Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL

PROGRAM
PENDIDIKAN
DOKTER
SPESIALIS-I
(PPDS-I)
ILMU
KEDOKTERAN
JIWA
FAKULTAS
KEDOKTERAN
2
023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................3
1. LATAR BELAKANG.........................................................................................3
2. SEJARAH............................................................................................................6
3. ANALISIS SITUASI...........................................................................................10
4. VISI, MISI, NILAI, TUJUAN, DAN STRATEGI..............................................12
5. MANFAAT STANDAR PENDIDIKAN PROFESI DOKTER SPESIALIS
ILMU KEDOKTERAN JIWA.............................................................................13
BAB II STANDAR PENDIDIKAN PROFESI DOKTER SPESIALIS
ILMU KEDOKTERAN JIWA...................................................................................15
A. STANDAR KOMPETENSI................................................................................15
B. STANDAR ISI....................................................................................................38
C. STANDAR PROSES PENCAPAIAN KOMPETENSI.....................................51
D. STANDAR RUMAH SAKIT PENDIDIKAN (RSP).........................................63
E. STANDAR WAHANA PENDIDIKAN.............................................................64
F. STANDAR DOSEN............................................................................................69
G. STANDAR TENAGA KEPENDIDIKAN.........................................................75
H. STANDAR PENERIMAAN MAHASISWA.....................................................75
I. STANDAR SARANA/PRASARANA...............................................................81
J. STANDAR PENGELOLAAN............................................................................85
K. STANDAR PEMBIAYAAN..............................................................................93
L. STANDAR PENILAIAN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI....................94
M. STANDAR PENELITIAN..................................................................................101
N. STANDAR PENGABDIAN MASYARAKAT..................................................108
O. STANDAR KONTRAK KERJASAMA RUMAH SAKIT
PENDIDIKAN DAN/ATAU WAHANA PENDIDIKAN
KEDOKTERAN DENGAN PERGURUAN TINGGI
PENYELENGGARA PENDIDIKAN
KEDOKTERAN.................................................................................................109
P. STANDAR PEMANTAUAN DAN PELAPORAN PENCAPAIAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU
KEDOKTERAN JIWA
.............................................................................................................................111
Q. STANDAR POLA PEMBERIAN INSENTIF UNTUK
MAHASISWA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
ILMU KEDOKTERAN JIWA............................................................................113
BAB III PENUTUP..................................................................................................................116
BAB I. PENDAHULUAN
.
1. Latar Belakang
Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, kesehatan jiwa
didefinisikan sebagai kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,
dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitasnya. Gangguan jiwa menurut American Psychiatric Association
merupakan kondisi kesehatan dimana individu tersebut mengalami perubahan dalam pola
pikir, emosi, atau perilaku maupun gabungan dari ketiga perubahan tersebut.
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa gangguan jiwa meliputi
berbagai masalah dengan tanda gejala yang berbeda serta berhubungan dengan distres atau
masalah dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau masalah keluarga. Secara umum, gangguan
jiwa ditandai oleh beberapa kombinasi dari pola pikir abnormal, emosi, perilaku, dan
hubungan dengan yang lain. Sedangkan definisi gangguan jiwa menurut Depkes RI adalah
suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa,
sehingga dapat menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran sosial.
Peranan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa di layanan kesehatan semakin
nyata oleh karena beberapa isu kunci pada gangguan jiwa, misalnya skizofrenia, depresi,
demensia, dan gangguan bipolar. Riset dari Institute for Health Metrics and Evaluation
University of Washington terkait Global Burden of Disease (GBD) 2019 menunjukkan
bahwa di Indonesia terjadi tren peningkatan jumlah pengidap gangguan kesehatan mental
dalam 30 tahun terakhir. Sementara pada tahun 2021, Kementerian Kesehatan RI
menyebutkan bahwa Indonesia memiliki prevalensi orang dengan masalah kesehatan jiwa
sekitar 1 dari 5 penduduk yang berarti ada sekitar 20% dari populasi Indonesia yang
berpotensi memiliki masalah kesehatan jiwa.
Gangguan jiwa terdiri dari berbagai masalah yang ditandai oleh beberapa kombinasi
abnormal pada pikiran, emosi, perilaku dan hubungan dengan orang lain. Contohnya
adalah skizofrenia, depresi, cacat intelektual dan gangguan karena penyalahgunaan
narkoba, gangguan afektif bipolar, demensia, cacat intelektual dan gangguan
perkembangan termasuk autisme. Pada saat pandemi Covid-19 yang terjadi sejak
Desember 2019, permasalahan kesehatan jiwa turut berdampak semakin berat untuk
diselesaikan akibat menyebarnya perasaan kecemasan, ketakutan, tekanan mental akibat
isolasi, pembatasan jarak fisik dan hubungan sosial, serta masalah ekonomi sebagai
dampak dari pandemi.
Penegakan diagnosis gangguan jiwa secara internasional disesuaikan dengan
panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5)
dan International Classification of Diseases 11th (ICD-11), sedangkan di Indonesia
merujuk kepada Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ-III) dan
DSM-5. Keterampilan dan pengetahuan untuk menerapkan hal tersebut termasuk dalam
kompetensi Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa. Keberhasilan mengatasi masalah
kesehatan jiwa sangat bergantung pada peran dan kemampuan Dokter Spesialis Ilmu
Kedokteran Jiwa, meliputi keterampilan pemeriksaaan status mental, ketepatan diagnosis,
kemampuan memberi usulan terapi, dan komunikasi yang efektif.
Latar belakang ini telah memperkuat kebutuhan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran
Jiwa yang memiliki kompetensi dalam penentuan diagnosis, terapi, pencegahan, dan
edukasi gangguan jiwa. Jumlah kasus gangguan kesehatan jiwa yang terus meningkat di
Indonesia tidak diimbangi dengan jumlah dokter dan tenaga medis di bidang kesehatan
jiwa. Jumlah dokter yang menangani masalah kejiwaan tidak sebanding dengan jumlah
pasien gangguan jiwa. Rasio dokter spesialis kedokteran jiwa (psikiater) di Indonesia
masih sangat kurang yaitu 1 : 200.000 penduduk. Artinya setiap 1 psikiater harus melayani
200.000 penduduk. Rasio ini masih jauh dari standar WHO yang mensyaratkan rasio
psikiater dan jumlah penduduk idealnya 1 : 30.000. Kemudian ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehatan juga masih belum memadai. Di samping itu, sangat dibutuhkan
kerjasama berbagai profesi pelayanan kesehatan, termasuk Spesialis Ilmu Kedokteran
Saraf, untuk secara komprehensif menyingkirkan etiologi gangguan mental organik terkait
penyakit neurologi.

