Anda di halaman 1dari 10

1.

1 Latar Belakang
Kondisi geografis Indonesia terbentuk oleh keberadaan tiga lempeng tektonik besar
yang ada di bumi, yakni diantaranya lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng
Pasifik. Titik pertemuan antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia terjadi di lepas
pantai Sumatra, Jawa dan jajaran kepulauan Nusa Tenggara. Sedangkan titik pertemuan antara
lempeng Indo-Australia dengan Pasifik terjadi di bagian utara Irian dan Maluku. Adanya
kondisi geografis tersebut mengakibatkan Indonesia menjadi negara yang rawan terhadap
bencana alam. Berbagai bencana alam yang sering terjadi di Indonesia seperti gempa bumi,
tsunami, tanah longsor, banjir, dan lain sebagainya.. Selain yang disebabkan dari alam, manusia
juga menjadi sumber penyebab bencana itu terjadi. Hal tersebut dapat menimbulkan dampak
buruk terhadap suatu wilayah (Gerungan, 2019).
Potensi Indonesia terhadap terjadinya bencana alam masih cukup besar hingga pada
masa mendatang. Secara geologis Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu wilayah
di Indonesia yang rawan terhadap bencana alam. Potensi bencana alam yang berkaitan dengan
bahaya geologi. Apabila melihat kondisi alam Kabupaten Kulon Progo yang banyak terdapat
sungai dan hutan, serta berada pada patahan maka daerah ini berpotensi dengan beberapa
bencana. Kejadian bencana yang pernah terjadi di Kabupaten Kulon Progo tergolong pada
bencana alam. Berdasarkan sejarah kebencanaan yang terangkum dan tercatat dalam Data dan
Sejarah Bencana Indonesia (DIBI), tanah longsor merupakan kejadian bencana yang paling
sering terjadi di Kabupaten Kulon Progo dan diikuti oleh bencana lainnya yang pernah terjadi.
Becana yang pernah terjadi adalah Banjir, Cuaca Ekstrim dan Gempa Bumi (BNPB Kulon
Progo, 2014).
Pulau Jawa yang merupakan salah satu titik pertemuan antara lempeng Indo-Australia
dengan lempeng Eurasia mengakibatkan Pulau Jawa disebut pulau yang memiliki gunung
dengan jumlah terbanyak di Indonesia. Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, persebaran
daerah pegunungan telah membentuk daerah pada bagian utara, dataran pada bagian tengah dan
selatan menjadi pesisir dengan topografi yang bervariasi, salah satunya Kabupaten Kulon
Progo.
Berdasarkan data riwayat kebencanaan (Dokumen Kajian Risiko Bencana Kabupaten
Kulon Progo 2014 – 2018) bahwa bencana yang pernah terjadi di Kabupaten Kulon Progo
terdapat beberapa bencana, yaitu Tanah Longsor, Banjir, Cuaca Ekstrim dan Gempa Bumi.
Tanah Longsor merupakan bencana yang dominan terjadi di Kabupaten Kulon Progo. Dari 8
kali kejadian mengakibatkan 30 jiwa meninggal, 5 jiwa luka-luka, dan 312 jiwa mengungsi.
Banjir pernah terjadi sebanyak 6 kali. Meskipun bencana ini tidak merenggut korban jiwa,
namun sekitar 200 orang mengungsi akibat banjir ini. Cuaca Ekstrim juga pernah terjadi
sebanyak 2 kali. Walaupun bencana ini tidak memakan korban jiwa namun sebanyak 84 rumah
mengalami rusak berat. Gempa Bumi pernah terjadi sekali namun kerusakan yang diakibatkan
cukup parah bila dibandingkan dengan bencana lain. Sebanyak 22 orang meninggal, 2.179
orang mengalami luka luka, dan sebanyak 74.976 orang mengungsi. Rumah yang mengalami
kerusakan berat sebanyak 4009 sedangkan yang mengalami kerusakan ringan sebanyak 5.134
(BNPB Kulon Progo, 2014).
Mengacu pada “Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana” bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis,
geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana. Sehingga
terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya bencana alam. Penyebab utama dari
terjadinya bencana alam adalah sifat atau kejadian pada alam itu sendiri (Gerungan, 2019).
Salah satu faktor penyebab bencana alam yang terjadi yaitu disebabkan oleh topografi yang
bervariasi di Kabupaten Kulon Progo Bentanglahan Kabupaten Kulon Progo terbentuk mulai
dari bentanglahan Vulkanik, Denudasional, Fluvial, Struktual, Eolian dan Marine. Kondisi
tersebut mendasari kondisi morfologi(bentuklahan) Kabupaten Kulon Progo yang bervariasi
dari kaki lereng, pegunungan, perbukitan, dataran, beting pantai hingga gumuk pasir dan
menimbulkan potensi gerakan tanah serta ancaman terjadinya bencana alam. Potensi gerakan
