggan. Dalam konten media sosial Instagram MOP Beauty memuat konten seputar

informasi mengenai jenis-jenis produk yang dijual dengan menyuguhkan berbagai promosi

yang ditawarkan. MOP beauty membuat konten-konten tutorial make up, jenis produk yang

ditawarkan hingga keunggulan produk mulai dari bahan hingga packaging, hal ini bertujuan

agar audiens tertarik dengan MOP Beauty. Akun Instagram MOP Beauty selalu aktif dalam

berinteraksi dengan audience, hal ini bisa Dibuktikan dari aktivitas feeds dan Instagram

Story. Tidak hanya itu MOP Beauty juga memanfaat fitur seperti question box, dan juga

membuat story interaktif yang ada di Instagram guna dapat berkomunikasi dengan

konsumen dan calon konsumennya. Brand equity merupakan konsep multidimensi dan

kompleks, tetapi pemahamannya tetap penting bagi merek yang memenuhi potensi

kompetitifnya. Kompleksitasnya ditunjukkan oleh berbagai interpretasi yang dirasakan dan

definisi yang dicoba oleh para akademisi dan profesional. Brand equity mewakili nilai sebuah

merek. Ini adalah perbedaan sederhana antara nilai produk bermerek, dan nilai produk itu

tanpa nama merek yang melekat padanya (Elliott et al., 2015).

Brand equity atau ekuitas merek merupakan aset yang strategis bagi perusahaan karena

sebagai ciri khas, mengandung simbol, makna yang membantu perusahaan dalam

mengurangi biaya promosi, dan menarik konsumen baru berdasarkan kesan yang

ditanamkan pada konsumen (Durianto & Sitinjak, 2004). Aaker (2013) mendefinisikan brand

equity sebagai seperangkat aset yang dimiliki oleh pelanggan merek, anggota saluran

distribusi, dan perusahaan yang memungkinkan suatu merek mendapatkan kekuatan, daya

tahan, dan keunggulan yang dapat membedakan dengan merek pesaing (Aaker & Biel,
2013). Brand equity dibentuk oleh perusahaan sehingga dapat mempengaruhi keputusan

pembelian pada suatu produk, studi sebelumnya menunjukkan apabila ekuitas merek tinggi

dapat mendorong konsumen melakukan pembelian suatu merek yang sama (Cobb-Walgren

et al., 1995). Brand equity mampu menjelaskan kekuatan merek suatu produk sehingga

brand equity memicu harapan konsumen untuk mendapatkan nilai tambah dari proses

konsumsi produk merek tertentu sehingga berpengaruh positif pada purchase intention

(Kotler, 2009). Dengan kata lain, jika customer tidak tertarik pada suatu merek karena

karakteristik produk, harga, kenyamanan, dan dengan sedikit mempedulikan merek,

kemungkinan brand equity-nya rendah, demikian sebaliknya. Komponen brand equity terdiri

dari brand image, brand awareness, brand loyalty, dan perceived quality (Aaker & Biel,

2013). Brand image merupakan citra merek yang diciptakan olehperusahaan pada produk

agar muncul di benak konsumen, sedangkan brand awareness sebagai pengenalan pada

brand yang memunculkan persepsi bahwa produk ini sudah memiliki ciri khas yang kuat

(Christodoulides, G., 2010). Aaker (2013) mendeskripsikan perceived quality sebagai

persepsi kualitas yang dibangun oleh brand produk tersebut agar dianggap berkualitas dan

bermanfaat. Pemasaran yang menggunakan media sosial, perusahaan dapat membangun

komponen yang ada dalam brand equity, yaitu dapat membangun pengenalan akan adanya

suatu brand di pasar, dan juga dapat membentuk citra produk yang dihasilkan oleh suatu

brand (Aaker & Biel, 2013). Prinsip dasar branding dan brand equity diantaranya adalah

sebagai berikut: (1) Perbedaan hasil muncul dari "nilai tambah" yang dianugerahi produk

sebagai hasil aktivitas pemasaran masa lalu untuk merek; (2) Nilai ini dapat diciptakan untuk

sebuah merek dengan berbagai cara; (3) Brand equity memberikan penyebut umum untuk

menafsirkan strategi pemasaran dan menilai nilai sebuah merek; (4) Ada banyak cara

berbeda dimana nilai sebuah merek dapat dimanifestasikan atau dieksploitasi untuk
menguntungkan perusahaan (dalam hal hasil yang lebih besar atau biaya yang lebih rendah

atau keduanya); (5) Brand equity harus dapat mengeksplor nilai perusahaan. Penelitian

sebelumnya menyatakan bahwa kurangnya kesadaran akan merek dapat menimbulkan

permasalahan terhadap keberlangsungan usaha yang dilakukan (Prayoga & Aryanto, 2021).