Pengembangan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu kedokteran jiwa di


Indonesia
Untuk memenuhi kebutuhan yang teridentifikasi di atas, program pendidikan
Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Jiwa (Sp.KJ) secara nasional di Indonesia telah
dikembangkan berdasarkan misi Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di
Indonesia (PDSKJI), yaitu sebagai berikut:
• Mensosialisasikan ilmu kedokteran jiwa pada masyarakat
• membantu program pemerintah dan organsiasi yang bergerak di bidang kesehatan jiwa untuk
meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat.

Program Pendidikan Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa Indonesia bertujuan untuk


memberikan standar pendidikan Ilmu Kedokteran Jiwa berstandar global pada tahun 2025.
Hal ini harus direalisasikan dengan memberdayakan pakar terkait untuk memberikan
pelatihan yang sesuai dengan berbagai tingkat layanan kesehatan yang mampu menjangkau
spektrum yang luas, mulai kasus-kasus sederhana sampai kasus sulit dan kompleks.Visi,
misi, dan tujuan pendidikan dari Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran
Jiwa dijelaskan pada bab ini.
Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa di Indonesia saat ini
dibentuk berdasarkan Standard program pendidikan dokter spesialis Indonesia, ditambah
dengan kebijakan internasional dan nasional yang berlaku, antara lain, mengenai kebijakan
untuk menerapkan kompetensi dan kurikulum pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik (Student Centered Learning). Kurikulum telah dikembangkan berdasarkan standar
kompetensi yang ditetapkan oleh pusat pendidikan di perguruan tinggi di Indonesia.

