Anda di halaman 1dari 25

Pengaruh Eloctronic Word of Mouth (E-WOM) dan Citra Merk terhadap Minat Beli produk

Skincare The Originote (Studi pada Pengguna Media Sosial Tiktok)

Latar Belakang

Bidang industri kecantikan di Indonesia saat ini mengalami peningkatan yang

signifikan, Negara Indonesia merupakan salah satu pangsa pasar produk kosmetik atau

kecantikan yang cukup potensial sehingga usaha ini menjanjikan bagi produsen yang ingin

mengembangkannya, Dirjen Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA). Artikel yang ditulis

(Global Business Guide) menyatakan bahwa di Negara Indonesia, pertumbuhan angka

penjualan industri kosmetik dan skincare didorong oleh permintaan pasar yang meningkat.

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, Achmad Sigit Dwiwahjono di Jakarta, Kamis

(19/7). Kemenperin mencatat, pada tahun 2017 industri kosmetik dan skincare nasional

berkembang mencapai 6,35% dan naik menjadi 7,36% di triwulan I/2018. Industri kosmetik

di dalam negeri yang semakin bertambah sebanyak 153 perusahaan pada tahun 2017,

sehingga total perusahaan kosmetik saat ini mencapai lebih dari 760 perusahaan. Berdasarkan

total tersebut, sebanyak 95% industri kosmetik nasional merupakan sektor industri kecil dan

menengah (IKM) dan sisanya industri skala besar (Kemenparin.go.id).

Produk Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada

bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genetal bagian luar),

atau gigi dan membran mukosa mulut, terutama untuk membersihkan, mewangikan,

mengubah penampilan, dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara

tubuh pada kondisi baik. Berdasarkan penggolongannya, kosmetik dibagi menjadi 2 golongan

utama yaitu kosmetika perawatan kulit (skin care) dan kosmetika dekoratif (tata rias/

makeup) (Nurrohmah, S., Zaini, O. K., Yudha, A. P., & Purbasari, D. M. 2021).

Produk skincare pada saat ini dipandang sebagai salah satu kebutuhan utama yang

harus dipenuhi. Bukan hanya membuat penampilan menarik saja, akan tetapi yang terpenting
adalah menciptakan kulit yang sehat. Di Indonesia terdapat berbagai macam produk

kecantikan yang beraneka ragam, pada saat ini produk kecantikan telah berkembang

sedemikian rupa mengikuti perkembangan zaman. Kecantikan merupakan hal yang sangat

diinginkan dan menjadi idaman oleh semua wanita (Mardiana, 2020). Perusahaan produk

kecantikan saling bersaing memberikan inovasi yang dibutuhkan dan diinginkan oleh para

konsumennya. Semakin banyaknya persaingan antar perusahaan memungkinkan mereka

untuk merancang strategi yang tepat dan kreatif agar mencapai tujuannya. Salah satu strategi

dalam menyampaikan promosi dan menarik perhatian konsumen adalah melalui periklanan

dengan menggunakan selebriti sebagai brand ambassador, electronic word of mouth (eWOM)

dan citra merek. Sebelum konsumen melakukan pembelian suatu produk atau jasa, konsumen

akan mencari informasi mengenai produk atau jasa tersebut yang akhirnya akan menciptakan

suatu minat beli (Laksmi & Oktafani, 2016).

Skin care adalah produk perawatan kulit yang memiliki tujuan mulai dari

menenangkan, memulihkan, memperbaiki, hingga melindungi kulit. Dokter kulit di King of

Prussia, Pennsylvania, Erum Ilyas mengatakan, seseorang yang rutin menggunakan skincare

akan membuat kulitnya tetap sehat dan terawat dengan baik.  Kondisi tersebut juga dapat

berdampak pada kesehatan fisik maupun mental. Berbagai macam merk produk-produk

skincare yang dikategorikan dari berbagai kegunaan dan fungsi dapat membingungkan

sebagian orang. Maka selanjutnya, orang akan mencari review dari orang lain sebagai

pertimbangan untuk penggunaan skincare tersebut.

The Originote merupakan salah satu produk kecantikan brand lokal Indonesia. The

Originote ini sendiri sudah diproduksi dan dipasarkan sejak tahun 2018. Hanya saja

nama The Originote baru naik daun, setelah salah satu video review produk ini viral. Semua

produk The Originote halal dan sudah bersertifikat dari BPOM. Produk The Originote terus

melakukan inovasi untuk menjaga kualitas dan kemajuan produknya. Harga yang
ditawarkan dari setiap produk The Originote sangat terjangkaudi semua kalangan baik

remaja ataupun dewasa. Produk The Originote juga memiliki harga yang jauh dari

harga pasaran skincare pada umumnya. Dengan adanya pake bundle membuat produk yang

dijual semakin murah. The Originote tidak memiliki store khusus. Secara official di jual

hanya dibeberapa platfrom sama seperti tiktok shop dan shopee. Produk The Originote

mungkin dapat ditemukan di toko makeup yang menjual produk-produk terbaru karena tidak

semua toko makeup menjual produk The Originote. Promosi yang dilakukan oleh produk The

Originote sangatlah tepat pada masa sekarang. Dimana saat ini banyak kalangan yang

menggunakan aplikasitiktok dan Instagram sebagai platfrom hiburan, belajar, ataupun

bekerja. Denganmengendorse beberapa seleb membuat banyak orang tertarik untuk

mencobaproduk yang dijual oleh The Originote.

