Bab 2
Bab 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak
uterus yang menyebabkan terjadinya dilatasi progresif dari serviks, kelahiran bayi,
dan kelahiran plasenta, dan proses tersebut merupakan proses alamiah (Rohani,
dkk, 2011).
2. Persalinan buatan, yaitu persalinan dengan tenaga dari luar dengan ekstraksi
7
8
(viable), berat janin di bawah 1.000 gram atau usia kehamilan di bawah 28
minggu.
2. Partus prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi pada umur kehamilan
28-36 minggu. Janin dapat hidup, tetapi prematur; berat janin antara 1.000-
2.500 gram.
3. Partus matures/aterm (cukup bulan) adalah partus pada umur kehamilan 37-
sampai 10 cm. Kala I dinamakan juga kala pembukaan. Kala II disebut juga
dengan kala pengeluaran, oleh karena kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin
9
di dorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau disebut juga kala uri, plasenta
terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta
berikut:
mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah
uterus dan pembukaan serviks, hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm).
Persalinan kala I dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten dan fase aktif
1) Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai sejak awal
2) Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam dan
cm atau lengkap.
10
Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya
meningkat (kontraksi dianggap adekuat jika terjadi tiga kali atau lebih dalam
waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih) dan terjadi penurunan
multigravida. Pada primigravida, ostium uteri internum akan membuka lebih dulu,
sehingga serviks akan mendatar dan menipis, kemudian ostium internum sudah
sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan
cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II pada primipara berlangsung
menunjukkan:
11
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30
2) Merasa gembira, lega, dan bangga akan dirinya; juga merasa sangat lelah.
1) Tingkat kesadaran.
3) Kontraksi uterus.
uterus berkontraksi.
12
2) Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang antara
4) Periksa perineum dari perdarahan aktif (misalnya apakah ada laserasi atau
episiotomi).
penilaian dilakukan.
selama persalinan, dalam upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan
terlatih.
petugas terlatih.
1) Timbul rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur.
13
2) Keluar lendir bercampur darah (bloody show) yang lebih banyak karena
robekan kecil pada serviks. Sumbatan mukus yang berasal dari sekresi
normal terjadi pada kala I persalinan. Hal ini terjadi pada 12% wanita, dan
lebih dari 80% wanita akan memulai persalinan secara spontan dalam 24 jam.
4) Pada pemeriksaan dalam: serviks mendatar dan pembukaan telah ada. Berikut
ini adalah perbedaan penipisan dan dilatasi serviks antara nulipara dan
multipara.
a. Nulipara
pembukaan.
b. Multipara
Pada multipara sering kali serviks tidak menipis pada awal persalinan,
tetapi hanya membuka 1-2 cm. Biasanya pada multipara serviks akan
bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala
ataupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
International Association for the Study of Pain (2012) nyeri didefenisikan sebagai
menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial,
akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier et al., 2010). Kebanyakan sensasi nyeri
adalah akibat dari stimulasi fisik dan mental atau stimuli emosional (Potter &
Perry, 2006).
15
Teori pola diperkenalkan oleh Goldscheider pada tahun 1989, teori ini
rangsang oleh pola tertentu, dimana nyeri ini merupakan akibat dari stimulasi
reseptor yang menghasilkan pola dari impuls saraf (Saifullah, 2015). Teori pola
adalah rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal medulla spinalis dan
rangsangan aktifitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respon yang merangsang
bagian yang lebih tinggi yaitu korteks serebri dan menimbulkan persepsi, lalu otot
bahwa nyeri di sebabkan oleh berbagai reseptor sensori yang di rangsang oleh
pola tertentu, dimana nyeri ini merupakan akibat dari stimulasi reseptor yang
menghasilkan pola dari impuls saraf (Saifullah, 2015). Teori pola adalah
rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal medulla spinalis dan
rangsangan aktifitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respon yang merangsang
bagian yang lebih tinggi yaitu korteks serebri dan menimbulkan persepsi, lalu otot
16
Nyeri akut adalah nyeri yang timbul secara mendadak dan berlangsung
dalam waktu singkat kurang dari 6 bulan (Black & Hawks, 2014). Nyeri akut
memiliki sedikit kerusakan jaringan serta respon emosional (Potter & Perry,
2009). Nyeri akut biasanya disebabkan oleh trauma, bedah, atau inflamasi
(Prasetyo, 2010). Durasi nyeri akut berkaitan dengan faktor penyebab dan
umumnya dapat diperkirakan (Price & Wilson, 2006). Nyeri akut dapat diredakan
nyeri akut (Hariyanto & Sulistyowati, 2015). Nyeri kronis merupakan nyeri yang
timbul secara perlahan-lahan dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama
yaitu lebih dari 6 bulan (Hidayat, 2009). Nyeri dapat berupa hal yang bersifat
kanker atau bukan. Contoh dari nyeri yang bersifat bukan kanker termasuk artritis,
nyeri punggung (low back pain), nyeri miofasial, sakit kepala dan neuropatik
17
perifer. Nyeri kronis yang bersifat bukan kanker biasanya tidak mengancam
hidup. Terkadang area yang terkena cedera telah sembuh bertahuntahun lalu,
namun nyeri yang dirasakan masih tetap berlanjut dan menunjukkan tidak adanya
respon terhadap pengobatan (Potter & Perry, 2009). Nyeri kronis berlangsung
lebih lama dari yang diharapkan,tidak selalu memiliki penyebab yang dapat
diidentifikasi, dan dapat memicu penderitaan yang teramat sangat bagi seseorang
(Potter & Perry, 2009). Berbeda dengan nyeri akut, nyeri kronis memiliki
neurofisiologis dan tujuan yang lebih kompleks dan sulit dipahami (Lemone,
fisik dan sosial (Price & Wilson, 2006). Pasien dengan nyeri kronis mungkin
Nyeri kronis intermitten (hilang- timbul) yaitu nyeri yang muncul pada
periode tertentu, di waktu yang lain, klien tidak merasakan nyeri. Contohnya
18
Nyeri nonmaligna kronis merupakan nyeri yang tidak mengancam jiwa dan
Ada dua macam bentuk nyeri superficial. Bentuk yang pertama adalah
nyeri dengan onset yang tiba-tiba dan mempunyai kualitas yang tajam dan bentuk
kedua adalah nyeri dengan onset yang lambat disertai rasa terbakar. Nyeri
superficial ini (Prasetyo, 2010). Contohnya klien dengan luka sayatan dengan
Nyeri somatik dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot, tendon,
ligamentum, tulang, sendi, dan arteri. Struktur-struktur ini memiliki lebih sedikit
19
reseptor nyeri sehingga lokalisasi nyeri sering tidak jelas. Nyeri dirasakan lebih
difus (menyebar) berbeda dengan nyeri superficial yang mudah untuk dilokalisir
Nyeri visceral mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh.
Nosiseptor visera terletak didalam bagian organ dan celah bagian dalam.
Terbatasnya jumlah nosiseptor di area ini menghasilkan nyeri yang biasanya lebih
menyakitkan dan berlangsung lebih lama dari nyeri somatik. Nyeri visera sangat
sulit untuk dilokalisasi dan beberapa cedera pada jaringan visera mengakibatkan
terjadi nyeri yang menjalar,dimana sensasi nyeri berada dia area yang sebenarnya
tidak berkaitan dengan lokasi cedera (Black & Hawks, 2014). Contoh dari nyeri
berbeda, bukan dari daerah asal nyeri. Misalnya, nyeri pada lengan kiri atau
rahang berkaitan dengan iskemia jantung atau serangan jantung (Smeltzer & Bare,
2002).
Central pain adalah nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem
saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus, dan lain-lain (Luckmann &
Sorensen’s, 1987).
20
menghilang. Incidental ini terjadi pada pasien yang mengalami nyeri kanker
Steady pain adalah nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
waktu yang lama. Pada distensi renal kapsul dan iskemik ginjal akut merupakan
salah satu jenis steady pain. Tingkatan nyeri yang konstan pada obstruksi dan
Proximal pain adalah nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ±10-15 menit, lalu menghilang, kemudian
timbul lagi. Nyeri ini terjadi pada pasien yang mengalami Carpal Tunnel
reseptor nyeri (Tamsuri, 2004). Reseptor nyeri atau sering disebut nosiceptif
adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya pada stimulus yang
cepat yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang.