Urgensi Penyelenggaran
Rencana penyelenggaraan Prodi PPDS Ilmu Kedokteran Jiwa di FK USK, Rumah
Sakit Jiwa Aceh/ RSUDZA berkaitan dengan kebutuhan pelayanan Kedokteran Jiwa yang
semakin meningkat. Sementara itu, jumlah Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa saat ini di
Aceh masih sangat kurang dan distribusi yang tidak merata, sehingga masyarakat di daerah
kab/kota sangat sulit untuk mendapatkan pelayanan Kedokteran Jiwa dengan baik.
Sementara itu gangguan mental saat ini sangat banyak sehinggga dibutuhkan lebih banyak
lagi Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa. Ditambah lagi dengan keluarnya Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 30 Tahun 2019 tentang klasifikasi dan perijinan rumah sakit, yang
mewajibkan adanya Sp.KJ di rumah sakit tipe A dan B. Di provinsi Aceh terdapat 23
kabupaten/kota, namun hanya ada 16 orang Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa dan
semuanya bertugas di RSJ sebagai RS rujukan Provinsi padahal ada 10 rumah sakit lain
dengan tipe B yang tersebar di seluruh kab/kota di Provinsi Aceh (Tabel 1).
Berdasarkan uraian di atas maka Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
yang terakreditasi A memandang perlu dibuka prodi baru Spesialis-I Kedokteran Jiwa agar
dapat menambah jumlah Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa untuk mengatasi masalah
kelangkaan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di Indonesia, terutama di Provinsi Aceh dan
daerah sekitarnya.