Brand image yang positif penting untuk diupayakan oleh setiap perusahaan karena

kesadaran dan loyalitas konsumen dapat dibangun melalui proses ini (Yosephine & Diniati,

2021). Strategi branding perlu fokus untuk dilakukan dan lebih dipusatkan pada aktivitas

berhubungan dengan masyarakat di internet dan media sosial namun lebih dikerjakan

melalui periklanan, publikasi dan promosi penjualan untuk meningkatkan brand awareness.

Dalam penelitian ini, disebutkan bahwa setiap promosi yang dilakukan tidak hanya berpusat

pada peningkatan brand awareness kepada masyarakat tetapi ada beberapa paduan

promosi yang bermaksud untuk memajukan penjualan seperti promosi penjualan (Prayoga &

Aryanto, 2021).Media sosial Instagram memungkinkan bagi penggunanya untuk membuat

konten yang berisi pesan persuasif dan dapat berpengaruh nyata terhadap perilaku followers

(Cahyandani et al., 2022). Ragam konten yang memiliki potensi untuk mendapatkan

engagement yang tinggi diantaranya adalah konten mengenai giveaway, tips, dan challenge.

Disamping itu, untuk memaksimalkan engagement di ranah digital juga perlu dibangun

selayaknya pertemanan di dunia nyata (Cahyani, 2020). Bekerja sama dengan influencer

kategori micro yang memiliki followers yang segmented cukup efektif membantu brand

untuk membangun engagement (Cahyani, 2020). Penggunaan micro influencer adalah salah

satu strategi yang sangat ampuh dalam melakukan kampanye digital marketing. Pemilihan

influencer yang tepat dapat mengefisiensikan biaya yang dikeluarkan oleh produsen untuk

kegiatan promosi (Purwatiningsih, 2021).Manfaat signifikan yang didapatkan oleh pelaku

industri kecantikan ketika menggunakan media sosial adalah membentuk online branding.
Perlu disadari bahwa tujuan utama dalam membangun sebuah brand adalah untuk menjaga

agar brand tetap terlihat di ranah digital (Taprial & Kanwar, 2012). Hampir seluruh media

sosial merupakan alat yang baik untuk membangun sebuah brand (Singh & Diamond, 2012).

Hal ini kemudian dapat memberikan wawasan kepada perusahaan untuk dapat

mempertahankan diri di tengah perubahan pasar dan brand equity perusahaan. Social

media marketing dapat memberikan kesempatan besar untuk wirausahawan, bisnis kecil,

perusahaan sedang, dan korporasi besar dalam membangun brand dan bisnisnya. Gunelius

juga menyatakan bahwa salah satu tujuan dari media sosial adalah untuk membangun

brand. Percakapan di media sosial menyediakan cara yang sempurna untuk membangun

brand awareness, mendorong brand recognition dan brand recall serta meningkatkan brand

loyalty(Gunelius, 2011)

Fenomena melakukan review melalui konten social media dimanfaatkan oleh masyarakat

industri khususnya pada kecantikan untuk mempromosikan produk kecantikan. Seorang

social media influencer yang memiliki tingkat engagement yang tinggi serta reputasi yang

positif bisa mendapatkan kepercayaan penonton. Konten social media influencer yang

membahas produk tertentu dan dibagikan oleh sejumlah orang di Instagram tersebut dapat

menarik perhatian penonton. Dalam kegiatan pemasaran, penggunaan social media

influencer merupakan strategi untuk berkomunikasi dengan masyarakat umum. Social media

influencer biasanya adalah para social influencer atau para individu dengan jumlah followers

yang banyak. Social media influencer didominasi oleh orang-orang dari kalangan youtuber,

influencer, bahkan artis atau lainnya. Penggunaan social media influencer jug merupakan

strategi untuk meningkatkan brand image pada sebuah perusahaan. Menurut Keller (2013),

brand image merupakan cara pandang atau pendapat individu terhadap sebuah merek, logo,

ataupun slogan, yang kemudian diasosiasikan kedalam pembentukan karakteristik tertentu


berdasarkan atribut merek sebuah produk atau jasa layanan. Sedangkan Kotler & Keller

(2016) menyatakan bahwa kekuatan, manfaat dan keunikan yang dikaitkan dengan sebuah

merek merupakan aspek dan atribut umum dari sebuah pembentukan brand image yang

kuat. Merek terdiri dari nilai-nilai sebagai sumber kompetitif bagi perusahaan untuk

menghadapi persaingan dan mendapatkan citra yang baik dalam persaingan bisnis. Brand

image berkaitan dengan persepsi dan emosional dari kosumen. Konsumen dapat

menunjukkan reaksi yang berbeda terhadap sebuah produk. Ketika respon yang diberikan

oleh konsumen positif maka image yang dibangun oleh perusahaan tersebut positif. Era saat

ini, Wanita membutuhkan kosmetik sebagai penunjang penampilan.