21
daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya tumpul dan sulit dilokalisasi (Tamsuri,
2004).
menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimuli ini
dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri)
sensoris menyusul proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf
A delta dan serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis
analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh pada saat nyeri masuk ke kornu
posterior medula spinalis. Proses acenden ini di kontrol oleh otak. Sistem
memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla
spinalis. Kornu posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup
atau terbukanya pintu nyeri tersebut diperankan oleh sistem analgesik endogen
tersebut di atas. Proses modulasi inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi
2.2.4.4 Persepsi
individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks
(BCGuidelines.ca, 2011):
1. Onset: Kapan nyeri muncul?, Berapa lama nyeri?, Berapa sering nyeri
muncul?
Skala deskriptif verbal (VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari
tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama di
sepanjang garis. Pendeskripsian ini dirangking dari “tidak nyeri” sampai “nyeri
tidak tertahankan”. Perawat menunjukan klien skala tersebut dan meminta klien
untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan (Potter & Perry, 2006).
Deskriptif
intensitas nyeri. Skala terdiri dari 11 poin yang mana 0 menunjukkan “tidak ada
nyeri” dan 10 menunjukkan “nyeri sangat berat”, penilaian dari 1-4 disamakan
dengan nyeri ringan, 5-6 untuk nyeri sedang, dan 7-10 untuk nyeri berat
Gambar 2.2 Skala Nyeri Numerik (McCafferey & Beebe, 1993 dalam Phonna,
2015)
24
VAS adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada ujungnya. Skala ini memberi
klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri (Potter & Perry,
2006).
Skala wajah terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang
secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang sangat
sedih sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat) (Potter & Perry,
2006).
2.2.7.1 Farmakologis
yang paling umum dan efektif. Analgesik adalah medikasi yang dikembangkan
petunjuk untuk penanganan nyeri dalam bentuk tangga analgesik yang membantu
perawatan klien dengan nyeri (Black & Hawks, 2014). Penggunaan analgesik
ditentukan oleh tingkat keparahan dari nyeri yang dirasakan. Untuk nyeri ringan
opium. Obat ini merupakan turunan tumbuhan opium. Obat ini pereda nyeri yang
paling kuat yang tersedia dan terapi pilihan untuk nyeri sedang hingga berat
respon fisiologis. Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengubah persepsi dan
persepsi nyeri. Stimulasi kutaneus memberikan klien dan keluarga rasa kontrol
terhadap nyeri dan pengobatan dirumah. Penggunaan yang tepat dari stimulasi
2.2.7.2.2 Distraksi
(Lemone, 2015).
ditemukan peneliti sejauh ini efektif diterapkan pada pasien anak-anak terutama
menurut Panggabean salah satu teknik distraksi adalah dengan bercerita, dimana
teknik distraksi bercerita merupakan salah satu strategi non farmakologi yang
dapat menurunkan nyeri. Hal ini terbukti pada penelitiannya dimana teknik
distraksi dengan bercerita efektif dalam menurunkan nyeri anak usia prasekolah
pada pemasangan infus yakni dari nyeri skala 3 ke nyeri skala 2. Sarfika, Yanti,
Winda (2015), menambahkan salah satu teknik distraksi yang dapat dilakukan
distraksi berupa menonton film kartun animasi efektif dalam menurunkan nyeri
2.2.7.2.3 Relaksasi
untuk menurunkan nyeri adalah napas dalam dan relaksasi progresif. Teknik napas
dalam efektif dilakukan ketika klien berbaring atau duduk dengan nyaman,tetap
secara sistemik dari satu area tubuh ke area berikutnya (Black & Hawks, 2014).
Klien diajarkan merapatkan satu kelompok otot (seperti otot wajah), menahan
28
pengaruh terhadap kehidupannya dan terhadap seberapa besar nyeri yang dia
seseorang terhadap aspek yang tidak menyenangkan dan membuat nyeri yang
klien terhadap efektivitas intervensi yang didapat memengaruhi derajat turun atau
potensi efektifitas dari intervensi yang diberikan akan memberikan efek yang
signifikan pada kemampuan klien untuk mendapatkan hasil positif dari proses
atau menurunkan nyeri (Black & Hawks, 2014). Pemberian intervensi terapi
kognitif ini adalah meningkatkan cara berfikir klien dengan mengarahkan klien
kognitif ini salah satunya dengan meningkatkan self efficacy (Brannon & Jeist,
2.2.7.3 Pembedahan
tidak dapat atau tidak berhasil untuk menangani nyeri (Robinson & Saputra,
2016). Intervensi pembedahan adalah tindakan yang biasa dilakukan bagi pasien
yang mengalami nyeri saraf, misalnya; sindrom nyeri regional kompleks, nyeri
29
terkait cedera saraf spinal, atau cedera medula spinalis. Klien membutuhkan
2.3.1 Pengertian
Terapi musik terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan “musik”. Kata
atau menolong orang. Biasanya kata tersebut digunakan dalam konteks masalah
fisik atau mental. Dalam kehidupan sehari-hari, terapi terjadi dalam berbagai
bentuk. Misalnya, para psikolog akan mendengar dan berbicara dengan klien
melalui tahapan konseling yang kadang-kadang perlu disertai terapi, ahli nutrisi
akan mengajarkan tentang asupan nutrisi yang tepat, ahli fisioterapi akan
(Djohan, 2006).