Perkembangan zaman di dunia telah dirasakan dampaknya dengan semakin mudahnya

memperoleh akses internet. Fenomena maraknya pengguna media sosial di smartphone juga

menambah ramainya pengguna internet. Banyaknya informasi yang masuk dari internet ini

harus dipahami dan disaring dengan bijak agar berdampak baik bagi kehidupan. Salah satu

platform yang mewadahi informasi-informasi ini adalah media social Tiktok. Tiktok menjadi

salah satu aplikasi yang popular di seluruh duia. Aplikasi video ini sukses menyita perhatian

banyak orang, terutama anak muda karena tampilan serta fitur-fitur menarik yang ditawarkan.

Berdasarkan laporan We Are Social, Tiktok memiliki 1,4 miliar pengguna aktif bulanan

berusia diatas 18 tahun secara global hingga kuartal I/2022. Jumlah ini meningkat 15,34%

dibandingkan pada kuartal sebelumya yang hanya sebanyak 1,2 miliar. Untuk Negara

Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Amerika Serikat sebahai pengguna aktif

terbanyak. Jumlahnya tercatat sebanyak 99,1 juta orang. Pengguna Tiktok di Indonesia rata-

rata meghabiskan waktu di Tiktok sebanyak 23,1 jam ber pulan.


Menurut Kotler & Keller (2016) media sosial adalah media yang digunakan oleh

konsumen untuk berbagi pesan teks, gambar, maupun video informasi dengan orang lain atau

perusahaan. Platform ini sebagai sosial media marketing dan dianggap sebagai tempat terbaik

dalam kemudahan untuk dapat terhubung dengan dengan follower dan non-followers. Salah

satu usaha yang menggunakan media sosial menjadi tempat menawarkan produknya ialah

produk kecantikan skincare. Perkembangan teknologi internet membuat perubahan alam

penyebaran word of mouth yang semula dalam lingkup terbatas menjadi tidak terbatas dalam

komunikasi tatap muka. Hal tersebut dapat dilihat dalam fenomena saat ini dengan

munculnya konten review produk kecantikan mengenai kelebihan dan kekurangan produk

tersebut secara sukarela. Review online tersebut adalah solusi untuk membentuk komunikasi

electronic word of mouth (e-wom), dikarenakan persepsi dalam benak orang akan terbentuk

setelah mendapatkan sebuah ulasan online. Konten review yang dibuat oleh pengguna sosial

media tersebut akan membuat khalayak menjadi mudah terpengaruh, karena dari ulasan

tersebut masyarakat menjadi lebih percaya diri pada apa yang telah dibicarakan terhadap

produk tersebut (Sen & Lerman, 2007). E-wom membawa individu untuk membawa minat
untuk membeli di dalam lingkupan yang lebih luas tidak hanya kepada individu yang dikenal

maupun orang yang tidak dikenal juga dengan bersama memperbanyak referensi dan

informasi mengenai barang yang diinginkan (Tariq et al., 2017). E-wom mendorong

dorongan memperoleh informasi secara kolektif suatu produk yang didambakan dengan

harapan meningkatkan minat untuk membeli (Hennig-Thurau et al., 2004), hal tersebut

ditegaskan oleh (Jalilvand & Samiei, 2012) bahwa e-wom berpengaruh terhadap

meningkatnya minat beli yang berupa pernyataan positif terhadap produk atau jasa yang

dapat diakses oleh banyak orang melalui internet atau media social. Pernyataan pengaruh

positif korelasi e-wom dengan minat beli tersebut selaras dan didukung dengan penelitian

yang telah dilakukan (Saleem & Ellahi, 2017) dan (Torlak et al., 2014).

E-wom dapat dijadikan alternatif dalam membentuk citra merek yang baik, dikarenakan

internet mampu menjadi media penyebaran pemahaman produk (Jansen et al., 2009). persepsi

atas suatu produk tersebut dapat dinilai tergantung dari penilaian konsumen apakah

cenderung mengarah ke positif atau negative. Merek mampu menjadi pembeda antara produk

pesaing, tanpa adanya merek yang kuat maka produk tidak akan dikenal oleh masyarakat

luas. Jika merek tidak dikenal, maka akan mengakibatkan kerugian bagi pihak perusahaan.

Cara yang dapat digunakan agar merek mudah melekat atau diingat dalam benak konsumen

yaitu dengan meningkatkan kualitas dari merek tersebut. Jika memiliki Kualitas yang bagus

maka merek tersebut akan menarik perhatian konsumen dan dapat menciptakan kesan positif

bagi para konsumen. Konsumen beranggapan bahwa merek dapat memberikan nilai tambah

bagi mereka.