tanah yang ada di Kabupaten Kulon Progo dapat memicu terjadinya bencana tanah longsor.
Menurut (Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 8 Tahun 2011
Tentang Standarisasi Data Kebencanaan) tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan
massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. Menurut Hardiyatmo (2006) dalam
(Haribulan et al., 2019) bahwa terjadinya longsoran dapat diakibatkan banyak faktor semacam
kondisi geologi dan hidrologi, topografi, iklim dan perubahan cuaca yang dapat mempengaruhi
stabilitas lereng dan mengakibatkan longsoran.
Maka, berdasarkan topik atau judul penelitian mengenai analisis kebencanaan wilayah
berdasarkan karakterisitik bentanglahan, ini sangat jarang ditemui dalam ilmu perencanaan
wilayah kota. Sehingga peneliti memilih opsi pendekatan secara keruangan, yaitu Pendekatan
keruangan menganalisis gejala atau fenomena geografis (bentanglahan) berdasarkan
penyebarannya dalam ruang. Menurut Tuttle (1975) Bentanglahan merupakan gabungan dari
bentuklahan (landform). Bentuklahan merupakan kenampakan tunggal, seperti sebuah bukit
atau lembah sungai. Kombinasi dari kenampakan tersebut membentuk suatu bentanglahan,
seperti daerah perbukitan yang bentuk maupun ukurannya bervariasi atau berbeda-beda, dengan
aliran air sungai di sela-selanya (Hidayati, 2020). Analisis keruangan merupakan pendekatan
yang khas dalam geografi yang membedakannya dengan pendekatan ilmu lain, yang di
dalamnya selalu ditekankan bahwa ruang di permukaan bumi mempunyai keanekaragaman ciri
dan karakter, sehingga potensi dan masalahnya berbeda (Muta’ali & Sentosa, 2014).
Berdasarkan uraian di atas, kondisi geografis suatu wiayah sangat berpengaruh
terjadinya bencana alam. Terkait hubungan antara bencana alam dengan kondisi bentang lahan
di Kabupaten Kulon Progo peneliti tertarik untuk meilihat bencana alam dari sudut pandang
bentang lahan yang variatif di Kabupaten Kulon Progo, apakah karakteristik bentang lahan
yang variatif di Kabupaten Kulon Progo berpengaruh terhadap potensi terjadinya bencana. Oleh
karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Analisis Kebencanaan Wilayah
berdasarkan Karakteristik bentang lahan di Kabupaten Kulon Progo”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, wilayah Kabupaten Kulon Progo terbagi
menjadi beberapa wilayah dengan bentang lahan berbeda. Penjelasan terkait rumusan masalah
yang akan dibahas adalah:
Bencana merupakan peristiwa alam yang menyebabkan kerusakan diantaranya banjir,
cuaca ekstrim, tanah longsor, tsunami, gempa, dan lainnya. Hal tersebut dapat menimbulkan
dampak buruk terhadap suatu wilayah. Secara geologis Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan
salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terhadap bencana alam. Bencana alam yang terjadi
dapat berkaitan dengan bencana geologi. Salah satu faktor penyebab bencana alam yang terjadi
yaitu disebabkan oleh topografi yang bervariasi di Kabupaten Kulon Progo. Bentanglahan
Kabupaten Kulon Progo terbentuk mulai dari bentanglahan Vulkanik, Denudasional, Fluvial,
Struktual, Eolian dan Marine. Kondisi tersebut mendasari kondisi morfologi(bentuklahan)
Kabupaten Kulon Progo yang bervariasi dari kaki lereng, pegunungan, perbukitan, dataran,
beting pantai hingga gumuk pasir dan menimbulkan potensi gerakan tanah serta ancaman
terjadinya bencana alam. Potensi gerakan tanah yang ada di Kabupaten Kulon Progo dapat
memicu terjadinya bencana tanah longsor. Menurut (Badan Nasional Penanggulangan Bencana,
2011), tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun
percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau
batuan penyusun lereng. Tercatat dalam Data dan Sejarah Bencana Indonesia (DIBI) bahwa
Kabupaten Kulon Progo mengalami rawan tanah longsor yang merupakan paling sering terjadi
dan diikuti oleh bencana lainnya yang pernah terjadi. Kejadian bencana yang pernah terjadi
adalah Banjir, Cuaca Ekstrim dan Gempa Bumi (BPBD, Kulon Progo).
Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah, apakah karakteristik
bentang lahan yang bervariasi di Kabupaten Kulon Progo berpengaruh terhadap potensi
terjadinya bencana?