Fenomena tersebut membuat banyaknya merek produk kecantikan asli buatan Indonesia

bermunculan dengan klaim memberikan yang terbaik. Berdasarkan data Badan Pusat

Statistik (BPS) pada kuartal I-2020, pertumbuhan pasar kosmetik di Indonesia diproyeksikan

naik 7% pada 2021. Adanya produk-produk local Indonesia untuk bersaing dengan produk

berskala internasional (Rizaty, 2021). Brand-brand lokal melakukan inovasi serta promosi

untuk memperkenalkan produknya kepada masyarakat dan bersaing dengan produk

kecantikan berskala global. Salah satunya memanfaatkan beauty influencer pada media

social Instagram agar jangkauan promosi bisa tepat sasaran. Beauty influencer adalah para

pegiat di media social yang aktif dalam membagikan informasi terkait produk atau tips

kecantikan. Informasi tersebut dibuat menjadi sebuah konten agar dapat menarik

konsumen. Seorang beauty influencer sangat dituntut untuk menjadi pribadi yang menarik

di mata audience, mampu meyakinkan, serta memiliki profesionalisme tinggi. Beauty

influencer harus dapat mempengaruhi dan menjadi pusat saran audiencenya ketika

memutuskan untuk membeli produk kecantikan. Salah satu beauty influencer yang

berpengaruh bagi konsumennya adalah Tasya Farasya. Meskipun kemunculannya sebagai


beauty influencer baru dimulai pada tahun 2016, namun kini Tasya Farasya telah memiliki

pengikut Instagram dengan jumlah 4,8 juta pada Januari 2022, mengalahkan jumlah

pengikut beauty influencer lainnya yang sudah lebih awal terjun ke dunia kecantikan seperti

Rachel Goddard dengan jumlah pengikut 1,2 juta, Cindercella 876 ribu, dan Suhay Salim 645

ribu. Hingga saat ini, Tasya Farasya sudah banyak melakukan review atau mempromosikan

produk makeup. Beauty influencer Tasya Farasya juga dikenal sebagai sosok gigih dan

pekerja keras. Hal ini dibuktikan dengan pencapaiannya meluncurkan sebuah brand

kecantikan dengan nama “Mother of Pearl”. Tasya Farasya resmi meluncurkan brand

kecantikannya bernama “Mother of Pearl” eksklusif di Sociolla pada Selasa, 21 September

tahun 2021. Mother of Pearl sendiri memiliki makna yang dalam, karena nama tersebut

tercipta dari nama asli Tasya Farasya itu sendiri yaitu Lulu Farasya yang mana “Lulu”

mengandung arti mutiara dan “Farasya” adalah kupu-kupu. Terlihat dari logo kupu-kupu

berwarna ungu pada setiap kemasan produknya dan bentuk kemasan terlihat seperti

mutiara yang bersinar. Saat ini Mother of Pearl sudah meluncurkan tiga produk pertamanya

yang nyaman digunakan di kulit wajah dan menjaga makeup dengan ketahanan lebih lama.

Ketiga produk tersebut adalah Primer, Loose Powder, dan Concealer. Klaim dari ketiga

produk ini adalah tercapainya flawless complexion yang diinginkan beauty enthusiasts.

Produk Mother of Pearl cocok digunakan untuk pemula namun tetap MUA approved karena

formula yang dipilih dan dikembangkan benar-benar tepat agar dapat digunakan oleh

seluruh beauty enthusiast. Kualitas produk yang ditawarkan Mother of Pearl sesuai harganya

yang terjangkau yaitu dengan harga mulai dari Rp149.000. Butuh kegigihan dalam

membangun personal branding. Tasya Farasya adalah salah satu beauty inluencer yang

memiliki personal branding kuat dan menarik, ditunjukkan dari makeup look hariannya yang

bold, glamour, flawless, dan gayanya yang nyentrik serta berani dalam mempadukan warna.
Tasya Farasya juga seorang yang jujur ketika sedang melakukan promosi pada suatu produk.

Persepsi positif masyarakat dipengaruhi oleh personal branding seseorang dilihat dari

kepribadian, kemampuan, nilai yang seseorang miliki dan digunakan sebagai alat pemasaran.