2. Sejarah
A. Sejarah Perkembangan Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan
di Aceh
Pada tanggal 10 November 1964 Gagasan dan pemikiran untuk mendirikan
Fakultas Kedokteran di Universitas Syiah Kuala, pertama kali dicetuskan oleh Drs.
Marzuki Nyak Man sebagai panitia Presidium Universitas Syiah Kuala. Panitia ini yang
diketuai oleh T. Oesman Jacob (Walikota Banda Aceh) dan H. Zaini Bakri (Bupati Aceh
Besar) sebagai wakil ketua, belum mampu merealisasikan lahirnya Fakultas Kedokteran di
Universitas Syiah Kuala karena banyak persyaratan yang belum dapat dipenuhi, di
antaranya Rumah Sakit Umum Banda Aceh belum punya kemampuan untuk dapat
mendidik calon dokter, dana dan berbagai fasilitas prasarana dan sarana lainnya juga masih
mempunyai kendala yang sangat besar, di pihak lain Universitas Syiah Kuala masih
berusia relatif muda.
Pada tanggal 23 Juni 1979 Gubernur Daerah Istimewa Aceh waktu itu, Prof. A.
Madjid Ibrahim membentuk Badan Persiapan Pendirian Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh. Dewan Penasehat adalah gubernur dan muspida
lainnya, sebagai ketua ditunjuk Muhammad Hasan Basri (Sekwilda Daerah Istimewa
Aceh), Wakil Ketua I Prof. DR. Ibrahim Hasan (Rektor Universitas Syiah Kuala) dan
Wakil Ketua II Dr. Yulidin Away, sekretaris Dr. Nek Muhammad (Direktur RSU Banda
Aceh), Bendahara Dr. Kamaruzzaman. Sebagai Pembantu Umum merangkap anggota yaitu
Drs. Karimuddin Hasybullah, Dr. Ridhwan Ibrahim, Sp. B dan Dr. T. Makmur Mohd.
Zein, SKM
Pada bulan Januari 1980, Konsorsium Ilmu Kedokteran dari Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi menetapkan Program Pengembangan Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala segera terwujud dan Rektor Universitas Syiah Kuala pada tanggal 14 Mei
1980 membentuk Tim Inti Pendirian Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
Kemudian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 27 Agustus 1980,
menugaskan Universitas Syiah Kuala dan Konsorsium Ilmu Kedokteran untuk
mempersiapkan pembukaan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
Pada tahap awal Universitas Syiah Kuala bekerjasama dengan beberapa
universitas negeri lainnya seperti Universitas Sumatera Utara, Universitas Andalas,
Universitas Sriwijaya, Universitas Padjadjaran, Universitas Diponegoro, Universitas
Gajah Mada, Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga, Universitas Udayana dan
Universitas Hasanuddin. Adapun bentuk kerjasama yang dilakukan adalah dalam rangka
pengembangan calon staf pengajar dan proses seleksi calon-calon mahasiswa untuk
dididik di Fakultas Kedokteran pada universitas-universitas yang telah disebutkan di atas,
dengan status tugas belajar untuk kemudian mengabdikan diri kepada Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala. Pada tanggal 1 April 1982, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Dr. Daoed Joesoef menyampaikan Keputusan Presiden RI No. 16 tahun 1982 tentang
susunan organisasi Universitas Syiah Kuala yang di antaranya menyatakan bahwa
Universitas Syiah Kuala terdiri dari antara lain Fakultas Kedokteran.
Sejak 4 September 2006 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala menerapkan kurikulum baru bagi mahasiswa angkatan tahun
ajaran 2006/2007 yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum Inti
Pendidikan Dokter Indonesia - III (KIPDI III). Untuk implementasi KIPDI III disusun
kurikulum Fakultas yang disahkan oleh Senat Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala. Lama studi dengan KBK ini 11 semester (5,5 tahun) yang terdiri dari tahap
akademik 7 semester (3,5 tahun) dan tahap profesi 4 semester (2 tahun). Proses
pembelajaran KBK menggunakan metode PBL. Mulai Juli 2013 Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala menerapkan revisi
kurikulum 2006 yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2013 sebelum
Implementasi disahkan oleh Senat FK Unsyiah.
Pada pelaksaan kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2013, lama pendidikan
Sarjana dan Profesi sama dengan Kurikulum 2006. Proses pembelajarannya tetap
menggnakan metode Problem Based Learning, hanya persentase perkuliahan lebih
ditingkatkan pada Kurikulum KBK 2013. Pada tahun 2003 Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala membuka Program Pendidikan Dokter Spesialis (SP-I) pertama
yaitu Bedah Umum dan ilmu kesehatan anak, Pada tahun 2004 Membuka Program
Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Pada tahun 2013 membuka prodi OBGYN,
Pada tahun 2016 membuka Program Pendidikan Dokter Spesialis THT-KL, Program
Pendidikan Dokter Spesialis Pulmonologi dan Respirasi, dan Program Pendidikan Dokter
Spesialis Neurologi Pada tahun 2017 Fakultas Kedokteran Univesitas Syiah Kuala
kembali membuka Program Pendidikan Dokter Spesialis yaitu Anestesi dan Terapi
Intensif, Program Pendidikan Dokter Spesialis Kardiologi, dan pada tahun 2018 Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala membuka Program Magister (S2) Ilmu Kesehatan
Masyarakat/Ilmu Kesehatan Komunitas. Hingga pada tahun 2019, Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala membuka 3 prodi baru yaitu Program Pendidikan Dokter,
Program Pendidikan Dokter Spesialis Bedah Plastik dan Program S-3 Doktor di bidang
Ilmu Kedokteran.
Sejalan dengan pendirian FK Unsyiah maka ditunjuklah Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) sebagai RS Pendidikan utama. Adapun
perkembangan Rumah sakit ini meliputi pendirian pada tanggal 22 Februari 1979 atas
dasar Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 551/ Menkes/ SK/2F/1979 yang menetapkan
RSU dr. Zainoel Abidin sebagai rumah sakit kelas C. Selanjutnya dengan SK Gubernur
Daerah Istimewa Aceh No. 445/173/1979 tanggal 7 Mei 1979 Rumah Sakit Umum (RSU)
dr. Zainoel Abidin ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Zainoel
Abidin. Kemudian dengan adanya Fakultas Kedokteran Unsyiah, maka dengan SK
Menkes RI No. 233/Menkes/SK/ IV/1983 tanggal 11 Juni 1983, RSUD dr. Zainoel Abidin
ditingkatkan kelasnya menjadi rumah sakit kelas B Pendidikan dan rumah sakit rujukan
untuk Propinsi Daerah Istimewa Aceh.
Dalam rangka menjamin peningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan
sesuai kebutuhan masyarakat serta optimalisasi fungsi rumah sakit rujukan dan juga
sebagai rumah sakit pendidikan, maka dengan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Aceh Nomor 8 Tahun 1997 tanggal 17 Nopember 1997 dilakukan penyempurnaan Susunan
Organisasi dan Tata Kerja RSUD dr. Zainoel Abidin. Selanjutnya berdasarkan SK Menkes
RI No.153/Menkes/SK/II/1998 tentang Persetujuan Rumah Sakit Umum Daerah digunakan
se bagai tempat pendidikan calon dokter dan dokter spesialis.
Sesuai dengan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 04 Tahun 2010 tentang Status
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin, RSUDZA telah menjalankan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum menerapkan PPK-BLUD secara bertahap.