Apabila e-wom dinilai memberikan pengaruh positif, maka produk tersebut akan

memiliki citra merek yang baik, begitu juga sebaliknya jika E-WOM dinilai memberikan

pengaruh negatif maka produk tersebut akan memiliki citra merek yang buruk (Jalilvand &

Samiei, 2012). Pernyataan tersebut didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
(Luong et al., 2017) dan (Ardana & Rastini, 2018). Citra merek sangat Dibutuhkan

perusahaan sebagai fasilitas pengaruh untuk memicu rangsangan minat calon pembeli (Malik

et al., 2013), (Sopiah et al., 2021) memaparkan citra merek adalah ingatan di benak

konsumen mengenai positif atau negatif sebuah merek produk. Sebuah merek tidak terlepas

dari produk dan jasa. Saat ini terdapat fenomena imitasi produk dan jasa, namun dengan

adanya pemahaman citra merek yang telah tertanam di pikiran khalayak hal tersebut dapat

bermanfaat sebagai pembeda dalam membeli dengan produk dan jasa lainnya. (Ong, 2013)

juga menegaskan bahwa citra positif dari merek mampu membuat meningkatnya minat untuk

membeli. Pernyataan tersebut selaras sekaligus didukung oleh penelitian yang telah dilakukan

oleh (Bhakar et al., 2013) dan (Yunus et al., 2016). Produk yang memiliki Citra merek yang

positif berdampak positif terhadap minat beli. Penilaian e-wom konsumen yang positif atas

sebuah komoditas membawa pengaruh yang sepadan dengan meningkatnya citra atas suatu

produk dan berimbas dengan semakin meningkatnya minat beli konsumen (Malik et al.,

2013). Pernyataan tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian (Bataineh, 2015), dan (Ahmad

Tajuddin et al., 2020).

Perilaku konsumen selalu dipengaruhi oleh sejumlah rangsangan yang muncul dari

lingkungan eksternal konsumen, yang selanjutnya diproses untuk penyesuaian dengan

karakteristik pribadi konsumen sebagai motivasi yang menggambarkan minat konsumen pada

produk. Menurut Durianto (2013) mengungkapkan bahwa minat beli adalah keinginan untuk

memiliki produk, minat beli akan timbul apabila seseorang konsumen sudah terpengaruh

terhadap mutu dan kualitas dari suatu produk, informasi seputar produk seperti: harga, cara

membeli dan kelemahan serta keunggulan produk dibanding brand lain. Berdasarkan

pendapat ahli di atas dapat dikatakan bahwa minat beli tersebut timbul dari dalam diri

seorang konsumen yang terpengaruh dari ulasan produk tersebut. Selain itu ada faktorfaktor
lain yang mempengaruhi minat beli seorang konsumen yaitu: kualitas produk, citra merek,

harga, lokasi dan kualitas pelayanan.

Landasan Teori

a. Electronic Word of Mouth (e-WOM)

Jaringan sosial menjadi kekuatan penting dalam pemasaran bisnis. Aspek

kunci jaringan sosial adalah word of mouth (WOM) serta jumlah dan sifat

percakapan dan komunikasi antara berbagai pihak (Kotler & Keller, 2016).

Menurut Alexandrov et al., (2013), WOM bertujuan sebagai motivasi atau bahan

pertimbangan yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen degan harapan

untuk mendapat manfaat sosial dari berbagi pengalaman. Ismagilova et al., (2017)

mendefinisikan electronic word of mouth sebagai suatu proses pertukaran

informasi baik positif maupun negatif antara para pelanggan potensial, pelanggan

aktif, dan mantan pelanggan terkait dengan produk, pelayanan, merek, maupun

perusahaan yang tersedia untuk banyak orang melalui internet. Definisi tersebut

menekankan bahwa komunikasi e-WOM merupakan proses yang dinamis dan

berkelanjutan karena pesan dapat menyebar secara online dengan jangkauan

hingga seluruh dunia. Maka, penyebaran informasi melalui media sosial dapat

dianggap sebagai bentuk e-WOM. Berbeda dengan tradisional WOM yang

mengharuskan komunikasi tatap muka, jangkauan e-WOM lebih luas tanpa

terbatas ruang dan waktu, apalagi jejaring sosial memungkinkan konsumen untuk

menerima e-WOM dari teman dengan berbagai tingkat kedekatan. Electronic

word of mouth (eWOM) adalah pernyataan positif atau negatif yang dibuat oleh

pelanggan potensial, pelanggan aktual dan mantan pelanggan tentang produk atau

perusahaan melalui internet (Hennig-Thurau et al., 2004; Chatterjee, 2001; Godes


dan Mayzlin, 2004). Melalui media sosial, perusahaan dapat mempromosikan

sebuah produk dan bahkan dapat membentuk komunitas atau group online untuk

konsumen yang menyukai merek yang digunakan (Kaplan dan Haenlein, 2010).