Sebagai Beauty influencer, Tasya Farasya merasa bertanggung jawab atas apa yang

dipromosikannya. Hal itulah yang membuat audience tertarik dan merasa bahwa seseorang

seperti inilah yang dibutuhkan. Tasya Farasya dianggap sebagai sumber mencari informasi

sebelum audience memutuskan membeli sebuah produk kecantikan. Namun, bagaimana

Tasya Farasya dapat mempengaruhi audience sehingga melakukan keputusan pembelian,

diantara banyaknya beauty influencer yang juga melakukan promosi melalui media sosial

Instagram

1.2 Rumusan Masalah

Adapun Rumusan Masalah sebagai berikut

 Apakah promosi media sosial instagram berpengaruh signifikan terhadap keputusan

konsumen

 Apakah media sosial instagram dan gaya hidup secara simultan berpengaruh

terhadap pembelian brand MOP?

 Apakah gaya hidup berpengaruh terhadap perilaku pembelian Brand MOP?

 Apakah Social media influencer berpengaruh secara signifikan terhadap Purchase

intention Produk MOP ?

 Apakah Brand awareness berpengaruh secara signifikan terhadap Purchase intention

Produk MOP?
1.3 Tujuan Penelitian

 Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh promosi media sosial instagram

terhadap keputusan konsumen

 Untuk mengetahui media sosial instagram dan gaya hidup secara simultan

berpengaruh terhadap pembelian MOP

 Untuk mengetahui pengaruh media sosial instagram terhadap pembelian MOP

 Untuk mengetahui pengaruh gaya hidup terhadap pembelian MOP

 Untuk menganalisis apakah Social media influencer berpengaruh secara signifikan

terhadap Purchase intention Produk MOP

 Untuk menganalisis apakah Brand awareness berpengaruh secara signifikan terhadap

Purchase intention Produk MOP


DAFTAR PUSTAKA

Antow, F.T., & Angelina. (2016). Pengaruh Layanan Online Shop (Belanja Online) Terhadap

Konsumerisme Siswa SMA Negeri 9 Manado. Ejournal Acta Diurna komunikasi, 5(3).

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Atmoko, Bambang D,. (2012). Instagram Handbook. Jakarta: Media Kita.

Apriyani, R. (2020). Pengaruh Media Sosial Instagram Dan Gaya Hidup terhadap Pembelian

Impulsif Menurut Perspektif Ekonomi Islam (Studi Pada Konsumen Elzatta Bandar

Lampung). Skripsi Universitas Islam Negeri Randen Intan Lampung.

Bhatti, K. L., & Latif, S. (2014). The impact of visual merchandising on consumer impulse

buying

behavior.Eurasian Journal of Business and Management, 2(1), 24-35.

Chaney, D. (2011). Lifestyles Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.

Cahyono, A. S. (2016). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat Di


Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial & Ilmu Politik, 9(1), 140-157.

Cleopatra, M. (2015). Pengaruh Gaya Hidup dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar

Matematika. Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, 5(2), 168-181.

Denziana, A., Indrayenti, I., & Fatah, F. (2014). Corporate Financial Performance Effects Of

Macro Economic Factors Against Stock Return. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan,5(2).

Ferlitasari, R., Suhandi., & Rosana, E. (2020). Pengaruh Media Sosial Instagram Terhadap

Perilaku Keagamaan Remaja (Studi Pada Rohis di SMA Perintis 1 Bandar Lampung).

Jurnal Sosiologi Agama, 1(2), 1–18

Fikrian, M. (2018). Analisis Peran Media Sosial Instagram Terhadap Minat Berwirausaha

Mahasiswa Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi

Dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung Angkatan 2014).

Skripsi Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

Ghozali, I. (2016). Aplikasi Analisis Multivariate dengan (Edisi 8). Cetakan ke VIII. Semarang:

Universitas Diponogoro.

Hastuti, S., H. (2018). Pengaruh Gaya Hidup Dan Sifat Kepribadian Terhadap Pembelian

Impulsif. Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Handika, M. R., Maradona, A. F., & Dharma, G. S. (2018). Strategi Pemasaran Bisnis Kuliner

Menggunakan Influencer Melalui Media Sosial Instagram. Jurnal Manajemen Dan

Bisnis Undiknas, 15(2), 192–203.

Kaharu, D., & Budiarti, A. (2016). Pengaruh Gaya Hidup, Promosi, Dan Kualitas
Produk.Terhadap Keputusan Pembelian pada Cosmic. Jurnal Ilmu Dan Riset

Manajemen, 5(3), 1–24.

Kotler, P. (2011). Manajemen Pemasaran di Indonesia. Edisi Pertama. Penerbit Salemba

Empat: Jakarta.

Mandey, & Silvia L. (2009). Pengaruh Faktor Gaya Hidup Terhadap Keputusan Pembelian

Konsumen, 6(1), 92-100.

Anda mungkin juga menyukai