Dengan menimbang fleksibilitas PPK-BLUD yang belum diatur maka telah dilakukan
perubahan dengan dasar diterbitkannya Peraturan Gubernur Aceh Nomor 67 Tahun 2010.
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan Utama
Fakultas Kedokteran Universitas Syah Kuala Banda Aceh sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK.03.05/III/327/2011 yang ditetapkan di
Jakarta pada tanggal 24 Januari 2011.
Dengan meningkatkan mutu dan kemampuan pelayan kesehatan dalam upaya
kebutuhan masyarakat akan pelayanan dan sejalan dengan keberhasilan pembangunan,
maka berdasarkan analisis organisasi, fasilitas dan kemampuannya, Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin telah memenuhi persyaratan dan kemampuannya untuk menjadi
rumah sakit Kelas A, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor : 1062/ MENKES/SK/2011 tentang peningkatan kelas Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Zainoel Abidin menjadi tipe kelas A yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Juni
2011.
Setelah memenuhi berbagai persyaratan substantif, teknis, dan administratif secara
memuaskan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka pada tanggal 20
Desember 2011, Gubernur Aceh telah menetapkan Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Zainoel Abidin menjadi Satuan Kerja Perangkat Aceh yang menerapkan status PPK-
BLUD secara penuh dalam Keputusan Gubernur 445/685/2011. Saat ini, RSUD dr Zainoel
Abidin adalah rumah sakit negeri kelas A dengan meraih akreditasi paripurna dari Komite
Akreditasi Rumah Sakit (KARS) pada 2015. Rumah sakit ini mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah ditetapkan sebagai
rujukan tertinggi atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat.
Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh merupakan rumah sakit khusus pertama yang
dibangun di Aceh pada masa kolonial belanda. Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh pada
awalnya berada di Sabang, setelah Perang Dunia ke- 2 meletus Jepang datang untuk
menguasai seluruh wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia, Sabang menjadi salah satu
tempat pertahanan paling strategis untuk basis militer, kedatangan tentara Jepang ke
Sabang menghancurkan beberapa fasilitas penting salahsatunya Rumah Sakit Jiwa Sabang
yang menjadi cikal bakal Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh. Setelah kemerdekaan Rumah
Sakit Jiwa Sabang dipindahkan ke Banda Aceh, karena tidak memiliki ruangan maka
digunakan sebagian ruangan Rumah Sakit Kuta Alam (sekarang Kesdam), kemudian
dipindahkan ke Lhok Nga tahun 1963, pada tahun 1976 Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh
dipindahkan ke lokasi sekarang ini dan terus mengalami perkembangan baik fasilitas,
pasien maupun pelayanannya.
B. Sejarah Perkembangan Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran
Jiwa di Indonesia
Perkembangan Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di Indonesia
merupakan kelanjutan dari perkembangan profesi kedokteran pada umumnya. Penelusuran
terhadap jejak perkembangan dan perjalanan Program Studi (Prodi) Kedokteran Jiwa
selama beberapa dekade ini ternyata tidak dapat terlepas dari napak tilas sejarah
Departemen Psikiatri di Jakarta itu sendiri. Dalam perjalanan awalnya, Ilmu Psikiatri dan
Ilmu Neurologi berada di bawah payung besar Ilmu Penyakit Dalam. Baru kemudian
Neurologi dan Psikiatri memisahkan diri dari Ilmu Penyakit Dalam dan berkembang
menjadi bagian tersendiri. Perjalanannya perkembangan Ilmu Psikiatri di Indonesia
tersebut bisa dikatakan dimulai sejak dr. Van Wulfften Palthe diangkat menjadi Guru
Besar, sekaligus sebagai kepala bagian Neurologi dan Psikiatri Geneeskundige
Hoogeschool pada tahun 1928. Prof. Van Wulfften Palthe memimpin Bagian Neurologi
dan Psikiatri sampai masa pendudukan Jepang (1942). Pada masa kepemimpinan dr. Van
Wulfften Palthe tersebut, kebutuhan khusus di bidang pendidikan psikiatri mulai menjadi
perhatian sehingga pada tahun 1932 didirikanlah Klinik Psikiatri CBZ (Centrale
Burgelijke Ziekenhuis) di Jakarta, yang saat ini dikenal dengan nama Rumah Sakit dr.
Cipto Mangunkusumo. Pada masa tersebut, pendalaman Ilmu Psikiatri secara khusus mulai
dilakukan dengan cara magang yang bersifat sederhana dan pribadi di rumah sakit jiwa
selama tiga tahun.
Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu kedokteran jiwa pertama didirikan pada
tanggal 18 Agustus 1992 di Jakarta, di Universitas Indonesia, dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi (SK Dirjen Dikti) No.370 / Dikti / Kep / 1992). Kemudian
berdiri berturut-turut pusat Pendidikan Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa di kota lain, yakni
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga tahun 2010, Universitas Diponegoro Semarang
tahun 2011, Universitas Gadjah mada Yogyakarta tahun 2011, Universitas Brawijaya
Malang tahun 2017, Universitas Udayana Denpasar Bali tahun 2016, dan Universitas
Hasanuddin Makassar tahun 2016, sehingga sampai tahun 2021 sebanyak 7 senter
Pendidikan Spesialis Ilmu kedokteran jiwa sudah berdiri di Indonesia.
Kurikulum disusun dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
2010 pasal 97 tentang Pengembangan dan Pengorganisasian Kurikulum Pendidikan Tinggi
Berbasis Kompetensi, sebagai tindak lanjut dari Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
(Kepmendiknas) No. 232/U/2000 tentang Pedoman Untuk Mengembangkan Pendidikan
Tinggi. Selain itu, juga mengacu pada beberapa undang-undang untuk menyusun
kurikulum, antara lain: Undang- Undang Pendidikan Kedokteran Nomor 20 Tahun 2013,
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Keputusan Menteri
Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Indonesia tentang Standar
Pendidikan Tinggi Nasional No. 44/2015.
Kurikulum nasional yang diperluas telah dikembangkan berdasarkan pertimbangan
perubahan paradigma pendidikan global di Indonesia. Pendidikan program pasca sarjana,
dalam hal ini Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu kedokteran jiwa harus menggunakan
kurikulum berbasis kompetensi, karena fokus utama pembelajaran pada tingkat pendidikan
ini bertujuan untuk mencapai kompetensi residen pada akhir pendidikan. Kompetensi tidak
hanya mengacu pada bidang kognitif, tetapi juga pada psikomotor dan afektif. Proses
pembelajaran dimulai sejak pendidikan dokter hingga pendidikan pascasarjana, dalam hal
ini pendidikan spesialis; oleh karena itu model pembelajaran berpusat pada residen
(student-centered learning) yang lebih dikehendaki dibanding pendidikan berpusat pada
guru. Selain itu, fokus utama selama proses pendidikan yaitu dilakukan pendidikan
berbasis kerja dan dilakukan di tempat pelayanan kesehatan. Lulusan diharapkan memiliki
tingkat kompetensi penelitian sesuai standar Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
(KKNI). Dengan cara ini, residen diharapkan mencapai kompetensi yang disyaratkan dan
bekerja sesuai kompetensinya.