1.3 Tujuan dan Sasaran


1.3.1 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebencanaan wilayah pada daerah Kabupaten
Kulon Progo dilihat berdasarkan karakteristik bentanglahan.

1.3.2 Sasaran
Adapun sasaran dari penelitiaan yaitu sebagai berikut.
a. Identifikasi karakteristik bentanglahan di Kabupaten Kulon Progo
b. Identifikasi bencana alam yang sering terjadi di Kabupaten Kulon Progo
c. Analisis kebencanaan wilayah berdasarkan karakteristik bentanglahan di wilayah
Kabupaten Kulon Progo

1.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup penelitian, merupakan upaya untuk membatasi lingkup masalah yang
terlalu luas atau lebar sehingga lebih bisa difokuskan untuk dilakukan penelitian. Ruang
lingkup penelitian ini dibagi menjadi ruang lingkup materi serta ruang lingkup wilayah.
Berikut ruang lingkup yang difokuskan penulis:

1.4.1 Ruang Lingkup Materi


Ruang lingkup materi pada penelitian ini yakni kebencanaan wilayah yang dilihat dari
setiap wilayah yang memiliki karakteristik bentanglahan yang variatif. Bentanglahan yang
dimaksud dalam penelitian ini, mengacu pada definisi bentanglahan Menurut Tuttle (1975) yaitu
bentanglahan atau landscape merupakan kombinasi atau gabungan dari bentuklahan. Maka dapat
dimengerti bahwa unit analisis yang sesuai adalah unit bentuklahan. Oleh karena itu, untuk
menganalisis dan mengklasifikasikan bentanglahan selalu mendasarkan pada kerangka kerja
bentuklahan(landform).
Ruang lingkup penelitian ini dimulai dari identifikasi bentuk-bentuk bentanglahan,
identifikasi bencana alam yang sering terjadi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dan bagaimana
hubungan antara bentanglahan dan kebencanaan wilayah.

1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah


Lingkup wilayah penelitian ini adalah Kabupaten Kulon Progo yang terdiri dari tujuh
Kecamatan yaitu Girimulyo, Kokap, Samigaluh, Temon, Pengasih, Wates, dan Panjatan. Alasan
pemilihan lokasi penelitian tersebut berdasarkan wilayah dengan memiliki bentang lahan yang
bervariasi dan berdasarkan data dari inaRISK yaitu wilayah dengan tingkat potensi bahaya
bencana yang terdiri dari tujuh Kecamatan yaituGirimulyo, Kokap, Samigaluh, Temon,
Pengasih, Wates, Panjatan.
Gambar 1.1 Peta Wilayah Penelitian
Sumber : Peneliti, 2023
1.5 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan sebuah diagram atau gambaran yang berupa konsep yang
didalamnya menjelaskan mengenai suatu hubungan antara variabel yang satu dengan variabel
yang lainnya. Berikut merupakan kerangka berpikir yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran


Sumber : Peneliti, 2023

upaten Kulon Progo merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana alam diakibatkan banyak terdapat sungai dan hutan, serta berada pada patahan

Kabupaten Kulon Progo memiliki kondisi geografis dan morfologis wilayah yang dinilai berkorelasi kuat dengan potensi kebencanaan.