yang digunakan secara khusus dalam rangkaian terapi (Djohan, 2006). Musik
melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya (Aizid, 2011). Terapi musik
adalah terapi yang bersifat non verbal. Dengan bantuan musik, pikiran-
Terapi musik dapat mengatasi stres pada bayi dan anak-anak setelah
diputarkan musik yang menenangkan dan lembut pada mereka, setidaknya selama
antara lain :
2. Mengalihkan perhatian seseorang dari rasa takut, cemas, tegang dan masalah
sehari-hari lainnya;
seseorang menjauh dari rasa sakit fisik selama periode waktu tertentu;
Menurut Turana dalam Aizid (2011) semua jenis musik sebenarnya dapat
digunakan sebagai terapi, seperti lagu-lagu relaksasi, lagu populer, maupun musik
31
klasik. Akan tetapi, yang paling dianjurkan menurutnya adalah musik atau lagu
dengan tempo sekitar 60 ketukan per menit yang bersifat rileks seperti musik
klasik. Sebab, apabila temponya terlalu cepat, maka secara tidak sadar, stimulus
yang masuk akan membuat seseorang mengikuti irama tersebut, sehingga keadaan
istirahat yang optimal tidak tercapai. Di antara musik-musik klasik tersebut yang
sering kali menjadi acuan untuk terapi musik adalah musik klasik Mozart.
terapi musik. Seringkali durasi yang diberikan dalam pemberian terapi musik
adalah selama 20-35 menit, tetapi untuk masalah kesehatan yang lebih spesifik
terapi musik klien berbaring dengan posisi yang nyaman, sedangkan tempo harus
(Mahanani, 2013).
Mozart dianggap sebagai salah satu dari komponis musik klasik Eropa yang
merupakan komponis serba bisa dan menciptakan musik hampir di setiap genre
yang ada pada saat itu, termasuk simfoni, opera, konser solo, piano sonata, dan
32
piano yang saat itu masih tergolong baru. Mozart juga ikut menciptakan beberapa
musik religius, dansa, serenade, dan berbagai bentuk musik ringan yang
Ciri khas dari musik yang diciptakan Mozart dapat ditemukan pada setiap
emosiyang kuat dengan musik bernuansa kontras antara semangat dan ketenangan
(Tanjung, 2014).
Gioacinno Rossini, komponis musik klasik dari Italia, menegaskan bahwa Mozart
Di era musik klasik, tidak hanya Beethoven, seluruh musisi klasik yang
(sekitar 700 lagu) secara luas diakui sebagai puncak karya musik simfoni, musik
kamar, musik piano, musik opera, dan musik paduan suara. Banyak dari karya
Mozart dianggap sebagai standar konser klasik dan diakui sebagai mahakarya
Menghasilkan suatu
perasaan & Mempengaruhi Sistem saraf otonom Otak merespon
kinerja seluruh (kontrol perasaan & dan terstimulasi
mengembangkan
organ tubuh emosi)
imajinasi
Membuat tubuh
Mengalihkan perhatian pada musik rileks secara fisik
dan mental
Skema 2.1 Kerangka teoritis (Aizid, 2010; Rohani, dkk, 2011; Mahanani, 2013,
yang diteliti dan dibuat dalam bentuk diagram (Hidayat, 2007). Jadi kerangka
konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel-
variabel yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang akan
2.6 Hipotesis
akan dibuktikan melalui hasil penelitian. Hipotesis ditarik dari serangkaian fakta
yang muncul sehubungan dengan masalah yang diteliti (Sastroasmoro & Ismael,
1. Hipotesis alternatif
Diduga ada perbedaan efektifitas musik klasik untuk mengurangi nyeri pada
Diduga tidak ada perbedaan efektifitas musik klasik untuk mengurangi nyeri