3. Analisis Situasi
Rencana penyelenggaraan Prodi PPDS Kedokteran Jiwa di FK USK/RSJ/
RSUDZA berkaitan dengan kebutuhan pelayanan Kesehatan Jiwa yang semakin meningkat
baik di tingkat lokal maupun nasional. Jumlah Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa saat ini di
Aceh bahkan di Sumatera masih sangat kurang dan distribusi yang tidak merata, sehingga
masyarakat di daerah kab/kota sangat sulit untuk mendapatkan pelayanan Kesehatan Jiwa
dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas maka Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
yang terakreditasi Unggul memandang perlu dibuka prodi baru Spesialis-I Ilmu
Kedokteran Jiwa agar dapat menambah jumlah Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa
untuk mengatasi masalah kelangkaan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa di Indonesia,
terutama di Provinsi Aceh dan Sumatera.
Tabel 1. Tipe Rumah Sakit di Provinsi Aceh
Tipe Rumah Sakit
N Nama Rumah Sakit
Tipe Tipe
o
A B
1 RSUD Zainal Abdin A
2 RSU Jiwa Aceh B
3 RSUD Meuraxa B
4 RSUD dr.H.Yuliddin Away – Tapak Tuan B
5 RS Ibu dan Anak – Banda Aceh B
6 RSUD Cut Meutia – Aceh Timur B
7 RSU dr. Fauziah – Bireuen B
8 RSUD Datu Beru – Takengon B
9 RSUD Langsa B
10 RSUD Tk.II Iskandar Muda B
11 RSUD Tgk. Cheik Di Tiro – Sigli B
4. Visi, Misi, Nilai, Tujuan, danStrategi