Adanya komunitas atau group online tersebut akan memungkinkan terjadinya

suatu interaksi social secara elektronik yang akan mendorong terjadinya electronic

word of mouth (eWOM). Jalilvand (2012) menyebutkan bahwa meskipun mirip

dengan bentuk WOM tradisional, eWOM menawarkan berbagai cara untuk

bertukar informasi, ada informasi yang jelas sumbernya dan ada juga diantaranya

anonim atau secara rahasia. eWOM memberikan kebebasan geografis dimana

seluruh manusia dimanapun mereka berada, dapat berkontribusi dalam

menyebarkan informasi dan temporal dimana eWOM memiliki sifat permanen

berupa tulisan. Banyak orang yang menggunakan media online dengan tujuan

untuk berbagi pengalaman mereka sendiri terhadap suatu merek, produk, ataupun

layanan yang sudah pernah mereka rasakan sendiri sehingga orang lain juga dapat

memanfaatkan pengalaman tersebut sebagai bahan pertimbangan ketika ingin

membeli sesuatu sebelum akhirnya memutuskan untuk melakukan pembelian

terhadap sesuatu barang atau jasa (Evans dan McKee, 2010). Dalam sistem

electronic word of mouth, konsumen mendapat tingkat transparansi pasar yang

tinggi, dengan kata lain konsumen memiliki peran aktif yang lebih tinggi dalam

siklus rantai nilai sehingga konsumen mampu mempengaruhi produk dan harga

berdasarkan preferensi individu (Park dan Kim, 2008).

Oleh karena itu, e-WOM menjadi sumber informasi produk dan review yang

penting bagi konsumen (Zhange Ge, 2016). Pada pemasaran, seorang pemasar

dapat mempelajari banyak hal dengan menganalisis pola loyalitas konsumen. Hal

itu harus dimulai dengan mempelajari pelanggan setianya sendiri. Pelanggan yang
sangat loyal merupakan sebuah aset yang nyata bagi perusahaan. Mereka sering

mempromosikan merek melalui kata-kata pribadi dari mulut ke mulut (WOM) dan

media sosial (e-WOM). Maka dari itu, dibandingkan hanya melakukan promosi

dan penawaran yang intens ke pelanggan setia, perusahaan sebaiknya melibatkan

mereka sepenuhnya dan menjadikan mereka mitra dalam membangun brand

image dan brand awareness pada pelanggan potensial (Kotler & Armstrong,

2018). Indikator e-WOM menurut Goyette et al. (2012):

1) Intensity

Intensitas dalam e-WOM merupakan banyaknya pendapat yang ditulis

oleh konsumen dalam jejaring sosial. Terdapat 3 indikator dalam

intensitas, diantaranya:

a) Frekuensi dalam mengakses informasi dari situs jejaring sosial.

b) Frekuensi interaksi dengan pengguna lain di situs jejaring sosial.

c) Banyaknya ulasan yang ditulis oleh pengguna situs jejaring sosial.

2) Positive Valence

Merupakan pendapat konsumen yang positif mengenai produk, jasa

dan brand. Indikatornya meliputi 3 hal:

a) Komentar posistif dari pengguna situs jejaring sosial.

b) Rekomendasi dari pengguna situs jejaring sosial.

3) Negative Valence

Merupakan pendapat konsumen yang negative mengenai produk, jasa

dan brand. Indikatornya berupa komentar negatif dari pengguna situs

jejaring sosial.

4) Content
Konten merupakan sebuah informasi tertentu yang disampaikan

melalui situs jejaring sosial terkait dengan suatu produk atau jasa.

Indikatornya terdiri dari: a) Informasi variasi produk.

b) Informasi kualitas.

c) Informasi harga.

b. Citra Merek

Merek merupakan serangkaian asosiasi yang dipersepsikan oleh individu

sepanjang waktu, sebagai hasil pengalaman langsung maupun tidak langsung atas

sebuah brand tertentu (Jalilvand, 2012). Sedangkan menurut American Marketing

Association, merek adalah cara membedakan sebuah nama atau simbol (logo,

trademark, atau kemasan) yang dimaksud untuk mengidentifikasi barang atau jasa

dari satu produsen atau satu kelompok produsen dan untuk membedakan barang

atau jasa itu dari produsen pesaing sehingga dengan adanya perbedaan tersebut

konsumen akan lebih mudah memilih dan mimilah produk atau jasa yang

dihasilakan oleh suatu perusahaaan. Citra merek adalah persepsi dan

kepercayaan yang dipegang oleh konsumen, sebagaimana tercermin dalam

asosiasi yang ada di ingatan para konsumen. Penawaran dan citra dari perusahaan

dirancang supaya bisa mendapatkan tempat khusus dengan sasaran pikiran target

pasar yang bertujuan untuk menempatkan sebuah merek dalam memori konsumen

agar mengoptimalkan manfaat potensial bagi sebuah perusahaan. Oleh sebab itu,

positioning merek yang baik dapat membantu strategi pemasaran dengan cara

memperkuat sebuah merek, tujuannya agar dapat meraih konsumen dengan

bantuan merek sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan

(Kotler dan Keller, 2016). Kotler dan Armstrong (2018) menyatakan bahwa citra
merek dapat dibentuk melalui keyakinan dan sikap. Keyakinan merupakan sebuah

pemikiran yang dipegang seseorang tentang suatu hal berdasarkan pengetahuan

nyata, pendapat, maupun kepercayaan yang dapat membawa dampak emosional.