Mengidentifikasi
karakteristik bentanglahan
di Kabupaten Kulon Progo

Mengidentifikasi bencana
alam yang sering terjadi di
Kabupaten Kulon Progo

Menganalisis kebencanaan wilayah


berdasarkan karakteristik
bentanglahan di wilayah Kabupaten
Kulon Progo

Mengetahui kawasan bencana alam berdasarkan karakateristik


bentanglahan dalam waktu lima tahun terakhir
1.6 Metodologi Penelitian
Menurut Darmadi, metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan kegunaan tertentu (Thabroni, 2022). Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis spasial dengan menggunakan pendekatan analisis
Superimpose/overlay dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis overlay ini digunakan
untuk menganalisis kebencanaan wilayah berdasarkan bentanglahan yang diperoleh dari data
kebencanaan dan data bentuklahan.

1.6.1 Pendekatan Penelitian


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan spasial (SIG) dan Ekstrapolasi.
Pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mengolah data yang berupa spasial seperti
dengan meng-overlay data-data yang berkaitan dengan kebencanaan dan bentanglahan.
Selanjutnya, pendekatan ekstrapolasi untuk melihat tren bencana. Menurut Primandari &
Abdurakhman, (2013) pendekatan ekstrapolasi dipergunakan dalam memprediksi nilai dari suatu
data atau fungsi yang berada di luar interval (data awal yang telah diperoleh). Untuk dapat
memprediksi persamaan yang berada diluar interval maka sebelumnya perlu mengetahui atau
terlebih dulu hafal konsep dari suatu persamaan ketika hanya diberikan sebuah grafik untuk di
analisis dan didapatkan suatu prediksi (pendekatan yang tepat).

1.6.2 Tahap Penelitian


1. Tahap Persiapan
Dalam tahap ini, terdapat beberapa langkah-langkah yang dilakukan peneliti, ialah:
a. Penentuan judul dan lokasi penelitian
b. Penyusunan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian
c. Penelusuran studi literatur tentang konsep dan kriteria karakterisik bentanglahan
wilayah
d. Penyusunan gambaran umum serta metodologi penelitian yang meliputi
pendekatan penelitian, tahapan penelitian, wilayah penelitian, kebutuhan data,
teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.
2. Tahap Pengumpulan Data
Tahapan pengumpulan data diperoleh menggunakan teknik pengumpulan data secara
primer dan sekunder. Peneliti menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil
observasi langsung atau survey dan data sekunder diperoleh dari jurnal-jurnal,
publikasi/dokumen ilmiah maupun pemerintah, situs atau sumber lainnya.
3. Tahap Analisis Data
Tahapan analisis data bertujuan dalam mencapai sasaran penlitian. Penelitian ini
menggunakan teknik ekstrapolasi dan analisis overlay untuk menganalisis
kebencanaan wilayah berdasarkan karakteristik bentanglahan di Wilayah Penelitian,
kemudian output yang dihasilkan berupa peta kebencanaan wilayah berdasarkan
karakteristik bentanglahan.
4. Penutup
Selanjutnya, setelah semua data yang dikumpulkan dan melalui proses pengolahan,
maka hasil akhir atau output yang diharapkan dapat menjawab tujuan dan sasaran
dalam penelitian ini.

1.6.3 Pengumpulan Data Primer dan Sekunder


Data primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.
Dalam pengumpulan data primer memiliki beberapa cara, yaitu wawancara dan pengambilan
data secara langsung di instansi BPBD (Badan Penanggukangan Bencana Daerah) Kabupaten
Kulon Progo untuk melengkapi kebutuhan data sekunder. Data sekunder adala adalah sumber
yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sumber data sekunder dalam
penelitian ini didapatkan dari berbagai sumber antara lain dari dokumen instansi, buku, laporan,
jurnal, artikel dan informasi lainnya yang mempunyai hubungan dan relevan dengan masalah
yang dibahas dalam penelitian ini.

1.6.4 Alat dan Analisis Data


Untuk mengetahui kebencanaan berdasarkan karakteristik bentanglahan di wilayah
Kabupaten Kulon Progo, maka alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu overlay yang
terdapat dalam software ArcGIS 10.4.1 untuk menganalisis kebencanaan wilayah berdasarkan
karakteristik bentanglahan di Kabupaten Kulon Progo. Analisis overlay (tumpang tindih)
merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Secara sederhana overlay
disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan
secara fisik (Darmawan et al., 2017). Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis kebencanaan
wilayah berdasarkan bentanglahan yang diperoleh dari data kebencanaan dan data
bentanglahan.

Anda mungkin juga menyukai