Visi

Menjadikan pusat pendidikan dokter spesialis kedokteran jiwa yang unggul,


kompetitif, inovatif, dan mampu berkolaborasi pada tingkat nasional pada tahun 2030.

Misi
1. Menyelenggarakan Pendidikan kedokteran spesialistik di Bidang Ilmu
Kedokteran Jiwa yang berkualitas, unggul guna menghasilkan lulusan yang memilki
kompetensi, inovatif, sesuai standar nasional.
2. Menyelenggarakan penelitian dan pengabdian masyarakat di bidang Ilmu
Kedokteran Jiwa dengan keunggulan di bidang Kebencanaan.
3. Mengadakan kerja sama dengan lembaga/instisutional dalam rangka
mendorong percepatan peningkatan kapasitas prodi Ilmu Kedokteran Jiwa di tingkat
nasional dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di Bidang Ilmu
Kedokteran Jiwa.
4. Menyelenggarakan tata kelola Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa yang
berorientasi mutu.

Nilai

Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa menjunjung tinggi nilai-nilai: Kejujuran,


Keadilan, Profesionalisme, dan Bertanggung jawab.
Tujuan
• Tujuan Umum
Tujuan umum PPDS-I ialah setelah melalui proses belajar dengan suatu kurikulum baku,
menghasilkan lulusan yang:
– Mempunyai rasa tanggung jawab dalam pengamalan ilmu kedokteran sesuai dengan kebijakan
pemerintah berdasarkan Pancasila.
– Mempunyai pengetahuan yang luas dalam bidangnya serta mempunyai keterampilan dan sikap
yang baik sehingga mampu memahami dan memecahkan masalah kesehatan secara ilmiah dan
dapat mengaplikasikan ilmu kesehatan kepada masyarakat sesuai dengan bidang keahliannya
secara optimal (psikiatri).
– Mampu menentukan, merencanakan, melaksanakan pendidikan dan penelitian secara mandiri,
dan mengembangkan ilmu ke tingkat akademi yang lebih tinggi.
– Mampu mengembangkan sikap pribadi sesuai dengan etik ilmu dan etik profesi.