Pemasar tertarik pada keyakinan ini karena hal tersebut yang nantinya membentuk

citra produk dan merek sehingga dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan oleh konsumen. Masih menurut Kotler dan Armstrong

(2018), citra perusahaan atau merek harus dapat menyampaikan manfaat dan

pemosisian produk yang khas. Oleh karena itu, citra merek merupakan hal yang

penting untuk di jaga dan di perbaiki secara terus menerus, karena citra dari

sebuah merek dibentuk melalui kepuasan konsumen. Penjualan dengan sendirinya

diperoleh melalui kepuasan konsumen, sebab konsumen yang puas selain akan

melakukan tindakan pembelian ulang ketika ia membutuhkan, bahkan ia mungkin

akan mengajak calon pembeli lainnya (Kotler dan Keller, 2009)Sebuah

perusahaan tidak dapat mengembangkan citra di benak publik dalam semalam

dengan hanya menggunakan beberapa iklan. Oleh karena itu, pengembangan citra

yang kuat harus dilakukan dengan kerja keras. Salah satu strategi dalam

membangun citra merek, pemasar harus menempatkan posisi mereknya dengan

tepat di benak pelanggan. Semakin tepat posisinya maka akan semakin kompetitif,

sehingga perlu diketahui brand value nya. Positioning dan brand value juga perlu

didukung dengan konsep yang tepat agar citra merek atau brand image dapat

dikembangkan secara terus-menerus. Selain itu, perlu memperhatikan 3 komponen

pembentuk citra merek yang terdiri dari: Corporate image, User image, dan

Product image (Firmansyah, 2019). Berdasarkan pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa citra merek terutama citra yang kuat dan positif sangat penting
bagi perusahaan untuk menarik minat konsumen terhadap produk yang kita

tawarkan. Indikator brand image menurut Wijaya dalam Firmansyah (2019):

1) Brand Identity

Identitas merek merupakan identitas fisik suatu produk atau merek

yang membuat konsumen dengan mudah mengenali dan membedakan

dari produk lain. Hal ini bisa dilihat dari logo, warna, kemasan, dan

lain-lain.

2) Brand Personality

Personalitas merek dapat diartikan sebagai karakter yang khas dari

sebuah merek yang menunjukkan kepribadian tertentu sehingga

konsumen dapat membedakan dengan mudah dari produk lain.

Misalnya suatu produk atau merek memiliki karakter yang tegas,

elegant, berwibawa, dan sebagainya.

3) Brand Association Asosiasi merek merupakan hal spesifik yang bisa

muncul dari penawaran unik, aktivitas yang berulang dan konsisten,

konten yang runtut, dan sebagainya. Misalkan seperti Shopee yang

dikenal dengan sistem “Shopee COD”-nya.

4) Brand Attitude & Behavior Sikap dan perilaku merek merupakan

dimensi yang berhubungan dengan perilaku komunikasi dan interaksi

merek dengan konsumen. Sikap dan perilaku yang baik dan positif

tentunya akan membangun persepsi yang baik pula di masyarakat. Jadi

dimensi ini juga berkaitan dengan aktivitas, atribut, maupun perilaku

karyawan dan pemilik merek.

5) Brand Benefit & Competence Manfaat dan keunggulan merek

mencakup nilai-nilai dan keunggulan yang khas dari sebuah merek


yang ditawarkan kepada konsumen sehingga dapat membuat

konsumen merasakan manfaat karena kebutuhan dan keinginannya

terpenuhi dan terpuaskan oleh produk yang ditawarkan. Manfaat,

keunggulan, dan kompetensi yang khas akan mempengaruhi citra

merek, individu, maupun perusahaan.

c. Minat Beli

Menurut (Wu et al., 2011, dalam Faryabi et al., 2012), minat beli

didefinisikan sebagai kemungkinan seorang konsumen untuk meningkatkan minat

membeli suatu produk tertentu yang dilihatnya. Selain itu, minat beli

menunjukkan kemungkinan konsumen akan merencanakan atau mau membeli

produk atau jasa tertentu di masa depan. Minat beli konsumen adalah sebuah

perilaku konsumen yang mempunyai keinginan dalam membeli atau memilih

suatu produk, berdasarkan pengalaman dalam memilih, menggunakan dan

mengonsumsi atau bahkan menginginkan suatu produk (Kotler, 2016: 181). Dapat

dikatakan bahwa peningkatan minat beli konsumen dapat meningkatkan penjualan

perusahaan, hal ini bisa terjadi karena melihat bahwa proses pembelian salah

satunya bisa diawali dari minat kemudian muncul dorongan dan melakukan

pembelian.

Malik et al. (2013) menyatakan bahwa minat beli konsumen merupakan

keinginan seorang konsumen untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang

tersembunyi dalam benak konsumen. Oleh sebab itu, minat beli konsumen selalu

tersimpan dalam tiap diri individu yang mana tak seorang pun bisa tahu apa yang

diinginkan dan diharapkan oleh konsumen. Sementara itu, menurut Kurniawan


(2020), nilai suatu produk dapat mempengaruhi minat beli konsumen. Apabila

konsumen merasa bahwa manfaat yang dirasakan lebih besar dari

pengorbanannya, maka semakin tinggi pula dorongan konsumen untuk membeli

suatu produk.

Indikator minat beli menurut Pradipta dan Purwanto (dalam Manuarang &

Mawardi, 2018):

1) Awareness (kesadaran)

Tahapan dimana produsen harus dapat membuat para konsumen sadar

akan keberadaan produk tersebut. Baik promosi menggunakan iklan

cetak, radio, TV, atau jaringan personal lainnya.

2) Interest (ketertarikan) Setelah berhasil meraih perhatian konsumen,

harus dilakukan follow up yang baik. Yaitu tahapan lebih dalam

memberikan informasi produk, membujuk dan mampu memberikan

alasan kenapa konsumen harus membeli produk yang ditawarkan.

3) Desire (keinginan) Tahapan memberikan penawaran yang tidak dapat

ditolak kosumen, dimana agar timbul keinginan dan hasrat untuk

membeli produk.

4) Action (tindakan) Tindakan terjadi dengan adanya keinginan kuat

konsumen sehingga terjadi pengambilan keputusan dalam melakukan

pembelian produk yang ditawarkan.

5)

2.3 Kerangka Pemikiran


Gambar 2.3.1. Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis

Penelitian telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, tentang pengaruh e-WOM (X1)

terhadap Minat Beli (Y). Agatha et al. (2019) menunjukkan bahwa variabel e-WOM secara

parsial berpengaruh signifikan terhadap minat beli konsumen, Kuswibowo & Murti (2021)

menunjukkan bahwa variabel e-WOM berpengaruh positif terhadap minat beli, serta

Ramadhan (2022) menunjukkan bahwa variabel eWOM secara parsial memiliki pengaruh

yang positif terhadap minat beli. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis

sebagai berikut.

H1 : Diduga Electronic Word of Mouth secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Minat

Beli.

Cheung dan Lee (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa eWOM memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap minat beli konsumen. Penelitian yang dilakukan pada

sebuah forum diskusi online tersebut menyatakan bahwa eWOM berpengaruh sebesar 20%

terhadap minat beli dengan indikator yang berbeda. Senada dengan hal tersebut Jalilvand

(2012) dan Riyandika (2013) memperoleh hasil yang sama yaitu eWOM memiliki pengaruh
baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap minat beli konsumen. Bahkan dalam

penelitian Riyandika terdapat pengaruh sebesar 50% antara eWOM terhadap minat beli.

H2 : Diduga Citra Merek secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Minat Beli

Penelitian Wongso dan Mulyandi (2019) tentang Pengaruh e-WOM (X1) dan Brand

Image (X2) terhadap Minat Beli (Y) menjelaskan bahwa e-WOM dan Brand Image secara

bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Minat Beli. Selain itu, Pengaruh Citra Merek

(X2) terhadap Minat Beli (Y) juga telah diteliti oleh Akbar (2017) menunjukkan bahwa

variabel Citra Merek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat pembelian.

H3 : Diduga Electronic Word of Mouth dan Citra Merek secara parsial berpengaruh

signifikan terhadap Minat Beli

Penelitian Darmawan et al. (2022) juga menunjukkan bahwa e-WOM dan Citra

Merek berpengaruh positif signifikan terhadap niat beli.

3. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan jenis penelitian

Pada penelitian ini akan dibahas seberapa besar pengaruh variabel bebas Electronic Word of

Mouth (X1) dan Citra Merek (X2) terhadap variabel terikat Minat Beli (Y). Jenis penelitian

yang digunakan adalah bentuk penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif adalah metode

penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada

populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian,

analisis bersifat kuantitatif dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan

(Sugiyono, 2017). Peneliti memakai metode pengambilan sampel non probability dengan

purposive sampling dipilih sebagai teknik pengambilan sampel.

3.2 Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang memiliki

kuantitas dan karakteristik tertentu (Sugiyono, 2017). Populasi yang digunakan pada

penelitian ini adalah konsumen yang berminat membeli, pernah menggunakan atau pernah

melakukan pembelian produk The Originote di platform Tiktok. Populasi ini tidak terbatas

luasnya dan tidak dapat dihitung jumlah dan besarnya secara pasti.

3.3 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Sampel merupakan karakteristik bagian dari jumlah yang dimiliki oleh populasi

(Sugiyono,2017). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probality

sampling dengan cara purposive sampling. Teknik ini digunakan karena sampel memiliki

kriteria-kriteria tertentu yang disyaratkan (Cooper & Schindler, 2014). Selain itu, cara

snowball sampling juga digunakan. Teknik ini merupakan teknik pengambilan sampel yang

semula berjumlah kecil kemudian menyebarkan pada teman-temannya sehingga menjadi

banyak (Sugiyono, 2017). Pada penelitian ini penentuan kriteria antara lain wanita/pria diatas

18 tahun yang menggunakan atau pernah melakukan pembelian produk The Originote dari

media platform Tiktok, hal ini karena wanita/pria yang memiliki umur diatas 18 tahun

dianggap sudah dapat mengambil keputusan berdasarkan keinginan sendiri. Selanjutnya,

karena populasi dalam penelitian ini jumlahnya tidak terbatas, maka ukuran jumlah sampel

ditentukan dengan rules of thumb dari Hair et al. (2014) yang menyatakan bahwa kecukupan

jumlah sampel yang disyaratkan agar dapat melakukan analisis regresi sekurangnya 50

responden, dan akan semakin baik jika lebih dari 100 responden.

3.4 Jenis data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder.

a. Data primer
Sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya yang

berupa wawancara, jajak pendapat dari individu atau kelompok (orang) maupun hasil

observasi dari suatu objek, kejadian atau hasil pengujian (benda).

b. Data sekunder

Sumber data penelitian yang diperoleh melalui media perantara atau secara tidak

langsung yang berupa buku, catatan, bukti yang telah ada, atau arsip baik yang

dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan secara umum.

3.5 Data yang dibutuhkan

Data yang dibutuhkan pada penelitian ini antara lain:

a. Data primer

Pada penelitian ini, data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada

sampel yaitu wanita/pria yang memiliki umur diatas 18 tahun yang dan pernah

membeli produk The Originote di media platform Tiktok. Hal ini dimaksudkan untuk

mendapatkan data yang mencakup pendapat dan persepsi konsumen terhadap minat

beli produk The Originote yang berkaitan dengan e-WOM dan Citra Merek.

b. Data sekunder

Pada penelitian ini, data sekunder diperoleh dari berbagai sumber tertulis seperti

penelitian terdahulu, buku, jurnal, artikel, dan website yang masih relevan untuk

bahan pertimbangan dengan syarat minimal data dipublikasikan dalam 10 tahun

terakhir. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan data terkait dengan profil perusahaan,

visi dan misi perusahaan, produk yang dikeluarkan perusahaan, serta hasil penelitian

yang berkaitan dengan e-WOM dan Citra Merek.

3.6 Metode pengumpulan data

a. Data primer
Metode pengumpulan data adalah metode survei yang dilakukan dengan menyebar

kuesioner online, yaitu data yang dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner melalui

alat elektronik responden dan diisi sendiri oleh responden (Cooper & Schindler, 2014).

Kuesioner disebarkan kepada wanita/pria yang memiliki umur diatas 18 tahun dan

mempunyai akun social media Tiktok dengan total 100 responden. Penyebaran kuesioner

dilakukan dengan mengunakan skala Likert (1-5) yang mempunyai 5 tingkat preferensi

jawaban masing-masing yaitu:

1 = Sangat tidak setuju (STS)

2 = Tidak setuju (TS)

3 = Netral (N)

4 = Setuju (S)

5 = Sangat setuju (SS)

c. Data sekunder

Metode pengumpulan data sekunder adalah dengan metode penggunaan bahan

dokumen di mana peneliti tidak secara langsung mengambil data sendiri tetapi

meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen yang dihasilkan oleh pihak-pihak lain.

Data tersebut didapatkan dari studi pustaka, media massa, dan penelitian terdahulu.

3.7 Definisi operasionalisasi variabel dan Skala Pengukuran

Menurut Sugiyono (2017), variabel merupakan atribut, sifat, atau nilai dari orang,

objek, atau kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik

kesimpulannya. Penelitian ini menggunakan variabel independen dan variabel dependen

sebagai berikut.

TABEL DEFINISI OPERASIONALISASI VARIABEL


3.8 Uji Instrumen

a. Uji validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu

kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu

yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas diukur dengan metode Bivariate, yang

mana hasil signifikansi dengan koefisien kurang dari 0,05 menunjukkan bahwa indikator

valid. Jika r hitung lebih besar dari r tabel dan nilainya positif maka instrument atau variabel

tersebut dinyatakan valid, dan begitu pula sebaliknya (Ghozali, 2018).

b. Uji reliabilitas

Uji reliabilitas yaitu alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari

variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang

terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas diukur

dengan metode Cronbach Alpha, yang mana uji signifikansi reliabilitas mengacu nilai

minimum secara umum 0,60 yaitu jika hasil Cronbach Alpha minimum 0,60 maka dinyatakan

handal atau reliabel (Sujarweni, 2014).

c. Uji asumsi klasik

1) Uji normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel pengganggu

atau residual memiliki distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistic menjadi

tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Nilai signifikansi > 0,05 dinyatakan bahwa data

terdistribusi normal. Pengujian juga dapat dilakukan dengan melihat penyebaran data (titik)

pada sumbu diagonal dari grafik Normal P-P Plot, dasar pengambilan keputusannya adalah

jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh dari regresi atau tidak mengikuti arah

garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

2) Uji multikolinieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan

adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak

terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi,

maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen

yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Pada uji

multikolinieritas, nilai Tolerance > 0,10 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) < 10.

3) Uji heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance

dari residual satu.

3.9 Metode analisis data

Teknik analisis data yang digunakan yaitu regresi linier berganda dan alat penelitiannya

menggunakan SPSS 22. Regresi linier berganda pada dasarnya merupakan perluasan dari

regresi linier sederhana, yaitu dengan menambah jumlah variabel bebas yang sebelumnya

hanya satu menjadi dua atau lebih. Regresi linier berganda bertujuan untuk menganalisa

hubungan antara satu atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dengan

rumus:

Y = a + b1X1 + b2X2 + e

Keterangan:

Y = Minat Beli

a = Konstanta
X1 = e-WOM

X2 = Citra Merek

b1, b2 = Koefisien Regresi

3.10 Uji hipotesis

a. Uji F (uji signifikansi secara bersama-sama)

Uji signifikansi ini digunakan untuk menganalisis apakah variabel independen secara

bersama-sama mempengaruhi variabel dependen atau apakah variabel independen secara

bersama-sama dapat memprediksi variabel dependen. Jenis data minimal skala interval.

Syarat untuk melakukan uji ini harus lolos uji asumsi klasik.

Langkah-langkah:

1) Membuat hipotesis

H0 : β1, β2 = 0 , Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel e-WOM (X1)

dan Brand Image (X2) terhadap Minat Beli (Y).

Ha : β1, β2 ≠ 0, Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel e-WOM (X1)

dan Brand Image (X2) terhadap Minat Beli (Y).

2) Menentukan taraf nyata (signifikan) yang digunakan yaitu α = 0,05 (degree of

freedom) sebesar (n-k) dan (k-1).

3) Menentukan nilai F hitung, Nilai F hitung dicari dengan rumus:

R = koefisien korelasi ganda

k = jumlah variabel independen

n = jumlah anggota sampel


4) Dasar pengambilan keputusan

Pertama, berdasarkan nilai signifikasi. Jika signifikansi < 0,05 maka hipotesis

diterima. Namun jika signifikansi > 0,05 maka hipotesis ditolak.

Kedua, berdasarkan perbandingan nilai F hitung dengan F tabel. Jika F hitung > F

tabel maka hipotesis diterima. Namun jika F hitung < F tabel maka hipotesis

ditolak.

5) Pengambilan Kesimpulan

Ho diterima dan Ha ditolak, berarti tidak ada pengaruh secara bersama-sama

antara variabel e-WOM (X1) dan Brand Image (X2) terhadap Minat Beli (Y). Ha

diterima dan Ho ditolak, berarti ada pengaruh secara bersamasama antara variabel

e-WOM (X1) dan Brand Image (X2) terhadap Minat Beli (Y).

b. Uji t (uji signifikansi parameter individual)

Uji Signifikansi Parameter Individu digunakan untuk menganalisis apakah variabel

independen secara individu mempengaruhi variabel dependen atau apakah variabel

independen secara individu dapat memprediksi variabel dependen. Jenis data minimal

skala interval. Syarat untuk melakukan uji ini juga harus lolos uji asumsi klasik.

Interpretasi: probabilitas/hasil signifikansi < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa

variabel independen secara parsial/individu mempengaruhi variabel dependen atau

variabel independen secara parsial/individu dapat memprediksi variabel dependen.

Langkah-langkah:

1) Membuat hipotesis

H0 : β = 0, Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel eWOM (X1), Citra

Merek (X2) terhadap Minat Beli (Y) secara parsial.

Ha : β ≠ 0, Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel eWOM (X1), Citra

Merek (X2) terhadap Minat Beli (Y) secara parsial.


2) Menentukan taraf nyata (signifikan) yang digunakan yaitu α = 0,05 (degree of

freedom) sebesar (n-k) dan (k-1).

3) Menentukan nilai t hitung. Nilai t hitung dicari dengan rumus:

t = Nilai signifikan (t hitung)

Bn = Nilai Konstanta

sBn = Standar Error

4) Dasar Pengambilan Keputusan

Pertama, berdasarkan nilai signifikasi. Jika signifikansi < 0,05 maka hipotesis

diterima. Namun jika signifikansi > 0,05 maka hipotesis ditolak. Kedua,

berdasarkan perbandingan nilai t hitung dengan t tabel. Jika t hitung > t tabel

maka hipotesis diterima. Namun jika t hitung < t tabel maka hipotesis ditolak.

5) Pengambilan Keputusan

Ho diterima dan Ha ditolak, berarti tidak ada pengaruh parsial antara variabel e-

WOM (X1), Brand Image (X2) terhadap Minat Beli (Y).

Ha diterima dan Ho ditolak, berarti ada pengaruh parsial antara variabel e-WOM

(X1), Citra Merek (X2) terhadap Minat Beli (Y).


c. Uji Koefisien Determinasi (Uji R2 )

Menurut Ghozali (2018), uji koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur

seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.

Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil

menunjukkan bahwa kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan

variabel dependen amat terbatas.

Anda mungkin juga menyukai