• Tujuan Khusus
Tujuan khusus ialah menghasilkan dokter spesialis ilmu kedokteran jiwa berstandar
internasional yang mempunyai kemampuan sebagai berikut:
– Mengenal, merumuskan, menyusun prioritas, dan menanggulangi masalah kesehatan jiwa
secara kritis analitik, rasional-ilmiah, kompeten dan bertanggung jawab.
– Melakukan pemeriksaan, menegakkan diagnosis, menyusun strategi perencanaan/penatalaksaan
terapi, perawatan, rehabilitasi dan promosi/prevensi, serta melaksanakan sistem rujukan secara
professional dalam bidang psikiatri.
– Melaksanakan integrasi Konsultasi-Liaison Kedokteran Jiwa dengan bidang-bidang spesialistik
ilmu kedokteran dan non-kedokteran lainnya secara professional.
– Mampu memberdayakan sistem kesehatan jiwa masyarakat (psikiatri komunitas) terutama yang
berkaitan erat dengan kebencanaan.
– Menunjukkan sifat dan sikap pribadi yang serasi untuk profesi psikiatri sesuai dengan kode etik
kedokteran pada umumnya dan kode etik profesi psikiatri pada khususnya.
– Meningkatkan dan mengembangkan diri dalam bidang pelayanan dan pengetahuan di bidang
kedokteran umumnya dan psikiatri khususnya, dengan prinsip pembelajaran seumur hidup.
Manfaat
a. Bagi dokter:
1. Standar pendidikan profesi dokter spesialis Kedokteran Jiwa disusun agar
menjadi acuan bagi dokter dalam diagnosis serta tatalaksana.
2. Standar pendidikan profesi dokter spesialis Kedokteran Jiwa dapat digunakan
untuk menyesuaikan kompetensi dokter spesialis lainnya agar tidak timbul
tumpang tindih.
b. Bagi institusi pendidikan:
Standar Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa disusun agar menjadi acuan bagi
penyelenggaraan Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di Indonesia. Semua
program studi diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang memiliki standar
kompetensi yang sama.
1. Standar Pendidikan profesi dokter spesialis Kedokteran Jiwa merupakan suatu
instrumen yang dapat dipergunakan oleh program Pendidikan Dokter Spesialis
Ilmu Kedokteran Jiwa untuk tetap menjaga mutu dengan menilai kualitas proses
pendidikan dan menjamin tercapainya tujuan pendidikan sesuai dengan
kompetensi yang diharapkan.
2. Standar Pendidikan profesi dokter spesialis Kedokteran Jiwa dapat pula
dipergunakan untuk kepentingan evaluasi diri dalam rangka perencanaan
program perbaikan kualitas proses pendidikan secara berkelanjutan.
c. Bagi pemerintah:
1. Standar Pendidikan profesi dokter spesialis Kedokteran Jiwa dapat menjadi
acuan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan terkait diagnosis dan
tatalaksana.
2. Standar Pendidikan profesi dokter spesialis Kedokteran Jiwa dapat menjadi
acuan bagi pemerintah untuk dapat memetakan kebutuhan sumber daya terkait
sumber daya manusia, sarana dan prasarana
d. Bagi masyarakat:
1. Standar Pendidikan Profesi Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa dapat
dimanfaatkan sebagai acuan dalam memperoleh layanan kesehatan yang
menunjang diagnosis dan tatalaksana.
2. Standar Pendidikan profesi dokter spesialis Kedokteran Jiwa dapat
dimanfaatkan sebagai sarana penjaminan akuntabilitas proses pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai